Professional Documents
Culture Documents
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat taufik dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya.
untuk mengetahui pengaruh dan dampak dari pengangguran terhadap masyarakat Indonesia pada
umumnya.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, itu dikarenakan
kemampuan penulis yang terbatas. Namun berkat bantuan dan dorongan serta bimbingan dari
Bapak dosen mata kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi, serta berbagai bantuan dari berbagai pihak,
Penulis berharap dengan penulisan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis
sendiri dan bagi para pembaca umumnya serta semoga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk
Perekonomian Indonesia sejak krisis ekonomi pada pertengahan 1997 membuat kondisi
ketenagakerjaan Indonesia ikut memburuk. Sejak itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga tidak
pernah mencapai 7-8 persen. Padahal, masalah pengangguran erat kaitannya dengan
pertumbuhan ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi ada, otomatis penyerapan tenaga kerja juga
ada. Setiap pertumbuhan ekonomi satu persen, tenaga kerja yang terserap bisa mencapai 400 ribu
orang. Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 3-4 persen, tentunya hanya akan menyerap
1,6 juta tenaga kerja, sementara pencari kerja mencapai rata-rata 2,5 juta pertahun. Sehingga,
setiap tahun pasti ada sisa pencari kerja yang tidak memperoleh pekerjaan dan menimbulkan
jumlah pengangguran.di.Indonesia.bertambah.
Bayangkan, pada 1997, jumlah penganggur terbuka mencapai 4,18 juta. Selanjutnya,
pada 1999 (6,03 juta), 2000 (5,81 juta), 2001 (8,005 juta), 2002 (9,13 juta) dan 2003 (11,35 juta).
Sementara itu, data pekerja dan pengangguran menunjukkan, pada 2001: usia kerja (144,033
juta), angkatan kerja (98,812 juta), penduduk yang kerja (90,807 juta), penganggur terbuka
(8,005 juta), setengah penganggur terpaksa (6,010 juta), setengah penganggur sukarela (24,422
juta);
pada 2002: usia kerja (148,730 juta), angkatan kerja (100,779 juta), penduduk yang kerja (91,647
juta), penganggur terbuka (9,132 juta), setengah penganggur terpaksa (28,869 juta), setengah
penganggur sukarela tidak diketahui jumlah pastinya. Hingga tahun 2002 saja telah banyak
pengangguran, apalagi di tahun 2003 hingga 2007 pasti jumlah penggangguran semakin
B. Rumusan Masalah
Seperti yang telah diuraikan pada latar belakang, maka penulis
mengambil rumusan masalah sebagai berikut
7. Apa janji realisasi Industri untuk menyerap tenaga kerja dan mengurangi
pengangguran
8. Sajian data pengangguran di indonesia
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulis membuat makalah yang berjudul ”Masalah Pengangguran
di Indonesia” adalah sebagai berikut:
pengangguran
8. Mengetahui data – data tentang pengangguran.
D. Metode Pengumpulan Data
Dalam penyusunan makalah ini, perlu sekali pengumpulan data serta sejumlah informasi
aktual yang sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas. Sehubungan dengan masalah
tersebut dalam penyusunan makalah ini, penulis menggunakan beberapa metode pengumpulan
data, yang pertama browsing di Internet, kedua dengan membaca media cetak dan dengan
E. Sistematika Penulisan
Makalah ”Masalah Pengangguran di Indonesia ini disusun dengan urutan
sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan
Pada bagian ini dijelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penulisan, metode pengumpulan data, dan sistematika penulisan.
Bab II Pembahasan
Pada bab ini ditemukan pembahasan yang terdiri dari definisi pengangguran, apa
masalah pengangguran di indonesia, bagaimana keadaan pengangguran di indonesia, bagaimana
keadaan angkatan kerja dan keadaan kesempatan kerja, kenapa pengangguran mengakibatkan
kemiskinan, apa dampak pengangguran di indonesia terhadap pertumbuhan asean, apa realisasi
industri untuk menyerap tenaga kerja dan mengurangi pengangguran, serta penyajian data
pengangguran di indonesia.
Bab III Penutup
Bab terakhir ini memuat kesimpulan dan solusi terhadap masalah
pengangguran di Indonesia.
Daftar Pustaka
Pada bagian ini berisi referensi-referensi dari berbagai media yang penulis
gunakan untuk pembuatan makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Pengangguran
Definisi pengangguran secara teknis adalah semua orang dalam referensi waktu tertentu,
yaitu pada usia angkatan kerja yang tidak bekerja, baik dalam arti mendapatkan upah atau
bekerja mandiri, kemudian mencari pekerjaan, dalam arti mempunyai kegiatan aktif dalam
mencari kerja tersebut. Selain definisi di atas masih banyak istilah arti definisi pengangguran
diantaranya:
Pengangguran adalah orang yang tidak bekerja berusia angkatan kerja yang tidak bekerja sama
sekali atau bekerja kurang dari dua hari selama seminggu sebelum pencacahan dan berusaha
memperoleh pekerjaan.
Definisi pengangguran berdasarkan istilah umum dari pusat dan latihan tenaga
kerja
Pengangguran adalah ornag yang tidak bekerja, sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan suatu
usaha baru, dan tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan.
B. Masalah Pengangguran di Indonesia
Pengangguran adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari
kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha
mendapatkan pekerjaan.
dengan jumlah lapangan pekerjaan yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi
pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan
Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk
Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik,
keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat
jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara.
Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah "pengangguran
terselubung" di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit,
Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi yang cukup
memprihatinkan ditandai dengan jumlah penganggur dan setengah penganggur yang besar,
pendapatan yang relatif rendah dan kurang merata. Sebaliknya pengangguran dan setengah
pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan pemborosan sumber daya dan potensi yang
ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong
peningkatan keresahan sosial dan kriminal, dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka
panjang.
keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan
sosial dan kriminal; dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.
