You are on page 1of 53

JANGAN MENJADI ORANG ANIAYA

Dikala Nabi Ibrahim AS di uji oleh Allah (Subhanahu


wata'ala), tentang ketabahan-nya, kerelaan berkorban, keteguhan
pendirian, sikapnya dalam memuliakan tetamu, berbuat baik
sesama kerabat, dan kesiapannya dalam melaksanakan perintah
Allah dan melepaskan ketergantungan kepada perintah materi
(kebendaan), ternyata ia lulus dari ujian yang berat itu.
Ujian jiwa ini, secara beruntu dia alami, dan sungguh pun
berat, dia berhasil melaluinya.
Ketabahannya terbukti, dikala ia dihadapkan kepada
pilihan dibakar di dalam sebuah unggun-api, Oleh Namrudz
(Maharaja Nebucadnear) yang menguasai Mesopotamia. Atau
kedudukan yang layak di sisi sang penguasa, manakala ia
berkenan menggantikan perannya melaksanakan Dakwah Ilallah
kepada Dakwah Ilalmaal (perjuangan mendapatkan harta).
Terbukti, Ibrahim A.S. lebih memilih menegakkan
kebenaran dengan serba tipuan. Dia menang, dan imbalannya api
unggun yang bergejolak membakar setiap kayu kering yang
bersilang, tak mempan menyentuh sehelai rambut Ibrahim A.S
sesuai dengan firman Allah, "wahai api, dinginlah dan selamatkan
tubuh Ibrahim dari gejolakmu yang membakar".
Kerelaannya berkorban, tak tertandingi hingga kini. Anak
kesayangannya satu-satunya (Ismail, Alahisalaam), rela di
korbankan, untuk disembelih untuk memenuhi tuntututan atau

1
melaksanakan perintah Allah Yang Maha Rahman. Akhirnya
pengorbanan diterima, anaknya tidak jadi menemui korban
penyembelihan. Tetapi diganti dengan ternak sembilahan yang
besar, sebagai jawaban kerelaan yang tulus mengikuti perintah
Allah.
Peristiwa ini dinukilkan oleh Allah di dalam firman-Nya,
"akhir, kerelaan Ibrahim menyahuti panggilan kami, berkorban
karena mengharapkan kerelaan Kami, diganti dengan seekor
ternak sembelihan yang sempuna besarnya". Keteguhan
pendiriannya, tidak pula diragukan. Ayahnya (Azar), yang selalu
berpegang pada tradisi lama (menyembah berhala), diajaknya
supaya meninggalkan tradisi itu. Kebiasaan memohon kepada
"yang bukan Tuhan" itu, merupakan watak yang tidak pantas
dimiliki oleh manusia yang berakal. Padahal, manusia itu sendiri
ada, dan ditengah alam ini, justru karena "rahmat" dan "rahim"
dari Allah (sang Khalik).
Penghambaan kepada materi, menyebabkan lahirnya
sesuatu bencana. Materi adalah sesuatu rahmat dari Allah.
Karena itu, seharusnya materi itu dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran bagi manusia sekelilingnya. Benda
hanya alat. Bukan tujuan, apalagi sesuatu sembahan yang
berakibat rela diperbudak oleh materi. Mempertahankan materi
(benda) tidak sesuai dengan harkat kemanusiaan. Kesadaran
seperti ini (yang amat sesuai dengan fithrah manusia), selalu
disampaikan oleh Ibrahim kepada ayahnya (Azar). Namun selalu
ditolak. Akhirnya, Ibrahim memilih berpisah dari keyakinan

2
"tradisional bapaknya yang salah pilih itu.
Namun itu tetap berkata, sebagaimana diulangkan cerita
oleh Allah (Subhanahu Wa Ta'ala) dalam Firman-Nya, "Ibrahim
berkata kepada ayahnya, Selamt tinggal (wahai ayah, dalam
keyakinan tradisional ayah yang tak bisa dirobah lagi, nanti akan
selalu memohonkan keampunan (untuk ayah) kepada Tuhan-ku
karena sesungguhnya Tuhan-ku masih sayang kepada-ku".
(Al-Qur'an, S. 18, ayat 47).
Sikapnya dalam memuliakan tetamu, juga menjadikan
pujian. Dia tidak pernah menolak tamu yang diharapkan
bantuannya. Dia selalu tanggap dengan kesulitan orang lain.
Bahkan dia lebih senang berbuat untuk kesenangan orang lain,
dalam batas-batas hubungan yang harmonis dan saling
menghormati. Hingga seketika dia didatangi tujuh pemudah
untuk menguji kedermawanannya, maka Ibrahim belum berkenan
melepas tetamu itu, sebelum lebih dahulu kepada mereka
disuguhkan hidangan, sebagai tanda kemuliaan dari tuan rumah.
Namun pemuda ini menolak jamuan ini dengan halus, karena
mereka sebetulnya bukanlah manusia biasa (yang perlu makan
dan minum). Kelak ternyata ketujuh tetamu terhormat ini adalah
para Malaikat utusan Allah (Subhanahu wa ta'ala). Demikian,
rangkaian kisah ini diulangkan kembali kepada ummat
Muhammad (shallallahu'alaihi wa sallam) dalam Al-Quranul
Majid).
Berbuat baik sesama kerabat, merupakan perangai yang
teramat mulia. Walaupun dia sudah dipuji dengan segala

3
kehormatan, dan diberi gelar-darjah "Khalilul-lah, serta
mendapatkan kehormatan, dan bagai "pimpinan" bagi ummat
manusia, dia masih memohonkan kepada Allah, kiranya peng-
hargaan sedemikian tidak hanya diperuntukkan bagi dirinya
sendiri.
Ibrahim ('alaihi salam), masih mempersoalkan "bagai-
mana halnya dengan (kaum kerabat) anak keturunanku. Memp-
erhatikan kaum kerabat, lebih tinggi nilainya, daripada hanya
sekedar memperjuangkan kemenangan sendiri, atau hanya
bertolak kepada kepentingan pribadi. Jika manusia secara umum
telah terperosok kepada hanya untuk kepentingan sendiri-sendiri,
tanpa mengindahkan kepentingan orang banyak, maka tentulah
bencana akan datang tindih bertindih.
Orang yang hanya suka mempertahankan kepentingan
individu, tanpa mempertimbangkan orang banyak, tepat
diberikan cap sebagai orang aniaya (dhalim) menurut istilah dari
Allah (Yang Maha Rahman). Karena itulah secara tegas, Allah
(Subhanahu wa ta'ala) menjawab petisi Ibrahim, tentang
"dzurriyat" (anak cucunya) ini, dengan sebuah ketegasan yang
pasti "janji-ku" (janji dari Allah) untuk memberikan kepada
manusia darjah pimpinan dan panutan itu, tidak akan kena
mengena kepada orang-orang yang dhalim (aniaya), walaupun
dia dari keturunan Ibrahim sekalipun".
Kesiapannya dalam melaksanakan perintah Allah, inilah
yang kelak menjadikan peringatan kepada Nabi Muhammad
(Shallallahu'alaihi was Sallam), untuk mengikuti jejak langkah

4
perilaku Nabi Ibrahim (selaku panutan dari akhlaq Al Qur'an).
Allah tegaskan dala Firman-Nya (Q.S. XVI, An-Nahl, ayat
160-162), "Sungguh Ibrahim itu, adalah contoh dari sosok
ummat yang "patuh", siap melaksanakan perintah Allah, lurus dan
jujur, dalam setiap tindak perbuatan, dan dia tidak tergolong
kepada orang-orang "musyrik" yang suka menyekutukan Allah.
Dia juga sosok ummat yang pandai berterima kasih, serta
memelihara ni'mat Allah. Merupakan seseorang yang terpilih
tindakannya dan terpuji perangainya dan selalu mendapatkan
bimbingan dan selalu pula berusaha memimpin kejalan yang benar
dan lurus. Karena itu, dia mendapatkan kehidupan dunianya
aman tentram.
Akhirnya, di-akhirat, (pada kehidupan yang menjadi
tujuan setiap makhluk yang hidup di dunia sekarang ini), dia akan
kami tempatkan bersama orang-orang shalih yang terpilih.
Kepada Nabi Muhammad SAW diwahyukan supaya
mengikuti jejak langkah perangai mulai yang ditinggalkan oleh
Nabi Ibrahim, yaitu patuh, jujur, pandai berterima kasih, berkasih
sayang sesama anggota, keluarga dan masyarakat, pandai-pandai
memilih tindakan yang tidak sampai merugikan orang lain, selalu
berusaha memimipin ummat ke jalan yang benar, dan diatas
segalanya "berpegang teguh kepada Hidayah Agama Allah".

BANTULAH SAUDARAMU

5
ALLAH AKAN MEMBANTU KAMU

Alhamdulillah, sekali-kali walaupun hanya satu jam kita


sudah mulai bertemu dengan Matahari. Warnanya tidak lagi
kelabu walaupun asap belum habis. Sekali-kali hujan pun mulai
turun pada beberapa tempat. Namun asap belum juga reda.
Warna Matahari masih kemerahan, mengingatkan kita tentang
pahitnya warna kehidupan di desa-desa terpencil yang
terseok-seok akibat kemarau panjang.
Diantaranya Lunang Silaut. Penduduknya sudah mulai
minum air kubangan bercampur luluk karena air bersih sulit
dicari. Sebatas pemberitaan Surat Kabar di daerah ini, terungkap
pula kabar bahwa bantuan air harus dibayar masyarakat Rp.
2.500 bagi yang memerlukan.
Mungkin ini sekedar untuk membantu ongkos membawa
dari tempat yang jauh sampai ke Lunang Silaut. Wajar saja untuk
membawanya dengan mobil tentu diperlukan bensin. Suatu hal
yang lumrah saja sebenarnya.
Akan tetapi dalam kasus Lunang menjadi terasa berat
karena sebahagian masyarakatnya telah mulai memakan nasi
campur ubi. Bagi mereka sangat tidak mampu untuk membeli air.
Keprihatian lembaga-lembaga Islam termasuk Muhammadiyah
Wilayah Sumatera Barat berupa ajakan agar kita memperlihatkan
rasa ukhuwah yang mendalam sesama Muslim dengan segera
mengumpulkan dana bantuan untuk masyarakat di daerah sulit
itu, perlu disahuti. Makin cepat makin baik.

