You are on page 1of 14

LAPORAN KELOMPOK

BLOK XXV KEDOKTERAN KOMUNITAS


SKENARIO 2

SISTEM EKONOMI KESEHATAN DI INDONESIA

Oleh:
KELOMPOK XVI
1. Anisa Nindiasari (G0007038)
2. Dianika Rohmah A. (G0007058)
3. Faqihuddin Ahmad (G0007068)
4. Gita Vania Damayanti (G0007078)
5. Nurul Ramadian (G0007124)
6. Sari Mustikaningrum (G0007154)
7. Sunarto (G0007160)
8. Wiraditya Sandi D.P. (G0007172)
9. Yunita (G0007176)
10. Linda Soebroto (G0007204)

Tutor : PROF. DR. H. AA. SUBIJANTO, dr, MS

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam dunia kesehatan, rumah sakit merupakan salah satu unsur yang tidak dapat
dipisahkan dengan kesehatan masyarakat. Sebagai salah satu bentuk unit pelayanan
kesehatan, rumah sakit sangat diharapkan dapat memberikan pelayanan terbaik bagi semua
pasien. Oleh karena itu, berbagai program rumah sakit dibentuk dalam upaya peningkatan
mutu serta kualitas pelayanan kesehatan.
Pada dekade tahun 1990-an ini terjadi beberapa perubahan pada sistem kesehatan kita.
Perubahan pertama adalah perubahan di dalam penyelenggaraan pelayanan (delivery system)
untuk mengurangi beban pembiayaan pemerintah. Peran serta masyarakat makin dibutuhkan
dalam penyediaan pelayanan kesehatan, khususnya yang bersifat kuratif. Bahkan rumah sakit
yang bersifat pencari laba telah diberikan ijin beroperasi di Indonesia. Perubahan kedua
adalah perubahan di dalam cara pembiayaan kesehatan dari yang tadinya bersifat individual
ke kelompok dengan melalui mekanisme asuransi kesehatan. Termasuk pada perubahan
kedua adalah terbukanya kesempatan penyelenggaraan asuransi komersial yang berpijak pada
UU No. 2/1992, penyelenggaraan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)
Jamsostek yang berdasarkan UU No. 3/1992, dan penyelenggaraan program JPK Mayarakat
(JPKM) yang dituangkan pada Pasal 66 UU No. 23/1992. Program JPK Jamsostek dan JPKM
secara eksplisit telah menggariskan pembayaran sistem kapitasi kepada penyedia pelayanan
kesehatan (PPK) di dalam rangka pengendalian biaya kesehatan. Penyelenggaraan JPK
pegagawai negeri sipil, yang kini dikenal dengan pelayanan PT. Asuransi Kesehatan
Indonesia, telah lebih dahulu menerapkan sistem pembayaran kapitasi (Thabrany, 2007).
Agar program pelayanan kesehatan masyarakat tersebut dapat berlangsung dengan
baik, kompetensi dokter yang bekerja di dalamnya juga ditingkatkan dengan melakukan
long-life learning di mana dokter harus selalu up to date terhadap kejadian-kejadian penyakit
di sekitarnya sehingga diharapkan dapat menurunkan angka kejadian penyakit.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan International Classification of Disease-10 dan
bagaimana cara melakukan diagnosis penyakit dengan ICD-10?
2. Apakah manfaat medical record dan manajemen informasi medis?
3. Apa sajakah macam-macam pencegahan penyakit dan sebutkan contohnya?
4. Apakah yang dimaksud dengan cost effectiveness analysis (CEA), cost utility analysis
(CUA), dan cost benefit analysis (CBA) serta apakah tujuan dari evaluasi ekonomi
tersebut?
5. Apa yang dimaksud dengan program skrining serta apa sajakah indikasi dan ukuran
kualitas skrining?
6. Apa yang dimaksud dengan riwayat alamiah penyakit, masa inkubasi, masa laten,
durasi, fase induksi, fase promosi, dan fase ekspresi penyakit?
7. Apa sajakah karakteristik yang membedakan penyakit infeksi dan non infeksi?
8. Apakah yang dimaksud dengan pelayanan yang holistik, komprehensif, dan kontinyu?
9. Apa sajakah metode pembayaran pelayanan kesehatan dan apa perbedaan masing-
masing metode tersebut?
10. Apa prinsip asuransi kesehatan dan apa pentingnya asuransi kesehatan?
11. Apa perbedaan asuransi wajib dan asuransi swasta (sukarela)?

