You are on page 1of 23

BAB 3

PERHATIAN DAN KESADARAN

PENDALAMAN TENTANG PSIKOLOGI KOGNITIF


SIFAT-SIFAT DASAR PERHATIAN DAN KESADARAN
• Proses Kesadaran Awal
• Perbandingan antara Proses Terkontrol dan Proses Spontanitas
• Kebiasaan dan Peyesuain Diri

PERHATIAN
• Deteksi Isyarat
• Sifat-sifat Dasar Deteksi Isyarat
• Kewaspadaan
• Penyelidikan

PERHATIAN SELEKTIF DAN PEMBAGIAN PERHATIAN


• Paradigma Dasar dalam Mempelajari Perhatian Selektif
• Teori Penyaringan dan Teori Hambatan pada Perhatian Selektif
• Teori Sumber Perhatian pada Perhatian Selektif
• Pertimbangan Tambahan pada Perhatian Selektif
• Membagi Perhatian
• Kesadaran Mengenai Proses Mental Kompleks
• Penyakit Hiperaktivitas akibat Kekurangan Perhatian

TEORI PENDEKATAN ILMU SYARAF PADA PERHATIAN DAN


KESADARAN
• Sistem-Sistem Perhatian
• Penggunaan Potensial Peristiwa yang Saling Berhubungan untuk Mengukur
Perhatian
• Pendekatan Psikoparmalogis
• Hubungan antara Tanggapan, Perhatian, dan Kesadaran
Tema Kunci

Ringkasan

Berpikir Tentang Pemikiran: Pertanyaan-pertanyaan yang Berdasarkan


Fakta, Analisa, Kreatif, dan Praktis

Istilah-Istilah yang digunakan

Daftar Bacaan Yang Disarankan

PENDALAMAN TENTANG PSIKOLOGI KOGNITIF


1. Dapatkah kita mengolah informasi secara aktif bahkan ketika kita tidak
menyadari informasi tersebut? Jika bisa, apa yang kita lakukan, dan bagaimana
cara kita melakukan hal tersebut?
2. Apa saja manfaat dari perhatian?
3. Apa saja teori psikologi kognitif yang dikembangkan untuk menjelaskan hal-
hal yang telah diamati yang berkaitan dengan proses-proses yang berhubungan
dengan perhatian?
4. Apa yang telah dipelajari oleh psikologi kognitif mengenai perhatian dengan
cara mempelajari otak manusia?

SIFAT-SIFAT DASAR PERHATIAN DAN KESADARAN

(Perhatian) adalah sebuah pengambil alihan pikiran, dalam bentuk


yang jelas dan nyata, dari beberapa obyek yang terlihat secara
serempak atau rangkaian pikiran. . . Perhatian menyiratkan penarikan
dari beberapa hal dengan tujuan agar dapat melakukan hubungan
yang efektif dengan lainnya.
-William James, Principles of Psychology

A
nda mungkin berpikir bahwa bacaan yang sebelumnya terasa janggal,
namun hal tersebut bukan merupakan sesuatu hal yang mustahil. Hal
tersebut mungkin akan membuat materi yang berikut ini terasa sulit.
Perhatian berarti suatu keadaan di mana kita mengolah informasi yang terbatas
secara aktif dari seluruh informasi yang sangat besar yang diterima oleh tubuh kita,
ingatan kita, dan proses kognitif yang lain (De Weerd, 2003; Duncan 1999; Motter,
1999; Posner & Fernandez-Duque, 1999; Rao, 2003). Pengolahan informasi
tersebut melibatkan proses sadar dan proses tak sadar. Proses sadar secara relatif
lebih mudah untuk dipelajari dalam berbagai hal. Proses tak sadar lebih sulit untuk
dipelajari karena anda tidak sadar tentang keberadaan proses tersebut (Jacoby,
Lindsay, & Toth, 1992; Merikle, 2000). Sebagai contoh: anda selalu memiliki
ingatan yang tersimpan dalam diri anda tentang di mana anda tidur ketika anda
berusia 10 tahun, tetapi anda mungkin tidak begitu sering mengolah informasi
tersebut secara aktif. Dengan cara yang sama, anda biasanya memiliki banyak
informasi yang berhubungan dengan panca indera yang tersimpan (sebagai contoh:
informasi dalam tubuh dan penglihatan mengenai hal-hal sekeliling anda pada saat
ini). Tapi anda hanya menyadari sedikit saja informasi dari panca indera anda
tersebut pada suatu waktu tertentu (gambar 3.1). selain itu, anda hanya memiliki
sedikit sekali informasi yang dapat dipercaya tentang kejadian-kejadian ketika anda
sedang tidur. Lebih lanjut, kadar dari perhatian tersebut dapat terletak di dalam
kesadaran atau di luar kesadaran (Davies, 1999; Davies & Humphreys, 1993;
Metzinger, 1995).
Ada banyak manfaat jika kita memberikan perhatian-perhatian terhadap
beberapa hal. Seperti yang kita ketahui ada beberapa batasan pada sumber daya
mental yang kita miliki. Batasan itu juga berakibat terhadap jumlah informasi yang
bisa kita serap dengan memusatkan sumber daya mental kita pada waktu tertentu.
Fenomena psikologis yang ada pada proses perhatian membuat kita untuk
menggunakan sumner daya mental kita yang terbatas secara bijaksana. Dengan cara
mengecilkan pengaruh dari bermacam-macam rangsangan yang berasal dari luar
(sensasi) dan dari dalam (pikiran-pikiran dan ingatan-ingatan), kita dapat
memusatkan perhatian pada rangsangan yang menarik perhatian kita. Pemusatan
perhatian pada rangsangan tertentu tersebut akan meningkatkan kemungkinan kita
untuk dapat memberikan tanggapan secara cepat dan akurat terhadap rangsangan-
rangsangan yang menarik. Perhatian yang terpusat tersebut juga dapat membuka
jalan untuk proses daya ingat. Kita kemungkinan besar akan mengingat informasi
yang benar-benar kita perhatikan daripada informasi yang kita
kesampingkan/abaikan atau informasi yang tidak begitu kita perhatikan.
Sensasi
Gambar 3.1
+ Proses dengan
pengontrolan
Ingatan Perhatian: (melibatkan
kesadaran) Tindakan
+ +
Proses Proses
spontanitas
pemikiran

Perhatian berperan sebagai pemusatan sumber daya mental yang terbatas pada informasi dan
proses kognitif yang paling menonjol pada waktu tertentu.