6
Yang diperlukan umat kita di Lunang Silaut hari ini
bukanlah pakaian, melainkan yang bertalian dengan perut dan
makanan. Kebutuhan vital untuk hidup. Syukur juga musibah ini
tidak terjadi selama pemilu 1997. Bila terjadi pada saat-saat
kampanye, rasanya tidak perlu risau benar, karena kita yakin
bantuan akan berdatangan dari segala pihak, terutama yang
sedang melaksanakan kampanye.
Dikala maraknya kampanye menggigit suara umat sudah
selesai, beban ini terpulanglah kepada lembaga-lembaga
kemasyarakatan (seperti Muhammadiyah umpamanya) yang
berkewajiban memperhatikan umat yang sedang dihimpit
kesusahan. Organisasi-organisasi dan lembaga-lembaga
kemasyarakatan ini berkewajiban setiap saat memikirkan keadaan
masyarakatnya, tidak hanya dalam bentuk temporer (sesaat)
tetapi sepanjang masa. Inilah resiko logis bagi suatu organisasi
kemasyarakatan yang besar yang menyandang amanah umat.
Bila kita sadari, dana yang bisa kita ulurkan itu banyak tersedia.
BAZIS umpamanya bisa saja mengeluarkan sebahagian Zakat
yang dikumpulkannya untuk orang-orang yang sangat
memerlukan air dan makanan supaya masyarakat di desa yang
sulit itu tidak menjadi kelaparan dan kehausan.
Bila kita bersedia membuka khazanah para Muhsinin
masa lalu, kita bisa belajar kepada isteri Harun Al-Rasyid (hanya
sekedar contoh) yang bersedia menjual barang perhiasannya
menggantinya dengan membuat sebuah parit (saluran) air menuju
kota Madinah. Dan manfaatnya dapat dirasakan sampai hari ini,

7
walaupun berabad-abad telah berlalu. Selama orang masih tetap
meminum air yang dialirkan tersebut, jelas pahalanya selalu
mengalir pula kepadanya (ini adalah sesuai menurut keyakinan
aqidah Islam).
Untuk kasus Lunang kabarnya sudah lama dimintakan
perbaikan-perbaikan sumur air sebelum terjadi kemarau panjang.
Bila itu terlaksana dari dahulu, tentu masyarakat tidak akan
terlalu susah pada hari ini. Akan tetapi entah karena keterbatasan
dana atau masih menunggu sebuah keputusan, perbaikan
tersebut tak kunjung terjawab. Akibatnya sangat fatal, air habis
tatkala kemarau panjang datang dan asap ikut membantu cuaca
makin kering. Ironis sekali.
Tidak berapa lama lagi MTQ tingkat Sumatera Barat
akan kita laksanakan. Sarana dan prasarananya sudah kita
persiapkan. Sebatas berita Surat Kabar juga terdapat pastinya
kita belum tahu. Bila sebahagian kecil saja dari bahagian panitia
dan kontraktor ini dapat dialirkan berbentuk air ke Lunang
Silaut, tentu masyarakat disana tidak akan kehausan. Bersediakan
kita mengulurkan tangan untuk itu? Pertanyaan ini hanya bisa
dijawab dengan perbuatan. Mudah-mudahan masa kekeringan
tidak akan lama.
Perlu kita ingat bahwa membantu orang lemah sebenar-
nya membuktikan bahwa kita adalah kuat. Dan membiarkan
orang yang lemah menjerit dengan kelemahannya, sebenarnya
memberi tahu orang lain bahwa kita lebih lemah dari mereka.
Keengganan memperhatikan orang yang lain bisa berakibat Allah

8
lupa memperhatikan kita.
Nabu Muhammad Shalallahu 'alaihi wassallam menasehat-
kan kita semua dengan sabda beliau yang sangat dalam artinya :
Man lam yahtamma bi ammril Muslimin falaisa minhum
Artinya :
Yang tidak mau tahu urusan sesama umat Muslim sebenarnya
tidak pantas disebut kelompok Muslim.
Begitulah Rasulullah SAW
Mudah-mudahan kita tidak tergolong kedalam klasifikasi
yang disebut Rasulullah SAW ini. Mari kita bantu Saudara kita
yang sebenarnya sangat menunggu bantuan kita. Dan kita
sukseskan bersama program yang sudah di gerakan oleh
Muhammadiyah Wilayah Sumatera Barat.

Lunang yang Malang


Oleh. H. Mas'oed Abidin

LUNANG Silaut suatu daerah yang dipilih untuk transmigrasi


dari puluhan deretan kawasan transmigrasi lain di Indonesia.
Lunang berlahan gambut, yang konon gambut di lahan itu lebih
dalam dari lahan bergambut lainnya di Indonesia, Wallahualam bis
sawab.

9
Di lahan bergambut itu, dibuat parit-parit yang dalamnya cukup
memadai untuk irigasi dan mengendalikan air ketika banjir.
Kadang-kadang air bah yang datang saat hujan lebat tiada henti,
saluran itu tidak pula mampu menahannya.

Airnya memang merah kehitam-hitaman, sesuai dasar tanah


gambut yang ada di kawasan itu. Rasanya tentu tidak tawar
seperti air tawar di kawasan lain. Namun demikian, di sanalah
masyarakat Lunang mencuci dan mandi. Terkadang minum air
itu, bila kemarau panjang yang mengeringkan sumber air datang
menerpa. Sementara hujan tak kunjung tiba. Mereka menjadi
"terpaksa" meminum air yang tidak lazim untuk dikosumsi. Persis
seperti musafir kehausan di padang tandus, yang tidak
menemukan setetas airpun. Bila perlu 'air kencing' sendiri
diminum pelepas haus. Suatu yang luar biasa. Naif sekali bila si
musafir dicap sebagai kelompok peminum air kencing. begitu
juga halnya masyarakat Lunang yang malang, terpaksa meminum
air hitam pekat yang bukan sebuah kebiasaan.

Pada beberapa daerah seperti Silaut I, III dan IV telah dibuat


pompa air dengan Reservoir dan disalurkan memakai pipa. Di
kawasan ini permasalahan masyarakat Lunang Silaut sebelumnya
cukup teratasi.
Namun kadangkala peralatan PDAM itu, bisa saja tidak berfungsi
karena aus atau pipanya pecah karena kurangnya perawatan dan
sebagainya.

10
Bila musim panas melanda, sumber air di kawasan tersebut
menghilang dan kering. Malanglah nasib masyarakat Lunang
Silaut, padi ditanam tidak menjadi, jagung disemai tidak berbuah.
Kecuali ubi yang paling murah tumbuh, akan tetapi hasilnya
kecil-kecil hanya cukup untuk pengisi perut di kala lapar.

Masyarakat Lunang yang orang Jawa itu, kini telah menjadi anak
kemenakan orang Minangkabau. Sebelum transmigrasi tidak
terbiasa memakan gaplek. Walaupun bisa mereka memaknnya.
Selera mereka sama dengan warga kota lainnya, memakan nasi
sebagai makanan pokok.

Akan tetapi, setelah sampai di lahan Transmigrasi Lunang Silaut,


padi yang mereka harapkan untuk menjadi nasi tidak menjadi. Al
hasil, mereka banyak yang tidak tahan. Ada yang kembali ke
Jawa dan ada yang lari ke kota menjual tenaga untuk
mendapatkan sesuap nasi dan nafkah keluarga. Apaboleh dikata.

Sementara masyarakat yang tetap bertahan di Lunang Silaut, ber-


juang melawan kesulitan itu. Mereka tetap tabah dengan takdir
yang menimpanya. Meskipun kadang-kadang gaplek atu thiwul
sebagai makanan pokok pengganti. Namun mereka tetap
mengayun cangkul ke ladang dan sawah yang mereka garap
untuk menyambung hidup. Kalau nanti ada hasil, terkadang
mereka tidak dapat menikmatinya secar penuh, karena mereka

11
ada kebutuhan lain dalam hidupnya.
Akhirnya mereka tatap bertahan dengan gaplek dan thiwul.
malang sekali.

Gaplek bukan makanan asli mereka. Akan tetapi, makanan


pengganti dikala tidak ada lagi beras yang akan menjadi nasi.

Pemerintah telah mencoba untuk mengentaskan kemiskinan


(baca: menghapuskan kemiskinan) melalui transmigrasi, tetapi
hasilnya akan dinikmati warga transmigrasi itu dalam jangka
panjang, itupun bila ladang dan kebun yang mereka olah dapat
menghasilkan dengan baik. Ataukah mereka harus menunggu,
setelah lahan mereka menjadi kebun kelapa sawit?
Kini apa yang hendak dikata, di tengah malangnya masyarakat
Lunang, mengetuk hati nurani kita sebagai seorang muslim.
Kewajiban kitalah sebagai saudaranya seakidah yang punya
kemampuan melebihi mereka untuk membantunya. Bukankah
kemampuan kita membantu mereka itu sebagai perwujudan
kekuatan kita? Justru lemahlah kita bila kemampuan yang kita
punyai tidak disalurkan mengatasi kelemahan mereka
orang-orang yang dilanda kemiskinan itu. Ingatlah peringatan
Allah dalam Al Quran surat Al Ma'uun ayat 1 ."Tahukah kamu
orang-orang yang mendustakan agama?" ***

AL-QUR'AN MAMPU
MENGANGKAT

12
DERAJAT MANUSIA YANG HINA

"Dan tiadalah kami mengutus kamu (wahai Muhammad),


melaintkan untuk (menjadi) Rahmat bagi Semesta Alam". (QS.
21 - Al Anbiya - ayat 107).
Sungguh benar, kedatangan Nabi Muhammad SAW menjadi
rahmat bagi seluruh alam.
Jika Nabi Muhammad tidak diutus sebagai Rasul, maka
Al-Qur'an pun tidak akan pernah ada.
Dengan sendirinya, kita tidak akan tahu, bagaimana
keadaan manusia selanjutnya.
Sebab, kebuasan binatang adalah biasa, tetapi kebuasan manusia
menyiakan sebuah persoalan. Apalagi jika sampai kepada
persoalan perkosaan manusia terhadap lainnya. Begitu pula
dengan alam sekeliling, pasti akan rusak di obrak-abrik oleh
kebejatan moral manusia. Karena itu, kita harus bersyukur
kepada Allah, yang mengutus Muhammad dengan disertai
Al-Qur'an. Al-Qur'an mampu mengangkat derajat yang hina,
kepada derajat yang paling mulia di antara makhluk yang ada.

