You are on page 1of 41

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kecelakaan lalu lintas sering sekali terjadi di negara kita, khususnya di kota ini.
Ratusan orang meninggal dan luka-luka tiap tahun karena peristiwa ini. Memang di
negara ini, kasus kecelakaan lalu lintas sangat tinggi. Kecelakaan lalu-lintas merupakan
pembunuh nomor tiga di Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke. Menurut data
kepolisian Republik Indonesia Tahun 2003, jumlah kecelakaan di jalan mencapai
13.399 kejadian, dengan kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka
berat, dan 8.694 mengalami luka ringan. Dengan data itu, rata-rata setiap hari, terjadi 40
kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan 30 orang meninggal dunia.
Adapun di Sulawesi Selatan, jumlah kecelakaan juga cenderung meningkat di
mana pada tahun 2001 jumlah korban mencapai 1717 orang, tahun selanjutnya 2.277
orang, 2003 sebanyak 2.672 orang. Tahun 2004, jumlah ini meningkat menjadi 3.977
orang. Tahun 2005 dari Januari sampai September, jumlah korban mencapai 3.620
orang dengan korban meninggal 903 orang.
Trauma yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah fraktur (patah
tulang). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
umumnya disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa. Fraktur dibagi atas fraktur terbuka,
yaitu jika patahan tulang itu menembus kulit sehingga berhubungan dengan udara luar,
dan fraktur tertutup,yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar. .
Secara umum, fraktur terbuka bisa diketahui dengan melihat adanya tulang yang
menusuk kulit dari dalam, biasanya disertai perdarahan. Adapun fraktur tertutup, bisa
diketahui dengan melihat bagian yang dicurigai mengalami pembengkakan, terdapat
kelainan bentuk berupa sudut yang bisa mengarah ke samping, depan, atau belakang.
Selain itu, ditemukan nyeri gerak, nyeri tekan, dan perpendekan tulang. Dalam
kenyataan sehari-hari, fraktur yang sering terjadi adalah fraktur ekstremitas dan fraktur
vertebra. Fraktur ekstremitas mencakup fraktur pada tulang lengan atas, lengan bawah,
tangan, tungkai atas, tungkai bawah, dan kaki.
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana konsep teori
dari Fraktur ekstremitas atas dan asuhan keperawatan pada klien dengan Fraktur
ekstremitas atas.

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuannya yaitu untuk mengetahui konsep teori dari Fraktur ekstremitas
atas dan asuhan keperawatan pada klien dengan Fraktur ekstremitas atas.

D. Manfaat Penulisan
Memberikan pengetahuan kepada kelompok maupun pembaca mengenai konsep
teori dari Fraktur ekstremitas atas dan asuhan keperawatan pada klien dengan Fraktur
ekstremitas atas.

E. Metode Penulisan
Menggunakan literatur-literatur baik dari buku-buku maupun internet yang
menyangkut dengan Fraktur ekstremitas atas.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang berasal dari
embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses “Osteogenesis” menjadi tulang.
Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut “Osteoblast”. Proses mengerasnya tulang
akibat penimbunan garam kalsium.
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, Tulang dapat diklasifikasikan dalam
lima kelompok berdasarkan bentuknya :
1). Tulang panjang (Femur, Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang
disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah proksimal dari
epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang
rawan yang tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan.
Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis. Tulang
rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang
memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk dari
spongi bone (cancellous atau trabecular). Pada akhir tahun-tahun remaja tulang
rawan habis, lempeng epifisis berfusi, dan tulang berhenti tumbuh. Hormon
pertumbuhan, estrogen, dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang
panjang. Estrogen, bersama dengan testosteron, merangsang fusi lempeng epifisis.
Batang suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis.
Kanalis medularis berisi sumsum tulang.
2). Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous
(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat.
3). Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat
dengan lapisan luar adalah tulang concellous.
4). Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang
pendek.
5). Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial,
misalnya patella (kap lutut).
B. Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut :
1). Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
2). Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan jaringan
lunak.
3). Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan).
4). Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis).
5). Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.

C. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall dalam buku
Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya
kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap oleh tulang.
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman, 2000). Pendapat lain menyatakan
bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih utuh
atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson, M. A, 1992).

D. Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah
dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.

E. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah
serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan
yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai
dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.
Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan
kepadatan atau kekerasan tulang.

F. Jenis-jenis fraktur ekstremitas atas


a. Fraktur Clavikula
 Cukup sering ditemukan (isolated, atau disertai trauma toraks, atau disertai
trauma pada sendi bahu ).
 Lokasi fraktur klavikula umumnya pada bagian tengah (1/3 tengah)
 Deformitas, nyeri pada lokasi taruma.
 Foto Rontgen tampak fraktur klavikula
Terapi :
 Konservatif : "Verband figure of eight" sekitar sendi bahu. Pemberian
analgetika.
 Operativ : internal fiksasi

b. Fraktur Scapula
Badan scapula mengalami fraktur akibat daya penghancur. Leher scapula dapat
mengalami fraktur akibat pukulan atau jatuh pada bahu.
Terapi; :
 Reduksi biasanya tidak dapat dilakukan dan tak perlu. Pasien memakai kain
gendong agar nyaman, dan sejak awal mempraktekkanlatihan aktif pada bahu,
siku dan jari.
 Fragmen glenoid yang besar, akibat fraktur dislokasi pada bahu harus diikiat
pada satu sekrup.

c. Fraktur Pada Humerus Proksimal


Biasanya terjadi setelah usia pertengahan dan banyak ditemukan pada wanita yang
menderita osteoporosis pada masa pasca menopause. Fraktur biasanya terjadi
setelah jatuh pada lengan yang terlentang. Jenis cedera pada orang muda mungkin
menyebabkan dislokasi bahu. Kadang-kadang terjadi fraktur dan dislokasi.
Terapi:
 Fraktur yang sedikit bergeser : cukup di istirahatkan hingga nyeri mereda
setelah itu dilakukan gerak pasif baru kemudian gerak aktif.
 Fraktur dua bagian :
a. Konservatif : velpeau verban
b. Operativ : internal fiksasi

d. Fraktur Batang Humerus


Jatuh pada tangan dapat memluntir humerus, menyebabkan fraktur spiral. Jatuh
pada siku saat lengan saat posisi abduksi dapat merusak tulang, menyebabkan
fraktur olig atau melintang. Pukulan langsung pada lengan dapat menyebabkan
fraktur melintang dan kominutif.

