Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
KELOMPOK XVI
1. Anisa Nindiasari (G0007038)
2. Dianika Rohmah A. (G0007058)
3. Faqihuddin Ahmad (G0007068)
4. Gita Vania Damayanti (G0007078)
5. Nurul Ramadian (G0007124)
6. Sari Mustikaningrum (G0007154)
7. Sunarto (G0007160)
8. Wiraditya Sandi D.P. (G0007172)
9. Yunita (G0007176)
10. Linda Soebroto (G0007204)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam dunia kesehatan, rumah sakit merupakan salah satu unsur yang tidak dapat
dipisahkan dengan kesehatan masyarakat. Sebagai salah satu bentuk unit pelayanan
kesehatan, rumah sakit sangat diharapkan dapat memberikan pelayanan terbaik bagi semua
pasien. Oleh karena itu, berbagai program rumah sakit dibentuk dalam upaya peningkatan
mutu serta kualitas pelayanan kesehatan.
Pada dekade tahun 1990-an ini terjadi beberapa perubahan pada sistem kesehatan kita.
Perubahan pertama adalah perubahan di dalam penyelenggaraan pelayanan (delivery system)
untuk mengurangi beban pembiayaan pemerintah. Peran serta masyarakat makin dibutuhkan
dalam penyediaan pelayanan kesehatan, khususnya yang bersifat kuratif. Bahkan rumah sakit
yang bersifat pencari laba telah diberikan ijin beroperasi di Indonesia. Perubahan kedua
adalah perubahan di dalam cara pembiayaan kesehatan dari yang tadinya bersifat individual
ke kelompok dengan melalui mekanisme asuransi kesehatan. Termasuk pada perubahan
kedua adalah terbukanya kesempatan penyelenggaraan asuransi komersial yang berpijak pada
UU No. 2/1992, penyelenggaraan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)
Jamsostek yang berdasarkan UU No. 3/1992, dan penyelenggaraan program JPK Mayarakat
(JPKM) yang dituangkan pada Pasal 66 UU No. 23/1992. Program JPK Jamsostek dan JPKM
secara eksplisit telah menggariskan pembayaran sistem kapitasi kepada penyedia pelayanan
kesehatan (PPK) di dalam rangka pengendalian biaya kesehatan. Penyelenggaraan JPK
pegagawai negeri sipil, yang kini dikenal dengan pelayanan PT. Asuransi Kesehatan
Indonesia, telah lebih dahulu menerapkan sistem pembayaran kapitasi (Thabrany, 2007).
Agar program pelayanan kesehatan masyarakat tersebut dapat berlangsung dengan
baik, kompetensi dokter yang bekerja di dalamnya juga ditingkatkan dengan melakukan
long-life learning di mana dokter harus selalu up to date terhadap kejadian-kejadian penyakit
di sekitarnya sehingga diharapkan dapat menurunkan angka kejadian penyakit.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan International Classification of Disease-10 dan
bagaimana cara melakukan diagnosis penyakit dengan ICD-10?
2. Apakah manfaat medical record dan manajemen informasi medis?
3. Apa sajakah macam-macam pencegahan penyakit dan sebutkan contohnya?
4. Apakah yang dimaksud dengan cost effectiveness analysis (CEA), cost utility analysis
(CUA), dan cost benefit analysis (CBA) serta apakah tujuan dari evaluasi ekonomi
tersebut?
5. Apa yang dimaksud dengan program skrining serta apa sajakah indikasi dan ukuran
kualitas skrining?
6. Apa yang dimaksud dengan riwayat alamiah penyakit, masa inkubasi, masa laten,
durasi, fase induksi, fase promosi, dan fase ekspresi penyakit?
7. Apa sajakah karakteristik yang membedakan penyakit infeksi dan non infeksi?
8. Apakah yang dimaksud dengan pelayanan yang holistik, komprehensif, dan kontinyu?
9. Apa sajakah metode pembayaran pelayanan kesehatan dan apa perbedaan masing-
masing metode tersebut?
10. Apa prinsip asuransi kesehatan dan apa pentingnya asuransi kesehatan?
11. Apa perbedaan asuransi wajib dan asuransi swasta (sukarela)?
C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memberikan contoh ICD-10.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan manfaat medical record dan managemen informasi
kesehatan.