Rahmat
Setiap Rasul membawa rahmat bagi ummat manusia.
Dengan sejarah yang disampaikannya dari Allah yang mengu-
tusnya. Tetapi, rahmat yang dibawa Rasul-Rasul pendahulu,
sebelum Muhammad SAW, hanya terbatas kepada kaumnya

13
semasa saja.
Nabi Muhammad membawa rahmat bagi seluruh ummat
manusia, tidak hanya di zaman dia diutus (semasa hidupnya
semata). Tetapi telah 15 abad berlalu, akan berlaku selalu
sepanjang masa, berabad-abad mendatang, hingga datangnya
batas kiamat. Ajarannya pun, tidak hanya terbatas bagi
lingkungan tanah kelahirannya, tetapi melingkupi seluruh sudut
bumi, dan lagi universal.
Kalau kita mau meneliti sejarah kemanusiaan, mulai
manusia pertama, dan kita bandingkan dengan keadaan manusia
kita sekarang, banyak hal yang kita temui untuk dikaji dan
diteliti. Kita sependapat, jumlah manusia masa lalu, lebih sedikit
dari manusia masa kini. Secara macro, jumlah manusia selalu
bertambah. Penduduk bumi, semakin padat, dan bahkan dijadikan
salah satu pasal dari problema yang mendunia.
Bahkan setiap detik, jumlah manusia di dunia makin
bertambah. Ilmu kedokteran yang berkembang, mengantisipasi
angka kematian. Ilmu kedokteran pun, berusaha memperpanjang
usia manusia, melalui program peningkatan kesehatan, dan
pemeliharaannya. Jumlah penduduk dunia pada tahun 1980 (satu
dasawarsa) lalu, terang berbeda dengan jumlah penduduk dunia
hari ini (1992). Tendensinya meningkat. Satu ukuran bagi
kesejahteraan hidup manusia.
Bila kita sadar, mencoba mengambil garis balik penduduk
dunia dari masa ke masa, kita pasti akan melihat jumlah
penduduk manusia di dunia, angkanya terus menurun. Semakin

14
jauh kita mundur, semakin sedikit jumlah yang kita hitung.
Akhirnya, kita sampai kepada hitungan awal, hanya dua orang
saja (Adam dan Hawa).
Dari sinilah pertambahan penduduk itu, sebagai cikal
bakalnya. Pertambahan penduduk, merupakan sesuatu yang
sangat alami, sesuai dengan hukum alam, terdiri dari dua jenis
manusia lelaki dan wanita. Bahkan, Al-Qur'an menjelaskan lebih
rinci, diawali dari manusia seorang diri (Adam), kemudian
daripadanya dijadikan seorang pasangan (Hawa). Dari keduanya
berkembangbiaklah manusia, hingga kini, esok dan seterusnya.
(lihat QS.4 An-nisa' - ayat 1).

Bahasa
Manusia ditakdirkan untuk menjadi penduduk bumi. Dia
ditugaskan untuk membina segala sesuatu yag ada di seke-
lilingnya, untuk menunjang suatu peradaban sesuai dengan harkat
kemanusiaan. Manusia memerlukan alat untuk menyampaikan
maksudnya. Harus ada penyampaian dan alat untuk saling
berhubungan, satu sama lain. Tanpa adanya hubungan ini,
pembinaan peradaban dan kemanusiaan, tidak akan pernah
terjadi. Jika hubungan (komunikasi) tidak ada, barangkali
hakekat manusia dalam hidupnya, akan sangat lain bentuk dan
perwujudannya.
Bahasa merupakan alat penghubung paling pokok. Bahasa
adalah alat untuk menyampaikan perasaan dan pengertian,
juga anjuran. Para ilmuwan menyebutkan, bahwasanya bahasa

15
adalah "anak kisah".
Mana ibu kandung bahasa itu?
Ibu kandung bahasa adalah percakapan, atau kata-kata
yang diucapkan. Alam menceritakan kepada kita, suatu kisah
tentang anak yang dilahirkan "tuli". Karena tidak tidak
mendengar induk bahasa sejak mulai lahir, maka dia akan
bisu. Dia tidak akan menggunakan bahasa ucapan, tetapi hanya
bahasa isyarat. Dia tidak akan mampu mengutarakan maksud dan
keinginannya dengan ucapan kata-kata.
Menurut saya, bahasa pembicaraan tidak ada kaitannya
dengan persoalan darah, keturunan, daerah asal, bahkan juga
tidak oleh ras maupun bangsa. Sebuah misal saja, jika kebetulan
saya mengambil seorang anak berdarah bangsawan, keturunan
Arab dengan ibu Cina, yang tadinya melangsungkan perkawinan
di Amerika, dan keturunannya yang dilahirkan di Swiss, sejak
mulai lahir saya bahwa ke Minangkabau, dilingkungan keluarga
saya yang Minang, dan saya besarkan dia di daerah yang sellau
memakai bahasa Minang, ketika ia mulai pandai berucap, dia
akan memakai bahasa Minang. Bahasa yang sering didengar,
itulah yang dipakai sebagai bahasanya.
Dengan demikian, tidak ada gunanya memakai bahasa
yang tinggi, kepada orang yang belum pernah mendengar bahasa
itu. Kandungan makna yang tinggi itupun, tidak akan bisa
diresapinya. Maka mustahillah kiranya, jika ada menuntut,
kiranya Al Qur'an diturunkan dalam bahasa Yunani kepada
seorang utusan bernama Muhammad SAW, yang nyatanya

16
berbahasa dengan bahasa Arab. Inilah satu ke'arifan Allah,
yang diajarkannya sesuai dengan harkat kemanusiaan. Lebih jauh,
mustahillah pula, jika Al-Qur'an disampaikan dalam bahasa
Malaikat, yang mansiapun tidak tahu, bagaimana bentuk
kaedah-kaedah induk bahasa Malaikat itu.

Luar Biasa
Kejadian manusis sungguh luar biasa. Kita yakin, manusia
pertama itu, benar-benar ada. Dan dia pasti tidak kera, juga tidak
monyet, ataupun onta. Manusia pertama itu adalah manusia juga,
seperti kita. Itu pasti. Sebelum ada dibumi, jelas ada pendahulu
kita. Hubungan terpendek, adalah ibu dan bapak kita
masing-masing. Bersambung terus ke atas, hingga sampai pada
manusia asal, manusia pertama.
Hukum ini, berterima dalam jalur pikiran manusia.
Sebelum kita ada, kita tidak mengetahui, kita ada dimana, bahkan
tidak tahu bagaimana keadaan kita. Alangkah minimnya ilmu kita
tentang diri kita ini, sebelumnya. Namun kita yakin, keberadaan
kita melalui satu proses "kelahira". Tidak seorang manusia pun,
yang keberadaannya di sini, tanpa melalui "rahim ibu". Walaupun
di dalam penciptaan "bayi tabung" sekalipun hingga hari ini.
Sungguh luar biasa, penciptaan manusia, yang menge-
tengahkan satu proses, dari sesuatu yang tidak ada menjadi ada.
Tidak kah hal ini mengundang kita untuk merenungkan
keberadaan kita sekarang? Dan banyak lagi pertanyaan yang
tindih bertindih. Akhirnya, hanya bermuara kepada Maha Suci

17
Allah, Maha Pencipta.

Tidak ada taranya


Begitu juga, tentan "anak kisah" yang menemani kita
sepanjang usia, yaitu bahasa, yang bermuara karena adanya
kata-kata. Terpikirkanlah, bagaimana lahirnya kata-kata itu pada
permulaannya? Apakah bahasa itu terwujud begitu saja? Siapakah
yang mengajarkannya pertama sekali ?
Setiap kali kita mempergunakannya setiap kali pula kita
alpa mensyukurinya. Berbahasa, adalah nikmat Allah yang tidak
ada taranya. Kita lupa berterima kasih, karena kita tidak mau
memperhatikan semua ciptaan Allah. Keinginan untuk
mengucapkan terima kasih, tidak pernah keluar dari diri kita,
karena tidak pernah tahu, karena kita tidak mengerti apa yang
harus diberi ucapan terima kasih. Akal kita menjadi beku, karena
kita tidak berkehendak menyelidiki nikmat Allah.
Kita telah mengabaikan ilmu, yang merupakan pemberian
Allah, hingga kita termasuk juga orang-orang yang tak berilmu
untuk itu. Orang yang tak berilmu, pada hakekatnya adalah orang
yang tidak berakal. Orang yang tak berakal, adalah orang yang
tak pernah mengucapkan terima kasih. Disinilah terletak
areal-agama. Bahwa agama itu, hanya bagi orang-orang yang
berakal.
Ujungnya manusia yang tak pandai berterima kasih
kepada Allah Yang Maha Menjadikan manusia itu sendiri,
bagaimana bisa dituntut untuk berterima kasih kepada semua

18
manusia sendiri ?
Terima kasih, akan dibuktikan dengan bentuk ketundukkan,
penghambaan dan pengabdian. Merasa diri kecil dihadapan Yang
Maha Pemberi, Maha Rahman dan Maha Rahim. Penghambaan,
merupakan bukti dari sebuah kecintaan yang luhur, siapapun
yang mencintai sesuatu, berarti dianya bersedia
memperhambakan diri kepada yang dicintainya.
Bahasa lahir, seiring dengan keberadaan manusia.
Kemudian kehidupan berkembang, dengan bertambahnya bangsa
dan panjangnya masa yang dilalui.
"Dan Dia (Allah) ajarkan kepaa Adam nama-nama (benda)
seluruhnya" (QS. 2 Al-Baqarah, ayat 31). Peristiwa ini, sudah
lama terjadi. Sejak bumi pertama kali didiami manusia pertama
(Adam). Allah mengajarkan pengertian-pengertian tentang
benda-benda, memberikan kepada manusia akal, yang mampu
menyerap ilmu, kemudian mengungkapkan dalam berbicara.
Manusia pun dibedakan dengan makhluk lainnya, dianta-
ranya dengan kemampuan berbicara, dan mensyukuri ni'mat
Allah. Al-Qur'anlah pertama kali mengajarkan kepada kita, Allah
mengajarkan pertama kali pula kepada manusia, ilmu
berkata-kata, melalui pengenalan benda-benda. Karena itu,
menurut hemat saya, bagaimanapun bentuk ilmu pengetahuan
pada saat sekarang dan masa datang. Al-Qur'an tetap sebagai
sumber segala ilmu dan pengetahuan. Al-Qur'an akan tetap
menjadi penuntun manusia, agar tidak terjerumus kepada
dalamnya jurang kehinaan.

19
Berbeda dengan ciptaan manusia
Ajaran agama, sangat berbeda dengan ilmu-ilmu penge-
tahuan ciptaan manusia.
Ilmu pengetahuan, mengarah kepada persoalan yang khas
duniawi, bersifat mengembangkan teori, mengadakan eksperi-
men, tidak mampu merobah watak manusia secara utuh. Ilmu
pengetahuan hanya mampu memindahkan "pengetahuan", kepada
siapa yang mempelajarinya. Ilmu pengetahuan kedokteran, hanya
mampu mengubah sesuai dengan kepentingan ilmu itu sendiri.
Ajaran Agama, mengarah kepada perubahan watak manu-
sia, yang berpengaruh kepada tingkah laku dalam kehidupan.
Ajaran agama, akan mengikat gerak dan jalan manusia. Ilmu
pengetahuan agama, akan berpindah kepada orang yang mempe-
lajarinya, dengan suatu tuntutan agar orang mengubah sikap dan
tingkah lakunya, sesuai dengan perintah agama (perintah-perintah
Nya), untuk setiap persoalan hidup manusia. Dapatlah dikatakan,
Ajaran agama, menunjukkan seluruh problematik kehidupan
manusia, berikut cara penyelesaiannya.
Ajaran agama (yang bersumber dari Allah, dengan
pedomannya Al Qur'an), berperan menyembuhkan penyakit yang
melanda masyarakat manusia, yang melanda masyarakat manusia,
lantaran kejahatan atau kerusakan moral manusia sendiri. Segala
penyakit dan wabah yang merusak nilai-nilai kemanusiaan, akan
disembuhkan secara total oleh ajaran agama, jika masyarakat
manusia itu benar-benar thaat mengikuti ajaran agama (Allah) itu.

