Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kecelakaan lalu lintas sering sekali terjadi di negara kita, khususnya di kota ini.
Ratusan orang meninggal dan luka-luka tiap tahun karena peristiwa ini. Memang di
negara ini, kasus kecelakaan lalu lintas sangat tinggi. Kecelakaan lalu-lintas merupakan
pembunuh nomor tiga di Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke. Menurut data
kepolisian Republik Indonesia Tahun 2003, jumlah kecelakaan di jalan mencapai
13.399 kejadian, dengan kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka
berat, dan 8.694 mengalami luka ringan. Dengan data itu, rata-rata setiap hari, terjadi 40
kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan 30 orang meninggal dunia.
Adapun di Sulawesi Selatan, jumlah kecelakaan juga cenderung meningkat di
mana pada tahun 2001 jumlah korban mencapai 1717 orang, tahun selanjutnya 2.277
orang, 2003 sebanyak 2.672 orang. Tahun 2004, jumlah ini meningkat menjadi 3.977
orang. Tahun 2005 dari Januari sampai September, jumlah korban mencapai 3.620
orang dengan korban meninggal 903 orang.
Trauma yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah fraktur (patah
tulang). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
umumnya disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa. Fraktur dibagi atas fraktur terbuka,
yaitu jika patahan tulang itu menembus kulit sehingga berhubungan dengan udara luar,
dan fraktur tertutup,yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar. .
Secara umum, fraktur terbuka bisa diketahui dengan melihat adanya tulang yang
menusuk kulit dari dalam, biasanya disertai perdarahan. Adapun fraktur tertutup, bisa
diketahui dengan melihat bagian yang dicurigai mengalami pembengkakan, terdapat
kelainan bentuk berupa sudut yang bisa mengarah ke samping, depan, atau belakang.
Selain itu, ditemukan nyeri gerak, nyeri tekan, dan perpendekan tulang. Dalam
kenyataan sehari-hari, fraktur yang sering terjadi adalah fraktur ekstremitas dan fraktur
vertebra. Fraktur ekstremitas mencakup fraktur pada tulang lengan atas, lengan bawah,
tangan, tungkai atas, tungkai bawah, dan kaki.
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana konsep teori
dari Fraktur ekstremitas atas dan asuhan keperawatan pada klien dengan Fraktur
ekstremitas atas.
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuannya yaitu untuk mengetahui konsep teori dari Fraktur ekstremitas
atas dan asuhan keperawatan pada klien dengan Fraktur ekstremitas atas.
D. Manfaat Penulisan
Memberikan pengetahuan kepada kelompok maupun pembaca mengenai konsep
teori dari Fraktur ekstremitas atas dan asuhan keperawatan pada klien dengan Fraktur
ekstremitas atas.
E. Metode Penulisan
Menggunakan literatur-literatur baik dari buku-buku maupun internet yang
menyangkut dengan Fraktur ekstremitas atas.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang berasal dari
embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses “Osteogenesis” menjadi tulang.
Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut “Osteoblast”. Proses mengerasnya tulang
akibat penimbunan garam kalsium.
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, Tulang dapat diklasifikasikan dalam
lima kelompok berdasarkan bentuknya :
1). Tulang panjang (Femur, Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang
disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah proksimal dari
epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang
rawan yang tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan.
Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis. Tulang
rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang
memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk dari
spongi bone (cancellous atau trabecular). Pada akhir tahun-tahun remaja tulang
rawan habis, lempeng epifisis berfusi, dan tulang berhenti tumbuh. Hormon
pertumbuhan, estrogen, dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang
panjang. Estrogen, bersama dengan testosteron, merangsang fusi lempeng epifisis.
Batang suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis.
Kanalis medularis berisi sumsum tulang.
2). Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous
(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat.
3). Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat
dengan lapisan luar adalah tulang concellous.
4). Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang
pendek.
5). Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial,
misalnya patella (kap lutut).
B. Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut :
1). Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
2). Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan jaringan
lunak.
3). Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan).
4). Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis).
5). Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.
C. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall dalam buku
Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya
kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap oleh tulang.
