You are on page 1of 6

MODEL REGRESI LOGISTIK (LOGIT)

Ada dua permasalahan yang dikemukakan dalam contoh kasus sebagai soal UTS
Ekonometrika kelas AD, yaitu:

• Faktor apa saja yang mempengaruhi petani menentukan keputusan untuk melakukan
kontrak

• Dampak kontrak terhadap pendapatan petani

Hal yang mula-mula saya lakukan adalah meneliti kelengkapan data. Ternyata, dari data yang
saya dapatkan terdapat beberapa bagian yang missed, yaitu:

1. Jumlah responden tercantum sebanyak 299 orang, padahal setelah diurutkan ternyata
hanya sejumlah 286 orang. Meskipun demikian ini tidak terlalu berpengaruh terhadap
hasil estimasi.
2. Terdapat beberapa item dari hasil observasi yang tidak terisi, yaitu 25 bagian yang
kosong pada kolom untuk 2 variabel terakhir, tepatnya 24 bagian di kolom variabel
Index Difficulty in Accessing Output Market (scale) dan 1 bagian di kolom variabel
Index Difficulty in Accessing Credit (scale).

Untuk menguji apakah nantinya ada pengaruh yang berarti terhadap hasil signifikansi
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, maka saya melakukan tiga kali
regresi dengan sumber data yang hampir sama. Dalam model regresi yang pertama dan
kedua, saya mengolah data sesuai kondisi aslinya (ada bagian yang kosong). Sedangkan
untuk regresi yang ketiga, data sudah diedit dengan memasukkan angka nol ke dalam tempat
yang kosong tersebut. Hasil print out dari program Stata dan interpretasinya akan dimulai di
halaman berikut.
Dari perbandingan ketiga hasil estimasi tersebut, terdapat persamaan maupun perbedaan
mengenai signifikansi pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

1. Pada model regresi yang pertama dimana semua (13) variabel independennya
dimasukkan, hasil untuk Prob > chi 2 adalah 0.0000 yang artinya model sudah cukup
menggambarkan bahwa model regresi logistik secara keseluruhan dapat menjelaskan
atau memprediksi keputusan petani untuk ikut dalam kontrak atau tidak ikut dalam
kontrak. Dari model ini juga terbukti bahwa variabel yang signifikan adalah X 2
(Household Income) X4 (Age of Household Head) dan X13 (Index Difficulty in
Accessing Credit), yang ditunjukkan oleh nilai P > |z| yang berada di bawah angka 5%
dengan rincian sebagai berikut:
 P > |z| untuk X2 adalah 0.015
 P > |z| untuk X4 adalah 0.007
 P > |z| untuk X13 adalah 0.010

2. Pada model regresi yang kedua dimana hanya diambil 6 variabel independen yang
dimasukkan, yaitu X2, X3, X4, X5, X9, dan X13 hasilnya menunjukkan perubahan drastis,
Prob > chi2 sekarang menjadi 0.3516 (tidak signifikan) artinya model regresi logistik
secara keseluruhan dapat menjelaskan atau memprediksi keputusan petani untuk ikut
dalam kontrak atau tidak ikut dalam kontrak. Kemudian, nampak bahwa tidak ada dari
keenam variabel tersebut yang signifikan bahkan untuk yang pada model pertama
nilainya signifikan:
 P > |z| untuk X2 adalah 0.119
 P > |z| untuk X3 adalah 0.207
 P > |z| untuk X4 adalah 0.707
 P > |z| untuk X5 adalah 0.986
 P > |z| untuk X9 adalah 0.1057
 P > |z| untuk X13 adalah 0.718

3. Pada model regresi yang ketiga dimana hanya diambil adalah semua variabel dengan
data yang sedikit dirubah dengan cara mengganti bagian yang kosong dengan nol,
hasilnya sama dengan model pertama (dalam signifikansi, bukan angka). Prob > chi 2
untuk model ini adalah 0.0000, artinya model regresi logistik secara keseluruhan
dapat menjelaskan atau memprediksi keputusan petani untuk ikut dalam kontrak atau
tidak ikut dalam kontrak. Sementara itu untuk signifikansi pengaruhnya tetap pada
variabel seperti model pertama, rinciannya adalah sbb:
 P > |z| untuk X2 adalah 0.019
 P > |z| untuk X4 adalah 0.010
 P > |z| untuk X13 adalah 0.035

Nah, model ketiga inilah yang menurut saya paling tepat karena selain dapat
menjelaskan atau memprediksi keputusan petani untuk ikut dalam kontrak atau tidak
ikut dalam kontrak, juga karena alasan teknis yaitu kelengkapan data. Dalam program
Stata, adanya hasil observasi yang kosong atau hilangnya satu elemen data saja
artinya sama dengan hilangnya satu responden. Hal ini menurut saya dapat
mempengaruhi ketepatan estimasi.

Jadi, untuk jawaban pertanyaan pertama, kesimpulannya adalah bahwa faktor yang
mempengaruhi keputusan petani untuk ikut dalam kontrak atau tidak ikut dalam
kontrak adalah:

