You are on page 1of 37

LAPORAN PROBLEM BASE LEARNING I

BLOK DERMATOMUSKULOSKELETAL

“ SEMRESET “

Kelompok IX

Tutor : dr. Khusnul Muflikhah

Anggota Kelompok :

1. Novia Mantari G1A009012


2. Noni Minty Belantric G1A009028
3. Bagus Sanjaya G1A009033
4. Argarini Dian G1A009041
5. Suci Nuryanti G1A009067
6. Zuldi Erdiansyah G1A009071
7. Fariza Zumala Laili G1A009087
8. Nurtika G1A009105
9. Argo Mulyo G1A009111
10. Auzia Tania Utami G1A009129
11. Firman Pranoto G1A009134

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU – ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2010
BAB I

PENDAHULUAN

Herpes zoster telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Herpes zoster
disebabkan oleh virus yang sama dengan varisela, yaitu virus varisela zoster.1,2
Herpes zoster ditandai dengan adanya nyeri hebat unilateral serta timbulnya lesi
vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal
maupun ganglion serabut saraf sensorik dan nervus kranialis.3,4
Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka
kesakitan antara pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat dengan peningkatan
usia. Diperkirakan terdapat antara 1,3-5 per 1000 orang per tahun. Lebih dari 2/3
kasus berusia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% kasus berusia di bawah 20
tahun.

Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi


varisela, virus varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan
mukosa ke ujung saraf sensorik dan ditransportasikan secara sentripetal melalui
serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion terjadi infeksi laten,
virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap
mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius.

Herpes zoster pada umumnya terjadi pada dermatom sesuai dengan lokasi
ruam varisela yang terpadat. Aktivasi virus varisela zoster laten diduga karena
keadaan tertentu yang berhubungan dengan imunosupresi, dan imunitas selular
merupakan faktor penting untuk pertahanan pejamu terhadap infeksi endogen.
Komplikasi herpes zoster dapat terjadi pada 10-15% kasus, komplikasi yang
terbanyak adalah neuralgia paska herpetik yaitu berupa rasa nyeri yang persisten
setelah krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi pada usia di bawah 40 tahun,
tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia di atas 60 tahun. Penyebaran dari
ganglion yang terkena secara langsung atau lewat aliran darah sehingga terjadi
herpes zoster generalisata. Hal ini dapat terjadi oleh karena defek imunologi
karena keganasan atau pengobatan imunosupresi.

SKENARIO PBL I “ SEMRESET”

Informasi 1

Ibu Cantik berusia 69 tahun datang dengan keluhan gatal, nyeri cekit-cekit
pada daerah sekitar bawah payudara kiri, perut kiri, dan punggung kiri. 2 hari
sebelumnya, pasien mengeluhkan adanya nyeri kepala, malaise dan demam.
Setelah itu, muncul ruam kemerahan disertai lesi kecil berbentuk plenting-
plenting berisi cairan di sekitar bawah payudara kiri, perut kiri dan punggung kiri.

Pasien belum pernah mengalami keluhan yang serupa dan pasien menuturkan
pernah mempunyai riwayat cacar air. Tidak ada anggota keluarga pasien yang
mempunyai gejala serupa.
BAB II
ISI

A. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Malaise : perasaan tidak menentu berupa tubuh yang tak nyaman dan
lelah (Dorland, 2000).
2. Lesi :
a. Diskontinuitas jaringan patologis atau traumatis dan hilangnya fungsi
suatu bagian ( Dorland, 2000).
b. Merujuk pada keadaan jaringan yang abnormal pada tubuh. Hal ini
dapat terjadi karena proses beberapa penyakit seperti trauma fisik,
kimiawi, dan elektris; infeksi, masalah metabolisme, dan otoimun.
3. Ruam : erupsi sementara pada kulit ,seperti pada urtikaria.
Klasifikasi ruam :
a. Ruam primer : makula, papul, plak, urtika, nodus, nodulus, vesikel,
bula, pustule, dan kista.
b. Ruam sekunder : skuama, krusta, erosi, ulkus, sikatriks.
4. Semreset : perasaan yang ditandai dengan rasa gatal disertai panas
dan perih.
5. Plenting – plenting : benjolan kecil – kecil yang menyebar di bagian
tubuh. Benjolan dapat berisi cairan atau padat.
6. Nyeri cekit-cekit : perasaan sakit dan nyeri seperti ditusuk – tusuk

B. BATASAN MASALAH
1. Seorang ibu usia 69 tahun dengan keluhan gatal, nyeri cekit – cekit pada
daerah sekitar bawah payudara kiri, perut kiri, dan punggung kiri.
2. Mengeluh nyeri kepala, malaise dan demam sejak 2 hari.
3. Adanya ruam kemerahan disertai lesi kecil berbentuk plenting – plenting
berisi cairan di sekitar payudara, perut, dan punggung kiri.
4. Tidak pernah mengeluh sama sebelumnya
5. Mempunyai riwayat cacar air.
6. Tidak ada keluarga yang menderita serupa.
C. ANALISIS MASALAH
1. ANAMNESIS
a. Keluhan utama : gatal, nyeri cekit – cekit pada daerah payudara,
perut, dan punggung kiri.
b. Gejala penyerta : nyeri kepala, malaise, dan demam. Adanya ruam
kemerahan dengan lesi kecil bentuk plenting- plenting berisi cairan di
bagian kiri tubuh.
c. Riwayat penyakit dahulu : pernah menderita cacar air
d. Riwayat penyakit keluarga : tidak ada penyakit serupa
e. Riwayat penyakit social ekonomi : tidak ada

2. HASIL PEMERIKSAAN FISIK


Adanya ruam kemerahan disertai lesi kecil berbentuk plenting – plenting
berisi cairan di bagian payudara, perut, dan punggung kiri.