Kesadaran melibatkan perasaan sadar dan kadar kesadaran, yang beberapa di


antaranya mungkin berada di bawah pusat perhatian (Block, Flanagan, &
Guzeldere, 1997; Bourguignon, 2000; Chalmers, 1995, 1996; Cohen & Schooler,
1997; Farthing, 1992, 2000; Marcel & Bisiach, 1988; Nelkin, 1996; Peacocke,
1998; Velmans, 1996). Oleh karena itu, perhatian dan kesadaran membentuk dua
perangkat overlap secara parsial (DiGirolamo & Griffin, 2003). Pada suatu waktu,
para psikolog beranggapan bahwa perhatian sama artinya dengan kesadaran. Akan
tetapi, sekarang para psikolog tersebut menyatakan bahwa beberapa proses aktif
perhatian terjadi pada informasi yang berhubungan dengan panca indera, informasi
yang telah diingat, dan informasi kognitif diproses di bawah alam sadar kita (Shear,
1997; Tye, 1995). Sebagai contoh, pada kehidupan anda saat ini, anda dapat
menulis nama anda sendiri tanpa membutuhkan kesadaran. Anda bisa saja menulis
nama anda saat anda secara sadar tengah melakukan beberapa kegiatan lain—
walaupun anda tidak mungkin dapat melakukan hal itu jika anda sepenuhnya tidak
sadarkan diri.
Manfaat dari perhatian akan terlihat sangat menonjol ketika kita merujuk
pada proses perhatian secara sadar. Sebagai tambahan bagi keseluruhan nilai dari
perhatian, perhatian secara sadar memberikan tiga kegunaan dalam memainkan
peran sebab-akibat atas kesadaran. Manfaat yang pertama, perhatian secara sadar
membantu kita untuk memantau interaksi kita terhadap lingkungan sekitar. Melalui
pemantauan semacam itu, kita dapat memelihara kesadaran kita mengenai seberapa
baik kita dapat menyesuaikan diri terhadap situasi yang kita hadapi. Kedua,
perhatian secara sadar membantu kita untuk menghubungkan masa lalu kita
(ingatan) dengan masa saat ini (sensasi) yang dapat memberikan kita gambaran
tentang pengalaman yang berkelanjutan dalam hidup kita. Hal seperti tersebut
bahkan bisa berperan sebagai dasar dari identitas pribadi kita. Yang ketiga,
perhatian secara sadar membantu kita dalam mengontrol dan merencanakan apa
saja yang akan kita lakukan di masa depan. Kita dapat melakukan hal tersebut
dengan mendasarkan segala sesuatunya pada informasi yang telah kita tangkap dan
membentuk sebuah hubungan antara ingatan di masa lalu dan perasaan saat ini.

