You are on page 1of 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Manusia merupakan salah satu makhluk hidup. Dikatakan sebagai
makhluk hidup karena manusia memiliki cirri-ciri diantaranya: dapat
bernafas, berkembangbiak, tumbuh, beradaptasi, memerlukan makan, dan
megeluarkan sisa metabolisme tubuh (eliminasi). Setiap kegiatan yang
dilakukan tubuh dikarenakan peranan masing-masing organ.
Membuang urine dan alvi (eliminasi) merupakan salah satu aktivitas
pokok yang harus dilakukan oleh setiap manusia. Karena apabila eliminasi
tidak dilakukan setiap manusia akan menimbulkan berbagai macam
gangguan seperti retensi urine, inkontinensia urine, enuresis, perubahan
pola eliminasi urine, konstipasi, diare dan kembung. Selain berbagai
macam yang telah disebutkan diatas akan menimbulkan dampak pada
system organ lainnya seperti: system pencernaan, ekskresi, dll.

1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan umum
Tujuan umum penyusunan makalah ini adalah untuk memahami
membantu BAK dan Memasang Kateter
1.2.2. Tujuan khusus
Tujuan Khusus penyusunan makalah ini adalah untuk memahami:
o Eliminasi Urin
o Memasang Kateter

1.3. Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan dalam makalah ini terdiri dari
Kata Pengantar
BAB I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan

1
1.3. Sistematika Penulisan
BAB II Membantu BAK dan Memasang Kateter
2.1. Eliminasi Urin
2.2. Memasang Kateter
BAB III Penutup
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran

2
BAB II
MEMBANTU BAK DAN MEMASANG KATETER

2.1      Eliminasi Urin
2.1.1 Sistem yang berperan dalam eliminasi Urin
Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya
proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang
yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang
masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan
lagi oleh tubuh larut dlam air dan dikeluarkan berupa urin (air
kemih).Susunan Sistem Perkemihan
a. Ginjal (Ren)
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di
belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra thorakalis ke
12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji
kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri,
karena adanya lobus hepatis dexter yang besar.
Fungsi ginjal
a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat
toksis atau racun,
b) mempertahankan suasana keseimbangan cairan,
c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari
cairan tubuh, dan
d) mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein
ureum, kreatinin dan amoniak.
b. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari
ginjal ke vesika urinaria. Panjangnya ± 25-30 cm, dengan
penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada rongga
abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter terdiri dari:
1. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
2. Lapisan tengah lapisan otot polos

3
3. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan
peristaltic yang mendorong urin masuk ke dalam kandung
kemih.
c. Vesika Urinaria (Kandung Kemih)
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini
berbentuk seperti buah pir (kendi). letaknya di belakang
simfisis pubis di dalam rongga panggul. Vesika urinaria dapat
mengembang dan mengempis seperti balon karet.
Dinding kandung kemih terdiri dari:
1. Lapisan sebelah luar (peritoneum).
2. Tunika muskularis (lapisan berotot).
3. Tunika submukosa.
4. Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).
d. Uretra
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika
urinaria yang berfungsi menyalurkan air kemih ke luar.
Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari:
1. Urethra pars Prostatica
2. Urethra pars membranosa ( terdapat spinchter urethra
externa)
3. Urethra pars spongiosa.
Urethra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm
(Taylor), 3-5 cm (Lewis). Sphincter urethra terletak di
sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan urethra
disini hanya sebagai saluran ekskresi.
Dinding urethra terdiri dari 3 lapisan:
1. Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos dari
Vesika urinaria. Mengandung jaringan elastis dan otot
polos. Sphincter urethra menjaga agar urethra tetap
tertutup.

4
2. Lapisan submukosa, lapisan longgar mengandung
pembuluh darah dan saraf.
3. Lapisan mukosa.

