You are on page 1of 8

Yustika Era P.

(D0206025)

Judul skripsi : Pluralisme Agama dalam Film ( Studi analisis Semiotika Tentang
Simbol-Simbol Sosial dan Makna Pluralisme Agama dalam Film “cin(T)a”)

Latar Belakang Masalah


Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai

17.508 pulau. Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil antara Samudra Hindia

dan Samudra Pasifik dan mempunyai jumlah penduduk lebih dari 228 juta. Dengan

wilayah yang sangat luas dan jumlah penduduk yang sangat besar tersebut, tidak

mengeherankan ada banyak sekali suku bangsa dan agama yang ada di Indonesia. Ideologi

Pancasila mendasari Negara Indonesia di atas keyakinan kepada Ketuhanan yang Maha Esa

dan mengakui enam agama sebagai agama universal, yang sekaligus merupakan agama-

agama sebagian besar masyarakat Indonesia. Agama-agama tersebut antara lain Islam,

Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu. Selain keenam agama agama tersebut,

agama dan kepercayaan lokal juga diakui sebagai sumber tradisi dan adat daerah yang

berharga. Setiap agama diakui sebagai sumber moralitas dan etika sosial tinggi yang

masing-masing mendukung nilai-nilai pancasila, yaitu kemanusiaan yang beradab, keadilan

sosial, kedaulatan rakyat melalui musyawarah mufakat, dan kesatuan Negara Indonesia.1

Negara telah menjamin kebebasan beragama bagi seluruh warga negara

Indonesia. Seperti yang tertulis pada Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang menyatakan

bahwa Negara menjamin kebebasan beragama dan berkepercayaan. Namun dalam

kenyataan praktik-praktik kekerasan berbau agama dan diskriminasi terhadap agama

tertentu masih sering terjadi di Indonesia.

1
Suhadi Cholil, Resonansi Dialog Agama dan Budaya, Center for Religious & Cross-cultural Studies (CRCS),
2008, hal. 53.
1
Walaupun Presiden Abdurahman Wahid saat itu telah mengeluarkan Keppres

mengenai pencabutan larangan kegiatan beribadah agama Konghucu, tetapi masih banyak

penganut ajaran agama Konghucu yang mengalami diskriminasi dari pejabat-pejabat

pemerintah terutama dalam hal pencatatan identitas agama dalam Kartu Tanda Penduduk

(KTP).2 Hingga akhirnya Presiden Susilo Bambang Yodhoyono dalam perayaan Imlek di

gedung Jakarta Convention Center (JCC) pada tanggal 4 Februari 2006 menegaskan

kembali komitmennya untuk memberikan hak kepada pemeluk agama Konghucu untuk

mencatatkan identitas agamanya pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan mengakui

perkawinan ala Konghucu sebagai perkawinan yang sah dan berhak untuk dicatatkan di

kantor catatan sipil.3

Selain masalah diskrimasi terhadap agama tertentu, kondisi keberagamaan

Indonesia yang majemuk membuat berbagai kekerasan berbau agama masih sering terjadi.

Pada beberapa tahun yang lalu pengeboman gereja terjadi di berbagai tempat pada Hari

Natal. Berbagai perang saudara atas nama agama terjadi silih berganti, seperti kerusuhan

yang terjadi di Ambon, Maluku Utara dan juga Poso. Bahkan tak jarang kekerasan sering

terjadi dan menimbulkan korban dan membahayakan keselamatan jiwa manusia.

Beberapa konflik di Ambon, Maluku Utara dan juga Poso sudah berlalu, namun

kecurigaan, kebencian, intoleransi dan konflik di antara umat beragama di Indonesia masih

terjadi setiap hari. Sebagian umat Islam masih curiga terhadap upaya kristenisasi

sedangkan umat Kristen khawatir akan gerakan-gerakan islamisasi.4 Seperti yang dilakukan

oleh Front Pembela Islam atau yang lebih dikenal dengan FPI membubarkan acara
2
http://id.wikipedia.org/wiki/Agama#Agama_di_Indonesia diakses pada tanggal 26 Juli 2010 pukul 11.51
3
Suhadi Cholil, Op. Cit., hal 77.
4
Suhadi Cholil, Op. Cit., hal 53.
2
pelayanan sosial yang dilakukan oleh umat Kristen di Bekasi, Jawa Barat pada hari Minggu