C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memberikan contoh ICD-10.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan manfaat medical record dan managemen informasi
kesehatan.
3. Mahasiswa mampu menyebutkan dan menjelaskan macam-macam pencegahan
penyakit.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan cost effectiveness analysis (CEA), cost utility
analysis (CUA), dan cost benefit analysis (CBA), serta alasan dan tujuan evaluasi
ekonomi tersebut.
5. Mahasiswa mampu menjelaskan berbagai hal mengenai program skrining.
6. Mahasiswa mampu menjelaskan riwayat alamiah penyakit, masa inkubasi, masa laten,
durasi, fase induksi, fase promosi, dan fase ekspresi penyakit.
7. Mahasiswa mampu menjelaskan perbedaan karakteristik penyakit infeksi dan non
infeksi.
8. Mahasiswa mampu menjelaskan prosedur pelayanan yang holistik, komprehensif, dan
kontinyu.
9. Mahasiswa mampu menyebutkan perbedaan, kelebihan, dan kekurangan dari berbagai
macam metode pembayaran pelayanan kesehatan.
10. Mahasiswa mampu menjelaskan prinsip asuransi kesehatan, alasan perlunya asuransi
serta perbedaan asuransi wajib dan swasta (sukarela).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Riwayat Alamiah Penyakit
Riwayat alamiah penyakit (natural history of disease) adalah deskripsi tentang
perjalanan waktu dan perkembangan penyakit pada individu, dimulai sejak terjadinya
paparan dengan agen kausal hingga terjadinya akibat penyakit (seperti: kesembuhan atau
kematian), tanpa terinterupsi oleh intervensi preventif maupun terapetik (Gordis, 2000).
Perjalanan penyakit dimulai dengan terpaparnya individu sebagai penjamu yang
rentan (suseptibel) oleh agen kausal. Paparan (exposure) adalah kontak atau kedekatan
(proximity) dengan sumber agen penyakit. Induksi merupakan aksi yang mempengaruhi
terjadinya tahap awal suatu hasil, dalam hal ini mempengaruhi awal terjadinya proses
patologis. Jika terdapat tempat penempelan (attachment) dan jalan masuk sel yang tepat
maka paparan agen infeksi dapat menyebabkan invasi agen infeksi dan terjadi infeksi.
Agen infeksi melakukan multiplikasi yang mendorong terjadinya proses perubahan
patologis, tanpa penjamu menyadarinya.
Periode waktu sejak infeksi hingga terdeteksinya infeksi melalui tes laboratorium/
skrining disebut window period. Dalam window period individu telah terinfeksi, sehingga
dapat menularkan penyakit, meskipun infeksi tersebut belum terdeteksi oleh tes
laboratorium.
Selanjutnya berlangsung proses promosi pada tahap preklinis, yaitu keadaan
patologis yang ireversibel dan asimtomatis ditingkatkan derajatnya menjadi keadaan
dengan manifestasi klinis. Melalui proses promosi agen kausal akan meningkatkan
aktivitasnya, masuk dalam formasi tubuh, menyebabkan transformasi sel atau disfungsi sel,
sehingga penyakit menunjukkan tanda dan gejala klinis. Waktu sejak penyakit terdeteksi
oleh skrining hingga timbul manifestasi klinik, disebut sojourn time. Makin pendek
“sojourn time”, makin kurang bermanfaat melakukan skrining. Makin panjang sojourn
time, makin berguna melakukan skrining, sebab makin panjang tenggang waktu untuk
melakukan pengobatan dini agar proses patologis tidak termanifestasi klinis.
Waktu yang diperlukan mulai dari paparan agen kausal hingga timbulnya
manifestasi klinis disebut masa inkubasi (penyakit infeksi) atau masa laten (penyakit
kronis). Pada fase ini penyakit belum menampakkan tanda dan gejala klinis, disebut
penyakit subklinis (asimtomatis). Kovariat yang berperan dalam masa laten (masa
inkubasi), yakni faktor yang meningkatkan risiko terjadinya penyakit secara klinis, disebut
faktor risiko. Sebaliknya, faktor yang menurunkan risiko terjadinya penyakit secara klinis
disebut faktor protektif. Masa laten dan durasi penyakit mempengaruhi strategi
pencegahan penyakit. Makin pendek masa laten, makin urgen upaya pencegahan primer
dan sekunder. Makin pendek durasi, makin mendesak upaya pencegahan tersier. Makin
panjang durasi, makin besar peluang untuk melakukan upaya pencegahan akibat
penyakit dengan lebih seksama.
Meski demikian, sejumlah penyakit kronis memiliki karakteristik paradoksal:
sekalipun durasi panjang tetapi bisa menyebabkan kematian mendadak (misalnya, stroke
dan serangan jantung).
Selanjutnya terjadi inisiasi penyakit klinis. Pada saat ini mulai timbul tanda (sign)
dan gejala (symptom) penyakit secara klinis, dan penjamu yang mengalami manifestasi
klinis disebut kasus klinis. Gejala klinis paling awal disebut gejala prodromal. Selama
tahap klinis, manifestasi klinis akan diekspresikan hingga terjadi hasil akhir/ resolusi
penyakit, baik sembuh, remisi, perubahan beratnya penyakit, komplikasi, rekurens, relaps,
sekuelae, disfungsi sisa, cacat, atau kematian. Periode waktu untuk mengekspresikan
penyakit klinis hingga terjadi hasil akhir penyakit disebut durasi penyakit. Kovariat yang
mempengaruhi progresi ke arah hasil akhir penyakit, disebut faktor prognostik.
Penyakit penyerta yang mempengaruhi fungsi individu, akibat penyakit, kelangsungan
hidup, alias prognosis penyakit, disebut komorbiditas. Contoh, TB dapat menjadi ko-
morbiditas HIV/AIDS yang meningkatkan risiko kematian karena AIDS pada wanita dengan
HIV/AIDS.

