You are on page 1of 26

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Fisika

Pendidikan merupakan seperangkat proses berupa penanaman nilai,

gagasan, konsep dan teori-teori yang bertujuan mengembangkan

kepribadian, pengetahuan, keterampilan dan tingkah laku serta mencapai


10
cita-cita dan tujuan hidup. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan;

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan


suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan Negara

Dalam pendidikan dikenal dua istilah yaitu belajar dan

pembelajaran (dulu proses belajar mengajar). Belajar lebih terfokus kepada

siswa, apa yang harus mereka lakukan dalam menerima pelajaran.

Sedangkan pembelajaran terfokus kepada aktifitas guru mengajar dan

keaktifan siswa belajar. Guru dan siswa sama-sama memiliki peran dan

pandangan yang sama dalam mencapai tujuan pendidikan, sehingga

terjalin komunikasi yang baik antara guru dan siswa. Siswa dapat

memberikan pandangan, usulan dan kritikan tentang pembelajaran yang

mereka inginkan, dan guru membiarkan siswa mengembangkan potensi

mereka.
11

Pembelajaran fisika merupakan suatu proses belajar yang menurut

siswa untuk lebih banyak melakukan kegiatan melalui pengamatan

terhadap fakta dalam pembelajaran, siswa diikut sertakan secara aktif agar

dapat mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya.

Dalam praktik mengajar siswa SD sampai SMA, tampak jelas

bahwa kebanyakan siswa hanya mau belajar fisika secara sungguh-

sungguh bila pembelajarannya menarik dan menyenangkan. Maka ada

istilah Physics is fun, artinya fisika itu menyenangkan. Bila siswa senang,

mereka akan belajar sendiri. Bila mereka sungguh belajar sendiri, maka

mau tidak mau mereka akan semakin menguasai bahan fisika dan menjadi

kompetisi. Maka sangat penting bila guru fisika berusaha agar

pembelajarannya menarik dan menyenangkan siswa.

Pembelajaran IPA di tingkat pendidikan apapun (dari tingkat dasar

sampai pendidikan tinggi) dimaksudkan untuk memberi bekal pengetahuan

kepada anak untuk mengenal dan menyayangi dunia, tempat mereka

hidup, menanamkan sikap hidup ilmiah untuk diterapkan dalam kehidupan

sehari-hari, memberi bekal keterampilan disamping pengetahuan tentang

IPA itu sendiri dan mendidik anak menghargai jasa, pengorbanan orang

lain dalam hal ini penemu-penemu sains dan tidak kalah pentingnya yaitu

menggugah anak untuk turut serta ambil bagian dalam penemuan baru dan

juga untuk dapat bermanfaat bagi dunia dan kemanusiaan. Oleh karena itu,

fasilitas IPA dan kreativitas guru IPA memiliki peran yang cukup besar

dalam pencapai tujuan tersebut. Sehingga fasilitas pendidikan IPA seperti


12

laboratorium dan lain-lain beserta kreativitas yang dimiliki oleh seorang

guru dalam menyajikan pelajaran yang menarik adalah sebuah keharusan.

Sekolah apapun itu, dari sekolah reguler biasa yang belum memenuhi

standar nasional sampai sekolah standar nasional, apalagi sekolah bertaraf

internasional.

Fisika adalah bagian dari sains (IPA), pada hakikatnya adalah

kumpulan pengetahuan, cara berpikir, dan penyelidikan. IPA sebagai

kumpulan pengetahuan dapat berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, teori

dan model. Fisika sebagai cara berpikir merupakan aktivitas yang

berlangsung didalam pikiran orang yang berkecimpung didalamnya karena

adanya rasa ingin tahu dan hasrat untuk memahami fenomena alam.

Fisika dipandang sebagai suatu proses dan sekaligus produk

sehingga dalam pembelajarannya harus mempertimbangkan strategi atau

metode pembelajaran yang efektif dan efisien yaitu salah satunya melalui

kegiatan praktik. Hal ini dikarenakan melalui kegiatan praktik, siswa

melakukan olah pikir dan juga olah tangan.

Komunikasi guru dan siswa sangat penting sehingga mereka dapat

saling membantu. Untuk itu diharapkan guru fisika itu mengusai bahan

pelajaran, mengerti tujuan pengajaran fisika, dapat mengorganisasi

pengajaran fisika, mengerti situasi siswa, dapat berkomunikasi dengan

siswa dan menguasai berbagai metode.