PROSES KESADARAN AWAL


Beberapa informasi yang saat ini berada di luar batas kesadaran kita masih
memiliki kemungkinan untuk dimunculkan pada alam sadar kita atau paling tidak
dapat muncul saat proses kognitif. Informasi yang tersedia untuk proses kognitif
tetapi saat ini masih terdapat di luar kesadaran diri ada pada tahap awal kesadaran.
Informasi yang berada pada batas awal kesadaran mencakup ingatan yang
tersimpan jauh di bawah alam sadar kita yang tidak kita perlukan untuk waktu
tertentu, namun ingatan itu akan muncul dengan tiba-tiba saat kita sedang
membutuhkannya. Sebagai contoh, seketika anda dapat mengingat seperti apa
bentuk kamar tidur anda. Tapi sebenarnya anda tidak selalu memikirkan kamar
tidur anda secara sadar (kecuali kalau, mungkin, anda sedang merasa sangat lelah!).
Sensasi juga dapat ditarik dari keadaan setengah sadar menuju kesadaran penuh.
Contohnya, sebelum anda membaca kalimat ini, apa anda sepenuhnya sadar pada
sensasi yang dialami oleh kaki kanan anda? Mungkin tidak. Akan tetapi,
sebenarnya sensasi-sensasi itu ada dan anda merasakannya.
Bagaimana kita bisa mempelajari hal-hal yang saat ini terletak di alam bawah
sadar kita? Para psikolog telah berhasil menemukan pemecahan dari maslah
tersebut dengan cara mempelajari sebuah gejala yang dikenal dengan nama
“priming”. Priming terjadi ketika pengenalan atas rangsangan tertentu dipengaruhi
oleh pengenalan pada rangsangan terdahulu yang sama atau hampir serupa (Neely,
2003). Contohnya, andaikata seseorang sedang memberitahu anda mengenai
seberapa banyak dia menikmati menonton televisi sejak dia membeli perangkat
satelit. Dia berbicara seputar kebaikan-kebaikan yang diperoleh dari perangkat
satelit tersebut. Kemudian anda mendengar kata perangkat pada saat lainnya.
Pikiran anda mungkin akan lebih condong pada perangkat satelit, dibandingkan
perangkat yang digunakan saat makan malam, bila dibandingkan dengan pikiran
orang lain yang belum mendengar pembicaraan tentang perangkat satelit
sebelumnya. Kebanyakan priming bersifat positif. Penyajian awal sebuah
rangsangan akan mempengaruhi penilaian selanjutnya. Tetapi, priming untuk tujuan
tertentu bisa saja bersifat negatif. Priming tersebut bisa saja malah mengganggu
penilaian selanjutnya. Terkadang kita menyadari adanya rangsangan priming
tersebut. Sebagai contoh, anda sekarang berniat untuk membaca gambaran tentang
penelitian yang berhubungan dengan priming. Akan tetapi, priming terjadi bahkan
ketika rangsangan priming disajikan dalam sebuah cara yang tidak mengijinkan
rangsangan tersebut memasuki alam sadar kita. Dalam kasus seperti itu, priming
tersebut disajikan dalam intensitas yang rendah, dalam latar belakang yang terlalu
ramai (contohnya, terlalu banyak rangsangan yang mengalihkan perhatian sadar
kita pada hal tersebut), atau terlalu singkat untuk bisa dicerna oleh alam sadar kita.
Sebagai contoh, dalam sebuah pembahasan, Marcel menagamati sejumlah
pengolahan rangsangan yang disajikan terlalu singkat sehingga tidak dapat
dideteksi oleh alam sadar (Marcel, 1983a, 1983b). Dalam penelitian tersebut, kata-
kata disajikan pada para peserta secara singkat (diukur dalam ukuran seperseribu
detik). Setelah presentasi tersebut, setiap kata digante dengan topeng visual.
Topeng tersebut menghalangi gambar kata-kata yang sebelumnya pada retina
(bagian belakang dari mata, yang berisikan sel reseptor penglihatan). Marcel
mengukur agar presentasi itu berlangsung sangat singkat (20-110 perseribu detik).
Dalam hal ini, dia yakin bahwa para peserta tidak dapat mendeteksi keberadaan
kata-kata itu secara sadar. Ketika para peserta diminta untuk menebak kata yang
telah mereka lihat, tebakan mereka hanya berupa dugaan semata.
Dalam kasus seperti tersebut, Marcel menunjukkan sejumlah kata pada para
peserta untuk digolongkan dalam beberapa kategori yang berbeda. Contohya, “kaki
—bagian tubuh” dan “pinus—tanaman”. Dalam penelitian tersebut, rangsangan
priming adalah kata-kata yang memiliki lebih dari satu arti. Misalnya, “palm” bisa
berarti sebuah pohon atau bagian dari tangan. Dalam suatu kondisi, para peserta
secara sadar melihat kata priming yang memiliki dua arti. Untuk peserta yang
seperti itu, kesadaran mental untuk satu atau dua arti terlihat mulai aktif. Dengan
kata lain, salah satu arti dari kata tersebut menunjukkan pengaruh priming. Hal
tersebut memudahkan (mempercepat) pengelompokkan kata-kata yang tidak
bersangkutan. Akan tetapi, arti yang lain dari kata tersebut menunjukkan sejenis
efek negatif dari priming. Hal itu akan menghalangi (melambatkan)
pengelompokan kata-kata yang tidak bertalian. Misalnya, jika kata “palm” disajikan
dalam waktu yang cukup lama sehingga para peserta secara sadar merasa melihat
kata tersebut, kata tersebut akan memudahkan atau menghalangi pengelompokkan
dari kata “pergelangan tangan”, di mana hal itu tergantung apakah peserta tersebut
menghubungkan kata “palm” dengan “tangan” atau dengan “pohon”. Rupanya, jika
peserta secara sadar melihat kata “palm”, alur mentalnya hanya aktif untuk satu arti
kata saja. Alur jiwa untuk arti kata yang lainnya terhalang. Sebaliknya, jika kata
“palm” dipresentasikan dengan sangat cepat sehingga peserta tidak sadar telah
meihat kata tersebut, kedua arti dari kata tersebut muncul dalam pemikirannya.
Cara ini memudahkan klasifikasi berikutnya.
Hasil uji coba Marcel menjadi perdebatan dan dibutuhkan pengulangan oleh
peneliti yang independen dengan menggunakan pengawasan yang keras.
Pengulangan penelitian tersebut sungguh-sungguh dilakukan (Cheesman &Merikle,
1984). Para peneliti menggunakan latihan pengenalan warna. Mereka menemukan
bahwa tanggapan yang tidak dimengerti oleh alam sadar tetapi tetap memiliki
pengaruh (subliminal), terjadi tergantung bagaimana seseorang menetapkan garis
ambang kesadaran. Jika seseorang menetapkan garis ambang kesadaran di bawah
batas subliminal dalam hal tingkatan dimana peserta melaporkan bahwa suatu kata
terjadi dalam paro waktu tertentu, maka tanggapan subliminal tidak terjadi.
Penelitian ini merujuk pada pentingnya pengertian dalam semua penelitian
psikologi kognitif. Apakah sebuah fenomena akan terjadi atau tidak tergantung
pada bagaimana sebenarnya fenomena tersebut didefinisikan.
Contoh lain dari efek priming yang mungkin terjadi dan proses awal
kesadaran dapat ditemukan dalam sebuah penelitian yang dideskripsikan sebagai
sebuah ujian intuisi. Kajian ini menggunakan “diad triad” (Bowers & associates,
1990). Para peserta diperkenalkan dengan pasangan (diad) dari tiga kelompok kata
(triad). Satu dari triad di setiap diad berpotensi menjadi kelompok yang saling
berkaitan. Triad yang lain mengandung kata yang acak dan tidak bersangkutan.
Misalnya, kata-kata di Grup A, triad yang saling bersangkutan, seperti “bermain”,
“kredit”, dan “laporan”. Kata-kata di Grup B, triad yang tidak saling berkaitan,
seperti “masih”, “halaman”, dan “musik”. Setelah presentasi diad triad tersebut,