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman, 2000). Pendapat lain menyatakan
bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih utuh
atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson, M. A, 1992).
D. Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah
dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.
E. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah
serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan
yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai
dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.
Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan
kepadatan atau kekerasan tulang.
b. Fraktur Scapula
Badan scapula mengalami fraktur akibat daya penghancur. Leher scapula dapat
mengalami fraktur akibat pukulan atau jatuh pada bahu.
Terapi; :
Reduksi biasanya tidak dapat dilakukan dan tak perlu. Pasien memakai kain
gendong agar nyaman, dan sejak awal mempraktekkanlatihan aktif pada bahu,
siku dan jari.
Fragmen glenoid yang besar, akibat fraktur dislokasi pada bahu harus diikiat
pada satu sekrup.
Terapi :
Pada fraktur ini tidak membutuhkan imobilisasi. Kalau fraktur sangat tidak
stabil dan sulit dikendalikan, fiksasi internal lebih baik dengan plat dan
sekrup atau paku intra medulla panjang.
e. Fraktur Suparakondilus
Banyak ditemukan pada anak-anak. Fragmen distal dapat bergeser ke posterior atau
ke anterior. Pergeseran posterior akibat jatuh pada lengan yang terlentang.
Pergeseran anterior diperkirakan akibat benturan langsung.
Terapi:
Fraktur yang brgeser ke posterior : direduksi secepat mungkin,dibawah anestesi
umum. Ini dilakukan dengan maneuver secara metodik dan berhati-hati.
Fraktur yang bergeser ke anterior : direduksi dengan menarik lengan bawah
dengan siku pada posisi semi fleksi.
Terapi :
Konservatif : slab posterior dengan siku berfleksi hamper 90 derajat, gerakan
dimulai setelah 2 minggu Fraktur tanpa pergeseran hanya membutuhkan.
Fraktur yang cukup bergeser dilakukan reduksi terbuka dan fiksasi internal.
j. Fraktur Kapitulum
fraktur ini hanya terjadi pada orang dewasa. Jatuh biasanya dengan posisi siku
lurus. Setengah anterior kapitulum dan trokhlca patah dan bergeser ke proksimal.
Gambaran kliniknya; depan siku yang tampak penuh merupakan tanda yang paling
menonjol. Fleksi sangat terbatas.
Terapi :
Konsevatif : diterapi dengan pembebatan sederhana selama 2 minggu (fraktur
yang tak bergeser).
Operativ : untuk fraktur yang bergeser
Terapi :
Pada retakan yang tak bergeser, lengan dipertahankan dalam collar dan manset
selam 3 minggu.
Fragmen tunggal yang besar dapat direkatkan kembalidengan kawat kirschner.
Fraktur kominutif diterapi dengan reduksi kaput radius.
m. Fraktur olecranon
Terjadi disebabkan karena pukulan langsung atau jatuh pda siku dan akibat dari
traksi ketika jatuh pada pada otot tangan saat otot trisep berkontraksi.
Terapi :
Konservatif : diimobilisasi dengan gips pada posisi fleksi 60 derajat selama 2-3
minggu dan kemudian latihan dimulai ( fraktur yang tak bergeser ).
Operativ : Fraktur direduksi dan ditahan dengan sekrup panjang atau dengan
pemasangan kawat dengan tegangan ( tension band wiring ) fraktur yang
bergeser.
Terapi ;
Konservatif : pada anak-nak reduksi tertutup biasanya behasil dan fragmen
dapat dipertahankan dalam gips yang panjang lengkap dari axial sampaike
batang metacarpal.
Operativ ; imobilisasi fragmen dipertahankan dengan plat dan sekrup atau pen
intramedula.
Pemeriksaan Diagnostik
X Ray: bisaanya Foto AP bahu cukup adekuat.
Komplikasi : jarang, fragment fraktur dapat membahayakan struktur
neurovascular subklavial.
Terapi: Broad arm sling dan control ke klinik ortopedik 5 hari kemudian.
