You are on page 1of 20

LAPORAN AKHIR

UJIAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI FARMASI


PENENTUAN POTENSI SAMPEL ANTIBIOTIKA DI
PASARAN (TETRASIKLIN/T2) TERHADAP ANTIBIOTIKA
STANDAR DENGAN UJI POTENSI TIGA DOSIS

Disusun Oleh :
AULIA ASSARI (260110080077)

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2010
PENENTUAN POTENSI SAMPEL ANTIBIOTIKA DI PASARAN
(TETRASIKLIN/T2) TERHADAP ANTIBIOTIKA STANDAR DENGAN UJI
POTENSI TIGA DOSIS

I. Tujuan
Menentukan besarnya potensi sample antibiotika di pasaran terhadap
antibiotika standar.

II. Prinsip
1. Membandingkan respon, yaitu derajat hambatan pertumbuhan dari
jasad renik yang peka dan sesuai dalam kondisi pertumbuhan yang sama
dari dosis sediaan yang diuji terhadap dosis sediaan baku
2. Baku Pembanding (references standar)
Sebagai baku yang potensinya dinyatakan dalam unit (satuan/milligram)
dari zat kering, telah ditetapkan secara internasional maupun nasional.
3. Biakan mikroorganisme
- harus dipilih dari strain murni
- harus memberi respon bertahap sesuai dengan kenaikan dosis
4. Media pembenihan
- harus dapat mendukung pertumbuhan jasad renik yang
digunakan
- tidak mengandung zat lain yang mengganggu aktivitas baku
5. Pengenceran
Konsentrasi suatu zat akan berkurang setengahnya bila x mL zat
dilarutkan dalam x mL pelarut.
V1N1 = V2N2
Hasil perkalian normalitas dengan volume senyawa yang semula
digunakan (V1N1) adalah sama dengan hasil akhir senyawa tersebut
setelah pengenceran (V2N2).
III. Teori
Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri,
yang memiliki khasiat yang mematikan atau menghambat pertumbuhan
kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil.
Antibiotik yang pertama kali ditemukan adalah Penisillin, ditemukan oleh
Alexander Fleming, secara kebetulan saat Alexander Fleming menanamkan
bakteri pada cawan tetapi lupa tidak ditutup. Besoknya diamati, terlihat
adanya organisme asing yang di sekelilingnya ada daerah bening, organisme
asing ini diselidiki, dan ternyata organisme itu adalah Penicillium notatum.
Organisme ini lalu diekstraksi, ditanamkan lagi pada pembenihan yang baru.
Sejak ditemukannya Penisillin oleh Alexander Fleming sampai saat ini sudah
beribu-ribu antibiotika yang ditemukan, dan hanya sebagian kecil yang dapat
dipakai untuk maksud terapeutik Antibiotika adalah zat kimia yang dihasilkan
oleh mikroorganisme-mikroorganisme hidup terutama jamur-jamur dan
bakteri-bakteri tanah yang mempunyai khasiat bakteriostatik atau bakterisid
terhadap banyak bakteri dan beberapa virus besar. Toksisitasnya untuk
tubuh manusia adalah relatif kecil.
Antibiotik adalah obat yang membunuh atau memperlambat
pertumbuhan bakteri.. Antibiotik adalah salah satu kelas "antimikroba",
yaitu kelompok obat yang mencakup termasuk obat antivirus, anti jamur,
dan antiparasit. Obat semacam ini tidak berbahaya bagi tubuh manusia,
sehingga dapat digunakan sebagai mengobati infeksi. Istilah ini awalnya
hanya digunakan untuk formulasi yang diperoleh dari makhluk hidup, tetapi
sekarang antimikroba buatan juga termasuk di dalamnya, seperti
sulfonamida.
Tidak seperti perawatan infeksi sebelumnya, yang menggunakan racun
seperti striknin, antibiotik dijuluki "peluru ajaib": obat yang membidik
penyakit tanpa melukai tuannya. Individu antibiotik sangat beragam
keefektifannya dalam melawan berbagai jenis bakteri. Ada antibiotik yang
membidik bakteri gram negatif atau gram positif, ada pula yang
spektrumnya lebih luas. Keefektifannya juga bergantung pada lokasi infeksi
dan kemampuan antibiotik mencapai lokasi tersebut. Antibiotik yang
dimakan adalah pendekatan yang mudah jika efektif, dan antibiotik melalui
infus dignakan untuk kasus yang lebih serius. Antibiotik kadangkala dapat
digunakan setempat, seperti tetes mata dan salep.Mekanisme kerja
antibiotik umumnya dapat dijelaskan secara terperinci:
a. Menghambat biosintesis dinding sel (penisilin, sefalosporin, sikloserin,
basitrasin).
b. Meninggikan permeabilitas membran sitoplasma (sefalosporin,
sikloserin, basitrasin).
c. Mengganggu sintesis protein normal bakteri (tetrasiklin,
kloramfenikol, eritromisin, novobiosin, antibotika aminoglikosida).
Antibiotika yang mempengaruhi pembentukan dinding sel atau
permeabilitas membran sel bekerja bakterisid, sedangkan yang bekerja pada
sintesis protein bekerja bakteriostatik.
Dalam farmakope Indonesia dinyatakan bahwa semua potensi adalah
perbandingan dosis sediaan uji dengan dosis larutan standar atau larutan
pembanding yang menghasilkan derajat hambatan pertumbuhan yang sama
pada biakan jasad renik yang peka dan sesuai. Aktivitas (potensi) antibiotik
dapat ditunjukkan pada pada kondisi yang sesuai dengan efek daya
hambatannya pada mikroba. Suatu penurunan aktivitas antimikroba juga
dapat menunjukkan perubahan kecil yang tidak dapat ditunjukkan oleh
metode kimia, sehingga pengujian secara mikrobiologi atau biologi biasanya
merupakan suatu standar untuk mengatasi keraguan tentang kemungkinan
hilangnya aktivitas. Farmakope Indonesia menentukan bahwa potensi
antibiotica standar berkisar antara 95-105%. Namun potensi tersebut dapat
menurun karena kadaluwarsa, penyimpanan yang tidak benar dan terjadinya
penguraian obat yang menghasilkan zat lain yang tidak memiliki efek lagi.
Aktivitas suatu antibiotica dapat dilihat pada dua criteria yaitu MIC dan
besar diameter hambatan. Makin rendah MIC makin kuat potensialnya,
demikian pula makin besar diameter hambatan, makin kuat pula
potensialnya. Namun pada umumnya, antibiotic yang mempunyai potensi
tinggi memiliki MIC yang rendah dan diameter yang besar.
Ada dua metode umum pengujian potensi antibiotica yang dapat
digunakan:
1. Metode penetapan dengan lempeng silinder
Metode ini berdasarkan difusi antibiotika dari silinder yang dipasang
tegak lurus pada lapisan agar dapat dalam cawan petri atau lempeng,
sehingga mikroba yang ditambahkan dihambat pertumbuhanya pada
daerah berupa lingkaran atau zona disekeliling silinder yang berisi
larutan antibiotika.
2. Metode Turbidimetri
Metode ini berdasarkan hambatan perkembang biakan mikroba
dalam larutan serbasama antibiotika, dalam media cair yang dapat
menumbuhkan microba dengan cepat bila tidak terdapat antibiotika.