para peserta ditunjukkan berbagai jenis pilihan mengenai kata keempat yang
bersangkut-paut dengan salah satu dari kedua triad tersebut. Para peserta kemudian
diminta untuk mengenali dua hal. Yang pertama adalah mana dari kedua triad
tersebut yang berkaitan dan berhubungan dengan kata keempat. Yang kedua, kata
keempat yang mana yang memiliki hubungan dengan triad yang saling berkaitan.
Pada contoh sebelumnya, kata-kata di Grup A dapat memiliki arti jika dipasangkan
dengan kata keempat—“kartu” (kartu remi, kartu kredit, kartu laporan). Kata-kata
di Grup B tidak menghasilkan hubungan yang seperti itu.
Beberapa peserta tidak dapat memahami penyatuan empat kata pada pasangan
triad tersebut. Namun, mereka diminta untuk menunjuk mana dari kedua triad
tersebut yang koheren. Ketika para peserta tidak dapat memastikan persatuan kata
tersebut, mereka tetap dapat mengidentifikasi triad mana yang koheren. Mereka
terlihat seperti memiliki kesadaran tentang informasi yang ada pada diri mereka.
Informasi inilah yang menuntun mereka untuk memilih triad yang satu dibanding
triad yang lain. Mereka tetap melakukan hal itu waluapun mereka tidak tahu secara
sadar kata apa yang menyatukan triad tersebut.
Sayangnya, terkadang menarik informasi di ambang batas sadar menuju ke
alam sadar bukan merupakan hal yang mudah. Sebagai contoh, kebanyakan dari
kita telah mengalami fenomena seperti kita mengetahui sesuatu dan kata itu belum
juga terucap namun kita yakin kita bisa mengingat kata tersebut (tip-of-the-tongue),
di mana kita mencoba untuk mengingat sesuatu yang kita tahu tersimpan dalam
ingatan kita namun belum siap untuk dikeluarkan kembali. Para psikolog telah
berusaha untuk mengadakan beberapa percobaan untuk dapat mengukur fenomena
ini. Misalnya, mereka mencoba mencari tahu ada berapa orang yang bisa menarik
informasi yang melekat pada tingkat ambang batas sadar mereka. Dalam sebuah
kajian (Brown & McNeill, 1966), para peserta membaca sejumlah besar pengertian
yang ada di kamus. Mereka kemudian diminta untuk mengidentifikasi kata-kata
yang sesuai dengan definisi-definisi yang disebutkan. Cara ini mengangkat sebuah
permainan yang serupa dengan acara telivisi Jeopardy. Sebagai contoh, mereka
akan diberi sebuah petunjuk, “sebuah alat yang digunakan oleh para pengemudi
kapal untuk mengukur sudut antara badan kapal dengan garis horizon.”
Dalam kajian tersebut, beberapa peserta tidak dapat mengingat kata-katanya,
tapi mereka berpikir bahwa mereka sebenarnya tahu. Mereka kemudian diberi
berbagai pertanyaan mengenai kata tersebut. Contohnya, mereka mungkin diminta
untuk mengidentifikasi huruf pertamanya, menyebutkan jumlah suku katanya, atau
bagaimana kira-kira bunyi dari kata tersebut. Para peserta sering menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan tepat. Mereka mungkin bisa menunjukkan
beberapa property dari kata yang tersedia untuk instrument yang disebutkan.
Misalnya, kata ini di awali dengan huruf s, kata ini memiliki dua suku kata, dan
bunyinya seperti paduan suara yang terdiri dari enam orang. Tidak lama kemudian,
beberapa peserta menyadari bahwa kata yang dicari tersebut adalah “sekstan”. Hasil
terdsebut menunjukkan bahwa beberapa informasi tertentu di bawah ambang
kesadaran, walaupun tidak selalu dapat diperoleh dengan mudah pada pemikiran
secara dasar, namun informasi tersebut tetap tersedia untuk proses yang
berhubungan dengan perhatian.
Daya tanggap terhadap awal kesadaran juga telah diamati pada beberapa
orang yang memiliki luka pada beberapa daerah selaput penglihatan. Secara khas,
orang-orang tersebut tidak dapat melihat secara visual dikarenakan adanya luka di
area selaput penglihatan mereka. Akan tetapi, beberapa dari pasien tersebut terlihat
tidak dapat melihat—jejak-jejak dari kemampuan perseptual visual di titik buta
(Kentridge, 2003). Ketika dipaksa untuk menebak rangsangan di titik buta, mereka
dapat menebak letak dan orientasi benda-benda yang disebutkan dengan tepat di
atas tingkat perkiraan (Weiskrantz, 1994). Dengan cara yang sama, ketika mereka
dituntut untuk mendekati obyek yang berada di titik buta, “para peserta dengan
kekurangan penglihatan… meskipun demikian menyesuaikan tangan mereka untuk
menentukan ukuran, bentuk, orientasi dan lokasi 3-D yang tepat dari obyek di
daerah buta” (Marcel, 1986, hal. 41). Namun mereka gagal untuk menunjukkan
tindak-tanduk sukarela, seperti menggapai segelas air di area buta, bahkan ketika
mereka merasa haus. Beberapa proses visual tampak terjadi bahkan ketika para
pesrta tidak memiliki kesadaran diri terhadap sensasi visual.
Sebuah contoh yang menyenangkan tentang blindsight dapat ditemukan
dalam sebuah studi kasus pada seorang pasien berinisial D. B. (Weiskrantz, 1986).
Pasien tersebut tidak bisa melihat pada sisi sebelah kiri dari area penglihatannya
sebagai akibat dari sebuah operasi. Setiap mata memiliki titik buta di sebelah kiri
dari area penglihatannya. Bersesuaian dengan kerusakan tersebut, D. B. melaporkan
bahwa dia tidak dapat melihat obyek apapun yang diletakkan di sebelah kirinya
atau kejadian apapun yang terjadi di sebelah kiri tersebut. Tetapi disamping
kekurangannya pada penglihatannya pada sisi tersebut, ada tanda-tanda visual yang
terlihat. Peniliti menyajikan beberapa benda di sebelah kiri area penglihatannya dan
kemudian mereka menyediakan D. B. sebuah ujian pemilihan di mana pasien
tersebut diminta untuk menunjukkan mana dari dua benda yang diperlihatkan yang
berada di sebelah kirinya. D. B. ternyata dapat melakukannya pada tingkatan yang
cukup signifikan daripada yang diharapkan. Dengan kata lain, dia bisa “melihat”
walaupun sebenarnya dia tidak bisa melihat.
Contoh yang terdahulu menunjukkan bahwa paling tidak ada beberapa fungsi
kognitif yang dapat terjadi diluar kesadaran diri seseorang.kita tampaknya bisa
mengerti, merasakan, dan bahkan merespon banyak rangsangan yang tidak pernah
masuk pada alam sadar kita (Marcel, 1983a). Apa saja jenis proses yang
membutuhkan atau tidak membutuhkan kesadaran diri?
Secara berulang-ulang tulislah nama anda pada selembar
kertas sementara pada waktu yang bersamaan gambarlah
semua hal yang anda ingat mengenai kamar tidur yang anda
gunakan untuk tidur ketika anda berumur sepuluh tahun.
Sambil melanjutkan menulis nama anda dan menggambar
tempat tidur lama anda, lakukanlah sebuah perjalanan jiwa
PENYELIDIKAN tentang kesadaran untuk memperhatikan sensasi jasmaniah
PSIKOLOGI anda, dimulai dari salah satu dari jempol anda dan dilanjutkan
KOGNITIF sampai pada kaki anda, melalui tubuh anda, menuju ke bahu
anda, dan turun ke lengan anda. Sensasi apa yang anda
rasakan—tekanan dari tanah, sepatu anda, atau baju anda atau
bahkan rasa sakit di manapun? Apa anda masih tetap menulis
nama anda sambil mencoba untuk mengingat gambaran dari
ingatan anda dan melanjutkan member perhatian pada sensasi
yang sedang anda rasakan?