Pembangunan bangsa Indonesia kedepan sangat tergantung pada kualitas sumber daya
manusia Indonesia yang sehat fisik dan mental serta mempunyai ketrampilan dan keahlian kerja,
sehingga mampu membangun keluarga yang bersangkutan untuk mempunyai pekerjaan dan
penghasilan yang tetap dan layak, sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup, kesehatan dan
sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter harus mengarah pada penciptaan dan perluasan
kesempatan kerja. Untuk menumbuh kembangkan usaha mikro dan usaha kecil yang mandiri
perlu keberpihakan kebijakan termasuk akses, pendamping, pendanaan usaha kecil dan tingkat
Kabupaten/Kota harus merupakan satu kesatuan yang saling mendukung untuk penciptaan dan
Pengangguran (GNPP) dengan mengerahkan semua unsur- unsur dan potensi di tingkat nasional
dan daerah untuk menyusun kebijakan dan strategi serta melaksanakan program penanggulangan
pengangguran. Salah satu tolok ukur kebijakan nasional dan regional haruslah keberhasilan
dalam perluasan kesempatan kerja atau penurunan pengangguran dan setengah pengangguran.
Gerakan tersebut dicanangkan dalam satu Deklarasi GNPP yang diadakan di Jakarta 29
Juni 2004. Lima orang tokoh dari pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, perwakilan
Gubernur Riau H.M. Rusli Zainal; Walikota Pangkal Pinang Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung H. Zulkarnaen Karim; Palgunadi; T. Setyawan,ABAC; pengusaha; DR. J.P. Sitanggang,
UPN Veteran Jakarta; Bambang Ismawan, Bina Swadaya, LSM; mereka adalah sebagian kecil
dari para tokoh yang memandang masalah ketenagakerjaan di Indonesia harus segera
Menurut para deklarator tersebut, bahwa GNPP ini dimaksudkan untuk membangun
kepekaan dan kepedulian seluruh aparatur dari pusat ke daerah, serta masyarakat seluruhnya
Dalam deklarasi itu ditegaskan, bahwa untuk itu, sesuai dengan Undang-undang Nomor 13 tahun
Kesempatan Kerja.
menunjukan suatu kepedulian dari segenap komponen bangsa terhadap masalah ketenagakerjaan,
kesempatan kerja itu bukan semata fungsi dan tanggung jawab Depatemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, akan tetapi merupakan tanggung jawab kita semua, pihak pemerintah baik pusat
maupun daerah, dunia usaha, maupun dunia pendidikan. Oleh karena itu, dalam penyusunan
kebijakan dan program masing-masing pihak, baik pemerintah maupun swasta harus dikaitkan
Sementara itu dalam Raker dengan Komisi VII DPR-RI 11 Februari 2004 yang lalu,
Menakertrans Jacob Nuwa Wea dalam penjelasannya juga berkesempatan memaparkan konsepsi
penanggulangan pengangguran di Indonesia, meliputi keadaan pengangguran dan setengah
pengangguran; keadaan angkatan kerja; dan keadaan kesempatan kerja; serta sasaran yang akan
dicapai. Dalam konteks ini kiranya paparan tersebut masih relevan untuk diinformasikan.
Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa …”. Selanjutnya secara lebih konkrit pada Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa : ” tiap-
tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan ” dan
pada Pasal 28 D ayat (2) menyatakan bahwa:” Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat
imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”. Hal ini berarti, bahwa secara
cukup, produktif dan remuneratif.. Kedua Pasal UUD 1945 ini perlu menjadi perhatian bahwa
upaya-upaya penanganan pengangguran yang telah dilaksanakan selama ini masih belum
Pengangguran.
terkait sedang menyusun konsepsi penanggulangan pengangguran. Dalam proses penyusunan ini
telah dilakukan beberapa kali pembahasan di lingkungan Depnakertrans sendiri, dengan Tripartit
secara terbatas (Apindo dan beberapa Serikat Pekerja); dan juga pembahasan dengan beberapa
lanjut dengan berbagai pihak yang lebih luas, antara lain sangat dibutuhkan masukan dan
dukungan sepenuhnya dari Anggotra DPR-RI yang terhormat khususnya Komisi VII; masih
memerlukan waktu dan dukungan biaya sehingga pada akhirnya dapat dirumuskan suatu
ekonomi 6 persen, yang berlangsung selama enam bulan sejak triwulan IV tahun 2004 hingga
triwulan I tahun 2005, sebagai pertumbuhan tidak berkualitas karena tak mampu menekan
Pertumbuhan ekonomi itu dinilai semu karena kesejahteraan masyarakat tidak semakin
membaik. Hal itu tercermin dari munculnya kasus busung lapar di beberapa lokasi.
Direktur Utama Indef M Fadhil Hasan mengungkapkan hal tersebut saat memublikasikan
Kajian Tengah Tahun 2005 di Jakarta, Rabu (3/8). ”Ini merupakan anomali dalam perekonomian
Menurut dia, pertumbuhan semu itu terjadi karena kontribusi penggerak ekonomi pada
periode tersebut lebih disebabkan oleh berlangsungnya penurunan impor sehingga ekspor bersih
Indonesia seolah-olah membaik. Pada triwulan I 2005 nilai impor menurun sebesar 0,49 persen
jumlah besar, seperti pertanian, industri manufaktur, dan sektor bangunan. Indeks Tendensi
Bisnis menurun ke level pesimistis dari 113,5 di triwulan IV 2004 menjadi 98,93 pada triwulan I
memperkirakan defisit APBN-P 2005 membengkak menjadi satu persen terhadap produk
domestik bruto (PDB) atau Rp 26,2 triliun. Itu berarti Rp 5,85 triliun lebih tinggi dari target
APBN-P 2005 sebesar Rp 20,33 triliun atau 0,8 persen terhadap PDB.