3. HIPOTESIS
a. Herpes Zoster
Definisi dari herpes zoster adalah eaktivasi virus varisela-zooster
pada penderita vasisela infeksi primer, menyerang kulit dan
mukosa
Epidemiologi herves zoster yakni aerogen dari penderita varisela,
frekuensi laki-laki dan wanita sama. Patogenesis virus menetap di
ganglion posterior saraf perifer dan ganglion kranialis. Kelainan yang
timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan daerah persarafan
ganglion tersebut. Kadang juga menyerang ganglion anterior, bagian
motorik kranialis sehingga menyebabkan gangguan motorik.
Manifestasi klinis herves zoster yakni didahului gejala prodromal
baik sistemik maupun lokal. Sistemik seperti demam, malaise, dan
pusing. Lokal (nyeri otot tulang, gatala, pegal dan sebagainya).
Selanjutnya nyeri sering di daerah torakal, Vesikel atau bula atau
keduanya dan bisa menjadi krusta. Masa tunas 7-12 hari. Masa
resolusi 1-2 minggu, disertai pula pembesaran kelenjar getah bening.

b. Impetigo Vesikobulosa
Definisi dari impetigo vesikobulosa adalah impetigo bulosa adalah
suatu bentuk impetigo dengan gejala utama berupa lepuh-lepuhan
berisi cairan kekuningan dengan dinding tegang, terkadang tampak
hipopion.
Pada kasus ini didapatkan bahwa penderita mengalami plenting
yang berisi cairan atau vesikula-vesikula yang merupakan salah satu
gejalan yang dapat juga muncul pada penyakir impetigo bulosa. Pada
penyakit ini dapat ditemukan beberapa ujud kelainan kulit berupa bula
atau vesikula yang terletak pada punggung, ketiak, ektremitas atas dan
bawah. Bula atau vesikula yang terlihat dapat berdinding tebal dan
tips, miliar hingga lentrikular, kulit sekitarnya tak menunjukan
peradangan kadang-kadang tampak hipopion. Impetigo bulosa ini
disebabkan oleh bakteri stafilokok yang diikuti dengan berbagai
faktor predisposisi. Salah satu faktor prediposisinya adalah higienitas
yang kurang.impetigo bulosa terjadi mendadak pada kulit yang
sehat ,lepuh ini bervariasi mulai miliar sampai lentikular yang dapat
bertahan 2-3 hari didapatkan pula dinding yang tebal dan hipopion.
Jika pecah menimbulkan krista yang coklat datar dan tipis.
Pemeriksaan penunjang pada penyakit ini dapat berupa
pengambilan preparat langsung untuk mecari bakteri stafilococcus.
Selain itu dapat dilakuka biakan cairan bula dan uji resistensi .
gambaan histopatologik pada impetigo bulosa ini adalah pada
epidermis tampak vesikel subkornea berisis sel-sel radang yaitu
leukosit. Pada dermis tampak sebukan sel-sel radang ringan dan
pelebaran ujung-ujung pembuuh darah.

c. Herpes Simplek
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
1) Lokalisasi : paling sering terdapat pada sambungan mukokutan
2) Efloresensi : vesikel – vesikel miliar berkelompok, jika pecah
membentuk ulkus yang dangkal dengan kemerahan pada daerah
di sekitarnya.
Gejala klinis :
a) Infeksi primer
Predileksi VHS I pada daerah pinggang ke atas terutama
pada daerah mulut dan hidung. Predileksi VHS II pada
pinggang ke bawah yaitu daerah genital. Berlangsung 3
minggu disertai dengan gejala sistemik seperti demam,
malaise, anoreksia, serta pembengkakan kelenjar getah
bening.
b) Fase laten
Tidak ditemukan gejala klinis
c) Infeksi rekurens
Gejala klinis lebih ringan daripada infeksi primer selama 7-
10 hari. Dengan gejala demam, timbul vesikel, rasa panas,
gatal, dan nyeri.