PERCOBAAN JOHN F. KIHLSTROM


John Kihlstrom berada pada Fakultas Psikologi di Universitas California,
Berkeley, di mana dia menjadi professor di Jurusan Psikologi dan anggota dari
Lembaga Penelitian Kognitif dan Otak serta Lembaga Penelitian Kepribadian dan
Sosial. Pada tahun 1987 dia mempublikasikan sebuah artikel di majalah science
yang berjudul “Alam Bawah Sadar Kognitif,” yang terkenal sampai kemana-mana
yang berisi minat ilmiah yang telah diperbarui mengenai kehidupan jiwa di alam
bawah sadar setelah hampir satu abad menganut Freudianism (Kihlstrom, 1987).
Tujuan utama dari penelitiannya adalah penggunaan metode-metode psikologi
kognitif untuk memahami fenomena hipnosis, sebuah keadaan alam bawah sadar
khusus di mana subyeknya mengalami berbagai macam perubahan pada tanggapan
dan daya ingat. Setelah memahami hipnosis, subyek tersebut mungkin saja tidak
dapat mengingat hal yang mereka lakukan ketika mereka sedang di hipnotis.
Peristiwa hilangan ingatan setelah dihipnotis menjadi fokus utama pada penelitian
Kihlstrom. Pertama, bagaimanapun, para peneliti harus menemukan subyek yang
tepat. Meskipun ada perbedaan individual yang besar terhadap kemampuan
hipnotis, tidak ada prediksi daftar pertanyaan kepribadian yang dapat dipercaya
mengenai siapa saja yang bisa mengalami hipnotis atau tidak. Satu-satunya cara
untuk mencari tahu siapa yang berpotensi untuk dihipnotis adalah dengan mencoba
hipnosis dan melihat apakah hal tersebut bekerja atau tidak. Untuk tujuan tersebut,
percobaan didasarkan pada sekumpulan skala standar kelemahan hipnosis, yang
berupa tes yang didasarkan pada pelaksanaan, yang tersusun seperti halnya tes
kecerdasan, yang digunakan untuk mengukur kemampuan subyek untuk mengalami
hipnosis. Dari sudut pandang ini, percobaan Kihlstrom terlihat seperti percobaan
yang dilakukan oleh peneliti lain—sebagai pengecualiannya yaitu bahwa
subyeknya adalah hipnotis.
Dalam sebuah studi menggunakan pola pembelajaran lisan yang lazim
(Kihlstrom, 1980), subyek-subyek tersebut menghafalkan sebuag daftar yang terdiri
dari 15 kata yang biasa digunakan, misalnya gadis atau kursi, dan kemudian mereka
menerima anjuran untuk amnesia setelah hipnotis. Setelah sadar dari hipnosis,
banyak subyek yang terhipnotis hampir tidak mengingat apapun dari daftar yang
telah diberikan, sedangkan subyek kebal yang juga mengalami hipnotis dapat
mengingat hampir semua kata yang terdapat dalam daftar tersebut. Hal ini
menunjukkan bahwa terjadinya amnesia pasca hipnotis memiliki hubungan yang
sangat erat dengan kemampuan seseorang untuk dihipnotis.
Kemudian semua subyek diberi tes mengenai kumpulan kata, dimana mereka
diberi sebuah isyarat dan mereka diminta untuk menceritakan kata pertama yang
terlintas dalm pikiran mereka. Beberapa contoh dari isyarat tersebut adalah kata-
kata seperti anak laki-laki dan meja, yang mungkin menghasilkan sasaran kritis
dalam daftar studi. Sedangkan isyarat yang lain merupakan isyarat yang dikontrol,
seperti lampu dan anjing, yang memiliki kemungkinan yang sama besar untuk
menghasilkan sasaran netral seperti lampu dan kucing, yang belum pernah
dipelajari. Meskipun mereka tidak mampu untuk mengingat kata-kata yang baru
saja mereka pelajari, mengenai hipnotis, subyek yang mengalami amnesia mungkin
hanya bisa sedikit menghasilkan sasaran kritis dibandingkan mereka yang kebal,
subyek yang tidak mengalami amnesia. Hal ini menunjukkan bahwa amnesia pasca
hipnotis adalah sebuah gangguan ingatan sementara, namun tidak berpengaruh pada
pemahaman arti kata. Pada kenyataannya, Tulving (1983) menyebutkn bahwa
percobaan ini adalah salah satu percobaan pertama yang meyakinkan mengenai
perbedaan antara dua jenis ingatan.
Bahkan yang lebih penting, subyek-subyek tersebut nampaknya lebih
mungkin menghasilkan kritik dibandingkan sasaran netral dalam tes perkumpulan
bebas. Ini adalah sebuah fenomena dari priming semantic, di mana sebuah
pengalaman di masa lalu, seperti mempelajari daftar kata-kata, memfasilitasi
penampilan dalam tugas berikutnya, misalnya menyusun kata pada tes kumpulan
bebas (Meyer & Schvaneveldt, 1971). Besarnya efek dari priming sama seperti
besarnya efek hipnotis, subyek amnesia sama seperti subyek kebal atau subyek non-
amnesia. Dengan kata lain, amnesia pasca hipnotis memerlukan disosiasi antara
ingatan eksplisit dan ingatan implisit (Schacter, 1987): subyek yang terhipnotis
kekurangan memori eksplisit, tetapi memiliki memori implisit. Percobaan ini
sekarang dikenal sebagai salah satu penelitian pertama yang mempertunjukkan
disosiasi antara kedua ungkapan ingatan tersebut.
Kihlstrom melanjutkan penelitian tentang amnesia pasca hipnotis dan aspek-
aspek lain tentang hipnosis, tapi minatnya yang asli dalam penelitian amnesia pasca
hipnotis telah diperluas hingga mencakup aspek-aspek lain dalam kehidupan jiwa di
alam bawah sadar, dan cakupan topik yang lebih luas tentang ingatan. Dalam
usahanya yang terbaru mengenai memori ekologi manusia
(http://socrates.berkeley.edu/-kihlstrm/mnemosyne.htm), dia tertarik pada
penggunaan ingatan sebagai sebuah tema untuk menghubungkan psikologi kognitif
dengan pdikologi kepribadian dan sosial, dan juga menghubungkan psikologi
dengan ilmu-ilmu sosial yang lain, kemanusiaan, dan kesenian.