Defisit itu terjadi karena selisih antara realisasi keuangan pemerintah Semester I dan
perkiraan Semester II 2005. Pemerintah memperkirakan pendapatan negara dan hibah akan
mencapai Rp 516,03 triliun atau lima persen lebih tinggi dari target APBN-P 2005 senilai Rp
491,59 triliun. Sementara belanja negara diperkirakan Rp 542,2 triliun atau 5,9 persen di atas
Pengangguran terjadi disebabkan antara lain, yaitu karena jumlah lapangan kerja yang
tersedia lebih kecil dari jumlah pencari kerja. Juga kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan
pasar kerja. Selain itu juga kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi para pencari kerja
Fenomena pengangguran juga berkaitan erat dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja, yang
disebabkan antara lain; perusahaan yang menutup/mengurangi bidang usahanya akibat krisis
ekonomi atau keamanan yang kurang kondusif; peraturan yang menghambat inventasi; hambatan
Menurut data BPS angka pengangguran pada tahun 2002, sebesar 9,13 juta penganggur
terbuka, sekitar 450 ribu diantaranya adalah yang berpendidikan tinggi. Bila dilihat dari usia
penganggur sebagian besar (5.78 juta) adalah pada usia muda (15-24 tahun). Selain itu terdapat
sebanyak 2,7 juta penganggur merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan (hopeless). Situasi
seperti ini akan sangat berbahaya dan mengancam stabilitas nasional. Masalah lainnya adalah
jumlah setengah penganggur yaitu yang bekerja kurang dari jam kerja normal 35 jam per
minggu, pada tahun 2002 berjumlah 28,87 juta orang. Sebagian dari mereka ini adalah yang
bekerja pada jabatan yang lebih rendah dari tingkat pendidikan, upah rendah, yang
memprediksi bahwa jumlahpengangguran tahun ini akan meningkat menjadi 11,833 juta orang.
Angka tersebut belum termasuk eks tenagakerja Indonesia (TKI) yang kembali ke Tanah Air dari
pengangguran pada 2005 sekitar 9,9juta orang," kata Koordinator P2E LIPI, Wijaya Adi, kepada
fenomena yang muncul pada masa krisis, yaitupertumbuhan ekonomi ditopang oleh
pertumbuhan konsumsi. Padahal konsumsi tidak memberikan pengaruh kepada penyerapan
tenaga kerja. Bila sebelum krisis kenaikan pertumbuhan ekonomi 1 persen mampu menyerap 400
ribu tenaga kerja, sekarang hanya menyerap 250 ribu tenaga kerja.
Padahal dalam setahun, menurut dia, tambahan angkatan kerja mencapai 2,5 juta orang
atau 12,5 juta orang selama lima tahun. Dengan target pertumbuhan ekonomi 2005 sebesar 5,5
persen, tenaga kerja yang dapat diserap hanya 1,375 juta orang. "Tambahan pengangguran pada
2005 akan berkisar pada angka 1,125 juta orang," ujarnya. "Ditambah stok penganggur pada
tahun-tahun sebelumnya, diperkirakan jumlah penganggur pada 2005 akan berkisar 11,833 juta
orang."
Akibat bencana ini, boleh jadi angka pengangguran di Indonesia akan lebih besar. Sebab,
menurut Organisasi Buruh Internasional (ILO), ada 600 ribu pengangguran pascabencana
bencana ini
diperkirakan 30 persen atau lebih, meningkat drastis dari tingkat 6,8 persen di provinsi-provinsi
tersebut sebelum tertimpa bencana (Koran Tempo, 24/1). Wijaya membenarkan bila
memperhitungkan eks TKI dan pascatsunami, angka pengangguran bisa lebih besar lagi.
"Perkiraan saya ada tambahan pengangguran sekitar 500 ribu orang," tuturnya.
setiap tahun upah buruh diwajibkan naik. Padahal penentuan upah buruh tidak dikaitkan secara
langsung dengan produktivitas tenaga kerja. Dalam batas tertentu, kata dia, hal itu akan
menyebabkan biaya produksi meningkat dan pada gilirannya akan mempengaruhi daya saing.
Padahal di berbagai negara pesaing Indonesia, seperti Vietnam, upah buruh relatif lebih rendah
dengan produktivitas tenaga kerja lebih tinggi atau sama. Menurut dia, jika persoalan ini tidak
diselesaikan, konflik antara pengusaha dan tenaga kerja akan tetap berlanjut."Dalam jangka
panjang hal ini akan merugikan," katanya, "sebab salah satu pertimbangan hengkangnya investor
dipengaruhi oleh besarnya angkatan kerja. Angkatan kerja di Indonesia pada tahun 2002 sebesar
angkatan kerja usia sekolah (15-24 tahun) sebanyak 20,7 juta. Pada sisi lain, 45,33 juta orang
kerja.di.Indonesia.kualitasnya.masih.rendah.
tersebut adalah keadaan kesempatan kerja. Pada tahun 2002, jumlah orang yang bekerja adalah
sebesar 91,6 juta orang. Sekitar 44,33 persen kesempatan kerja ini berada disektor pertanian,
yang hingga saat ini tingkat produktivitasnya masih tergolong rendah. Selanjutnya 63,79 juta dari
kesempatan
kerja
yang
tersedia
tersebut
berstatus
informal.
Ciri lain dari kesempatan kerja Indonesia adalah dominannya lulusan pendidikan SLTP ke
bawah. Ini menunjukkan bahwa kesempatan kerja yang tersedia adalah bagi golongan
berpendidikan rendah.
mempunyai persyaratan kerja yang rendah dan memberikan imbalan yang kurang layak.