Terapi :

 Pada fraktur ini tidak membutuhkan imobilisasi. Kalau fraktur sangat tidak
stabil dan sulit dikendalikan, fiksasi internal lebih baik dengan plat dan
sekrup atau paku intra medulla panjang.

e. Fraktur Suparakondilus
Banyak ditemukan pada anak-anak. Fragmen distal dapat bergeser ke posterior atau
ke anterior. Pergeseran posterior akibat jatuh pada lengan yang terlentang.
Pergeseran anterior diperkirakan akibat benturan langsung.
Terapi:
 Fraktur yang brgeser ke posterior : direduksi secepat mungkin,dibawah anestesi
umum. Ini dilakukan dengan maneuver secara metodik dan berhati-hati.
 Fraktur yang bergeser ke anterior : direduksi dengan menarik lengan bawah
dengan siku pada posisi semi fleksi.

f. Fraktur Bikondilus ( fraktur T dan Y )


Diakibatkan jatuh pada pusat siku menyebabkan procecus olekranon terdorong ke
atas, membelah kondilus menjadi dua.

Terapi :
 Konservatif : slab posterior dengan siku berfleksi hamper 90 derajat, gerakan
dimulai setelah 2 minggu Fraktur tanpa pergeseran hanya membutuhkan.
 Fraktur yang cukup bergeser dilakukan reduksi terbuka dan fiksasi internal.

g. Fraktur pemisahan pada epifisis kondilus lateral


Epifisis kondilus lateral mulai mengeras selama tahun pertama kehidupan dan
berfusi dengan batang setelah 12-16 tahun. Antara usia-asia ini, bagian ini dapat
terlepas atau teravuli bila traksi terlalu kuat. Disebabkan jatuh pada tangannya
dengan siku menekan dalam varus. Gambaran klinik, siku membengkak (tapi tidak
mengalami deformitas) dan terdapat nyeri tekan pada kondilus lateral.
Terapi :
 Konservatif : Dibebat backslap dengan siku flexi 90 drajat atau dapat
dimanipulasi kedalam posisinya dengan mengekstensikan siku dan menekan
kondilus dan kemudian melakukan fiksasi pada fragmen dengan pen perkutan
(Sedikit pergeseran lengan).
 Operativ : reduksi terbuka dan fiksasi internal dengan pen atau sekrup.

h. Pemisahan Epifisis Kondilus Medial


Pemisahan epifisis kondilus medial mulai mengeras pada umur sekitar 5 tahun dan
berfusi dengan batang sekitar umur 16 tahun; antara usia ini dapat terjadi avulse
akibat jatuh pada tangan dengan pergelangan tangan dalam keadaan ekstensi.
Epifisis tertarik ke distal oleh flesor pergelangan tangan yang melekat.
Terapi :
 Konsevatif ; manipulasi dengan siku dalam valgus dan pegelangan tangan
hyperekstensi ( untuk menarik otot flesor).

i. Fraktur pemisahan seluruh epifisis distal humerus


Pasca cidera yang hebat segmen ini dapat terpisah secara utuh. Contohnya, pada
cedera waktu melahirkan.
Terapi:
 Fraktur yang brgeser ke posterior : direduksi secepat mungkin,dibawah anestesi
umum. Ini dilakukan dengan maneuver secara metodik dan berhati-hati.
 Fraktur yang bergeser ke anterior : direduksi dengan menarik lengan bawah
dengan siku pada posisi semi fleksi.

j. Fraktur Kapitulum
fraktur ini hanya terjadi pada orang dewasa. Jatuh biasanya dengan posisi siku
lurus. Setengah anterior kapitulum dan trokhlca patah dan bergeser ke proksimal.
Gambaran kliniknya; depan siku yang tampak penuh merupakan tanda yang paling
menonjol. Fleksi sangat terbatas.
Terapi :
 Konsevatif : diterapi dengan pembebatan sederhana selama 2 minggu (fraktur
yang tak bergeser).
 Operativ : untuk fraktur yang bergeser

k. Fraktur kaput radius


Fraktur kaput radius sering ditemukan pada orang dewasa. Disebabkan karena jatuh
pada tangan yang terlentang dapat memaksa siku kedalam valgus dan menekan
kaput radius pada kapitulum.

Terapi :
 Pada retakan yang tak bergeser, lengan dipertahankan dalam collar dan manset
selam 3 minggu.
 Fragmen tunggal yang besar dapat direkatkan kembalidengan kawat kirschner.
 Fraktur kominutif diterapi dengan reduksi kaput radius.

l. fraktur leher radius


Jatuh pada tangan yang terlentang dapat memaksa siku kedalam valgus dan
menekan kaput radius pada kapitulum. Pada orang dewasa kaput radius dapat retak
atau patah; pada anak-anak tulang lebih mungkin menglami fraktur pada leher
radius.
Terapi :
 Pergeseran sampai 20 derajat dengan lengan diistirahatkan dalam collar dan
manset dan latihan dimulai setelah satuminggu.
 Pergeseran lebih 20 derajat, direduksi dengan lengan ditarik kedalam estensi
dan sedikit varus.

m. Fraktur olecranon
Terjadi disebabkan karena pukulan langsung atau jatuh pda siku dan akibat dari
traksi ketika jatuh pada pada otot tangan saat otot trisep berkontraksi.

Terapi :
 Konservatif : diimobilisasi dengan gips pada posisi fleksi 60 derajat selama 2-3
minggu dan kemudian latihan dimulai ( fraktur yang tak bergeser ).
 Operativ : Fraktur direduksi dan ditahan dengan sekrup panjang atau dengan
pemasangan kawat dengan tegangan ( tension band wiring ) fraktur yang
bergeser.

n. Fraktur radius dan ulna


Daya pemluntir menimbulkan fraktur spiral dengan kedua tulang patah pada tingkat
yang berbeda. Pukulan langsung menyebabkan fraktur melintang kedua tulangpada
tingkat yang sama. Deformitas rotasi tambahan dapat ditimbulkan oleh tarikan otot-
otot yang melekat pada radius.

