You are on page 1of 112

EVALUASI SISTEM MANAJEMEN

Makalah

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pemeriksaan Manajemen

Oleh:
Aldieta Ciara Mahardhika (0607861)
Febrian Dwi Andhana (0607865)
Muh. Irfan Ardiansyah (0607776)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2009
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
berkat dan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Dan tak lupa shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada junjungan
kita Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya, dan
umatnya hingga akhir zaman.
Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Pemeriksaan
Manajemen. Makalah ini membahas mengenai evaluasi terhadap sistem
manajemen, perencanaan perusahaan, sistem pengendalian, komunikasi, dan
sistem informasi serta pelaporan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan ataupun kesalahan, maka dari itu penulis memohon
maaf atas kekurangan dan kesalahan tersebut, dan penulis juga memohon kritik
dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun.

Bandung, November
2009

Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar/ i
Daftar Isi /ii
Daftar Bagan /iii
BAB I PENDAHULUAN / 1
1.1 Latar Belakang Masalah / 1
1.2 Rumusan Masalah / 2
1.3 Tujuan Penulisan / 2
1.4 Kegunaan Penulisan / 3
BAB II PEMBAHASAN/ 4
2.1 Pengertian Perencanaan / 4
2.2 Pentingnya Perencanaan / 5
2.3 Manfaat Perencanaan / 6
2.4 Penyebab Kegagalan Perencanaan / 7
2.5 Sepuluh Ukuran Nilai Perencanaan / 8
2.6 Hirarki dan Unsur Rencana Perusahaan / 15
2.6.1 Rencana Strategis / 17
2.6.2 Rencana-rencana Sekali Pakai / 19
2.6.3 Rencana-rencana Tetap / 21
2.7 Unsur-unsur Yang Mendukung Terciptanya Perencanaan Yang Sehat / 23
2.8 Pedoman Perencanaan yang Efektif / 29
BAB III SIMPULAN / 31
DAFTAR PUSTAKA / 33
DAFTAR BAGAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap perusahaan ataupun bentuk organisasi lainnya tentu tak akan luput
dari manajemen, artinya perusahaan atau organisasi itu untuk mencapai tujuannya
mau tidak mau harus menerapkan manajemen dalam kegiatannya. Tujuan
manajemen adalah menciptakan pengarahan dan koordinasi serta menyiapkan
pedoman guna mencapai perkembangan atau kemajuan ekonomis. Kualitas
manajemen dapat dikatakan merupakan penentu dari kemampuan perusahaan
dalam mencapai tujuannya. Manajemen menggerakkan semua aspek dan unit
yang ada dilaksanakan secara menyeluruh dalam suatu organisasi sesuai
kebutuhan organisasi itu sendiri.
Untuk mendapatkan gambaran umum suatu perusahaan acapkali seorang
pemeriksa merasa perlu untuk melakukan evaluasi atas sistem manajemennya. Hal
ini disebabkan karena, seperti yang telah dinyatakan di atas, efektivitas sistem
manajemen merupakan penentu dari kemampuan perusahaan. Dan kemampuan
perusahaan secara langsung juga berarti menunjukkan kualitas pemimpinnya
kendatipun sebenarnya masih ada faktor lain yang juga mempengaruhinya.
Mempertimbangkan bahwa peran perencanaan dalam mencapai tujuan
suatu organisasi cukup penting, maka bagi pemeriksa operasional evaluasi atas
sistem perencanaan perusahaan yang diperiksanya menjadi hal yang penting pula.
Bilamana pemeriksa ingin mengetahui secara keseluruhan apakah perusahaan
yang bersangkutan mempunyai tata kerja yang baik tentunya ia tak akan dapat
mengesampingkan evaluasi atas perencanaan.
Manajemen dapat diibaratkan sebagai seorang sais yang sedang
mengendalikan kuda.Sais mengusahakan agar arah lari kuda sesuai dengan arah
yang diinginkan, dan manajemen mengusahakan agar arah kegiatan perusahaan
sesuai dengan arah yang diinginkannya, dan manajemen mengusahakan agar arah
kegiatan perusahaan sesuai dengan arah yang diinginkannya. Jadi dapat dikatakan
bahwa pengendalian merupakan upaya untuk mengusahakan agar apa yang tengah
terjadi berjalan selaras dengan yang diharapkan atau ditentukan. Pengendalian
merupakan suatu fungsi yang tak dapat dikesampingkan dalam setiap kegiatan
manajemen. Manajemen tanpa pengendalian tidak dapat dikatakan manajemen
yang sehat. Evaluasi system pengendalian manajemen ini amat penting artinya
dalam pemeriksaan operasional karena acapkali hasilnya dijadikan pedoman
untuk mengindentifikasikan kelemahan operasional.
Pemeriksa juga harus tanggap terhadap masalah yang berkaitan dengan
komunikasi. Komunikasi yang efektif akan membuka keberhasilan tercapainya
misi organisasi. Dan pemeriksa, sebagai orang yang ditunjuk untuk ikut
mendorong tercapainya keberhasilan itu, harus memberikan penilaian secara
khusus mengenai komunikasi ini untuk menghindarkan terjadinya hal-hal yang
dapat menghambat.
Membicarakan komunikasi tak dapat dilepaskan dari masalah informasi.
Informasi adalah apa yang dapat dikomunikasikan. Yang bergerak dalam arus
komunikasi adalah informasi. Dalam pengertian umum, evaluasi sistem informasi
dan pelaporan tak ada gerak dari atas ke bawah, karena yang dimaksud dengan
pengertian sistem informasi itu sendiri merupakan sistem yang dapat memenuhi
kebutuhan informasi bagi atasan mengenai kegiatan yang ada, bukan bagi
bawahan mengenai kegiatan atasan. Dan lagi, karena ada predikat sistem “sistem”
yang melekat pada dirinya, maka sistem informasi dan pelaporan cenderung
memiliki pengertian formal.

1.2 Rumusan masalah


Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah
sebagai berikut.
1. Bagaimana mengevaluasi sistem manajemen.
2. Bagaimana mengevaluasi perencanaan perusahaan.
3. Bagaimana mengevaluasi sistem pengendalian.
4. Bagaimana mengevaluasi komunikasi.
5. Bagaimana mengevaluasi sistem informasi dan pelaporan.

1.1 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana mengevaluasi sistem manajemen.
2. Untuk mengetahui bagaimana mengevaluasi perencanaan perusahaan.
3. Untuk mengetahui bagaimana mengevaluasi sistem pengendalian.
4. Untuk mengetahui bagaimana mengevaluasi komunikasi.
5. Untuk mengetahui bagaimana mengevaluasi sistem informasi dan
pelaporan.

1.4 Manfaat Penulisan


Penulis sangat berharap hasil dari penulisan makalah ini dapat berguna
bagi pihak-pihak yang berkepentingan, antara lain:
a. Bagi penulis
Menambah pengetahuan dan wawasan seraya memperjelas ilmu-ilmu
yang telah didapat dari perkuliahan.
b. Bagi pihak lain
Dapat digunakan sebagai salah satu bahan referensi atau penelitian
bagi mereka yang akan mendalami tema ini.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Mengevaluasi Sistem Manajemen

2.1.1 Atribut Manajemen yang Efektif


Untuk menetapkan apakah suatu tindakan adalah baik atau buruk
diperlukan tolok ukur tertentu. Demikian pula untuk menilai efektivitas
manajemen. Berikut adalah urutan unsur-unsur yang umumnya dipergunakan
sebagai petunjuk terciptanya manajemen yang efektif:

Sumber daya
Tenaga kerja
Organisasi
Objektivitas
Informasi
Sistem
Ukuran-ukuran
Pengendalian

➢ Sumber Daya
Sumber daya terdiri dari manusia, bahan baku, peralatan, dan
fasilitas, dan dana. Organisasi dengan manajemen yang sehat akan selalu
memelihara keseimbangan komposisi sumber daya. Bahan baku, peralatan,
dan fasilitas, serta pembelanjaan harus seimbang dengan sumber daya
manusiawi untuk mencapai tujuan atau hasil dengan pengorbanan yang
minimal.
➢ Tenaga Kerja
Tenaga kerja pada organisasi yang baik akan selalu dipilih dengan
seksama, bersih dari pertimbangan-pertimbangan yang dapat merusak
objektivitas. Tenaga kerja dalam organisasi yang sehat juga akan selalu
ditingkatkan kemampuannya, terlatih baik, ditempatkan sesuai dengan
bidang keahliannya, dan dipekerjakan secara efisien dengan disertai
pertanggungjawaban yang jelas dan kewenangan yang pasti.
➢ Organisasi
Bagan organisasi yang sehat akan selalu sederhana dan tidak
mengaburkan pembacanya. Pada bagan organisasi seperti ini akan
terlihat jelas kepada siapa seorang pejabat akan bertanggung jawab dan
siapa bawahannya. Setiap tugas dan pekerjaan yang ada dapat
ditelusuri dan ditemukan siapa yang bertanggung jawab atasnya. Dan
juga antara satu tugas dengan tugas lainnya akan dapat diketahui
hubungannya sehingga proses pekerjaan yang tercipta dan hubungan-
hubungan itu juga dapat diketahui dengan mudah.
➢ Objektivitas
Untuk menyusun kebijaksanaan ataupun peraturan, suatu organisasi
yang sehat akan selalu memiliki dasar yang layak dan realistis serta
bersifat mendorong pertumbuhan. Dengan adanya dasar ini setiap
kegiatan manajemen dengan sendirinya akan ikut terpengaruh untuk
bergerak ke arah yang lebih maju dengan tetap memperhatikan segala
kekurangan ataupun kelebihan yang ada.
➢ Informasi
Informasi yang dihasilkan oleh sistem manajemen yang baik akan
selalu memiliki kualitas prima, menarik, dan dapat dimanfaatkan oleh
berbagai pihak. Informasi demikian juga akan selalu tersedia bagi
setiap orang dengan pengorbanan yang sepadan dengan manfaat yang
diterima dari laporan tersebut.
➢ Sistem
Kebijaksanaan yang diterapkan dalam suatu sistem manajemen yang
sehat tentu akan tersirat dalam suatu rumusan tertulis, dilaksanakan
secara luas oleh aparat yang terlibat di dalamnya, dan selalu mutakhir
selaras dengan kebutuhan. Dengan adanya rumusan demikian akan
dapat menjamin keseragaman dalam tindakan, dan dapat mencegah
ketidakjelasan dalam melaksanakan tugas.
➢ Ukuran-ukuran
Setiap kegiatan, prestasi, atau tindakan pekerjaan dalam suatu
organisasi yang sehat mesti diiringi engan ukuran-ukuran prestasi
kerja, sehingga kemampuan karyawan, kesesuaian dengan prosedur
berjalan, dan ketaatan pada peraturan masing-masing unit atau individu
dapat segera dilacak.
➢ Pengendalian
Pengendalian harus dilaksanakan pada setiap aspek dan unit organisasi.
Pengendalian harus didasarkan pada kebijakan jangka pendek ataupun
jangka panjang yang sudah menjadi kesepakatan bersama untuk ditaati.
Tentu saja urutan unsur petunjuk di atas amat sederhana, karena
memang sebenarnya unsur-unsur tersebut masih memiliki dimensi
yang lebih luas lagi.

2.1.2 Ukuran-ukuran Kualitas Manajer


Manajemen tak akan terlepas dari manusia yang melaksanakannya.
Manusia menjalankan manajemen, dan kualitas manajemen tentu akan
menentukan kualitas manusia yang melakasanakannya. Evaluasi atas sistem
manajemen dengan sendirinya mau tak mau akan melibatkan evaluasi atas
manusia yang melaksanakannya manajemen itu sendiri.
Seorang akuntan dalam melakukan penilaian atas prestasi seorang
pimpinan organisasi perusahaan tentu akan banyak bersandar pada laporan
keuangan. Neraca merupakan daftar yang menunjukkan posisi kekayaan
perusahaan, dan perincian rugi laba merupakan perlambang prestasi perusahaan
dalam tahun yang bersangkutan. Sedangkan untuk mengetahui bagaimana para
pimpinan organisasi mengelola dana yang dipercayakan kepadanya akuntan dapat
mendasarkan diri pada daftar perubahan dana. Tentu saja keandalan informasi
yang nampak dalam laporan keuangan itu akan lebih dipertajam lagi bilamana
laporan tersebut sudah diperiksa dan diberi rekomendasi positif oleh akuntan
publik.
Untuk memperoleh gambaran secara ringkas mengenai apa yang mungkin
dilaksanakan oeh seorang akuntan dalam menganalisis laporan keuangan, pada
gambar 2-1 diuraikan tentang beberapa rasio yang dihitung dari bahan laporan
keuangan. Rasio-rasio itu memiliki karakteristik masing-masing, dan dalam
mengambil kesimpulan dari angka-angka rasion tersebut seorang akuntan
biasanya selalu membandingkan dengan angka-angka rasion tahun lalu.
Namun demikian, rasio-rasio laporan sebenarnya bukan merupakan satu-
satunya cara. Ada beberapa indikator lain yang dapat dipergunakan untuk
menetapkan apakah kualitas administratif suatu perusahaan dapat dianggap baik
atau tidak. Berikut ini ada beberapa indikator yang dapat dipergunakan.
1. Rasio jumlah manajer administratif dengan total karyawan
2. Rasio jumlah keputusan administratif yang ditetapkan dengan total
keputusan administratif.
3. Jangka waktu pengambilan keputusan.
Indikator pertama merupakan rasion yang dihitung dari perbandingan
antara jumlah manajer administratif dengan total seluruh karyawan yang bekerja
dalam organisasi yang bersangkutan. Rasio ini dinyatakan dengan jumlah
karyawan meskipun mungkin yang lebih cocok lagi dinyatakan dalam jumlah
rupiah.
Bagan 2.1 Rasio-Rasio
RASIO LIKUIDITAS
1.
CURRENT RATIO=HARTA LANCARUTANG LANCAR

Tujuan :
Mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban
jangka pendeknya.

2.
QUICK RATIO=HARTA LANCAR-PERSEDIAANUTANG LANCAR

Tujuan:
Mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban
jangka pendeknya tanpa harus menjual persediannya.

3. PERSEDIAAN BANDING MODAL KERJA=PERSEDIAANMODAL


KERJA

Tujuan:
Mengukur proporsi harta lancar bersih yang diinvestasikan
dalam persediaan.
RASIO LEVERAGE
4. UTANG BANDING TOTAL HARTA=UTANGTOTAL HARTA

Tujuan:
Mengukur kewajiban perusahaan kepada kreditur, atau
mengukur persentase total dana yang disediakan oleh kreditur.
5. TIMES INTEREST EARNED KELIPATAN JUMLAH BUNGA YANG
DIPEROLEH=LABA SEBELUM PAJAK+BIAYA BUNGABIAYA
BUNGA

Tujuan:
Mengukur sampai berapa jauh kemungkinan penurunan jumlah
laba sebelum perusahaan menjadi tidak mampu mmebayar biaya
bunga.
6. FIXED CHARGE COVERAGE PENCAKUPAN BEBAN
TETAP=LABASEBELUM PAJAK+BIAYA BUNGA+CICILAN
UTANGBIAYA BUNGA+CICILAN UTANG

Tujuan:
Mengukur sampai berapa jauh beban tetap (biaya bunga dan
cicilan utang jangka panjang) dapat tecakup oleh penghasilan
perusahaan.
7. UTANG LANCAR BANDING KEKAYAAN BERSIH=UTANG
LANCARKEKAYAAN BERSIH

Tujuan: Mengukur jumlah dana yang disediakan oleh pemilik


dibandingkan dengan jumlah utang lancar.
8. HARTA TETAP BANDING KEKAYAAN BERSIH=HARTA
TETAPKEKAYAAN BERSIH
RASIO AKTIVITAS
9. PERPUTARAN KAS=PENJUALANKAS
10. RATA-RATA JANGKA WAKTU PELUNASAN PIUTANG=PIUTANG
(RATA-RATA)PENJUALAN SATU HARI

Tujuan:
Mengukur jumlah hari penjualan yang terikat dalam piutang.
11. PERPUTARAN PERSEDIAAN=PENJUALANPERSEDIAAN (RATA-
RATA)

Tujuan:
Mengukur tingkat perputaran persediaan.
12. PERPUTARAN TOTAL HARTA (TOTAL ASSETS
TURNOVER)=PENJUALANTOTAL HARTA (ASSETS)
Tujuan:
Mengukur perputaran harta.
13. PRODUKTIVITAS HARTA=LABA BERSIH SETELAH
PAJAK+BIAYA BUNGATOTAL HARTA

Tujuan:
Mengukur rata-rata pengembalian total sumber daya.
14. MARGIN PENJUALAN (SALES MARGIN)=LABA BERSIH
SETELAH PAJAKPENJUALAN

Tujuan:
Mengukur profitabilitas perusahaan.
15. RETURN ON NET WORTH=LABA BERSIH SETELAH
PAJAKKEKAYAAN BERSIH

Tujuan:
Mengukur produktivitas sumber daya pemilik yang terikat pada
perusahaan.
16. MARGIN OPERASI BERSIH (NET OPERATING
MARGIN)=LABA KOTOR OPERASIPENJUALAN

Tujuan:
Mengukur berapa banyak harga jual per unit dapat diturunkan
tanpa merugi akibat penerapan accrual ketimbang cash basis.

17. MARGIN OPERASI KOTOR (GROSS OPERATING


MARGIN)=LABA KOTOR OPERASIPENJUALAN

Tujuan:
Mengukur sampai berapa jauh harga jual dapat diturunkan
tanpa merugi.

Manajer merupakan karyawan yang dianggap paling mahal, sehingga


penghitungan rasio dengan rupiah dianggap lebih memuaskan. Seperti sudah
dapat diperhitungkan, makin kecil jumlah rasio di atas, perusahaan tersebut akan
diangap makin sehat. Namun demikian tidak berarti bahwa kecilnya jumlah rasio
di atas mutlak merupakan petunjuk adanya kepemimpinan yang berkualitas. Suatu
organisasi atau perusahaan mungkin saja memiliki banyak manajer karena dalam
kegiatannya mempunyai daerah-daerah kritis yang membutuhkan keahlian bagi
para pejabatnya. Apabila rasio di atas diterapkan pada organisasi seperti ini
mungkin akan menghasilkan kesimpulan yang kurang memuaskan. Padahal
sesungguhnya tidaklah demikian, karena eksistensi para manajer yang banyak itu
memang beralasan, dalam kata lain tidak mengada-ada.
Rasio kedua merupakan petunjuk apakah dalam organisasi yang
bersangkutan terlalu banyak pengambilan keputusan yang sebenarnya tidak perlu
dikeluarkan. Keputusan yang sifatnya berulangkali (repetitif) tentunya harus
diformulasikan dalam suatu prosedur yang ditetapkan dengan peraturan. Sehingga
dengan demikian manajer yang bersangkutan tidak perlu lagi mengulangi
mengambil keputusan sejenis pada setiap saat kegiatan akan dimulai. Keadaan
demikian tentu saja akan menghambat kegiatan sendiri dalam arti waktu yang
dipergunakan manajer untuk mengambil keputusan repetitif itu sebenarnya dapat
dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan lain yang lebih produktif.
Pertimbangan lain yang dipergunakan dalam merumuskan rasio yang
kedua adalah untuk menilai sampai berapa jauh pimpinan organisasi menghindari
terjadinya masalah yang sebenarnya bukan masalah tulen (real problem). Masalah
yang dihadapi oleh seorang manajer dapat dipisahkan dalam dua jenis. Pertama
adalah masalah tulen (real problem), yaitu masalah yang memang benar-benar
harus dihadapi dan dipecahkan oleh manajer. Dan kedua adalah masalah palsu
(false problem), yaitu masalah yang sebenarnya tidak harus ada, dan tidak harus
dipecahkan oleh manajer. Proporsi relatif dari dua jenis masalah itu merupakan
ukuran kondisi manajemen. Setiap pejabat harus bertanya kepada dirinya sendiri
apakah masalah yang tengah dihadapinya merupakan masalah palsu ataukah
masalah tulen. Dan meskipun hampir setiap pejabat perusahaan setuju bahwa
salah satu fungsinya yang terpenting adalah meningkatkan produktivitas dengan
menghindari hal-hal yang memboroskan, akan tetapi masih banyak di antara
mereka yang sebenarnya sering membuang waktu untuk mengerjakan hal-hal
yang tidak harus mereka pecahkan.
Mungkin alasan utama mengapa para pejabat itu senang menangani
masalah yang sebenarnya tidak harus mereka pecahkan adalah bahwa mereka
mengukur kemampuan mereka dengan jalan menghitung berapa jumlah
permasalahan yang dapat mereka pecahkan dalam jangka waktu tertentu. Semakin
besar jumlah itu, mereka akan semakin bangga dan berani menunjuk diri bahwa
mereka telah bekerja dengan cukup giat dan terampil. Pejabat yang bijaksana
tidak akan mengukur dirinya dengan jalan demikian. Pejabat yang bijaksana akan
mengukur keefektifan dirinya dengan jalan menghitung berapa banyak masalah
yang tidak perlu dipecahkannya sendiri. Sedangkan pejabat yang tidak efektif
menghabiskan sebagian besar waktunya dengan berbagai masalah, sementara
pejabat yang efektif menghabiskan waktu mereka dengan mencoba untuk
menghindari timbulnya masalah. Memang ada suatu pilihan wajar yaitu jika suatu
perusahaan memiliki banyak pejabat yang cakap tentu di lain pihak memiliki
“biang kerok” yang banyak pula.
Alasan lain yang menjadi penyebab adalah mungkin karena para manajer
tidak mengetahui dengan baik karakteristik setiap permasalahan yang ada. Mereka
mungkin tidak insyaf bahwa permasalahan yang satu dapat mengakibatkan
kerugian besar, sedang permasalahan lainnya hanya mengakibatkan kerugian yang
kecil saja. Para manajer harus dapat menetapkan prioritas masalah yang
dihadapinya. Ia harus dapat menetapkan masalah mana yang harus didahulukan,
dan masalah mana yang dapat ditangguhkan pemecahannya. Mungkin banyak
cara dapat dilaksanakan untuk menetapkan ranking permasalahan ini, namun yang
terbaik tentunya dengan mempertimbangkan sampai sejauh mana permasalahan
itu dapat mengakibatkan perubahan atas harta, keuntungan, atau posisi pasar
perusahaan. Jika hasil dari pertimbangan itu memberikan kesimpulan bahwa
permasalahan tersebut tidak akan mengakibatkan perubahan atas harta,
keuntungan, atau posisi perusahaan, maka dapat dipertimbangkan pertanyaan
kedua. Pertanyaan kedua yang dapat dijadikan dasar selanjutnya adalah: “Apakah
persoalan ini lebih baik disingkirkan saja?”. Jika jawabannya “ya”, lebih baik
masalah itu dikesampingkan saja dan dilupakan. Akan tetapi jika jawabannya
“tidak”, ajukan pertanyaan ketiga: “Apa yang perlu dilakukan agar masalah itu
tidak terulang kembali?” Jika jawabannya adalah “lakukan tindakan X”, maka
tindakan itu memang harus dilaksanakan. Akan tetapi jika tak ada cara lain untuk
menghindari timbulnya masalah sejenis di kemudian hari mau tak mau harus
kembali ke langkah awal, hadapi masalah itu dan pecahkan.
Masalah tulen adalah masalah yang merupakan konsekuensi logis dari
kehidupan suatu perusahaan, misalnya kebutuhan mencapai harga yang bersaing,
mencari tenaga kerja yang terampil, atau membeli bahan baku dengan harga
minimal. Sedangkan masalah palsu umumnya merupakan konsekuensi logis dari
manajemen yang buruk. Kunci dari penggunaan tenaga kerja yang efisien adalah
mengusahakan agar tenaga kerja itu hanya terpakai untuk hal-hal yang benar-
benar perlu saja. Ini berarti bahwa setiap perusahaan harus menemukan,
mengidentifikasikan, dan melenyapkan masalah-masalah palsu yang mungkin
dapat menyita banyak waktu.
Butir tiga, jangka waktu pengambilan keputusan, merupakan kriteria yang
baik untuk menetapkan kualitas administratif karena dapat diukur dengan mudah.
Keputusan yang lambat diambil akan mengakibatkan biaya yang mahal dipandang
dari segi ekonomis ataupun segi manusiawi. Kelambatan pengambilan keputusan
akan memperlambat kegiatan, dan jika hal demikian terjadi berulangkali tentunya
akan dapat mengakibatkan kerusuhan dan krisis moral.