Tanggal 17 Oktober lalu komunitas global baru saja merayakan hari anti kemiskinan se-
dunia. Akan tetapi di negeri ini, kemiskinan adalah simbol sosial yang nyaris absolut dan tak
predikat negeri miskin seakan sulit lepas dari bangsa yang potensi kandungan kekayaan alamnya
terkenal melimpah. Cerita pilu kemiskinan seakan kian lengkap dengan terjadinya berbagai
musibah alam dan bencana buatan: gempa bumi, tsunami, lumpur panas Lapindo, dan kebakaran
hutan yang diikuti kabut asap. Kantung-kantung kemiskinan di negeri ini kian hari kian
menyebar bak virus ganas, mulai dari lapis masyarakat pedesaan, kaum urban perkotaan,
menunjukkan trend memburuk. Jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 17 persen dari
populasi penduduk yang kini telah mencapai angka 220 juta jiwa. Menurut data resmi Susenas
(BPS, 2006), jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 juta jiwa (15,97 persen) menjadi
29,05 juta jiwa (17,75 persen). Sementara jumlah penganggur menurut data Sakernas (BPS,
2006) juga terus meningkat dari 10,9 juta jiwa (10,3 persen) pada Februari 2005 menjadi 11,1
Padahal, perang melawan kemiskinan sudah ditabuh sejak lama di negeri ini. Di era Orde
Baru, misalnya, pemerintah menggalang berbagai sarana dan cara untuk mengatasi kemiskinan.
Pembangunan fisik digenjot di berbagai bidang, pertumbuhan ekonomi menjadi fokus perhatian,
investasi asing digalakkan, berbagai jenis skema kredit investasi kecil dan kredit modal kerja
digelar, bahkan utang luar negeri pun ditempuh sebagai alternatif untuk menopang idea of
keberpihakan ideologis pemerintah tak jelas, hasil pembangunan ala Orde Baru itu tak bisa
sepenuhnya bisa dirasakan rakyat lapis bawah. Yang terjadi, seluruh angka-angka keberhasilan
pembangunan yang digarap secara intens selama 30 tahun itu, rontok tersapu krisis ekonomi dan
Meski pemerintahan terus berganti, kemiskinan tetap saja menjadi virus endemis yang
terus mendera rakyat. Secara empirik, data pemerintah menunjukkan, 70 persen rakyat kita
menggantungkan sumber penghidupannya dari sektor ekonomi mikro berbasis sumber daya alam
terbarukan. Di sektor pertanian, petani kita telah sejak lama mengembangkan tanaman pangan,
holtikultura, perkebunan, dan peternakan. Di sektor kelautan dan perikanan, nelayan kita
kelautan, dan non-conventional ocean resources. Sementara di sektor kehutanan, masyarakat kita
mampu mengoptimalkan pengelolaan hutan alam, hutan tanaman industri, dan agroforestry.
Pada level teknis, data tahun 2006 menunjukkan bahwa hanya 23 persen anggaran
pembangunan pemerintah yang tergunakan. Akibatnya, dana pembangunan yang berjumlah lebih
dari Rp 50 triliun parkir di Bank Indonesia. Sementara di bank pembangunan daerah (pengelola
dana pemerintah daerah), lebih dari Rp 40 triliun juga parkir dalam bentuk Sertifikat Bank
Indonesia (SBI). Dana “menganggur” ini semestinya bisa digunakan untuk membantu percepatan
pertumbuhan sektor riil agar mampu menyerap tenaga kerja dan mengentaskan kemiskinan.
Pada level global, Indonesia juga telah masuk dalam kategori negara yang paling gagal
dalam pencapaian target-target Millenium Development Goals (MDGs), sebuah komitmen global
yang ikut ditandatangani pemerintah Indonesia guna mengatasi masalah kemiskinan akut.
Padahal, kucuran dana yang datang dari World Bank, IMF, ADB, CGI, dan donor bilateral (baik
mencapi angka puluhan milyar dolar. Di sini, komitmen melawan kemiskinan menjadi patut
dipertanyakan.
Contoh nyata melawan kemiskinan sebenarnya telah terbentang di depan mata. Pada aras
global, gerakan masyarakat sipil anti globalisasi-neoliberal (sejak Seattle, Cancun, Hongkong,
hingga Singapura) terus menyerukan ”Global Call to Action Against Poverty”. Mereka dengan
gamblang menunjukkan berbagai metode dan aksi-aksi politik nyata guna melawan sumber-
sumber kemiskinan. Juga Ikhtiar seorang Muhammad Yunus, pemenang nobel perdamaian 2006,
yang mendesain model ”Bank Grameen” (dan fungsi intermediasi)-nya sebagai solusi efektif
memerangi kemiskinan di Bangladesh, sejatinya bisa menjadi sumber inspirasi mutakhir bagi
Masalahnya sekarang, apakah para elite, politisi, dan birokat kita punya keberpihakan
ideologis untuk melawan kemiskinan? Adakah komitmen tegas dari para penentu kebijakan
negara untuk memberantas KKN secara radikal? Jika negara tak sanggup menyatakan perang
terhadap kemiskinan, gagal dalam memerangi korupsi, dan tetap malas melaksanakan agenda
reformasi sebaga
mengajak ASEAN menyimak lebih dekat kepada persoalan ketenagakerjaan. "Pengangguran tak
hanya menampilkan masalah ekonomi tetapi juga membawa dampak luas di bidang sosial,
keamanan dan politik yang pada gilirannya menimbulkan gangguan, stabilitas nasional dan
akhirnya menjadi ketegangan dalam hubungan antarbangsa-bangsa di kawasan ini," katanya saat
membuka pertemuan ke-17 Menteri Tenaga kerja ASEAN di Mataram, NTB, Kamis (8/5).
Pertemuan internasional pertama di Mataram sejak terjadinya tragedi bom Bali itu diikuti seluruh
negara ASEAN, yakni tujuh menteri tenaga kerja, satu menteri negara, dan dua deputy menteri.