2.1.2 Proses Pembentukan Urin


1. Proses Filtrasi ,di glomerulus
terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah bagian cairan
darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh
simpai bowmen yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida,
sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus ginjal. cairan yang di
saring disebut filtrate gromerulus.
2. Proses Reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari
glikosa, sodium, klorida, fospat dan beberapa ion bikarbonat.
Prosesnya terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus
proximal. sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali
penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh.
Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya
dialirkan pada papilla renalis.
3. Proses sekresi.
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal
dialirkan ke papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar.

2.1.3 Karakteristik Urin Normal


1. Sifat fisis air kemih (urin) , terdiri dari:
a. Jumlah ekskresi dalam 24 jam ± 1.500 cc tergantung dari
pemasukan (intake) cairan dan faktor lainnya.
b. Warna, bening kuning muda dan bila dibiarkan akan
menjadi keruh.
c. Warna, kuning tergantung dari kepekatan, diet obat-obatan
dan sebagainya.

5
d. Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau
amoniak.
e. Berat jenis 1,015-1,020.
f. Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga
tergantung dari pada diet (sayur menyebabkan reaksi
alkalis dan protein memberi reaksi asam).

2. Komposisi air kemih, terdiri dari:


a. Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air.
b. Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam
urea, amoniak dan kreatinin.
c. Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fospat dan
sulfat
d. Pagmen (bilirubin dan urobilin).
e. Toksin.
f. Hormon.

3. Ciri-Ciri Urin Normal


a. Rata-rata dalam satu hari 1-2 liter, tapi berbeda-beda
sesuai dengan jumlah cairan yang masuk.
b. Warnanya bening oranye tanpa ada endapan.
c. Baunya tajam.
d. Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-
rata 6.

2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Urin


1. Diet dan asupan
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang
memengaruhi output urine (jumlah urine). Protein dan natrium
dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk.selain itu, minum
kopi juga dapat meningkatkan pembentukan urine.

6
2. Respon keinginan awal untuk berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal utnuk berkemih dapat
menyebabkan urin banyak tertahan di vesika urinaria, sehingga
memengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah pengeluaran
urine

3. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan
kebutuhan eliminasi. Hal ini terkait dengan tersedianya fasilitas
toilet.

4. Stress psikologis
Meningkatkan stres dapat meningkatkan frekuensi keinginan
berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk
keinginan berkemih dan jumlah urine yang diproduksi

5. Tingkat aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinearia yang
baik untuk fungsi sphincter. Kemampuan tonus otot di dapatkan
dengan beraktivitas. Hilangnya tonus otot vesika urinearia dapt
menyebabkan

6. Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat
memengaruhi pola berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan pada
anak, yang lebih mengalami mengalami kesulitan untuk
mengontrol buang air kecil. Namun kemampuan dalam
mengontrol buang air kecil meningkat dengan bertambahnya
usia

7. Kondisi penyakit

7
Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine, seperti
diabetes mellitus.

8. Sosiokultural
Budaya dapat memegaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi
urine, seperti adanya kultur pada pada masyarakat tertentu yang
melarang untuk buang air kecil di tempat tertentu

9. Kebiasaan seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemh di toilet, biasanya
mengalami kesulitan untuk berkemih dengan melalui urineal/pot
urine bila dalam keadaan sakit.

10. Tonus otot


Tonus otot yang berperan penting dlam membantu proses
berkemih adalah otot kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis.
Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi sebagai
pengontrolan pengeluaran urine

11. Pembedahan
Pembedahan berefek menurunkan filtrasi glomerulus sebagai
dampak dari pemberian obat anestesi sehingga menyebabkan
penurunan jumlah produksi urine.

12. Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada
terjadinya peningkatan atau penurunan proses perkemihan.

13. Pemeriksaan diagnostic


Pemeriksaan diagnostik ini juga dapat memengaruhi kebutuhan
eliminasi urine, khususnya prosedur-prosedur yang berhubungan

8
dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih seperti intra venus
pyelogram (IVP).