4. Ujukan Kelainan Kulit ( UKK )


Ruam kulit primer :
a. Makula adalah kelainan kulit berbatas tegas berupa perubahan warna
semata-mata. Contoh: melanoderma, leukoderma, purpura, petekie,
ekimosis.
b. Eritema adalah kemerahan pada kulit yang disebabkan pelebaran
pembuluh darah kapiler yang reversible.
c. Papula adalah penonjolan diatas permulaan kulit , sirkumskrip,
berukuran diameter lebih kecil dari ½ cm dan berisikan zat padat.

d. Nodus adalah massa padat sirkumskrip, terletak di kutan atau


subkutan, dapat menonjol, jika diameternya lebih kecil daripada 1
cm disebut nodulus.
e. Vesikel adalah gelembung yang berisi cairan serum, beratap,
berukuran kurang dari ½ cm garis tengah, dan mempunyai dasar.

f. Bula adalah vesikel yang berukuran lebih besar.


g. Pustule adalah penonjolan diatas berisi nanah, seperti pada variola,
varisela, psoriasis pustulosa.

h. Urtika adalah penonjolan diatas permukaan kulit akibat edema


setempat dan dapat hilang perlahan lahan , misalnya pada dermatitis
mrdika mentosa, dan gigitan serangga.
i. Tumor adalah penonjolan diatas permukaan kulit berdasarkan
pertumbuhan sel maupun jaringan tubuh.
j. Kista dalah peonjolan diatas permukaan kulit berupa kantong yang
berisi cairan serosa atau padat atay setengah padat, seperti kista
epidermoid.

Ruam kulit sekunder


a. Skuama adalah lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit.
Skuama dapat halus sebagai taburan tepung, maupun lapisan tebal
dan luas sebagai lembaran kertas. Dapat dibedakan, misalnya
pitiriasiformis (halus), psoriasiformis (berlapis-lapis), iktiosiformis
(seperti ikan), kutikular (tipis), lamellar (berlapis), membranosa atau
eksfoliativa (lembaran-lembaran), dan keratotik (terdiri atas zat
tanduk).
b. Krusta adalah cairan badan yang mongering. Dapat bercampur
dengan jaringan nekrotik, maupun benda asing (kotoran, obat, dan
sebagainya). Warnanya ada beberapa macam: kuning muda berasal
dari serum, kuning kehijauan berasal dari pus, dan kehitaman berasal
dari darah.

c. Erosi adalah kelainan kulit yang disebabkan kehilangan jaringan


yang tidak melampaui stratum basal.
d. Ekskorasi adalah bila garukan lebih dalam sehingga tergores sampai
ujung papil, maka akan terlihat darah yang keluar selain serum.
Kelaianan kulit yang disebabkan oleh hilangnya jaringan sampai
dengan stratus papilare.
e. Ulkus adalah hilangnya jaringan yang lebih dalam dari ekskoriasi.
f. Abses adalah kumpulan nanah dalam jaringan, bila mengenai kulit
berarti dalam kutis atau subkutis.
g. Rhagaden adalah belahan-belahan kulit dengan dasar yang sangat
kecil/dalam misal pada keratoskitis, keratodemia.
h. Parut (sikatriks) adalah terdiri atas jaringan tak utuh, relief kulit tidak
normal, permukaan kulit licin dan tidak terdapat adneksa kulit.
Sikatriks dapat atrofik, kulit mencekung dan dapat hipertrofik yang
secara klinis terlihat menonjol karena kelebihan jaringan ikat.
i. Keloid : hipertrofi yang pertumbuhannya melampaui batas.
j. Likenifikasi adalah penebalan kulit sehingga garis garis lipatan /relif
kulit tampak lebih jelas, seperti pada prurigo, neuro dermatitis.
k. Guma adalah efloresensi sekunder berupa kerusakan kulit yang
truktif, kronik, dengan penyebaran sarpiginosa. Missal pada sifilis
gumosa.
l. Hiperpigmentasi adalah penimbunan pigmen berlebihan sehingga
kulit tampak lebih hitam dari sekitarnya. Missal pada melasma dan
pascainflasi.
m. Hippopigmentasi adalah kelainan yang menyebaban kulit menjadi
lebih putih dari sekitarnya, Misal pada scleroderma dan ventilago.
Informasi 2
Dari pemeriksaan fisik didapatkan :
Satus generalis dengan kesadaran compos mentis, keadaan umum baik,
kepala/leher dalam batas normal, thorak jantung paru dalam batas normal.
Status lokalis didapatkan :
Sekitar bawah peyudara, perut, punggung kiri tampak veskel – vesikel
bergerombol dengan dasar eritematosa.
Informasi 3
(gambar vesikel herpes zoster)

A. Rumusan masalah
1. Bagaimana diagnosis kerjanya?
2. Diagnosis apa yang dapat dihilangkan?
3. Pemeriksaan penunjang apa yang dibutuhkan?
4. Bagaimana fisiologi kulit ?
5. Bagaimana morfologi kulit?
6. Bagaimanakah fisiologi tahi lalat?
B. Analisis Masalah
1. Diagnosis kerja didapatkan dari hasil pemeriksaan fisik yaitu herpes
zoster. Hal ini karena dari gejala fisik yang didapatkan bahwa vesikel –
vesikel yang terbentuk terdapat pada daerah tubuh sebelah kiri dan disertai
dengan eritema. Hal ini menjadi ciri khas dari herpes zoster.
2. Diagnosis yang dihilangkan adalah :
a. Impetigo vesikobulosa
b. Herpes simplek
Terdapat perbedaan predileksi terjadinya vesikel. Pada herpes simplek
predileksi adalah pada bagian batas mukosa, namun pada herpes zoster
predileksi tersering adalah pada servikal IV dan lumbal II
3. Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan :
Tes diagnostik untuk membedakan dari impetigo, kontak dermatitis dan
herps simplex :

a. Tzanck Smear : mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat


membedakan herpes zoster dan herpes simplex.
b. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody : digunakan untuk membedakan
diagnosis herpes virus
c. Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella di sel kulit
d. Pemeriksaan histopatologik
e. Pemerikasaan mikroskop electron
f. Kultur virus
g. Identifikasi anti gen / asam nukleat VVZ
h. Deteksi antibody terhadap infeksi virus
i. DFA