20
Ajaran agama, itu berperan sebagai penangkal ancaman
kerusakan dan kebejatan yang melanda masyarakat manusia.
"Dan kami turunkan dari Al-Qur'an suatu yang menjadi
penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman". (QS.17 Al
Isra', ayat 82).
Syifaa-un atau penawar, adalah pengobatan dari segala
penyelewengan dan kejahatan yang berjangkit di tengah
kehidupan manusia.
Rahmatan, atau "rahmat", adalah penangkal, pencegah
datangnya penyakit, yang merusak nilai-nilai kemanusiaan itu.
Kitapun, sebagai manusia, berada di permukaan dunia ini,
mempunyai satu tugas suci, selalu memelihara nilai-nilai
kemanusiaan kita, dengan cara yang ditetapkan oleh Maha
Pencipta.
"Dan tidaklah diciptakan manusia, juga jin, melainkan
hanya untuk pengabdian kepada KU (AllahO)", (Al-Qur'an).
Pengabdian kepada Allah (beribadah), adalah memfung-
sikan aqal, dan menempatkan manusia pada konsentrasi yang
benar.
Jelaslah agama tidak hanya berurusan dengan masalah
akhirat semata, namun juga mengatur hakekat hidup manusia di
dunia.
Sebuah pertanyaan, sudahkah kita hidup sesuai dengan
harkat itu?
Begitu Allah memanggil dengan penuh kasih sayang-Nya
masihkan kita mengelak jauh dari Ajaran agamaNya? Sahutlah

21
segera dengan amal kebaikan.

MEKARKAN SENYUM, MENYAMBUT HARI JADI


PADANG

7 Agustus 1969, tigaratus duapuluh dua tahun silam,


Padang dibanjiri darah, Loji Belanda, benteng kolonial di mulut
muaro Padang diserang. Orang Padang tidak menerima kehadiran
penjajah Belanda menginjakkan kakinya ditanah ini. Dilihat dari
segi persenjataan, jelas Belanda diwaktu itu lebih kuat, karena
memang sengaja tentang ke Nusantara ini untuk suatu maksud
yang pasti, "menjajah" negeri ini. Pemuka masyarakat yang arif,
mengerti bahwa hidup dibawah satu sistem penjajahan, adalah
menyakitkan. Hilangnya kemerdekaan lebih pahit dari hilangnya
nyawa. Walaupun perang ini tidak kunjung dimenangkan selama
lebih dari 275 tahun sesudah itu, akan tetapi "genderang perang"
telah ditabuh. Keris dan pedang, telah berbicara menyambut
kehadiran penjajah di pantai Padang, yang selama ini tenang
mengalun. Sejak itu "ombak Purus" beralun keras menghempas
pantai, sampai derunya dirasakan ketengah jantung

22
Minangkabau, ke darat "Luhak Nan Tigo", yang akhir kelak
terjajaki juga oleh kaki penjajah (kolonial Belanda). Akan tetapi,
peristiwa perlawanan orang Padang itu, sudah cukup luasnya
daerah kekuasaan jajahannya. Setapak demi setapak seperti
terungkap dalam bahasa "seperti belanda meminta tanah".
Namun, hinggag 160 tahun sesudah itu, kekuasaan
kolonial Belanda tetap digugat oleh patriot-patriot bangsa,
seperti oleh Tuanku Nan Renceh dari Kamang, Tuanku Imam
Bonjol dari Malampah, hingga merebak kepada Perang Paderi,
yang meminta tidak sedikit nyawa serdadu Belanda yang
berguguran. Sayang bukti-nyatanya sekarang, sudah hampir
tiada, karena lajunya pembangunan. Tidak ada lagi "kuburan
Belanda" berbekas hingga kini. Karena pada areal kuburan
Belanda itu, telah terbangunkan "Terminal Lintas Andalas", atau
"Gedung megah berlantai tiga" Kantor Kanwil Depdikbud
Propinsi Sumatera Barat.
Itu juga terjadi, nun jauh disana diseberang Pantai
Padang, dipantai Pulau Sipora, dimana seorang Kapitan
Kompenie telah dibunuh oleh "penduduk asli" Mentawai, justru
karena tidak berkenan menerima kehadiran mereka. Ditempat itu,
kini hanya ditemui sebuah bangunan Sekolah Dasar Sipora.
Tuanku Miskin di Pandai Sikek, Tuanku Sumanik di
Tanah Datar, Tuanku Piobang di Luhak limopuluah, memperkuat
barisan menentang kehadiran "penjajah" di Ranah Minang ini.
Yang kelak tercatat dalam sejarah. Bahwa salah seorng pewaris
keturunan Pagaruyung, yakni Sultan Alam Begagarsyah terpaksa

23
dibuang oleh penjajah ke Betawi, karena dianggap
non-cooperative dengan penjajah kolonial dimasanya. Pandam
pekuburannya menjadi saksi bisu bahwa "orng Minang"
konsekwen menentang penjajah dari bumi pertiwi. Jasadnya
terkubur di Tanah Kusir, Betawi.
Hari bersejarah itu, (7 Agustus 1969), tetap diingat
sebagai "hari jadi" Kota Padang, Kota tercinta Sejati.
Di dalam alam pembangunan "orde baru" ini, Kota Padang telah
membangun diri. Nafas warga kota berdenyut "membangun" dan
"menata" kotanya tercinta. Tidak hanya sebagai "pusat
perdagangan" dan pintu masuk Sumatera Barat dari laut atau
udara, dengan Taluak Bayua dan Tabiang. Malah berkembang
menjadi "kawasan Industri" dan "kawasan pendidikan".
Kemajuan yang diperoleh saat ini, merupaakn salah satu
jawaban terhadap "citra" yang dipercikkan oleh pendahulu, sejak
322 tahun silam. Padang akan maju dengan usaha warganya
sendiri, tidak oleh kekuatan dari luar.
Dikala warganya saling berlomba, mengisi pembangunan
di bidang "fisik" dan "mental" sesuai tuntutan zaman, baik itu
secara sendiri (individu) maupun berwawasan lingkungan, maka
penghargaan demi penghargaan telah diraih. Sedari pengakuan
sebagai kota terbersih dengan "adipura", hingga anugerah
kenegaraan yang tertinggi terhadap keberhasilan warga kotanya,
yaitu "ADIPURA KENCANA" dari Kepala Negara Republik
Indonesia. Diyakini, bahwa memelihara satu "keberhasilan"
lebih sulit dari merebut keberhasilan itu. Tiga ratus dua puluh

24
tahun yang lalu, pejuang-pejuang patriot bangsa telah
merebutnya dengan ujung keris, ujung tombak, dan bahkan
nyawa sendiri. Mereka berhasil memulai, dan kemudian
dilanjutkan oleh generasi penerus.
Kemudian, "pahlawan-pahlawan pembangunan" telah
mengisinya dengan ujung pacul, ujung linggis, ujung sapu dan
ujung pena. Hingga secara fisik, yang ditanam mudah berubah.
Untuk memeliharanya, amat diperlukan "ujung bibir" dan "ujung
lidah".
Ujung bibir, ialah "senyum cerah", yang dewasa ini terasa
sudah sangat mahal harganya di Padang Kota Tercinta, ditengah
pasar raya, agaknya sudah sulit mendapatkan senyum yang cerah
itu, karena dikantongnya ada kekuasaan uang. Sering terjadi,
sang suami pulang kantor tidak lagi membawa senyum manis,
dan ibu dirumah menunggu tanpa senyum sama sekali. Tiada
senyum dan merekah antara atasan dan bawahan dikantor-kantor,
karena hubungan komunikatif tidak lagi beredar "insaniyah",
tetapi berdasarkan peralatan yang serba "sophisticated"
(canggih). Begitu juga terjadi antara guru dan murid, antara
kedua orang tua dan anak, malah antara "imam" dan "makmum".
Seolah-olah istilah yang dikenal hanya "perintah", lain tidak.
Bukanlah, Nabi Muhammad (Shallallahu'alaihi wa sallam), telah
mengingatkan kita, bahwa "TABASSUMUKA LIWAJHI
AKHIIKA LAKA SHADAQATUN", yang maknanya,
"SENYUM MANIS MENGHIAS WAJAHMU, YANG
ENGKAU PERLIHATKAN KEPADA TEMANMU-SUNGGUH

25
ITU BAGIMU ADALAH SHADAQAH". Murahkanlah senyum
sesama warga kota, hingga hidup ini jadi bermakna. Demikian
bimbingan hadist Nabi.
Selanjutnya, "ujung lidah" adalah "ucapan yang baik".
Nabi Muhammad SAW, mengingatkan bahwa "MAN KAANA
YU'MINU BILLAHI WAL YAUMIL AAKHIR, FAL YAQUL
KHAIRAN AW LIYASHMUTH". Artinya, "SIAPA YANG
PERCAYA KEPADA ALLAH DAN HARI AKHIRAT,
HENDAKLAH DIA BERKATA YANG BAIK-BAIK
(MENYENANGKAN LAWAN BICARA) ATAU (KALAU
TIDAK SANGGUP), SEBAIKNYA DIAM SAJA" (Al Hadist).
Pepatah Minang melestarikannya dibawah ungkapan kata,
"MULUIK MANIH KUCINDAN MURAH, PANDAI
BAGAUL SAMO GADANG" Mulut yang manis dalam bertegur
sapa, senyum yang selalu menghias bibir, keakraban sesama
teman sejawat, adalah kunci keberhasilan pemeliharaan "Adipura
Kencana".
Dengan kedua sikap ini, kita sambut "hari jadi" Padang
Kota Tercinta Sejati. Dengan arti "Sejahtera, Aman, Tertib dan
indah" yang sejati.
Mudah-mudahan.