PERBANDINGAN ANTARA PROSES TERKONTROL DAN PROSES


SPONTANITAS
Ada banyak proses kognitif yang juga dibedakan dalam istilah apakah mereka
membutuhkan kontrol secara sadara atau tidak (Schneider & Shiffrin, 1977;
Shiffrin & Schneider, 1977). Proses spontanitas tidak memerlukan kontrol secara
sadar (lihat Palmeri, 2003). Untuk bagian paling banyak, mereka dijalankan tanpa
adanya kesadaran diri. Namun, anda mungkin saja sadar bahwa anda sedang
melakukannya. Mereka hanya membutuhkan sedikit atau bahkan tidak
membutuhkan sama sekali usaha atau bahkan tujuan. Mereka dijalankan sebagai
proses paralel. Banyak kejadian terjadi secara serempak atau paling tidak, tidak
dalam contoh yang berurutan. Dan mereka secara relatif cepat. Sebaliknya, proses
terkontrol diperoleh dari kontrol kesadaran dan bahkan proses ini membutuhkan
kontrol secara sadar. Proses seperti ini berjalan secara berurutan. Mereka secara
relatif membutuhkan waktu yang lama untuk bisa dilaksanakan, paling tidak jika
dibandingkan dengan proses spontanitas.
Ada tiga sifat yang menjadi cirri khas dari proses spontanitas (Posner &
Snyder, 1975). Pertama, proses spontanitas disembunyikan dari alam sadar kita.
Kedua, proses spontanitas merupakan proses yang tidak disengaja. Ketiga, proses
spontanitas hanya memerlukan sedikit sumber perhatian. Sebuah cara pandang lain
tentang perhatian menganjurkan proses yang berkelanjutan antara proses
spontanitas secara penuh dan proses terkontrol secara penuh. Untuk satu hal,
cakupan dari proses terkontrol sangat luas dan bermacam-macam sehingga akan
sulit untuk menggolongkan semua jenis proses terkontrol dengan cara yang sama
(Logan, 1988). Kesulitan-kesulitan yang sama muncul pada penggolongan proses
spontanitas. Beberapa proses spontanitas betul-betul tidak dapat dimunculkan
kembali pada alam sadar kita, meskipun kita telah melakukan banyak cara.
Contohnya adalah proses kesadaran awal dan priming. Proses spontanitas yang lain,
seperti mengikat tali sepatu, dapat dikontrol dengan sengaja. Tapi mereka sangat
jarang diperlakukan dengan cara seperti itu. Sebagai contoh, anda mungkin jarang
berpikir tentang semua langkah yang dipakai dalam menjalankan banyak sekali
tindak-tanduk yang spontan. Tingkah yang spontan tidak membutuhkan keputusan
secara sadar mengenai otat mana yang harus digerakkan atau tindakan mana yang
harus diambil. Misalnya, ketika anda menekan tombol nomer telepon seseorang
yang anda kenal atau mengemudikan mobil ke tempat tujuan yang anda kenal, anda
tidak berpikir tentang otot mana yang harus anda gerakkan untuk melakukan hal-
hal tersebut. Akan tetapi, cirri-ciri tersebut dapat ditarik menuju ke alam sadar kita
dan bisa dikontrol dengan relatif mudah. (Tabel 3.1 ringkasan karakteristik proses
terkontrol dan proses spontanitas.)
Kenyataannya, banyak sekali hal yang dimulai sebagai proses terkontrol yang
secara berangsur-angsur berubah menjadi proses spontanitas. Sebagai contoh:
mengemudikan mobil pada awalnya termasuk proses terkontrol. Akan tetapi, sekali
saja kita menguasai mengemudi, proses ini berubah menjadi proses spontanitas
dalam kondisi mengemudi secara normal. Kondisi tersebut melibatkan jalan-jalan
yang telah dikenali, cuaca yang cerah, dan lalu lintas yang sepi atau bahkan lalu
lintas yang benar-benar kosong. Dengan cara yang sama, ketika anda belajar bahasa
asing untuk pertama kalinya, anda perlu untuk menerjemahkan bahasa asing
tersebut dari kata ke kata ke dalam bahasa asli anda. Namun, secara berangsur-
angsur, anda mulai berpikir dengan menggunakan bahasa kedua anda. Pemikiran ini
memungkinkan anda untuk melewati proses terjemahan tingkat lanjutan. Hal ini
juag bisa membuat proses berbicara dalam bahasa asing menjadi proses spontan.
Perhatian anda secara sadar dapat kembali pada isi pembicaraannya, dibanding
pada proses berbicaranya. Perubahan yang sama dari proses kontrol secara sadar
menjadi proses spontanitas terjadi ketika menggunakan keterampilan membaca.
Anda mungkin memperhatikan bahwa jalan yang telah anda pelajari
sebelumnya dalam kehidupan anda lebih sering bersifat spontan dan sedikit sekali
melibatkan alam sadar kita dibanding cara yang diperoleh sesudahnya. Misalnya,
mengikat tali sepatu anda, menaiki sepeda, atau bahkan membaca. Secara umum,
proses dan cara yang diperoleh saat ini bukan merupakan proses spontanitas secara
penuh. Pada waktu yang sama, mereka lebih mudah diperoleh dengan kontrol
secara sadar. Otomatisasi (juga biasa dikenal dengan nama proceduralization)
adalah sebuah proses dimana sebuah prosedur berubah dari kesadaran tinggi
menjadi otomatis secara relaitif. Seperti yang anda telah perkirakan yang
didasarkan pada pengalaman pribadi anda, otomatisasi terjadi sebagai hasil dari
latihan. Kegiatan-kegiatan yang dilatih secara terus menerus dapat berubah menjadi
otomatis. Kegiatan-kegiatan tersebut menjadi sangat otomatis (LaBerge, 1975,
1976, 1990; LaBerge & Samuels, 1974).