2.1.3 Kriteria-Kiriteria Lainnya


Suatu perusahaan dapat melangsungkan kegiatannya jika memperhatikan
beberapa hal seperti berikut ini:
1. Perusahaan harus memiliki tujuan kegiatan yang realistis.
2. Perusahaan harus memiliki rencana yang dapat dilaksanakan untuk
mencapai tujuan itu.
3. Perusahaan harus memiliki kebijakan-kebijakan (policies) untuk
mengarahkan implementasi rencana guna menjamin kepatuhan terhadap
sasaran perusahaan.
4. Perusahaan harus menerapkan pengendalian (control) yang dapat
menyesuaikan pelaksanaan dengan perencanaan.
5. Perusahaan harus memiliki sistem pelaporan yang dapat memberikan
gambaran sebenarnya mengenai apa yang terjadi untuk mengevaluasi
keefektifan dan perkembangan implementasi.
Masing-masing unsur di atas harus selalu mendapat perhatian dalam
evaluasi manajemen. Satu unsur dengan unsur lainnya amat berkaitan erat, dan
tanpa kehadiran satu unsur, keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya
akan diragukan.
Agar dapat berjalan efektif, tujuan, rencana, kebijakan, prosedur, dan
laporan kegiatan perusahaan harus didokumentasikan dan dikomunikasikan.
Karenanya, suatu hal yang pertama-tama hanya dikerjakan oleh pemeriksa adalah
meminta copy dokumen tersebut. Jika memang ternyata sulit diperoleh karena
taka ada dalam perusahaan, berarti pemeriksa telah mendapatkan sautu temuan
yang cukup penting artinya.
Banyak perusahaan yang kurang memahami betapa perlunya kebijakan
yang jelas, terpadu, dan menghemat kerja. Perusahaan demikian ini para
pejabatnya biasanya selalu mengeluarkan keputusan serupa berulangkali dan
bukannya merumuskan keputusan itu dalam suatu pedoman kerja bagi para
bawahan dalam bentuk kebijakan tertulis. Kebijakan yang efektif pada umumnya
merupakan saripati dari keputusan-keputusan pribadi yang merupakan bagian dari
pengalaman kolektif perusahaan. Manajemen yang sehat akan selalu
memperhatikan betapa perlunya kebijakan seperti itu, karena para pejabatnya
sadar bahwa bilamana mereka diharuskan untuk mengulang keputusan yang sama
berkali-kali, akan berarti bahwa waktu dan kemampuan mereka banyak terbuang,
dan mereka tak dapat mencurahkan perhatian secara khusus pada hal-hal yang
baru. Akibatnya, mereka akan terbatas pengetahuannya, dan akan selalu
ketinggalan zaman. Kondisi demikian jelas akan menjadi pertanda bahaya bahwa
perusahaan akan selalu tertinggal oleh pesaing-pesaingnya.
Kebijakan harus senantiasa dipelihara. Keterpeliharaan dan juga penetapan
kebijakan tersebut akan menjadi dasar yang amat berguna dalam penelaahan
pemeriksaan. Kebijakan dianggap produktif hanya bilamana kebijakan itu mash
berjalan. Karenanya penting artinya untuk menyesuaikan atau mengganti
kebijakan itu sesuai dengan pengalaman yang telah menunjukkan perubahan.
Perusahaan yang sehat akan selalu menyelenggarakan kegiatan tinjauan atas
kebijakan yanga ada secara berkala paling tidak dua kali setahun untuk
menghindari hamabtan administratif.

2.1.4 Prosedur
Dalam melaksanakan kebijakan perusahaan akan selalu terjadi berbagai
tindakan atau praktek administratif. Bilamana tindakan atau praktek yang
berkaitan dengan kebijakan ini dibuatkan prosedur standarnya, maka konsistensi
dari tindakan itu dapat terjamin, dan tugas administratif akan banyak
disederhanakan. Prosedur standar juga dapat menjamin bahwa setiap pihak yang
berkepentingan akan mendapatkan informasi yang dibutuhkannya, dan setiap
orang dapat memahami apa yang harus dilakukannya dengan informasi tersebut.
Dan lagi, prosedur standar yang dapat mencerminkan kebijakan pimpinan akan
dapat dijadikan alat pengendalian kegiatan perusahaan.
Memang benar bahwa menginstruksikan suatu tujuan kepada karyawan
akan lebih mudah dilakukan dengan lisan daripada secara tertulis. Namun cara
demikian tentunya penuh resiko. Penjelasan secara lisan akan mengakibatkan
banyak kesalahan, tambahan lagi jika penjelasan itu dilaksanakan secara otomatis
biasanya akan menyebabkan kesalahan yang berlipat ganda. Adanya prosedur
yang tegas secara tertulis akan dapat mengurangi ketidakpastian dalam cara
pelaksanaan tugas hingga tingkat minimal.
Karena pada umumnya perusahaan sudah cukup sadar akan betapa
pentingnya prosedur dalam organisasi, maka akuntan pemeriksa tidak perlu lagi
menghabiskan banyak waktu untuk mengevaluasi apakah prosedur yang ada
sudah cukup memadai, didesain dengan baik, dan selaras dengan lingkungan
perusahaan. Yang lebih penting dan lebih sulit lagi adalah menetapkan apakah
prosedur tersebut tepat pada waktunya dan mudah dimengerti. Berbagai kesulitan
yang ditemui dalam mempersiapkan prosedur di awal kegiatan akan banyak
menghindarkan banyak kesulitan di kemudian hari. Selanjutnya, prosedur harus
dirumuskan berdasarkan pandangan pemakai dan bukannya berdasarkan bahasa
teknis. Selain itu pemeriksa juga harus mengecek untuk melihat sampai berapa
jauh rumusan prosedur itu didistribusikan. Tentunya tak akan karyawan yang
dapat melaksanakan suatu rumusan prosedur bilamana ia tak diberi kesempatan
untuk mempelajari dan memahaminya.

2.1.5 Kuisioner Untuk Evaluasi Sistem Manajemen


Berikut ini akan diberikan suatu urutan pertanyaan yang dapat
dipergunakan untuk mencari informasi dalam pelaksanaan evaluasi sistem
manajemen.
Ya Tidak Tidak Tahu
1. Apakah ada suatu pertanyaan tertulis
mengenai tujuan jangka panjang dan jangka
pendek perusahaan?
2. Jika ya, apakah perusahaan telah memberikan
penjelasan kepada seluruh karyawannya,
yaitu dengan membagikan salinan pernyataan
itu kepada para pejabat di semua eselon?
3. Apakah tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran ini
sudah dipahami secara luas oleh seluruh
karyawan?
4. Apakah tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran ini
telah dipahami dan diterima oleh para pejabat
perusahaan sebagaimana yang tercermin
dalam pembicaraan mereka?
5. Jika perusahaan telah memiliki rumusan yang
jelas mengenai arah tujuan kegiatannya,
apakah perusahaan juga telah mengetahui
metode-metode yang diperlukan untuk
mencapai tujuannya itu sebagaimana yang
tercermin dalam pelaksanaan alokasi dana,
harta tetap, dan sumber daya lainnya?
6. Jika perusahaan sudah menetapkan tujuan-
tujuan yang jelas dan tidak meragukan,
apakah juga terlihat bahwa setiap departemen
atau unit perusahaan telah memiliki bagian
tujuan masing-masing yang merupakan
bagian integral dari tujuan keseluruhan?
7. Apakah keputusan-keputusan penting
perusahaan biasanya dikeluarkan berdasarkan
kebutuhan nyata perusahaan sebagaimana
tercermin dalam informasi yang objektif?
8. Apakah manajemen perusahaan cukup
berorientasi pada pasar, pelanggan, dan
produktivitas, dan tidak didasarkan pada
kepentingan lain, seperti misalnya keinginan-
keinginan pemilik ataupun pandangan-
pandangan individual perusahan atau
manajemen?
9. Apakah laporan keuangan perusahaan cukup
memberikan informasi yang memadai dan
mudah dipahami?
10. Apakah semua manajer telah memperoleh
informasi keuangan untuk dipergunakan
dalam melaksanakan kewajiban mereka?
11. Apakah setiap pejabat yang ada dalam
perusahaan telah memiliki suatu uraian tugas
yang tertulis dan jelas yang setidak-tidaknya
meliputi tindakan-tindakan repetitif terpenting
yang berkaitan erat dengan tugas pejabat
tersebut?
12. Apakah perusahaan pernah melaksanakan
analisis aktivitas? Apakah pernah ada suatu
telaah sistematis mengenai apa yang
diperlukan untuk “melemparkan produk ke
pasar” untuk dipergunakan sebagai dasar
mendesain tugas?
13. Jika ya, apakah telaah itu dilakukan dalam
tiga tahun belakangan untuk suatu posisi atau
suatu departemen?
14. Apakah para pejabat perusahaan nampaknya
memiliki rasa tanggung jawab yang cukup
besar, dan tidak memiliki sikap melempa
tanggung jawab?
15. Apakah para pejabat perusahaan dalam
wawancara sudah menunjukkan pengertian
yang tepat mengenai tanggung jawab dan
wewenang mereka?
16. Apakah para pejabat manajemen puncak
selalu menahan diri untuk tidak mengambil
keputusan-keputusan yang seharusnya
dilakukan oleh para pejabat yang lebih
rendah, untuk menunjukkan bahwa karyawan
yang dibebani dengan tanggung jawab
tertentu umumny sadar bahwa mereka diberi
dan diizinkan untuk menguji kewenangan
yang diperlukan untuk menunaikan tanggung
jawab tersebut?
17. Apakah sistem dan prosedur pada umumnya
didokumentasikan?
18. Apakah dokumentasi sistem dan prosedur
biasanya berada pada pemakainya?
19. Apakah tanggung jawab produksi, distribusi,
dam pemeliharaan dokumentasi sistem dan
prosedur biasanya diserahkan kepada suatu
bagian tertentu?
20. Apakah dokumen-dokumen “petunjuk kerja”
perusahaan (kebijakan, prosedur, peraturan,
dan tata cara) semua terhimpun dalam suatu
buku pedoman?
21. Apakah bentuk dan isi pedoman tersebut
sudah distandarkan?
22. Apakah ada suatu bentuk pengendalian yang
menjamin bahwa pedoman-pedoman tersebut
selalu mutakhir (up to date?)
23. Apakah semua topik yang ada diberi tanggal
penerbitan dan tanggal reviewnya?
24. Apakah perusahaan memiliki suatu rencana
kompensasi yang sistematis, rasional, dengan
prinsip-prinsip yang dinyatakan dengan jelas
sebagai dasar untuk mereview dan merubah
kompensasi?
25. Apakah kompensasi distandardisasikan,
menurut kepangkatan, klasifikasi, dan lain-
lain, sehingga penyesuaian gaji dapat
dilaksanakan tanpa menurunkan moral dan
tanpa menimbulkan keresahan?
26. Apakah perusahaan menciptakan jasa-jasa
baru dengan berhasil, dan menghentikan jasa-
jasa lainnya dalam lima tahun terakhir?
27. Jika ya, apakah dilakukan pada dua tahun
yang lalu?
28. Jika tidak, apakah ada usaha-usaha yang
konsisten untuk menyempurnakan jasa pada
tahun-tahun tersebut?
29. Apakah perusahaan telah berhasil
membangun reputasi di mata umum, di mata
karyawannya, didasarkan pada cara
pelayanannya dengan pelanggan rekanan,
pesaing, dan kelompok masyarakat?
30. Apakah perusahaan telah berhasil membentuk
citra yang baik di mata pemegang saham dan
karyawannya?
31. Apakah ada perpaduan antara pengendalian
pusat dengan pendelegasian wewenang
pengambilan keputusan kepada tingkat yang
paling rendah?
32. Apakah pekerjaan para manajer biasanya
dirancang berdasarkan analisis yang seksama
sehingga para manajer tersebut dapat
mempergunakan waktu mereka dalam
aktivitas yang paling bermanfaat bagi
perusahaan?
33. Apakah pekerjaan atau kegiatan para pejabat
secara umum telah dialokasikan bobotnya
secara merata?
34. Apakah para manajer pada semua tingkat
telah dipilih dan ditugasi berdasarkan
integritas, kemampuan, dan kebutuhan usaha?
35. Apakah iklim manajemen dalam perusahaan
telah cukup terbuka, dalam arti bahwa
pandangan, informasi,dan kekuatan-kekuatan
yang ada telah terbagi secara merata, serta
bebas dari perubahan sikap maupun
keterpengaruhan pengertian dari informasi?
36. Apakah manajemen puncak telah mencapai
hasil maksimal sehingga terdapat
keseimbangan antara wewenang dan disiplin
pribadi dan dapat tercipta kebersamaan tim
kerja dengan inisiatif individual?
37. Apakah perusahaan telah menunjukkan
kesungguhan dalam membina kesegaran dan
fleksibilitas pada kegiatan para pejabatnya
dengan selalu menukar tugas-tugas mereka
dari waktu ke waktu?
38. Apakah masa penugasan dan rencana
pengembangan para pejabat dilakukan
sedemikian rupa sehingga perusahaan
terjamin keamanan aktivitasnya pada daerah-
daerah yang dianggap kritis?
39. Menurut pengamatan anda, apakah para
karyawan pada dasarnya telah cukup cerdas,
mampu, dan berkemauan besar?
40. Apakah kesalahan-kesalahan telah mendapat
toleransi sedemikian rupa sehingga dapat
menolong pelaksanaan untuk belajar dan
memperoleh keahlian baru?
41. Menurut penilaian anda apakah manajemen
cukup menunjukkan tindakan-tindakan kreatif
yang segar, dan tidak lebih dari sekedar
kompromistis?
42. Apakah sudah ada bentuk atau media untuk
menjaga berlangsungnya pertukaran
pandangan secara bebas antara para pejabat,
seperti misalnya dengan mengadakan
konferensi, rapat-rapat kilat, dan kesediaan
untuk saling melayani?
43. Apakah perusahaan selalu mengukur dan
menentukan rata-rata kegiatan dari para
manajernya? Jika ya, lakukan pengecekan
faktor mana yang mereka pergunakan dari
faktor-faktor berikut ini.
– Laba dalam sautu periode dibandingkan
dengan anggarannya
– Produksi dalam suatu periode
dibandingkan dengan rencananya
– Perputaran pegawai
– Penggunaan sumber daya
– Observasi personalia
– Lain-lain ( diuraikan dalam catatan)
1. Apakah sudah ada jumlah keahlian atau
pengetahuan yang memadai pada para pejabat
sehingga kemungkinan kerugian karena
keluarnya seorang pejabat tidak akan
mempengaruhi kelangsungan usaha
perusahaan; misalnya untuk posisi fungsi
pada kantor direktur utama, direktur
keuangan dan akuntansi, dan kepala bagian
produksi?
2. Apakah anggaran disusun oleh mereka yang
bertanggung jawab untuk mencapainya?
3. Apakah anggaran diverifiaksi oleh
kewenangan yang lebih tinggi dengan
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
yang logis?
4. Apakah anggaran-anggaran itu beanr-beanr
mungkin dapat dicapai?
5. Apakah anggaran-anggaran disusun
berdasarkan estimasi-estimasi yang
diperhitungkan dengan baik, dan bukannya
didasarkan pada dugaan-dugaan belaka
dengan melihat pada kegiatan di masa lalu?
6. Apakah anggaran-anggaran merupakan hasil
akhir dari perencanaan dasar perusahaan?
7. Apakah perusahaan memahami mengenai
makna hasil investasi (return on investment)?
Jika tidak, hitunglah rasio tersebut atas suatu
bagian penting perusahaan.
8. Apakah perusahaan memahami makna hasil
dari harta kotornya (return on gross assets)?
Jika tidak, hitunglah rasio tersebut atas suatu
bagian penting perusahaan.
9. Bilamana hasil investasi (ROI) tidak memadai
jika dibandingkan dengan rata-rata dasarnya
(standar minimum), apakah manajemen telah
memiliki suatu rencana khusus untuk
meningkatkan hasil investasi (ROI) tersebut?
10. Apakah perusahaan memonitor rasio para
manajer (dan biaya) administratif dengan total
personalia? Jika tidakm hitunglah rasio
tersebut.
11. Apakah rasio terakhir itu menunjukkan
adanya jumlah eksekutif yang relatif sedikit?
12. Apakah keputusan-keputusan repetitif dengan
segera dirumuskan menjadi prosedur standar?
13. Apakah manajemen nampaknya mencurahkan
perhatiannya pada usaha-usaha preventif
ketimbang pada usaha-usaha menanggulangi
permasalahan?
14. Apakah masalah-masalah yang timbul selalu
dievaluasi berdasarkan pengaruhnya atas laba
dan dipecahkan menurut prioritasnya?

Pertanyaan-pertanyaan yang terangkum dalam kuesioner di atas


merupakan urutan pertanyaan yang mungkin dapat diajukan dalam setiap kegiatan
evaluasi manajemen. Tentu saja tidak semua pertanyaan di atas berlaku mutlak,
dan tentu saja tidak semua pertanyaan yang perlu diajukan sudah tercakup
seluruhnya dalam kuesioner di atas.

2.2 Mengevaluasi Perencanaan Perusahaan

2.2.1 Perencanaan dan Proses Manajemen


Volume aktivitas perencanaan sebenarnya tergantun pada volume atau
ukuran besarnya perusahaan. Suatu perusahaan multinasional tentunya
mempunyai aktivitas perencanaan yang jauh lebih besar daripada perusahaan
dagang eceran saja. Organisasi perusahaan perminyakan atau organisasi
Departemen Pertahanan Keamanan tentu harus menerapkan perencanaan dengan
jangka yang jauh lebih panjang daripada organisasi perusahaan korek api kecil-
kecilan yang mungkin hanya menerapkan perencanaan tahunan saja. Perusahaan
pakaian jadi tentunya juga tidak akan menerapkan perncanaan dengan jangka
yang terlalu panjang, karena mempertimbangkan bahwa mode pakaian terlalu
cepat berubah. Akan tetapi untuk merencanakan pemilihan dan penembanan
pegawai mungkin perusahaan tersebut tetap memerlukan perencanaan jangka
panjang. Jadi di sini ada suatu ketergantungan karakter perencanaan dengan jenis
kebutuhan perencanaan itu sendiri.

2.2.2 Rencana dan Pengambilan Keputusan


Pimpinan perusahaan yang telah menyusun suatu rencana tetapi tidak
dengan sungguh-sungguh melaksanakan rencananya dapat dikatakan membuang-
buang waktu dan tenaga saja. Ide yang tidak disertai dengan langkah definitif
untuk melaksanakannya akan sama sekali tidak mempunyai efek praktis.
Perencanaan tidak lantas berakhir jika telah terbentuk dan disetujui, perencanaan
harus diimplementasikan. Jangka waktu antara implementasi dan proses
pengendalian mungkin memerlukan modifikasi perencanaan untuk penyesuan di
sana-sini. Perencanaan kembali ini biasanya merupakan faktor pokok yang
menentukan keberhasilan suatu perencanaan.
Aspek terpenting dari suatu perencanaan adalah pengambilan keputusan,
yaitu proses pemilihan dan pengembangan untuk menetapkan suatu tindakan guna
memecahkan suatu permasalahan. Keputusan harus dibuat pada berbagai titik
dalam suatu proses perencanaan. Para manajer harus menentukan prediksi-
prediksi mana dalam bidang ekonomi dan tindakan pesaing yan mungkin paling
akurat. Mereka harus menanalisa berbagai sumber daya organisasi dan
menentukan bagaiman menalokasikannya untuk mencapai tujuannya dengan cara
paling efektif.

2.2.3 Fleksibilitas
Sebenarnya akan lebih baik jika suatu rencana tidak perlu dirubah-rubah
selama penerapannya. Akan tetapi bukan suatu hal yan aneh jika keadaan yang
direncanakan itu ternyata menyimpang. Perubahan dalam personalia, ketersediaan
bahan baku, atau biaya produksi lainnya dapat membutuhkan perubahan tujuan
organisasi. Untuk menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi itu diperlukan
tindakan penyesuaian. Bilamana perubahan itu dapat diantisipasikan sebelum
rencana dikembangkan, maka tindakan alternatif dapat dipertimbankan lebih dulu.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika kita sadar bahwa suatu rencana
dapat berubah akan memudahkan kita untuk menyesuaikannya di mana perlu.
Akan tetapi merencanakan di muka atas perubahan itu saja tidak cukup.
Para manajer harus secara kontinyu memonitor faktor-faktor relevan sehingga
organisasi dapat mengadaptasi situasi baru dengan segera. Oleh karena untuk
menyusun rencana baru biasanya memerlukan banyak biaya dan waktu, maka
dalam proses perencanaan secara keseluruhan harus mengandung unsure
fleksibilitas.

2.2.4 Manfaat Perencanaan


Fungsi perencanaan dalam perusahaan memiliki banyak karakteristik.
Perencanaan adalah suatu kebutuhan ekonomis dan motivasional, alat untuk
memulai perintah, dan suatu bentuk pengambilan keputusan. Perencanaan
merupakan desain tindakan masa depan, dan tentunya perlu dilaksanakan.
Perncanaan merupakan komitmen sumber daya yang ditarik dari tujuan yang lebih
besar dan diarahkan kepada sasaran yang perlu dicapai. Karakteristik lainnya
bahwa perencanaan merupakan misi perbaikan atau penyempurnaan, yang harus
dapat diterima oleh para karyawan, dan memerlukan pengendalian, yang antara
perencanaan itu sendiri dengan pengendalian harus saling mengisi dan
melengkapi.
Manfaat perencanaan adalah:
• Menyatukan tindakan
• Mengurangi resiko
• Menekankan tercapainya tujuan
• Menyederhanakan koordinasi
• Mempermudah pengendalian
• Menciptakan kesempatan baru
• Menggairahkan organisasi
Manfaat yang terurut di atas mungkin hanya sebagian kecil saja dari
berbagai kemungkinan manfaat yang dapat ditarik dari adanya perncanaan yang
baik.

2.2.5 Kegagalan dalam Perencanaan


Selain dari manfaat yang dapat dipetik, perencanaan mungkin juga dapat
tidak efektif lagi bilamana tidak dilaksanakan dengan baik. Berikut ini beberapa
kondisi yang dapat mengakibatkan perencanaan menjadi tidak efektif.
1. Perencanaan acapkali tidak mendapat perhatian dari pucuk pimpinan.
2. Para pejabat sering enggan ikut terlibat dalam proses perencanaan,
sehingga mutu rencana yang dihasilkan juga tidak memadai.
3. Pekerjaan perencanaan acapkali diserahkan pada bawahan yan kurang
berpengalaman dan terlalu formalistis.
4. Perencanaan acapkali dilaksanakan hanya sekedar untuk memenuhi
kebutuhan procedural saja bukannya untuk dilaksanakan.
5. Perusahaan yang dirumuskan kantor pusat biasanya mencerminkan
pandangan pimpinan saja bukannya menggambarkan situasi realistis bagi
mereka yang akan melaksanakan rencana tersebut.
6. Perencanaan biasanya bersifat konservatif (hati-hati), sehingga kesempatan
yang ada jarang dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan perusahaan
jarang mengikat diri dengan target yang lebih luas.
7. Perencanaan amat sering memiliki banyak informasi yang relevan tetapi
kurang memiliki bahan yang dapat dipergunakan untuk mengevaluasi
proyeksi dan asumsi.
8. Proses perencanaan biasanya menjadi tradisional, otomatis, dan terbiasa,
dengan hasil yang lebih bersifat filosofis atau perspektif ketimbang
bersifat menonjolkan ekonomi dan kesempatan-kesempatan pasar.
9. Rencana dapat bersifat terlalu umum, kurang terperinci untuk
memungkinkan penendalian yang selektif.
Rencana, seperti halnya suatu alat, memiliki keterbatasan alamiah. Adalah
tidak selalu mungkin untuk merencanakan secara efektif di segala bidang yang
dapat menarik manfaat dari perencanaan itu sendiri. Alas an-alasan mengapa suatu
rencana tidak dapat, atau tidak memungkinkan untuk diformulasikan adalah:
1. Kondisi masa depan tak dapat ditaksir dengan baik.
2. Biaya perencanaan tidak memadai dibandingkan dengan hasil yang dapat
dicapai.
3. Perencanaan banyak menyita waktu yan sebenarnya dipergunakan untuk
keperluan lain.
4. Rencana membatasi fleksibelitas.
5. Rencana membutuhkan tindakan yang dapat membatasi inisiatif.
6. Para karyawan tidak selalu dapat menerima pelaksanaan rencana.
7. Kelembaman organisasi acapkali lebih besar daripada tingkat perubahan
yang ditetapkan dalam rencana.