TEGURAN DAN NASIHAT


PERTANDA KASIH
SESAMA MUSLIM

26
Diriwayatkan, ketika Khalif UMAR bin Khatab (Ra),
dimabil sumpah jabatannya, beliau menutup dengan sebuah pesan
amanat. Pesan amanat ii ternukil dalam pidato pelantikan
Khalifah. Intisarinya sama dengan yang diucapkan oleh Khalifah
Abu Bakar Ash-Shiddieq yang digantikan Umar bin Khattab R.A.
Pesan itu berbunyi, "minta supaya ada tegoran, jika
ternyata Khalifah berbuat salah".
Maka bangunlah seorang dari hadirin, seorang rakyat
biasa - rakyat jelata -, menanggapi lantas berkata"
"Demi Allah, jika kedapatan oleh kami ketidakjujuran
pada dirimu, kami akan betulkan dia dengan pedang"..
Memang tajam kata-kata yang diucapkan seorang awam
ini. Disahuti langsung ajakan Khalif Umar (RA), untuk meminta
ditegor, justru di tengah upacara pelantikan Khalif itu sendiri.
Suatu keadaan yang memang langka ditemui. Umar bin
Khatab (RA), yang dikenal sebagai seorang yang berwatak
"kertas", bahkan berdarah panas di antara para sahabat,
memperlihatkan "jiwa besar" dengan serba ketenangan meng-
hadapi ucapan semacam itu.
Jawaban Khalfah Umar bin Khatab, merupakan "kata
berjawab, gayung bersambut". Terjalinlah satu tali halus tetapi
kokoh, antara pemimpin dengan ummat yang dipimpinnya.
Khalif Umar bin Khatab berkata.
"Demi Allah, Segala puji bagi Allah, yang telah
menjadikan di tengah Umar bin Khattab, seorang yang sanggup

27
membetulkannya dengan pedang (jika umar berbuat kesalahan)"..
Seketika itu, terbentuklah apa yang disebut "social responsibility"
yang memang amat besar manfaatnya bagi kelancaran
tugas-tugas pemerintahan.
Sebuah pernyataan
Pada kali lain, Khalifah Umar bin Khattab (RA), hendak
menyampaikan sebuah "statement" kepada ummatnya.
Ditengah-tengah majelis pertemuan itu, Khalifah Umar
memulai dengan kata pembuka, "Dengarlah dan ta'atilah..."
Tiba-tiba seorang dari hadirin ditengah Majelis Khalifah
ini, berdiri dan menginterupsi, "Tidak akan kai dengarkan dan
juga tidakan kami ta'ati.."
"Kenapa Tidak???", Kata, Khalifah Umar bin Khattab.
"Kami mau, lebih dahulu Khalif menjelaskan, dari mana asalnya
engkau memperoleh pakaian ini?" (Disaat itu Khalifah memakai
pakaian yang tidak berasal dari distribusi, yang dibagikan secara
merata kepada Umum. Umar sedang memakai pakaian dari bahan
lain. Pada hal sebetulnya, perawakan Umar yang berbadan kekar
dan tinggi itu tidak bisa memakai pakaian yang didistribusikan,
lantaran kekecilan).
Mendengar "koreksi" ini, Khalifah Umar bin Khattab
(RA) tidak menjadi meradang, atau membanggakan kedudukan
posisinya. Dia bukanlah seorang yang berkuasa dengan sifat
"pantang tersinggung, tidak boleh diganggu gugat". Khalif orang
besar dan berjiwa besar. Mendengar pertanyaan setajam itu,
Khalif Umar bin Khattab memanggil anaknya (Abdullah Ibnu

28
Umar bin Khattab R.A 'Anhuma) sambil "tersenyum", dengan
penuh kewibawaan, Khalif bertanya.
"Wahai Ibni Umar, dapatkah ku minta Allah jadi saksi
atasmu, mengenai pakaian-ku ini?". "Terangkanlah, apa ini
pakaianmu?", tanya Umar, RA.
Maka Abdullah Ibnu Umar (putra Khalifah) menjelaskan
kepada hadirin, pakaian yang dipakai Khalifah adalah pakaian
kepunyaannya, yang dihadiahkannya kepada Khalifah yang juga
"ayah kandungnya" sendiri. Karena pakaian tersebut ternyata
sangat cocok dengan ukuran badan Umar bin Khattab RA.
Anggota Majelis yang bertanya tadi, serta merta berkata: "(Kalau
begitu), teruskanlah perintahmu wahai Khalifah, maka kami akan
dengarkan dan kami akan ta'ati. (Insya Allah). Demikianlah satu
"cuplikan" sejarah, peri kehidupan para sahabat Rasulullah yang
masih mengalami masa-masa "nubuwwah".
Para sahabat saling memupuk "dhamir" masyarakat
(social responsibility).
Mereka memulai dengan menawarkan diri sendiri jadi
sasaran "amar ma'roef dan nahi moenkar", guna menyuburkan
kekuataan pengendalian diri (self control) dan pengkoreksian diri
dari masyarakat (social control). Hal itu terjadi, karena
teramalkannya dengan sungguh-sungguh Firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala),
"(tetapi) hendaklah kami bertolong-tolongan atas
kebaikan dan bakti (ketakwaan), dan janganlah kamu berto-
long-tolongan dalam berbuat dosa dan permusuhan, dan

29
hendaklah kamu takut kepada Allah, karena sesungguhnya Allah
itu sangat keras siksanya" (QS.V Al-ma'idah, ayat 2)

Tegur Sapa
"Ta'awun (saling pertolongan), sebuah aktivitas konkret.
Dia bisa bersifat koreksian dan tegoran. Bukanlah sebuah
"tegoran" diartikan sebagai satu tanda kebencian atu permusuhan
terhadap pribadi seseorang yang melakukan kesalahan itu sendiri.
Tidak harus diartikan begitu. Maka titik tolak kita sebagai
seorang Muslim dan Muslimah dalam melakukan tugas
"tegur-sapa" (istilah di Minangkabau-nya, senteng babilai/singkek
ba-uleh ta-tuka ba-anjak/ba-rubah basapo), karena "rasa
kebencian" semata. Bukan didorong "rasa benci".

BADAGANG JO "MANGGALEH"

"Badagang" bagi orang Minang sudah dikenal sejak lama.


Malah dianggap "identik dengan sebutan yang melekat kepada
"Orang Minang" itu. Karena bagi orang Minang, kiranya
"Badagang" adalah suatu kebaikan, suatu idaman dan bukan
suatu celaan.
Di Minangkabau kata-kata "dagang" menyimpan banyak
makna. Terkandung fasafah hidup yang utuh dan hidup. Dagang

30
di Minangkabau, tidak hanya berarti "bussiness" (bisnis) tok.
Kata ini bisa mengandung makna "marantau", dengan tujuan
yang pasti "mencari". Bisa dalam arti sempit, sekedar mencari
bekal untuk hidup sementara, bisa berarti mencari "kehidupan"
dalam arti yang luas. Jadi jelas tidak hanya terbatas kebiasaan
menyangkut (menggaet) materi semata. Bussines is only
bussiness, kurang melekat di Minangkabau.
Di "Ranah" ini, anak dagang tidak dianggap orang
buangan. Dia dihormati sebagaimana adanya seorang manusia.
Punya hak-hak tertentu. Mereka tidak akan dihardik atau
dipermalukan. Dibuatkan "surau" tersendiri, bahkan diberi nama
"surau dagang". Penilaian orang Minang terhadap orang dagang,
tidak terbatas kepada "negeri asal" si anak dagang, tetapi kepada
"kebaikan perilakunya di ranah ini, serta hasil karya-karyanya
yang diterima sebagai "menantu" atau bahkan dipercayakan
memikul tugas-tugas didalam "negeri". Duduak samo-randah,
tagak samo tinggi.
Penilaian ini, dikarenakan "orang Minang" suka
"badagang". Badagang, juga berarti "berdagang" dalam arti yang
sering dipakai ditangah balai", "manggaleh". Jual beli,
tukar-menukar, dagang babelok, bertoko, dengan seluruh
transaksi yang mencakup "rugi-laba".
"MANGGALEH", suatu kosa-kata jarang tersua dalam
penggunaan bahasa lain di Nusantara. Tepat dikatakan, yang
tersua hanya dalam penggunaan istilah orang-Minang, atau
merupakan kata-kata yang "khas". Dari mana asalnya, kapan

31
mulai penggunaannya, apa-apa saja yang terkandung dalam pesan
kata ini, belum sempa diselidiki secara tuntas. Mungkin suatu
ketika perlu dibahas, dalam sebuah forum "seminar" tentang
"aspek manggaleh bagi orang Minang".
Manggaleh didalam paham orang Minang, adalah memeli-
hara sebuah amanah. Mungkin, asal katanya dari "galeh" atau
gelas", yang diyakini sebagai satu produk "pecah-belah". Sebagai
mana lazimnya, sebuah produk pecah-belah, sudah pasti "mau
pecah" dan "bisa belah". Lebih jauh bisa berserakan, sudah
hancur berantakan, maka tidak mungkin dipertautkan lagi.
Karena itu, memegang gelas (manggaleh) perlu ada kiat, yakni
"hati-hati" dan "selalu pandai memelihara". Maklumlah yang
dibawa adalah "barang yang mudah pecah, mudah pula hancur",
perlu sekali "ketelitian".
Kepada "Orang Minang" yang akan memulai "badagang",
dalam arti yang luas, dipesankan sebuah petuah dari orang
tua-tua "HIYU BALI, BALANAK BALI, IKAN PANJAG BALI
DAHULU, (dihulu)", yang kemudian dirangkaikan dengan
sebuah pesan (falsafah hidup), "IBU CARI, DUNSANAK CARI,
INDUAK SAMANG CARI DAHULU". Terkandung sebuah
kaedah merantau bagi setiap putra Minang. Kalau dikampung
halaman ditinggalkan ibu, maka ditanah perantauan ibupun harus
dicari. Pelajarannya ialah, pandai menghormati "orang-tua"
dimana saja. Selanjutnya "dunsanak" dengan pengertian "teman
sejawat", teman sama besar "sepergaulan", bahkan "sesama
tempat tugas", harus dianggap sebagai saudara sendiri".

32
Makanya, telah menjadi kenyataan selama diperantauan itu,
orang itu, orang Minang sering berkata "urang lain (terasa akrab)
Labiah dari dunsanak (dikampung sendiri)". Kemudian yang
berikut, diperlukan "induak samang" yang erat kaitannya dalam
istilah Bussiness-man, ialah "teman-berusaha".
Selama pesan-pesan ini kita anggap sebagai falsafah
"badagang" bagi orang Minang, maka terlihat bahwa orang
Minang tidak berdagang dengan membawa "modal fasilitas" atau
"kartebeletje". Atau dengan lebih dahulu "menggadai" dan
"menjual" harta pusaka, sebagai "modal akumulasi". Sama sekali
tidak tersua hal seperti ini. Setidak-tidaknya semasa-doeloe.
Orang Minang dalam "badagang" dengan arti
"manggaleh", memulai dari yang kecil menuju besar. Bukan dari
besar, dengan manggulung dan melahap sesama besar. Kita
sangat setuju dengan argumentasi AA.NAVIS (Singgalang, No.
6187 Tahun XXIII, Sabtu 3 Agustus 1991/ 22 Muharram 1412,
sebagai pengungkapan "moral bisnis" dibawah judul wawancara
"Orang Minang Tak Pandai Bisnis Besar" (?), dimana AA. Navis
berkata "URANG MINANG ITU PAIBO".
Caranya, ialah "SENTENG BABILAI, SINGKEK
BA-ULEH, BATUKA BA-ANJAK, BARUBAH BASAPO".
Prinsipnya, sama-sama bekerja mencapai tujuan, bekerja sma
mengangkat beban, saling mau perbaikan jika terlihat satu
kesilapan.
Kemudian dilanjutkan dengan sesuatu yang lebih
"esensial" (mendasar) kata orang kini. "ANGGANG JO KEKEK

33
CARI MAKAN, TABANG KA-PANTAI KADUO-NYO,
PANJANG JO SINGKEK PA-ULEH-KAN, MAKO-NYO
SAMPAI NAN DICITO". Semua potensi yang ada, dalam hidup
(badagang) digali dan dipertemukan, untuk mencapai suatu
"kesuksesan" tanpa harus mengorbankan rasa persaudaraan,
bahkan selalu menghargai "existensi" sebagaimana adanya.
Karena itu, orang Minang" masih memakai kaedah-kaedah
pergaulan yang nyaman, seperti "ADAIK HIDUIK TOLONG
MANOLONG, ADAIK MATI JANGUAK MANJANGUAK,
ADAIK LAI BARI MAMBARI, ADAIK TIDAK SALING
MANYALANG (BA-SELANG-TENGGANG)".
Dan bagaimanapun kemelut yang terjadi, "sikap-paibo"
itu, masih tercermin dalam peri-kehidupan bermasyarakat luas
("PAWAG BIDUAK NAK RANG TIKU? PANDAI
MANDAYUANG MANALUNGKUIK, BASILANG KAYU
DALAM TUNGKU DISINAN API MANGKO KA-IDUIK",
karenanya masyarakat Minang secara umum dengan
kaedah/falsafah ini, hanya mengenal "kompetisi" (perlombaan
rensi", maju sendiri dengan menjatuhkan semua seteru (apa itu
kawan bahkan lawan).
Dikunci dengan satu perhatian : INGEK SABALUN
KANAI, KALIMEK SABALUN ABIH, INGEK-INGEK NAN
KA-PAI, AGAK-AGAK NAN KATINGGA !!! Jeli dan jelimet
dengan perhitungan matang tentang manfaat sebuah tindakan,
bagi yang badagang (manggaleh) maupun korong kampung yang
ditinggalkan.