3. Mahasiswa mampu menyebutkan dan menjelaskan macam-macam pencegahan
penyakit.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan cost effectiveness analysis (CEA), cost utility
analysis (CUA), dan cost benefit analysis (CBA), serta alasan dan tujuan evaluasi
ekonomi tersebut.
5. Mahasiswa mampu menjelaskan berbagai hal mengenai program skrining.
6. Mahasiswa mampu menjelaskan riwayat alamiah penyakit, masa inkubasi, masa laten,
durasi, fase induksi, fase promosi, dan fase ekspresi penyakit.
7. Mahasiswa mampu menjelaskan perbedaan karakteristik penyakit infeksi dan non
infeksi.
8. Mahasiswa mampu menjelaskan prosedur pelayanan yang holistik, komprehensif, dan
kontinyu.
9. Mahasiswa mampu menyebutkan perbedaan, kelebihan, dan kekurangan dari berbagai
macam metode pembayaran pelayanan kesehatan.
10. Mahasiswa mampu menjelaskan prinsip asuransi kesehatan, alasan perlunya asuransi
serta perbedaan asuransi wajib dan swasta (sukarela).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Riwayat Alamiah Penyakit
Riwayat alamiah penyakit (natural history of disease) adalah deskripsi tentang
perjalanan waktu dan perkembangan penyakit pada individu, dimulai sejak terjadinya
paparan dengan agen kausal hingga terjadinya akibat penyakit (seperti: kesembuhan atau
kematian), tanpa terinterupsi oleh intervensi preventif maupun terapetik (Gordis, 2000).
Perjalanan penyakit dimulai dengan terpaparnya individu sebagai penjamu yang
rentan (suseptibel) oleh agen kausal. Paparan (exposure) adalah kontak atau kedekatan
(proximity) dengan sumber agen penyakit. Induksi merupakan aksi yang mempengaruhi
terjadinya tahap awal suatu hasil, dalam hal ini mempengaruhi awal terjadinya proses
patologis. Jika terdapat tempat penempelan (attachment) dan jalan masuk sel yang tepat
maka paparan agen infeksi dapat menyebabkan invasi agen infeksi dan terjadi infeksi.
Agen infeksi melakukan multiplikasi yang mendorong terjadinya proses perubahan
patologis, tanpa penjamu menyadarinya.
Periode waktu sejak infeksi hingga terdeteksinya infeksi melalui tes laboratorium/
skrining disebut window period. Dalam window period individu telah terinfeksi, sehingga
dapat menularkan penyakit, meskipun infeksi tersebut belum terdeteksi oleh tes
laboratorium.
Selanjutnya berlangsung proses promosi pada tahap preklinis, yaitu keadaan
patologis yang ireversibel dan asimtomatis ditingkatkan derajatnya menjadi keadaan
dengan manifestasi klinis. Melalui proses promosi agen kausal akan meningkatkan
aktivitasnya, masuk dalam formasi tubuh, menyebabkan transformasi sel atau disfungsi sel,
sehingga penyakit menunjukkan tanda dan gejala klinis. Waktu sejak penyakit terdeteksi
oleh skrining hingga timbul manifestasi klinik, disebut sojourn time. Makin pendek
“sojourn time”, makin kurang bermanfaat melakukan skrining. Makin panjang sojourn
time, makin berguna melakukan skrining, sebab makin panjang tenggang waktu untuk
melakukan pengobatan dini agar proses patologis tidak termanifestasi klinis.
Waktu yang diperlukan mulai dari paparan agen kausal hingga timbulnya
manifestasi klinis disebut masa inkubasi (penyakit infeksi) atau masa laten (penyakit
kronis). Pada fase ini penyakit belum menampakkan tanda dan gejala klinis, disebut
penyakit subklinis (asimtomatis). Kovariat yang berperan dalam masa laten (masa
inkubasi), yakni faktor yang meningkatkan risiko terjadinya penyakit secara klinis, disebut
faktor risiko. Sebaliknya, faktor yang menurunkan risiko terjadinya penyakit secara klinis
disebut faktor protektif. Masa laten dan durasi penyakit mempengaruhi strategi
pencegahan penyakit. Makin pendek masa laten, makin urgen upaya pencegahan primer
dan sekunder. Makin pendek durasi, makin mendesak upaya pencegahan tersier. Makin
panjang durasi, makin besar peluang untuk melakukan upaya pencegahan akibat
penyakit dengan lebih seksama.