Pemeriksaaan ini dapat membedakan Varisella Zooster Virus (VZV) dengan


Herpes Simplex Virus (HSV)

Cara kerjanya :

1) Preparat yang digunakan diambil dari scrapping dasar vesikel dari orang
yang terkena herpes zooster
2) Preparat yang sudah jadi tersebut di amati di bwah mikroskop fluorescence
3) Amati virus yang ada.
Pemeriksaan ini cara kerjanya cepat dan sensitive,tetapi kurang populer
jika di bandingkan dengan pemeriksaan Tzanck Smear.

4) Fisiologi kulit :
Kulit adalah organ tubuh yabg terletak paling luar. Luas kulit orang
dewasa kira-kira adalah 1.5 m3. Dengan berat kira-kira 15% berat
badan.Fungsi utama kulita antara lain adalah fungsi proteksi, absorbsi,
eksresi, perpepsi, termoregulator, pigmentasi, pembentukan vitamin D dan
keratinisasi.
a. Fungsi Proteksi.
Untuk menjaga kulit dari gangguan fisis dan mekanis.

b. Fungsi absobsi.
Kulit ayng sehat tidak mudah menyerap air, larutan, dan benda padat,
tetapi cairan yang mudah menguap, dan lebih mudah diserap.
Begitupun yang larut lemak. Kemampuan absobsi kulit dipengaruhi
oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, dan metabolisme jenis
venikulum. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antar
selepidermis atau lewat kelenjar. Tetapi lebih banyak melalui saluran
epidermis daripada melalui muara kelenjar.

c. Fungsi eksresi.
Fungsi tersebut terlihat dari adanya kelenjar-kelenjar kulit yang
mengeluarkan zat sisa metabolisme seperti NaCl, urea, guot, dan
amonia.

d. Fungsi perpepsi.
Kulit mengandung ujung saraf saraf sensori di dermis dan subkutis.
Rangsangan panas diatur oleh reseptor rufini di dermis dan subkutis.
Dingin diperankan oleh reseptor badan krausse yang terleatak di
dermis. Rabaan oleh meisner, dan badan merkel ranvier yang terletak
di epidermis. Sedangkan tekanan oleh reseptor pacini pada epidermis.

e. Fungsi regulasi.
Fungsi regulasi dengan cara pengeluaran keringatkontraksi otot
pembuluh darah kulit.

f. Fungsi pembentukan pigmen.


Sel pembentukan pigmen terdapat pada lapisan basal dan sel tersebut
berasal dari rigi saraf.

g. Fungsi keratinisasi.
Keratinisasi dimaulai dari sel basal mengadakan pembelahan, sel basal
akan naik keatas dan berubah menjadi sel spinosum, makin keatas akan
berubah menjadi sel granulosum, kemudian makin lama makin hilang
dan menjadi sel tanduk yang amolft.

h. Fungsi pembentukan vit.D


Dengan mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar
matahari.

5) Morfologi kulit :

Pembagian lapisan kulit secara umum terbagi menjadi :

1. Epidermis.
a. Stratum korneum.
b. Stratum Lucidum.
c. Stratum Granulosum.
d. Stratum Spinosum
e. Stratum Germinativum.
2. Dermis.
a. Pars Papilare.
b. Pars Retikulare.
3. Hipodermis.

6) Tahi lalat (nevusa pigmentosa)

Nevus timbul akibat pajanan sinar matahari terhadap kulit yg


mengakibatkan bagian kulit tertentu terjadi peningkatan pigmen melanin
berlebih. Nevus dpt berubah menjadi suatu keganasan/kanker akibat
pajanan berulang sinar matahari. Pada individu yg memiliki bakat kanker
kulit,sinar matahari terutama sinar ultraviolet B dapat menjadi pemicunya.

a. Nevus epidermal
Merupakan penebalan epidermal berbentuk lingkaran yang bisa
ada sejak lahir atau timbul sewaktu masa kanak-kanak; kebanyakan
linear. Walaupun sangat jarang, terdapat kaitan abnormalitas susunan
saraf pusat dengan nevus jenis ini.Nevus Becker adalah nevus
epidermal yang berupa bercak pigmentasi, yang pertama kali timbul
saat atau sekitar masa pubertas pada bagian atas badan atau bahu,
yang membesar secara bertahap, dan dapat ditumbuhi rambut
b. Nevus sebasea
Nevus sebasea biasanya tidak teramati sewaktu lahir. Kelainan ini
mulai tumbuh sebagai area yang datar dan berwarna kuning pada
kepala dan leher, pada kulit kepala yang berambut dapat
menyebabkan terjadinya alopesia lokal. Selanjutnya nevus menebal
dan menjadi seperti berkutil dan karsinoma sel basal dapat timbul di
dalamnya. Nevus ini paling baik diinsisi sewaktu remaja.
c. Nervus melanositik
Nervus ini paling sering ditemukan, berasal dari melanosit yang
gagal mengalami maturasi atau tidak bermigrasi sebagaimana
mestinya selama perkembangan embrio. Hampir semua orang
memiliki nevi jenis ini. Nevus ini kemudian dikategorikan menjadi 2,
yaitu kongenital dan acquired.
Informasi 4 :
Diagnosis kerja : herpes zoster thorakhalis
Informasi 5 :
Penatalaksanaan :
Menjaga lesi tetap kering
Antiviral : asiklovir
Analgesic
Roborantia saraf
Kortikosteroid
BAB III
SASARAN BELAJAR