34
Teranglah sudah, disini kita menemui suatu
"mental-climate", suatu iklim (suasana) sikap jiwa yang indah,
subur dan bersih. Manusia Minang tidak hanya berpandangan
sebagai "homo-ekonomicus" semata dengan mengabaikan
"nilai-nilai budaya" yang diwarisinya. Bahkan tidak eco-
nomics-animals.
Namun, tidaklah pula bearti, bahwa "orang Minang"
tertutup untuk menerima semua sistem yang dari luar, selama
sistem itu baik, berguna dan menunjang pencapaian suatu
keberhasilan, selama dapat dikaitkan kepada "pantas" dan
"patut". Mereka "badagang" dengan sebuah kompas yang
jarumnya di arahkan "DIMA BUMI DI-PIJAK, DI-SINAN
LANGIK DI-JUNJUNG", artinya penyesuaian, situasional dan
kondisional. Karena ini, mereka maju dan berkiprah disegala
bidang. Sebuah mental-climate yang benar-benar indah, sesuai
dengan "agama" dan adatnya. Syara' mamutuih, adat mangato.
Badagang jo Manggaleh, bagi putra Minangkabau sejak
dahulu, dimulai dengan apa yang ada. Yang ada itu, ialah "alam"
(alam takambang jadi guru), dan potensi-manusiawi. Secara awal
ditanamkan "percaya diri" untuk melaksanakan idea "self-help",
kata para ekonomi dewasa ini.
Mencukupkan dari apa yang ada, "tulang delapan karat"
dan "moralitas" dengan panduan "Agama" serta "Adat". Adat dan
Agama berjalin berkelindan membentuk watak yang produktif ,
menuju "self-help" (menolong diri sendiri). Kemudian meningkat
kepada "mutual-help", berkiprah saling membantu orang keliling.

35
TA'AA WANUU'ALAL BIRRI (bantu-membantu, ta'awun
mutual-help) dalam pembagian pekerjaan (albirri/kebaikan).
Membentuk suatu division of labour menurut keahlian
masing-masing, jelas ini akan berdampak percepatan mutu yang
dihasilkan. Kemudian akan menuju "take-off" dengan serba
keberhasilan.
Kerjasama yang terjalin rapi, dengan memfungsikan
potensi yang riil, sungguh merupakan "kiat" keberhasilan
manajemen. TUKANG NAN TIDAK MAMBUANG KAYU,
NAN BUNGKUAK KA-SINGKA BAJAK, NAN LURUIH
KA-TANGKAI SAPU, SA-TAMPOK KA-PAPAN TUAI, NAN
KETEK PA-PASAK SUNTIANG". Konklusinya, tidak ada yang
terbuang, semua dapat dimanfaatkan sesuai kematangan dan
kemampuan masing-masing, akan mengangkat "orang Minang"
nan-badagang dari self-help kepada mutual-help itu. Manajemen
seperti ini, terlihat nyata dalam usaha "lapau nasi" yang sangat
digandrungi oleh pedagang Minang. Sejak dari "dapur", hingga
ke lemari pajangan, sampai "kemeja hidangan" yang terakhir
"penerimaan uang" (banking/accounting). Seluruhnya berjalan
secara otomatis, teratur, sama-sama bekerja (sama mempunyai
kewajiban), dan dengan kerjasama itu, akhirnya kelak berhak
mendapatkan pembagian, sesuai dengan modalnya
masing-masing (tenaga, waktu dan uang). Tanpa exploitasi, tapi
mutual-help dalam arti hakiki. Bentuk inilah yang secara
akademis, kelak berkembang , dan dikembangkan menjadi satu
bentuk "koperasi", dan sejarah Indonesia mencatat, mungkin

36
bukan secara kebetulan, kalau Bapak Koperasi Indonesia adalah
putra Minangkabau, MOHAMMAD HATTA (allahuyarham).
Kiat mutual-help, sesuai sekali dengan bentuk ideal
perekonomian menentang kapitalis (materi untuk materi), yang
jelas dinegara kita ini sikap menumpuk modal hanya pada satu
tangan dan untuk kemakmuran pihak konglomerat saja, pasti
tidak akan diterima keberadaannya.
Ada dua "pemeo" yang paling menyakitkan hati orang
Minang, yaitu kalau dia dituduh badagang-cino". Sebuah usaha
tanpa memperhatikan kaedah-kaedah, terbenam dalam usaha
mencari hidup dan berebut hidup, dan tidak ada kampung tempat
pulang. Terbenam diperantauan, tidak ingat lagi anak kemenakan,
tidak pernah berbuat baik ke-korong kampung, tidak pula mau
tahu dengan lingkungan. Untuk mengantisipasi pemeo ini,
dipesankan melalui petuah "HUJAN AMEH DI NAGARI
URANG, HUJAN BATU DIP-NAGARI AWAK, KAMPUANG
HALAMAN DIKANA JUO".
Karena itu, materi hasil "badagang" tidaklah untuk
kesejahteraan sendiri, pemilik modal, tetapi harus dinikmati juga
oleh "orang kampung" nan jauah dimato.
Pemeo kedua, yang menyakitkan itu, ialah
"di-pagaleh-kan urang". Yakni kehilangan jati-diri, yang bisa
berakibat lebih fatal terhadap orang Minang itu sendiri
(nan-di-pagalehkan urang), bisa berbuat "menjual kampung
halaman" untuk kepentingan orang lain (penjajah/kolonial)
dimasa itu.

37
Jelaslah sudah, bahwa "badagang" jo "manggaleh" bagi
orang Minang, punya falsafah mendalam, dan berurat berakar
baginya dalam memilih secara teliti penerapan kiat manajemen
yang tengah berkembang. Karena akhir dari keberhasilan
seseorang yang "badagang" atau "manggaleh" adalah "selfess
help", yaitu kesediaannya membantu orang lain (kampung
halaman dan karib kerabat) dengan cara ikhlas (ihsan) tanpa
memerlukan balasan apa-apa. Atau, sebagai kata orang "INDAK
BA-UDANG DIBALIK BATU", itulah selfess help, menurut
istilabh orang berilmu.
Sesuai dengan Firman Allah, "WA AHSIN KAMAA
AHSANALLAHU ILAIKA WALAA TABHIL FASAA DA FIL
ARDHI", artinya "Berbuat baiklah kamu (kepada sesama
makhluk) sebagaimana Allah (yang menciptakan manusia) telah
memberikan segala bentuk kebaikan kepada kamu, (yakni
berbuat selfless-help, membantu tanpa mengharapkan balasan).
Dan Ingatlah, jangan sekali-kali kamu menjadi penabur bencana
dipermukaan bumi; (Q.S. XXVIII Al-Qashash, ayat 77).
Sekarang mampu-kah orang Minang masakini mengulang
sejarah, mengelola Bisnis Besar, seperti masa lalu??? Jawabnya,
tidaklah mustahil, kalau ada kemauan dan punya kesempatan.
"MAMUTIAH CANDO RIAK DANAU, TAMPAK NAN DARI
MUKO-MUKO, BATAHUN-TAHUN DIDALAM LUNAO,
NAMUN NAN INTAN BACAYO JUO".
Alhamdulillah, orang Minang sampai kini, masih memiliki
"piala" yang belum berpindah ke tangan orang lain, yaitu orang

38
Minang masih "pandai hidup", "ALAH BAKARIH
SAMPORONO, BINGKISAN RAJO MAJO-PAIK, TUAH
BASARAB BAKARANO, DEK PANDAI BATENGGANG DI
NAN RUMIK".
Kuncinya, barangkali pertajamlah observasi, tingkatkan
daya-fikir, dinamiskan daya-gerak, perhalus raso pareso,
perkembang daya-cipta, dan bangkitlah kembali kemauan.
Insya Allah, "Innallaha ma'ana", Allah akan selalu
menyertai kita. Amin.

MERASAKAN LEZAT HUBUNGAN


ROHANI

Hubungan jiwa antara pemimpin dan yang dipimpin tidak


dijalin dengan suatu pidato jawaban yang panjang-panjang,
supaya sesuai gayung dengan sambut, seperti yang sering di
dengar dalam acara-acara resepsi. Akan tetapi melalui satu
perhubungan rohani yang teguh dan ikhlas, yang terbit dari
cita-cita hendak bersama-sama dalam kegembiraan dan
kedukaan, hendak sesakit dan sesenang, hendak sehidup dan
semati.
Berbahagialah seorang pemimpin yang mempunyai
hubungan bathin seperti itu, dengan ummat yang dicintainya dan
mencintainya. Beruntunglah pula satu umaat yang

39
ditengah-tengahnya ada pemimpin tempat mengarahkan perasaan
suka di waktu senang, menunjukkan perasaan duka di zaman
susah. Alangkah lezatnya hubungan rohani semacam itu,
hubungan rohani yang terbit dari se-cita-cita dan se-aqidah.
Hubungan rohani yang seperti itu bertambah dalam
artinya dan tidak kurang kekuatannya bila datang marabahaya
yang menimpa satu ummat. Sebab dalam kenang-kenangan
ummat itu kesusahan yang sama diderita lebih dalam bekasnya
daripada kesenangan yang sama-sama dirasai.
Pertalian rohani yang seperti itu terbit dari satu hubungan
yang rapat berdasar kepada sama harga menghargai. Timbul dari
nasib yang satu, dari kebudayaan yang satu, yang telah terjalin
dan berlapis dalam sejarah ummat sampai menjadi satu pusaka
lama harta bersama, aqidah yang sama - sama hendak
diperlindungi dan dipertahankan.
Apabila cita-cita dan pertalian rohani itu sudah menjadi
ikatan yang dipertalikan oleh perjalanan sejarah, maka waktu
malapetaka datang menimpa tidak ada beban berat yang tak
mungkin terpikul, tak ada korban besar yang tak mungkin
direlakan oleh semua yang ada dalam ikatan, untuk memelihara
keselamatan bersama untuk mencapai kejayaan bersama.
Sungguh lezat hubungan rohani yang seperti itu. Luruskan
Niat
Akan tetapi kelezatannya tidak mungkin dikecap selama
belum lengkap syarat dan rukunnya, yaitu aqidah dan ukhuwwah.
Suatu bentuk dan susunan hidup berjamaah yang diredhai Allah