Selain itu juga diikuti tiga wakil menteri dari negara mitra dialog dari China, Jepang, dan Korea
Selatan termasuk dari perwakilan Organisasi Buruh Internasional, serta dari Sekretariat Jenderal
ASEAN. Presiden menyebutkan pengangguran di Indonesia hingga akhir tahun 2001 mencapai
angka 8,1 persen. Bila itu yang menjadi tolok ukur, maka angka itu paling menyimpan
kekhawatiran di kawasan ASEAN. "Angka tersebut lebih tinggi bila dibanding dengan realisasi
pertumbuhan ekonomi serta kemampuan kami dalam mengundang investasi," katanya. Dalam
konteks ASEAN, meluasnya situasi seperti itu jelas sangat mengkhawatirkan dan
sungguh memerlukan kewaspadaan.
Dari sudut pandang tersebut Kepala Negara mengajak para menteri tenaga kerja ASEAN
memahami pemulihan ekonomi yang besar peranannya dalam penciptaan lapangan kerja akan
sangat berkaitan dengan kebijakan di banyak aspek, seperti fiskal, investasi, pembiayaan dan
perbankan, hukum dan keamanan. Sejak lebih dari tiga dasawarsa yang lalu, kata Megawati, para
pendahulu ASEAN telah bekerja keras membangun dasar-dasar kerjasama dan solidaritas
bangsa-bangsa di kawasan ini, dengan keyakinan bahwa hanya dengan stabilitas politik dan
keamanan di kawasan masing- masing dapat membangun kehidupan yang sejahtera dan maju.
Dengan perkembangan dan kemajuan yang dialami saat ini, bangsa- bangsa dan negara
ASEAN telah semakin berubah menjadi masyarakat besar yang kian terbuka. Sekecil apa pun
perkembangan negatif yang terjadi di suatu negara akan menjalar dan memberi pengaruh
kesejahteraan tenaga kerja terutama soal pengupahan, jaminan sosial, PHK ataupun mekanisme
antara
hak
dan
kewajiban
tenaga
kerja
dan
pemberi
kerja.
Presiden juga memberikan gambaran tentang ragam dan tingkat kesulitan yang harus
diatasi hampir oleh setiap negara anggota ASEAN dalam lima tahun terakhir ini. Menurut
Presiden, ada yang telah selesai menormalisasi keadaan dan mulai bangkit lagi, ada yang sudah
pada tahap akhir pemulihan, tetapi ada juga yang masih harus bergulat dengan banyak persoalan
baik yang lama ataupun yang belakangan timbul sebagai dampak dari persoalan itu sendiri.
"Akhir-akhir ini jerih payah tadi malah mulai tampak memudar atau malah tertimbun oleh
kesulitan baru yang bersumber dari ancaman terorisme ataupun wabah penyakit,” kata
Megawati. Pertemuan Menaker ke-17 tersebut akan berlangsung hingga 9 Mei 2003.Indonesia
sebelumnya pernah menjadi tuan rumah untuk pertemuan serupa yang pertama dan yang ketujuh.
Sedangkan pertemuan ke-16 tahun 2002 berlangsung di Laos, dan pertemuan ke 18 tahun 2004
Indonesia pada angka pengangguran di kawasan Asia Tenggara itu sudah mencapai 60 persen.
Wakil Sekjen Dewan Pengurus Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) ,
Indonesia tidak menarik bagi investor sebagai tempat investasi yang berakibat pada tidak
Menurut dia, tidak menariknya Indonesia sebagai tempat investasi karena dipicu banyak
hal mulai dari infrastruktur yang tidak memadai hingga birokrasi perizinan.yang.masih.berbelit.
kalau listrik dan gas sulit didapat seperti saat ini," katanya di sela-
sela.rapat.tahunan.Apindo.Sumut.
Dia tidak merinci data pengangguran di Asean, tapi di Indonesia disebutkan sekitar 40
jutaan bahkan lebih karena tahun ini jumlahnya semakin bertambah menyusul banyaknya
tingginya.tingkatan.kriminilitas,"katanya.
tahun ini PHK terjadi pada ribuan tenaga kerja menyusul krisis listrik dan gas yang masih
berlanjut. PHK, katanya terbesar terjadi pada industri sarungtangan karet dan keramik yang
perekonomian dan industri yang berpusat pada kekayaan alam, yakni pertanian dan laut. Selepas
lima abad, muncullah Republik Indonesia dengan mimpi besar membangun industri maju, tetapi
melupakan kemakmuran petani dan nelayan. Perbagai peninggalan candi sebagai bukti kejayaan
bangsa berikut reliefnya, seperti simbol Yoni-Lingga, adalah pertanda kemajuan dan
kemakmuran masyarakat yang berbasis agraria. Demikian pula gambaran "Kapal Borobudur"
yang menggambarkan keakraban masyarakat Indonesia masa lampau dengan lautan luas.
Sesungguhnya, kembali pada jati diri lewat pengembangan industri berbasis lokal, yakni
pertanian dan kelautan, adalah jawaban mutlak untuk menyerap tenaga kerja yang melimpah
Kondisi riil membuktikan bahwa industri teknologi tinggi dikuasai negara maju,
sedangkan industri teknologi rendah (low technology intensity) dikuasai China, Vietnam, dan
negeri jiran lain yang baru berkembang. Praktis, menghadapi persaingan yang tidak seimbang
itu, Indonesia harus melakukan renaisans (renaissance) atau gerakan kembali ke industri mula-
mula di negeri ini, yakni sektor pertanian dan kelautan. Selanjutnya barulah industri lainnya
berkembang, tetapi terkait atau berangkat dari pengembangan kedua sektor tersebut. Pengamat
ekonomi, Faisal Basri, menegaskan, dengan mencermati sejarah masa silam tersebut,
tentudeportasi massal ratusan ribu tenaga kerja Indonesia (TKI) dari Malaysia tidak perlu terjadi.