B. DEFINISI

Herpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti
gerombolan vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomanya (persyarafannya).
Herpes zoster adalah sutau infeksi yang dialami oleh seseorang yang tidak
mempunyai kekebalan terhadap varicella (misalnya seseorang yang
sebelumnya tidak terinfeksi oleh varicella dalam bentuk cacar air).

C. EPIDEMIOLOGI
Herpes zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi
oleh musim dan tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka
kesakitan antara laki-laki dan perempuan, angka kesakitan meningkat dengan
peningkatan usia. Di negara maju seperti Amerika, penyakit ini dilaporkan
sekitar 6% setahun, di Inggris 0,34% setahun sedangkan di Indonesia lebih
kurang 1% setahun.
Herpes zoster terjadi pada orang yang pernah menderita varisela
sebelumnya karena varisela dan herpes zoster disebabkan oleh virus yang
sama yaitu virus varisela zoster. Setelah sembuh dari varisela, virus yang ada
di ganglion sensoris tetap hidup dalam keadaan tidak aktif dan aktif kembali
jika daya tahan tubuh menurun. Lebih dari 2/3 usia di atas 50 tahun dan
kurang dari 10% usia di bawah 20 tahun.

D. ETIOLOGI

Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan
tergolong virus berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk
subfamili alfa herpes viridae. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus
replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan
kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VVZ dalam subfamili alfa
mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang
menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh
virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari
ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan
secara periodik. Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu
yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta mempunyai
enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase
dan virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam
sel yang terinfeksi.

Faktor Resiko Herpes zoster :

1. Usia lebih dari 50 tahun, infeksi ini sering terjadi pada usia ini akibat daya
tahan tubuhnya melemah. Makin tua usia penderita herpes zoster makin
tinggi pula resiko terserang nyeri. 
2. Orang yang mengalami penurunan kekebalan (immunocompromised)
seperti HIV dan leukimia. Adanya lesi pada ODHA merupakan
manifestasi pertama dari immunocompromised.
3. Orang dengan terapi radiasi dan kemoterapi.
4. Orang dengan transplantasi organ mayor seperti transplantasi sumsum
tulang.

Factor pencetus kambuhnya Herpes zoster :

1. Trauma / luka
2. Kelelahan
3. Demam
4. Alkohol
5. Gangguan pencernaan
6. Obat – obatan
7. Sinar ultraviolet
8. Haid
9. Stress

Penularan herpes zoster

Herpes zoster hanya dapat terjadi setelah kita mengalami cacar air. Jika
orang yang sudah menderita cacar air berhubungan dengan cairan dari lepuh
herpes zoster, kita tidak dapat ‘tertular’ herpes zoster. Namun, kita yang
belum menderita cacar air dapat terinfeksi herpes zoster dan mengembangkan
cacar air. Jadi kita yang belum terinfeksi harus menghindari hubungan dengan
ruam herpes zoster atau dengan bahan yang mungkin sudah menyentuh ruam
atau lepuh herpes zoster.

E. PATOGENESIS
Infeksi peimer dari VVZ ini pertama kali terjadi didaerah nasofaring.
Disini virus mengadakan replikasi dan dilepas kedarah sehingga terjadi
viremia permulaan yang sifatnya terbatas dan asimptomatik. Keadaan ini
diikuti masuknya virus kedalam reticulo endothelial system (RES) yang
kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremia nya lebih luas dan
asmptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus
juga menjalar melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebih ganglion sensoris
dan berdiam diri atau laten didalam neuron. Selama antibody yang beredar
didalam darah masih tinggi, reaktivitas dan virua laten ini dapat dinetralisisr,
tetapi pada saat tertentu dimana antibody tersebut turun dibawah titik kritis
maka terjadilah reaktivitas dari virus sehingga terjadi herpes zoster.