40
yang dituntut oleh syari'at Islam, mengikuti jejak Risalah
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam dengan tuntutan
Kitabullah.
Kita sekarang merintis merambah jalan guna menjelmakan
hidup berjamaah sedemikian yang belum kunjung terjelma di
negeri kita ini, kecuali dalam khutbah alim ulama, pepatah petitih
ahli adat, dan pidato para cerdik cendekia. Kita rintiskan dengan
cara dan alat-alat sederhana tetapi dengan api cita-cita yang
berkobar-kobar dalam dada kita masing-masing.
Ini nawaitu kita dari semula. Ia murah, tapi tak dapat
dibeli. Ia dekat, tapi tak mungkin dicapai, sebelum terpenuhi
bahan dan ramuannya. Tak mempan disorongkan dengan perintah
halus atau yang semacamnya itu. Kita jagalah agar api nawaitu
itu jangan padam atau berobah di tengah jalan. Kita ikatkan
ukhuwwah yang ikhlas bersendikan Iman dan Taqwa. Maka,
tidak seorang pun yang berpikirkan sehat di negeri kita ini yang
akan keberatan terhadap penjelmaan masyarakat yang semacam
itu.
Nilai amal kita, besar atau kecil, terletak dalam niat yang
menjadi motif untuk melakukannya. Tinggi atau rendahnya nilai
hasil yang dicapai sesuai pula dengan tinggi atau rendahnya mutu
niat orang yang mengejar hasil itu. Amal kita yang sudah dan kita
kerjakan tetapi tujuan nawaitu nya kita anjak. Semoga dijauhkan
Allah jualah kita semua dan keluarga kita dari kehilangan
nawaitu di tengah jalan. Amin.

41
BULATKAN PERSAUDARAAN
Telah beberapa masa zaman berganti. Empat dasawarsa
telah ditempuh. Semuanya sudah dilalui dengan memperoleh
pengalaman-pengalaman berharga yang mahal, telah kita sirami
dengan keringat dan air mata, sehingga dengan demikian
tumbuhlah semangat dalam hati;
"rasa berpantang putus asa, bertawakkal dalam
melakukan kewajiban sepenuh hati, dengan tekad tidak berhenti
sebelum sampai, yang ditujukan kepada keridhaan Allah jua".
Dalam perjalanan di "rimbo masang", sesudah semua
orang turun meninggalkan tempat ijok, dalam keadaan sulit dan
jumlah jamaah kecil hanya tujuh orang dalam perjalanan
perjuangan menentang resiko untuk menghidupkan perjuangan,
kebulatan tekad itu tumbuh dengan hasil musyawarah juga.
Hanya dengan memelihara bulat persaudaraan dalam ikatan
jamaah, baik sebagai perseorangan maupun untuk kesejahteraan
masyarakat kita bersama seluruhnya.
Tidak aa tempat dalam hidup jamaah itu
ber-belakang-belakangan, hidup dengan tidak indah
meng-indahkan antara satu dengan yang lain, apalagi hidup
bertentangan, hidup berebutan, yang seorang mengharapkan
untung atau merasa bangga atas kerugian orang yang lain.
Tolong menolong adalah adat dunia yang hendak selamat! Bukan
perebutan hidup yang harus menjadi pokok pangkal dari pada
hidup berjamaah itu, melainkan berlomba-lomba berbuat baik,
membanyakkan manfaat bagi sesama manusia seperti tersebut

42
dalam Hadist;
"Sebaik- baik manusia ialah orang yang paling banyak
bermanfaat bagi sesama manusia".
Adalah satu rahasia yang akan menyampaikan manusia
kepada suatu kemenangan. Kemenangan itu adalah kelanjutan
dan buah dari pada jihad, seperti beras menjadi buahnya batang
padi. Mustahillah orang tiada menanam padi akan menemukan
beras. Maka demikian pulalah mustahillah manusia yang tiada
berjijad akan mendapatkan kemenangan.
"Dan berjihadlah pada jalan Allah dengan
sebenar- benarnya jihad! Dia telah memilih kamu. Tuhan tiada
menjadikan sesuatu kesukaran dan kesempitan dalam agama!
Ikutilah agama orang tuamu Ibrahim. Allah telah menamai
kamu sekalian orang- orang Muslim dari dahulu, dan (begitu
pula) dalam (Al- Qur'an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi
atas dirimu. Dan supaya kamu semua menjadi saksi atas
segenap manusia (bahwa kamu adalah Muslim). Maka
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan berpeganglah kamu
pada tali Allah. DIA adalah pelindungmu! Maka DIA lah
sebaik- baik Pelindung dan sebaik- baik Penolong". (QS. Al
Hajj:78).
Kini telah datang waktunya bagi ummat menyingsingkan
lengan bajunya bekerja sungguh-sungguh, merampungkan sekian
banyak bengkalai yang belum jadi. Permulaan jadi adalah
meninggalkan enggan dan nilai, menyalakan giat dan shabar
memikul tugas kewajiban.

43
Maka ada baiknya bila seorang mengambil pelajaran dari
kesulitan-kesulitan dan kepayahan yng telah diderita oleh
kaum-kaum yang telah lalu itu, dan memperhatikan
bagaimanakah ikhtiar mereka menyelesaikan tiap-tiap kesulitan
itu, baik berhasil atau tidak. Dengan demikian kita akan lebih
tenang berhadapan dengan bermacam-macam arus dikeliling kita.
Dan akan lebih teguh pendirian kita, bilamana pada satu masa
berjumpa dengan gelombang yang mungkin datang menjelma
pula pada tiap-tiap zaman yang mendapat giliran dari Ilahi.

MULAI DARI APA YANG BISA


Tokoh-tokoh masyumi sudah dibebaskan dari penjara,
tetapi tetap diawasi ketat. Media massa diminta supaya tidak
menyiarkan pendapat tokoh-tokoh Masyumi. Bagaimana
menerobos blokade ini. Memanfaatkan forum-forum khutbah,
kuliah subuh, ceramah umumm, mengantisipasi
perkembangan-perkembangan aktual di dalam maupun di luar
negeri. Disiarkan melalui Brosur Da'wah yang diterbitkan oleh
Sekretariat Dewan Dakwah.1
Dengan cara kerja seperti itu, tidak mengherankan kalau
kadang-kadang informasi Dewan Dakwah ke daerah, lebih cepat

1 Juru bicara kita waktu itu, selain Pak Natsir sendiri, ialah Pak H.M.
Rasjidi, Pak Abdullah Salim, Pak Muchtar Lintang, Pak Sjafruddin
Prawiranegara, Buya Malik Ahmad, Kiai Taufiq, dan lain-lain

44
ketimbang informasi pemerintah pusat. Orang banyak
bertanya-tanya, dari mana Dewan Dakwah punya dana. Kalau
boleh terus terang, kita tidak punya dana. Tetapi, itulah. Kalau
kita mulai kita mulai mengerjakan sesuatu, ada saja orang yang
membantu. Untuk memutar stensil kita numpang. Kemudian
Persatuan Dagang Tanah Abang (Perpeta) menyumbang sebuah
mesin stensil, Syamsuddin seorang dermawan mewakafkan
sebuah mesin tik dan tape recorder, ada yang menyumbang
kertas, menyumbang stensil, menyumbang tinta untuk
mengoreksi, dan lain-lain. Banyak modal terkumpul, semuanya
betul-betul dari ummat. Bapak Natsir selalu mengatakan,
"Tiap-tiap kita adalah dai pengemban tugas dakwah. Tukang
becak yang muslim, mempunyai tugas dakwah. Ialah menjemput
dan mengantar pulang ustadz dalam suatu pelaksanaan dakwah.
Saudara merbot masjid mungkin buta huruf, tidak bisa membaca
dan menulis. Tetapi, tugas membersihkan masjid, mengurus air
masjid, menjaga keamanan sandal, adalah termasuk pelaksanaan
dakwah. Merbotlah yang mengurus semua itu. Dengan tugas itu,
merbot menjadi dai. Yang jadi pejabat atau pegawai, dia adalah
dai. Karena dengan kedudukannya, pelaksanaan dakwa dapat
berjalan lancar. Yang kaya, yang mendapat kekayaan dari Allah
swt, mungkin tidak bisa naik mimbar, tetapi dengan infaknya dia
menjadi dai". MPRS akan bersidang. Kepada para anggota
MPRS itu hendak disampaikan pengertian bahwa demokrasi itu
hanya bisa hidup kalau dijalankan di bawah hukum. Pak Natsir
berpidato tentang "Demokrasi di Bawah Hukum". Naskah pidato

45
tersebut kepada para anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat
Semesta (MPRS). Bagaimana cara membagikannya? Anak-anak
Pelajar Islam Indonesia (PII). Biar kami yang mengantarkan ke
penginapan para anggota MPRS.2 antara lain dengan mobil salah
seorang Wakil Ketua MPRS, Subchan Z.E.
Pidato Pak Natsir tersebut perlu rasanya disampaikan
sebagai sumbangan pikiran dari Dewan Dakwah. Kepada seorang
pengusaha ditawarkan. "Tolonglah Saudara menjadi dai. Dai
untuk masalah politik yang tinggi".
"Tolonglah cetak ini, 2000 eksemplar. Kepada para
anggota MPRS. "Kalau begitu, saya biayai, selesai dicetak,
berdatanglah para pemuda siap mengantarkan ke alamat-alamat
di tempat mereka menginap. Maka sampailah brosur kita ke
tangan para anggota MPRS. Si kaya telah memberikan uangnya.
Si pemuda pelajar memberi tenaganya.