Table 3.1
Proses terkontrol dibanding Proses spontanitas

Mungkin ada sebuah rangkain proses kognitif dari proses pengontrolan secara penuh
menjali proses spontanitas yang penuh; tabel ini akan menonjolkan karakterisasi
perbedaan kutub yang besar dari setiap proses.
Karakteristik Proses terkontrol Proses spontanitas
Kuantitas usaha Memerlukan sedikit atau bahkan sama sekali
yang dilakukan Memerlukan usaha tidak membutuhkan usaha yang disengaja
yang disengaja (dan usaha yang disengaja itu dibutuhkan
untuk menghindari tingkah laku spontan)
Derajat Secara umum terjadi di luar kesadaran,
Membutuhkan tingkat
kesadaran walaupun beberapa proses spontanitas bisa
kesadaran yang penuh
terssedia untuk alam sadar
Penggunaan Menghabiskan banyak
Mengahabiskan sumber-sumber perhatian
sumber-sumber sekali sumber-sumber
yang tidak berarti
perhatian perhatian
Jenis-jenis Berjalan dengan proses paralel (misalnya, ada
Berjalan berurutan
proses banyak hal yang terjadi secara serempak atau
(satu langkah setiap
paling tidak hal tersebut tidak terjadi pada
waktu)
urutan tertentu)
Kecepatan Secara relatif
proses membutuhkan waktu
yang lama, jika Secara relatif cepat
dibandingkan dengan
proses spontanitas
Pembaharuan Tugasnya baru dan
tugas secara tidak praktis atau tugas Tugas yang sudah sering dikenal dan dilatih,
relatif dengan banyak faktor dengan karakteristik tugas yang tetap
yang berbeda-beda
Tingkatan Secara relatif berada
proses pada tingkatan proses Secara relatif berada pada tingkatan proses
kognitif yang tinggi kognitif yang rendah (sedikit analisis dan
(memerlukan analisis perpaduan)
atau perpaduan)
Tingkat Biasanya merupakan tugas yang mudah, tapi
kesulitan tugas Biasanya berupa tugas walaupun tugasnya kompleks tapi bisa
yang sulit dijalankan dengan spontan, dengan latihan
yang cukup
Proses Dengan latihan yang cukup, bayak rutinitas dan cara yang tetap bisa
penerimaan saja berubah menjadi proses spontanitas, misalnya proses yang semula
merupakan proses terkontrol tingkat tinggi bisa menjadi separo atau
bahkan sepenuhnya menjadi proses spontanitas; secara alami, kuantitas
latihan diperlukan untuk peningkatan otomatisasi untuk tugas-tugas
yang sangat kompleks.
Bagaimanakah proses terjadinya otomatisasi? Sebuah pandangan telah
diterima secara luas selama rangkaian pelatihan itu, pelaksanaan dari langkah-
langkah yang bervariasi menjadi lebih efisien. Secara berangsur-angsur individu
menggabungkan seluruh langkah-langkah individu mereka menjadi satu komponen.
Komponen-komponen tersebut kemudian digabungkan lebih lanjut. Secepatnya
keseluruhan proses tersebut adalah sebuah proses penggabungan sangat tinggi,
daripada sebuah kumpulan langkah-langkah individual (Anderson, 1983; LaBerge
& Samuels, 1974). Berdasarkan pada pandangan ini, orang-orang menggabungkan
berbagai macam langkah-langkah yang berlainan menjadi satu kesatuan kerja.
Kesatuan kerja tersebut membutuhkan sedikit atau bahkan tidak membutuhkan
sumber-sumber kognitif, misalnya perhatian. Pandangan tentang otomalisasi ini
nampaknya didukung oleh salah satu penelitian terdahulu tentang otomalisasi
(Bryan & Hartet, 1899). Penelitian tersebut menyelidiki tentang bagaimana
pengirim telegram secara berangsur-angsur mengotomatisasi tugas untuk mengirim
dan menerima pesan. Pada awalnya, pengirim yang baru mengotomatisasi transmisi
atas surat perorangan. Akan tetapi, sekali pengirim telah melakukan pengiriman
surat secara otomatis, mereka akan secara otomatis mengirim kata, frase, dan
kelompok lain dari kata-kata.
Sebuah penjelasan alternatif, yang disebut “teori contoh,” dikeluarkan. Logan
(1988) menyarankan bahwa otomatisasi terjadi karena kita secara berangsur-angsur
mengumpulkan pengetahuan tentang tanggapan tertentu terhadap rangsangan
tertentu. Misalnya, ketika seorang anak kecil untuk pertama kalinya mempelajari
tentang penambahan dan pengurangan, dia akan menerapkan langkah-langkah yang
umum—berhitunhg—untuk memperlakukan setiap pasang angka. Setelah melalui
latihan yang berulang-ulang, anak tersebut secara berangsur-angsur mengingat
tentang pasangan tertentu dari angka-angka tersebut. Secepatnya, anka tersebut
dapat mengingat kembali jawaban tertentu dari kombinasi tertentu dari angka-
angaka tersebut. Meskipun begitu, dia juga bisa saja kembali menggunakan
langkah-langkah umum berhitung jika diperlukan. Dengan cara yang sama, ketika
seseorang belajar untuk mengemudi, orang tersebut dapat menggambarkan
keuntungan-keuntungan yang telah digabungkan atas pengalaman tertentu.
Pengalaman-pengalaman tersebut membentuk pengetahuan dasar yang akan
membuat pengemudi dengan mudah mengingat kembali langkah-langkah yang
harus dia ambil untuk menanggapi rangsangan tertentu, misalnya mobil yang
datang mendekat ataupun lampu lalu lintas. Penemuan yang terdahulu
menganjurkan Teori contoh Longan mungkin memiliki penjelasan yang lebih baik
mengenai tanggapan tertentu terhadap rangsangan tertentu, misalnya menghitung
kombinasi aritmatika. Pandangan umum tersebut mungkin dapat menjelaskan lebih
baik mengenai tanggapan-tanggapan yang umum yang melibatkan otomatisasi
(Logan, 1988).
Pengaruh dari latihan otomatisasi menunjukkan kurva percepatan yang
negatif. Dalam kurva tersebut, latihan pada awalnya memiliki pengaruh yang besar.
Grafik peningkatan dalam kinerjanya menunjukkan kenaikan kurva pada fase awal.
Latihan berikutnya semakin menunjukkan perbedaan yang berangsur-angsur
menjadi kecil dalam derajat otomatisasi. Dalam grafik yang menunjukkan
peningkatan, kurvanya manjadi datar (Gambar 3.2). Dengan lebih jelas, proses
spontanitas menjadi lebih familiar, tugas-tugas yang telah dilatih dengan baik.
Proses terkontrol secara relatif menguasai tugas-tugas yang baru. Sebagai
tambahan, kebanyakan dari proses spontanitas tersebut secara relative menguasai
tugas-tugas yang mudah. Tugas-tugas yang lebih sulit membutuhkan proses
terkontrol. Akan tetapi, dengan latihan yang cukup tugas-tugas yang sangat sulit
dan kompleks, seperti membaca, dapat berubah menjadi sesuatu yang spontan.
Karena tingkah laku yang memiliki tingkat spontanitas yang tinggi membutuhkan
sedikit usaha atau kontrol secara sadar, kita sering melakukan banyak sekali proses
spontanitas/spontan dalam satu waktu. Tapi kita jarang sekali bisa melakukan lebih
dari satu pekerjaan yang berat dengan menggunakan perilaku yang dikontrol.
Meskipun proses spontanitas tidak membutuhkan kontrol secara sadar, ada subyek
untuk kontrol semacam itu. Contohnya, kemampuan artikulasi (berbicara) dan
kemampuan mengetik dapat dihentikan hampir seketika itu juga sebagai tanda atau
sebagai tanggapan atas sebuah kesalahan. Akan tetapi, kemampuan pelaksanaan
dari tingkah laku spontan sering kali dilemahkan oleh kontrol secara sadar. Cobalah
mengendarai sebuah sepeda sambil secara sadar mengamati setiap gerakan yang
anda buat. Akan sangat sulit untuk berhasil melakukan hal tersebut.
Sangat penting untuk melatih berbagai macam latihan keselamatan secara
spontan (Norman, 1976). Hal ini terutama sekali harus diterapkan pada orang-orang
yang mempunyai pekerjaan dengan resiko yang tinggi, misalnya pilot, penyelam,
dan petugas pemadam kebakaran. Contohnya, penyelam yang baru sering mengeluh
tentang adanya prosedur keselamatan yang harus diulang-ulang terus menerus di
dalam kolam renang. Sama seperti melepaskan sabuk beban yang tidak praktis.
Akan tetapi, latihan-latihan tersebut sebenarnya sangat penting, seperti yang akan
dipelajari oleh orang-orang yang baru. Penyelam yang telah berpengalaman
menyadari pentingnya untuk dapat mengandalkan tindakan spontan saat sedang
menghadapi sesuatu yang dapat menimbulkan kepanikan mereka harus mengahdapi
keadaaan daruarat di bawah laut yang bisa mengancam nyawa mereka.
Dalam beberapa situasi, tindakan spontan bisa menjadi penyelamat hidup.
Namun di lain waktu, tindakan spontan juga bisa mengancam jiwa seseorang
(Langer, 1997). Perhatikanlah contoh yang disebut Langer (1989) “tindakan tanpa
berpikir”. Pada tahun 1982, seorang pilot dan pilot pembantu (copilot) melakukan
pengecekan rutin sebelum lepas landas. Mereka tidak menyadari bahwa tombol
anti-beku dalak keadaan “mati”, seperti posisi yang seharusnya di hampir setiap
keadaan udara yang normal. Tapi tombol tersebut seharusnya dinyalakan pada saat
cuaca sedang dingin di saat mereka sedang bersiap-siap untuk terbang.
Penerbangan tersebut akhirnya berakhir dengan kecelakaan yang menewaskan 74
penumpang pesawat. Secara khas, implementasi dari kebingungan kita atas
tindakan spontan memiliki akibat yang sangat berbahaya. Misalnya, ketika sedang
mengemudi, kita mungkin saja sudah terbiasa untuk mengemudi sampai di rumah
dibandingkan mampir sebentar ke pertokoan, seperti yang sebelumnya sudah kita
niatkan. Atau kita mungkin saja menuangkan segelas susu dan mulai menaruh
kotak susu tersebut di dalam lemari daripada menaruhnya di dalam kulkas.
Sebuah analisis yang luas tentang kesalahan manusia mencatat bahwa
kesalahan tersebut dapat digolongkan menjadi kekeliruan atau lupa (Reason, 1990).
Kekeliruan adalah kesalahan dalam memilih sasaran atau kesalahan dalam
menetapkan arti dari penerimaannya. Lupa adalah kesalahan dalam menyelesaikan
sebuah niatan untuk mencapai sasaran. Sebagai contoh, anda menentukan bahwa
anda tidak perlu belajar sebelum ujian. Jadi anda dengan sengaja meninggalkan
buku catatan anda ketika sedang berlibur di akhir pecan. Dalam istilah Reason,
anda telah melakukan kekeliruan. Bagaimanapun, jika anda berniat tetap membawa
buku catatan anda. Anda telah berencana untuk belajar secara ekstensif selama
liburan akhir pecan. Tapi karena anda terburu-buru, anda tidak sengaja
meninggalkan buku catatan anda. Itulah yang disebut dengan lupa. Singkatnya,
kekeliruan melibatkan kesalahan yang disengaja, dengan proses yang terkontrol.
Lupa biasanya melibatkan proses spontanitas (Reason, 1990).
Ada beberapa jenis lupa (Norman, 1988; Reason, 1990—lihat tabel 3.2).
secara umum, lupa lebih mungkin terjadi ketika dua kejadian sedang berlangsung
secara bersamaan. Pertama, kita harus melakukan penyimpangan dari kebiasaan
sehari-hari kita dan proses spontanitas akan menimpa dengan tidak begitu tepat
proses yang terkontrol dan disengaja. Kedua, proses spontanitas terganggu.
Gangguan semacam itu biasanya merupakan hasil dari peristiwa atau data eksternal,
namun terkadang mereka juga merupakan hasil dari kejadian internal, seperti
pikiran yang sangat kacau. Proses spontanitas membantu kita dalam berbagai
keadaan. Mereka membantu kita untuk tidak perlu memusatkan perhatian kita pada
tugas keseharian, seperti mengikat tali sepatu kita atau menekan nomor telepon
yang telah keta hafalkan. Jadi kita tak mungkin tidak lagi melakukan hal tersebut
hanya untuk menghindari lupa sesekali.
Bagaimana kita bisa meminimalisir potensi negatif sebagai akibat dari lupa?
Dalam situasi sehari-hari, kita mungkin saja lupa pada saat kita sedang berinteraksi
dengan lingkungan sekitar kita. Misalnya, kardus susu mungkin terlalu tinggi untuk
ditaruh di dalam lemari, atau seseorang mungkin berkata, “aku piker kau akan
mampir ke took dulu sebelum pulang ke rumah.” Jika kita bisa menemukan cara
yang tepat untuk memperoleh umpan balik yang berguna, kita mungkin bisa
mengurangi kemungkinan akibat berbahaya sebagai akibat dari lupa. Manfaat yang
peling utama dari umpan balik melibatkan fungsi yang dipaksakan. Hal itu
merupakan paksaan secara fisik yang akan membuat hal ini menjadi sulit atau tidak
mungkin untuk menimbulkan sebuah perilaku spontan yang akan mengarahkan kita
pada lupa (Norman, 1988). Sebagai contoh fungsi yang dipaksakan adalah beberapa
mobil yang modern akan terasa sulit dikemudikan atau bahkan tidak mungkin
dikemudikan tanpa mengenakan sabuk pengaman terlebih dahulu. Anda dapat
mengatur sendiri fungsi paksaan. Anda mungkin bisa menaruh sebuah tanda kecil
di bagian setir sebagai pengingat untuk melakukan pesanan orang rumah sebelum
tiba di rumah. Atau anda bisa saja meletakkan benda-benda di depan pintu. Dengan
cara tersebut, anda akan menutup jalan keluar yang harus nada lalui dan anda tidak
akan bisa keluar dengan meninggalkan alat-alat yang anda perlukan.
Seumur hidup kita, kita secara otomatis melakukan banyak sekali kegiatan
sehari-hari. Akan tetapi, salah satu pasangan proses spontanitas yang paling
menolong yang pertama kali muncul beberapa jam setelam proses kelahiran adalah:
habituasi dan pasangannya yang saling melengkapi, dishabituasi.