2.1.5 Macam-macam Gangguan Eliminasi Urin


1. Retensi urine,merupakan penumpukan urine dalam kandung
kemih akibat ketidakmampuan kandung kemih untuk
mengosongkan kandung kemih.
2. Inkontinensia urine, merupakan ketidakmampuan otot sphincter
eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi
urine.
3. Enuresis, merupakan ketiksanggupan menahan kemih
(mengompol) yang diakibatkan tidak mampu mengontrol
sphincter eksterna.
4. Perubahan pola eliminasi urine, merupakan keadaan sesorang
yang mengalami gangguan pada eliminasi urine karena obstruksi
anatomis, kerusakan motorik sensorik, dan infeksi saluran
kemih. Perubahan eliminasi terdiri atas : Frekuensi, Urgensi,
Disuria, Poliuria, Urinaria supresi.

2.1.6 Tindakan Mengatasi Masalah Eliminasi Urin


1. Pengumpulan Urine untuk Bahan Pemeriksaan
2. Menolong Buang Air Kecil dengan Menggunakan Urineal
3. Melakukan kateterisasi

2.2 Memasang Kateter


2.2.1 Pengertian
Pemasangan kateter adalah pemasukan selang yang terbuat dari plastik
atau karet melalui uretra menuju kandung kemih (vesika urinaria)

2.2.2 Tujuan

9
1.     Melancarkan pengeluaran urin pada klien yang tidak dapat
mengontrol miksi atau mengalami obstruksi pada saluran kemih
2.     Memantau pengeluaran urine pada klien yang mengalami
gangguan hemodinamik.

2.2.3 Indikasi
1.      Kateter sementara.
a.       Mengurangi ketidaknyamanan pada distensi vesika urinaria.
b.      Pengambilan urine residu setelah pengosongan urinaria.
2.      Kateter tetap jangka pendek.
a.       Obstruksi saluran kemih (pembesaran kelenjar prostat)
b.      Pembedahan untuk memperbaiki organ perkemihan, seperti
vesika urinaria, urethra dan organ sekitarnya.
c.       Preventif pada obstruksi urethra dari pendarahan.
d.      Untuk memantau output urine.
e.       Irigasi vesika urinaria.
3.      Kateter tetap jangka panjang.
a.       Retensi urine pada penyembuhan penyakit ISK/UTI.
b.      Skin rash, ulcer dan luka yang iritatif apabila kontak dengan
urine.
c.       Klien dengan penyakit terminal.

2.2.4 Kontra Indikasi


Hematoria (keluarnya darah dari uretra)

2.2.5 Jenis-jenis kateter


1.      Kateter plastik : digunakan sementara karena mudah rusak dan
tidak fleksibel
2.      Kateter latex atau karet : digunakan untuk penggunaan atau
pemakaian dalam jangka waktu sedang (kurang dari 3 mingu).

10
3.      Kateter silicon murni atau teflon : untuk menggunakan jangka
waktu lama 2-3 bulan karena bahan lebih lentur pada meatur
urethra.
4.      Kateter PVC : sangat mahal untuk penggunaan 4-5 minggu,
bahannya lembut tidak panas dan nyaman bagi urethra.
5.     Kateter logam : digunakan untuk pemakaian sementara,
biasanya pada pengosongan kandung kemih pada ibu yang
melahirkan.

2.2.6 Ukuran kateter


1.      Anak         : 8-10 french (Fr)
2.      Wanita       : 14-16 Fr
3.      Laki-laki    : 16-18 Fr

2.2.7 Perawatan kateter menetap


       Kateter merupakan benda asing pada uretra dan buli-buli, bila
tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan komplikasi serius.
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk merawat kateter menetap :
1. Banyak minum, urin cukup sehingga tidak terjadi kotoran
yang bisa mengendap dalam kateter
2. Mengosongkan urine bag secara teratur
3. Tidak mengangkat urine bag lebih tinggi dari tubuh penderita
agar urin tidak mengalir kembali ke buli-buli
4. Membersihkan darah, nanah, sekret periuretra dan mengolesi
kateter dengan antiseptik secara berkala
5. Ganti kateter paling tidak 2 minggu sekali
 
2.2.8 Komplikasi pemasangan kateter
1. Bila pemasangan dilakukan tidak hati-hati bisa menyebabkan
luka dan perdarahan uretra yang berakhir dengan striktur
uretra seumur hidup