Terapi ;
 Konservatif : pada anak-nak reduksi tertutup biasanya behasil dan fragmen
dapat dipertahankan dalam gips yang panjang lengkap dari axial sampaike
batang metacarpal.
 Operativ ; imobilisasi fragmen dipertahankan dengan plat dan sekrup atau pen
intramedula.

G. Manifestasi Klinik dan Penatalaksanaan medik


A. Fraktur Klavikula
1. Mekanisme trauma
 Sebagian besar terjadi karena jatuh dengan tangan yang terulur.
 Dapat juga terjadi karena hantaman langsung pada bahu, seperti: terjatuh
pada posisi samping.
2. Manifestasi klinis :
 Nyeri Tekan pada lokasi fraktur
 Deformitas dengan pembengkakan lokal.

Pemeriksaan Diagnostik
 X Ray: bisaanya Foto AP bahu cukup adekuat.
 Komplikasi : jarang, fragment fraktur dapat membahayakan struktur
neurovascular subklavial.
 Terapi: Broad arm sling dan control ke klinik ortopedik 5 hari kemudian.

B. Dislokasi Sternoklavikula
1. Mekanisme trauma : bisaanya akibat jatuh atau hantaman pada daerah anterior
bahu:
 Asimetri dari inner end klavikula
 Nyeri tekan local
2. Manifestasi klinis:
 Nyeri tekan dan bengkak pada sendi sternoklavikular;
 Nyeri pada saat lengan digerakkan dan pada saat kompresi bahu ke lateral;
 Dengan cedera berat, klavikula medial bergeser relative terhadap
manubrium.
 Dispneu, disfagi, atau tersedak (pada dislokasi posterior karena kompresi
struktur mediastinal).

Pemeriksaan Diagnostik
 X ray : AP dan Oblique view sulit untuk diinterpretasi. Diagnosa biasanya
berdasarkan pemeriksaan klinis. Namun tomogram atau CT mungkin dapat
dilakukan.
 Komplikasi : jarang, dislokasi mungkin dapat membahayakan pembuluh
darah posterior dari klavikula.
 Terapi:
1. Subluksasi minor : Broad arm sling, Analgesic dan control ke klinik
ortopedi setelah 3 hari.
2. Gross Displacement : MRS dibagian Ortopedi untuk eksplorasi /
reduksi di bawah GA.
Catatan : Cedera yang mengancam nyawa, bila mengenai struktur
didekatnya terjadi pada 25% kasus dislokasi posterior.

C. Cedera Sendi akromioklavikula

 Mekanisme trauma : bisaanya karena jatuh dengan menumpu pada bahu


dengan lengan teraduksi atau jatuh pada lengan yang terulur.
 Manifestasi : penonjolan lateral end dari klavikula dan adanya nyeri lokal.

Pemeriksaan Diagnostik
 X Ray : Foto AP dari sendi AC (bagian/sisi inferior dari akromion dan
klavikula harus membentuk suatu garis lurus).
Catatan : Weight Bearing view menunjukkan hasil tambahan yang hanya
sedikit, dan hanya akan menyebabkan nyeri serta tidak akan mengubah terapi
yang diberikan.
 Terapi : Broad arm sling dan control ke klinik ortopedi setelah 5 hari.
D. Fraktur Skapula
 Mekanisme trauma : bisaanya karena trauma langsung pada dada
posterolateral.
 Manifestasi klinis : nyeri local dan pembengkakan serta adanya associated
injury.

Pemeriksaan Diagnostik
 X ray : AP bahu, dengan atau tanpa Scapular View.
 Komplikasi : Fraktur scapular bisaanya terkait dengan cedera intrathorax yang
signifikan seperti kosta, fraktur vertebral, fraktur klavikular, cedera pembuluh
darah pulmonal dan pleksus brachialis.
 Terapi :
1. Isolated Scapular Fracture : Broad arm sling dan analgesic, kontrol ke
klinik ortopedi setelah 3 hari.
2. Bersamaan dengan cedera intratoraks yang lain: MRS ke bedah umum.

E. Dislokasi bahu
Secara statistic : 96% dislokasi anterior, 3,4% posterior, 0,1% inferior (luxatio
ercto).
Dislokasi Anterior
 Mekanisme trauma : jatuh yang menyebabkan rotasi eksternal bahu.
 Manifestasi :
1. Khas : penderita bisaanya menyangga lengan yang cedera pada bagian siku
dengan menggunakan tangan sebelahnya.
2. lengan dalam posisi abduksi ringan
3. Kontur terlihat ‘squared off’
4. Nyeri yang sangat.
 X ray : AP dan axial atau Y-Scapular view akan membantu membedakan
dislokasi anterior dengan posterior.
Catatan : X ray sangat penting menurut standar medikolegal untuk
menyingkirkan fraktur lain yang terjadi sebelum dilakukannya manipulasi dan
Reduksi ( M & R). ada peningkatan bukti yang menunjukkan bahwa dislokasi
bahu yang rekuren dan atraumatis tidak membutuhkan pre-M&R X ray.
Namun, keadaan ini tidak diterima secara luas dalam kalangan ahli ortopedi.
 Komplikasi :
1. Rekuren
Catatan : Hill-Sachs lesion (fraktur kompresi aspek posterolateral dari
humeral head) dapat terlihat pada px yang sebelumnya menderita dislokasi
anterior.
2. Avulsi Tuberositas mayor (banyak terjadi pada px > 45 tahun).
3. Fraktur anterior Plenoid lip
4. Kerusakan arteri aksilaris dan pleksus brakialis.
Catatan : Harus memeriksa :
Fungsi Nervus axillaris dengan memeriksa sensasi jarum pada deltoid atau
‘regimental badge’area, Pulsasi pada pergelangan tangan, Fungsi Nervus
radialis.
 Terapi :
1. Isolated anterior dislocation : M&R (dengan bermacam-macam teknik)
dibawah conscious sedation.
2. Dislokasi anterior dengan fraktur tuberositas humerus mayor atau minor :
M&R dibawah conscious sedation.
3. dislokasi anterior dengan fraktur proksimal shaft humeral : M&R dibawah
GA, pertimbangkan ORIF.
 Manajemen lanjutan : analgesic IV, BUKAN IM (tempatkan IV plug untuk
antisipsi M&R), kemudian X ray yang diikuti M&R dibawah conscious
sedation.
 M&R : merupakan teknik traksi yang disukai untuk digunakan daripada teknik
terdahulu seperti maneuver Hippocratic/Kocher’s.
Traksi harus dilakukan pada area critical care atau intermediate care dimana
px dapat dimonitoring, dan px berada pada kondisi conscious sedation (lihat
bab Conscious sedation).
1. Teknik Cooper-Milch
a. Dibawah conscious sedation, tempatkan penderita pada posisi supine
dengan siku fleksi 90o.
b. Luruskan siku dan dengan sangat perlahan pindahkan lengan pada posisi
abduksi penuh yang ditahan pada traksi lurus dimana seorang asisten
mengaplikasikan tekanan yang lembut pada sisi medial dan inferior dari
humeral head.
c. Adduksi lengan secara bertahap.
d. Pasang collar dan cuff, kemudian lakukan X ray post reduksi.