2.2.6 Sepuluh Ukuran Nilai Perencanaan


Mungkin suatu hal yang paling penting mengenai perencanaan – selain
dari pengertian bahwa hal itu merupakan unsure pokok dalam perusahaan – adalah
bahwa semua rencana dapat mengakibatkan perubahan tanpa menghiraukan apakh
rencana itu sendiri berisikan perubahan-perubahan atau tidak. Rencana yang
disusun untuk melaksakan hal yang sama dengan kegiatan masa lalu tetap
mengakibatkan perubahan karena, satu dan lain hal, rencana itu menggerakkan
pengendalian. Karenanya, rencana selalu menimbulkan perubahan meskipun
sedikit, diinginkan ataupun tidak.
Implikasi dari pernyataan tersebut atas para perencana perusahaan adalah
adanya pendirian sebagai berikut : (1) Jika anda ingin agar semua berjalan biasa,
anda tidak erlu mengutak-atiknya lagi. (2) Jika anda tahu denan pasti bentuk
perubahan yan anda inginkan, tidak perlu bersusah payah untuk menyusun
rencana. Jadi bagaimana? Apakah rencana tidak perlu dibuat? Maksud dari dua
pendirian tersebut tidak demikian. Arti lain dari pernyataan di atas hanyalah
sekedar menunjukkan bahwa perencanaan itu akan selalu mengakibatkan
perubahan dan perubahan itu biasanya tidak sesuai dengan apa yang kita ininkan.
Jadi dapat dikatakan bahwa ukuran pertama dari suatu rencana adalah bahwa
rencana pasti mengakibatkan perubahan.
Ukuran kedua dari nilai suatu rencana terletak pada bentuk perubahan
yang dibutuhkannya itu. Suatu rencana akan memiliki makna jika rencana itu
merumuskan nilai-nilai perubahan – dalam hal ini meninkatkan prestasi. Dalam
nenetapkan bentuk perubahan apa yang baik untuk dimasukkan dalam rencana,
harus dilihat adanya tiga kemungkinan. Dalam dunia bisnis yang kompetitif tiga
kemungkinan tersebut adalah: usaha yang sama sekali tidak melakukan tindakan
apapun dan akhirnya bangrut, usaha yang hidup dengan susah payah dan terseret-
seret, dan usaha yang selalu berinovasi dan maju. Tentu saja kemungkinan ketiga
merupakan kemungkinan yan paling menyenankan. Akan tetapi tidak jarang di
antara perusahaan-perusahaan besar di Indonesia ini sesungguhnya lebih
cenderung kepada dua kemungkinan pertama.
Inovasi bukan semata-mata suatu alat untuk meningkatkan prestasi saja;
inovasi bukan kemampuan yang berdiri sendiri. Dalam suatu lingkungan dalam
hal inovasi ini kurang mendapat pengendalian, inovasi dapat merusak dengan
kadar yang sama dengan kemungkinan kemanfaatannya. Seperti ibaratnya
seseorang yang memiliki banyak uang di sakunya, mungkin ia dapat membeli
berbagai macam barang yang diperlukannya, tetapi mungkin juga ia dapat
dikalungi clurit oleh para perampok. Kesimpulannya inovasi mungkin dapat
menciptakan kemakmuran, tetapi juga mungkin dapat menciptakan kebangkrutan.
Oleh karenanya diperlukan suatu alat untuk mengusahakan agar proses kreatif
yang ada dalm suatu perusahaan dapat tergalang dan terjaga serta dapat
diterapkan. Tanpa adanya alat tersebut inovasi akan menjadi muluk-muluk, tidak
relevan, dan kurang terperinci. Alat tersebut adalah perencanaan. Perencanaan lah
yang dapat menjaga agar inovasi dapat mengakibatkan hasil yang positif bagi
perusahaan.
Untuk mengetahui sampai berapa jauh peningkatan yang telah dicapai oleh
suatu perusahaan kita memerlukan ukuran kuantitatif. Ukuran kuantitatif yang
terbaik adalah dengan ukuran rupiah. Di lain pihak perusahaan adalah suatu betuk
organisasi ekonomi, yang eksistensi atau kelangsungan hidupnya dapat terjaga
bilamana dilandaskan pada biaya yang serendah mungkin. Karenanya ukuran
ketiga dari nilai suatu rencana adalah terletak pada prestasi yang diinginkannya.
Suatu rencana yang baik akan mengharuskan tercapainya peningkatan penjualan,
laba, atau dana simpanan.
Dimensi lain yang merupakan nilai dari suatu perencanaan adalah biaya
yang dirumuskan di dalamnya. Setiap rencana, tanpa memperhatikan nilai-nilai
yang menjadi tujuannya, selalu merumuskan biaya produksi yang minimum.
Suatu rencana yang sehat adalah rencana yang menetapkan jumlah biaya yang
lebih rendah ketimbang jumlah hasil yang diperoleh dari pengeluaran biaya itu.
Ukuran nilai perencanaan yang keempat adalah kuantitas rupiah yang menjadi
tujuan rencana tersebut. Suatu rencana yang baik tidak akan merumuskan
penggunaan sumber daya untuk tujuan-tujuan lain yan lebih rendah nilainya
daripada nilai biaya yang mungkin dikeluarkan.dengan lain perkataan, rencana
yang baik tidak akan pernah membawa perusahaan kepada kerugian walaupun
sedikit.
Tentu saja tidak semua risiko dapat ditaksir dan diperhitungkan dengan
baik. Dan rencana terbatas hanya mencakup risiko-risiko yang dapat
diidentifikasikan. Demikian pula rencana harus bersandar pada pengakuan bahwa
nilai yang dipertaruhkan akibat keterlibatannya dengan risiko-risiko tadi acapkali
lebih tingi daripada yang diperkirakan. Padahal kelangsunan hidup perusahaan
merupakan posisi yang tertini dibandingkan dengan seluruh nilai-nilai yang
dipertaruhkan tadi. Dan perencanaan yang sehat tidak pernah memperhitungkan
hal tersebut lebih dulu kecuali bilaman ada alternative yang jelas bahwa
perusahaan harus mengakhiri kegiatannya.
Ukuran kelima nilai dari suatu rencana adalah tingkat sampai sejauh mana
perubahan-perubahan yang tampak di dalamnya terkait langsung dengan
perubahan yang ada pada rencana perusahaan lainnya. Suatu rencana yan bermutu
selalu berkaitan dengan rencana-rencana perusahaan lainnya, sehingga dari sini
dapat diusahakan adanya penggunaan sumber daya, penerapan tujuan, dan
pelaksanaan aktivitas yan terpadu.
Mungkin tak ada kualitas perencanaan yang efektif yang lebih penting
daripada terciptanya keterpaduan rencana-rencana itu. Perusahaan yang
menyadari hal ini akan cenderung menyusun rencana secara menyeluruh dan tidak
terpecah-pecah menurut divisi, departemen, atau sub unit, dan menyerahkan
rencana itu kepada seorang spesialis. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah
adanya kenyataan bahwa sebenarnya batasan antara rencana jangka pendek dan
jangka panjang semakin lama semakin mengabur. Suatu cara yang lebih menarik
untuk menempuh adalah mengkaitkan anggaran dengan rencana jangka panjan
daripada dengan renjana jangka pendek.
Hal ini menjelaskan kepada kita adanya kenyataan bahwa perencanaan
perusahaan amat bersifak hierarkis; setiap rencana harus dibuat dalam kerangka
yang lebih besar. Secara organisasional hal itu berarti bahwa rencana untuk setiap
unit harus bersandar pada rencana unit yang lebih besar atau sebagai kerangka
dari unit yang lebih kecil. Secara manajerial hal itu berarti bahwa rencana setiap
manajer harus berkaitan erat dengan rencana yang disusun untuk atasan atau
bawahannya. Secara administrative hal ini berarti bahwa rencana taktis harus
selaras denan rencana strategis dan rencana unit sesuai dengan misi yang ada. Jadi
untuk melakukan pengujian nilai suatu rencana adalah dengan melihat sampai
sejauh mana hubungannya dengan rencana-rencana lainnya. Suatu rencana yang
tidak terkait sama sekali dengan rencana lainnya merupakan rencana yang tidak
bermanfaat.
Ukuran keenam dari nilai suatu rencana terletak pada ruang linkup yang
dimilikinya. Rencana perusahaan yang efektif hamper selalu berpengaruh lebih
luas daripada unit-unit dari mana rencana itu berasal. Rencana-rencana itu selalu
mempengaruhi fungsi pokok perusahaan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa
rencana yang efektif akan selalu dapat menjangkau dan menyentuh hubungan
perusahaan dan pelanggannya. Perusahaan yang progresif menyadari dan hamper
secara otomatis rencana-rencana mereka akan berpenaruh pada tinkat operasional
tanpa perlu memaksakannya lagi. Perubahn apapun yang diminta dalam suatu
rencana yang baik tentu akan terasa pada pasaran perusahaan.
Akan tetapi kendati suatu rencana yang baik pengaruhnya dapat melintasi
garis-garis organisasi, penyebarannya tidak dapat dilakukan begitu saja. Suatu
rencana yang baik harus memiliki fokus. Rencana yang baik harus selalu
menunjuk siapa yang bertanggung jawab untuk memenuhinya. Karenanya, nilai
ketujuh dari suatu rencana yang baik adalah terletak dari fokusnya ini. Tanpa
adanya komitmen mengenai siap yang harus melaksanakan rencana dan siapa
yang bertuas untuk mencapai sasaran yan ditetapkannya, rencana itu akan
kehilangan maknanya dan lebih bersifat cerita-cerita muluk saja.
Ukuran kedelapan dari suatu rencana terletak pada sumber daya yang
dialokasikannya, termasuk penugasan personalia yang bertanggung jawab untuk
melaksanakannya.rencana tidak sekedar merupakan pernyataan mengenai cita-
cita, tetapi lebih merupakan komitmen untuk melaksanakan suatu tindakan. Dan
tentu saja tindakan tak dapat dilaksanakan tanpa adanya sumber daya. Oleh karena
itu tak ada rencana yang lengkap tanpa keikutsertaan harta (assets)yang menjadi
bahan olahan. Sehingga penetapan “arah mana yang harus kita tuju” (perencanaan
strategis) akan sia-sia tanpa penetapan “bagaimana kita akan menuju ke sana”
(perencanaan taktis).
Tanda dari suatu rencana yang buruk dapat tercermin pada jawaban neatif
atas pertanyaan “Berapa banyak dana, waktu, dan material yang dikorbankan
untuk menyusun rencana in?”. Rencana yang buruk adalah sutu kuota penjualan
yang tidak dilengkapi dengan dana pengembangan salesman atau tindakan lainnya
yang mendukung tercapainya tujuan. Sebaliknya, rencana yan baik akan
menjelaskan apa yang diperlukan, siap, dan bagaimana melaksanakan hal-hal
yang diinginkan dalam rencana tersebut.
Keterikatan sumber daya dapat dijasikan suatu tes dari karakteristik
rencana yang baik. Suatu cara yang terbaik untuk mengecek dapat diterapkannya
suatu rencana adalah dengan jalan bertanya: “ Bagaiman kita akan mencapai apa
yang kita inginkan?”. Jika jawabannya: “Tidak tahu” atau “Sulit menceritakannya
kepada anda”, maka rencana tersebut lebih baik dihentikan atau dibuang saja.
Ukuran kesembilan dari suatu rencana adalah terletak pada bahan-bahan
yang membentuk rencana tersebut. Rencana yan baik akan selalu tersusun dari
informasi faktual. Jika kita tengah menyusun rencana hendaknya kita jangan
tergoda untuk berimajinasi, berambisi, berlagak kreatif dan optimis. Nilai-nilai
demikian itu tidak atau kurang bermanfaat bilamana diterapkan dalam
perencanaan, meskipun perencanaan itu sendiri mesti dilandasi dengan
pengetahuan. Pengetahuan di sini maksudnya tidak hanya berupa pengetahuan di
mana rencana itu harus dilandaskan, tetapi juga pengetahuan bagaimana
menerapkan pengetahuan itu dalam proses perencanaan.
Pengetahuan mengenai bagaimana menerapkan pengetahuan dalam proses
perencanaan mungkin akan dapat mengisi beribu-ribu lembar buku teks. Namun
secara ringkas dapat diikhtisarkan dalam suatu urutan proposisi. Perencanaan
yang baik:
✔ Akan diawali dengan pengetahuan menenai kondisi, posisi, dan
kesempatan-kesempatan yang ada sekarang.
✔ Memanfaatkan pengetahuan bahwa informasi yang paling berharga adalah
yang historis dan probabilistik.
✔ Dilandasi pengetahuan bahwa tidak semua risiko dapat diperhitungkan.
✔ Dilandasi pengetahuan bahwa setiap biaya dapat dikeluarkan hanya untuk
informasi yang baik dan relevan.
✔ Ditopang dengan pengetahuan bahwa pengakaman manusiawi dan
kemampuan untuk merumuskan kebijakan dapat menjadi sumber produktif
dari masukan perencanaan.
✔ Ditopang dengan pengetahuan bahwa mendasarkan rencana kepada fakta
saja tidak lantas berarti membuatnya dapat dilaksanakan.
Beberapa butir proposisi di atas mungkin sudah jelas. Akan tetapi ada
beberapa hal yang rupanya perlu mendapat beberapa penjelasan lebih lanjut.
Sebagai contoh misalnya mengenai butir relevansi biaya dan informasi.
Perencanaan yang berhasil akan mengetahuinya karena volume informasi yang
dapat dipergunakan dalam perencanaan mungkin berjumlah banyak sekali, dan tak
ada perusahaan yang dapat merankai dan menganalisa semua informasi yang
berkaitan dengan tujuan perusahaan. Karena perencanaan akan selalu memilih dan
menggunakan informasi secara selektif.
Karena biaya informasi, akibat aktivitas perencanaan yan meningkat, dapat
menjadi tak terkendali, perusahaan yang progresif biasanya berusaha untuk
memperketat kebutuhan informasi mereka. Perusahaan yang telah mapan
perencanaannya membatasi perncanaan mereka pada daerah-daerah yang paling
banyak memerlukan perubahan dan mengurangi rentang waktu yang tercakup oleh
masing-masing rencana tersebut. Dalam perusahaan tersebut penekanannya telah
bergeser untuk perencnaan daerah-daerah fungsional kepada rencana perusahaan
yang lebih luas (misalnya untuk produk, pasar, laba, dan investasi), dan periode
yan tercakup dalam rencana-rencana khusus telah dikurangi.
Ukuran kesepuluh dari nilai suatu rencana terletak pada tingkat kehati-
hatian dalam penyusunannya. Rencana yang baik bukan merupakan tindakan yang
serampangan, akan tetapi merupakan tindakan yang penuh perhitungan yang
dilaksanakan oleh orang-oran yang ahli dengan menggunakan prosedur yan
didisain secara ahli pula.
Alasan utama mengapa biaya perencanaan kuran mendapat perhatian
adalah karena perencanaan biasanya dianggap sebagai suatu aktivitas non-linier,
aktivitas yang unik, suatu aktivitas yan berakhir dengan dihasilkannya suatu
rencana. Ini merupakan suatu pandangan yang berbahaya dan mahal. Jika benar
bahwa perencanaan perusahaan bersifat kritis bagi kelangsungan hidup dan
perkembangan perusahaan, maka proses perencanaan harus diorganisasikan dan
dilaksanakan sebagaimana kegiatan yang berkesinambungan.
Perencanaan juga acapkali kurang dipikirkan masak-masak. Rencana lebih
sering merupakan fungsi yang diremehkan dan tidak mempunyai focus
orgganisasional. Memang benar setiap manajer harus memenuhi tanggung jawab
perencanaan, dan bidang pekerjaannya akan banyak memberikan manfaat hingga
pada tingkat mana ia mengembangkan keahliannya dalam menyumbangkan
tenaganya pada perencanaan yang sehat, realistis, dan dapat mengarahkan
tindakan dan aktivitasnya. Akan tetapi perencanaan yang sulit akan berhasil jika
tidak diiringi prosedur yang ketat yang harus diikuti oleh mereka yang memiliki
tanggung jawab perencanaanyang terdefinisikan dengan jelas. Jadi ide bahwa
setiap manajer harus membuat sendiri rencana kegiatannya bukanlah ide yang
baik. Secara umum dapat dikatakan bahwa perencanaan harus terpusat dan
dilaksanakan, atau sedikitnya dikendalikan oleh para spesialis.
Kantor bagian perencanaan perusahaan tidak hanya harus mempunyai
lokasi yang jelas tetapi juga harus memiliki saluran komunikasi yang jelas pula.
Dengan lain perkataan, perencanaan harus memiliki posisi organisasi yang jelas
dan harus dilengkapi dengan jalur-jalur informasi yang menonjol.

2.2.7 Hirarki dan Unsur Rencana Perusahaan


Dalam suatu perusahaan, rencana-rencana dirancang menurut suatu hirarki
yang parallel dengan struktur organisasi. Pada setiap tingkat, rencana memiliki
dua fungsi; yaitu sebagai alat untuk mencapai target yang ditetapkan pada rencana
tingkat di atasnya, dan sebaliknya jugan merumuskan target yang harus dipenuhi
oleh rencana pada tingkat yang dibawahnya.
Pada gambar di bawah ini nampak skema hirarki rencana organisasi yang
dimulai dari tujuan (goal) perusahaan hingga kemudian terperinci menjadi
rencana-rencana operasional. Pada skema tersebut nampak dua bentuk rencana
pokok, yaitu rencana strategis dan rencana operasional. Rencana strategis adalah
proses penetapan tujuan-tujuan organisasi, penetapan kebijaksanaan dan program
strategis yang diperlukan untuk mencapai tujuan tertentu yang selaras dengan
tujuan tadi, serta menetapkan metode yang diperlukan untuk menjamin bahwa
kebijaksanaan dan program strategis telah diterapkan. Definisi yang panjang ini
dapat diringkas dalam suatu definisi singkat: perencanaan strategis adalah proses
perencanaan jangka panjang yan diformulasikan serta digunakan untuk
mendefinisikan dan mencapai tujuan (goals) perusahaan.
Rencana operasional, di lain pihak, adalah tentang bagaimana rencana
strategis itu dapat dicapai. Ada dua bentuk rencana operasional, yaitu rencana
sekali pakai dan rencana tetap. Rencana sekali pakai dibuat untuk mencapai suatu
tujuan tertentu dan tak terpakai lagi bilamana tujuan tersebut sudah terpenuhi.
Sedangkan rencana tetap adalah pendekatan-pendekatan standar yan disusun
untuk menanggulani situasi yang berulang dan dapat diprediksi.
Bagan 2.2 Hirarki Rencana-Rencana Oganisasi

TARGET
(OBJECTIVES
)

RENCANA
STRATEGIS

TUJUAN
(GOALS)

RENCANA
OPERASIONAL

AKTIVITAS TAK AKTIVITAS


BERULANG
BERULANG

RENCANA- RENCANA-
RENCANA SEKALI RENCANA
PAKAI TETAP

KEBIJAKAN
(POLICY)
PROGRAM

STANDAR
PROYEK ANGGARA PROSEDUR
N METODE

PERATURAN

Rencana Strategis
T
Kita awali dulu dengan rencana strategis. Strategi adalah sautu program
dalam arti luas untuk mencapai tujuan organisasi dan juga melaksanakan misi
yang tergaris di dalamnya. Ungkapan “program” di sini secara tidak langsung
berarti suatu peran aktif, kesadaran, dan rasional yang dilaksanakan oleh para
manajer dalam memformulasikan strategi organisasi. Suatu strategi dapat
menciptakan suatu pengarahan yang seragam bagi organisasi dalam pencapaian
tujuannya, dan memberikan pedoman dalam penyebaran dan penggunaan sumber
daya untuk menggerakkan organisasi dalam usahanya mencapai tujuannya tadi.
Rencana strategis memiliki beberapa karakteristik:
1. Rencana strategis berkaitan erat dengan pertanyaan-pertanyaan yang
sifatnya mendasar dan fundamental, seperti: “ Apa yang menjadi kegiatan
utama perusahaan, dan apa yang harus dikerjakan untuk mencapai tujuan
perusahaan?”, “Siapa yang dapat menjadi pelanggan kita dan bagaimana
mengusahakan agar mereka dapat menjadi pelanggan kita?”
2. Rencana strategis memberikan kerangka dalam penyusunan rencana yang
lebih terperinci dan keputusan manajerial sehari-hari. Untuk mengambil
keputusan semacam ini seorang manajer dapat bertanya pada diri sendiri:
“Tindakan mana yang kiranya paling konsisten dengan strategi kita?”
3. Rencana strategis mempunyai kerangka waktu yang lebih panjang
daripada bentuk perencanaan lainnya.
4. Rencana strategis dapat menciptakan rasa kebersamaan dan daya gerak
(momentum) pada tindakan dan keputusan organisasi sepanjang waktu.
5. Rencana strategis merupakan suatu aktivitas tingkat tinggi, di sini
manajemen puncak harus terlibat di dalam perumusannya. Hal ini
disebabkan pertama, hanya manajemen puncak saja yang dapat menerima
informasi yang diperlukan untuk mempertimbangkan seluruh aspek
organisasi; dan kedua, komitmen dari manajemen puncak diperlukan
sehubungan untuk menciptakan komitmen pada tingkat yang lebih rendah.

Perencanaan strategis tidak merupakan satu-satunya aktivitas perencanaan,


akan tetapi merupakan satu-satunya perencanaan yang manajemen puncaknya
memiliki peran yang paling kritis. Perencanaan yang dilaksanakan pada tingkat
yang lebih rendah disebut perencanaan operasional. Fokusnya terletak pada
kegiatan sekarang, dan yang diutamakan adalah efisiensi (doing things right)
daripada efektivitas (doing the right things).
Dalam kaitannya bahwa perencanaan strategis memberikan pedoman dan
batasan untuk manajemen operasional, dua tipe perencanaan tersebut saling
bertumpang-tindih. Keduanya diperlukan. Manajemen yang efektif harus
memiliki strategi dan juga harus beroperasi pada tingkat sehari-hari untuk
mencapainya. Gambar 8-2 mengikhtisarkan perbedaan-perbedaan pokok antara
perencanaan strategis dan perencanaan operasional.

Bagan 2.3 Perbedaan Perencanaan Strategis dan Perencanaan


Operasional

Perencanaan Perencanaan Strategis


Operasional

Masalah operasional Kelangsungan hidup


Fokus
jangka panjang dan
pengembangan-
pengembangan yang
diperlukannya

Keuntungan saat ini Keuntungan masa depan


Tujuan

Lingkungan sumber Lingkungan sumber daya


Batasan
daya saat ini masa depan

Efisiensi, stabilitas Pengembangan potensi


Hasil
masa depan

Iklim usaha saat ini Kesempatan di masa


Informasi
depan
Birokratik/stabil Kewiraswastaan/luwes
Organisasi

Konservatif Menciptakan perubahan-


Kepemimpinan
perubahan radikal

Pemecahan Bereaksi, bersandar Berantisipasi, mencari


masalah pada pengalaman pendekatan-
masa lalu pendekatan baru

Risiko rendah Risiko lebih tinggi

Rencana-rencana Sekali Pakai


Rencana sekali pakai adalah rumusan tindakan-tindakan yang mungkin
tidak akan diulangi dalam bentuk yang sama di masa depan. Sebagai contoh,
sebuah perusahaan merencanakan untuk membaut sebuah gudang karena adanya
perluasan usaha. Perusahaan itu perlu membuat rencana sekali pakai untuk proyek
tersebut kendatipun di masa lalu perusahaan sudah pernah membuatnya berkali-
kali. Perusahaan tidak dapat menggunakan rencana gudang yang sudah ada,
karena gudang yang akan dibangun memerlukan lokasi, konstruksi, penyedian
tenaga kerja, batasan-batasan daerah, dan hal-hal lainnya yang khusus. Bentuk
rencana sekali pakai yang banyak dikenal antara lain program, proyek, dan
anggaran.