(1) Household Income, karena semakin tinggi pendapatan rumah tangganya maka
petani semakin cenderung untuk ikut dalam kontrak. Misalnya Petani A
pendapatannya lebih tinggi daripada Petani B. Dengan tingginya tingkat
pendapatan yang dimilikinya, artinya Petani A dapat mempergunakan sebagian
uangnya untuk motif spekulasi setelah memenuhi semua kebutuhan pokoknya,
tentunya dengan segala pertimbangan untung-ruginya. Sebaliknya, Petani B
dengan pendapatan rumah tangga yang lebih rendah akan berpikir berkali-kali
sebelum memutuskan untuk ikut dalam kontrak, karena hasil di masa yang akan
datang belum tentu memuaskan. Dengan kondisi yang dirasakan saat ini mungkin
Petani B merasa belum sejahtera, akan tetapi dibandingkan dengan tawaran
kontrak yang hasilnya juga belum tentu menjanjikan, Petani B akan cenderung
kepada pilihan tidak ikut di dalam suatu kontrak dengan perusahaan dan memilih
untuk tetap berada di daerah aman (safety zone). Kecuali jika Petani B sama-sama
berjiwa spekulatif dan risk taker seperti Petani A, maka ia pun akan cenderung
bersedia ikut di dalam kontrak. Kemungkinan kedua ini akan selalu ada meskipun
peluangnya lebih kecil dari yang pertama.
(2) Age of Household Head, alasannya adalah semakin matang usia petani maka lebih
besar peluangnya ia telah memiliki banyak pengalaman mengenai untung-ruginya
ikut atau tidak ikut di dalam kontrak dengan perusahaan. Misalnya Petani C
usianya 20 tahun lebih muda daripada Petani D. Besar kemungkinan, bahwa
Petani D lebih berpengalaman daripada Petani C dalam bisnis pertanian terutama
dihubungkan dengan mekanisme kontrak. Petani C bahkan mungkin sudah lama
terikat kontrak dengan suatu perusahaan dan menikmati keuntungan yang cukup
besar. Atau mungkin juga Petani C dan Petani D sama-sama belum pernah terlibat
kontrak, namun Petani C telah melihat misalnya, berdasarkan pengalaman
koleganya sesame petani seusianya, bahwa kontrak dengan kriteria tertentu
ternyata tidak hanya menguntungkan perusahaan tetapi juga petani pemilik lahan.
Meskipun demikian, tetap ada peluang bahwa petani yang lebih muda mempunyai
pengalaman yang lebih baik dan lebih banyak daripada petani yang lebih tua
dalam hal kontrak tersebut. Namun dalam model ini terbukti peluangnya lebih
kecil daripada yang pertama disebutkan di atas.

(3) Index Difficulty in Accessing Credit, artinya semakin tinggi kesulitan petani
mengakses kredit melalui lembaga keuangan maka besar peluang bagi petani akan
termotivasi untuk ikut terlibat dalam suatu kontrak. Misalkan saja antara Petani E
dan Petani F. Petani E mempunyai kesulitan yang lebih tinggi daripada Petani F
dalam hal mengakses kredit. Padahal mungkin kredit itu sangat ia perlukan untuk
modal pengembangan usaha pertaniannya. Derajat ketertarikan Petani E mungkin
lebih besar daripada Petani F dalam hal mengikuti kontrak karena adanya
mekanisme pembagian biaya dan keuntungan yang menjadi salah satu daya tarik
kontrak bagi petani E. Pertanian kontrak adalah sistem produksi dan pemasaran
berskala menengah dimana terjadi pembagian beban resiko produksi dan
pemasaran diantara pelaku agrobisnis dan petani kecil. Sistem ini dapat dilihat
sebagai suatu terobosan untuk mengurangi biaya transaksi yang tinggi akibat
kegagalan pasar dan/atau kegagalan pemerintah dalam menyediakan sarana
(input) yang diperlukan (misalnya kredit, asuransi, informasi, prasarana dan
faktor-faktor produksi lainnya) dan lembaga-lembaga pemasaran. Penilaian
terhadap sistem pertanian kontrak pada umumnya menunjukkan hasil yang positif
dimana petani kecil memperoleh manfaat dalam bentuk laba yang lebih tinggi atau
mereka bahkan keluar dari kontrak tersebut. Manfaat yang ada tidak hanya dalam
bentuk akses pemasaran, kredit dan teknologi, tetapi keikutsertaan dalam kontrak
dapat pula meningkatkan kemampuan dalam mengelola resiko, memberikan
kesempatan kerja yang lebih baik bagi anggota keluarga dan, secara tidak
langsung, pemberdayaan kaum perempuan serta pengembangan budaya berniaga
yang berhasil.
Selanjutnya, untuk menjawab pertanyaan kedua, saya melakukan regresi linier (OLS) antara
variabel “Keputusan Petani untuk Ikut atau Tidak Ikut Kontrak” yang dalam model logit
merupakan variabel tujuan/independen/regressand dengan Household Income yang dalam
model logit merupakan salah satu variabel penjelas/dependen/regressor. Hasilnya adalah
sebagai berikut:

Dari Prob > F yang nilainya 0.0000 artinya model ini sudah dapat menjelaskan pengaruh
keputusan kontrak yang merupakan variabel dummy terhadap Household Income. Karena
variabel penjelasnya hanya satu maka otomatis melalui uji t juga didapatkan bahwa variabel
tersebut signifikan terhadap variabel dependennya (P > |t| sebesar 0.0000). Dari R 2 yang
nilainya 0.0753 artinya model ini dapat dijelaskan sebanyak 7.53% oleh variabel keputusan
kontrak, sedangkan 92.47% diterangkan oleh variabel di luar model. Sistem pertanian kontrak
(contract farming) merupakan satu mekanisme yang mungkin dapat meningkatkan
penghidupan petani kecil di daerah pedesaan dan memberikan manfaat liberalisasi ekonomi
bagi mereka. Melalui kontrak, agro-industri dapat membantu petani kecil beralih dari
pertanian subsistensi atau tradisional ke produksi hasil-hasil pertanian yang bernilai tinggi
dan berorientasi ekspor. Ini tidak hanya berpotensi meningkatkan penghasilan petani kecil
yang ikut dalam kontrak tetapi juga mempunyai efek berlipat ganda bagi perekonomian di
pedesaan maupun perekonomian dalam skala yang lebih luas.

You might also like