Suatu proses pembelajaran itu dikatakan baik, bila proses tersebut


13

dapat membangkitkan kegiatan belajar yang efektif. Adapun Hasil

pengajaran itu menurut Sadirman (2007; 49) dikatakan baik memiliki ciri-

ciri sebagai berikut:

1. Hasil itu tahan lama dan dapat digunakan dalam kehidupan oleh siswa

2. Hasil itu merupakan pengetahuan asli.

Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi

perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar

lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk

menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Setiap

satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang

kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata

usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang

unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga,

tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain

yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan

berkelanjutan.

Namun dengan demikian setelah terlihat dengan kemajuan ilmu

pengetahun dan teknologi, peranan guru tidak dapat digantikan oleh

kemudahan-kemudahan untuk memperoleh informasi dan pengetahuan.

Untuk itu Sanjaya (2007; 20) menjelaskan ada beberapa peran guru dalam

pendidikan itu diantaranya:


14

1. Guru sebagai sumber belajar

2. Guru sebagai fasilitator

3. Guru sebagai pengelola

4. Guru sebagai demonstrator

5. Guru sebagai pembimbing

6. Guru sebagai motivator

7. Guru sebagai evaluator

Begitu pula dalam pembelajaran Fisika, banyak materi yang

memerlukan peran aktif seorang guru agar bisa lebih kreatif. Diantaranya

yang sering menyulitkan guru, adalah ketika kita akan mengajarkan materi

praktikum. Keberadaan alat-alat yang sangat banyak dan bahkan mungkin

kita kesulitan menemukannya, entah karena langkanya alat atau harganya

yang sangat mahal.

Bagi anak didik, cara guru menyampaikan materi lebih

memberikan pengaruh besar ketimbang kesulitan materi itu sendiri. Dan

ini adalah tugas para guru untuk lebih dan semakin kreatif dalam

menemukan tips dan trik pembelajaran Fisika yang aktif, dengan model

yang kreatif, sistem penyampaian yang komukatif dan informatif, adanya

pola interaktif, dengan teknik yang persuasif, dan harus memiliki nilai

edukatif. Harapannya, setelah upaya keras dilakukan, kondisi

pembelajaran akan menjadi lebih baik. Ada take and give antara para

siswa sebagai anak didik dan guru sebagai pengantar dan fasilitator

kegiatan belajar mengajar, adanya saling pengertian antara anak didik,


15

pendidik dan guru.

Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan adalah

masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran anak

kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berfikir. Proses

pembelajaran dikelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal

informasi, otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai

informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya

untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Kenyataan ini

berlaku untuk semua mata pelajaran.

Salah satu metode yang dapat mengaktifkan siswa dalam mengajar

adalah metode pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah

pembelajaran dengan kelompok. Siswa diberi tugas dan mempunyai

tanggung jawab yang sama besar untuk menuntaskan materi yang

diberikan. Pembelajaran kooperatif ini tidak hanya mengembang peserta

didik dari segi kognitif saja, melainkan dengan pembelajaran ini akan

terciptanya rasa sosial yang tinggi. Setiap siswa harus saling membantu

dan menciptakan kerja sama yang baik antara yang satu dengan yang

lainnya.

Banyak metode pembelajaran kooperatif, salah satunya adalah tipe

Think Pair Square. Pada pembelajaran tipe ini siswa akan dituntut untuk

bertanggung jawab dengan kelompoknya, mereka berusaha bagaimana

caranya agar semua anggota kelompoknya itu dapat menguasai materi

pelajaran. Dengan cara seperti ini nantinya pengetahuan dan tanggung


16

jawab siswa akan semakin bertambah.