11
2. Balon yang dikembangkan sebelum memasuki buli-buli juga
dapat menimbulkan luka pada uretra. Karenanya, balon
dikembangkan bila yakin balon akan mengembnag dalam
buli-buli dengan mendorong kateter sampai ke pangkalnya
3. Infeksi uretra dan buli-buli
4. Nekrosis uretra bila ukuran kateter terlalu besar atau fiksasi
yang keliru
5. Merupakan inti pembentukan batu buli-buli
6. Pada penderita tidak sadar, kateter dengan balon terkembang
bisa dicabut yang berkibat perdarahan dan melukai uretra
7. Kateter tidak bisa dicabut karena saluran pengembang balon
tersumbat

2.2.9 Perhatian :
 Pelaksana harus memiliki  pengetahuan dasar tentang
anatomi dan fisiologi dan sterilitas dalam rangka tindakan
preventif memutus rantai penyebaran infeksi nosokomial.
 Cukup ketrampilan dan berpengalaman untuk melakukan
tindakan dimaksud
 Usahakan jangan sampai menyinggung perrasaan pasien,
melakukan tindakan harus sopan, perlahan-lahan dan berhati-
hati .
 Diharapkan pasien telah menerima penjelasan yang cukup
tentang prosedur dan tujuan tindakan.
 Pasien yang telah mengetahui dengan jelas segala sesuatu
tentang tindakan yang akan dilakukan pasien atau keluarga
diharuskan menandatangani informed consent

2.2.10 Pelaksanaan
A. Persiapan klien
Terutama untuk tindakan kateterisasi urine klien harus diberi
penjelasan secara adekuat tentang prosedur dan tujuan

12
pemasangan kateter urine. Posisi yang biasa dilakukan adalah
dorsal recumbent,berbaring di tempat tidur / diatas meja
perawatan khususnya bagi wanita kurang memberikan fasa
nyaman karena panggul tidak ditopang sehingga untuk melihat
meatus urethra menjadi sangat sulit. Posisi sims / lateral dapat
dipergunakan sebagai posisi berbaring / miring sama baiknya
tergantung posisi mana yang dapat memberikan praaan
nyaman bagi klien dan perawat saat melakukan tindakan
kateterisasi urine.

B. Persiapan perawat
 Mempersiapkan alat
 Mencuci tangan
 Memakai sarung tangan
 Menjelaskan prosedur tindakan kepada klien.

C. Persiapan Lingkungan
 Ciptakan lingkungan yang bersih
 Ciptakan lingkungan yang nyaman
 Ciptakan lingkungan yang tidak bising

D. Persiapan Alat
1. Tromol steril berisi
2. Gass steril
3. Deppers steril
4. Sarung tangan Steril
5. Kom
6. Neirbecken
7. Pinset anatomis
8. Duk.
9. Kateter steril sesuai ukuran yang dibutuhkan.
10. Tempat spesimen urine jika diperlukan .

13
11. Urinbag
12. Perlak dan pengalasnya
13. Disposable spuit 10 cc
14. Selimut.
15. Aquadest  30 cc
16. Bethadin
17. Alkohol 70 %

E. Prosedur Pemasangan
1. Menyiapkan pasien : untuk pasien laki-laki dengan posisi
terlentang, sedang wanita dengan posisi litotomi.
2. Aturlah cahaya lampu sehingga didapatkan visualisasi
yang baik.
3. Siapkan deppers dan kom, tuangkan bethadine
secukupnya .
4. Kenakan handscoen dan pasang doek lubang pada
genetalia penderita.
5. Mengambil deppers dengan pinset dan mencelupkan
pada larutan bethadine
6. Melakukan desinfeksi sebagai berikut :
7. Pada pasien laki-laki : Penis dipegang dan diarahkan ke
atas atau hampir tegak lurus dengan tubuh untuk
meluruskan urethra yang panjang dan berkelok agar
kateter mudah dimasukkan . desinfeksi dimulai dari
meatus termasuk glans penis dan memutar sampai
pangkal, diulang sekali lagi dan dilanjutkan dengan
alkohol. Pada saat melaksanakan tangan kiri memegang
penis sedang tangan kanan memegang pinset dan
dipertahankan tetap steril.
8. Pada pasien wanita : Jari tangan kiri membuka labia
minora, desinfeksi dimulai dari atas ( clitoris ), meatus
lalu kearah bawah menuju rektum. Hal ini diulang 3