Proses terjadinya penyakit disebabkan adanya interaksi antara agen atau faktor
penyebab penyakit, manusia sebagai penjamu atau host, dan faktor lingkungan yang
mendukung. Ketiga faktor tersebut dikenal sebagai Trias Penyebab Penyakit.
Agen berupa unsur hidup /mati yang jumlahnya berlebihan/kekurangan. Faktor
penjamu berupa keadaan manusia yang sedemikian rupa sehingga menjadi faktor risiko
terjadinya penyakit, seperti genetik, unur, jenis kelamin, dan lain-lain. Faktor lingkungan
berupa faktor-faktor ekstrensik, seperti: lingkungan fisik, biologis, sosial ekonomi.
Dalam epidemiologi penyakit infeksi, individu yang terpapar belum tentu terinfeksi.
Hanya jika agen kausal penyakit infeksi terpapar pada individu lalu memasuki tubuh
dan sel, lalu melakukan multiplikasi dan maturasi, dan menimbulkan perubahan
patologis yang dapat dideteksi secara laboratoris atau terwujud secara klinis, maka
individu tersebut dikatakan mengalami infeksi. Dalam riwayat alamiah penyakit infeksi,
proses terjadinya infeksi, penyakit klinis, maupun kematian dari suatu penyakit tergantung
dari berbagai determinan, baik intrinsik maupun ekstrinsik, yang mempengaruhi
penjamu maupun agen kausal. Tergantung tingkat kerentanan (atau imunitas),
individu sebagai penjamu yang terpapar oleh agen kausal dapat tetap sehat, atau mengalami
infeksi (jika penyakit infeksi) dan mengalami perubahan patologi yang
ireversibel. Ukuran yang menunjukkan kemampuan agen penyakit untuk mempengaruhi
riwayat alamiah penyakit sebagai berikut (Murti, 2010a):
1. Infektivitas : kemampuan agen penyakit untuk menyebabkan terjadinya infeksi.