2. Teknik Stimson’s
Metode yang memanfaatkan gaya gravitasi, yang sering dilakukan pada ED
yang sangat sibuk.
a. berikan analgesik IV dimana penderita berbaring pada posisi pronasi
dengan lengan tergantung di sebelah trolley dengan beban seberat 2,5-
5kg terikat pada lengan tersebut.
b. Perlahan setelah 5-30 menit, lakukan relokasi bahu.
c. Pasang collar dan cuff, periksa x ray post reduksi.

3. Teknik Countertraction
Bermanfaat sebagai sebuah maneuver back-up ketika cara-cara diatas gagal.
a. Dibawah conscious sedation, tempatkan px berbaring supine dan
tempatkan rolled sheet dibawah aksila dari bahu yang terkena.
b. Abduksi lengan sampai 45o dan aplikasikan sustained in line traction
sementara. Asisten memasang traksi pada arah yang berlawanan
menggunakan rolled sheet.
c. Setelah relokasi, paang collar dan cuff, periksa X ray post reduksi.
d. Penempatan : klinik ortopedik setelah 3 hari.

4. Teknik Spasso, walaupun teknik ini tidak dikenal secara luas, namun teknik
ini telah digunakan pada departemen kami, dan kami anggap bahwa metode
ini merupakan metode yang paling mudah dilakukan dengan angka
keberhasilan yang tinggi.
a. Dibawah conscious sedation, letakkan lengan yang sakit dengan dengan
dinding dada.
b. Fleksikan lengan pada bahu, dan lakukan rotasi eksternal secar simultan.
Pada kebanyakan kasus, sebelum bahu mencapai fleksi kedepan 90 o, akan
terdengar bunyi ‘clunk’, dan head humerus telah kemabali pada posisinya.
c. Adduksi lengan
d. Pasang collar & cuff dan periksa X ray post reduksi.

F. Dislokasi posterior
 Mekanisme Trauma
1. Bisaanya karena jatuh pada tangan yang terotasi ke dalam serta terjulur
atau karena hantaman pada bagian depan bahu.
2. Terkait dengan kontraksi otot saat kejang atau cedera akibat tersetrum
listrik.

 Manifestasi
1. Lengan terletak berotasi internal dan adduksi
2. Px merasakan nyeri, dan terdapat penurunan peregerakan dari bahu.
 X ray : AP (Gambar 2a) dan Y scapular view (Gambar 2b)
Catatan : sangat mudah terjadi missdiagnosa dislokasi bahu posterior pada bahu
AP. Suspek dislokasi posterior jika terdapat ‘light bulb sign’ karena rotasi
internal bahu dan terdapat overlap antara head humerus dan glenoid labrum
pada foto bahu AP.
 Komplikasi : kerusakan arteri aksilaris dan nervus brakialis.
 Terapi : prinsip sama dengan dislokasi anterior
1. Untuk isolated dislokasi posterior, coba M&R dibawah IV conscious
sedation.
2. Untuk dislokasi posterior dengan fraktur tuberositas, coba M&R dibawah
conscious sedation.
3. Untuk dislokasi posterior dengan fraktur humeral shaft, MRS untuk M&R
di bawah GA, pertimbangkan ORIF.
 Teknik :
1. Dibawah kondisi IV conscious sedation, pasang traksi pada lengan pada
posisi abduksi 90o.
2. Kadang countertraction dengan seorang asisten menggunakan rolledsheet
dibawah aksilla perlu dilakukan.
3. Secara perlahan lengan dirotasikan ke eksternal.
4. Setelah relokasi dilakukan pada kasus yang pertamakali terjadi pada
seorang dewasa muda, aplikasikan strapping bersama dengan collar dan
cuff.
5. Setelah relokasi pada lansia, aplikasikan collar & cuff dan pertimbangkan
early mobilization.
 Disposisi : Klinik ortopedi setelah 3 hari.

G. Dislokasi Inferior

 Mekanisme trauma : bisaanya karena jatuh dengan lengan berada pada posisi
abduksi.
 Manifestasi klinis :
1. Abduksi lengan atas dengan posisi ‘hand over head’
2. Hilangnya kontur bulat dari bahu.
 X ray : foto AP cukup untuk mendiagnosa.
 Komplikasi : kerusakan arteri aksilaris dan nervus brakialis.
 Terapi : prinsipnya sama dengan dislokasi yang lain:
1. Untuk dislokasi dengan atau tanpa fraktur tuberosita, coba M&R dibawah
IV conscious sedation.
2. Untuk dislokasi dengan fraktur humeral neck, coba M&R dibawah GA, KIV
ORIF>
 Teknik :
1. Dibawah kondisi IV conscious sedation, aplikasi traksi yang steady pada
lengan yang dibduksi.
2. kadang diperlukan counter traction dengan seorang asisten menggunakan
rolled sheet yang ditempatkan pada akromion.
3. Setelah relokasi, pasang collar & cuff.
 Disposisi : kontrol ke poli ortopedi setelah 3 hari.

H. Fraktur Humeral Proksimal


Fraktur ini mungkin melibatkan struktur anatomi neck humeral juga tuberositas atau
dengan kombinasi yang bermacam-macam.