B. Dislokasi Sternoklavikula
1. Mekanisme trauma : bisaanya akibat jatuh atau hantaman pada daerah anterior
bahu:
Asimetri dari inner end klavikula
Nyeri tekan local
2. Manifestasi klinis:
Nyeri tekan dan bengkak pada sendi sternoklavikular;
Nyeri pada saat lengan digerakkan dan pada saat kompresi bahu ke lateral;
Dengan cedera berat, klavikula medial bergeser relative terhadap
manubrium.
Dispneu, disfagi, atau tersedak (pada dislokasi posterior karena kompresi
struktur mediastinal).
Pemeriksaan Diagnostik
X ray : AP dan Oblique view sulit untuk diinterpretasi. Diagnosa biasanya
berdasarkan pemeriksaan klinis. Namun tomogram atau CT mungkin dapat
dilakukan.
Komplikasi : jarang, dislokasi mungkin dapat membahayakan pembuluh
darah posterior dari klavikula.
Terapi:
1. Subluksasi minor : Broad arm sling, Analgesic dan control ke klinik
ortopedi setelah 3 hari.
2. Gross Displacement : MRS dibagian Ortopedi untuk eksplorasi /
reduksi di bawah GA.
Catatan : Cedera yang mengancam nyawa, bila mengenai struktur
didekatnya terjadi pada 25% kasus dislokasi posterior.
Pemeriksaan Diagnostik
X Ray : Foto AP dari sendi AC (bagian/sisi inferior dari akromion dan
klavikula harus membentuk suatu garis lurus).
Catatan : Weight Bearing view menunjukkan hasil tambahan yang hanya
sedikit, dan hanya akan menyebabkan nyeri serta tidak akan mengubah terapi
yang diberikan.
Terapi : Broad arm sling dan control ke klinik ortopedi setelah 5 hari.
D. Fraktur Skapula
Mekanisme trauma : bisaanya karena trauma langsung pada dada
posterolateral.
Manifestasi klinis : nyeri local dan pembengkakan serta adanya associated
injury.
Pemeriksaan Diagnostik
X ray : AP bahu, dengan atau tanpa Scapular View.
Komplikasi : Fraktur scapular bisaanya terkait dengan cedera intrathorax yang
signifikan seperti kosta, fraktur vertebral, fraktur klavikular, cedera pembuluh
darah pulmonal dan pleksus brachialis.
Terapi :
1. Isolated Scapular Fracture : Broad arm sling dan analgesic, kontrol ke
klinik ortopedi setelah 3 hari.
2. Bersamaan dengan cedera intratoraks yang lain: MRS ke bedah umum.
E. Dislokasi bahu
Secara statistic : 96% dislokasi anterior, 3,4% posterior, 0,1% inferior (luxatio
ercto).
Dislokasi Anterior
Mekanisme trauma : jatuh yang menyebabkan rotasi eksternal bahu.
Manifestasi :
1. Khas : penderita bisaanya menyangga lengan yang cedera pada bagian siku
dengan menggunakan tangan sebelahnya.
2. lengan dalam posisi abduksi ringan
3. Kontur terlihat ‘squared off’
4. Nyeri yang sangat.
X ray : AP dan axial atau Y-Scapular view akan membantu membedakan
dislokasi anterior dengan posterior.
Catatan : X ray sangat penting menurut standar medikolegal untuk
menyingkirkan fraktur lain yang terjadi sebelum dilakukannya manipulasi dan
Reduksi ( M & R). ada peningkatan bukti yang menunjukkan bahwa dislokasi
bahu yang rekuren dan atraumatis tidak membutuhkan pre-M&R X ray.
Namun, keadaan ini tidak diterima secara luas dalam kalangan ahli ortopedi.
Komplikasi :
1. Rekuren
Catatan : Hill-Sachs lesion (fraktur kompresi aspek posterolateral dari
humeral head) dapat terlihat pada px yang sebelumnya menderita dislokasi
anterior.
2. Avulsi Tuberositas mayor (banyak terjadi pada px > 45 tahun).
3. Fraktur anterior Plenoid lip
4. Kerusakan arteri aksilaris dan pleksus brakialis.
Catatan : Harus memeriksa :
Fungsi Nervus axillaris dengan memeriksa sensasi jarum pada deltoid atau
‘regimental badge’area, Pulsasi pada pergelangan tangan, Fungsi Nervus
radialis.