HABITIUASI DAN ADAPTASI


Habituasi melibatkan keterbiasaan kita terhadap suatu rangsangan sehingga
kita secara berangsur-angsur memberikan perhatian yang semakin berkurang pada
rangsangan tersebut. Kebalikan dari habituasi adalah dishabituasi. Pada
dishabituasi, perubahan terhadap rangsangan yang sudah dikenal mendorong kita
untuk mulai memperhatikan lagi rangsangan tersebut. Kedua proses tersebut terjadi
secara otomatis. Keduanya tidak melibatkan usaha dari alam sadar kita. Stabilitas
dan kebiasaan relatif terhadap rangsangan tersebut mempengaruhi keseluruhan
proses. Semua aspek dari rangsangan tersebut yang terlihat berbeda atau baru (tidak
biasa) tidak akan mendorong terjadinya dishabituasi ataupun habituasi. Sebagai
contoh, andaikata ada sebuah radio yang memainkan music instrumental ketika
anda sedang membaca buku psikologi kognitif. Pertama-tama music itu akan terasa
mengganggu anda. Tapi setelah beberapa saat anda menjadi terbiasa dengan suara
tersebut dan tidak begitu memperhatikan suara tersebut lagi. Akan tetapi jika bunyi
suara itu tiba-tiba menjadi keras secara drastis, anda akan mulai tidak terbiasa
dengan suara tersebut. Suara yang sebelumnya sudah terbiasa terdengar oleh telinga
anda akan menjadi tidak familiar di telinga anda. Hal itu akan merasuk ke dalam
kesadaran anda. Habituasi tidak hanya terbatas pada manusia. Habituasi juga
ditemukan pada organism yang sederhana seperti kerang Aplysia (Castellucci &
Kandel, 1976).
Kita biasanya tidak memerlukan usaha apapun untuk menjadi terbiasa pada
sensasi yang kita alami dan rangsangan yang ada di sekitar lingkungan kita.
Meskipun demikian, walau kita sudah terbiasa untuk tidak menyadari adanya
habituasi yang terkontrol tersebut, kita masih bisa mulai untuk memperhatikannya.
Dalam hal ini, habituasi adalah fenomena yang diperhatikan yang berbeda dengan
fenomena psikologis dari adaptasi pancaindera. Adaptasi pancaindera adalah
pengurangan perhatian pada rangsangan yang bukan merupakan subyek pada
kontrol kesadaran.

You might also like