Infektivitas = Jumlah individu yang terinfeksi / jumlah individu yang terpapar

2. Patogenesitas : kemampuan agen penyakit untuk menyebabkan penyakit klinis.

P a t o g e n i t a s = jumlah kasus klinis / jumlah individu yang terinfeksi

3. Virulensi : kemampuan penyakit untuk menyebabkan kematian. Indikator ini


menunjukkan kemampuan agen infeksi menyebabkan keparahan (severety) penyakit.

Virulensi = jumlah kasus yang mati / jumlah kasus klinis

B. International Classification of Disease (ICD) – 10


International Statistical Classification of Diseases 10 (ICD-10) merupakan sistem
kategori tempat penyakit dikelompokkan (Erkadius, 2008). Di Indonesia, ICD-10 dikenal
dengan nama Klasifikasi Internasional Penyakit revisi ke-10 (KIP-10). KIP-10 adalah sistem
pengkodean atas penyakit dan tanda-tanda, gejala, temuan-temuan yang abnormal, keluhan,
keadaan sosial dan eksternal yang menyebabkan cedera atau penyakit seperti yang
diklasifikasikan oleh World Health Organization (WHO) (Wikipedia, 2010).
Berikut adalah daftar ICD-10 untuk versi tahun 2007 (Wikipedia, 2010):
Bab Blok Judul
I A00-B99 Penyakit Infeksi dan parasit
II C00-D48 Neoplasma
III D50-D89 Penyakit darah dan organ pembentuk darah termasuk ganguan sistem
imun
IV E00-E90 Endokrin, nutrisi dan ganguan metabolic
V F00-F99 Ganguan jiwa dan prilaku
VI G00-G99 Penyakit yg mengenai sistem syaraf
VII H00-H59 Penyakit mata dan adnexa
VIII H60-H95 Penyakit telinga dan mastoid
IX I00-I99 Penyakit pada sistem sirkulasi
X J00-J99 Penyakit pada sistem pernafasan
XI K00-K93 Penyakit pada sistem pencernaan
XII L00-L99 Penyakit pada kulit dan jaringan subcutaneous
XIII M00-M99 Penyakit pada sistem musculoskletal
XIV N00-N99 Penyakit pada sistem saluran kemih dan genital
XV O00-O99 Kehamilan dan kelahiran
XVI P00-P96 Keadaan yg berasal dari periode perinatal
XVII Q00-Q99 Malformasi kongenital, deformasi dan kelainan chromosom
XVIII R00-R99 Gejala, tanda, kelainan klinik dan kelainan lab yg tidak ditemukan pada
klasifikasi lain
XIX S00-T98 Keracunan, cedera dan beberapa penyebab yg dari luar
XX V01-Y98 Penyebab morbiditas dan kematian eksternal
XXI Z00-Z99 Faktor faktor yg mempengaruhi status kesehatan dan hubungannya
dengan jasa kesehatan
XXII U00-U99 Kode kegunaan khusus