Terapi :
1. Isolated anterior dislocation : M&R (dengan bermacam-macam teknik)
dibawah conscious sedation.
2. Dislokasi anterior dengan fraktur tuberositas humerus mayor atau minor :
M&R dibawah conscious sedation.
3. dislokasi anterior dengan fraktur proksimal shaft humeral : M&R dibawah
GA, pertimbangkan ORIF.
Manajemen lanjutan : analgesic IV, BUKAN IM (tempatkan IV plug untuk
antisipsi M&R), kemudian X ray yang diikuti M&R dibawah conscious
sedation.
M&R : merupakan teknik traksi yang disukai untuk digunakan daripada teknik
terdahulu seperti maneuver Hippocratic/Kocher’s.
Traksi harus dilakukan pada area critical care atau intermediate care dimana
px dapat dimonitoring, dan px berada pada kondisi conscious sedation (lihat
bab Conscious sedation).
1. Teknik Cooper-Milch
a. Dibawah conscious sedation, tempatkan penderita pada posisi supine
dengan siku fleksi 90o.
b. Luruskan siku dan dengan sangat perlahan pindahkan lengan pada posisi
abduksi penuh yang ditahan pada traksi lurus dimana seorang asisten
mengaplikasikan tekanan yang lembut pada sisi medial dan inferior dari
humeral head.
c. Adduksi lengan secara bertahap.
d. Pasang collar dan cuff, kemudian lakukan X ray post reduksi.
2. Teknik Stimson’s
Metode yang memanfaatkan gaya gravitasi, yang sering dilakukan pada ED
yang sangat sibuk.
a. berikan analgesik IV dimana penderita berbaring pada posisi pronasi
dengan lengan tergantung di sebelah trolley dengan beban seberat 2,5-
5kg terikat pada lengan tersebut.
b. Perlahan setelah 5-30 menit, lakukan relokasi bahu.
c. Pasang collar dan cuff, periksa x ray post reduksi.
3. Teknik Countertraction
Bermanfaat sebagai sebuah maneuver back-up ketika cara-cara diatas gagal.
a. Dibawah conscious sedation, tempatkan px berbaring supine dan
tempatkan rolled sheet dibawah aksila dari bahu yang terkena.
b. Abduksi lengan sampai 45o dan aplikasikan sustained in line traction
sementara. Asisten memasang traksi pada arah yang berlawanan
menggunakan rolled sheet.
c. Setelah relokasi, paang collar dan cuff, periksa X ray post reduksi.
d. Penempatan : klinik ortopedik setelah 3 hari.
4. Teknik Spasso, walaupun teknik ini tidak dikenal secara luas, namun teknik
ini telah digunakan pada departemen kami, dan kami anggap bahwa metode
ini merupakan metode yang paling mudah dilakukan dengan angka
keberhasilan yang tinggi.
a. Dibawah conscious sedation, letakkan lengan yang sakit dengan dengan
dinding dada.
b. Fleksikan lengan pada bahu, dan lakukan rotasi eksternal secar simultan.
Pada kebanyakan kasus, sebelum bahu mencapai fleksi kedepan 90 o, akan
terdengar bunyi ‘clunk’, dan head humerus telah kemabali pada posisinya.
c. Adduksi lengan
d. Pasang collar & cuff dan periksa X ray post reduksi.
F. Dislokasi posterior
Mekanisme Trauma
1. Bisaanya karena jatuh pada tangan yang terotasi ke dalam serta terjulur
atau karena hantaman pada bagian depan bahu.
2. Terkait dengan kontraksi otot saat kejang atau cedera akibat tersetrum
listrik.
Manifestasi
1. Lengan terletak berotasi internal dan adduksi
2. Px merasakan nyeri, dan terdapat penurunan peregerakan dari bahu.
X ray : AP (Gambar 2a) dan Y scapular view (Gambar 2b)
Catatan : sangat mudah terjadi missdiagnosa dislokasi bahu posterior pada bahu
AP. Suspek dislokasi posterior jika terdapat ‘light bulb sign’ karena rotasi
internal bahu dan terdapat overlap antara head humerus dan glenoid labrum
pada foto bahu AP.