 Mekanisme trauma : jatuh pada satu sisi, pukulan langsung pada area tersebut,
atau jatuh dengan tangan yang terulur.
 Manifestasi klinis:
1. Nyeri tekan, pembengkakan pada proksimal humerus.
2. Lebih lanjut, akan terdapat memar yang besar yang menuju pada bagian
bawah lengan karena gravitasi.
 X ray : foto AP dan lateral humerus
 Komplikasi :
1. Adhesive capsulitis (frozen shoulder)
2. Cedera struktur neurovascular
3. Nekrosis avascular humeral head.
 Terapi : pasang collar & cuff
 Disposisi :
1. Fraktur displaced tuberositas mayor yang berat mungkin membutuhkan
MRS untuk ORIF dengan GA.
2. Fraktur displaced yang ringan dapat KRS, kemudian control ke klinik
ortopedik dalam 3 hari.

I. Fraktur Shaft Humeral


 Mekanisme trauma: bisaanya karena indirect force, seperti jatuh pada saat
tangan terulur, atau hantaman langsung pada area tersebut.
 Manifestasi :
1. Nyeri tekan local dan pembengkakan
2. Mungkin dapat timbul deformitas.
 X ray : Foto AP dan lateral humerus
 Komplikasi : Palsy nervus radialis (drop wrist) dan vascular compromise.
 Terapi :
1. untuk fraktur angulasi minimal, pasang U slab, lebih mudah dilakukan pada
saat px duduk pada trolley daripada pada saat px berbaring terlentang,
kemudian diikuti dengan collar& cuff, serta control ke klinik ortopedi
setelah 3 hari.
2. Untuk fraktur displaced yang parah, lakukan M & R dibawah IV conscious
sedation, pasang U salb dan Collar & cuff, kemudian rujuk ke klinik
ortopedi setelah 3 hari.
3. Untuk kasus dengan komplikasi kerusakan neurovascular, MRS dibagian
ortopedi.

J. Fraktur Shaft Humerus Supracondylar


 Mekanisme trauma : jatuh dengan tangan terulur, bisaanya pada anak
kecil.
 Manifestasi klinis :
1. Nyeri tekan dan bengkak pada distal humerus dan siku.
2. Deformitas mungkin terjadi
3. Bentukan segitiga yang disusun oleh olekranon, epikondilus lateral dan
medial.
 X ray : AP dan lateral siku (waspada terhadap adanya fraktur kondilus
lateralis, sarankan ORIF). Cari tanda ‘fat pad’ (gambar 3).
 Komplikasi :
1. Kerusakan arteri brakialis
a. Cek pulsasi radialis dan capillary refill.
b. Cari adanya kepucatan dan dingin pada ekstremitas, nyeri, parestasi atau
paralysis pada lengan bawah.
2. Cek jari dan ibu jari untuk mencari deficit neurologist terkait dengan
kerusakan Nervus radialis, ulnaris atau medianus.
Catatan : Dokumentasikan hasil pemeriksaan tersebut
 Terapi :
1. Jika terdapat displacement minimal (<10-15o) pasang long arm back slab
dan control ke klinik ortopedi setelah 1-2 hari. Berikan KIE yang jelas
mengenai ancaman Compartment syndrome (gejala dan tandanya).
2. Jika terdapat pembengkakan pada daerah siku dengan minimal angulated
fracture. Pertimbangkan meng-MRS-kan px untuk observasi sirkulasi.
3. Jika displacement > 15o, pasang long arm backslab dan rencanakan M&R.

K. Fraktur Epicondilus Medialis Humerus


 Mekanisme trauma :
1. dapat terjadi avulse oleh ligamentum collateral ulnaris ketika siku
dipaksakan untuk berposisi abduksi.
2. Avulsi karena kontraksi otot fleksor lengan bawah secara mendadak.
3. trauma langsung.

 manifestasi klinis : pembengkakan dan nyeri tekan local.


 X ray : AP dan lateral siku
 Komplikasi : disposisi/terapi cedera nervus ulnaris.
1. jika minimal atau tidak ada displacement, pasang long arm back slab dan
control ke poli ortopedi setelah 3 hari.
2. Jika fraktur disertai displaced yang lebih parah, pertimbangkan M&R
dibawah GA, KIV ORIF.

L. Fraktur Condilus Lateralis Humerus


Catatan : sering terlewatkan karena dikaburkan dengan fraktur suprakondiler.
 Mekanisme trauma : cedera adduksi pada siku
 Manifestasi : nyeri tekan dan pembengkakan local
 X ray : AP dan lateral siku
 Komplikasi : tidak ada komplikasi akut, komplikasi yang terlambat, a.l:
1. mal-union dan non-union menyebabkan posisi cubitus valgus dan tardy
ulnar nerve palsy.
2. Kekakuan siku terutama pada dewasa.
 Terapi :
1. Fraktur undisplaced atau minimal displaced, pasang long arm backslab :
control ke klinik ortopedi setelah 3 hari.
2. jika fraktur displaced > 2mm atau terotasi, MRS pada bagian ortopedi untuk
M7R di bawah GA, ORIF.

M. Dislokasi Siku
 Mekanisme trauma : karena pada posisi tangan terulur, yang paling sering
ditemukan adalah dislokasi posterolateral.
 Manifestasi :
1. Deformitas siku dengan nyeri tekan dan bengkak
2. Bentukan segitiga antara olekranon, epicondilus lateral dan medial
mengalami kerusakan.
 X ray : AP dan lateral siku.
 Komplikasi : cedera arteri brakialis, nervus ulnaris atau medianus
 Terapi : M & R di bawah IV conscious sedation
1. Dengan posisi px supine, paang traksi pada garis lengan
2. Fleksi ringan siku mungkin dipelukan selama mempertahankan traksi.
3. setelah relokasi, pasang long arm back slab
4. Jika tidak ada bukti kerusakan neurovascular, control ke klinik ortpedi
setelah 3 hari.
5. jika terdapat kerusakan neurovascular walaupun sangat ringan, MRS di
bagian ortopedi untuk observasi.
6. pastikan bahwa sendi telah tereduksi, X ray kadang bisa menipu.