C. Metode Pembayaran Pelayanan Kesehatan


1. Kapitasi
Sistem kapitasi adalah suatu sistem pembayaran dengan sejumlah uang yang
merupakan pertanggungjawaban pelayana kesehatan yang diterima secara tetap dan
periodik sesuai dengan jumlah atau cakupan pasien. Pengelompokkan biasanya
berdasarkan karakteristik pasien seperti umur dan jenis kelamin (Philips, 1997).
Sedangkan menurut Hasbullah (1998) sistem kapitasi adalah sistem pembayaran di
muka yang dilakukan oleh badan penyelenggara kepada sarana pelayanan kesehatan
berdasarkan kesepakatan harga untuk setiap peserta yang dipertanggungkan. Sistem
kapitasi ini berkaitan erat dengan konsep wilayah dan bukan berdasarkan jumlah
pelayanan yang diberikan. Besarnya biaya kapitasi dihitung dengan rumus biaya rata-
rata perjenis pelayanan x angka kunjungan per peserta.
2. Fee for Service (FFS)
Fee for service merupakan suatu cara pembayaran yang dibayarkan sesuai
dengan pelayanan kesehatan yang diberikan. Karena manfaat diberikan dalam bentuk
uang sejumlah tertentu atau reimbursement dan tanpa ada kontrak dengan provider,
maka pembayaran fasilitas kesehatan dilakukan sesuai dengan jasa yang diberikan.
Cara pembayaran ini sangat disukai oleh fasilitas kesehatan karena mereka tidak perlu
menanggung risiko finansial (Hasbullah, 1998).
3. Out of Pocket Payment (OOP)
Dengan cara ini pasien membayar langsung kepada dokter atau pemberi
pelayanan kesehatan untuk pelayanan kesehatan yang sudah diterimanya. Aspek
positifnya adalah pasien menjadi lebih menghargai nilai ekonomi dari pelayanan
kesehatan yang diterima sehingga menghindari penggunaan secara berlebihan.
Sedangkan aspek negatifnya yaitu pasien dan keluarga akan sangat rentan untuk
mengalami pengeluaran bencana karena harus membayar biaya kesehatan yang mahal
pada saat ketika sakit (Murti, 2010b).
4. Pajak (Taxation)
Pemerintah menarik pajak umum dari warga untuk membiayai pelayanan
kesehatan. Pemerintah membayar sebagian dari biaya pelayanan kesehatan pasien
yang diberikan pada fasilitas kesehatan pemerintah, misalnya Puskesmas dan RS
Pemerintah pusat maupun daerah. Pasien harus membayar sebagian dari pelayanan
kesehatan yang digunakan.
Di Indonesia terdapat skema Jamkesmas yang membebaskan semua biaya
pelayanan kesehatan di tingkat primer maupun sekunder yang disediakan oleh fasilitas
pelayanan kesehatan pemerintah (Murti, 2010b).
5. Asuransi
Sistem asuransi menarik premi yang yang dibayarkan individu-individu
peserta asuransi.Beberapa Negara mengoperasikan compulsory payroll tax yang
bersifat wajib bagi pekerja untuk membayar asuransi (Murti, 2010b).
6. Medical Saving Account (MSA)
MSA mengharuskan warga menabung uang untuk membiayai pelayanan
kesehatannya sendiri. Sejauh ini hanya Singapura yang menggunakan sistem ini.
Sistem ini memproteksi generasi berikutnya dari biaya-biaya akibat generasi kini
(Murti, 2010b).
BAB III
PEMBAHASAN
Pada skenario 2, dr yunita melakukan pengamatan terhadap pasien yang
mengunjungi Poli Rawat Jalan Umum dan Spesialis ditemukan aneka kasus penyakit kronis,
seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke, diabetes melitus, kanker dan
gangguan jiwa. Tetapi penyakit infeksi “klasik” negara berkembang juga banyak, seperti
ISPA, diare, DBD, tuberkulosis, maupun penyakit baru HIV/AIDS. Medical record pada
RS tersebut cukup baik, karena pada dokter dengan bekerjasama dengan petugas informasi
medis memasukkan semua diagnosis penyakit ke dalam International Classification of
Disease-10. Bahkan hebatnya, RS tersebut sudah mulai menerapkan DRG, bekerja sama
dengan beberapa perusahaan asuransi kesehatan swasta, sebagai cara untuk membayar
pelayanan kesehatan.
ICD-10 merupakan pengkodean atas penyakit dan tanda-tanda, gejala, temuan-temuan
yang abnormal, keluhan, keadaan sosial dan eksternal yang menyebabkan cedera atau
penyakit, seperti yang diklasifikasikan oleh WHO. ICD-10 merupakan sistem kategori dari
penyakit yang dikelompokkan untuk memudahkan penyelidikan statistik terhadap suatu
fenomena penyakit. ICD digunakan sebagai alat diagnostik serta untuk mengetahui statistik
epidemiologi dan mengetahui angka morbiditas serta mortalitas.
Diagnosis penyakit pada rumah sakit tersebut telah dimasukkan ke dalam ICD-10
sehingga medical record atau rekam medis yang didapatkan menjadi lebih baik. Rekam
medis berisi catatan keadaan tubuh dan kesehatan, termasuk data tentang identitas dan data
medis seorang pasien. Manfaat rekam medis antara lain sebagai dasar pemeliharaan
kesehatan dan pengobatan pasien, sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum, sebagai