Komplikasi : kerusakan arteri aksilaris dan nervus brakialis.
Terapi : prinsip sama dengan dislokasi anterior
1. Untuk isolated dislokasi posterior, coba M&R dibawah IV conscious
sedation.
2. Untuk dislokasi posterior dengan fraktur tuberositas, coba M&R dibawah
conscious sedation.
3. Untuk dislokasi posterior dengan fraktur humeral shaft, MRS untuk M&R
di bawah GA, pertimbangkan ORIF.
Teknik :
1. Dibawah kondisi IV conscious sedation, pasang traksi pada lengan pada
posisi abduksi 90o.
2. Kadang countertraction dengan seorang asisten menggunakan rolledsheet
dibawah aksilla perlu dilakukan.
3. Secara perlahan lengan dirotasikan ke eksternal.
4. Setelah relokasi dilakukan pada kasus yang pertamakali terjadi pada
seorang dewasa muda, aplikasikan strapping bersama dengan collar dan
cuff.
5. Setelah relokasi pada lansia, aplikasikan collar & cuff dan pertimbangkan
early mobilization.
Disposisi : Klinik ortopedi setelah 3 hari.
G. Dislokasi Inferior
Mekanisme trauma : bisaanya karena jatuh dengan lengan berada pada posisi
abduksi.
Manifestasi klinis :
1. Abduksi lengan atas dengan posisi ‘hand over head’
2. Hilangnya kontur bulat dari bahu.
X ray : foto AP cukup untuk mendiagnosa.
Komplikasi : kerusakan arteri aksilaris dan nervus brakialis.
Terapi : prinsipnya sama dengan dislokasi yang lain:
1. Untuk dislokasi dengan atau tanpa fraktur tuberosita, coba M&R dibawah
IV conscious sedation.
2. Untuk dislokasi dengan fraktur humeral neck, coba M&R dibawah GA, KIV
ORIF>
Teknik :
1. Dibawah kondisi IV conscious sedation, aplikasi traksi yang steady pada
lengan yang dibduksi.
2. kadang diperlukan counter traction dengan seorang asisten menggunakan
rolled sheet yang ditempatkan pada akromion.
3. Setelah relokasi, pasang collar & cuff.
Disposisi : kontrol ke poli ortopedi setelah 3 hari.
Mekanisme trauma : jatuh pada satu sisi, pukulan langsung pada area tersebut,
atau jatuh dengan tangan yang terulur.
Manifestasi klinis:
1. Nyeri tekan, pembengkakan pada proksimal humerus.
2. Lebih lanjut, akan terdapat memar yang besar yang menuju pada bagian
bawah lengan karena gravitasi.
X ray : foto AP dan lateral humerus
Komplikasi :
1. Adhesive capsulitis (frozen shoulder)
2. Cedera struktur neurovascular
3. Nekrosis avascular humeral head.
Terapi : pasang collar & cuff
Disposisi :
1. Fraktur displaced tuberositas mayor yang berat mungkin membutuhkan
MRS untuk ORIF dengan GA.
2. Fraktur displaced yang ringan dapat KRS, kemudian control ke klinik
ortopedik dalam 3 hari.
M. Dislokasi Siku
Mekanisme trauma : karena pada posisi tangan terulur, yang paling sering
ditemukan adalah dislokasi posterolateral.
Manifestasi :
1. Deformitas siku dengan nyeri tekan dan bengkak
2. Bentukan segitiga antara olekranon, epicondilus lateral dan medial
mengalami kerusakan.
X ray : AP dan lateral siku.
Komplikasi : cedera arteri brakialis, nervus ulnaris atau medianus
Terapi : M & R di bawah IV conscious sedation
1. Dengan posisi px supine, paang traksi pada garis lengan
2. Fleksi ringan siku mungkin dipelukan selama mempertahankan traksi.
3. setelah relokasi, pasang long arm back slab
4. Jika tidak ada bukti kerusakan neurovascular, control ke klinik ortpedi
setelah 3 hari.