"Keberadaan TKI adalah ekses dari kegagalan kebijakan lompatan industri. Tanpa memiliki
basis industri intensitas rendah yang kuat, kita langsung memaksakan diri bermain di sektor
intensitas teknologi tinggi, seperti pembuatan pesawat. Alhasil, semuanya gagal dan telanjur
menciptakan angkatan kerja yang meninggalkan kehidupan agraria dan nelayan, tetapi tidak
terserap dalam pasar kerja di perkotaan. Mereka ini adalah korban kebijakan pembangunan yang
Dunia industri Indonesia dewasa ini menjadi potret kegagalan industrialisasi, seperti terjadi
di China pada dekade 1960-an akibat kebijakan lompatan jauh ke depan ala Mao Ze Dong. Alih-
alih mengikuti proses alamiah perkembangan industri dari skala teknologi rendah, teknologi
menengah, hingga teknologi tinggi, Indonesia memaksakan diri "melompat" dari industri teknologi
rendah ke teknologi tinggi semasa BJ Habibie menjadi Menteri Riset dan Teknologi.
Ketika itu, Malaysia dan Thailand konsisten mempelajari agrobisnis di Indonesia serta
lebih asyik membuat industri pesawat terbang yang bahkan tidak dilakukan oleh Jepang. Hal
serupa dialami Korea Selatan pada periode 1970-an akibat blunder kebijakan industrialisasi oleh
Park Chung-Hee dalam periode tersebut. Menurut Faisal Basri, hanya industri baja saja yang
Namun, pemimpin Korea Selatan cepat menyadari kesalahan dan cepat kembali
mengikuti logika sehat dalam mengembangkan industri dengan kembali ke titik awal, yakni
mengukuhkan sektor pertanian- kelautan sebelummenapaki industri teknologi menengah dan
teknologi tinggi.
Mereka berangkat dari pemikiran logis, yakni mengembangkan sektor padat karya,
menghasilkan devisa, dan mendorong industri berbasis sumber daya alam (resource-based
industry). Kebijakan tersebut sangat berdasar karena sektor pertanian dan perikanan serta budi
daya laut bersifat padat karya (labour intensive). Perlahan tetapi pasti, Korea Selatan
berkembang menjadi raksasa ekonomi. Skema tersebut mampu menyerap tenaga kerja dan
menghasilkan devisa untuk membayar utang luar negeri, kemudian mengembangkan industri ke
meninggalkan industri seperti tekstil untuk produksi massal dan usaha jenis tersebut melakukan
relokasi ke China dan Vietnam. Hal tersebut merupakan sebuah prestasi mengingat berdasar
Namun, di Indonesia terjadi paradoks. Di saat terjadi fenomena teori modernisasi berupa
peralihan dari pertanian ke sektor industri dan jasa, justru terjadi gerakan kembali ke desa akibat
menyusutnya lapangan kerja di perkotaan. Akan tetapi, tenaga kerja ini juga tidak terserap akibat
rendahnya produktivitas industri pertanian. Akibatnya, tenaga kerja tersebut berakhir sebagai
perlunya menata industri pertanian. Akan tetapi, dia menekankan, industri manufaktur harus
tetap mendapat perhatian. Pasalnya, sektor industri yang masih tersisa ini juga harus
diselamatkan karena semakin terpuruk akibat persaingan dan terlebih lagi tekanan produk
Kondisi riil saat ini ada persoalan mendasar yang menghambat upaya menggerakkan
sektor manufaktur, yakni tingginya biaya yang bersumber dari aturan-aturan mengenai
perburuhan. Pelbagai peraturan yang ada justru semakin memberatkan dunia usaha. Padahal,
pihak pengusaha tengah berusaha mempertahankan pekerja tetap berada di sektor formal
Peraturan yang justru semakin memberatkan pengusaha dan buruh itu misalnya aturan
mengenai pesangon yang terlalu besar dan Upah Minimum Provinsi (UMP). Seharusnya, lanjut
Anton Supit, terjadi perpindahan pekerja informal ke sektor formal dalam kondisi normal.
Apalagi jumlah tenaga kerja informal di Indonesia menurut Organisasi Buruh Internasional
(ILO) telah mencapai 68-70 persen dari angkatan kerja. Kondisi ini pada akhirnya mendorong
kontrak yang memang tidak memberi jaminan kelangsungan kerja bagi buruh. Faisal Basri
membenarkan pendapat tersebut. Menurut dia, beratnya komponen pajak dan peraturan
contoh, untuk memecat tenaga kerja akan memunculkan biaya yang sangat tinggi bagi
pengusaha. Kebijakan perpajakan juga turut menyudutkan dunia usaha, misalnya pajak yang
harus ditanggung pabrik olahan mete jauh lebih besar dibandingkan eksportir mete mentah.
Meski demikian, Anton Supit merasa optimistis dunia usaha di Indonesia masih akan
berkembang. Pasalnya, kondisi adanya pasar, kompetensi, dan harga sebetulnya tetap dapat
dipenuhi oleh sektor manufaktur. Direktur Tenaga Kerja dan Analisa Ekonomi Badan
tersebut lebih efektif untuk mengatasi persoalan labour regulation cost sehingga
dunia usaha dapat diselamatkan.
Di lain pihak, kebijakan industri juga terus diarahkan untuk menyerap angkatan kerja
secara maksimal. Sasaran utamanya yakni menekan penganggur hingga 5,1 persen dari total
angkatan kerja pada tahun 2009. Akan tetapi, Faisal Basri bersikap pesimistis karena menilai
pemerintah tidak serius dalam menangani industri pertanian dan kelautan, seperti terlihat dalam
Infrastructure Summit awal tahun ini. Pembahasan tentang infrastruktur yang dilakukan ternyata
tidak menyentuh langsung atau menunjang sektor pertanian dan kelautan. Yang menjadi
perhatian adalah pembangkit listrik, jalan tol, dan pelbagai proyek mercusuar lain. Proyek yang
diusulkan ternyata tidak kompatibel dengan sumber persoalan, yakni membangun sektor
pertanian dan kelautan. Usulan proyek yang ada justru mendukung proyek dan pabrik besar
Faisal Basri menambahkan, salah satu penyebab kebijakan yang tidak menyentuh
persoalan adalah perilaku para politisi yang sebagian besar bukanlah negarawan. Mereka hanya
memikirkan kepentingan sesaat dengan menyetujui atau mendukung proyek yang hasilnya dapat
terlihat semasa jabatan mereka tanpa memikirkan kesinambungan sebuah kebijakan. Apalagi
membangun industri dasar seperti pertanian dan kelautan merupakan pekerjaan jangka panjang
dalam dua atau tiga dasawarsa, seperti dialami Thailand dan Malaysia.