Tetrasiklin

Tetrasiklin merupakan salah satu obat antimikroba yang


menghambat sintesis protein mikroba. Untuk kehidupannya, sel mikroba
perlu mensintesis berbagai protein. Sintesis protein berlangsung di
ribosom, dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada bakteri, ribosom terdiri
atas atas dua subunit, yang berdasarkan konstanta sedimentasi
dinyatakan sebagai ribosom 30S dan 50S. untuk berfungsi pada sintesis
protein, kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA
menjadi ribosom 70S (Jawetz, et. al. 2004).
Antibiotika golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan adalah
klortetrasiklin kemudian ditemukan oksitetrasiklin. Tetrasiklin sendiri
dibuat secara semisintetik dari klortetrasiklin, tetapi juga dapat diperoleh
dari species Streptomyces lain. Demeklosiklin, doksisiklin dan minosiklin
juga termasuk antibiotic golongan tetrasiklin (Nester, et. al. 1973).
Golongan tetrasiklin terbagi menjadi beberapa jenis, antara lain:

a. Kortetrasiklin
b. Oksitetrasiklin
c. Tetrasiklin
d. Demeklosiklin
e. Doksisiklin
f. Minosiklin
Tetrasiklin memiliki struktur dasar seperti yang diperlihatkan di
bawah ini. Bentuk-bentuk radikal terjadi dalam bentuk yang berbeda:

Mekanisme kerja golongan Tetrasiklin


Golongan tetrasiklin menghambat sintesis protein bakteri pada
ribosomnya. Paling sedikit terjadi 2 proses dalam masuknya antibiotik ke
dalam ribosom bakteri gram negatif: pertama yang disebut difusi pasif
melalui kanal hidrofilik, ke dua adalah sistem transport aktif. Setelah
masuk, maka antibiotik berikatan dengan ribosom 30S dan menghalangi
masuknya kompleks tRNA-asam amino pada lokasi asam amino.
Kerjanya bersifat bakteriostatik.
Aktifitas Antimikroba
Tetrasiklin diserap oleh bakteri yang peka dan menghambat
pembentukan protein dengan menghambat pengikatan aminoasil-tRNA
pada unit 30S pada ribosom bakteri. Bakteri resisten tidak dapat
mengkonsentrasikan obat tersebut. Resistensi ini dikendalikan oleh
plasmid yang dapat ditularkan.
Tetrasiklin terutama merupakan obat bakteriostatik. Obat ini
menghambat pertumbuhan bakteri gram-positif dan gram-negatif yang
peka (dihambat oleh 0,1-1 μg/mL) dan merupakan obat pilihan untuk
infeksi yang disebabkan riketsia, klamidia, dan Mycoplasma pneumoniae.
Tetrasiklin digunakan pada pengbatan kolera untuk memperpendek
waktu pengeluaran vibrio, dan pada shigellosis. Tetrasiklin tidak
menghambat jamur dan bahkan dapat merangsang pertumbuhan sel ragi.
Tetrasiklin untuk sementara dapat menekan sebagian flora usus normal,
tetapi dapat timbul superinfeksi, terutama terjadi dengan Pseudomonas,
Proteus, stafilokokus, dan sel ragi yang resisten

Spektrum Antimikroba
Tetrasiklin memperlihatkan spectrum antibakteri luas yang
meliputi kuman gram positif seperti: B. antrachis, Clostridium tetani, dan
Listeria monocytogenes (sebagai pengganti penisilin), serta kuman gram
negatif seperti: Brucella, Vibrio cholerae, Bordetella pertusis,
Acinetobacter, dan Fusobacterium. Selain itu tetrasiklin juga aktif
terhadap spiroket, mikoplasma, riketsia, klamidia, legionela, dan protozoa
tertentu.
Efek Samping
Golongan tetrasiklin menyebabkan pelbagai tingkat gangguan
saluran pencernaan (mual, muntah, diare), ruam kulit, lecet pada selaput
lender, dan demam pada benyak penderita, terutama pada pemberian
yang lama dan dosis tinggi. Tetrasiklin diendapkan pada jaringan tulang
dan gigi, terutama pada janin dan selama 6 tahun pertama kehidupan.
Perubahan warna dan fluoresensi gigi terjadi pada bayi baru lahir bila
tetrasiklin digunakan oleh wanita hamil dalam waktu lama. Pada
kehamilan, kerusakan hati dapat terjadi. Tetrasiklin yang kadaluwarsa
dapat mengakibatkan kerusakan ginjal (Jawetz et. al., 1996).