2. Metode dalam Pembelajaran Fisika

a. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi

pembelajaran yang akhir-akhir ini menjadi perhatian bagi seorang

pendidik, karena adanya harapan selain memiliki dampak

pembelajaran, yaitu berupa peningkatan prestasi belajar peserta didik

juga mempunyai dampak pengiring seperti relasi sosial, penerimaan

terhadap peserta didik yang diaggap lemah, harga diri, norma

akademik, penghargaan terhadap waktu, dan suka memberi

pertolongan pada yang lain. Jadi, strategi pembelajaran kooperatif ini

tidak hanya mengembang peserta didik dari segi kognitif saja, dan

yang terpenting lagi terciptanya relasi sosial antara yang satu dengan

yang lainnya. sehungan dengan ini Wina Sanjaya (2006: 242)

mengatakan bahwa :” Melalui kooperatif setiap siswa akan saling

membantu dalam belajar karena menginginkan anggota kelompok

memperoleh keberhasilan”.

Muhammad Nur (2005: 1) menjelaskan bahwa:

Model pembelajaran kooperatif merupakan teknik-teknik


kelas praktis yang dapat digunakan guru setiap hari untuk
membantu siswanya belajar setiap mata pelajaran, mulai
dari keterampilan dasar sampai pemecahan masalah yang
kompleks. siswa bekerja sama dalam kelompok-kelompok
kecil saling membantu belajar satu sama lainnya.
Kelompok-kelompok tersebut beranggotakan siswa
dengan hasil belajar tinggi, rata-rata dan rendah; laki-laki
dan perempuan.
17

Metode pembelajaran kooperatif secara sederhana adalah

metode pembelajaran kelompok. Slavin (2008) menjelaskan. Metode

pembelajaran kooperatif adalah metode pembelajaran dengan setting

kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman

anggota kelompok sebagai wadah siswa bekerjasama dan memecahkan

suatu masalah melalui interaksi sosial dengan baik pada waktu yang

bersamaan dan ia menjadi narasumber bagi teman yang lain. Jadi

pembelajaran kooperatif merupakan metode pembelajaran yang

mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan

pembelajaran

Menurut Wina sanjaya ( 2006 : 246 ) menyatakan bahwa “

pembelajaran kooperatif itu adalah rangkaian belajar yang dilakukan

oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan

pembelajaran yang telah dirumuskan Muslim (2000:7) mengemukakan

pembelajaran kooperatif yaitu :

1) Siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif untuk

menuntaskan materi belajarnya

2) Kelompok terdiri atas siswa yang memilik tinggi, sedang, rendah

3) Anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku dan jenis kelamin

yang berbeda.

Menurut Muslim Ibrahim (2000:20 ) bahwa “ pembelajaran

kooperatif menuntut kerja sama siswa dan ketergantungan dalam

struktur tugas dan tujuan “. Berdasarkan uraian diatas maka


18

pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran dimana

siswa saling bekerja sama dalam kelompok yang kemampuannya

bervariasi untuk satu tujuan.

Menurut Lie ( 2002 : 30 ) pembelajaran kooperatif mempunyai

lima unsur penting yang harus diterapkan agar pembelajaran

kooperatif tersebut mencapai hasil yang maksimal yaitu :

a) Saling ketergantungan positif

Apabila terdapat saling ketergantungan posiif diantara anggota

kelompok maka akan tercipta suatu kerja sama yang dapat

meningkatkan pemahaman terhadap materi, disamping itu siswa

juga akan merasa bahwa mereka saling tergantung satu sama lain

untuk mencapai tujuan.

b) Tanggung jawab perorangan

Setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab untuk belajar

dan menyelesaikan tugas yang diberikan dengan baik

c) Tatap muka

Setiap anggota suatu kelompok diberi kesempatan untuk bertemu

dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberi kesempatan

pada siswa untuk membentuk sikap yang menguntungkan semua

anggota

d) Komunikasi antar anggota

Keberhasilan suatu kelompok tergantung pada kesediaan para

anggota kelompok untuk menjelaskan dan memberikan


19

pendapatnya. Jadi untuk mendapatkan hasil yang maksimal setiap

anggota harus saling berkomunikasi dalam menghadapi masalah

yang dihadapi.

e) Evaluasi proses kelompok

Pengajar menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk

mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama, agar

selanjutnya mereka bisa bekerja sama dengan lebih efektif.

Berdasarkan kutipan diatas bahwa padsa proses belajar

mengajar, siswa dapat meningkatkan kemampuan mereka dalm

hubungan sosial melalui kelompok-kelompok, memberikan ide-ide,

saran dalam proses pembelajaran , keterlibatan guru merupakan

fasilitator dalam mengaktifkan peranan siswa. Hal ini dimungkinkan

karena siswa memiliki peranan sosial yang kuat terhadap

kelompoknya.