bahan untuk kepentingan penelitian, sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan
dan sebagai bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan. Rekam medis adalah sumber data
yang paling baik di rumah sakit, meskipun banyak memiliki kelemahan. Beberapa kelemahan
rekam medis adalah sering tidak adanya beberapa data yang bersifat sosial-ekonomi pasien,
tidak berisi penatalaksanaan pelengkap seperti penjelasan dokter dan perawat, seringkali
tidak memuat kunjungan kontrol pasca perawatan inap, dan lain-lain.
Rumah sakit tersebut sudah mulai menerapkan DRG, Diagnosis Related Group, yaitu
salah satu metode pembayaran biaya pelayanan kesehatan secara retrospektif. Dalam sistem
ini, pembayaran jasa pelayanan kesehatan bukan dihitung dari jenis pelayanan medis maupun
non medis, ataupun lama rawat inap yang diterima oleh pasien dalam upaya penyembuhan
suatu penyakit, melainkan berdasarkan biaya satuan per diagnosis. RS ini bisa menerapkan
sistem DRG karena telah memasukkan semua diagnosis penyakit ke dalam ICD-10.
Mekanisme pembayaran dengan DRG yaitu, pertama kita harus melengkapi data pasien,
setelah itu analisis penyakit dengan ICD-10, kemudian melakukan analisis biaya pasien
(DRG cost).
Selain dengan DRG, rumah sakit tersebut juga berkerja sama dengan beberapa
perusahaan asuransi kesehatan swasta sebagai cara untuk membayar pelayanan kesehatan.
Asuransi kesehatan swasta merupakan asuransi kesehatan milik swasta atau pengelolaan dana
dilakukan oleh suatu badan swasta. Keuntungan yang diperoleh biasanya mutu pelayanan
yang didapatkan relatif lebih baik, sedangkan kerugiannya sulit dilakukan pengamatan
terhadap penyelenggaranya.
Dr. Yunita dikontrak oleh PT Askes untuk memberikan pelayanan kesehatan peserta
askes dan dibayar dengan cara kapitasi. Rekan dokter spesialis ada yang dibayar dengan
cara fee-for service.
Terdapat beberapa macam sistem pembayaran pelayanan kesehatan, yaitu kapitasi, fee
for service, dan DRG. Saat ini sistem pembayaran pelayanan kesehatan di Indonesia paling
banyak menggunakan sistem fee for service (FFS), artinya setiap seorang dokter atau
penyedia pelayanan kesehatan akan dibayar setiap memberikan layanan kesehatan pada
pasiennya. Namun FFS ini merupakan suatu sistem pembayaran pelayanan kesehatan yang
memiliki paradigma atau acuan semakin banyak pasien yang sakit, semakin besar pendapatan
penyedia pelayanan kesehatan tersebut. Mungkin paradigma seperti ini sudah tidak sesuai
dengan program-program kesehatan di masa sekarang oleh karena saat ini digalakkannya
program-program kesehatan promotif dan preventif. Artinya sebisa mungkin suatu penyakit
dicegah agar tidak terjadi sehingga tujuan utama dari program-program kesehatan saat ini
adalah untuk membuat sehat melalui pencegahan bukan melalui pengobatan.
Sistem pembayaran pelayanan kesehatan secara kapitasi saat ini telah mulai
dikembangkan di Indonesia agar semua penyedia pelayanan kesehatan, misalnya dokter bisa
lebih berusaha keras dalam hal pencegahan penyakit. Pada sistem kapitasi, dokter akan
mendapatkan sejumlah uang tetap yang dihitung dari pendapatan perpasien perbulan. Dari
sistem pembayaran pelayanan kesehatan ini, seorang dokter atau penyedia pelayanan
kesehatan lainnya akan memperoleh pendapatan semakin banyak jika semakin sedikit orang
yang sakit. Pembayaran jenis ini sangat sesuai untuk program kesehatan di Indonesia saat ini
yang memiliki paradigma manusia sehat. Artinya, meningkatkan sistem kesehatan melalui
tindakan promotif dan preventif.
Pada waktu masih kuliah dr. Yunita pernah mendapatkan pengalaman lapangan
tentang praktek kedokteran keluarga. Dr. Yunita ingin menerapkan prinsip kedokteran
keluarga dengan memberikan pelayanan kesehatan yang holistik, komprehensif dan
kontinu kepada pasien, keluarga dan komunitasnya.
Dokter keluarga adalah dokter yang berprofesi khusus sebagai dokter praktik umum
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan strata pertama atau pelayanan kesehatan
primer. Prinsip-prinsip kedokteran keluarga adalah memberikan atau mewujudkan pelayanan
komprehensif dengan pendekatan holistik, kontinu, mengutamakan pencegahan, koordinatif
dan kolaboratif, penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integral dari
keluarganya, pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan lingkungan
tempat tinggalnya, pelayanan yang menjunjung tinggi etika dan hukum, sadar biaya, dapat
diaudit dan dapat dipertanggungjawabkan. Pelayanan komprehensif meliputi health
promotion (untuk meningkatkan kesehatan masyarakat), specific prevention (mencegah