Program
Suatu program mencakup seperangkat aktivitas yang relatif besar.
Program menunjukkan (1) langkah-langkah pokok yang diperlukan untuk
mencapai suatu target, (2) unit atau anggota organisasi yang diserahi tanggung
jawab pada setiap langkah, dan (3) ketentuan dan jangka waktu setiap langkah.
Program dapat disertai dengan suatu anggaran atau seperangkat anggaran untuk
setiap aktivitas yang diperlukan.
Suatu program mungkin mempunyai ruang lingkup sampai seluas kegiatan
peluncuran manusia ke bulan, namun juga dapat hanya sekecil usaha peningkatan
kemampuan membaca pada anak-anak kelas dua sekolah dasar. Tanpa
memandang ruang lingkupnya, program umumnya memerincikan berbagai
aktivitas dan alokasi sumber daya di dalam suatu keseluruhan yang mungkin akan
mencakup bentuk rencana sekali pakai lainnya seperti proyek dan anggaran.
Proyek
Proyek adalah bagian terpisah yang lebih kecil daripada program. Setiap
proyek mempunyai ruang lingkup yang terbatas dan arah dan masa penugasan
yang berbeda. Sebagai contoh, dalam rencana pembangunan gudang proyeknya
akan berupa penggambaran layout, laporan penyediaan tenaga kerja, dan
rekomendasi pemindahan stock dari fasilitas yang ada ke instalasi baru. Setiap
proyek akan menjadi tanggung jawab personal tertentu pula untuk
menyelesaikannya.

Anggaran
Anggaran adalah ikhtisar sumber daya keuangan yang disusun menurut
aktivitas-aktivitas yang akan dilaksanakan dalam suatu periode tertentu. Anggaran
umumnya dipergunakan sebagai alat pengendalian aktivitas organisasi dan
merupakan komponen penting dari suatu program atau proyek. Anggaran
umumnya dipergunakan sebagai alat pengendalian aktivitas organisasi dan
merupakan komponen penting ari suatu program atau proyek. Anggaran
memerincikan pendapatan dan juga pengeluaran biaya dan karenanya
menyediakan berbagai target untuk aktivitas-aktivitas tersebut seperti misalnya
jumlah penjualan, biaya departemen, atau investasi baru.
Para manajer acapkali memandang penyusunan anggaran sebagai proses
yang menjadi panutan dalam pengambilan keputusan untuk mengikat sumber
daya pada berbagai alternatif tindakan. Dengan penafsiran ini anggaran dapat
dianggap sebagai rencana sekali pakai dalam kegiatan mereka. Jika alokasi
sumber daya selama proses anggaran tidak memperhitungkan target-target
strategis, maka strategi organisasi hanya mempunyai pengaruh terbatas pada
aktivitas yang sesungguhnya. Dengan demikian anggaran acapkali menjadi proses
pokok perencanaan yang berbagai aktivitas lainnya dipilih dan dikoordinasikan.

Rencana-rencana Tetap
Suatu keputusan atau seperangkat keputusan dapat menjadi pedoman bagi
pelaksanaan fungsi-fungsi yang berlangsung berulangkali dalam suatu organisasi.
Suatu rencana tetap dapat menghemat waktu para manajer dalam merumuskan
rencana dan pengambilan keputusan yang sifatnya berulang. Karena adanya unsur
yang sama dalam keputusan berulang itu maka perumusan dalam suatu pola
rencana yang tetap dan konsisten dengan sendirinya akan mempermudah dan
memperlancar pelaksanaannya. Sebagai contoh, sebuah bank akan dapat lebih
mudah menerima atau menolak permohonan kredit bilamana kriteria evaluasi
credit rating, harta jaminan, dan informasi lainnya telah ditetapkan lebih dahulu.
Namun demikian, dalam beberapa hal rencana tetap dapat juga merugikan karena
sifatnya yang mengikat manajer pada pola keputusan-keputusan lama yang
mungkin sudah tidak memadai lagi. Karena itu rencana-rencana tetap harus selalu
dievaluasi dan diinterpretasikan dengan cara yang luwes secara periodik.
Bentuk rencana tetap yang banyak dikenal adalah kebijakan, prosedur, dan
peraturan.
Kebijakan
Kebijakan adalah suatu pedoman umum dalam pengambilan keputusan.
Kebijakan memberikan batasan bagi keputusan-keputusan, termasuk penetapan
apa yang dapat dikeluarkan dan apa yang tidak boleh dikeluarkan. Dengan cara ini
jalur-jalur pemikiran para anggota organisasi akan selalu konsisten dengan tujuan
organisasi. Beberapa kebijakan amat berkaitan dengan banyak masalah yang
cukup penting, seperti misalnya kebijakan kebersihan yang diperlukan dalam
suatu perusahaan pengepakan bahan makanan. Dan kebijakan lain mungkin hanya
berkaitan dengan masalah yang lebih remeh, seperti misalnya kebijakan cara
berpakaian yang rapi dalam kantor penjualan.
Secara formal kebijakan umumya dirumuskan oleh para manajer puncak
dalam suatu organisasi. Para manajer ini perlu menyusun kebijakan karena (1)
mereka merasa bahwa kebijakan ini dapat memperbaiki efektivitas organisasi, (2)
mereka ingin agar nilai-nilai pribadi mereka dapat tercemin dalam beberapa aspek
organisasi (misalnya aturan berpakaian), atau (3) mereka ingin menjernihkan
beberapa konflik atau kerancuan yang ada pada tingkat yang lebih rendah.
Kebijakan secara informal dapat juga tumbuh dari tingkat yang lebih
rendah karena adanya perangkat keputusan yang konsisten atas subyek yang sama
dari waktu ke waktu. Sebagai contoh, jika ruangan kantor diputuskan berulangkali
berdasarkan senioritas, maka keputusan-keputusan yang berulangkali tersebut
dapat dijadikan suatu kebijakan. Dalam masa belakangan ini kebijakan juga dapat
ditetapkan berdasarkan faktor lingkungan ekstern – seperti misalnya aparat
pemerintah, yang menggariskan pedoman bagi aktivitas organisasi (seperti
misalnya kebijakan yang berlaku pada perusahaan-perusahaan negara: perjan,
perum, dan persero di Indonesia).

Prosedur
Kebijakan dilaksanakannya berdasarkan suatu pedoman yang lebih
terperinci yang disebut “prosedur standar” atau “metode standar”. Suatu prosedur
memberikan seperangkat instruksi untuk melaksanakan suatu rangkaian tindakan
yang sering terjadi atau terjadi secara teratur. Sebagai contoh, misalnya prosedur
pengeluaran uang dari kasir harus melalui persetujuan pejabat yang berwenang,
penghitungan uang oleh kasir, tanda terima berupa kuitansi, penerimaan faktur
penagihan, dan seterusnya. Instruksi-instruksi terperinci seperti ini akan dijadikan
pedoman bagi karyawan yang melaksanakan tugas tersebut dan dapat menjamin
terselenggaranya pendekatan yang konsisten pada suatu situasi tertentu.

Peraturan
Peraturan adalah suatu pernyataan bahwa suatu tindakan harus
dilaksanakan atau tidak boleh dilaksanakan dalam situasi tertentu. Peraturan
merupakan rencana tetap yang paling eksplisit, dan bukan merupakan pedoman
untuk pemikiran atau pengambilan keputusan. Peraturan merupakan substitusi
dari pengambilan keputusan. Peraturan menegaskan dua pilihan melaksanakan
atau tidak melaksanakan suatu hal dalam kondisi tertentu.
Sebagai contoh, peraturan mengenai jam kerja, peraturan dilarang untuk
merokok dalam gudang barang yang berisi barang-barang mudah terbakar, dan
sebagainya.

2.2.8 Unsur-unsur Yang Mendukung Terciptanya Perencanaan Yang Sehat


Unsur di sini dapat pula diterjemahkan sebagai alat atau penggerak. Unsur-
unsur yang diperlukan untuk menciptakan perencanaan yang sehat adalah adanya
keinginan, informasi, pengetahuan, pengalaman, wawasan, imajinasi, ambisi,
semangat, dan realisme. Rencana dapat dibenarkan bilamana rencana itu dapat
menimbulkan iklim pengendalian yang lebih baik di masa depan. Pada bagan 2.4
nampak urutan informasi yang harus dikuasai dalam suatu perencanaan.
Bagan 2.4 Informasi yang Harus Diketahui dalam Suatu Perencanaan

KEUANGAN PRODUKSI
Volume penjualan Biaya per unit
Trend penjualan Biaya persediaan
Laba kotor Varians biaya
Laba Bersih Biaya standar
Laba banding penjualan Jangka waktu produksi
Break even point Produksi yang belum
diterselesaikan
Rentabilitas Biaya lembur
Persediaan, analisis usia Biaya produksi
Perputaran persediaan Analisis nilai
Laba per produk Biaya pengangkutan
Pendapatan per saham Penyediaan tenaga
kerja
Biaya penjualan per penjualan Biaya kerja
Piutang, analisis usia
Perputaran piutang
Anggaran performance
Perputaran kas
PEMASARAN PERSONALIA
Trend ekonomi Jumlah tenaga kerja
Volume penjualan nasional Distribusi tenaga kerja menurut
usia,
Hasil produksi pesaing pengalaman, dan latihan
Kegiatan pesaing Kebutuhan personalia
Penetapan harga kompetitif Manfaat dilihat dalam persentase
dari
Produk-produk baru kompensasi yang
diberikan
Biaya penjualan per salesman Biaya arbitrasi
Frekuensi penjualan menurut Biaya negosiasi
kelompok pelanggan Biaya latihan
Biaya distribusi Biaya rekruting
Biaya advertensi dan promosi Waktu yang hilang karena
pengangguran
Penetrasi pasaran Rasio staf dengan tenaga kerja yang ada
Penetrasi wilayah Perkiraan jumlah yang pensiun
Perputaran
Moral

FASILITAS DAN PERALATAN ADMINISTRASI DAN


Nilai perolehan PENGEMBANGAN
Wilayah lantai keseluruhan Total biaya administrasi
Ruangan per orang Biaya administrasi dilihat dalam persentase
Penggunaan ruangan dari penjualan
Biaya konstruksi per wilayah Rasio tenaga administratif banding
tenaga
Biaya pemeliharaan per wilayah produksi
Nilai buku Metode-metode baru
Kapasitas mesin Biaya komunikasi
Penggunaan mesin Sikap karyawan
Dalam meninjau fungsi perencanaan, pemeriksa operasional cepat atau
lambat harus mempertimbangkan apa yang menjadi tujuan perusahaan
sebenarnya. Sudah umum jika dikatakan bahwa keberhasilan operasi suatu
perusahaan selalu diawali dengan menetapkan tujuannya, dan merancang target
serta sasaran yang harus dicapai, yang umumnya berjangka waktu lebih pendek
ketimbang tujuannya tadi. Di sini perlu dilihat apakah kegiatan yang ada itu sudah
cukup konsekuen dengan tujuan dan sasaran yang harus dicapai.
Usaha untuk merumuskan tujuan yang dapat dipertanggungjawabkan
dimulai dengan dua hal, yaitu adanya ide atau ide-ide mengenai usaha dan
penghimpunan informasi faktual yang berkaitan dengan ide atau ide-ide tadi.
Mungkin tak ada observasi mengenai perusahaan yang lebih besar selain dari
adanya keyakinan bahwa dorongan utama perusahaan adalah adanya ide. Dalam
setiap perusahaan yang sehat akan selalu terdapat suatu dorongan yang amat kuat
berupa ide-ide yang antara satu ide dengan ide lainnya saling menguatkan. Di
balik usaha membina dan membentuk kemampuan kompetitifnya suatu
perusahaan memiliki suatu daya penggerak utama (prime mover) dalam bentuk
ide atau kelompok ide yang saling berinteraksi sedemikian rupa sehingga tak ada
ide yang bertentangan dengannya yang dapat tetap hidup. Ide atau kelompok ide
itu menekankan kepatuhan, menyuburkan fungsi-fungsi yang ada dalam
perusahaan, dan juga menghancurkan ide-ide yang berlawanan dengannya. Litton
dengan kewiraswastaan yang sistematis, IBM dengan biaya informasi per unit
yang lebih rendah, Ford dengan biaya produksi rendah, volume produksi tinggi,
dan GENESCO dengan spesialisasi dalam berbagai bentuk pakaian, adalah contoh
perusahaan-perusahaan yang berhasil tumbuh dan menjadi besar karena adanya
ide atau ide-ide yang kuat. Adapun jika perusahaan-perusahaan ini kemudian
terhambat dalam usahanya menjadi perusahaan raksasa, maka hal itu banyak
disebabkan karena terjadi hal sebaliknya yaitu ide-ide yang tidak sejalan mulai
tumbuh dan mengakar. Henry Ford misalnya, pernah mengacaukan masalah
stabilisasi produk dan efisiensi kompetitif.
Ukuran yang lazimnya dipergunakan dalam menentukan keberhasilan
suatu perusahaan adalah kelangsungan hidupnya. Akan tetapi kelangsungan hidup
belaka belum dapat dijadikan dasar yang sah dalam menentukan sehat tidaknya
perusahaan tersebut. Di sini yang diperhitungkan hanyalah kemampuan untuk
tetap menjalankan bisnis, karena dengan adanya kemampuan tersebut berarti
perusahaan tersebut tidak memiliki penyakit yang dapat membahayakan
kelangsungan hidupnya. Cara demikian sebenarnya tidak dapat dikatakan layak,
karena setiap perusahaan tentu memiliki modal, produk, atau momentum pasar
yang tetap terpelihara kendatipun sebenarnya sudah dianggap mati. Produk tetap
dapat terjual kendatipun masa gemilangnya telah lewat; salesman tetap mencatat
pesanan barang kendatipun dengan harga obral; laba tetap diperoleh kendatipun
sebenarnya sudah dianggap mati. Produk tetap dapat terjual kendatipun tidak
cukup untuk mengembalikan modal. Banyak lagi gejala yang dapat dilihat untuk
mengidentifikasikan kemacetan dalam keberhasilan perusahaan.
Jaminan terbaik akan adanya kemampuan perusahaan tidak terletak pada
kekayaan materialnya seperti modal, aktiva tetap atau produksi – meskipun
sebenarnya komponen itu juga penting peranannya dalamn perusahaan – akan
tetapi terletak pada kekuatan dorongan ide yang mengarahkan energi perusahaan
menuju kepada target yang jelas. Ide-ide ini, yang biasanya dapat mengarahkan
kebiasaan, disebut nilai-nilai. Ungkapan “nilai” sebaliknya dapat berarti
mendesakkan kepercayaan, yang pada dirinya sendiri terdapat pengertian suatu
ide yang bermanfaat karena suatu perusahaan – atau seseorang – selalu
membutuhkan kepercayaan dan keyakinan untuk tetap berada dalam keberhasilan.
Ide-ide, agar dapat didesakkan atau ditekankan, harus memiliki daerah
yang luas. Menekankan ide bukan pekerjaan ringan, dan karenanya tidak perlu
serng dilakukan. Tak ada orang atau perusahaan yang dapat dimotivasi secara
sekaligus dengan memebrikan kegairahan secara menyeluruh. Karenanya, dalam
suatu perusahaan harus diadakan penggolongan fungsi atau daerah kegiatan.
Untuk satu fungsi atau daerah kegiatan ini hanya berlaku satu nilai saja.
Sedangkan untuk keseluruhan perusahaan perlu dibuat satu ide sentral yang cukup
untuk memberikan pemahaman secara umum saja. Ide sentral ini biasanya
ditanamkan dalam bentuk moto, seperti misalnya: “Enak dibaca dan
perlu”(Tempo).
Ide-ide demikian bukan merupakan iklan, melainkan pengakuan adanya
kebutuhan untuk menciptakan pemaksaan dan pemahaman dengan mudah atas
ide-ide perusahaan ke dalam sanubari para karyawan, pemegang saham, dan
masyarakat.
Apalagi yang diperlukan untuk mengusahakan agar tujuan-tujuan
perusahaan lebih bermakna dan produktif? Ada lagi yang diperlukan, yaitu
manajemen hendaknya memiliki kesatuan, kontinuitas,dan konsistensi. Penetapan
tujuan tidak akan begitu saja dapat meningkatkan kualitas.
Kita ambil gambaran sebagai berikut. Suatu konvoi terdiri dari beberapa
buah jip, truk, dan tank tengah menuju ke kota X. Jip dapat melewati rute
langsung, karena bentuknya kecil dan tidak memerlukan jembatan yang terlalu
kokoh. Truk mungkin memerlukan jalan lain karena bentuknya yang besar dan
mengganggu lalu lintas kota. Sedangkan tank mungkin harus melewati jalan lain
lagi karena diperlukan jembatan yang lebih kokoh untuk menyebrangkannya. Di
sini akan timbul pertanyaan, apakah tujuan itu akan dapat tercapai jika pimpinan
dalam jip saja yang mengetahui dengan pasti di mana kota X yang tengah mereka
tuju itu berada.
Dari contoh di atas kita dapat menarik analogi bahwa tujuan yang baik saja
belum cukup. Tujuan harus dikomunikasikan, dan setiap individu dalam suatu
perusahaan harus memahami tanggung jawab masing-masing ysng merupakan sub
tujuan-sub tujuan dari tujuan keseluruhan. Dengan lain perkataan, tujuan dapat
dipandang sebagai suatu pekerjaan yang ditetapkan dan harus dilaksanakan oleh
setiap individu dalam organisasi secara keseluruhan. Karenanya setiap manajer
harus mengetahui tanggung jawab mereka dengan sejelas-jelasnya, dan pada
gilirannya ia juga harus menjelaskan kepada bawahannya mengenai bagian-bagian
tanggung jawab mereka. Keseluruhan rencana sifatnya hirarkis, yang berarti
bahwa masing-masing unit organisasi harus merencanakan dalam suatu kerangka
rencana unit yang lebih besar dan sebaliknya menjadi kerangka perencanaan unit-
unit yang lebih kecil.
2.2.9 Pedoman Perencanaan yang Efektif
Perencanaan adalah suatu fungsi manajerial yang acapkali diserahkan
kepada seorang spesialis. Setiap manajer sebenarnya memiliki tanggung jawab
perencanaan. Pekerjaannya akan member manfaat sesuai dengan tingkat keahlian
yang dikembangkannya dalam penyusunan rencana-rencana yang sehat dan
realistis sedemikian rupa sehingga dapat mengarahkan aktivitasnya dan juga
aktivitas bawahannya. Berikut ini ada beberapa petunjuk yang dapat dijadikan
pedoman untuk perencanaan yang efektif.
1. Perencanaan harus berorientasi ke masa depan.
2. Rencana yang efektif harus berpusat pada perusahaan, yang didasarkan
pada pertimbangan-pertimbangan yang dapat diterapkan dan yang dapat
timbul dari sautu perusahaan.
3. Rencana harus timbul dari ide-ide yang terpusat. Nilai dari sautu rencana
akan tergantung pada ide-ide yang ada dalam perusahaan dan juga target
rencana itu sendiri.
4. Rencana yang baik harus memiliki suatu tujuan yang positif artinya adalah
bahwa rencana tersebut paling tidak lebih condong pada upaya untuk
menciptakan sesuatu daripada menghentikan sesuatu.
5. Perencanaan yang sehat didasarkan pada penilaian yang hati-hati, terutama
mengenai kebutuhan perusahaan, kemungkinan untuk mencapai sesuatu,
dan biaya yang mencapainya.
6. Rencana selalu menunjukkan hasil-hasil spesifik. Karena rencana harus
ditujukan pada pencapaian suatu hasil tertentu, maka hasil itu harus
dinyatakan secara spesifik.
7. Suatu rencana harus mengandung penetapan waktu. Setiap perusahaan
merupakan satuan ekonomi, di mana dalam kegiatannya selalu digunakan
istilah-istilah tariff, produktivitas, dan kata-kata lain yang menunjukkan
unit waktu.
8. Rencana yang baik selalu menjelaskan siapa yang mesti melaksanakannya.
Cara yang paling terjamin untuk mencapai hasil yang ditetapkan dalam
perencanaan adalah dengan jalan membebankan tanggung jawab
pencapaiannya pada seseorang.
9. Rencana harus dapat dijadikan dasar pengendalian. Bilamana suatu
penyimpangan tidak dapat dikoreksi atau koreksi tidak dapat dilaksanakan,
maka rencana tersebut akan tidak bermanfaat.

2.2. 10 Kuesioner Untuk Mengevaluasi Perencanaan


Berikut ini terlihat urutan pertanyaan yang dapat dipergunakan sebagai alat
untuk mengevaluasi perencanaan dalam suatu perusahaan.
Ya Tidak Tidak Proses
Tahu 1. Apakah perusahaan memiliki suatu
aktivitas perencanaan yang formal di
mana tanggung jawab fungsi
perencanaan dilimpahkan pada
individu-individu secara tertulis, dan
menyatakan dengan tegas waktu dan
fasilitas perencanaannya?
2. Apakah terlihat bahwa orang-orang
yang terlibat dalam perencanaan
ditetapkan tanggung jawabnya, dan
menanggung risiko pencapaian tujuan?
3. Apakah perencanan dilaksanakan
berdasarkan jadwal tertentu, dan bukan
disesuaikan dengan waktu yang ada
bagi para pelaksanaannya?
4. Apakah perusahaan menetapkan
keharusan adanya partisipasi aktif pada
semua tingkat manajemen dalam
memformulasikan rencananya?
5. Apakah karyawan produksi atau kerani
juga ikut diminta pertimbangannnya
mengenai seluruh perencanaan yang
mempengaruhi pekerjaan mereka?
6. Apakah ada penetapan yang jelas
mengenai hubungan informasi yang
berkaitan dengan perencanaan dapat
dikaitkan dengan perencanaan dapat
dikaitkan dengan pejabat atau pusat
perencanaan dan individu-individu
yang terlibat di dalamnya?
7. Setelah rencana selesai disusun apakah
rencana tersebut direview oleh pihak
yang dianggap independen, yaitu
seseorang yang memiliki pengetahuan
ke dalam tetapi di luar daerah yang
direncanakan?
8. Apakah perusahaan juga ikut
berspekulasi dalam daerah-daerah
baru?
9. Apakah rencana-rencana selalu
direview secara periodik selama
implementasinya melalui laporan-
laporan pengendalian?
10. Jika ya, jika terbukti bahwa rencana-
rencana tidak berjalan atau tak dapat
dilaksanakan, apakah rencana-rencana
tersebut disesuaikan kembali ataukah
dihentikan secara formal?
11. Apakah perusahaan mempergunakan
bantuan dari luar bilamana tidak dapat
menyusun suatu rencana yang layak
dengan sumber daya yanga ada?
12. Apakah untuk setiap rencana yang
disetujui selalu ditetapkan prioritasnya?
13. Apakah rencana-rencana dibuat setelah
melalui penelitian dan evaluasi yang
mendalam atas masalah-masalah dan
kesempatan-kesempatan yang ada
dalam perusahaan?
14. Apakah proses perencanaan mencakup
pula sautu penyelidikan berbagai
alternatif sebelum rencana
diselesaikan?
15. Apakah untuk setiap rencana ditetapkan
pengendalian dengan jalan
pembandingan untuk mengecek
perkembangan yang ada?
16. Apakah perusahaan memiliki tujuan
dan sasaran (goals & objectives) secara
tertulis untuk beberapa
tahunmendatang (khususnya tiga, lima,
atau sepuluh tahun?)
17. Apakah sasaran-sasaran itu telah
dibicarakan dan disetujui oleh mereka
yang berkepentingan sebelum
diselesaikan?
18. Apakah sasaran-sasaran itu memang
benar-benar diperlukan ditinjau dari
kondisi yang ada sekarang ini?
19. Apakah tujuan dan sasaran itu realistis
dan penuh tantangan; di mana anda
memiliki pendukung kuat bahwa
tujuan-tujuan itu benar-benar
menantang motivasi perusahaan?
20. Apakah tanggung jawab tercapainya
tujuan tersebut telah diserahkan dengan
jelas dan khusus kepada mereka yang
secara langsung terlibat dalam usaha
pencapaiannya?