F. GAMBARAN KLINIS
Zoster secara umum adalah penyakit kulit. Pada punggung jelas sekali ada
lesi yang mengikuti dermatomal. Yang khas pada penyakit ini adalah ketika
awal terjadinya herpes akan muncul gejala berupa nyeri tanpa kelainan kulit.
Rasa nyeri ini bisa sangat intens dan mengarah ke kesalahan diagnosis berupa
nyeri gigi atau kelainan pada diskus intervertebralis.binilah yang disebu
dengan tanda dan gejala prodormal. Selma 24 sampai 48 jam selama nyeri
terjadi lesi kutan akan mulai muncul berupa makula , plaq dan eritem yang
biasanya berbentuk oval dan menikuti dermatom atau garis kulit. Setelah
beberpa hari akan muncul vesikel yang berkembang di daerah yang
mengalami eritema dan lesi ini menyebar di daerah dermarom yang sama.
Vesikel ini sukup kuat dan bisa berkembang menjadi pustula lalu pecah dan
menjadi krusta. Lesi yang baru berkembang selama 2 -3 hari. Lesi ini dapat
ada siluar daerah dari dermatomnya. Ketika lesi terjadi pada 3 daerah
dermatom yang berdekatan ini dikatakna normala. Namun ketika lesi muncul
diluar daerah ke tida dermato dan sebesar telapak tangan yang muncul pada
12-24 jam pertama maka harus diwaspadai adanya infeksi yang sudah akut
dan memerlukan terapi segera. Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya
bahwa keadaan ini , herpes zoster terjadi karena penurunan sistem imun.
Herpes zoster biasanya hanya unilateral ,namun mungkin adal lesi sedikti
didaerah lainya yang dikarenak adanya cabang persarafan dari ganglion yang
terkena. Zoster yang bilateral sangat jarang terjadi. Pada beberapa kasus lesi
dapat berkembang tanpa rasa sakit dan bisa saja adanya nyeri berlebihan tanpa
lesi ( zoster sine herpete). Pada pasien ini biasanya tidak datang pada
dermatologist.
Pada penyakit ini yang terinfeksi selain dari kulit adalah syaraf, dan
menimbulkan rasa nyeri yang menjadi keluhan utama. Rasa nyeeri ini dapat
menjadi persisten yang diketahu sebagai post herepatik neuralgia , komplikasi
ini dapat bertahan bertahun-tahun atau bahkan tidak hilang sama sekali. 30%
dari penderita zoster pada orang tua mengalami komplikasi ini. Kelainan
motorik juga dapat terjadi sperti pada vesica urinari , rectum dan beberapa
temapt lainya. Selain dari penyebaran lesi dan nyeri komplikasi lainya adalah
bisa terjadi pendarahan , nekrotik sel, jaringan parut yang bertahan selamanya.

Menurut lokasi lesinya, herpes zoster dibagi menjadi:

1. Herpes zoster oftalmikus

Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang


mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang
ophtalmicus saraf trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit. Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah
disertai gejala konstitusi seperti lesu, demam ringan. Gejala prodromal
berlangsug 1 sampai 4 hari sebelum kelainan kulit timbul. Fotofobia,
banyak kelar air mata, kelopak mata bengkak dan sukar dibuka.

Gambar 1. Herpes zoster oftalmikus sinistra.

2. Herpes zoster fasialis

Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII),
ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
Gambar 2. Herpes zoster fasialis dekstra.

3. Herpes zoster brakialis

Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang


mengenai pleksus brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.

Gambar 3. Herpes zoster brakialis sinistra.

4. Herpes zoster torakalis

Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang


mengenai pleksus torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.
Gambar 4. Herpes zoster torakalis sinistra.

5. Herpes zoster lumbalis

Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang


mengenai pleksus lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.

6. Herpes zoster sakralis

Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang


mengenai pleksus sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.
Gambar 5. Herpes zoster sakralis dekstra.

G. PATOFISIOLOGI
1. Patofisiologi pembentukan lesi
Papula yang eritematosa
↓ → 12 - 24 Jam
Vesikel
↓ → 3 – 4 Hari
Pustula
↓ → 7 – 10 hari
Krusta

Dapat sembuh tanpa jaringan parut,kecuali terjadi infeksi sekunder


bacterial

2. Patofisiologi semreset :

bahwa dalam perjalanan penyakit herpes zoster akan mengalami


suatu peradangan atau reaksi inflamatorik yang dari keadaan tersebut
akan berakibat rasa nyeri terbakar yang merupakan salah satu dari tanda
inflamasi. Adapun perjalanan rasa nyeri terbakar itu terjadi karena
reseptor nyeri yang jumlahnya jutaan di tubuh menerima sensasi yang
kemudian dibawa ke spinal cord yaitu pada daerah kelabu dilanjutkan ke
traktus spinothalamikus selanjutnya ke korteks serebral. Mekanismenya
sebagai berikut:

Nyeri dengan adanya rasa terbakar pada jaringan atau bagian tubuh
tertentu akan mengeluarkan zat kimia bradykinin, prostaglandin.

Merangsang ujung reseptor saraf yang kemudian membantu transmisi


nyeri rasa terbakar pada bagian tubuh tertentu itu ke otak.
Impuls disampaikan ke otak melalui nervus ke kornu dorsalis  pada
spinal cord.

Pesan diterima oleh thalamus sebagai pusat sensori pada otak.

Impuls dikirim ke corteks dimana intensitas dan lokasi nyeri dirasakan.

Penurunan nyeri dimulai sebagai signal dari otak, turun melalui spinal
cord.

Pada kornu dorsalis zat kimia seperti endorfin dikeluarkan untuk


menurunkan    nyeri.