Resistensi
Beberapa spesies kuman , antara lain: E. coli , banyak strain dari
S. aureu, Pseudomonas aeruginosa, Shigella, N. gonorrhoeae, dan
Bacteroides memiliki resistensi terhadap tetrasiklin.
Meskipun demikian, tetrasiklin masih dapat digunakan untuk
pengobatan terhadap infeksi S. aureus dan kelompok Enterokokus,
namun hanya sebagai obat sekunder.
Staphylococcus aureus
Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang hidup di
permukaan tubuh individu sehat tanpa membahayakan, terutama sekitar
hidung, mulut, alat kelamin, dan rektum. Tetapi ketika kulit kita
mengalami luka atau tusukan, bakteri ini akan masuk melalui luka dan
menyebabkan infeksi. Bakteri ini sering menyebabkan penyakit
permukaan kulit minor, termasuk terbentuknya nanah, bisul pada folikel
rambut. Bakteri Staphylococcus aureus dapat menyebabkan bisul,
impetigo, toxic shock syndrome, folliculities, dan infeksi lainnya.
Farmakokinetik dari levofloxacin yang terdapat pada serum dan lepuhan
cairan kulit (Skin Blister Fluid). Staphylococcus aureus merupakan coccus
gram positif, berbentuk anggur apabila diamati melalui mikroskop.
Biasanya membentuk koloni bulat berwarna kekuningan apabila
dikembangbiakan pada nutrient agar di dalam cawan Petri(Todar, 2007).
Staphylococcus aureus biasa hidup pada kulit, saluran
pernafasan, dan saluran pencernaan. Bakteri ini dapat menyebabkan
jerawat dan jika terdapat di bawah kulit, dapat menyebabkan abses. Di
rumah sakit, keresistenan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik
adalah masalah besar. Beberapa genus Staphylococcus aureus mensekresi
racun dan dapat menyebabkan kematian.(Todar, 2007).

Staphylococcus aureus

Klasifikasi:
Kingdom : Bacteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Ordo : Bacillales
Famili : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Species : S. aureus
IV. Alat dan Bahan
 Alat
Cawan petri
Inkubator
Jangka sorong
Lampu spirtus
Mikropipet
Perforator
Pinset
Rak tabung
Spatel
Tabung reaksi
Volume pipet berukuran 1 ml dan 10 ml
 Bahan
Air suling steril
Larutan desinfektan
Media nutrien agar
Pelarut sediaan uji
Sedia antibiotika standar dan sample (Tetrsiklin / T2)
Suspensi Staphylococcus aureus

V. Prosedur
Disiapkan suspensi bakteri dalam Nutrien broth yang berumur 18-24 jam,
bakteri ini harus homogen. Disiapkan pembenihan nutrien agar dengan cara
dilarutkan sejumlah tertentu nutrient agar dalam aquades kemudian
disterilkan dalam otoklaf selama 15 menit pada 121 0C. Dimasukkan sediaan
uji ke dalam labu ukur, larutkan dengan sedikit pelarutnya. Kemudian
ditambahkan air suling steril sampai tanda batas. Jika sediaan uji berbentuk
padat, digerus dahulu dalam mortir, sebelum dimasukkan dalam labu ukur.
Direncanakan pengenceran larutan sample dan larutan standar hingga
didapat variasi dua seri dosis yang diinginkan (dosis tinggi dan dosis rendah).
Dibuat larutan inokulum dengan cara dimasukkan suspensi biakan bakteri ke
dalam nutrien agar yang telah disterilisasi. Dalam keadaan masih cair,
dituangkan nutrien agar yang mengandung suspensi bakteri tersebut
kedalam cawan petri secara aseptis sebanyak 20 ml. Dibiarkan sampai
membeku. Dibagi permukaan dasar cawan menjadi enam area sama besar.
Diberi label masing-masing area tersebut tergantung variasi seri dosis yang
akan digunakan. Dibuat enam cetakan reservoir (lubang) pada masing-
masing cawan petri dengan menggunakan perforator secara aseptis. Dibuat
reservoir tersebut dengan cara membuang agar yang ada dalam cetakan
reservoir tersebut dengan digunakan spatel yang telah disterilkan.
Dimasukkan hasil buangan tersebut ke dalam larutan desifektan yang telah
disediakan. Dimasukkan larutan sampel dan standar pada masing-masing
reservoir sesuai dosis yang ditentukan dengan ,menggunakan mikropipet
secara aseptis. Diinkubasikan dalam ikubator pada suhu kurang lebih 37 0 c
selama 18-24 jam. Diukur dan dicatat diameter daerah bening (zone lisis)
yang terjadi di sekeliling reservoir yang telah mengandung antibiotika
tersebut dengan menggunakan jangka sorong. Dihitung potensi antibiotik.
VI. Perhitungan
Konsentrasi Tetrasiklin dalam labu ukur = 250 mg/100 mL
= 2500 μg/1000μL
= 125 μg/50μL
 Konsentrasi untuk larutan baku
 Dosis Tinggi =40 µg/50 µL
N1 x 50 µL = 40 µg
N1 = 0,8 µg/µL
N1 = 800 µg/mL
2500 µg/mL x 1 mL = 800 µg/mL x V2
V2 = 3,125 mL
Aquadest yang ditambah = 2,125 mL