Rencana Jangka Pendek (operasional)

21. Apakah untuk setiap unit organisasi


perusahaan telah memiliki sub tujuan?
22. Apakah rencana jangka pendek ini
sejalan dengan rencana jangka
panjang?
23. Apakah tujuan dan sasaran telah
dikomunikasikan secara tertulis dengan
masing-masing unit dan pihak yang
bertanggung jawab?
24. Apakah pekerjaan yang terlibat dalam
penerapan masing-masing rencana
telah diestimasikan?
25. Apakah untuk mencapai tujuan dan
sasaran tersebut telah dibuatkan
rencana-rencana terpeirnci dan
jadwalnya?
26. Apakah masing-masing kelompok
berpatisipasi dalam formulasi rencana
dan penjadwalannya?
27. Apakah untuk setiap proyek pekerjaan
telah ditetapkan tanggal mulai dan
selesainya?
28. Apakah setiap orang yang terkena
penjawalan itu telah diberitahu?
29. Apakah perusahaan selalu
memproyeksikan biaya dan pendapatan
untuk satu, dua, dan lima tahun
mendatang?
30. Apakah proyeksi cash flow dapat
dijadikan pedoman yang layak dalam
penggunaan struktur modal dan sumber
daya likuid?

Anggaran

31. Apakah ada seseorang yang


bertanggung jawab bahwa biaya
penyusunan anggaran sama dengan
nilai yang diproyeksikannya?
32. Apakah anggaran hanya disusun setelah
dilakukan review mengenai peluang
pengetatan biaya?
33. Apakah gambaran biaya dari rencana
yang direkomendasikan dan berbagai
peluang yang ada benar-beanr telah
diketahui?
34. Apakah untuk rencana-rencana yang
ada telah dibuatkan anggarannya,
dengan memerincikan kebutuhan
tenaga kerja, peralatan, biaya operasi,
dan taksiran laba?
35. Apakah anggaran-anggaran yang ada
merupakan hasil perhitungan yang
matang, dan bukan merupakan
perhitungan yang dibuat tanpa analisis
pengalaman masa lalu?
36. Apakah anggaran disusun oleh pihak
yang bertanggung jawab untuk
memenuhinya?
37. Apakah anggaran-anggaran
dipergunakan (atau dianggap)
dipergunakan sebagai alat pengawas
yang ketat?
38. Apakah anggaran direvisi tanpa
konsultasi dan persetujuan pihak yang
bertanggung jawab untuk memenuhi
anggaran revisi tersebut
39. Apakah ada staf yang dapat membantu
setiap tingkat manajemen dalam
penyusunan anggaran?
40. Apakah anggaran begitu terperinci
ehingga pengendalian jadi kurang
bermanfaat?
41. Apakah anggaran selalu bisa direvisi
sehingga setiap kegagalan dalam
mencapai sasaran anggaran dapat selalu
ditutup?
42. Apakah anggaran yang ada
mengandung unsur penyangga yang
dapat mencairkan keefektifan
perangkat pengendalian?
43. Apakah penjelasan atas selisih
anggaran beanr-benar menyatakan hal-
hal yang tak dapat ditolerir?
44. Apakah manajemen berpegang pada
anggaran tidak sekedar untuk
menyembunyikan penyesuaian agar
dapat mengkompensasikan kesalahan-
kesalahan yang melekat padanya?
45. Apakah anggaran kerja disusun oleh
departemen-departemen pokok paling
sedikit secara tahunan dan kemudian
memberlakukan setahun sebelumnya di
setiap saat?
46. Apakah untuk rencana-rencana dan
peluang-peluang yang harus dicapai
perusahaan telah dibuatkan
proyeksinya dengan hati-hati?
47. Apakah untuk rencana-rencana yang
dibuat telah tersedia anggarannya
secara tertulis, dengan
memperhitungkan kebutuhan tenaga
kerja, peralamatan, biaya operasi, dan
taksiran laba?

Umum

48. Apakah tanggung jawab pelaksanaan


telah diserahkan pada seseorang?
49. Apakah insentif-insentif yang telah
dimufakat selalu dikaitkan dengan
rencana?
50. Apakah tanggung jawab diserahkan
dengan diiringi dengan insentif?
51. Apakah kegiatan selalu dinilai dengan
membandingkannya dengan rencana
dan demikian pula dengan pemberian
imbalannya?
52. Apakah rencana-rencana perusahaan
berkaitan dengan hal-hal penting yang
kiranya dapat menimbulkan perubahan
dalam organisasi?

Daftar pertanyaan di atas paling tidak dapat memberikan gambaran bagi


pemeriksa mengenai apa yang harus dilakukan dalam melaksanakan evaluasi
perencanaan. Di sini diharapkan pemeriksa harus mengetahui lebih dahulu
mengenai karakteristik perusahaan atau organisasi yang diperiksanya, sehingga
pertanyaan-pertanyaan yang diajukannya juga akan dapat dikembangkan sesuai
dengan karakteristik tersebut. Namun demikian, pertanyaan-pertanyaan di atas
kiranya dapat dijadikan petunjuk sekilas mengenai materi apa yang harus
ditekankan dalam evaluasi perencanaan.

2.3 Mengevaluasi Sistem Pengendalian

2.3.1 Pentingnya Pengendalian Manajemen Dalam pemeriksaan


Operasional
Dalam pemeriksaan keuangan sudah lazim didengar istilah pengendalian
intern. Suatu definisi yang amat terbiasa didengar oleh setiap praktisi auntasi
mengenai pengendalian intern berbunyi sebagai berikut:”Pengendalian intern
meliputi struktur organisasi dan semua cara serta ukuran yang terkoordinasikan
dan diteraapkan dalam perusahaan dengan tujuan untuk mengamankan harta,
mengecek kecermatan dan keandalan data akuntasi, meningkatkan efisiensi, sserta
mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen yang telah ditetapkan”(definisi dari
AICPA).
Tingkat lemah kuatnya system pengendalian intern akan dijadikan
petunjuk bagi pemeriksa keuangan untuk menentukan luasnya pengujian
substantive (substantive test), atau pengujian atas nilai-nilai yang terdapat dalam
laporan keuangan. Dalam pemeriksaan operasional sikap pemeriksa biasanya juga
tidak berbeda, hanya disini yang dipergunakan sebagai indicator adalah system
pengendalian menajemen.
Namun demikian tidak sepenuhnya diterima pendekatan diatas. Sistem
pengendalian manajemen bisa dijadikan indicator dalam menetapkan luasnya
pemeriksaan hanya jika yang diperiksa itu semata-mata bersifat opersional dalam
arti sempit. Dengan kata lain yang diperiksa dalam hal ini hanya kegiatannya saja
tanpa memperhatikan aspek-aspek manajemen lainya. Padahal yang menentukan
keberhasilan suatu kegiataan tidak semata-mata pengendalian belaka. Kuatnya
pengendalian manajemen dalam suatu organisasi belum psti menjamin
keberhasilan organisasi. Pengendalian manajemen yang baik hanya menjamin
tercapainya tujuan tanpa memandang apakah tujuan itu sendiri sudah merupakan
tujuan yang tepat. Bahkan dalam skala kecil dapt dikatakan bahwa pengendalian
manajemen yang baik hanya menjamin bahwa pelaksanaan akan sesuai dengan
yang direncanakan, tanpa memandang apakah rencana itu dapat menjamin
tercapainya tujuan. Kesimpulannya untuk menetapkan luas dan dalamnya
pemeriksaan tidak dapat didasarkan pada system pengendalian manajemen
semata-mata. Harus dilakukan pemeriksaan pendahuluan secara menyeluruh
meskipun secara sekilas untuk menetapkan luas dan dalamnya pemeriksaan dan
untuk menetapkan daerah mana yang memerlukan daerah mana yang memerlukan
pemeriksaan yang lebih dalam ketimbang daerah lainnya.
Berpedoman pada kuatnya system pengendalian manajeman mungkin
dapat dibenarkan apabila pemeriksaan operasional yang dilakukan tidak
berkepentingan atas tujuan. Jadi dalam hal ini yang dinilai dan dievaluasi
hanyalah aspek operasionalnya saja, seperti misalnya efisiensi, produktifitas,
kehematan ataupun efektifitasan kerja ( bukan efektifitas kegiatan keseluruhan).
Akan tetapi pemeriksaan operasional, meskipun namanya demikian, tidak semata-
mata operaionalnya saja yang perlu dinilai, tetapai tujuannyapun perlu dinilai
juga. Rencana untuk mendirikan suatu pabrik gula didaerah tertentu tentu baru
dapat dibenarkan setelah menilai kelayakannya, seperti misalnya apakah didaerah
tersebut dapat memungkinkan terjadinya suplai tebu, dan apakah pasaran yang ada
diperkirakan dapat menyerap seluruh produksi gula yang dihasilkan pabrik
tersebut, dan lain hal lagi. Disini harus dilihat apa tujuan pendirian pabrik gula
tersebut, dan menilai apakah tujuan itu merupakan tujuan yang tepat, dalam arti
bahwa tujuan tersebut selaraas dengan kebijakan pemerintah secara nasional.
Pengendalian manajemen adalah proses yang menyebabkan para manjer
dapat memastikan diri bahwa aktivitas yang tengah berlangsung sesuai dengan
yang direncanakan (definisi dari James A F Stoner, dalam bukunya
“Management”). Dengan demikian pengendalian manajemen adalah suatu proses
untuk mengusahakan agar pelaksanaan sesuai dengan rencana, tanpa melihat
apakah rencana tersebut layak dilaksanakan, dan apakah tujuan itu merupakan
tujuan yang tepat. Oleh karenanya dalam melakukan evalusi atas pengendalian
manajemen akan dilihat dan dinilai apakah system pengendalian itu telah dapat
menjamin tercapainya sasaran yang direncanakan, dan kesesuaian antara
pelaksanaan dengan tahapan kegiatan yang dirancanakan.

2.3.2 Pengendalian manajemen dan Pengendalian Intern


Dimuka telah dijelaskan bahwa pengendalian intern meliputi struktur
organisasi dan semua cara dan ukuran yang diterapkan dalam perusahaan dengan
tujuan untuk:
1. Mengamankan harta perusahaan
2. Mengecek kecermatan dan keandalan data akuntasi
3. Meningkatkan efisiensi
4. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen yang telah ditetapkan

Dari definisi diatas dapat ditarik suatu pengertian umum bahwa


pengendaliaan intern bertitik berat pada pengamanan kegiatan. Yang paling
banyak dipermasalahkan dalam pengendalian intern adalah system akuntasi,
karena memang ungkapan pengendalian intern itu sendiri merupakan hasil
pemikiran para praktisi akuntasi. Adapun kecermatan dan keandalan data akuntasi
yang merupakan tujuan kedua itu juga mengarah pada perusahaan agar pimpinan
dapat memperoleh informasi akuntasi yang akurat sehingga posisi keuangan dan
hasil usaha dapat selalu dimonitor dengan tepat dan cepat. Demikian pula dengan
peningkatan efisiensi dan kepatuhan terhadap kebijaksanaan manajemen,
meskipun memiliki pengertian operasional namun arahnya tetap tertuju pada
upaya peningkatan presatasi keuangan , karena memang perumusan definisi ini
dilaksanakan oleh mereka yang berlatar belakang akuntasi dan tentunya juga
dilandasi kepentingan-kepentingan profesi.
Pengendalian manajemen, dilain pihak, memiliki pengertian yang jauh
lebih luas. Setidaknya lebih luas daripada hanya berupa cara dan ukuran seperti
yang ditegaskan dalam definisi pengendalian intern. Cara dan ukuran memiliki
konotasi teknis dan formal, padahal penngendalian manajemen itu sendiri meliputi
nilai-nilai yang non teknis dan non formal. Pengendalian manajemen merupakan
proses yang dipergunakan pmpinan atau manajer untuk memastikan diri bahwa
aktivitas yang tengah berlangsung telah berjalan sesuai dengan yang
direncanakan. Pengendalian manajemen adalah alat pimpinan, dan pimpinan
adalah manusia sehingga dalam pengendalian manajemen yang menonjol adalh
justru nila-nilai keanusiaan(human beings). Dalam pengendalian manajemen
dipermasalahkan pula mengenai motivasi dan persepsi, yang dalam pengendalian
intern sama sekali tidak tercakup Karen bukan merupakan suatu teknik formal
melainkan banyak tergantung pada gaya maupun kemampuan yang melekat pada
pribadi pimpinan itu sendiri. Dalam pengendalian manajemen juga
dipermasalahkan mengenai manajemen berdasarkan sasaran (manajemen by
objective), yang dalam pengertian intern tidak disinggung sama sekali.
Albert J Storich, akuntan dan juga konsultan, menjelaskan bahwa
pengendalian manajemen merupakan perbuatan logis dari pengendalian intern.
Pengendalian manajemen tidak hanya bertujuan mengamankan harta, tetapi
cenderung merupakan seperangkat kebijakan dan prosedur yang membentuk
system yang menyeluruh dengan tujuan memaksimalisasi laba dengan
memanfaatkan seluruh harta, personil, kapasitas dan peluang-peluang yang ada
secara kreatif dan penuh keahlian untuk mencapai laba maksimum (Albert J
Storich),”How accountant multufly profit from smoll company client service”).
Jadi pengendalian manajemen bersifat total, menyeluruh. Artinya lebih
cenderung merupakan segala bentuk upaya yang dilakukan manajemen untuk
mengusahakan agar tujuan organisasi dapat tercapai. Tidak hanya sekedar
pengamanan harta, karena pengaman harta hanya merupakan sebagian dari bentuk
upaya pencapaian tujuan.
Jika dikaji lebih lanjut maka terasalah bahwa upaya pencapaian tujuan ini
akan bertumpang tindih dengan fungsi-fungsi manajemen lainnya, karena dalam
upaya tersebut tentunya akan tercakup misalnya kegiatan penyusunan rencana
atau anggaran yang merupakan bentuk fungsi perencanaan, ataupun kegiatan
motivasi, seperti yang disinggung dimuka, yang merupakan fungsi pelaksanaan.
Namun demikian dalam hal ini pemeriksa harus mampu “ menarik benang merah”
yang membeda-bedakan ataupun seolah-olah membeda-bedakan fungsi-fungsi
manajemen. Pemeriksa harus sadar bahwa fungsi-fungsi manajemen itu memang
bersusun membentuk matriks seperti yang tergambar pada bagan 2.5 tersebut
terlihat bahwa ada kegiatan pengendalian perencanaan, pengendalian pelaksanaan,
pengendalian diri dan pengendalian itu sendiri, ataupun pernecanaan
pengendalian, perencanaan pelaksanaan dan bentuk tumpang tindih lainnya
tergantung pada kombinasi baris dan kolomnya.

Bagan 2.5 Matriks Fungsi Manajemen


Perencanaan Pelaksanaan Pengendalian
Perencanaan X X X
Pelaksanaan X X X
pengendalian X X X

Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pengendalian intern


dapat dijadikan petunjuk untuk menilai kuat lemahnya pengendalian manajemen.
Namun petunjuk ini hanya merupakan salah satu petunjuk saja, artinya masih ada
petunjuk-petunjuk lainnya yang dapat dijadikan dasar untuk menilai kondisi
pengendalian manajemen keseluruhan.

2.3.3 Unsur-unsur pengendalian Manajemen


Suatu sistem pengendalian manajemen akan mempunyai unsure-unsur
sebagai berikut:

Detektor
Selektor
Efektor
Ketiga unsur tersebut satu dengan lainnya saling berhubungan membentuk
suatu proses kerja seperti yang Nampak pada bagan 2.6. Disitu terlihat bahwa
proses berawal semenjak detector mencari informasi mengenai kegiatan yang
dilaksanakan. Detektor ini pada kenyataannya dapat berupa suatu system
informasi baik formal maupun informal . Sistem informasi ini dapat memberikan
informasi kepada pimpinan mengenai apa yang terjadi dalam kegiatan. Evaluasi
mengenai system informasi ini akan dibicarakan secara tersendiri pada baba
berikutnya.
Setelah informasi diperoleh maka kegiatan yang terekam dalam informasi
itu diperbandingkan dengan standar atau patokan yang berupa criteria-kriteria
mengenai apa yang seharusnya terjadi. Alat untuk mencari criteria ini dinamakan
selector. Dalam tahap proses ini terjadi kegiatan perbandingan antara “kondisi”
yang merupakan gambaran kegiatan yang sebenarnya dengan “kriteria” yang
merupakan hal seharusnya berlaku atas kegiatan yang bersangkutan. Perbedaan
antara “kondisi” dan “kriteria”ini merupakan penympangan-penyimpangan yang
seharusnya diperbaiki. Tahap proses perbaikkan ini dilaksanakan oleh efektor
yang mengubah perilaku atau kebiasaan (behavior) kegiatan agar kembali
mengikuti” criteria”.

Bagan 2.6 Proses pengendalian Manajemen

Perangkat
pengendalian (2)
Pembandingan
dengan standar

(selektor)
(1)Informasi mengenai
apa yang terjadi
(detektor) (3) Pengubahan
perilaku
Jika terjadi
Penyimpangan
(efektor)
Kegiatan
yang
dikendalikan
2.3.4 Bentuk-bentuk Dasar pengendalian Manajemen
Bentuk-bentuk dasar pengendalian manajemen lazimnya terdiri dari tiga
jenis yaitu:

Pengendalian berjalan

Pengendalian Ya –Tidak

Pengendalian Pasca
Tindakan

Pengendalian Berjalan
Pengendalian berjalan (steering control) berdasar pada prinsip bahwa hasil
kegiatan harus ditetapkan lebih dahulu dan tindakan kolektif(efektor)
dilaksanakan sebelum kegiatan keseluruhan diselesaikan. Contoh pengendalian ini
adalah pengendalian peluncuran pesawat ruang angkasa, yang diawali dengan
pengukuran lintasan peluncuran segera setelah lepas landas dan koreksi
dilaksanakan beberapa hari sebelum kedatangan yang seseungguhnya. Disini tak
perlu ditunggu diperolehnya catatan adanya tabrakan atau kekeliruan untuk
memulai pengendalian. Demikian juga, pengendalian atas hubungan antar
karyawan memerlukan evaluasi langsung mengenai situasi yang ada dan
memperkirakan apa yang akan terjadi bilamana keadaan yang ada it uterus
berlangsung.

Pengendalian ya tidak
Pengendalian ini menetapkan bahwa suatu pekerjaan tidak boleh
dilanjutkan ketahap yang berikutnya sebelum melalui semacam pengujian
penyaringan (screening test). Disini diperlukan suatu persetujuan untuk
melanjutkan kegiatan. Pengendalian ya-tidak merupakan alat pengaman yang
penting. Konsekwensi adanya kesalahan lipatan parasut misalnya, atau kebusukan
makanan dalam kaleng, merupakan hal yang serius yang memerlukan tindakan
pencegahan sebelum terjadi untuk menjamin bahwa kwalitas sesuai dengan yang
ditetapkan. Adanya biaya yang berlebihan, atau kesalahan alokasi sumber daya
dapat dikendalikan dengan pengendalian ya tidak. Pengendalian berjalan mungkin
akan terlalu mahal atau kurang handal jika diterapkan untuk masalah ini.
Pengendalian pasca tindakan
Pengendalian ini mungkin tidak dapat dikatakn sebagai bentuk pengendalian
“murni”, karena pelaksanaannya berjalan setelah kegiatan berlangsung. Contoh
pengendalian ini antara lain adalah pengendalian anggaran dan raport sekolah.
Pengendalian pasca tindakan memiliki dua tujuan. Pertama yaitu
memberikan masukan bagi system imbalan (reward system), dan kedua
mengusahakan agar imbalan atau sanksi dapat dilaksanakan dengan obyektif(ada
dasarnya). Pengendalian pasca tindakan juga dapat memberikan data perencanaan
bilamana kegiatan yang sama dilaksanakan dimasa depan. Hubungan antara ketiga
bentuk pengendalian diatas dapat dilihat pada bagan 2.7.

Bagan 2.7 Hubungan bentuk-bentuk pengendalian

Pengendalian berjalan Pengendalian ya-tidak

KELUARAN
TINDAKAN
MASUKAN

Pengendalian pasca
tindakan

2.3.5 Kaitan Pengendalian Dengan Perencanaan.


Perencanaan merupakan komitmen untuk melaksanakan suatu tindakan.
Perencanaan amat berkaitan dengan pengendalian, karena pengendalian
merupakan upaya untuk mengusahakan agar pelaksanaan mengikuti komitmen
yang telah ditetapkan. Jalannya pengendalian dan desainnya tentunya juga harus
didasarkan pada kewajiban bahwa komitmen tersebut akan dilaksanakn dengan
biaya dan pengorbanan lain yang rendah dalam waktu yang telah ditetapkan. Jadi
jika pengendaliannya berantakan, perencanaan juga akan berantakan, jika
perencanaannya berhasil, pengendaliannya akan demikian pula.
Pengendalian yang berorientasi pada rencana memiliki masa aktif yang
pendek. Salah satu cirri adanya alat pengendalian yang tidak sehat ialah adanya
alat pengendalian yang terlalu lama tidak diperbaharui atau disesuaikan dengan
rencana-rencana yang baru. Tujuan suatu organisasi mungkin saja dapat berubah,
sehingga pengendalian yang diperluka juga harus diperbaharui mengikuti
perubahan-perubahan tujuan dan rencana yang ada.
Agar suatu system pengendalian manajemen dapat berjalan dengan baik,
harus ada suatu system informasi yang mendukung, yang dapat memberikan
informasi yang layak bagi pimpinan. Bentuk informasi ini disebut umpan
balik(feed back). Implikasi praktisnya adalah bahwa pengendalian bukan
merupakan suatu nilai akhir tapi merupakan suatu bagian system. Jadi suatu
pengendalian tidak dapat dipisahkan dari aktivitas yang dibentuk untuk
mengarahkan dan melaksanakan melalui pembandingan-pembandingan antara
keluaran system tersebut dengan tindakan yang diinginkan (criteria). Suatu contoh
yang baik dalam hal ini adalah alat pengatur suhu udara (air conditioning). Jika
suhu udara terlalu dingin(kondisi) maka secara otomatis akan turun kembali
sesuai dengan suhu yang diinginkan (criteria).
Model ini akan dapat mengungkapkan beberapa fakta yang dapat dijadikan
pedoman yang baik bagi penyelidikn pemeriksa dan evaluasinya atas
pengendalian manajemen:
1. Pengendalian yang efektif hanya menggunakan energy yang secukupnya
saja sesuai dengan yang dibutuhkan untuk menjamin bahwa tugas-tugas
dari aktivitas yang dimonitor telah dipenuhi sebagaimana yang
diharapkan.
2. Meskipun pengendalian itu merupakan keharusan, akan tetapi
pengendalian yang efektif tidak perlu dijalankan terlalu kerap .
3. Agar pengendalian tidak dilaksanakan terlalu kerap sebaiknya
pengendalian dilaksanakan dengan prinsip eksepsi.
4. Eksepsi terjadi bilamana selector mendapatkan kegiatan yang dapat
merusk pencapaian tujuan.

Empat pedoman diatas memiliki implikasi kuat dalam desain


pengendalian. Kita ambil contoh pedoman pertama, yaitu bahwa pengendalian
yang efektif tidak perlu dilaksanakan terlalu kerap.
Hal ini merupakan karakteristik pengendalian yang efektif, karena titik
optimal dari suatu system pengendalian tidak berada pada tingkat pengendalian
yang terlalu ketat. Kita lihat bagan 2.8 yang menjelaskan mengenai kaakteristik
pengendalian. Sumbu axis menunjukkan tingkat pengendalian, sedang ordinat
menunjukkan tingkat manfaat yang dicapai karena adanya pengendalian itu.

Bagan 2.8 Karakteristik pengendalian


Manfaat

Titik optimal

1
2
3 Tingkat kekerapan
pengendalian

Disana terlihat bahwa titik optimal pengendalian tidak berada pada posisi
yang terkanan, akan tetapi ditengah. Ini berarti bahwa pengendalian yang terlalu
ketat justru akan menimbulkan banyak hambatan dalam kegiatan, yang juga akan
berarti merusak pencapaian tujuan organisasi.
Untuk memperoleh jaminan bahwa pengendalian berjalan dengan layak
ada tiga aturan yang menjadi persyaratan, yaitu:
1. Pengendalian memang dibutuhkan
2. Pengendalian harus terukur
3. Pengendalian harus bersifat memaksa

Kebutuhan pengendalian berarti bahwa pengendalian yang diterapkan


memang benar-benar diperlukan untuk membantu pencapaian tujuan yang telah
diterapkan. Pengendalian memerlukan pengukuran baik secara kuantitatif maupun
kualitatif. Idealnya adalah pengukuran yang tegas, akan tetapi bilamana tidak
tegas maka dapat diambil alternative yang lain yang tidak menyimpang jauh
darinya. Sedang yang terakhir pengendalian harus bersifat memaksa. Disini akan
berarti bahwa ada pengakuan dari pimpinan bilamana eksepsi tidak diberikan
tidak lanjut yang berupa perbaikkan, akan tetapi erosi pengendalian. Pengendalian
tanpa tindak lanjut akan berarti pengikisan makna pengendalian itu sendiri.