Diwaktu itu, orang masih takut terlibat politik. Dewan


Dakwah memperingatkan, terutama kepada para dai, "Kalau
memang Saudara-saudara merasa tidak perlu ikut berpolitik, biar
tidak usah berpolitik. Tetapi saudara-saudara jangan buta politik.
Kalau Saudara-saudara buta politik, Saudara-saudara akan
dimakan oleh politik. "Inilah juga di antara yang disampaikan
2 M.Natsir, Demokrasi di Bawah Hukum, Media Da'wah, Jakarta, Cetakan
Pertama, 1407/1987, 29 halaman

46
oleh Dewan Dakwah. Dewan Dakwah selalu ikut memberikan
sumbangan pemikiran. Rancangan Undang-undang (RUU)
Perkawinan, Pendidikan Moral Pancasila (PMP), RUU Sistem
Pendidikan Nasional, RUU Peradilan Agama. Dengan cara 24
jam, kita mengembangkan Dewan Dakwah. Otak Dewan
Dakwah ini Pak Natsir, Buchari Tamam kepala dapurnya dan
para pemuda sebaga tenaga lapangan. Dewan Dakwah juga
melakukan pengaderan. Pembinaannya diserahkan kepada Ikatan
Masjid Indonesia (IKMI). Kita sangat terkesan cara kerja Pak
Natsir. "Yang mudah kita kerjakan sekarang. Yang sulit kita
kerjakan besok. Yang mustahil kita kerjakan kemudian. "Jadi,
Pak Natsir tidak pernah mengenal putus asa dalam
me-laksanakan program. Pak Natsir tak pernah memulainya
degan berpikir tentang dana. Dia memulainya dengan membuat
rencana. Mulai dulu, dari yang kecil. Kalau sudah dimulai, nanti
akan bertemua dengan berbagai masalah.
Yang mula-mula dikerjakan Dewan Dakwah hanyalah
memperbanyak khutbah. Dengan itu Pak Natsir memulai kontak
dengan teman-teman di segala penjuru. Dana kegiatan ada
dikantong pendukung, mereka akan ikhlas mengeluarkan
kebulatan tekad untuk melaksanakan rencana. Faidzaa 'azamta
fatwakhal 'ala Allah. Masalah-masalah nasional yang semula
kurang mendapat perhatian kita angkat ke permukaan dengan
cara positif. Dewan Dakwah datang dengan model alternatif
seragam yang Islami.3

3. Uraian Mohammad Natsir tentang Q.S. Al-Ankabut: 69, lihat antara lain

47
Dewan Dakwah bukan organisasi politik, tetapi dari segi
dakwah kita tidak dapat berpangku tangan. Selepas dari tahanan
rezim Orde Lama, Pak Natsir mengunjungi berbagai daerah di
seluruh Indonesia. Dan sambutan yang diterima Pak Natsir, selalu
meriah. Kenyataan-kenyataan tersebut segera saja melenyapkan
isu bahwa Pak Natsir telah kehilangan tempat di hati umat akibat
peristiwa PRRI. Yang terjadi justru kebalikannya. Dewan
Dakwah Islamiyah Indonesia sampai sekarang dan insya Allah
sampai kapanpun, tetap membangun umat, sesuai kemampuan
maksimal yang kita miliki.

Beberapa Kegiatan
Usaha-usaha yang telah digarap. Yang Pertama,
mem-perluas pengertian dakwah bahwa dakwah luas artinya.
Mencakup selurus aspek kehidupan Q.S Al-Anfal ayat 24.
Bapak Natsir sebagai ketua Dewan Dakwah
mengungkapkan sejarah, bahwa dakwah pada hakikatnya ialah
kelanjutan dari risalah Nabi Besar Muhammad SAW. Rasulullah
diutus oleh Allah SWT kepada masyarakat manusia di dunia,
tujuannya ialah untuk menggarap selurus aspek kehidupan. Yang
kedua, mengembalikan fungsi masjid sebagai pusat pembinaan
masyarakat. Dewan Dakwah datang mengingatkan kembali,

Serial Media Dakwah No. 190 Ramadhan 1410/April 1990, halaman 36-37.

48
masjid merupakan pusat pembinaan umat, sesuai fungsi masjid
yang diteladankan oleh Rasulullah SAW. Dewan Dakwah
memberi contoh dengan berkantor di masjid Al-Munawarah. Dari
sudut kecil itulah digarap semua kegiatan Dewan Dakwah.
Yang Ketiga, Dewan Dakwah memberi pengertian
kepada jamaah bahwa tugas dakwah adalah fardhu ain bagi
setiap muslim. Yang keempat, menggiatkan dan meningkatkan
mutu dakwah. Dewan Dakwah berusaha meningkatkan mutu dan
kegiatan dakwah. Ulama-ulama dan dai dari daerah-daerah
diadakan diskusi untuk memperluas pengertian mereka tentang
dakwah. Untuk membuka cakrawala pemikiran yang selama ini
terbelenggu oleh ketakutan, tekanan komunis dan Orde Lama
yang diktator. Untuk menggarap dakwah di daerah-daerah
rawan, seperti daerah transmigrasi dan daerah-daerah
ter-belakang, disedikan para dai yang dilatih khusus antara
sebulan sampai dua bulan di Pesantren Pertanian "Daarul Fallah",
Ciampea, Bogor, untuk meningkatkan pelajaran dan pendidikan
agama bagi mahasiswa di perguruan-perguruan tinggi, Dewan
Dakwah menatar dosen-dosen mata kuliah umum dengan maka
kuliah agama Islam. Kita juga mencari kontak ke luar negeri
untuk mendapatkan buku-buku standar di bidang agama.
Sesungguhnya upaya pengadaan perpustakaan Islam telah dirintis
oleh Dewan Dakwah sejak 24 tahun yang lalu. Dewan Dakwah
juga berpikir untuk menggerakkan dakwah bil hal. Dengan cara
membangun masjid-masjid sebagai markas perjuangan umat.
Membangun madrasah-madrasah, membangun rumah sakit di

49
Sumatera Barat, di Jawa Tengah, di Riau, di Lampung.
Lembaga-lembaa pendidikan keterampilan Pesantren Pertanian
"Darul Fallah" di Bogor. Lembaga Keterampilan di Batu Marta
Sumatera Selatan. Yang kelima, meningkatkan usaha
pembentengan/pembelaan akidah umat. Berkeliaran hama-hama
yang akan merusak dan mencuri tanaman kita. Hama yang kita
maksud ialah berupa para penyebar agama selain Islam.
Sekularisme, orientalisme, komunisme, marksisme, serta
pemikiran-pemikiran yang menyempal yang pada Islam Jamaah,
Inkarussunah, Isa Bugis, Syi'ah, dan lain-lain. Masalah al
ghazwul fikr (perang pemikiran). Dewan Dakwah mengambil
peranan khusus. Dijawab oleh Pak Rasjidi dengan tulisan, tampil
pula Pak Natsir, Pak Zainal Abidin Ahmad, Pak Sjafruddin
Prawiranegara, Pak Bahder Djohan, Pak Deliar Noer dan Pak
Daud Ali. Dilanjutkan lagi oleh generasi yang lebih muda para
alumni Timur Tengah. Buah tangan mereka yang memperkaya
khazanah perpustakaan Islam, melalui Dewan Dakwah. Walau
secara berkecil-kecil di markas Dewan Dakwah Pusat sudah ada
beberapa penerbitan yaitu Media Dakwah, Suara Masjid,
Sahabat, Bulletin Dakwah, Serial Khutbah Jum'at, lengkap
dengan toko bukunya. Menghadapi perang pemikiran, Dewan
Dakwah bahkan telah membentuk tim "Ghazwul Fikri". Dalam
soal difa' (pembelaan) ini diawal Dewan Dakwah mencanangkan
jihad difa', malah banyak yang menantang. Pada akhirnya banyak
juga yang terbuka hatinya, dan mendukung apa yang
dicanangkan Dewan Dakwah. Walaupun telah banyak korban

50
jatuh, tetapi kesadaran tidak pernah terlambat, asal mau
memburu ketinggalan.
Yang keenam, membangkitkan ukhuwah Islamiyah
al'Alamiyah. Membangkitkan ukhuwah Islamiyah internasional.
Di seluruh dunia ada umat Islam. Di lima benua ini ada umat
Islam. Jumlahnya hampir seperempat penduduk bumi. Lebih
kurang satu milyar. Membangkitkan kesadaran inipun dilakukan
oleh Dewan Dakwah dengan mengadakan perjalanan muhibbah
ke negara-negara Islam di seluruh dunia. Terutama ke Timur
Tengah, ke Saudi Arabia, ke Kuwait, ke Libya, ke Irak, ke
Palestina melihat langsung keadaan umat Islam di sana. Dewan
Dakwah menggerakkan umat Islam Indonesia, mengumpulkan
bantuan apa saja. Tumbuhlah rasa ukhuwah Islamiyah
internasional, bagaimana nasib umat Islam di Indonesia?
Dewan Dakwah mengungkapkan kepada saudara-saudara kita di
belahan dunia lain, bagaimana ghazwul fikr yang tengah melanda
umat Islam di Indonesia dewasa ini. Umat Islam yang masih
terikat kebodohan. Disamping miskin sarana-sarana dakwah,
langkanya dai yang terampil, rumah sakit tempat penampungan
pasien yang lemah yang sering jadi sasaran empuh missi dan
zending. Dakwah paling sedikit telah mengirim 500 pelajar ke
berbagai negeri di Timur Tengah. Beberapa ratusan masjid yang
dibangun oleh Dewan Dakwah dengan bantuan saudara-saudara
kita di Timur Tengah, terutama dari Kuwait, dan Saudi Arabia.
Inilah hasil ukhuwah Islamiyah internasional.

51
Tidak Hanya Timur Tengah
Waktu Kotobato, kota universitas Islam di Filipina
Selatan dibakar habis oleh pasukan Presiden Ferdinan Marcos
yang Katolik, kita kirimkan Qur'an itu untuk mengganti Qur'an
yang terbakar di universitas Islam Filipina Selatan. Tumbuhlah
lagi ukhuwah Islamiyah dengan tetangga kita di utara itu kita
lakukan dalam membina ukhuwah Islamiyah internasional.

Menuju Ummat Teladan


Dewan Dakwah tidak hanya membangun hal-hal yang
kongkrit. Dewan Dakwah juga menyebarkan ide. Ide yang telah
dikembangkan oleh Dewan Dakwah, telah tumbuh di hati
masyarakat. Seperti rumuah sakit, pesantren, kebun-kebun
pecontohan, sekolah keterampilan, Islamic Centre, kampus
pendidikan, penerbitan, dan lain-lain. Semuanya itu mempunyai
jamaah. Mereka itu dapat diikat dalam kejamaahan.
Mungkin sudah ada yang mulai dibina. Tetapi mereka
baru merasa terikat oleh rumah sakit, madrasah, atau
pesantrennya saja. Belum merasa terikat sebagai keluarga besar
kejamaahan Dewan Dakwah. Padahal lembaga-lembaga itu
dibangun oleh Dewan Dakwah.
Kalau kerja sama telah dapat kita wujudkan, keadaan
akan lebih menguntungkan. Yang telah memberi buah begitu
besar kepada kaderisasi dan pembangunan sarana dakwah di
tanah air. Katakanlah kita mewujudkan kekeluargaan Dewan
Dakwah dengan mengikat amal-amal nyata yang telah sama-sama

52
kita bangun. Apa yang telah kita kerjakan bisa berkembang
dengan sebaik-baiknya, sehingga terwujudlah kekeluargaan
Dewan Dakwah yang berupa ummat tauladan di Indonesia di
masa datang.

53

You might also like