Sebagaimana yang dituliskan Muhammad Nur, dkk (2005 : 25)

bahwa : ”Pembelajaran kooperatif atau Cooperatif Learning mengacu

pada metode pengajaran dimana siswa bekerja sama dalam tiap

kelompok yang terdiri dari empat siswa dengan kemampuan yang

berbeda”. Pendapat diatas menunjukkan bahwa dalam pembelajaran

kooperatif, siswa belajar dalam kelompok kecil secara bersama

menyelesaikan atau mempelajari tugas pada kelompoknya. Tentunya

diharapkan terjadinya interaksi yang aktif diantara guru dan siswa.

Pengelompokan siswa biasanya disusun atas kelompok kecil


20

yang terdiri dari 2 orang sampai 6 orang siswa. Sebelum kelompok-

kelompok ini dibentuk, guru menjelaskan kepada siswa bagaimana

caranya membentuk kelompok mengajar dan membantu setiap

kelompok agar melakukan transisi secara efisien. Pengelompokan

siswa dalam pembelajaran kooperatif merupakan pengelompokan

yang heterogen agar diharapkan meratanya kemampuan dari masing-

masing kelompok.

Menurut Lie(2002) teknik-teknik belajar mengajar gotong

royong adalah mencari pasangan (Make A Mach), Bertukar Pasangan,

Berkirin Salam Dan Soal, Dan Berpikir Berpasangan Berempat (Think

Pair Square).

Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah

namun terdapat beberapa variasi dari model pembelajaran kooperatif.

Salah satunya adalah Think Pair Square atau penggabungan

kelompok. Bentuk pengecekan berpasangan ini mengharuskan semua

siswa memiliki semua sikap kerja sama. Melalui keterampilan-

keterampilan yang dikuasai oleh siswa yaitu keterampilan berbagi

diantaranya berbagi waktu, bahan dan kesempatan didalam kelompok

yang merupakan kesulitan siswa dalam pembelajaran kooperatif.

Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti tertarik untuk mengadakan

penelitian Think Pair Square


21

b. Pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Square

Salah satu pendekatan menurut Kagan(1992)dalam buku Lie

(2002) yang dikembangkan peneliti untuk meningkatkan perolehan isi

akademis yaitu pendekatan Think Pair Square yang dapat digunakan

oleh guru untuk mengajarisi akademis atau mengecek pemahaman

siswa terhadapa isi tertentu

Menurut Cheelan (Diana,2010), menyatakan bahwa dalam

Think Pair Share siswa diberikan permasalahan dan pertama meminta

siswa untuk memikirkan tentang pemecahan masalahnya secara

individu dengan mengeluarkan ide-idenya. Kemudian siswa

dipasangkan dan meminta siswa untuk mendiskusikan pemecahan

masalah dengan pasangan nya dan meminta membuat kesimpulan

bersama yang selanjutnya meminta untuk berbagi dengan siswa

lainnya di depan kelas.

Selanjutnya Millis dkk (Diana, 2010) menyatakan bahwa

Think Pair Square memberikan pada siswa kesempatan untuk

mendiskusikan gagasan mereka dan memberikan suatu pengertian

bagi mereka untuk melihat cara lain dalam menyelesaikan masalah.

Jika sepasang siswa tidaka dapat menyelesaikan permasalahan

tersebut, maka sepasang siswa yang lain dapat menjelaskan cara

menjawabnya. Akhirnya, jika permasalahan yang diajukan tidak

memiliki suatu jawaban benar, maka dua pasang dapat

mengkombinasikan hasil mereka dan membentuk suatu jawaban yang


22

lebih menyeluruh.

Kemudian Millis dan cotten (1998) menyatakan bahwa

kesempatan yang diberikan dalam pendekatan Think Pair Squre

menyatakan bahwa kesempatan yang diberikan dalam pendekatan

Think Pair Square merupakan pemberian waktu kepada siswa untuk

memikirkan jawaban mereka masing-masing, kemudian

memasangkan dengan seorang teman untuk mendiskusikannya.

Akhirnya meminta siswa bergabung dengan kelompok lain.