Padahal, jika para politisi jeli, lahan untuk mencari dukungan suara terbesar ada di sektor
pertanian dan kelautan. Namun, ketidakpekaan para elite atas pembangunan dunia pertanian atau
kelautan terlihat jelas dari pos jabatan menteri di sektor pertanian, ketenagakerjaan ataupun
usaha kecil dan menengah yang tidak dipegang oleh partai berkuasa. Posisi tersebut dianggap
tenaga kerja yang diisi oleh kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Saat ini, tidak ada
dijabat oleh kader Partai Demokrat! Pengalaman sejarah kejayaan Sriwijaya dan Majapahit
tampaknya menjadi jawaban persoalan penyerapantenaga kerja dan TKI. Bukankah istilah
gemah ripah loh jinawi sempat dialami waktu itu ketika pertanian dan laut menjadi sumber hidup
negeri ini.
Hal-hal yang paling sedikit yang dapat dikembangkan untuk menciptakan lapangan kerja
bagi para penggemar sesuai pendidikannya, keterampilannya, umurnya penganggur terbuka atau
setengah penganggur, atau orang yang baru masuk ke pasar kerja, dan sebagainya. Diharapkan
ke depan kebijakan ketenagakerjaan dapat diubah (reorientasi) kembali agar dapat berfungsi
Salah satu jenis pengangguran yang bisa diukur dengan data Sakernas adalah
pengangguran terbuka dan setengah pengangguran. Kali ini Penulis ingin mencoba membuat
analisa sederhana dengan data terbaru yaitu Sakernas 2006 (Februari). Pengangguran terbuka
artinya orang yang tidak bekerja dan sedang mencari pekerjaan, sedang mempersiapkan usaha,
sudah punya pekerjaan tapi belum dimulai, dan orang yang merasa tidak mungkin mendapat
pekerjaan. Dalam analisa ini juga akan disinggung tentang gender, umur dan wilayah
(kota/desa).
Pengangguran di Indonesia sudah mencapai 11 juta (usia 15 tahun keatas) dan 8.5 juta-
nya penduduk usia 15-29 tahun. Seperti pada Histogram 1 di atas, menunjukan angka
pengangguran terbuka (%) menurut umur (15 tahun ke atas, 15-29 tahun dan 30-49 tahun).
Terlihat jelas bahwa pengangguran terbuka banyak terjadi di usia remaja 15 sampai 29 tahun
(23%). Di usia tersebut banyak sekali lulusan sekolah yang ingin mendapatkan pekerjaan, dari
yang baru lulus SMP, SMU maupun perguruan tinggi termasuk yang tidak sekolah. Sangat
masuk akal jika hal ini terjadi. Sedangkan untuk usia 30-49 tahun, jumlah penganggurannya
tidak terlalu tinggi (hanya4%). Angka pengangguran terbuka penduduk usia lebih dari 15 tahun
ke atas sekitar10.4%. Jika kita lihat, ternyata kaum perempuan-lah yang banyak sebagai
penganggur terbuka, sekitar27.6% (usia 15-29 th) atau13.7% (usia di atas 15 tahun). Hal-hal
yang menyebabkan fenomena ini antara lain masih adanya diskriminasi gender, jenis pekerjaan
yang tersedia kebanyakan untuk laki-laki. Hal-hal tersebut masih perlu dianalisa lebih lanjut.
Kita semua sudah tahu bahwa sebagian besar pekerjaan tersedia lebih banyak di
masalah sumber daya manusia itu sendiri dan tentunya keterbatasan lapangan pekerjaan.
Indonesia menempati urutan ke 133 dalam hal tingkat pengangguran di dunia, semakin rendah
peringkatnya maka semakin banyak pulah jumlah pengangguran yang terdapat di Negara
tersebut. Untuk mengatasi masalah pengangguran ini pemerintah telah membuat suatu program
untuk menampung para pengangguran. Selain mengharapkan bantuan dari pemerintah sebaiknya
kualitas sumber daya kita agar tidak menjadi seornag pengangguran dan
menjadi beban pemerintah.
B. Solusi Masalah Pengangguran di Indonesia
Sekitar 10 juta penganggur terbuka (open unemployed) dan 31 juta setengah penggangur
(underemployed) bukanlah persoalan kecil yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia dewasa
ini dan ke depan. Sepuluh juta penganggur terbuka berarti sekitar separo dari penduduk
Malaysia.
sosial, politik dan kemiskinan. Selain itu, pengangguran juga merupakan pemborosan yang luar
biasa. Setiap orang harus mengkonsumsi beras, gula, minyak, pakaian, energi listrik, sepatu, jasa
dan sebagainya setiap hari, tapi mereka tidak mempunyai penghasilan. Bisa kita bayangkan
berapa ton beras dan kebutuhan lainnya harus disubsidi setiap harinya.