2.3.6 Bagaimana menciptakan pengendalian yang baik


Selain tiga aturan diatas, berikut ini ada beberapa petunjuk yang dapat
dijadikan pedoman dalam pembantukan pengendalian yang lebih baik:
1. Pengendalian dirancang secara positif. Pengendalian jangan dilaksanakan
terlalu ketat, karena tujuan pengendalian itu sendiri adalah realisasi.
2. Pengendalian hendaknya tajam. Pengendalian tidak berakhir sampai
deteksi saja, tapi baru selesai jika tindakan korektif yang dapat meluruskan
kembali penyimpangan yang ada telah dilaksanakan.
3. Rencana dan pengendalian hendaknya jelas. Rencana sendiri dapat
menjelaskan mengenai apa, dimana, bagaimana, melaksanakan
pengendalian, dan karenanya rencana harus mengidentifikasi dan
memerinci hal-hal yang diperlukan dalam pengendalian. Rencana yang
tidak mencangkup ketentuan pengendalian bukanlah rencana yang baik.
4. Pengendalian hendaknya sederhana. Pengendalian hendaknya dibuat
jangan bertele-tele, akan tetapi cukup sekedar dapat mendeteksi dan
mengoreksi penyimoangan-penyimpangan penting. Pengujian atas
penyimpangan penting merupakan pedoman yang baik untuk desain
pengendalian.
5. Hendaknya ada kombinasi tanggung jawab pelaksanaan dan tanggung
jawab pengendalian. Dengan adanya tanggung jawab tersebut terletak
disatu tangan(yaitu manajer), maka banyak masalah akan dapat
dihindarkan dan koordinasi juga akan disederhanakan.
6. Pengendalian hendaknya dilaksnakan melalui analisa penyimpangan.
Pengendalian akan sangat sederhana jika dilaksanakan berdasarkan
penyimpangan dari standar, disini perhatian dicurahkan terutama pada
definisi dan deteksi eksepsi.
7. Pengendalian hendaknya tertuju kesatu arah. Adalah tidak mungkin untuk
melaksanakan pengendalian atas proses secara menyeluruh dari
operasinya, pengendalian harus dilaksanakan pada titik-titik tempat
terjadinya perubahan atau penyimpangan saja.
8. Tempatkan pengendalian pada posisi yang paling bermanfaat. Pelaksanaan
pengendalian tidak boleh menghambat atau merugikan hubungan-
hubungan organisasi, mekanisme pengendalian harus berjalan serasi
dengan organisasi.
9. Pengendalian hendaknya terus berlangsung selama usia rencana yang ada.
10. Serahkan pengendalian pada manajer yang kualifaid saja, karena desain
pengendalian hendaknya cocok dengan kemampuan manajer yang
bersangkutan.

2.3.7 Empat langkah penetapan pengendalian


Untuk menetapkan suatu pengendalian yang berhasil diperlukan empat
tahap sebagai berikut:
1. Tetapkan standar-standar yang efektif
2. Tempatkan standar-standar tersebut pada titik-titik yang strategis
3. Ciptakan umpan balik untuk membandingkan kegiatan.
4. Tetapkan mekanisme untuk mengoreksi penyimpangan- penyimpangan
yang destruktif.

Dalam prakteknya amat jarang perusahaan atau organisasi menerapkan


empat tahap pengendalian diatas. Acapkali perusahaan atau organisai
menggunakan perasaan saja dalam melaksanakan pengendalian, sehingga masalah
criteria disini menjadi kabur. Ide-ide diatas sebaiknya diikuti agar pengendalian
yang dibentuk dapat berhasil.
Penetapan sandar biasanya merupakan bagian yang terlemah dalam
pendesainan pengendalian, karena memang sulit menetapkan standar yang layak
bagi kegiatan yang dilaksanakan. Dan ini memang bertumpang tindih dengan
aktivias perencanaan.
Penempatan pengendalian pada posisi yang strategis artinya bahwa
pengendalian tertuju pada titik-titik terlemah dari suatu kegiatan. Misalnya saat
order pembelian berubah menjadi faktur, voucher kas kecil menjadi suatu
pengeluaran uang, dan bentuk lainnya.
Umpan balik harus jelas karena hal ini biasanya amat jarang dilaksanakan
dengan baik. Umpan balik harus dapat mencerminkan apa yang sesungguhnya
telah terjadi. Tanpa umpan balik yang baik, informasi mengenai kegiatan akan
menjadi lemah, dan proses pembandingan menjadi sia-sia.
Ide penting lainnya dikaitkan dengan ungkapan’destruktif’ pada langkah
keempat. Aktifitas-aktifitas yang berulang yang biasanya paling banyak
diperhatikan dalam pengendalian memiliki tingkat-tingkat yang berbeda-beda dari
standar. Tentunya tidak semua penyimpangan diperhatikan dengan sekwama,
karena akan merusakkan nilai-nilai ekonomisnya. Pengendalian hendaknya
dioperasikan hanya pada hal-hal yang terdapat penyimpangan yang dapat
menghancurkan pencapaian tujuan. Menetapkan tingkat penyimpangan yang
dapat ditolerir merupakan tugas yang tidak mudah, karena harus diperhitungkan
oleh mereka yang memiliki keahlian cukup.

2.3.8 Manajemen berdasarkan sasaran (MBS)


Suatu bentuk pengendalian yang telah dilaksanakan pada tahun-tahun
belakangan ini adalah ‘manajemen berdasarkan sasaran(MBS)’(Mangement by
objective). Istilah ini diperkenalkan oleh Peter Drucker yang kemudian begitu
menarik dan banyak menopang keberhasilan. Akan tetapi mungkin dapat juga
mengakibatkan malapetaka, jika konsep peter drucker sendiri mengenai
pengendalian manajemen dilupakan yaitu: Manajemen berdasarkan Sasarnan dan
Pengendalian. Sebenarnya drucker berkata bahwa manajemen berdasarkan sasaran
yang telah diterapkan denganbaik akan dapat menggantikan peran manajemen
dengan dasar dominasi.
MBS menekankan adanya integrasi antara tujuan perusahaan dengan
tujuan individual: perusahaan bertujuan mencapai laba dan perkembangan, sedang
individu mengiginkan dapat mengembangkan diri dengan memberikan
sumbangan kepada tujuan perusahaan . Akan tetapi suatu system MBS
memerlukan usaha yang luarbiasa untuk dapat berhasil. Dan berikut ini ada dua
hambatan pokok:
– Para manajer merupakan ahli-ahli fungsional, Pekerjaan mereka
umumnya bersifat khusus dan mereka senang dengan kekhususan itu.
Mereka lebih suka mementingkan tujuan mereka yang sempit daripada
tujutan perusahaan.
– Seperti tingkat manajemen memiliki pemahaman yang berbeda
mengenai apa yang sebenarnya yang dibutuhkan dalam organisasi. Para
pejabat pada tingkat yang berbeda selalu merasa memiliki keasamaan
pendapat jika membicarakan perihal tujuan organisasi, akan tetapi
sebenarnya mereka berbicara dengan bahasa yang berbeda. Metode
kompensasi berbeda, gaji juga berlainan, dan bonus-bonus serta tunjangan
juga berlainan. Ini merupakan penyebab timbulnya tingkatan.

Kendatipun MBS memiliki hambatan akan tetapi dapat menciptakan


kemajuan dalam pemahaman pegawai atas pekerjaannya dan komitmen mereka
atas perusahaan. Persepsi yang dipertajam tersebut dapat mengarah pada
komitmen total dan meningkatkan kualitaas kegiatan. Suatu program MBS yang
efektif memerlukan usur-unsur sebagai berikut:
– Manajemen eksekutif harus benar-benar memahami program dan
harus dapat mengambil kepemimpinan aktif dalam menjelaskan dan
menggambarkan komitmen, serta harus mampu menciptakan suasana yang
dapat mendorong pertumbuhan program. Manajemen senior harus
menunjukkan komitmennya dengan jalan menempatkan diri untuk
menentukan system MBS, mengembangkan tujuan keseluruhan yang
realistis, mengkomunikasikan tujuan-tujuan tersebut dengan para
bawahannya dengan efektif, dan memberikan peluang kepada bawahan
untuk merumuskan tujuan
– Tujuan dari semua unit organisasi harus sinkron dengan apa yang
menjadi tujuan perusahaan.
– Tujuan harus dinyatakan secara kuantitatif, harus terukur, dapat
dicapai, dan merangsang karyawan untuk mencapainya.
– Karyawan yang dinilai prestasinya harus diberi penjelasan
mengenai kegiatannya sehingga mereka dapat melakukan pengendalian
pribadi.
– Orientasi organisai harus selalu diarahkan kepada upaya untuk
memperoleh komitmen dari bawah. Tujuan organisai harus disusun secara
bersama antara atasan dan bawahan. Bentuk pemahaman tujuan yang
dimiliki karyawan harus benar-benar dipertimbangkan dan dipadukan
dengan tujuan organisasi. Tujuan hendaknya jangan dibuat kaku, agar
dapat disesuaikan dengan perubahan-perubahan dimasa depan yang
mungkin akan terjadi tanpa terduga.
– Tinjauan kegiatan hendaknya dianggap sebagai pelajaran, bukan
sebagai suatu pendisiplinan.

Dalam melaksanakan pemeriksaannya, seorang pemeriksa harus benar-


benar memahmi apakah organisasi yang diperiksanya telah benaar-benar
menerapkan prinsipMBS dengansungguh-sungguh. Penerapan yang tanggung-
tanggung justru akan mengakibatkan kegagalan. Dan acapkali kegagalan demikian
dapat terjadi, karena hal-hal sebagai berikut:
– Manajemen mengeluarkan keputusan untuk menerapkan MBS
tetapi tidak turut berperan serta, Padahal dalam MBS partisipasi pimpinan
amat diharapkan.
– Program MBS itu sendiri tidak dijelaskan pada pihak-pihak yang
harus berperan serta.
– Tujuan-tujuan unit tidak jelas, karena pedoman perumusan tujua
tidak atau belum dijelaskan kepada para manajer unit.
– Tujuan-tujuan perusahaan tidak dipahami, tidak realistis, kabur,
atau tidak konsisten.
– Kesibukan dikacaukan dengan kegiatan. Manajemen hanya
menetapkan pekerjaan yang harus dilaksanakan, dan bukannya perumusan
tujuan itu sendiri.
– Tujuan atau sasaran tidak dapt diukur. Karenanya kegiatan
dikacaukan dengan karakter atau suatu tindakan untuk bekerja keras.
– Tujuan hanya berjangka pendek, yang kadang kadang dengan
biaya yang seharusnya untuk kebutuhan jangka panjang.
– Tujuan disatu pihak berubah secara kontinyu atau dilain pihak,
terlalu kaku sehingga menimbulkan frustasi bilamana ternyata mengalami
perubahn.
– Manajer unit tidak diberi informasi yang akurat dan mutakhir agar
dapat mengurus dirinya sendiri.

2.3.9 MBS dan Konsep Sajidiman


Di Indonesia kita mengenal adanya konsep kekeluargaan yang
diperkenalkan oleh Sajiman Soerjohadiprodjo-ournawirawan jendral yang juga
dikenal sebagai intelektual- dalm upaya eningkatkan daya saing perusahaan-
perusahaan di Indonesia. Dipanang dari kacamata manajemen, konsep Sajidiman
ini sejalan dengan daasar-dasar pemikiran MBS yang diperkenalkan Peter
drucker. Dalam konsep sajidiman, yang bernama konsep kekeluargaan ini, atasan
semata-mata tidak berlaku sebagai penguasa tapi juga harus dapat bersikap
sebagai bapak yang mengajak para anggota keluarga yang lain untuk bekerja
dalam mencapai tujuan. Sajidiman tampaknya juga terpengaruh oleh gaya
manajemn jepang, karena memang lama tinggal dinegri Sakura tersebut sebagai
duta besar yang juga mementingkan kebersamaan dan bekerja untuk seumur
hidup.
Konsep Sajidiman ini mungkindapat berhasil dengan baik jika memang
segala persyaratannya dapat terpenuhi. Salah satu persyaratannya adalah bahwa
atasan atau pimpinan perusahaan harus mampu memahami bawahan, tidak feudal
dan tidak tuli terhadap saran-saran. Sama dengan system MBS, konsep sajidiman
mengharuskan atasan untuk bersedia berkomunikasi secara kekeluargaan dengan
bawahannya. Tanpa itu kiranya konsep tersebut sulit diterapkan

2.3.10 Kuesioner untuk mengevaluasi Pengendalian


Berikut ini diberikan daftar pertanyaan yang mungkin dapat dipergunakan
oleh seorang pemeriksa untuk melaksanakan evaluasi atas pengendalian
perusahaan. Kuisener ini tentunya belum dapat dikatakan sempurna, karena materi
pertanyaan yang disertakan sedikit banyak harus disesuaikan dengan situasi dan
kondisi perusahaan yang ditemui. Namun demikian kuisener ini tetap bermanfaat,
yaitu memberikan dasar-dasar materi yang paling tidak harus diketahui oleh
seorang pemeriksa dalam mengevaluasi pengendalian. Adapun untuk
pengembangannya diserahkan kepada pemeriksa sendiri

Ya Tidak Tidak 1. Apakah perusahaan


tahu memiliki suatu daftar
mengenai pengendalian
yang aktif?jika ada, minta
selembar salinan atau
kopi fotonya dan
tambahan pada kuisener
ini
2. Jika tidak, dapatkah
pengendalian perusahaan
diidentifikasikan?jika ya
buat suatu daftar dan
tambahan pada kuisener
ini
3. Jika pengendalian tak
dapat diidentifikasikan
cari sedikitnya satu orang
yang memiliki tanggung
jawab atas pengendalian
yang dapat
diidentifikasikan
4. Apakah informasi
pengendalian mengikuti
formulasi perencanaan?
5. Apakah untuk setiap
pengendalian yang
diidentifikasikan terdapat
seorang pejabat yang
bertindak sebagai
pengendali, yaitu seorang
yang berperan atau
mengarahkan kegiatan
pada eksepsi-eksepsi?

6. Apakah parameter eksepsi juga dibuat


sehingga masing-masing pengendalian
tidak terlalu sering diaktifkan?

7. Apakah pengendalian ditetapkan dengan


umpan balik, dimana dipahami bahwa
pengendalian dilaksanakan bedasarkan
perbedaan-perbedaan(varians) yang terjadi
dalam aktivitas yang dikendalikan?

1. Apakah ada pengendalian yang berusia


lebih dari lima tahun, yaitu pengendalian
yang ditetapkan lima tahun yang lalu atau
lebih dan belum mengalami perubahan-
perubahan sampai sekarang?
2. Jika ya, apakah pengendalian itu masih
aktif, artinya masih tetap diperlukan?
3. Jika tidak apakah ada pengendalian yang
melampaui dua tahun?
4. Jika ya apakah pengendalian itu masih
aktif. Catatlah pengendalian-
pengendalian yang sudah tidak aktif lagi
5. Apakah pengendalian-pengendalian yang
ada telah didokumentasikan dalam
bentuk prosedur, penjelasan-penjelasan,
bagan arus, atau bentuk lainnya?
6. Jika tidak, apakah ada alasan-alasan yang
dapat diterima mengapa hal itu tak
dilaksanakan?
7. Apakah rencana-rencana yang ada
memang benar-benar dilaksanakan?
8. Apakah pengendalian-pengendalian yang
ada telah diperhatikan?
9. Apakah pengendalian-pengendalian
tersebut juga menjadi sasaran analisa
manfaat, yaitu apakah pengorbanan yang
dikeluarkan untuk menciptakannya telah
dibandingkan dengan perlindungan harta
yang diperoleh darinya?
10.Apakah tanggung jawab untuk merevisi
pengendalian secara formal dan periodic
telah dibebankan pada pihak tertentu?
11.Apakah ada prosedur formal untuk
menerapkan, mengubah, dan atau
menghapus suatu pengendalian?
12.Jika tidak, apakah ada kesan bahwa
prosedur demikian itu memang
diperlukan?
13.Dalam mereview pengeluaran apakah
terlihat adanya pengendalian yang dapat
mencegah terjadinya penyalah gunaan
harta perusahaan? Khususnya apakah
ada pengendalian terhadap:
14.Arus kas?
15.Hasil penagihan piutang?
16.Aging(analisa umur piutang)
17.Penghapusan piutang sangsi?
18.Jumlah persediann?
19.Keausan persediaan?
20.Pemerosotan harta tetap?
21.Riset dan pengembangan?
22.Aging(analisa umur ) utang?
23.Pembayaran-pembayaran pajak(pada
waktunya)
24.Gaji dan upah: pengangkatan karyawan
baru
25.Lembur?
26.Persentase waktu yang dibebankan?
27.Masalah lain,jika ada tambahan pada
kuisener ini
28.Apakah perusahaan menerapkan system
MBS dalam kegiatannya? Jika ya apakah:
29.Karyawan memiliki kebebasan dalam
mengemukakan pendapat dan tujuan
kegiatannya?
30.Apakah karyawan telah memahami
tujuan: organisasi secara keseluruhan?
unit organisasinya?
31.Apakah karyawan merasa memahami apa
yang diharapkan perusahaan darinya?jika
ya bandingkan dengan informasi serupa
yang diperoleh dari atasannya
32.Apakah pimpinan merasa cukup member
pemahaman mengenai tujuan organisasi
kepada bawahannya?jika ya, sampai
berapa jauh?(catat).
33.Apakah dalam penyusunan perencanaan
para bawahan juga turut diminta
berperan serta?
34.Apakah untuk mencapai tujuan masing-
masing unit organisasi telah diserahkan
kepada pihak yang bersangkutan?
35.Apakah selalu diadakan review kegiatan
secara periodic untuk mengevaluaasi
hasil atau prestasi masing-masing unit
atau individu?

1.4 Mengevaluasi Komunikasi

2.4.1 Peranan Dan Model Komunikasi


Komunikasi adalah sarana yang dipergunakan untuk melaksanakan fungsi
manajemen. Tanpa komunikasi, perencanaan serta pelaksanaan dan pengendalian
tidak akan dapat dilaksanakan. Komunikasi adalah landasan fungsi manajemen
tersebut. Proses komunikasi dapat memberi kemungkinan kepada para manaje
untuk melaksanakan tanggung jawab tugas yang dibebankan kepada mereka,
informasi diterima oleh mereka melalui jalur komunikasi seingga mereka dapat
menyusun strategi, rencana, ataupun kebijakan-kebijakan itupun perlu
dikomunikasikan ke bawah untuk dilaksanakan. Dan pelaksanaan serta hasilnya
harus dikomunikasikan kembali sebgai bahan pengendalian
Suatu komunikasi yang sederhana akan memiliki model sebagai berikut :

Model di atas hanya menunjukkan komponen komunikasi yang paling


penting. Ketidak beresan salah satu di antara komponen tersebut akan
mengakibatkan rusaknya seluruh makna komunikasi. Pengirim pesan yang kurang
jelas bicaranya akan mengakibatkan penerima salan menangkap isi pesan. Pesan
yang tidak diuraikan dengan jelas juga akan mengakibatkan salah tangkap. Dan
penerima yang tidak beres pendengarannya juga akan mengakibatkan hal yang
sama.
Untuk komunikasi yang lebih rumit model bagan 2.9 akan lebih cocok :
Bagan 2.9 Model Komunikasi

Saluran

Saluran Saluran
pesan
pengiri Penyandian pesan penafsiran penerim
m

Gangguan
Gangguan Gangguan

Saluran
penafsiran pesan pesan penyandian

Pengirim
Pengirim adalah pihak yang memulai proses komunikasi atau yang
menyampaikan pesan. Pengirim adalah mereka yang memiliki keinginan,
kebutuhan, atau informasi, serta bertujuan untuk mengkomunikasikan informasi
tersebut kepada orang atau pihak lain. Dalam organisasi, pengirim mungkin
kepala bagian produksi yang ingin member petunjuk kepada bawahannya, atau
direktur keuangan yang membicarakan tingkat penjualan break-even dengan
direktur produksi atau penjualan.
Penyandian
Penyandian adalah pengubahan informasi kedalam symbol-simbol.
Pengertian symbol disini adalah luas, karena juga mencangkup kata-kata atau
isyarat yang dikeluarkan dalam percakapan. Untuk mencapai komunikasi yang
efektif disyaratkan adanya penggunaan symbol yang sama antara pengirim dan
penerima. Tanpa adanya kesamaan ini akan terjadi salah tafsir. Sebagai contoh
orang india biasanya menggelen-gelengkan kepala sambil menengadahkan
tangannya untuk menyatakan setuju atau tidak keberatan, yang tentunya berbeda
dengan kita orang Indonesia. Bilamana ada orang yang belum memahami gaya
India ini ada kemungkinan ia akan keliru dalam menafsirkan maksud orang india
tadi.
Pesan
Pesan adalah bentuk fisik informasi yang telah disandikan, seperti
misalnya tulisan, gambar,ataupun isyarat. Pesan akan memiliki makna tersurat
ataupun tersirat tergantung pada latar belakang pengalaman yang dmiliki
penerima. Seorang atasan yang berkata selamat pagi kepada bawahannya yang
datang terlambat memiliki perbedaan makna yang tersurat dan tersiratnya.
Saluran
Saluran adalah alat pengiriman, seperti udara untuk pembicaraan, atau
kertas untuk surat. Saluran tak dapat dipisahkan dari pesan. Komunikasi yang
efektif dan efisien memerlukan saluran yang tepat untuk pesan yang akan
dikirimkan. Pesan yang dikirimkan dari lantai lima belas kepada pihak yang
berada dilantai dua tak dapat menggunakan udara sebagai salurannya, sehingga
para pembicaranya akan merasa lebih berhasil jika mempergunakan telepon.
Penerima
Penerima adalah proses mengintrepetasikan pesan dan
menterjemahkannya kedalam informasi oleh penerima yang berguna baginya.
Penafsiran amat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu penerima, intrepetasinya
mengenai symbol-simbol yang dipergunakan, harapan-harapan(karena biasanya
orang hanya mau endengar yang ingin didengarnya) dan kesamaan latar belakang
dengan pengirim.
Gangguan
Gangguan adalaj factor-faktor yang mengganggu, membingungkan, atau
mencampuri komunikasi. Gelombang radio dapat tergannggu karena cuaca buruk.
Suara pengirim akan sulit didengar jika terjadi kegaduhan didekatnya. Pesan yang
tertulis diatas kertas akan menjadi kabur jika tanpa sengaja terjatuh kedalam air,
dan sebagainya.
Umpan balik
Umpan balik adalah arus komunikasi yang berlawanan arah yang
merupakan reaksi penerima atas komunikasi dari pengirim. Disini terjadi
pembalikan status yakni penerima menjadi pengirim, penyandian menjadi
penafsiran, penafsiran menjadi penyandian. Umpan balik dalam organisasi dapat
beraneka ragam bentuknya dari umpan balik secara langsung, seperti pembicaraan
langsung yang menyatakan bahwa pesan sudah diterima, sampai dengan
pembicaraan tidak langsung yang dinyatakn dengan tindakan dan dokumentasi.
Umpan balik dapat terjadi ataupun dapat pula tidak terjadi dalam suatu
komunikasi. Bilamana terjadi umpan balik akan terjadi apa yang disebut
komunikasai dua arah, sedang apabila tidak terjadi umpan balik, maka disebut
komunikasi satu arah. Pada gambar yang lalu umpan balik ini dinyatakan dengan
garis terputus-putus(merah) yang menunjukkan sifatnya yang nisbi (belum pasti
terjadi).
Komunikasi dua arah
Harold Leavitt dan Ronald Mueller telah melakukan eksperimen untuk
membuktikan efektifitas komunikasi dua arah. Mereka melakukan percobaan
dengan cara meminta kepada seseorang untuk menjelaskan mengenai gambar-
gambar tertentu kepada orang lain yang kemudian mencoba menuangkan
penjelasan tadi keatas kertas untuk memperoleh wujud gambar yang diminta.
Penjelasan tidak boleh dilakukan dengan gambar, tetapi hanya secara lisan saja,
dan pendengar diminta untuk mereproduksi gambar tadi dengan jalan
mendengarkan baik-baik penjelasan yang diberikan. Percobaan ini dilaksanakan
dengan menggunakan komuniksai satu arah dan dua arah, dan kesimpulan dua
ahli itu adalah sebagai berikut:
1. Komunikasi satu arah memerlukan waktu yang lebih sedikit
daripada komunikasi dua arah.
2. Komunikasi dua arah lebih cermat daripada komunikasi satu
arah(yaitu bahwa gambar direprodulsi lebih mirip dengan aslinya). Umpan
balik dapat member kemungkinan pada penerima untuk mengoreksi atau
meminta penjelasan lebih lanjut kepada pengirim.
3. Dalam komunikasi dua arah penerima akan lebih yakin pada diri
sendiri dan pada setiap keputusan atau kebijakan yang diambilnya. Mereka
dapat meminta penjelasan mengenai hal-hal yang mereka ragukan, dan
pertanyaan itu akan dapat menumbuhkan rasa percaya diri.
4. Pengirim dapat dengan mudah merasa diserang dalam komunikasi
dua arah, karena biasanya penerima selalu memperingatkan mengenai
setiap ketidak jelasan atau kekeliruan yang dilakukan oleh pengirim
5. Kendatipun kurang akurat, komunikasi satu arah nampaknya lebih
tertib ketimbang komunikasi dua arah, yang acapkali banyak gangguan
dan kacau.