Berdasarkan kedua asumsi diatas, maka dapat disimpulkan

bahwa letak perbedaan Think Pair Square dengan pendekatan Think

Pair Share adalah proses pengelompokannya pada struktural Think

Pair Share adalah proses pengelompokannnya terjadi satu kali

sedangkan pada Think Pair Square proses pengelompokannya terjadi

dua kali yaitu adanya penggabungan dua kelompok menjadi satu

kelompok.

Adapun langkah-langkah pendekatan Think Pair Square

adalah:

1) Think (berfikir)

Guru meransang pemikiran siswa dengan pertanyaan. Kemudian

siswa diberi waktu untuk memikirkan tentang jawaban pertanyaan

tersebut.
23

2) Pair (berpasangan)

Mengunakan disain partner (teman), sepasang siswa (dua orang

siswa) mengungkapkan setiap jawaban mereka atau menuliskannya

serta memikirkan jawaban yang benar.

3) Square (penggabungan kelompok)

Setelah siswa membicarakan dalam bentuk berpasangan,

kemudian mereka disuruh bergabung dengan kelompok lain untuk

membicarakan hasil akhir mereka, selanjutnya guru menyuruh

kepada masing-masing kelompok gabungan untuk memberikan

hasil pemikiran mereka kepada yang lainnya di depan kelas.

c. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Think

Pair Square

Penerapan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan

Think Pair Square memiliki prosedur yang ditetapkan secara

ekplisit untuk memberikan siswa waktu lebih banyak berfikir,

menjawab dan saling membantu satu sama lain. Setelah guru

menyelesaikan suatu penyajian singkat atau siswa telah membaca

suatu tgas, guru menginginkan siswa memikirkan secara mendalam

tentang apa yang telah dijelaskan.

Penerapan pembelajaran koperatif tipe Think Pair Square

dilaksanakan melalui tahap persiapan, penyajian kelas, kegiatan

kelompok, melaksanakan evaluasi dan penghargaan kelompok.


24

1. Persiapan

Pada tahap ini guru melakukan guru melakukan

beberapa langkah:

a. Memilih suatu pokok bahasan

Untuk menetapkan metode pembelajaran kooperatif

dengan pendekatan structural Think Pair Square disiapkan

materi yang akan disajikan dalam pembelajaran

b. Membuat rencana proses pembelajaran (RPP)

Rencana Program Pembelajaran tentang materi yang

akan disajikan.

c. Membuat lembar pertanyaan

Lembar pertanyaan berisi pertanyaan-pertanyaan

yang dapat meransang pemikiran siswa dan tidak dapat

langsung dijawab oleh siswa. Siswa menjawab pertanyaan

tersebut yang dilakukan pada tahap Square.

d. Menentukan skor dasar individu

Skor dasar berdasarkan dari skor tes individu pada

evaluasi sebelumnya

e. Membuat kelompok-kelompok kooperatif

Sebelum memulai pembelajaran kooperatif terlebih

dahulu dibentuk kelompok-kelompok kooperatif. Jumlah

anggota dalam setiap kelompok kooperatif dengan

pendekatan structural berjumlah dua orang, kelompok yang


25

ditentukan ini bersifat heterogen terdiri dari siswa yang

memiliki nilai akademik tinggi dan rendah dan juga jenis

kelamin. Selanjutnya diinformasikan skor pada setiap

anggota. Skor dasar berasal dari skor tes individu pada

evaluasi sebelumnya.

f. Menentukan jadwal kegiatan/pembelajaran

2. Penyajian kelas

Penyajian kelas dimulai dengan pendahuluan kemudian

penjelasan materi.

a. Pendahuluan

Pendahuluan menekankan apa yang dipelajari siswa

dalam kegiatan Think Pair Square dan menginformasikan

mengapa hal itu penting dipelajari. Informasi tersebut ditujukan

untuk memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang konsep-konsep

yang akan dipelajari.

b. Menjelaskan materi

Materi pelajaran yang disajikan hendaknya disesuaikan

dengan apa yang akan dipelajari siswa secara garis besar

3. Kegiatan kelompok

Setelah guru menyelesaikan suatu penyajian atau siswa

telah membaca suatu tugas kemudian guru menginginkan siswa

untuk:
26

a. Think (berfikir)