5. jika terdapat kerusakan neurovascular walaupun sangat ringan, MRS di
bagian ortopedi untuk observasi.
6. pastikan bahwa sendi telah tereduksi, X ray kadang bisa menipu.
O. Fraktur Olekranon
Mekanisme trauma : bisaanya karena jatuh pada siku, juga karena
kontraksi yang kuat pada otot trisep.
Manifestasi klinis : nyeri tekan local dan bengkak/bruising (memar) di
daerah olekranon.
X ray : AP dan lateral siku.
Terapi :
1. Jika tidak terdapat displacement dari fraktur, atau ada tapi minimal, pasang
long arm back slab dan control ke klinik ortopedi setelah 5 hari.
2. Jika fraktur displaced, pasang long arm back slab dan MRS untuk M&R
dibawah GA, KIV ORIF
R. Fraktur Colles
Mekanisme trauma : bisaanya karena jatuh dengan tangan terulur.
Manifestasi klinis : khas : Deformitas bentuk ‘dinner fork’ dengan nyeri
tekan local.
X ray : lateral (gambar 4a) dan AP (gambar 4b) pergelangan tangan.
Komplikasi : malunion : delayed rupture dari M. Extensor pollicis longus;
kompresi nervus medianus; sudeck’s atrophy.
Terapi reduksi :
1. pasang longitudinal traction untuk ‘disimpact’ fracture.
2. Kemudian pasang flexion and ulnar deviation force pada fragmen
menggunakan jari atau ibu jari.
3. Setelah reduksi pasang short arm backslab dengan posisi lengan bawah
pronasi, ulnar deviasi dan fleksi ringan pada pergelangan tangan.
4. Jika X ray ulang menunjukkan reduksi yang memuaskan, pasang sling
dansarankan px untuk mobilisasi bahu, siku dan jari.
Disposisi:
1. jika reduksi memuaskan : control ke klinik ortopedi dalam 2 hari.
2. Jika fraktur terbuka atau intraartikular, MRS ke bagian ortopedi untuk M&R
dibawah GA atau ORIF.
T. Fraktur Barton’s
Merupakan bentuk fraktur Smith dimana hanya bagian anterior radius yang terlibat.
Mekanisme trauma : karena jatuh pada saat tangan terulur.
Manifestasi klinis: nyeri tekan local, pembengkakan dan deformitas.
X ray : foto AP dan lateral pergelangan tangan.
Terapi : pasang short arm volar slab dan MRS pada bagian ortopedi untuk
ORIF.
V. Dislokasi Lunate
Mekanisme trauma : bisaanya karena jatuh dengan tangan yang terulur.
Manifestasi klinis : nyeri tekan local dan bengkak
X ray : AP dan lateral pergelangan tangan (gambar 8)
Komplikasi : palsy nervus medianus/avaskularnekrosis/sudeck’s atrophy.
Terapi :
1. Reduksi dibawah Bier’s Block
2. Monitor tanda vital dan EKG.
Teknik Reduksi
1. Pasang traksi untuk mensupinasi pergelangan tangan
2. Luruskan pergelangan tangan, pertahankan tarikan tersebut.
3. Aplikasikan tekanan dengan ibu jari pada lunate.
4. Fleksikan pergelangan tangan secepatnya ketika anda merasakan lunate
masuk ke dalam tempatnya.
5. Pasang short arm back slab pada posisi pergelangan tangan agak fleksi.
Disposisi
1. bila reduksi berhasil, control ke klinik ortopedi setelah 2 hari.
2. Jika percobaan reduksi tidak berhasil, pasang backslab dan MRS untuk ORI
3.
W. Dislokasi Perilunate
Mekanisme trauma : karena jatuh saat tangan terulur atau hantaman
langsung pada tangan.
Manifestasi klinis : nyeri tekan local, bengkak, dan deformitas.
X ray : AP dan oblique view dari metacarpal.
Terapi :
1. Jika fraktur undisplaced, pasang short arm backslab dan control ke klinik
ortopedi dalam 2-3 hari.
2. Jika fraktur displaced, coba reduksi di bawah Bier’s block, diikuti dengan
aplikasi backslab. Control ke klinik ortopedi dalam 2-3 hari.