Seorang pemeriksa operasional harus mampu memanfaatkan hasil


penyelidikan Leavitt dan Mueller ini. Pemeriksa harus mampu melihat
karakteristik penugasan dari atasan kepada bawahannya. Bilamana pekerjaan yang
ditugaskan itu lebih membutuhkan kecermatan misalnya, maka akan lebih baik
jika diterapkan komunikasi dua arah. Akan tetapi jika kecepatan lebih
diutamakan, maka akan lebih baik jika dipergunakan komunikasi satu arah.
Penetapan peraturan disiplin pegawai misalnya, tentu harus diterapkan dengan
komunikasi satu arah. Akan tetapi penyusunan anggaran perusahaan tentu
membutuhkan komunikasi dua arah.

2.4.2 Saluran dan hal-hal yang mempengaruhi


Saluran komunikasi
Pemilih bentuk saluran komunikasi yang tepat merupakan prasyarat
terciptanya komunikasi yang efektif. Seorang manajer dapat menetapkan bentuk
saluran komunikasi mana yang kiranya tepat untuk dipergunakan. Pemilihan yang
tepat akan dapat memenuhi tujuannya, dan jika sebaliknya tentu akan
menimbulkan kerugian.
Berikut ini Nampak beberapa jenis saluran yang biasa dipergunakan dalam
perusahaan-perusahaan.
1. Rantai komando

Disini pesan dikirim dapat secara tertulis ataupun lisan dari pucuk
pimpinan turun kebawah melalui jenjang organisasi dalam bentuk
kebijakan, peraturan-peraturan dan lain-lainnya. Pesan secara tertulis
memang lebih cepat, akan tetapi biasanya maknanya akan menyusut
seiring frekuensi rantai komando yang dilaluinya. Beberapa penyelidik
telah mengungkapkan bahwa pada saat pesan dirumuskan dirapat dewan
direksi maknanya masih utuh, akan tetapi pada saat penyampaian dari
mandor kepada pelaksananya mknanya tinggal 20 % saja. Pesan tertulis
dilain pihak, membutuhkan kemampuan untuk melukiskan makna yang
sesungguhnya kedalam kata-kata secara benar. Tanpa kemampuan ini
makna pesan itu sendiri akan menjadi kabur.
2. Perintah

Perintah merupakan bentuk komunikasi yang paling banyak dipergunakan


untuk menugasi karyawan agar melaksanakan suatu pekerjaan tertentu.
Perintah yang baik harus menjelaskan apa yang harus dikerjakan, siapa
yang harus mengerjakannya, kapan, dan, dimana, dan bagaimana
mengerjakannya, serta mengapa dikerjakan
3. Poster dan bulletin

Buletin dan poster sebenarnya tidak boleh dipergunakan sebagai media


pokok, karena banyak karyawan yang enggan atau tidak senang untuk
membacanya. Namun cara demikian dapat dikatakan sebagai saluran
komunikasi.
4. Majalah perusahaan

Majalah yang terbit secara periodic akan menjadi media saluran yang baik
jika ditampilkan secara atraktif dan menarik. Para karyawan biasanya
senang jika namanya atau potretnya terpampang dimajalah, sehingga cara
demikian biasanya akan menaikkan kehidupan social perusahaan.
5. Surat

Surat juga dapat dijadikan saluran komunikasi yang baik jika ditulis
dengan jelas dan sederhana.
6. Buku pegangan karyawan dan pamflet

Buku pegangan dan pamphlet biasanya diberikan kepada para karyawan


bilamana terjadi perubahan kebijakan dalm perusahaan. Namun demikian
acapkali banyak karyawan yang malas membacanya, sehingga bilaman
dirasa isi pamphlet tersebut dianggap penting, pimpinan dapt mengadakan
suatu rapat untuk membicarakan isinya secara bersma-sama dengan pihak
yang berkepentingan sekaligus untuk mentes pengetahuan bawahan.
7. Laporan tahunan

Laporan tahunan sebetulnya ditujukan kepada pemilik, akan tetapi dalm


beberapa hal jug adapt dipergunakan sebagai saluran komuniksai untuk
member informasi kepada karyawan.
8. Serikat karyawan

Serikat karyawan atau ikatan pegawai perusahaan jug adapt dijadikan


saluran kounikasi, meskipun kadang kala dapat menjadi boomerang
bilamana terjadi tuntutan-tuntutan karyawan kepada pimpinan perusahaan
melalui serikat tersebut.
9. Desas-desus

Desas-desus merupakan saluran komunikasi informal yang merambat


melalui’bawah tanah’. Tanggapan mengenai desas-desus ini beraneka
ragam, ada yang menanggapinya secara positif ada yang secara negative.
Yang negatif akan menanggapinya sebagai racun semangat, merusak
suasana kerja. Sedang yang menanggapinya secara positif akan
menanggapinya sebagai cara yang dapat diambil bila mana jalur formal tak
memungkinkan untuk dipergunakan. Beberapa organisasi menggunakan
beberapa majalah atau Koran perusahaan sebagai arena desas-desus. Arena
ini ditempatkan biasanya pada pojok suatu halaman yang bernada sentilan,
dengan harapan pihak yang terkena akan dapat segera ‘mawas diri’
10. Rapat

Rapat adalah saluran komunikasi yang paling popular. Adanya peserta


rapat yang bungkam selama berjamjam menunjukkan adanya pimpinan
rapat yang kurang efektif. Meminpin rapat memang ada seninya. Rapat
tidak harus selalu berpanjang-panjang dan berlama-lama. Makin singkat
suatu rapat berarti makin tinggi kualitas pimpinannya. Pada gambar 10-2
nampak beberapa butir petunjuk yang dapt dipergunakan oleh ketua rapat
agar rapat yang dipimpinnya berjalan efektif.
2.4.3 Pedoman Rapat yang Efektif bagi Ketua Rapat
-Sebaiknya rapat baru diadakan setelah cara lain dianggap tidak dapat
memenuhi syarat. Jangan merapatkan masalah-masalah yang sebenarnya
dapat diselesaikan dengan menggunakan telepon saja.
-Para calon peserta sebaiknya diberi tahu lebih dahulu mengenai apa yang
harus didiskusikan, apa yang diharapkan dari mereka dan bahan-bahan apa
saja yang perlu dibawa dalam rapat.
-Tetapkan saat rapat dimulai, dan estimasikan saat selesainya.
-Uraikan kepada para peserta tentang tujuan rapat, apakah untuk member
tahu, membahas suatu usulan mengambil suatu keputusan, atau untuk
member saran.
-Buat suatu agenda rapat dan pertimbangkan kemungkinan pertannyaan-
pertanyaan yang timbul dari para peserta. Yakinilah bahwa para peserta
telah dihubungi, dan perintahkan sekretaris anda untuk menghubungi lagi
sebelum rapat dimulai guna mengingatkan bahwa kehadiran mereka benar-
benar diharapkan.
-Gunakan peralatan visual untuk menggambarkan data yang rumit, tetapi
jangan tenggelam dalam uraian-uaraian yang terlalu santai.
-Jangan biarakan terjadi monopoli pembicaraan, dan usahakan agar setiap
peserta memberikan pendapatnya. Jika memang pendapatnya tidak
diperlukan sebaiknya ia tidak usah dipanggil rapat.
-Jangan biarkan topic pembicaraan rapat menyeleweng terlalu jauh dari
permasalahan yang dibahas, Tekankan lagi pada masalah, dan giring para
peserta yang berbicara menyimpang untuk kembali kepada permasalahan
tersebut.
-Tandai hal-hal yang dianggap penting. Jika menurut anda hal itu
merupakan hasil pemikiran, tanyakan pada yang bersangkutan. Pastikan
bahwa semuanya telah memahami apa yang telah dikatakan.
-Jangan ijinkan siapapun untuk menelpon langsung ke ruang rapat, tetapi
sarankan agar dibuat catatan kecil yang tidak mengganggu untuk
disampaikan.
-Berikan fakta-faktanya sebelum menawarkan atau menyodorkan suatu
pemecahan.
-Catat setiap hasil rapat, termasuk tindakan-tindakan yang akan
dilaksanakan, siapa yang harus bertanggung jawab atas tindakan itu, dan
kapan harus diselesaikan. Bagikan kopifotonya kepada para peserta rapat.

2.4.5 Kuisioner untuk Mengevaluasi Komunikasi

Ya. Tidak Tidak tahu 1. Apakah para manajer


pada umumnya
berpendapat bahwa
mereka sudah
memiliki informasi
yang cukup untuk
menunaikan
tanggung jawab yang
dibebankan dan
melaksanakan
kewenangan yang
dilimpahkan kepada
mereka?
2. Apakah saluran-
saluran komunikasi
yang ada telah cukup
terbuka, sebagai
contoh dapatkah
seorang karyawan
dengan mudah
memperoleh
informasi dari sumber
terdekat tanpa
memperhatikan lagi
rantai komando yang
ada?
3. Apakah para
karyawan
menunjukkan
penampilan bahwa
mereka benar-benar
memahami prosedur,
kebijakan dan
peraturan-peraturan?
4. Apakah perusahaan
memiliki himpunan
dokumen-dokumen
procedural dan
kebijakan dalam
bentuk yang mudah
didapat-sebagai
contoh dalam bentuk
manual prosedur dan
kebijakan?
5. Apakah perusahaan
telah memiliki jalur
komunikasi yang
resmi dengan para
pelanggan,
pemegang saham,
dan rekan saigannya?
6. Apakah Nampak
adanya komunikasike
bawah(kebijakan,tuju
an) dan keatas
(umpan balik) yang
terpelihara baik?
7. Apakah ada
penjadwalan rapat
yang teratur pada
setiap tingkatan
manajemen?
8. Apakah ada peserta
rapat yang merasa
kurang diperhatikan
dalam rapat?
9. Apakah para peserta
rapat selalu
mendapatkan
notulennya?
10.Apakah rapt-rapat
yang diadakan selalu
bermanfaat bagi para
pesertanya?
11.Sampai berapa lama
jarak waktu antara
satu rapat dengan
rapat berikutnya?
(cata disini)
12.Apakah agenda rapat
mengenai hal-hal
yang harus
didiskusikan telah
disebarkan kepada
para peserta rapat
jauh sebelum rapat
dimulai?
13.Apakah para pejabat
senior secara teratur
menjumpai para
bawahannya baik
secara formal
maupun
informal)pada makan
siang misalnya?)
14.Apakah perusahaan
memiliki peralatan
komunikasi selain
telepon?
15.Jika ya, apakah
peralatan tersebut
benar-benar
dimanfaatkan?
16.Apakah aada ruang
rapat?
17.Apakah para
karyawan yang harus
bekerjasama memiliki
lokasi kerja yang
berdekatan?
18.Apakah tersedia tape
recorder?
19.Apakah tersedia
peralatan yang dapat
mengumumkan
secara menyeluruh
dari bagian tertentu
mengenai berbagai
hal yang harus
diketahui para
karyawan?
20.Apakah lay out umum
kantor talah
memungkinkan
terselenggaranya
komunikasi yang
mudah? Jika tidak,
buat catatan
seperlunya
21.Apakah perusahan
memiliki kotak saran?
22.Apakah saran-saran
yang masuk selalu
direview?
23.Apakah review
dilakuakan oleh
tingkat kewenwngan
yang layak?
24.Apakah saran-saran
yang bersifat khusus
atau teknis telah
dicatat sebelum
disimpan?
25.Apakah penerimaan
saran itu selalu
diketahui pihak yang
berwenang?
26.Apakah penyimpanan
saran itu juga selalu
diketahui oleh pihak
yang berwenang?
27.Apakah saran yang
diterima selalu diberi
penghargaan?

2.5 Mengevaluasi Sistem Informasi dan Pelaporan

2.5.1 Informasi dan Pengolahan Data


2.5.1.1 Data dan Informasi
Data adalah bahan baku informasi, dan informasi adalah data yang telah
diolah. Data adalah himpunan fakta mentah, yang jika disajikan dalam bentuk
yang berarti melalui proses pengolahan, akan dapat memberikan suatu kesimpulan
tertentu. Sedangkan informasi adalah hasil dari pengolahan tadi.

Bagan 2.10
data
Info
Pros
Proses
Info
A Model Dasar Sistem Informasi
es

A'/ B

Mc Leod mengatakan, Informasi yang berkualitas harus memiliki


ciri-ciri:
✔ Akurat
✔ Tepat Waktu
✔ Relevan
✔ Lengkap

Di sini akan ditekankan pada masalah kelayakan pengolahan data hingga


menjadi informasi yang berbentuk laporan-laporan, kelayakan untuk laporan-
laporan itu sendiri, dan kelayakan isi serta penyampaiannya.
Data dapat dikelompokan dalam dua bagian, yaitu data intern dan data
ekstern. Data intern adalah data yang berasal dari dalam organisasi sendiri, dan
data ekstern adalah data yang berasal dari luar organisasi. Contoh data intern
misalnya data mengenai penyusutan aktiva perusahaan, data tambahan pegawai
baru, atau data mengenai jumlah dan lokasi cabang-cabang perusahaan.
Sedangkan data ekstern antara lain kemampuan perusahaan pesaing, daerah
pemasaran yang masih mungkin dijangkau, dan sebagainya. Data dapat saja
disamakan dengan informasi dilihat dari arti yang melekat padanya, yaitu dalam
hal data tidak perlu diolah terlebih dahulu. Misalnya data statistik yang disajikan
Badan Pusat Statistik.
Bagan 2.11
Sasaran evaluasi sistem Informasi

Data
Sistem
Informasi
Pemakai
Distribusi
Informasi
Informasi
Pengolahan
Data
Data
Data
2.5.1.2 Proses Pengolahan Data
Meliputi berbagai kegiatan yang terangkai dan berurutan, yang dapat
mengubah data menjadi informasi. Kegiatan tersebut adalah:
1. Pencatatan awal (capturing): adalah pencatatan yang dilakukan pertama kali
atas suatu kejadian, transaksi atau kondisi tertentu. Biasanya dilakukan
dalam bukti-bukti asli, seperti karbon, slip penjualan, catatan mandor
mengenai kualitas banrang dan daftar
absensi karyawan.
2. Verifiaksi: adalah kegiatan untuk mengecek atau menetapkan kesahihan
data guna menjamin bahwa data tersebut dicatata atau direkam dengan
benar.
3. Pengklasifikasian: adalah kegiatan untuk menempatkan elemen data ke
dalam kelompok tertentu sedemikian rupa sehingga bermanfaat bagi
pembacanya. Misalnya, data penjualan dapat diklasifikasikan menurut tipe
barang, petugas penjual, gudang yang mengirimkannya, atau klasifikasi
lain agar data penjualan tersebut menjadi berguna.
4. Pemilihan: kegiatan yang menempatkan elemen data ke dalam tahapan
tertentu atau tahapan yang telah ditetapkan lebih dahulu. Contoh, data
persediaan dapat disortir menurut kode produk, tingkat aktivitas, nilai
rupiah, atau atribut lain yang terdapat dalam kode arsip dan dibutuhkan
oleh pemakainya.
5. Penyimpulan (summarizing): mengkombinasikan atau menghimpun
elemen-elemen data dengan dua macam cara. Pertama, yaitu
mengakumulasikan data secara sistematis, misalnya penyusunan neraca
yang disajikan hanyalah beberapa kelompok pos, sedangkan perincian-
perincian posnya tidak disajikan di neraca. Kedua, mengurangi kuantitas
data dengan cara yang logis, misalnya jika manajer personalia
membutuhkan daftar nama karyawan yang bekerja di Departemen 15 maka
kegiatan untuk menyusun daftar itu dapat dikategorikan sebagai cara ini.
6. Penghitungan: merupakan manipulasi data secara aritmatis. Misalnya
perhitungan untuk mentepkan jumlah gaji karyawan, tagihan kepada
pelanggan, rata-rata nilai mahasiswa, dan lain-lain. Terkadang perhitungan
ini menggunakan teknik-teknik tinggi seperti PERT (Program Evolution
and Review Technique), linear programming, dll.
7. Penyimpanan (storing): merupakan upaya menempatkan data ke dalam
media penyimpanan seperti kertas, microfilm, ataupun media yang
dipergunakan dalam suatu sistem komputer, yang mudah untuk diperoleh
kembali bilamana diperlukan.
8. Mencari dan memperolah data kembali (retrieving): merupakan tindakan
untuk memperoleh dan mencari kembali elemen data dari media
penyimpanan.
9. Reproduksi: merupakan penduplikasian data dari satu media ke media
lainnya, atau ke posisi lainnya dalam satu media.

2.5.1.3 Metode Pengolahan Data.


Metode pengolahan data dapat dikelompokan dalam empat jenis, yaitu:
1. Metode tangan (manual)
2. Metode Elektromekanik
3. Metode kartu lubang (punched card)
4. Metode komputer elektronik

Metode tangan adalah metode yang semua kegiatan pengolahan datanya


dilaksanakan dengan menggunakan tangan dan dibantu dengan peralatan
sederhana seperti pensil, kertas, penggaris, mesin tik dan lain-lain. Sedangkan
Metode Elektromekanik menggunakan simbiose antara manusia dan mesin,
misalnya mesin pembukuan, mesin duplikasi atau register kas.
Metode kartu lubang adalah metode yang menggunakan semua peralatan
catatan unit (unit record). Prinsip catatan unit adalah bahwa setiap data yang
diperlukan dicatat (dipunch) dalam suatu kartu. Dengan demikian sejumlah kartu
yang berisi data sejenis dapt dikombinasikan bersama-sama untuk membentuk
kelompok kartu yang biasa dinamakan suatu arsip (file). Metode ini memiliki
sebagian atau seluruh peralatan di bawah ini: key punch, verifier, sortir, collator,
reproducer, mesin pembukuan, calculating punch, interpreter dan summary punch.
Metode komputer adalah suatu konfigurasi dari peralatan masukan (input),
unit pengolahan pusat (central processing unit-CPU), dan peralatan output. CPU
terdiri empat komponen, yaitu (1) unit logika aritmatis (2) unit pengendali (3) unit
penyimpanan utama (4) konsol.
Kelayakan penerapan suatu metode pengolahan data dapat ditetapkan
dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. volume data yang harus diolah
2. tingkat kerumitan kegiatan pengolahan data yang diperlukan
3. batasan-batasan jangka waktu pengolahan
4. kebutuhan perhitungan.
Jika volume data meningkat, jika tingkat kerumitan terus bertambah, jika
jangka waktu pengolahan semakin pendek, atau jika kebutuhan perhitungan
semakin sulit, maka metode pengolahan data yang diperlukan juga semakin
canggih.
Pemeriksa juga perlu memahami kemampuan yang melekat pada suatu
sistem pengolahan data, untuk menetapkan apakah suatu organisasi layak
menggunakan suatu metode daripada metode lainnya. Faktor kemampuan tersebut
antara lain:
1. Investasi awal. Biaya yang diperlukan untuk memperoleh peralatan atau
mesin yang diperlukan untuk pengolahan.
2. Penyiapan. Biaya yang diperlukan untuk mempersiapkan data inisial
untuk pengolahan berikutnya.
3. Konversi. Biaya untuk satu kali mengolah data yang pertama dengan
metode baru.
4. Kebutuhan Personalia yang ahli. Tingkat pendidikan dan latihan dari
individu-individu yang terlibat dalam pengolahan data.
5. Biaya variable. Biaya per unit data akibat perubahan dalam volume.
6. Modularitas. Kemampuan untuk menurunkan atau meningkatkan
kapasitas pengolahan agar dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
7. Fleksibilitas. Kemampuan untuk mengubah prosedur pengolahan agar
dapat memenuhi kebutuhan bilamana diperlukan adanya perubahan pada
suatu saat.
8. Versatilitas. Kemampuan untuk melaksanakan berbagai tugas yang
berbeda-beda.
9. Kecepatan pengolahan. Waktu yang dibuthkan untuk mengubah input
menjadi output.
10. Daya perhitungan. Kemampuan untuk melakukan matematika yang rumit.
11. Pengendalian pengolahan. Kemampuan untuk memverifikasi bahwa
setiap tugas pengolahan data dilaksanakan sesuai dengan yang
direncanakan.
12. Deteksi kesalahan secara otomatis. Kemampuan komponen metode untuk
menemukan kesalahan.
13. Daya pengambilan keputusan. Kemampuan untuk mengambil alternatif
dalam menyelesaikan pengolahan.
14. Degradasi sistem. Tingkat sampai mana sistem akan menurun nilainya
karena adanya kerusakan atau tidak tersedianya komponen sistem.
15. Tingkat otomatisasi.

Bagan 2.12 Perbandingan Antar Metode


Metode Metode
Pengolahan Tanga Kartu
Elektrome Kompu
Data n Luban
kanis ter
Faktor (man g
ual)
Investasi awal rendah cukup sedang tinggi
Set up rendah rendah cukup tinggi
Konversi rendah cukup tinggi tinggi
Personalia rendah rendah sedang tinggi
Biaya variabel tinggi sedang sedang rendah
Modularitas tinggi cukup cukup rendah
Fleksibilitas tinggi rendah renda tinggi
Versatilitas rendah sedang h tinggi
Kecepatan rendah rendah sedang tinggi
pengolahan rendah rendah sedang tinggi
Kemampuan rendah rendah sedang tinggi
perhitungan rendah cukup sedang tinggi
Pengendalian cukup rendah sedang tinggi
pengolahan renda rendah sedang tinggi
Deteksi kesalahan h cukup sedang tinggi
otomatis rendah rendah sedang
Pengambilan rendah sedang sedang
keputusan rendah sedang
Tingkat degradasi cukup
Tingkat otomasi rendah
cukup
rendah

2.5.2 Nilai Ekonomis dari Informasi


Tingkat ke-ekonomisan informasi merupakan perbandingan antara biaya
dan manfaat dari informasi itu sendiri. Penetapan biaya bagi pemeriksa mungkin
lebih mudah karena biaya merupakan nilai kuantitatif. Namun saat menetapkan
nilai dari informasi (kualitatif) seorang pemeriksa harus melakukan penyelidikan
objektif terkait kebutuhan pemakai informasi dan tingkat kepuasan mereka
terhadap informasi yang telah mereka peroleh dari sebuah sistem informasi.

2.5.3 Fungsi Informasi


Fungsi informasi adalah mengurangi ketidakpastian. Pemahaman
seseorang akan bertambah dengan ia mengumpulkan informasi, berbagai hal yang
ia tidak ketahui sebelumnya akan berangsur berkurang.