terjadinya penyakit), early diagnosis and prompt treatment (agar tidak sakit terlalu lama),
disease limitation (untuk menstabilisasi penyakit kronis dan mencegah kekambuhan
penyakit) dan disability limitation (mencegah kecacatan). Sedangkan pendekatan holistik
yakni suatu pendekatan untuk menangani penyakit yang mencakup aspek biopsycosocial.
Dr. Yunita ingin mempelajari riwayat alamiah penyakit untuk mengetahui karakter
masing-masing penyakit dengan lebih terinci. Dengan demikian dia bisa mengetahui masa
inkubasi, masa laten, dan durasi penyakit, demikian pula mengetahui fase induksi, promosi
dan ekspresi penyakit.
Riwayat alamiah penyakit adalah deskripsi tentang perjalanan waktu dan
perkembangan penyakit pada individu, dimulai sejak terjadinya paparan dengan agen kausal
hingga terjadinya akibat penyakit, seperti kesembuhan atau kematian, tanpa interupsi oleh
suatu intervensi preventif maupun terapetik. Pengetahuan tentang riwayat alamiah penyakit
sama pentingnya dengan kausa penyakit untuk upaya pencegahan dan pengendalian penyakit.
Dengan mengetahui perilaku dan karakteristik masing-masing penyakit tersebut maka bisa
dikembangkan intervensi yang tepat untuk mengidentifikasi maupun mengatasi problem
penyakit tersebut.
Penyakit infeksi dapat disebabkan oleh infeksi mikroorganisme, jamur, maupun virus.
Sedangka penyakit non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa faktor penyebab
(multikausal) seperti faktor umur atau genetik, mikroorganisme, dan life style (pola makanan,
kebiasaan merokok, kurang berolah raga dan lain-lain). Selain penyebabnya, terdapat
beberapa hal yang membedakan penyakit infeksi dan non infeksi. Beberapa karakteristik
penyakit non infeksi yang membedakannya dengan penyakit infeksi antara lain penularan
penyakit tidak melalui suatu rantai penularan tertentu, masa inkubasi panjang, berlangsung
kronis, banyak menghadapi kesulitan diagnosis, dan memerlukan biaya tinggi baik dalam
penanggulangan maupun pencegahannya (Simanjuntak, 2009).
Dr. Yunita dapat memilih strategi yang tepat untuk melakukan pencegahan penyakit,
baik pencegahan primer, sekunder, maupun tersier, pada pasien, keluarga dan
komunitasnya.
Pencegahan penyakit merupakan tindakan yang ditujuan untuk mencegah, menunda,
mengurangi, membasmi, mengeliminasi penyakit dan kecacatan, dengan menerapkan sebuah
atau sejumlah intervensi yang telah dibuktikan efektif. Terdapat tiga jenis pencegahan, yaitu
pencegahan primer, sekunder dan tersier.
Pencegahan primer adalah upaya memodifikasi detreminan atau faktor risiko atau
kausa penyakit, promosi kesehatan, dan perlindungan spesfisik dengan tujuan mencegah atau
menunda kejadian baru penyakit. Pencegahan sekunder adalah deteksi dini penyakit dengan
skrining dan pengobatan segera yang bertujuan untuk memperbaiki prognosis kasus atau
memperpendek durasi penyakit dan memperpanjang hidup pasien. Sedangkan pencegahan
tersier adalah pengobatan, rehabilitasi dan pembatasan kecacatan yang bertujuan untuk
mengurangi dan mencegah sekulae dan disfungsi, mencegah serangan ulang, meringankan
akibat penyakit dan memperpanjang hidup.
Dr. Yunita mengusulkan kepada atasannya agar RS lebih banyak melakukan
program skrinning yang terbukti cost-effective.
Skrinning untuk pengendalian penyakit dilakukan dengan melakukan pemeriksaan
terhadap orang-orang yang asimptomatik untuk mengklasifikasikan mereka ke dalam
kategori yang diperkirakan mengidap atau diperkirakan tidak mengidap suatu penyakit yang
menjadi objek skrining. Tujuan skrining adalah untuk mengurangi morbiditas atau mortalitas
dari penyakit dengan pengobatan dini terhadap kasus-kasus yang ditemukan.
Sehubungan dengan evaluasi program kesehatan berupa skrining yang ada di skenario
2 yang terbukti cost effective, maka akan digunakan CEA dalam metode penelitian ekonomi
kesehatan. CEA akan dipilih untuk membandingkan beberapa program kesehatan yang
berlaku dengan outcome yang sama, hal ini berbeda dengan CBA. CBA merupakan metode
penelitian ekonomi kesehatan untuk membandingkan beberapa program kesehatan yang
memiliki outcome yang berbeda dan yang dipilih adalah jika cost benefit rationya lebih dari 1
atau yang lebih besar diantara dua program kesehatan atau lebih.
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN
1. Pengkategorian penyakit dengan ICD-10 diperlukan agar medical record atau rekam
medis yang didapatkan menjadi lebih baik.
2. Beberapa metode pembayaran pelayanan kesehatan yang telah ada saat ini antara
lain kapitasi, DRG, FFS, OOP, pajak, asuransi dan MSA.