N. Pulled Elbow (Subluksasi Radial head)


 Mekanisme trauma : bisaanya terjadi pada anak usia 9 bulan-6 tahun,
karena tarikan yang kuat pada tangan yang terulur, yakni adanya tenaga yang
menarik dengan kuat pada ligament annular di radial head.
 Manifestasi :
1. Lengan tergantung lemah
2. Anak mengeluh nyeri pada lengan dan tidak mau menggerakkannya.
3. Nyeri tekan local pada bagian proksimal lengan bawah.
4. Nyeri yang ditimbulkan sat memfleksikan siku atau men-supinasikan lengan
bawah.
5. tidak ada pembengkakan dan deformitas
 X ray : pada situasi klasik tidak dibutuhkan, namun bila terdapat riwayat
jatuh atau adanya hantaman langsung pada lengan bawah pada posisi foto AP
dan lateral siku.
 Terapi : manipulasi tanpa anestesi dapat dilakukan.
1. Pegang tangan dari lengan yang cedera dengan posisi berjabat tangan
sementara tangan pemeriksa yang lain memegang belakang siku dengan ibu
jari terletak pada head radius.
2. Secara lembut dan perlahan, dorong lengan bawah ke dalam siku, dan paksa
untuk mensupinasikan lengan atau secara cepat ganti ke posisi pronasi dan
supinasi sampai mendengar atau merasakjan bunyi ‘pop’. Tidak diperlukan
sling karena anak akan mulai menggunakannya secara normal dalam 5-10
menit.
3. jika maneuver tersebut tidak berhasil, lengan harus diistirahatkan pada
sebuah sling, dan reduksi spontan bisaanya terjadi dalam waktu 48 jam.
4. Tidak dibutuhkan control ke klinik ortopedi. KIE pada keluarga bahwa
mereka jangan mengangkat anak mereka secara langsung dengan menarik
lengannya.

O. Fraktur Olekranon
 Mekanisme trauma : bisaanya karena jatuh pada siku, juga karena
kontraksi yang kuat pada otot trisep.
 Manifestasi klinis : nyeri tekan local dan bengkak/bruising (memar) di
daerah olekranon.
 X ray : AP dan lateral siku.
 Terapi :
1. Jika tidak terdapat displacement dari fraktur, atau ada tapi minimal, pasang
long arm back slab dan control ke klinik ortopedi setelah 5 hari.
2. Jika fraktur displaced, pasang long arm back slab dan MRS untuk M&R
dibawah GA, KIV ORIF

P. Fraktur Radial Head/Neck


 Mekanisme trauma : karena jatuh dengan tangan terulur atau hantaman
langsung pada lengan bawah.
 Manifestasi klinis : nyeri local dan nyeri tekan, dengan pembengkakan
pada siku lateral.
 X ray : AP dan Lateral siku
Catatan : Occult fracture dari radial neck/head mungkin hanya menunjukkan
‘positive posterior fat pad sign’ pada foto lateral (Gambar 3), selalu carilah
tanda ini
 Terapi :
1. Jika fraktur undisplaced, pasang long arm backslab dan control ke klinik
ortopedi setelah 5 hari.
2. Jika fraktur displaced, pasang long arm back slab dan MRS ke bagian
ortopedi untuk M & R dibawah GA, KIV ORIF.

Q. Fraktur Lengan Bawah


 Mekanisme trauma : bisaanya karena trauma langsung, namun juga
karena jatuh dengan tangan terulur.
 Manifestasi klinis : Nyeri tekan dan pembengkakan lengan bawah, dengan
deformitas jika fraktur displaced.
 X ray : AP dan lateral view lengan bawah
Catatan : Pastikan bahwa film menampakkan siku dan peregelangan tangan
sehingga fraktur monteggia atau Galeazzi dapat dieksklusi. Jangan pernah
memebrikan terapi pada single fore arm bone fracture sampai anda telah
menyingkirkan fraktur-dislokasi yang tersebut di atas.
1. Fraktur-dislokasi Monteggia adalah fraktur pada ulna disertai dengan
dislokasi radial head.
Catatan : banyak gugatan hukum diajukan karena missed dx bowed ulna
(green stick)!
2. fraktur-dislokasi Galeazzi adalah fraktur radius dengan dislokasi pada
inferior radio-ulnar joint.
 Komplikasi : cedera vascular atau compartment syndrome.
 Terapi :
1. untuk fraktur dengan minimal atau tidak ada displacement, pasang ong arm
back slab dan rujuk ke klinik ortopedi setelah 3 hari.
2. Untuk fraktur displaced, lakukan M&R di bawah Bier Block.

R. Fraktur Colles
 Mekanisme trauma : bisaanya karena jatuh dengan tangan terulur.
 Manifestasi klinis : khas : Deformitas bentuk ‘dinner fork’ dengan nyeri
tekan local.
 X ray : lateral (gambar 4a) dan AP (gambar 4b) pergelangan tangan.
 Komplikasi : malunion : delayed rupture dari M. Extensor pollicis longus;
kompresi nervus medianus; sudeck’s atrophy.
 Terapi reduksi :
1. pasang longitudinal traction untuk ‘disimpact’ fracture.
2. Kemudian pasang flexion and ulnar deviation force pada fragmen
menggunakan jari atau ibu jari.
3. Setelah reduksi pasang short arm backslab dengan posisi lengan bawah
pronasi, ulnar deviasi dan fleksi ringan pada pergelangan tangan.
4. Jika X ray ulang menunjukkan reduksi yang memuaskan, pasang sling
dansarankan px untuk mobilisasi bahu, siku dan jari.
 Disposisi:
1. jika reduksi memuaskan : control ke klinik ortopedi dalam 2 hari.
2. Jika fraktur terbuka atau intraartikular, MRS ke bagian ortopedi untuk M&R
dibawah GA atau ORIF.