Meski demikian, sejumlah penyakit kronis memiliki karakteristik paradoksal:
sekalipun durasi panjang tetapi bisa menyebabkan kematian mendadak (misalnya, stroke
dan serangan jantung).
Selanjutnya terjadi inisiasi penyakit klinis. Pada saat ini mulai timbul tanda (sign)
dan gejala (symptom) penyakit secara klinis, dan penjamu yang mengalami manifestasi
klinis disebut kasus klinis. Gejala klinis paling awal disebut gejala prodromal. Selama
tahap klinis, manifestasi klinis akan diekspresikan hingga terjadi hasil akhir/ resolusi
penyakit, baik sembuh, remisi, perubahan beratnya penyakit, komplikasi, rekurens, relaps,
sekuelae, disfungsi sisa, cacat, atau kematian. Periode waktu untuk mengekspresikan
penyakit klinis hingga terjadi hasil akhir penyakit disebut durasi penyakit. Kovariat yang
mempengaruhi progresi ke arah hasil akhir penyakit, disebut faktor prognostik.
Penyakit penyerta yang mempengaruhi fungsi individu, akibat penyakit, kelangsungan
hidup, alias prognosis penyakit, disebut komorbiditas. Contoh, TB dapat menjadi ko-
morbiditas HIV/AIDS yang meningkatkan risiko kematian karena AIDS pada wanita dengan
HIV/AIDS.
Proses terjadinya penyakit disebabkan adanya interaksi antara agen atau faktor
penyebab penyakit, manusia sebagai penjamu atau host, dan faktor lingkungan yang
mendukung. Ketiga faktor tersebut dikenal sebagai Trias Penyebab Penyakit.
Agen berupa unsur hidup /mati yang jumlahnya berlebihan/kekurangan. Faktor
penjamu berupa keadaan manusia yang sedemikian rupa sehingga menjadi faktor risiko
terjadinya penyakit, seperti genetik, unur, jenis kelamin, dan lain-lain. Faktor lingkungan
berupa faktor-faktor ekstrensik, seperti: lingkungan fisik, biologis, sosial ekonomi.
Dalam epidemiologi penyakit infeksi, individu yang terpapar belum tentu terinfeksi.
Hanya jika agen kausal penyakit infeksi terpapar pada individu lalu memasuki tubuh
dan sel, lalu melakukan multiplikasi dan maturasi, dan menimbulkan perubahan
patologis yang dapat dideteksi secara laboratoris atau terwujud secara klinis, maka
individu tersebut dikatakan mengalami infeksi. Dalam riwayat alamiah penyakit infeksi,
proses terjadinya infeksi, penyakit klinis, maupun kematian dari suatu penyakit tergantung
dari berbagai determinan, baik intrinsik maupun ekstrinsik, yang mempengaruhi
penjamu maupun agen kausal. Tergantung tingkat kerentanan (atau imunitas),
individu sebagai penjamu yang terpapar oleh agen kausal dapat tetap sehat, atau mengalami
infeksi (jika penyakit infeksi) dan mengalami perubahan patologi yang
ireversibel. Ukuran yang menunjukkan kemampuan agen penyakit untuk mempengaruhi
riwayat alamiah penyakit sebagai berikut (Murti, 2010a):
1. Infektivitas : kemampuan agen penyakit untuk menyebabkan terjadinya infeksi.
A. SIMPULAN
1. Pengkategorian penyakit dengan ICD-10 diperlukan agar medical record atau rekam
medis yang didapatkan menjadi lebih baik.
2. Beberapa metode pembayaran pelayanan kesehatan yang telah ada saat ini antara
lain kapitasi, DRG, FFS, OOP, pajak, asuransi dan MSA.
B. SARAN
1. Agar tercipta masyarakat yang lebih sehat sebaiknya para dokter di Indonesia
memberikan pelayanan kesehatan yang holistik, komprehensif, dan kontinyu.
2. Untuk mengurangi angka kesakitan upaya-upaya promotif dan prefentif sebaiknya
perlu lebih ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Philips J. 1997. The Economics of Health and Medical Care Fourth Edition. An Asspen
Publication Marryland. pp: 22-31