B. SARAN
1. Agar tercipta masyarakat yang lebih sehat sebaiknya para dokter di Indonesia
memberikan pelayanan kesehatan yang holistik, komprehensif, dan kontinyu.
2. Untuk mengurangi angka kesakitan upaya-upaya promotif dan prefentif sebaiknya
perlu lebih ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA

Gordis, L. 2000. Epidemiology. Philadelpia,PA: WB Saunders Co.

Hasbullah T. 1998. Pembayaran Kapitasi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas


Indonesia. pp: 1-16, 77.

Murti B. 2010a. Riwayat Alamiah Penyakit. http://fk.uns.ac.id/index.php/download/file/14


(20 September 2010)

Murti B. 2010b. Ekonomi Kesehatan. http://fk.uns.ac.id/index.php/download/file/16 (20


September 2010)

Philips J. 1997. The Economics of Health and Medical Care Fourth Edition. An Asspen
Publication Marryland. pp: 22-31

Simanjuntak, T. M. 2009. Karakteristik Penderita Penyakit Non Infeksi Peserta ASKES


Sosial PNS Rawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007. Skripsi USU.

Thabrany, H. 2007. Keterbukaan dalam Pembayaran Kapitasi.


http://staff.ui.ac.id/internal/140163956/material/PembayaranKapitasi.pdf (9 September
2010)

Wikipedia. 2010. ICD-10. http://id.wikipedia.org/wiki/ICD-10 (6 September 2010)

You might also like