S. Fraktur Smith’s (Reverse Colle’s)


 Mekanisme trauma : bisaanya karena jatuh pada punggung tangan, dan
fragmen distal miring ke depan.
 Manifestasi klinis : nyeri tekan local, bengkak dan deformitas.
 X ray : AP (gambar 5a) dan lateral (gambar 5b) dari pergelangan tangan.
 Terapi :
1. Reduksi di bawah Bier’s block, jika fraktur tertutup dan bukan
intraartikular.
2. Membutuhkan monitoring tanda vital dan EKG
 Teknik reduksi :
1. traksi dengan lengan pada posisi supinasi sampai dis-impaksi tercapai.
2. Aplikasikan tekanan ke arah dorsal dari fragmen.
3. Pasang short arm volav slab dengan lengan bawah pada supinasi penuh,
pergelangan tangan pada posisi dorsiflexion dan siku dalam posisi
ekstensi, kemudian pasang long arm backslab dengan siku fleksi 90o.
 Disposisi :
1. Jika reduksi memuaskan control ke klinik ortopedi setelah 2 haru.
2. Jika fraktur terbuka atau intraartikular, MRS ke bagian ortopedi untuk M
& R dibawah GA atau ORIF.

T. Fraktur Barton’s
Merupakan bentuk fraktur Smith dimana hanya bagian anterior radius yang terlibat.
 Mekanisme trauma : karena jatuh pada saat tangan terulur.
 Manifestasi klinis: nyeri tekan local, pembengkakan dan deformitas.
 X ray : foto AP dan lateral pergelangan tangan.
 Terapi : pasang short arm volar slab dan MRS pada bagian ortopedi untuk
ORIF.

U. Fraktur Scaphoid (Carpal Navicular)


 Mekanisme trauma :
1. bisaanya karena jatuh pada posisi tangan terulur
2. kadang karena ‘kickback’ ketika menggunakan ‘starting handle’, pompa
atau kompresor.
 Manifestasi klinis
1. Nyeri pada tepi radial pergelangan tangan
2. nyeri tekan pada anatomical snuffbox dan aspek ventral serta dorsal dari
scapoid.
 X ray : AP dan lateral view dari pergelangan tangan (gambar 7b), juga
Scaphoid view (gambar 7a).
Catatan : Scaphoid view harus dilakukan pada semua px dengan nyeri tekan
pada ‘snuffbox’ area.
 Komplikasi : nekrosis avaskular nekrosis/ non-union/osteoarthritis/suddeck’s
atrophy.
 Terapi :
1. pada kasus fraktur scaphoid definitive : pasang scaphoid spica splint dan
control pada klinik ortopedi setelah 5 hari.
2. Pada kasus dengan kecurigaan fraktur scapoid namun tidak ada gambaran
fraktur pada X ray, maka paang scaphoid spica splint dan control pada klinik
ortopedi setelah 10-14 hari.

V. Dislokasi Lunate
 Mekanisme trauma : bisaanya karena jatuh dengan tangan yang terulur.
 Manifestasi klinis : nyeri tekan local dan bengkak
 X ray : AP dan lateral pergelangan tangan (gambar 8)
 Komplikasi : palsy nervus medianus/avaskularnekrosis/sudeck’s atrophy.
 Terapi :
1. Reduksi dibawah Bier’s Block
2. Monitor tanda vital dan EKG.
 Teknik Reduksi
1. Pasang traksi untuk mensupinasi pergelangan tangan
2. Luruskan pergelangan tangan, pertahankan tarikan tersebut.
3. Aplikasikan tekanan dengan ibu jari pada lunate.
4. Fleksikan pergelangan tangan secepatnya ketika anda merasakan lunate
masuk ke dalam tempatnya.
5. Pasang short arm back slab pada posisi pergelangan tangan agak fleksi.
 Disposisi
1. bila reduksi berhasil, control ke klinik ortopedi setelah 2 hari.
2. Jika percobaan reduksi tidak berhasil, pasang backslab dan MRS untuk ORI
3.
W. Dislokasi Perilunate
 Mekanisme trauma : karena jatuh saat tangan terulur atau hantaman
langsung pada tangan.
 Manifestasi klinis : nyeri tekan local, bengkak, dan deformitas.
 X ray : AP dan oblique view dari metacarpal.
 Terapi :
1. Jika fraktur undisplaced, pasang short arm backslab dan control ke klinik
ortopedi dalam 2-3 hari.
2. Jika fraktur displaced, coba reduksi di bawah Bier’s block, diikuti dengan
aplikasi backslab. Control ke klinik ortopedi dalam 2-3 hari.
3. Jika fraktur melibatkan metacarpal neck, splint harus diluruskan diluar PIPJ
dengan MCJP pada saat fleksi 90o. control ke klinik ortopedi dalam 2-3 hari.

X. Fraktur Rennett’s
Merupakan fraktur metacarpal ibu jari, dimana ada fragmen medial kecil dari tulang
yang miring, namun tetap terhubung dengan ‘trapezium’.
 X ray : AP dan Lateral view dari metacarpal ibu jari.
Catatan : garis vertical fraktur melibatkan trapezo-metacarpal joint dan terdapat
subluksasi proksimal dan lateral dari metacarpal ibu jari.
 Terapi : pasang scaphoid thumb spica backslab dan MRs pada bagian hand
surgey untuk ORIF.

Y. Fraktur Phalang proksimal dan tengah dari jari


 Jika fraktur displaced, lakukan M&R dengan Entonox atau digital block.
 Kemudian pasang alumunium splint, dari bagian pergelangan tangan sampai ke
ujung jari, dengan MCJP pada posisi fleksi 90o dan IPJ diluruskan.
 Jika fraktur undisplaced, pasang alumunium splint tanpa M&R.
Z. Fraktur Phalang terminalis
 Terapi cedera jaringan lunak harus diutamakan.
 Fraktur tertutup : tidak butuh M&R; pasang short alumunium splintpada bagian
posterior jari.
 Fraktur terbuka (hanya pada bagian terminal tuft) :
1. Irigasi dengan saline minaml 500ml.
2. berikan IV Cefazolin 1 g dalam 1 jam sejak kedatangan px, sebelum
dilakukannya X ray.
3. pasang short alumunium splint pada bagian posterior, control ke klinik Hand
surgery dalam 3 hari.
 Fraktur terbuka (shaft atau basis) : berikan antibiotik IV seperti diatas,
pasang kassa atau alumunium splint dan MRS ke bagian Hand surgery untuk
ORIF.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
a. Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.
register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
 Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
 Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
 Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
 Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
 Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien.
Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya
bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.
Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa
diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang
menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung.
Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker
tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D,
1995).
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
 Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan
pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang
dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol
yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan
olahraga atau tidak.(Ignatavicius, Donna D,1995).