Guru memancing pemikiran siswa dengan

memberikan pertanyaan-pertanyaan tersebut, kemudian

siswa diberi waktu untuk memikirkan tentang jawaban

pertanyaan-pertanyaan tersebut. Dalam penelitian ini

pertanyaan –pertanyaan dalam bentuk lemabar pertanyaan

secara mandiri (± 10 menit)

b. Pair (berpasangan)

Pada tahap ini siswa berpasangan denga siswa lain

(bersifat heterogen) dengan jumlah dua orang untuk

mendiskusikan apa yang telah difikirkan pada tahap

pertama. Kemudian mereka membandingkan jawaban

mereka dan mengidentifikasi jawaban mereka dan

memikirkan jawaban yang terbaik, yang lebih meyakinkan

atau yang lebih khusus. Interaksi pada tahap ini diharapkan

dapat berbagi jawaban atau ide jika suatu persoalan khusus

telah diidenfikasi selama (± 20 menit)

c. Square (penggabungan kelompok)

Pada tahap ini masing-masing kelompok

dipasangkan kembali dengan kelompok yang lainnya

(bersifat heterogen), sehingga dalam suatu kelompok

berjumlah empat atau enam orang. Di sini mereka saling

bertukar fikiran atas hasil pekerjaan kelompoknya dan


27

membandingkan jawaban keduanya. Pada tahap ini masing-

masing kelompok gabungan menjawab pertanyaan.

Penggabungan ide-ide dapat dilakukan atas apa yang

diambil dan apa yang dibuang untuk jawabannya jika

perlu,yang kemudian akan menjadi hasil bersama.

4. Evaluasi

Evaluasi dikerjaan secara individu dalam waktu yang

telah ditentukan guru. Pada saat evaluasi ini siswa harus

menunjukkan penguasaan tentang materi yang telah dibahas

dalam kegiatan Think Pair Square. Skor yang telah diperoleh

siswa dalam evaluasi selanjutnya diproses untuk menentukan

nilai perkembangan individu yang akan disumbangkan sebagai

skor kelompok.

5. Penghargaan kelompok.

Untuk memberikan penghargaan kepada kelompok

baik, hebat dan kelompok super

6. Penutup

Guru memberikan kesempatan untuk pelatiahn lebih

lanjut, membimbing siswa merangkum materi pelajaran,

memberikan pekerjaan rumah .


28

B. Hakekat Hasil Belajar Fisika

1. Tinjauan Tentang Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan suatu indikator yang penting untuk

menyatakan kualitas sutu pendidikan dan hasil belajar juga merupakan

tolak ukur yang digunakan untuk menentukan tingkat keberhasilan siswa

dalam mengetahui dan memahami suatu materi pelajaran. Seseorang

dikatakan berhasil dalam belajar belajar apabila telah terjadi perubahan

tingkah laku dalam dirinya baik dalam bentuk pengetahuan dan prestasi-

prestasi atau telah terjadi perkembangan dalam hidupnya.

Dalam proses belajar mengajar, hasil belajar yang diharapkan dapat

dicapai siswa penting untuk diketahui oleh guru, agar guru dapat

merancang pengajaran secara tepat dan penuh arti. Setiap proses belajar

mengajar keberhasilannya diukur dari seberapa jauh hasil belajar yang

dapat dicapai oleh siswa, disamping dikuru dari segi prosesnya. Hasil

belajar adalah sesuatu yang diperoleh seseorang setelah melakukan

kegiatan belajar. Hasil belajar dari aspek kognitif merupakan kemampuan

siswa dalam bidang pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis dan

sintesis.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia tentang

Standar Penilaian Pendidikan dapat dilihat pada Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional RI No 20 Tahun 2007. Penilaian pendidikan pada

jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas :


29

1. Penilaian hasil belajar oleh pendidik;

2. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan

3. Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.

4. Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi terdiri atas:

5. Penilaian hasil belajar oleh pendidik; dan

6. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan tinggi (BSNP, 2008).

Sudjana (2005) mengemukakan tipe hasil belajar yang harus

diperhatikan antaralain;

a. Tipe hasil belajar bidang kognitif

1) Tipe hasil belajar hafalan (pengetahuan)

Cakupan dalam pengetahuan hafalan termasuk pula

pengetahuan yang sifatnya faktual, di samping pengetahuan yang

mengenai hal-hal yang perlu diingat kembali seperti batasan,

peristilahan, pasal, hukum, bab, ayat, rumus dan lain-lain.