 Dosis Menengah = 20 µg / 50 µL
N1 x 50 µL = 20 µg
N1 = 0,4 µg/µL
N1 = 400 µg/mL
2500 µg/mL x 1 mL = 400 µg/mL x V2
V2 = 2 mL
Aquadest yang ditambah = 1 mL

 Dosis Rendah = 10 µg / 50 µL
N1 x 50 µL = 10 µg
N1 = 0,2 µg/µL
N1 = 200 µg/mL
2500 µg/mL x 1 mL = 200 µg/mL x V2
V2 = 2 mL
Aquadest yang ditambah = 1 mL
 Konsentrasi untuk larutan sampel
 Dosis Tinggi =40 µg/50 µL
N1 x 50 µL = 40 µg
N1 = 0,8 µg/µL
N1 = 800 µg/mL
2500 µg/mL x 1 mL = 800 µg/mL x V2
V2 = 3,125 mL
Aquadest yang ditambah = 2,125 mL

 Dosis Menengah = 20 µg / 50 µL
N1 x 50 µL = 20 µg
N1 = 0,4 µg/µL
N1 = 400 µg/mL
2500 µg/mL x 1 mL = 400 µg/mL x V2
V2 = 2 mL
Aquadest yang ditambah = 1 mL

 Dosis Rendah = 10 µg / 50 µL
N1 x 50 µL = 10 µg
N1 = 0,2 µg/µL
N1 = 200 µg/mL
2500 µg/mL x 1 mL = 200 µg/mL x V2
V2 = 2 mL
Aquadest yang ditambah = 1 mL
VII. Data Pengamatan dan Perhitungan Dosis

Cawan Larutan Baku (mm) Larutan Sampel (mm)


Petri Tinggi Menengah Rendah Tinggi Menengah Rendah
(Bt) (Bm) (Br) (St) (Sm) (Sr)
I 29,2 26,8 26,26 28,54 26,4 25,2
II* - - - - - -
Total 29,2 26,8 26,26 28,54 26,4 25,2
Rata- 29,2 26,8 26,26 28,54 26,4 25,2
rata
*tidak dapat diukur karena tidak ada zona hambatnya.
PERHITUNGAN POTENSI
 Log dosis = log (dosis tinggi/dosis menengah)
= log (40 µg/µl /20 µg/µl)
= log 2
= 0,301
´ Sr
1/3( ( Śt+ Sm+ ´ )−( B́t + Bm+
´ B́r ))
log θ= log dosis
1/4 (( Śt− Sr)+(
´ B́t − B́r))
 Log θ = 1/3 ((28,54 + 26,4 + 25,2) – (29,2 + 26,8 + 26,26 )) x 0,301
¼ (( 28,52 + 25,2) + (29,2 – 26,23 ))