Bekerja berarti memiliki produksi. Seberapa pun produksi yang dihasilkan tetap lebih
baik dibandingkan jika tidak memiliki produksi sama sekali. Karena itu, apa pun alasan dan
bagaimanapun kondisi Indonesia saat ini masalah pengangguran harus dapat diatasi dengan
berbagai upaya.
disiplin ilmu terkait. Yang jelas pengangguran hanya dapat ditanggulangi secara konsepsional,
ditempuh sebagai berikut. Setiap penganggur diupayakan memiliki pekerjaan yang banyak bagi
kemanusiaan artinya produktif dan remuneratif sesuai Pasal 27 Ayat 2 UUD 1945 dengan
partisipasi semua masyarakat Indonesia. Lebih tegas lagi jadikan penanggulangan pengangguran
Untuk itu diperlukan dua kebijakan, yaitu kebijakan makro dan mikro (khusus).
Kebijakan makro (umum) yang berkaitan erat dengan pengangguran, antara lain kebijakan makro
ekonomi seperti moneter berupa uang beredar, tingkat suku bunga, inflasi dan nilai tukar yang
melibatkan Bank Indonesia (Bank Sentral), fiskal (Departemen Keuangan) dan lainnya. Dalam
keputusan rapat- rapat kebinet, hal-hal itu harus jelas keputusannya dengan fokus pada
penanggulangan pengangguran. Jadi setiap lembaga pemerintah yang terkait dengan
Selalin itu, ada juga kebijakan mikro (khusus). Kebijakan itu dapat dijabarkan dalam
kesadaran bahwa setiap manusia sesungguhnya memilki potensi dalam dirinya namun sering
tidak menyadari dan mengembangkan secara optimal. Dengan demikian, diharapkan setiap
pribad
sanggup mengaktualisasikan potensi terbaiknya dan dapat menciptakan kehidupan yang lebih
baik, bernilai dan berkualitas bagi dirinya sendiri maupun masyarakat luas.
Kepribadian yang matang, dinamis dan kreatif memiliki tujuan dan visi yang jauh ke
depan, berani mengambil tantangan serta mempunyaimindset yang benar. Itu merupakan
tuntutan utama dan mendasar di era globalisasi dan informasi yang sangat kompetitif dewasa ini
Perlu diyakini oleh setiap orang, kesuksesan yang hakiki berawal dari sikap mental kita
untuk berani berpikir dan bertindak secara nyata, tulus, jujur matang, sepenuh hati, profesional
dan bertanggung jawab. Kebijakan ini dapat diimplementasikan menjadi gerakan nasional
melalui kerja sama dengan lembaga pelatihan yang kompeten untuk itu
komunikasi. Ini akan membuka lapangan kerja bagi para penganggur di berbagai jenis maupun
tingkatan. Harapan akan berkembangnya potensi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) baik potensi sumber daya alam, sumber daya manusia maupun keuangan (finansial).
Tenaga Kerja (PT Jamsostek) menjadi Badan Jaminan Sosial Nasional yang terdiri dari berbagai
devisi menurut sasarannya. Dengan membangun lembaga itu, setiap penganggur di Indonesia
akan tercatat dengan baik dan mendapat perhatian khusus. Secara teknis dan rinci, keberadaaan
banyak jenis perizinan yang menghambat investasi baik Penanamaan Modal Asing (PMA),
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan investasi masyarakat secara perorangan maupun
berkelompok. Itu semua perlu segera dibahas dan disederhanakan sehingga merangsang
masalah di wilayah perkotaan lainnya, seperti sampah, pengendalian banjir, dan lingkungan yang
tidak sehat. Sampah, misalnya, terdiri dari bahan organik yang dapat dijadikan kompos dan
kerja dan pupuk organik itu dapat didistribusikan ke wilayah-wilayah tandus yang berdekatan
untuk meningkatkan produksi lahan. Semuanya mempunyai nilai ekonomis tinggi dan akan
Lembaga itu dapat disebutkan sebagai job center dan dibangun dan dikembangkan secara
profesional sehingga dapat membimbing dan menyalurkan para pencari kerja. Pengembangan
lembaga itu mencakup, antara lain sumber daya manusianya (brainware), perangkat keras
(hardware), perangkat lunak (software), manajemen dan keuangan. Lembaga itu dapat di bawah
Ketujuh, menyeleksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang akan dikirim ke luar negeri.
Perlu seleksi lebih ketat terhadap pengiriman TKI ke luar negeri. Sebaiknya diupayakan tenaga-
tenaga terampil (skilled). Hal itu dapat dilakukan dan diprakarsai oleh Pemerintah Pusat dan
Daerah.
Bagi pemerintah Daerah yang memiliki lahan cukup, gedung, perbankan, keuangan dan
aset lainnya yang memadai dapat membangun Badan Usaha Milik Daerah Pengerahan Jasa
Tenaga Kerja Indonesia ke luar negeri (BUMD- PJTKI). Tentunya badan itu diperlengkapi
(PHI) dan pemutusan hubungan kerja (PHK). PHI dewasa ini sangat banyak berperan terhadap
dan seterusnya. Akibatnya, bukan hanya tidak mampu menciptakan lapangan kerja baru, justru
Pihak-pihak yang terlibat sangat banyak dan kompleks sehingga hal itu perlu dicegah
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mempunyai letak geografis yang strategis yang sebagian
besar berupa lautan dan pulau-pulau yang sangat potensial sebagai negara maritim. Potensi
kelautan Indonesia perlu dikelola lebih baik supaya dapat menciptakan lapangan kerja yang
Hal-hal yang paling sedikit yang dapat dikembangkan untuk menciptakan lapangan kerja
bagi para penggemar sesuai pendidikannya, keterampilannya, umurnya penganggur terbuka atau
setengah penganggur, atau orang yang baru masuk ke pasar kerja, dan sebagainya. Diharapkan
ke depan kebijakan
http://www.datastatistik-indonesia.com, 2007
http://www.dephan.go.id, 2007
http://www.google.co.id, 2007
http://id.wikipedia.co.id, 2007
http://www.instruments.worldpress.com, 2007
http://www.suarapembaruan.com, 2007
http://www.tempointeraktif.com, 2007