14
kali . deppers terakhir ditinggalkan diantara labia minora
dekat clitoris untuk mempertahankan penampakan
meatus urethra.
9. Pada pasien laki – laki : masukan sebagian besar
xylocain jelly ke dalam uretra lalu tahan dengan tangan
kiri
10. Lumuri kateter dengan jelly dari ujung merata sampai
sepanjang 10 cm untuk penderita laki-laki dan 4 cm
untuk penderita wanita.
11. Masukkan katether ke dalam meatus, bersamaan dengan
itu penderita diminta untuk menarik nafas dalam.
12. Untuk pasien laki-laki : Tangan kiri memegang penis
dengan posisi tegak lurus tubuh penderita sambil
membuka orificium urethra externa, tangan kanan
memegang kateter dan memasukkannya secara pelan-
pelan dan hati-hati bersamaan penderita menarik nafas
dalam.Kaji kelancaran pemasukan kateter jika ada
hambatan berhenti sejenak kemudian dicoba lagi. Jika
masih ada tahanan kateterisasi dihentikan. Menaruh
neirbecken di bawah pangkal kateter sebelum urine
keluar. Masukkan kateter sampai pangkalnya.
13. Untuk pasien wanita : Jari tangan kiri membuka labia
minora sedang tangan kanan memasukkan kateter pelan-
pelan dengan disertai penderita menarik nafas dalam .
kaji kelancaran pemasukan kateter, jika ada hambatan
kateterisasi dihentikan. Menaruh nierbecken di bawah
pangkal kateter sebelum urine keluar. Masukkan kateter
sampai pangkalnya.  
14. Mengambil spesimen urine kalau perlu.
15. Mengembangkan balon kateter dengan aquadest steril
sesuai volume yang tertera pada label spesifikasi kateter
yang dipakai.

15
16. Memfiksasi kateter : Pada penderita laki-laki kateter
difiksasi dengan plester pada abdomen.
17. Pada penderita wanita kateter difiksasi dengan plester
pada pangkal paha
18. Menempatkan urobag ditempat tidur pada posisi yang
lebih rendah dari kandung kemih.
19. Melaporkan pelaksanaan dan hasil tertulis pada status
penderita yang meliputi :  Hari tanggal dan jam
pemasangan kateter, Tipe dan ukuran kateter yang
digunakan, Jumlah, warna, bau urine dan kelainan-
kelainan lain yang ditemukan, Nama terang dan tanda
tangan pemasang

16
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kebutuhan eliminasi terdiri dari atas dua, yakni eliminasi urine
(kebutuhan buang air kecil) dan eliminasi alvi (kebutuhan buang air besar).
Organ yang berperan dalam eliminasi urine adalah: ginjal, kandung kemih
dan uretra. Dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi urine terjadi proses
berkemih. Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria
(kandung kemih). Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine adalah
diet, asupan, respon keinginan awal untuk berkemih kebiasaan seseorang dan
stress psikologi. Gangguan kebutuhan eliminasi urine adalah retensi urine,
inkontinensia urine dan enuresis. Dan tindakan untuk mengatasi masalah
tersebut adalah pengumpulan urine untuk bahan pemeriksaan, buang air kecil
dengan urineal dan melakukan katerisasi.

3.2. Saran
Sebagai seorang perawat, kita harus dapat memberikan pelayanan
yang profesional terhadap pasien-pasien kita, seperti halnya dalam membantu
pasien BAK, itu harus sangat diperhatikan karena pengeluaran Urin
merupakan hal yang penting untuk dilakukan setiap individu

17

You might also like