You are on page 1of 3

c   






 




Hasil ujian nasional tingkat sekolah menengah atas tahun ini mengejutkan. Persentase
kelulusan melorot dibandingkan dengan tahun lalu.

Ada 267 sekolah yang seluruh pesertanya tidak lulus. Kita hargai keinginan mengevaluasi.
Mungkin ini pertama kali terjadi setelah dari tahun ke tahun kita sibuk berdebat pro dan
kontra UN. Setidaknya inilah pertama kali terpikir mengevaluasi bentuk soal begitu hasil UN
diumumkan.

Dari mana evaluasi dimulai? Kita ambil pengantar Menteri Pendidikan Nasional Mohammad
Nuh. Evaluasi harus menyeluruh, menyangkut praksis pengajaran, sarana belajar mengajar,
dan soal ujian nasional. Faktor sarana sekolah dan praksis pendidikan di kelas sudah kita tahu
plus-minusnya. Sudah tahu dari mana perbaikan perlu dimulai. Plus-minus sudah ada
perbaikan.

Mengenai faktor soal UN, evaluasi hendaknya tidak hanya menyangkut bentuk pilihan
berganda (multiple choice), tetapi juga materi soal yang diturunkan dari silabus. Terjawab
mengapa soal UN memberi kesan mengecoh atau terasa aneh ketika nilai Bahasa Indonesia
merosot tajam di berbagai tempat.

Banyak kritik tentang bentuk soal pilihan berganda. Bentuk ini hanya mampu menilai aspek
kognitif, padahal praksis pendidikan selain sisi kognitif juga menyangkut sisi naratif dan
afektif. Bahkan, karena bentuk pilihan berganda itu, kegiatan belajar mengajar pun
difokuskan pada aspek kognitif dan mengabaikan aspek afektif.

Yang ideal, sisi pilihan berganda dipadu esai. Pilihan berganda memungkinkan celah mengisi
teka-teki silang. Esai sebaliknya, memberi kemungkinan pengukuran aspek afektif dan naratif.
Akan tetapi, yang ideal tidak gampang dipraktikkan. Dalam konteks plus-minus itu perlu
dilakukan pengujian hasil belajar, bahkan tes masuk secara massal.

Yang dilakukan adalah membuat berbagai versi soal²memperkecil kemungkinan bocor²


serta membuat berbagai pertanyaan dan pernyataan dengan tingkat perbedaan sekecil
mungkin. Tanpa keluar dari pedoman kurikulum dan skala kompetensi lulus, bentuk pilihan
berganda dengan koreksi mesin pun dipilih sebagai cara yang lebih praktis. Melorotnya
persentase kelulusan UN tidak serta-merta disebabkan faktor soal. Tidak ada salahnya
masyarakat tahu proses penyusunan soal UN. Tujuannya memberikan keyakinan, bahwa
arahan dan proses pembuatan soal ditempuh dengan benar.

Kita tinggalkan faktor isu kebocoran sebagai isu UN. Butuh keterbukaan, pilihan UN ada di
jalur yang benar. Dalam waktu bersamaan terus dilakukan perbaikan sarana-prasarana belajar,
termasuk faktor guru sebagai kunci.

Kita evaluasi UN yang melibatkan berbagai pihak dengan hati tulus, tidak dalam konteks
memolitisasi kegagalan. Kita lakukan demi perbaikan praksis pendidikan²batu sendi dan
batu penjuru mutu masa depan manusia, yang hari-hari ini tidak memperoleh contoh baik dari
orangtua mereka. - http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/04/30/04480235/tajuk.rencana
V  

Pelaksanaan Ujian Nasional (UN) dari tahun ke tahun perlu dievaluasi dan
keterbukaan dalam penyusunan soal UN juga diperlukan agar tidak terjadi isu-isu
kebocoran. Selain itu, sarana dan prasarana pendidikan juga perlu diperbaiki demi
meningkatkan mutu pendidikan Indonesia.

VV  V  
Hasil ujian nasional tingkat sekolah menengah atas tahun ini mengejutkan.

VVV  

 
1. Menyangkut:
- Terkait dalam suatu hal.
- Tertahan oleh sesuatu.

2. Kebocoran:
- Suatu rahasia yang terbuka tanpa sengaja.
- Keadaan berlubang yang tidak disengaja sehingga air atau udara bisa keluar
atau masuk.

c  Keyakinan:
- Suatu sikap yang ditunjukkan oleh manusia saat ia merasa cukup tahu dan
menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapai kebenaran.
- Suatu kepercayaan diri yang dimiliki seseorang.
- Suatu agama yang dianut seseorang.

 Pengantar:
- Kata-kata yang diutarakan sesorang sebelum membahas inti
pembicaraannya.
- ·rang yang mengantarkan seseorang ke suatu tempat atau mengantarkan
barang untuk oran lain.


 

  
   
 !" V#$ V
%&


 Disusun ·leh:

1.Nadia Puspa Dewi 21

2.Nanda Retno Wardhani 22
 3.Ni Made Anindya S.D 23
 4.Nisa Ummu Rumaisha 24

XII SBI 2


'' '

You might also like