3. Jika fraktur melibatkan metacarpal neck, splint harus diluruskan diluar PIPJ
dengan MCJP pada saat fleksi 90o. control ke klinik ortopedi dalam 2-3 hari.
X. Fraktur Rennett’s
Merupakan fraktur metacarpal ibu jari, dimana ada fragmen medial kecil dari tulang
yang miring, namun tetap terhubung dengan ‘trapezium’.
X ray : AP dan Lateral view dari metacarpal ibu jari.
Catatan : garis vertical fraktur melibatkan trapezo-metacarpal joint dan terdapat
subluksasi proksimal dan lateral dari metacarpal ibu jari.
Terapi : pasang scaphoid thumb spica backslab dan MRs pada bagian hand
surgey untuk ORIF.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah sebagai
berikut:
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
b. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera
vaskuler, edema, pembentukan trombus)
c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan
membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
d. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif,
kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada
(Doengoes, 2000)
C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas.
Tujuan: Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur, istirahat dengan
tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik
sesuai indikasi untuk situasi individual.
Intervensi Keperawatan:
Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, bebat dan
atau traksi.
Rasional : Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi.
Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena.
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema/nyeri.
Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.
Rasional : Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi
vaskuler.
Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan
posisi)
Rasional : Meningkatkan sirkulasi umum, menurunakan area tekanan lokal dan
kelelahan otot.
Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam, imajinasi
visual, aktivitas dipersional)
Rasional : Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan kontrol
terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama.
2. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera vaskuler,
edema, pembentukan trombus)
Tujuan: Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria akral
hangat, tidak pucat dan syanosis, bisa bergerak secara aktif
Intervensi Keperawatan
Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jari/sendi
distal cedera
Rasional : Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi.
Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebat/spalk yang terlalu ketat.
Rasional : Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian
keketatan bebat/spalk.
Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen.
Rasional : Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada
adanya keadaan hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi.
3. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran
alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
Tujuan : Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan kriteria
klien tidak sesak nafas, tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
Intervensi Keperawatan
Instruksikan/bantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif.
Rasional : Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi.
Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin, heparin) dan kortikosteroid
sesuai indikasi.
Rasional : Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli.
Kortikosteroid telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegah/mengatasi
emboli lemak.
Analisa pemeriksaan gas darah, Hb, kalsium, LED, lemak dan trombosit
Rasional : Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan
pertukaran gas; anemia, hipokalsemia, peningkatan LED dan kadar lipase,
lemak darah dan penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli
lemak.
D. EVALUASI
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall dalam buku
Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya
kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap oleh tulang.
Adapun penyebab fraktur ekstremitas atas yaitu Kekerasan langsung menyebabkan
patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat
fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring. Kekerasan tidak
langsungKekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah
dalam jalur hantaran vektor kekerasan.Kekerasan akibat tarikan otot Patah tulang akibat
tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan,
penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
Jenis-jenis fraktur ekstremitas atas
a. Fraktur Clavikula
b. Fraktur Scapula
c. Fraktur Pada Humerus Proksimal
d. Fraktur Batang Humerus
e. Fraktur Suparakondilus
f. Fraktur Bikondilus ( fraktur T dan Y )
g. Fraktur pemisahan pada epifisis kondilus lateral
h. Pemisahan Epifisis Kondilus Medial
i. Fraktur pemisahan seluruh epifisis distal humerus
j. Fraktur Kapitulum
k. Fraktur kaput radius
l. fraktur leher radius
m. Fraktur olecranon
n. Fraktur radius dan ulna
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall (2000), Buku saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta
Doengoes, E. Marilyn (1989), Nursing Care Plans, Second Edition, FA Davis, Philadelphia
http://knopo.wordpress.com/2009/02/10/fraktur-ekstremitas/
http://hydelup.blogspot.com/2009/01/fraktur-ekstremitas.html
http://www.scribd.com/doc/11095531/Pleno-Presentation-Tulang
Price, Sylvia (1990), Patofisiologi dan Konsep Dasar Penyakit , EGC, Jakarta