 Pola Nutrisi dan Metabolisme


Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya
untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola
nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak
adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.
 Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi,
tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna
serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola
eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah.
Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. Pola Tidur
dan Istirahat. Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan
gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur
klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur,
suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta
penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E, 2002).
 Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk
aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk
pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang
lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
 Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.
Karena klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D,
1995).
 Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya
yang salah (gangguan body image) (Ignatavicius, Donna D, 1995).
 Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu
juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga,
timbul rasa nyeri akibat fraktur (Ignatavicius, Donna D, 1995).
 Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan
hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan
gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji
status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
 Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.
Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
 Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa
disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.
b. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
a) Gambaran Umum
Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
(a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien.
(b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat
dan pada kasus fraktur biasanya akut.
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
 Sistem Integumen, Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
 Kepala, Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
 Leher, Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan
ada.
 Muka, Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
 Mata, Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak
terjadi perdarahan)
 Telinga, Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
 Hidung, Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
 Mulut dan Faring, Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
 Thoraks, Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
 Paru
 Jantung
 Abdomen
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler  5 P yaitu Pain, Palor,
Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal
adalah:
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti
bekas operasi).
(b) Cape au lait spot (birth mark).
(c) Fistulae.
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
(e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang
tidak biasa (abnormal).
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai
dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan
pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa
maupun klien. Yang perlu dicatat adalah:
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
Capillary refill time  Normal 3 – 5 “
(b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau
oedema terutama disekitar persendian.
(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan
ukurannya.
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada
pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi
keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran
derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau
dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan
gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif
dan pasif. (Reksoprodjo, Soelarto, 1995)

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah sebagai
berikut:
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
b. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera
vaskuler, edema, pembentukan trombus)
c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan
membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
d. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif,
kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada
(Doengoes, 2000)

C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas.
Tujuan: Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur, istirahat dengan
tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik
sesuai indikasi untuk situasi individual.
Intervensi Keperawatan:
 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, bebat dan
atau traksi.
Rasional : Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi.
 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena.
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema/nyeri.
 Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.
Rasional : Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi
vaskuler.
 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan
posisi)
Rasional : Meningkatkan sirkulasi umum, menurunakan area tekanan lokal dan
kelelahan otot.
 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam, imajinasi
visual, aktivitas dipersional)
Rasional : Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan kontrol
terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama.

2. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera vaskuler,
edema, pembentukan trombus)
Tujuan: Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria akral
hangat, tidak pucat dan syanosis, bisa bergerak secara aktif
Intervensi Keperawatan
 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jari/sendi
distal cedera
Rasional : Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi.
 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebat/spalk yang terlalu ketat.
Rasional : Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian
keketatan bebat/spalk.
 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen.
Rasional : Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada
adanya keadaan hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi.

3. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran
alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
Tujuan : Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan kriteria
klien tidak sesak nafas, tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
Intervensi Keperawatan
 Instruksikan/bantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif.
Rasional : Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi.
 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin, heparin) dan kortikosteroid
sesuai indikasi.
Rasional : Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli.
Kortikosteroid telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegah/mengatasi
emboli lemak.
 Analisa pemeriksaan gas darah, Hb, kalsium, LED, lemak dan trombosit
Rasional : Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan
pertukaran gas; anemia, hipokalsemia, peningkatan LED dan kadar lipase,
lemak darah dan penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli
lemak.

4. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi


restriktif (imobilisasi)
Tujuan : Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional
meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian
tubuh menunjukkan tekhnik yang memampukan melakukan aktivitas.
Intervensi Keperawatan
 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran, kunjungan
teman/keluarga) sesuai keadaan klien.
Rasional : Memfokuskan perhatian, meningkatakan rasa kontrol diri/harga diri,
membantu menurunkan isolasi sosial.
 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal, mempertahankan
tonus otot, mempertahakan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan
mencegah reabsorbsi kalsium karena imobilisasi.
 Berikan papan penyangga kaki, gulungan trokanter/tangan sesuai indikasi.
Rasional : Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

5. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma


jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang
Tujuan : Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen
atau eritema dan demam.
Intervensi keperawatan
 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protocol
Rasional : Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka.
 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap, LED, Kultur
dan sensitivitas luka/serum/tulang).
Rasional : Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi, anemia dan
peningkatan LED dapat terjadi pada osteomielitis. Kultur untuk
mengidentifikasi organisme penyebab infeksi.
 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka.
Rasional : Mengevaluasi perkembangan masalah klien.

D. EVALUASI
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall dalam buku
Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya
kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap oleh tulang.
Adapun penyebab fraktur ekstremitas atas yaitu Kekerasan langsung menyebabkan
patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat
fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring. Kekerasan tidak
langsungKekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah
dalam jalur hantaran vektor kekerasan.Kekerasan akibat tarikan otot Patah tulang akibat
tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan,
penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
Jenis-jenis fraktur ekstremitas atas
a. Fraktur Clavikula
b. Fraktur Scapula
c. Fraktur Pada Humerus Proksimal
d. Fraktur Batang Humerus
e. Fraktur Suparakondilus
f. Fraktur Bikondilus ( fraktur T dan Y )
g. Fraktur pemisahan pada epifisis kondilus lateral
h. Pemisahan Epifisis Kondilus Medial
i. Fraktur pemisahan seluruh epifisis distal humerus
j. Fraktur Kapitulum
k. Fraktur kaput radius
l. fraktur leher radius
m. Fraktur olecranon
n. Fraktur radius dan ulna
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall (2000), Buku saku Diagnosa Keperawatan,  Edisi 8, EGC, Jakarta

Doengoes, E. Marilyn (1989), Nursing Care Plans, Second Edition, FA Davis, Philadelphia

http://knopo.wordpress.com/2009/02/10/fraktur-ekstremitas/

http://hydelup.blogspot.com/2009/01/fraktur-ekstremitas.html

http://www.scribd.com/doc/11095531/Pleno-Presentation-Tulang

Price, Sylvia (1990), Patofisiologi dan Konsep Dasar Penyakit , EGC, Jakarta

You might also like