 Log θ= 4 (80,14 – 82,26) x 0.301


3 (3,34 + 2,97)
 log θ = - 0,13462
θ = 0,7334

 Potensi sampel = 0,7334 x 100 %


= 73,30 %
Jadi potensi Tetrasiklin sampel terhadap baku adalah 73,30 %
VIII. PEMBAHASAN
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan besarnya potensi
sampel terhadap antibiotika standar. Suatu antibiotika memerlukan
konsentrasi tertentu agar dapat menjalankan fungsinya yaitu sebagai
bakteriostatik atau bakteriosidik. Potensi yang diberikan menurut
farmakope haruslah 95% - 105%, di luar itu berarti antibiotik sampel tidak
memenuhi syarat untuk dapat diedarkan di pasaran.
Pada percobaan kali ini, metode yang digunakan dalam penentuan
potensi antibiotika adalah meode penetapan dengan lempeng silinder,
yaitu menggunakan perforator untuk menguji antibiotika pada media
nutrien agar yang berisi inokulum bakteri pada cawan petri. Potensi dapat
ditentukan dengan mengukur zona bening yang dihasilkan dan
membandingkannya dengan diameter zona bening dari antibiotika standar.
Syarat penggunaan biakan bakteri yang dipakai adalah harus
biakan murni (pure straired). Maksud dari biakan murni adalah bakteri yang
diambil dari alam secara langsung kemudian dibiakkan, bukan dari bakteri
yang diisolasi dari laboratorium klinis (sampel darah, feses, urin, dan
sebagainya). Pada percobaan ini antibiotik yang digunakan adalah
Rifamfisin dan suspensi bakterinya adalah Bacillus substilis, karena
menurut farmakope dan literatur yang ada antibiotika rifamfisin dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus substilis.
Sebelum memulai praktikum, dilakukan perencanaan
pengenceran dan perhitungan konsentrasi. Hal ini dilakukan untuk
mempermudah penentuan nilai dosis tertinggi dan dosis terendah yang
ingin digunakan pada antibiotika ini, yaitu rifampisin. Konsentrasi tetrasiklin
pada awalnya adalah 250 mg/100 ml pada larutan baku. Untuk larutan
sampel dianggap konsentrasinya sama dengan konsentrasi baku. Dari
perencanaan perhitungan konsentrasi, telah ditentukan konsentrasi pada
dosis tinggi adalah 40 µg/50 µl, untuk mendapatkannya, dicampurkan 1 ml
tetrasiklin 250 mg/100 ml lalu di tambahkan air suling steril hingga 3,125
ml, inilah dosis tingginya. Pada dosis menengah, konsentrasinya adalah 20
µg/50 µl, dengan cara mencampurkan 1 ml tetrasiklin 40 µg/50 µl dengan
1ml air suling steril. Untuk dosis rendah yaitu 10 µg/ml, dengan cara
mencampurkan 1 ml antibiotic tetrasiklin 20 µg/50 µl dengan 1ml aquadest
steril. Konsentrasi untuk larutan baku dan larutan sampel dianggap sama.
Setelah dilakukan pengenceran pada tabung, dilakukan
pembagian pada permukaan dasar cawan petri menjadi 6 area sama besar.
Setiap area ini diberi label daerah untuk larutan baku tinggi, baku rendah
maupun larutan sampel tinggi maupun sampel rendah untuk
mempermudah dalam pengamatan. Untuk zona baku tinggi dan sampel
tinggi diletakkan berseberangan karena jika dua dosis yang sama-sama
tinggi diletakkan berdampingan, akan menyulitkan mengukur zona inhibisi
karena dikhawatirkan zonanya saling tumpang tindih. Pada penggunaan
cawan petri, jangan dibiarkan dalam kondisi terbuka, agar isi cawan tidak
terkontaminasi oleh udara luar.
Semua tahap pengerjaan prosedur harus dilakukan secara aseptis,
hal ini dilakukan untuk menghindari kontaminasi yang terjadi oleh mikroba
lain yang dapat merusak percobaan. Kemudian siapkan perfortor yang
steril, yaitu dengan cara membakarnya di atas nyala api. cetakan yang
dibuat dengan perforator digunakan untuk menampung antibiotika. Namun
saat memanaskan perforator dan spatel haruslah didiamkan terlebih
dahulu hingga tidak terlalu panas, tetapi tetap di dekat pembakar spiritus,
agar bakteri dari udara tidak mengkontaminasi media agar yang berisi
bakteri. Suhu yang panas dapat meleburkan nutrien agar saat
melubanginya dan jika terlalu jauh dari api, ditakutkan akan terkontaminasi