3. Patofisiologi demam dan malaise


Virus

TraktusRespiratoriusbagianatas / orofaring (Infeksi)

Multiplikasi virus setempat (FaseMultiplikasi I)

Saluranlimfe/pembuluhdarah (Viremia Primer)

Replikasi virus lebihbanyak (FaseMultiplikasi II)

Aliran darah (ViremiaSekunder)

Demam dan Malaise


4. Patofisiologi vesikel dan pustule

VZV yang dorman pada ganglion syaraf

Immunosupresan

Rekuren VZV di ganglion

Menyebar melalui neuronal akson

Menginfeksi mononuklear sel dan sel kulit

Pembengkakan sel epitel

Degenerasi balon

Penumpukan cairan jaringan

Vesikel

Infeksi

Degenerasi sel

Kematian sel

Pustula.
5. Patofisiologi Gatal

Virus Varisella Zozter

Masuk sel

Virus didalam sel digranulasi oleh sel mast

Reaksi imun

Enzim
heparin, histamin, prostadgladin

gatal
6. Patofisiologoi Nyeri.

Virus Varisella Zozter

Masuk sel

Virus didalam sel digranulasi oleh sel mast

Reaksi imun

Enzim
heparin, histamin, prostadgladin

Nyeri
H. DIAGNOSIS

Diagnosis herpes zoster pada anamnesis didapatkan keluhan berupa


neuralgia beberapa hari sebelum atau bersama-sama dengan timbulnya
kelainan kulit.3 Adakalanya sebelum timbul kelainan kulit didahului gejala
prodromal seperti demam, pusing dan malaise.9 Kelainan kulit tersebut mula-
mula berupa eritema kemudian berkembang menjadi papula dan vesikula yang
dengan cepat membesar dan menyatu sehingga terbentuk bula. Isi vesikel
mula-mula jernih, setelah beberapa hari menjadi keruh dan dapat pula
bercampur darah. Jika absorbsi terjadi, vesikel dan bula dapat menjadi krusta.

Dalam stadium pra erupsi, penyakit ini sering dirancukan dengan


penyebab rasa nyeri lainnya, misalnya pleuritis, infark miokard, kolesistitis,
apendisitis, kolik renal, dan sebagainya.4 Namun bila erupsi sudah terlihat,
diagnosis mudah ditegakkan. Karakteristik dari erupsi kulit pada herpes zoster
terdiri atas vesikel-vesikel berkelompok, dengan dasar eritematosa, unilateral,
dan mengenai satu dermatom.

Secara laboratorium, pemeriksaan sediaan apus tes Tzanck membantu


menegakkan diagnosis dengan menemukan sel datia berinti banyak. Demikian
pula pemeriksaan cairan vesikula atau material biopsi dengan mikroskop
elektron, serta tes serologik.4,9 Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan
sebukan sel limfosit yang mencolok, nekrosis sel dan serabut saraf, proliferasi
endotel pembuluh darah kecil, hemoragi fokal dan inflamasi bungkus
ganglion. Partikel virus dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan antigen
virus herpes zoster dapat dilihat secara imunofluoresensi.

Apabila gejala klinis sangat jelas tidaklah sulit untuk menegakkan


diagnosis. Akan tetapi pada keadaan yang meragukan diperlukan pemeriksaan
penunjang antara lain:

1. Isolasi virus dengan kultur jaringan dan identifikasi morfologi dengan


mikroskop elektron.
2. Pemeriksaan antigen dengan imunofluoresen
3. Test serologi dengan mengukur imunoglobulin spesifik.

I. PENGOBATAN

Penatalaksaan herpes zoster bertujuan untuk:

1. Mengatasi infeksi virus akut


2. Mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster
3. Mencegah timbulnya neuralgia pasca herpetik.

Pengobatan pada kasus :

1. Usahakan pasien tidak keluar rumah terlebih dahulu untuk menghindari


penularan kepada orang lain.

2. Mencegah agar vesikel tidak pecah yaitu dengan menggunakan bedak


salicil 2%.

3. Obat antivirus yaitu Asiklovir bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase


pada virus. Asiklovir dapat diberikan peroral ataupun intravena. Asiklovir
sebaiknya pada 3 hari pertama sejak lesi muncul. Dosis asiklovir peroral
yang dianjurkan adalah 5×800 mg/hari selama 7 hari.

4. Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan oleh


virus herpes zoster. Obat yang biasa digunakan adalah asam mefenamat.
Dosis asam mefenamat adalah 1500 mg/hari diberikan sebanyak 3 kali,
atau dapat juga dipakai seperlunya ketika nyeri muncul.

5. Robontia yang digunakan untuk mengurangi gejala pada sistem saraf.


Selain itu juga dapat diberikan vitamin B6 maupun vitamin B komplek.

Pengobatan Umum

Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat
menularkan kepada orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan
orang dengan defisiensi imun. Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya
jangan digaruk dan pakai baju yang longgar. Untuk mencegah infeksi
sekunder jaga kebersihan badan.

Pengobatan Khusus

1. Sistemik

a. Obat Antivirus

Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya,


misalnya valasiklovir dan famsiklovir.

1) Asiklovir bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase pada virus.


Asiklovir dapat diberikan peroral ataupun intravena. Asiklovir
sebaiknya pada 3 hari pertama sejak lesi muncul. Dosis asiklovir
peroral yang dianjurkan adalah 5×800 mg/hari selama 7 hari,
sedangkan melalui intravena biasanya hanya digunakan pada
pasien yang imunokompromise atau penderita yang tidak bisa
minum obat.