2) Tipe hasil belajar pemahaman

Tipe hasil belajar pemahaman lebih tinggi satu tingkat dari

tipe hasil belajar pengetahuan hafalan. Pemahaman memerlukan

kemampuan menangkap makna atau arti dari sesuatu konsep.

Untuk itu diperlukan adanya hubungan atau pertautan antara

konsep dengan makna yang ada dalam konsep tersebut.

3) Tipe hasil belajar penerapan

Aplikasi adalah kesanggupan menerapkan dan

mengabstraksi suatu konsep, ide, rumus, hukum dalam situasi yang


30

baru. Misalnya memecahkan persoalan dengan menggunakan

rumus tertentu, menerapkan suatu dalil atau hukum dalam suatu

persoalan. Jadi dalam aplikasi harus ada konsep, teori, hukum,

rumus.

4) Tipe Hasil belajar analisis

Analisis adalah kesanggupan memecah, mengurai suatu

integritas (kesatuan yang utuh) menjadi unsur-unsur atau bagian-

bagian yang mempunyai arti atau mempunyai tingkatan/hirarki.

Analisis merupakan tipe hasil belajar yang kompleks, yang

memanfaatkan unsur tipe hasil belajar sebelumnya, yakni

pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi. Analisis sangat diperlukan

bagi para siswa sekolah menengah apalagi di perguruan tinggi.

5) Tipe hasil belajar sintesis

Sintesis adalah lawan analisis. Bila pada analisis tekanan

pada kesanggupan menguraikan suatu integritas menjadi bagian

yang bermakna, pada sintesis adalah kesanggupan menyatukan

unsur atau bagian menjadi satu integritas.

6) Tipe hasil belajar evaluasi.

Evaluasi adalah kesanggupan memberikan keputusan

tentang nilai sesuatu berdasarkan judgment yang dimilikinya, dan

kriteria yang dipakainya. Tipe hasil belajar ini dikategorikan paling

tinggi, dan terkandung semua tipe hasil belajar yang telah

dijelaskan sebelumnya. Dalam tipe hasil belajar evaluasi, tekanan


31

pada pertimbangan sesuatu nilai, mengenai baik tidaknya, tepat

tidaknya, dengan menggunakan kriteria tertentu.

b. Tipe hasil belajar bidang afektif

Bidang afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli

mengatakan, bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya,

bila seseorang telah menguasai bidang kognitif tingkat tinggit. Ada

beberapa tingkatan bidang afektif sebagai tujuan dan tipe hasil belajar.

Tingkatan tersebut dimulai tingkat yang sederhana sampai tingkatan

yang kompleks.

c. Tipe hasil belajar bidang psikomotor

Hasil belajar bidang psikomotor tampak dalam bentuk

keterampilan (skill), kemampuan bertindak individu dan lain

sebagainya.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar seseorang dapat

diketahui setelah dilakukan penilaian. Dan hasil belajar dapat

menggambarkan sejauh mana siswa tersebut telah berhasil dalam

pembelajaran, yang dapat dilihat pada perubahan pengetahuan,

pemahaman, keterampilan dan nilai dalam pengertian penguasan

terhadap ranah kognitif, afektif dan psikomotor

2. Karakteristik Konsep Tekanan

Karakteristik yang dimiliki setiap konsep pembelajaran dalam mata

pelajaran fisika tentu berbeda satu sama lainnya. Hal ini akan berkaitan

erat dengan model, metode, media dan evaluasi yang tepat digunakan
32

untuk materi pelajaran tersebut.

Pada konsep tekanan, sesuai dengan Standar kompetensi dan

kompetensi dasar mata pelajaran fisika MTsN kelas VIII semester 1

(Standar Isi : 2006) Standar kompetensinya yaitu memahami peranan

usaha, gaya dan energi dalam kehidupan sehari-hari

Selanjutnya, standar kompetensi di atas dikembangkan dengan

kompetensi dasar adalah menyelidiki tekanan pada benda padat, cair, dan

gas serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Pada tingkat MTsN

materi tekanan diajarkan 11 jam pelajaran

3. Hasil Belajar Untuk Konsep tekanan

Bila disesuaikan dengan teori, menurut Bloom dalam Nana (1990:

22), hasil belajar meliputi tiga ranah, yaitu:

1. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar

intelektual yang terdiri dari enam aspek:

pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi,

analisis, sintesis dan evaluasi.

2. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap yang

terdiri dari lima aspek: penerimaan, jawaban atau

reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi.

3. Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil

belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.

Pada ranah kognitif, maka siswa diharapkan dapat mengetahui

atau ingat, memiliki pemahaman, mampu mengaplikasikan konsep dalam


33

kehidupan dalam berbagai persoalan tentang konsep tekanan serta pada

akhirnya siswa dapat memberikan penilaian dan kesimpulan tersendiri

terhadap konsep tekanan menurut fisika dan aplikasinya dalam kehidupan

sehari-hari.

Karena dalam penelitian ini penulis membatasi hasil belajar pada 1

ranah saja, yaitu ranah kognitif maka akan difokuskan hasil belajar.

4. Penelitian Terkait

Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square telah

diterapkan dalam penelitian eksperimen semu untuk melihat peningkatan

hasil belajar. Disamping itu penelitian ini juga telah pernah dilakukan oleh

calon guru yang memiliki latar belakang pendidikan keguruan. Diana

(2010), judul "Kerampilan Psikomotor IPA Fisika Melalui Penerapan

model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan Think Pair Square

kelas VII IPS SMP Negeri 1 Kampar 2009/2010" dalam bentuk penelitian

experimental. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat

disimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif

tipe Think Pair Square terdapat peningkatan kualitas pembelajaran.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Diana penilaian dari segi psikomotor

sedangkan penelitian yang penulis laksanakan adalah penilaian kognitif

pada siswa.

C. Kerangka Konseptual

Berdasarkan kerangka teoritis yang telah diuraian maka dapat

dirumuskan kerangka konseptual sebagai berikut


10

0100090000037800000002001c00000000000400000003010800050000000b0200

000000050000000c029c07dd0c040000002e0118001c000000fb021000070000000

000bc02000000b20102022253797374656d0007dd0c0000d57300005044110004e

e8339281199030c020000040000002d01000004000000020101001c000000fb029

cff0000000000009001000000000740001254696d6573204e657720526f6d616e00

00000000000000000000000000000000040000002d010100050000000902000000

020d000000320a5a0000000100040000000000e40c9e0720422d00040000002d01

0000030000000000

Melihat kerangka konseptual di atas, dapat dijelaskan bahwa proses

belajar mengajar (PBM) berlangsung karena ada interaksi antara guru dan

siswa yang saling mempengaruhi satu sama lain. Pada kelas quasi ekperimen

guru memberikan metode pembelajaran kooperatif model Think Pair Square,

sedangkan pada kelas kontrol diberikan pembelajaran tanpa metode

kooperatif. Kelas yang menggunakan metode pembelajaran kooperatif akan

banyak melekukan aktivitas belajar dibandingkan dengan kelas yang hanya

mengandalkan guru untuk menerangkan materi pelajaran. Pada Think Pair

Square, setiap siswa menggabungkan kelompok untuk melakukan

penyelidikan terhadap suatu subtopic yang telah disepakati dan bekerja sama

dalam memcapai kesukesan kelompok.

Pembelajaran yang berlangsung pada kelas ekperimen langsung

berpuast pasa siswa (student centered) sedangkan pada kelas kontrol

pembelajaran berlangsung berpusat pada guru (teacher centered). Diharapkan

dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square ini dapat
11

meningkatkan hasil belajar siswa, sehingga dapat diambil perbandingan hasil

belajar antara dua kelas tersebut.

D. Rumusan Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah yang

diajukan oleh peneliti, yang dijabarkan dari landasan teori atau kajian teori

dan masih harus diuji kebenarannya. Untuk menjawab rumusan masalah

diatas, hipotesis yang diajukan adalah :

H0 : Tidak terdapat perbedaan yang berarti antara Pembelajaran

Kooperative Tipe Think Pair Square terhadap hasil belajar fisika

Siswa Kelas VIII.4 MTsN Kamang

H1 : Terdapat perbedaan yang berarti antara Pembelajaran Kooperatif

Tipe Think Pair Square terhadap hasil belajar fisika Siswa Kelas

VIII.4 MTsN Kamang

You might also like