oleh bakteri. Proses pembuatan lubang harus dilakukan dengan cepat,
jangan biarkan cawan petri terbuka terlalu lama untuk menghindari bakteri
dari luar masuk ke dalam cawan. Setelah keenam daerah yang dibagi tadi
telah dilubangi, maka dimasukkanlah larutan antibiotika dengan dosis tinggi
dan rendah dari larutan baku maupun larutan sampel. Pengisian antibiotika
ke lubang yang telah dibuat dilakukan dengan menggunakan mikro pipet
50 µl (masing–masing lubang diisi dengan 50 µl antibiotika).
Pengisian antibiotika ke lubang yang telah dibuat harus dilakukan
di dekat api, agar tetap aseptis. Pada saat meneteskan antibiotika harus
tepat di lubang, dan lubang yang dibentuk harus bulat agar antibiotik
berdifusi sempurna dan zona yang dihasilkan juga bulat (diameter yang
dihitung mudah). Mikropipet yang digunakan haruslah bersih, setelah
digunakan harus dicuci dengan desinfektan. Saat penggunaan, harus benar-
benar kering, jika desinfektan masih di dalam mikropipet maka akan
mempengaruhi konsentrasi antibiotika (desinfektan juga bersifat
bakteriosida).
Setelah semua lubang terisi, cawan petri harus dibungkus dengan
koran kemudian diinkubasikan pada suhu 37 0C selama 18-24 jam supaya
bakteri dapat tumbuh secara optimal. Pada saat inkubasi, cawan petri tidak
boleh dibalik karena antibiotika yang ada di dalamnya bisa tumpah
sehingga tidak terdifusi sempurna pada daerah sekitarnya. Percobaan ini
dibuat duplo (dua kali) dengan perlakuan yang sama.
Berdasarkan hasil pengamatan pada antibiotik baku, didapat zona
bening pada dosis tinggi, menengah, dan rendah di cawan petri I masing-
masing yakni sebesar 29,2; 26,8; 26,26 mm. Pada antibiotik sampel
diperoleh zona bening pada dosis tinggi, menengah, rendah di cawan petri I
masing-masing sebesar 28,54; 26,80; 25,2 mm. Diameter hambat dosis
tinggi pada antibiotik sampel maupun baku lebih besar daripada pada dosis
rendah. Hal ini berarti dosis tinggi dapat menghambat pertumbuhan
bakteri.
Pada cawan petri II tidak dapat diukur zona hambat nya, karena
pada cawan petri tersebut tidak terbentuk zona hambat yang diinginkan.
Penyebab dari gagalnya terbentuk zona hambat pada cawan petri II, yakni
antara lain:
1. Bentuk lingkaran perforator yang tidak bulat sempurna.
Mengakibatkan volume lubang mengecil dari yang seharusnya.
Hal ini pun akhirnya mengakibatkan cairan antibiotik yang
dimasukkan ke dalam lubang tidak dapat tertampung semuanya
ke dalam lubang. (luber)
2. Luber nya antibiotik yang terjadi ini mengakibatkan rusaknya
zona hambat yang terbentuk. Karena cairan antibiotik yang luber
tadi tidak memiliki batasan area saat cairan antibiotik tersebut
berdifusi ke dalam agar bakteri.
3. Adanya kontaminasi bakteri lain selain Staphylococcus aureus.
Dari hasil pengukuran dan perhitungan yang didapat, potensi
larutan sampel Tetrasiklin(T2) yang diuji adalah sebesar 73,30 %.
IX. KESIMPULAN
Potensi dari sampel Tetrasiklin terhadap baku pada bakteri
Staphylococcus aureus adalah 73,30 %.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI.1979.Farmakope Indonesia. Edisi III. DEPKES RI:


Jakarta.
Ganiswarna, S. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Penerbit UI : Jakarta.

Jawetz, Melnick, and Adelberg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. EGC :
Jakarta.
Mutschler, E. 1991. Dinamika Obat. Edisi 5. Penerbit ITB : Bandung.
Pelczar, M.J. Jr and Chan, E.C.S. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi.Penerbit
Universitas Indonesia (UI-Press) : Jakarta.
Rod,tobbing. 2008. Antibiotika. Tersedia
di:http://sectiocadaveris.wordpress.com/artikel-kedokteran/antibiotic
mekanisme-cara-kerja-dan-klasifikasinya/ (diakses tgl : 20 Mei 2010)
Tanu, Ian. 1995. Farmakologi dan terapi .Edisi keempat (dengan perbaikan).
Bagian farmakologi FKUI : Jakarta.

You might also like