2) Obat lain yang dapat digunakan sebagai terapi herpes zoster adalah
valasiklovir. Valasiklovir diberikan 3×1000 mg/hari selama 7 hari,
karena konsentrasi dalam plasma tinggi. Selain itu famsiklovir juga
dapat dipakai. Famsiklovir juga bekerja sebagai inhibitor DNA
polimerase. Famsiklovir diberikan 3×200 mg/hari selama 7 hari.

b. Analgetik

Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan


oleh virus herpes zoster. Obat yang biasa digunakan adalah asam
mefenamat. Dosis asam mefenamat adalah 1500 mg/hari diberikan
sebanyak 3 kali, atau dapat juga dipakai seperlunya ketika nyeri
muncul.

c. Kortikosteroid

Indikasi pemberian kortikostreroid ialah untuk Sindrom Ramsay


Hunt. Pemberian harus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya
paralisis. Yang biasa diberikan ialah prednison dengan dosis 3×20
mg/hari, setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan
dosis prednison setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik
digabung dengan obat antivirus.

Kortikosteroid dapat digunakan untuk menurunkan respon


inflamasi dan efektif namun penggunaannya masih kontroversi karena
dapat menurunkan penyembuhan dan menekan respon immune.

d. Pengobatan topical

1) Pada stadium vesicular diberi bedak salicyl 2% atau bedak kocok


kalamin untuk mencegah vesikel pecah

2) Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka dengan


larutan antiseptik atau kompres dingin dengan larutan burrow 3 x
sehari selama 20 menit

3) Apabila lesi berkrusta dan agak basah dapat diberikan salep


antibiotik (basitrasin / polysporin ) untuk mencegah infeksi
sekunder selama 3 x sehari

e. Penderita dengan keluhan mata

Keterlibatan seluruh mata atau ujung hidung yang menunjukan


hubungan dengan cabang nasosiliaris nervus optalmikus, harus
ditangani dengan konsultasi opthamologis. Dapat diobati dengan
salaep mata steroid topical dan mydriatik, anti virus dapat diberikan

J. PENCEGAHAN
1. Imunisasi pasif
Menggunakan VZIG ( Varicela Zoster Imunoglobulin ) yang diberikan 3
hari setelah terpajan VZV.

K. KOMPLIKASI

1. Neuralgia paska herpetic

Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan
sampai beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul pada umur diatas 40
tahun, persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi nyeri yang bervariasi.
Semakin tua umur penderita maka semakin tinggi persentasenya.

2. Infeksi sekunder

Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa


komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi
H.I.V., keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel
sering manjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.

3. Kelainan pada mata

Pada herpes zoster oftatmikus, kelainan yang muncul dapat berupa: ptosis
paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioratinitis dan neuritis optik.

4. Sindrom Ramsay Hunt

Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan
otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell),
kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo,
gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan.

5. Paralisis motorik

Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat
perjalanan virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem
saraf yang berdekatan. Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak
munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi seperti: di wajah,
diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus. Umumnya
akan sembuh spontan.

L. PROGNOSIS
Proknosis pada umumnya dapat menunjukan hasil yang baik,
dengan penanganan yang baik dan sesuai.
BAB IV
KESIMPULAN

Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus


varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan
reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.

Berdasarkan lokasi lesi, herpes zoster dibagi atas: herpes zoster


oftalmikus, fasialis, brakialis, torakalis, lumbalis, dan sakralis.
Manifestasi klinis herpes zoster dapat berupa kelompok-kelompok
vesikel sampai bula di atas daerah yang eritematosa. Lesi yang khas
bersifat unilateral pada dermatom yang sesuai dengan letak syaraf yang
terinfeksi virus.

Diagnosa herpes zoster dapat ditegakkan dengan mudah melalui


anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jika diperlukan dapat dilakukan
pemeriksaan laboratorium sederhana, yaitu tes Tzanck dengan
menemukan sel datia berinti banyak.

Pada umumnya penyakit herpes zoster dapat sembuh sendiri (self


limiting disease), tetapi pada beberapa kasus dapat timbul komplikasi.
Semakin lanjut usia, semakin tinggi frekuensi timbulnya komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Andrews. Viral Diseases. Diseases of the Skin. Clinical Dermatology. 9 th


Edition. Philadelphia: WB Saunders Company, 2000; 486-491.
Daili ES, Menaldi SL, Wisnu IM. Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia.
Jakarta: Medical Multimedia, 2005; 68-9.
Hartadi, Sumaryo S. Infeksi Virus. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates,
2000; 92-4.
Handoko RP. Penyakit Virus. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-4.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005; 110-2.
Lynda Juall carpernito, Rencana Asuhan keperawatan dan dokumentasi
keperawatan, Diagnosis Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, ed. 2,
EGC, Jakarta, 1999.
Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Penyakit Virus. Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi Ke-3. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.
2000, 128-9.
Marilynn E. Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian pasien, ed.3, EGC, Jakarta, 1999.

Martodihardjo S. Penanganan Herpes Zoster dan Herpes Progenitalis. Ilmu


Penyakit kulit dan Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press,
2001.
Siregar RS. Penyakit Virus. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi Ke-
Jakarta: ECG, 2005 ; 84-7.

Wilmana PF. Antivirus dan Interferon. Farmakologi dan Terapi. Edisi Ke-
4.Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 1995; 617.

You might also like