2.5.4 Nilai Manfaat Informasi


Nilai manfaat informasi didasarkan pada sepuluh atribut sebagai berikut:
1. Aksesabilitas. Semakin mudah atau semakin cepat suatu informasi
diperoleh semakin tinggi aksesabilitasnya.
2. Kelengkapan. Semakinluas cakupan suatu informasi akan semakin tinggi
kelengkapannya.
3. Akurasi. Adalah kecermatan dan kebebasan dari kesalahan.
4. Relevansi. Adalah sejauh mana keterkaitan informasi dengan kebutuhan
para penggunanya.
5. Kejelasan. Adalah atribut yang menunjukan tingkat kebebasan dari hal-hal
yang membingungkan.
6. Ketepatan waktu. Kesamaan antara saat timbulnya kebutuhan informasi
dan saat tersedianya informasi tersebut.
7. Fleksibilitas. Informasi yang fleksibel adalah informasi yang dapat
dipergunakan oleh beberapa pihak.
8. Daya uji. Informasi yang berdaya uji artinya informasi tersebut akan
menghasilkan kesimpulan yang sama bilamana diverifikasi oleh beberapa
pihak ayng berbeda.
9. Objektivitas. Bahwa informasi terbebas dari kemencengan (bias),
purbasangka, tidak memihak dan tepat pada permasalahan.
10. Keterukuran.

2.5.5 Nilai Biaya Informasi


Biaya untuk mengoperasikan suatu sistem informasi meliputi komponen-
komponen sebagai berikut:
1. Biaya perangkat keras. Merupakan biaya tetap atau sunk cost yang ada
dalam suatu relevant range. Biaya ini akan meningkat seiring
peningkatan mekanisasi.
2. Analisa, desain dan implementasi sistem. Juga merupakan sunk cost dan
biasanya meningkat sejalan dengan meningkatnya derajat mekanisasi.
Biaya ini meliputi formulasi metodologi untuk keseluruhan prosedur
pengolahan data. Dalam metode komputer, biaya ini juga meliputi biaya
untuk penyusunan program.
3. Biaya ruang dan pengendalian lingkungan. Bersifat semivariabel.
Misalnya biaya untuk lantai ruangan, alat pengatur suhu ruangan, sistem
pengeringan, unit pembangkit tenaga, keamanan dan lain-lain. Biasanya
meningkat sejalan dengan peningkatan derajat mekanisasi.
4. Biaya Pengubahan. Biaya ini adalah sunk cost yang meliputi biaya yang
diperlukan untuk mengubah satu sistem ke sistem lainnya.
5. Biaya operasi. Biaya ini bersifat variabel, mencakup biaya personalia,
biaya pengelolaan fasilitas dan sistem, bahan pembantu, serta biaya
fasilitas pembantu lainnya.
Bagan 2.13 Grafik Total Biaya pada Masing-masing Metode Pengolahan
Data
Total
Volume
lubang unit
Elektromekanis
Kartu
Komputer
D
Tang data yang
Biayaa
4diproses
3
2
1
n
Kelima komponen tersebut biasanya dibagi dalam dua jenis, yaitu biaya
tetap dan biaya variabel. Bagan 2.13 menjelaskan konsep Burch dan Strater
mengenai total biaya pada masing-masing metode pengolahan data.
Pada gambar tersebut terlihat bahwa titik-titik D1, D2, D3, dan D4
merupakan titik yang menunjukan kesamaan tingkat total biaya antara dua
metode. Dengan memperhatikan titik-titik tersebut kita dapat menetapkan bahwa
suatu metode pada tingkat volume tertentu lebih menguntungkan dipandang dari
total biayanya daripada metode lainnya. Pada volume data yang lebih kecil
daripada D1 akan jelas bahwa metode tangan memiliki total biaya yang lebih
rendah daripada metode lainnya. Pada volume data yang terletak di antara D1 dan
D4 metode elektromekanis jelas memiliki total biaya yang paling rendah. Dan pada
tingkat volume yang lebih besar daripada D4 akan terlihat bahwa penggunaan
komputer merupakan tindakan yang paling menguntungkan dari segi total biaya.
Pada tingkat-tingkat volume tertentu total biaya suatu metode lebih rendah
daripada metode lainnya. Dengan demikian pemeriksa harus mempertimbangkan
apakah penggunaan metode pengolahan data pada obyek yang diperiksanya
memang masih menguntungkan atau cukup efisien. Perkembangan total biaya
memang meningkat sejalan dengan peningkatan volume data yang diolah,
sehingga pemeriksa harus dapat melihat allternatif-alternatif lain yang kiranya
lebih bermanfaat bagi klien.

2.6 Pelaporan
2.6.1 Jenis-jenis laporan
Laporan dapat dikelompokan dalam dua bagian besar:
1. Laporan untuk pihak di dalam organisasi (intern)
2. Laporan untuk pihak di luar organiasasi (ekstern)
Dalam organisasi perusahaan, laporan intern dapat berbentuk laporan
manajerial. Laporan ini antara lain terdiri dari laporan sepintas (casual report),
laporan khusus, laporan rutin.
Laporan ekstern dapat berbentuk laporan kepada pemegang saham,
laporan kepada instansi pemerintah yang berwenang, laporan kepada kreditur dan
lain-lain.
2.6.2 Laporan-laporan Manajerial
Prinsip-prinsip Dasar Laporan Manajerial
Terdapat lima prinsip dasar yang harus diikuti dalam menyusun laporan
manajerial agar dapat bermanfaat bagi manajemen.
1. Laporan harus menerapkan konsep pertanggung jawaban (responsibility
concept). Dengan demikian laporan dengan konsep ini merupakan
pencerminan pertanggung jawaban dari pihak yang diserahi tugas kepada
yang memberi tugas.
2. Sedapat mungkin laporan harus menggunakan prinsip eksepsi. Prinsip ini
menekankan bahwa laporan harus menonjolkan hal-hal yang dianggap
menyimpang dari standar yang telah ditetapkan. Bentuk lazim dari laporan
dengan konsep ini adalah laporan pembandingan antara hasil kegiatan
dengan anggaran.
3. Angka-angka laporan hendaknya dibuat komparatif. Hal ini memberi
penekanan pada pembandingan hal-hal yang dianggap penting antara
realisasi dengan anggaran, dengan realisasi tahun atau periode yang lalu,
dengan keadaan industri pada umumnya.
4. Semakin tinggi jenjang manajemen yang menggunakan, harus semakin
ringkas pula laporan itu dibuat.
5. Agar suatu laporan dapat komunikatif, laporan tersebut hendaknya disertai
dengan komentar-komentar interpretative, yang menjelaskan mengapa
situasi yang dilaporkan itu dapat terjadi, termasuk dengan berbagai
alternatif pemecahan atau tidakan yang dapat dilakukan.

2.6.3 Jenjang Pemakai Laporan dan Karakteristik Informasi


Dilihat dari jenjang pengambilan keputusan, manajemen terbagi menjadi
tiga bagian, yaitu:
1. Manajemen Strategis. Manajemen yang mengeluarkan keputusan-
keputusan strategis lebih banyak terlihat dengan masalah ayng bersifat
tidak pasti (uncertainty), juga lebih banyak memperhatikan situasi di luar
organisasi, sehingga informasi yang mereka butuhkan lebih banyak berasal
dari luar daripada dari dalam organisasi.
2. Manajemen Taktis. Manajemen yang mengeluarkan keputusan-keputusan
taktis berkepentingan dengan aktivitas jangka pendek dan alokasi sumber
daya untuk mencapai tujuan organisasi. Bentuk pengambilan keputusan ini
antara lain formulasi anggaran, analisis arus dana, penetapan layout
pabrik, personalia, penyempurnaan produk, ataupun penelitian dan
pengambangan.
3. Manajemen Teknis. Pengambilan keputusan pada tingkat ini banyak
dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat standar dan pasti.
Jenjang strategis menduduki posisi teratas dalam struktur
organisasi, jenjang taktis menduduki posisi tengah, dan jenjang teknis
menempati posisi paling bawah.

Karakteristik Informasi Pada Masing-masing Jenjang Manajemen.

Strategis Ekstern Intern

Taktis

Teknis

Sumber informasi

Proporsi Waktu yang Dipergunakan pada Masing-masing Kegiatan


Strategis Perencanaan Pengendalian

Taktis

Teknis

Strategis Uncertaitnty Deterministic

Taktis

Teknis

Sifat Informasi
Strategis Ikhtisar Terperinci

Taktis

Teknis

Tingkat Keterperincian

Pemeriksa diharapkan dapat banyak memberikan saran untuk peningkatan


efisiensi organisasi. Pemeriksa harus mampu melakukan penilaian apakah suatu
bentuk laporan tertentu tidak terlalu “boros” atau terlalu “pelit” untuk suatu
jenjang manajemen tertentu. Selain didasarkan pada pengetahuannya akan
efisiensi dan efektifitas laporan, pemeriksa juga harus mampu menggali informasi
dari pihak pemakai laporan mengenai hal-hal apa saja yang ingin diketahuinya
sehubungan dengan pelaksanaan tugasnya.
Pelaporan untuk manajemen, harus lebih mementingkan ketercukupan
segala aktivitas yang berada di bawah tanggung jawabnya. Untuk mencapai
ketercukupan itu, semakin tinggi jenjang manajemen, semakin berkurang tingkat
keterperinciannya.
Pengurangan tingkat keterperincian ini perlu dilakukan karena dua hal.
Pertama, adalah bahwa jika laporan-laporan itu dibuat terlalu terperinci maka pada
jenajng yang tinggi tidak akan memiliki cukup waktu untuk mempelajarinya,
karena sebagian besar waktunya perlu dicurahkan untuk masalah lain yang
mungkin lebih banyak bersifat ekstern. Kedua, untuk hal-hal yang terperinci
pemimpin tidak perlu mengetahuinya setiap saat.

2.6.4 Pelaporan Untuk Manajemen Puncak


Karena posisinya yang berada di puncak, seorang manajer membutuhkan
pelaporan atau informasi yang sifatnya menyeluruh. C. Roger. Pratt, akuntan
publik penulis “Top Management Reporting and Simplified Accounting”
mengemukakan struktur dasar pelapoaran kepada manajemen puncak terdiri dari
empat masalah pokok, yaitu posisi penjualan, posisi rugi-laba, posisi neraca dan
posisi teknis.
Uraian mengenai posisi penjualan meliputi berbagai trand dan laporan
mengenai hasil penjualan dan pesanan-pesanan yang diterima. Variasi-variasi
musiman dan trend-trend tahunan biasanya disajikan dalam bentuk grafik, dan
acapkali disajikan pula pembandingan nilai taksira dividen dengan sumber-
sumber ekstern.
Uraian mengenai posisi rugi-laba meliputi gambaran mengenai pendapatan
dan biaya. Juga disajikan di dalamnya trand profitability (rentabilitas), analisa
tambahan mengenai kelompok pendapatan dan biaya, prinsip akuntansi dan
perhitungan rugi-laba, serta profitability yang dianggap penting.
Posisi neraca meliputi analisa-analisa perubahan dalam harta dan hutang
perusahaan. Penekanannya diarahkan pada perubahan-perubahan dalam harta
lancar dan utang lancar yang mempengaruhi arus kas dan perkembangan usaha.
Posisi teknis menekankan pelaporan mengenai kejadian-kejadian fisik
yang timbul dalam perusahaan. Di sini juga diuraikan mengenai efisiensi yang
dihitung dari pembandingan keluaran dengan sumber daya berupa tenaga kerja,
material, dan perlengkapan produksi.
Dua syarat yang harus diperhatikan adalah bahwa laporan harus mudah
dipahami dan dikomunikasikan.
Bagan 2.14 Sistem Informasi Manajemen dan Fungsi Organisasi
Manajemen
Bawah
Menengah
Puncak Manajemen
Manajemen
Pemasaran
Sistem Keuangan
Tingkatan
Mandukung
Informasi
Sistem Informasi
Manajemen dan Fungsi
Sistem
Manajemen
InformasiEksekutif
Produksi
SDM
Organisasi
Pemasaran
Keuangan
Produksi
SDM

2.6.5 Jenis-jenis Laporan dan Penilaiannya


Di muka telah disinggung bahwa laporan-laporan dari posisi bawah
kepada posisi yang lebih tinggi terbagi dalam tiga jenis, yaitu (1) laporan sepintas
(casual report), (2) laporan khusus, (3) laporan rutin.
Laporan sepintas biasanya disajikan secara lisan baik dengan berhadap
muka atau dengan telepon. Laporan ini terjadi jika atasan menanyakan kepada
bawahannya mengenai sesuatu hal.
Laporan khusus tidak memiliki bentuk tertentu, bisa beraneka ragam,
volumenya juga tidak terbatas. Laporan ini hanya dibuat untuk satu kali saja, tidak
berulang-ulang, dan tidak memiliki format yang stereotip. Biasanya juga laporan
ini memerlukan banyak waktu dalam penyiapannya dan mengupas hanya satu
masalah saja. Sedangkan laporan rutin merupakan suatu laporan kegiatan yang
meliputi beberapa aspek, dengan tujuan agar manajemen pada tingkat yang lebih
tinggi dapat memperoleh informasi mengenai perkembangan kegiatan tersebut.
Laporan rutin biasanya dibuat secara periodik, dan penyiapannya memerlukan
perhatian yang cukup pula. Laporan ini juga biasanya memiliki suatu bentuk atau
format yang tetap dan disajikan secara tertulis, dengan ketikan atau cetakan
keluaran komputer.
Laporan sepintas sulit untuk dinilai, dan demikian pula laporan-laporan
khusus. Laporan-laporan ini dapat dipertimbangkan sebagai media komunikasi.
Dalam menilai laporan rutin, pemeriksa harus melihat tiga aspek yang
dapat dijadikan petunjuk, yaitu:
1. Efektifitas: apakah laporan itu telah berisikan uraian materi yang
memang harus dilaporkan?
2. Keguanaan: apakah laporan itu memiliki format yang baik?
Apakah laporan diserahkan teapat pada waktunya? Apakah laporan
berisikan informasi yang benar?
3. Nilai laporan itu sendiri dibandingkan dengan biaya penyiapannya.
Nilai suatu laporan dapat ditetapkan secara objektif dengan
memperhatikan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah laporan tersebut menghasilkan suatu tindakan?
2. Apakah tindakan yang berkaitan dengan isi laporan itu sepadan
dengan biaya penyiapan laporan itu sendiri?
Namun pertanyaan-pertanyaan ini tidak dapat diterapkan pada laporan
yang bersifat tembusan atau “untuk informasi anda” (UIA), dimana laporan
diberikan kepada pihak yang perlu mengetahui informasi yang terdapat dalam
laporan, namun tidak memiliki kewenangan untuk mengambil tindakan atas
laporan itu secara langsung.

2.6.6 Tindakan yang Dapat Memberikan Nilai pada Suatu Laporan


Suatu tindakan dapat membenarkan arti dari laporan bilamana tindakan
tersebut dapat memberikan sumbangan pada:
♦ Setiap upaya untuk mempertahankan prestasi kegiatan yang ada,
berupa prosedur yang berlaku dalam organisasi, atau mekanisme
yang dipergunakan untuk mengendalikan operasi sehari-hari.
♦ Peningkatan kualitas kegiatan, berupa prosedur yang dapat
mempersingkat waktu atau menghilangkan kegiatan yang tidak
penting; prosedur yang memperkenalkan cara kerja baru yang
dapat memberikan manfaat bagi organisasi.
♦ Pengurangan biaya operasi: prosedur yang dapat mengurangi
bahan pembantu, peralatan, ruang kerja, partisipasi manusia dan
fasilitas dalam pekerjaan.
♦ Pengurangan pengeluaran modal: prosedur yang dapat mengurangi
jumlah, biaya, usaha pemeliharaan, atau memebrikan sumbangan
pada pos-pos yang dapat meningkatkan efisiensi penggantian
penggunaan modal.
♦ Tindakan yang diperlukan dalam rangka melaksanakan peraturan
pemerintah.

2.6.7 Biaya Penyiapan Laporan


Untuk menetapkan nilai laporan perlu dibandingkan tindakan yang
dihasilkan dari laporan tersebut dengan biaya penyiapan laporan itu sendiri. Untuk
mencapai penandingan yang layak dapat ditempuh dengan jalan melihat proporsi
nilai tindakan itu sendiri terhadap tujuan yang harus dicapai dengan tindakan
tersebut.
J.M. Kaufman dalam Canadian Business Maret 1976 menjelaskan bahwa
pedoman praktis dalam mencari keseimbagan antara biaya pelaporan dan
keterikatan waktu adalah biaya pelaporan tidak boleh melampaui 20 persen dari
biaya pengendalian atau 10 persen dari biaya pengusahaan, mana yang lebih
besar.

2.6.8 Kuesioner untuk Mengevaluasi Sistem Informasi dan Pelaporan.


Ya Tdk TT
1. Dalam pengambilan keputusannya,
apakah organisasi memiliki
ketergantungan kepada arus informasi
yang cukup besar; dengan lain perkataan,
pakah organisasi banyak bergantung pada
keputusan keputusan tepat dalam jumlah
yang cukup tinggi?
2. Jika ya, apakah dalam struktur organisasi
jelas-jelas terlihat bahwa tanggung jawab
dan wewenang keputusan telaj terstruktur
ke dalam jenis-jenis pekerjaan tertentu
dan apakah pekerjaan-pekerjaan tersebut
telah dialokasikan secara strategis?
3. Apakah pengendalian informasi lebih
banyak ditekankan pada keekonomisan
sistem informasi ketimbangpada
keamanan informasi; dengan kata lain
apakah perusahaan melakukan
pengendalian informasi diarahkan pada
upaya mencapai biaya informasi yang
rendah ketimbang upaya pencegahan
campur tangan orang lain?
4. Apakah berbagai mesalah mengenai
keamanan informasi telah didefinisikan
dengan jelas dan rasional; apakah telah
dicapai keputusan-keputusan yang praktis
dan rasional mengenai informasi apa yang
perlu dirahasiakan dan bagaimana yang
tidak?
5. Apakah informasi yang diterima para
pejabat dibuat dalam bentuk sedemikian
rupa sehingga mereka tidak banyak
membuang waktu untuk memahami
isinya?
6. Apakah ada suatu prosedur yang standar
dan formal untuk pedoman pembuatan
laporan baru?
7. Apakah untuk masing-masing laporan
telah disediakan ruang untuk
membutuhkan tanggal review?
8. Apakah para pemakai masing-masing
selalu mengkonsultasikan secara teratur
perihal penyempurnaan yang perlu
dilakukan, tambahan-tambahan ataupun
pengurangan-pengurangan yang perlu
dilakukan atas laporan-laporan tsb?
9. Apakah jumlah tembusan laporan selalu
direview setiap 2 tahun sekali; atau
apakah tembusan-tembusan itu telah
ditelusuri sampai pengarsipannya untuk
memastikan bahwa tembusan itu benar
benar diperlukan oleh pihak
bersangkutan?
10.Apakah bagian yang perlu diperhatikan
telah ditempatkan pada posisi yang cukup
mencolok dalam laporan?
11.Apakah tujuan masing-masing laporan
telah dinyatakan dengan jelas melalui
judul, keterangan kolom, dan
susunannya?
12.Apakah pada masing-masing laporan yang
ada telah tercetak instruksi
pembuatannya, routing, dan
penanganannya?
13.Apakah para pejabat operasional masih
harus melakukan analisa lagi atas
laporan-laporan yang diterimanya untuk
memperoleh informasi yang diperlukan?
14.Apakah para pemakai laporan telah
memperolehnya tapat waktu?
15.Apakah para pemakai laporan
berpendapat bahwa laporan yang
diterimanya telah cukup akurat?
16.Apakah semua tembusan laporan telah
digunakan individu-individu yang
menerimannya?
17.Apakah laporan-laporan yang isinya
terlalu luas selalu dihindarkan?
18.Apakah dalam penulisan laporan selalu
dipergunakan prinsip penonjolan eksepsi?
19.Apakah ada suatu metode untuk meriview
sistem informasi secara periodik?
20.Apakah metode yang dipergunakan telah
cukup memadai ditinjau dari:
- volume data yang harus diolah?
- tingkat kerumitan kegiatan pengolahan data
yang diperlukan?
- kebutuhan perhitungan?
21.Apakah organisasi kiranya cukup layak
memeprgunakan metode yang ditinjau
dari atribut-atribut kemampuannya?
22.Dilihat dari manfaatnya, pakah informasi
yang dihasilkan oleh sistem yang ada
telah cukup memadai?
BAB III
SIMPULAN

1. Urutan unsur-unsur yang umumnya dipergunakan sebagai petunjuk


terciptanya manajemen yang efektif: Sumber daya,Tenaga kerja, Organisasi,
Objektivitas, Informasi, Sistem, Ukuran-ukuran, dan Pengendalian. Beberapa
indikator yang dapat dipergunakan untuk menetapkan apakah kualitas
administratif suatu perusahaan dapat dianggap baik atau tidak adalah: Rasio
jumlah manajer administratif dengan total karyawan, rasio jumlah keputusan
administratif yang ditetapkan dengan total keputusan administratif, dan jangka
waktu pengambilan keputusan. Perusahaan harus memiliki tujuan kegiatan
yang realistis. Kriteria lainnya adalah: Perusahaan harus memiliki rencana
yang dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan itu, perusahaan harus
memiliki kebijakan-kebijakan (policies) untuk mengarahkan implementasi
rencana guna menjamin kepatuhan terhadap sasaran perusahaan, perusahaan
harus menerapkan pengendalian (control) yang dapat menyesuaikan
pelaksanaan dengan perencanaan, perusahaan harus memiliki sistem pelaporan
yang dapat memberikan gambaran sebenarnya mengenai apa yang terjadi
untuk mengevaluasi keefektifan dan perkembangan implementasi.
2. Perencanaan merupakan suatu proses atau salah satu fungsi manajemen yang
merupakan keputusan dalam memperkirakan (mangasumsikan atau
memprediksikan tindakan-tindakan) kebutuhan organisasi di masa yang akan
datang. Manfaat perencanaan adalah: Menyatukan tindakan, mengurangi
resiko, menekankan tercapainya tujuan, menyederhanakan koordinasi,
mempermudah pengendalian, menciptakan kesempatan baru, dan
menggairahkan organisasi. Unsur-unsur yang diperlukan untuk menciptakan
perencanaan yang sehat adalah adanya keinginan, informasi, pengetahuan,
pengalaman, wawasan, imajinasi, ambisi, semangat, dan realisme.
3. Suatu sistem pengendalian manajemen akan mempunyai unsur-unsur sebagai
berikut: Detektor, Selektor, dan Efektor. Bentuk-bentuk dasar pengendalian
manajemen lazimnya terdiri dari tiga jenis yaitu: Pengendalian berjalan,
Pengendalian Ya –Tidak, dan Pengendalian Pasca Tindakan.
2. Komunikasi adalah sarana yang dipergunakan untuk melaksanakan
fungsi manajemen. Tanpa komunikasi, perencanaan serta
pelaksanaan dan pengendalian tidak akan dapat dilaksanakan.
Komunikasi adalah landasan fungsi manajemen tersebut. Proses
komunikasi dapat memberi kemungkinan kepada para manaje
untuk melaksanakan tanggung jawab tugas yang dibebankan
kepada mereka, informasi diterima oleh mereka melalui jalur
komunikasi seingga mereka dapat menyusun strategi, rencana,
ataupun kebijakan-kebijakan itupun perlu dikomunikasikan ke
bawah untuk dilaksanakan. Dan pelaksanaan serta hasilnya harus
dikomunikasikan kembali sebgai bahan pengendalian
3. Lima prinsip dasar yang harus diikuti dalam menyusun laporan
manajerial agar dapat bermanfaat bagi manajemen: Laporan harus
menerapkan konsep pertanggung jawaban (responsibility concept),
sedapat mungkin laporan harus menggunakan prinsip eksepsi,
angka-angka laporan hendaknya dibuat komparatif, semakin tinggi
jenjang manajemen yang menggunakan, harus semakin ringkas
pula laporan itu dibuat, dan agar suatu laporan dapat komunikatif,
laporan tersebut hendaknya disertai dengan komentar-komentar
interpretatif, yang menjelaskan mengapa situasi yang dilaporkan
itu dapat terjadi, termasuk dengan berbagai alternatif pemecahan
atau tidakan yang dapat dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Nugroho Widjayanto. (1985). Pemeriksaan Operasional Perusahaan. Jakarta:


Lembaga Penerbit FEUI.

You might also like