4 Juli 2010. Sebuah spanduk dengan foto seorang pemuda Kristen, Andreas Sanau yang

dicurigai oleh massa FPI akan melakukan pembaptisan masal melalui acara tersebut

terpasang di depan masjid dengan tulisan "Orang ini patut dihukum mati!".5

Penerimaan terhadap perbedaan, ketidaksadaran atas kemajemukan dan adanya

sikap intoleran merupakan penyebab dari masalah-masalah ataupun konflik berbau agama

tersebut. Oleh karena itu, pluralisme diperlukan oleh kalangan beragama, Pluralisme

mendorong setiap orang untuk menyadari dan mengenal keragaman di segala bidang

kehidupan seperti agama, sosial, budaya, system politik, etnisitas, tradisi lokal dan

sebagainya. 6

Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa, ras, bahasa, adat

istiadat, agama dan sebagainya. Pesatnya modernisasi yang terwujud dalam kecanggihan

teknologi komunikasi dan informasi mendorong masyarakat yang heterogen terebut saling

berinteraksi. Maka, kehidupan masyarakat yang pluralistik tidak bisa dihindarkan lagi

keberadaannya, oleh karena itu pluralisme merupakan suatu keniscayaan.

Nurcholis Madjid menerjemahkan pluralisme sebagai suatu sistem nilai yang

memandang secara positif – optimis terhadap kemajemukan itu sendiri, dengan

menerimanya sebagai kenyataan dan berbuat sebaik mungkin berdasarkan kenyataan itu.

Atau dengan kata lain pluralisme dapat dimaknai sebagai sebuah paham yang menegaskan

bahwa perbedaan-perbedaan yang ada di antara manusia merupakan sebuah keniscayaan

5
http://english.kompas.com/read/2010/07/04/05170684/Indonesian.Islamists.Eye.Proselytizing.Christians
diakses pada tanggal 13 Juli 2010

6
Budhy Munawar Rachman, Argumen Islam Untuk Pluralisme, PT Grasindo, Jakarta, hal 18
3
yang harus diterima7. Oleh karena itu menurut Siti Musdah Mulia, titik tekan dari

pluralisme adalah toleransi dan saling menghargai.8

Menurut Budhy Munawar Rachman, Pluralisme diartikan sebagai sikap mengakui

bahwa di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, terdapat bukan hanya agama kita

sendiri, tetapi ada pemeluk agama lainnya dan kita harus mengakui bahwa setiap agama

dengan para pemeluknya masing-masing mempunyai hak yang sama untuk eksis.9

Pluralisme adalah suatu posisi, keyakinan, way of life, doktrin, ajaran, atau ideologi yang

mengakui semua agama adalah agama-agama yang otentik, valid, benar dan mempunyai

nilai dan daya untuk mengubah watak manusia, berfungsi positif untuk mengarahkan

manusia kepada kehidupan yang utuh, yang disebut keselamatan.10

Hingga akhirnya beberapa film religi karya anak negeri bermunculan yang

merepresentasikan kehidupan beragama di Indonesia dan menyampaikan pesan-pesan

mengenai perdamaian dalam menghadapi perbedaan termasuk perlunya pluralisme dalam

bermasyarakat.

Industri perfilman Indonesia sebenarnya telah memiliki sejarah yang sangat

panjang. Bermula dari diproduksinya sebuah film bisu berjudul Lady Van Java pada tahun

1926 oleh David. Pada tahun 1927 / 1928 Kruger Coorperation memproduksi film Eulis

7
http://www.al-shia.org/html/id/service/maqalat/m01/01.htm diakses pada tanggal 23 Agustus 2010 pukul
19.01
8
Budhy Munawar Rachman, op, Cit, hal 34
9
Ibid, hal 65
10
Ibid, hal 56
4
Atjih, dan sampai tahun 1930, masyarakat disuguhi film bisu lainnya yaitu Lutung

Kasarung, Si Conat dan Pareh.11

Setelah itu, dunia perfilman Indonesia sempat menjadi raja di negeri sendiri

sekitar tahun 1970-an sampai 1980-an. Pada saat itu, film Indonesia sempat merajai

bioskop-bioskop lokal. Film yang terkenal pada saat itu antara lain, Catatan Si Boy, Blok

M, dan sebagainya.12

Selama tahun 1980 sampai tahun 1990, berbagai masalah kompleks telah

menyebabkan perkembangan film Indonesia sangat terpuruk. Masalah-masalah tersebut

antara lain dikarenakan oleh persoalan dana, SDM, hingga kebijakan pemerintah.

Bombardir film-film impor juga membuat insan perfilman Indonesia saat itu tidak dapat

berkutik. Hingga akhirnya industri perfilman Indonesia bangkit ditandai dengan munculnya

film Petualangan Sherina. Secara komersil, film ini mampu menguasai bioskop-bioskop

lokal Indonesia. Setelah itu, muncul film-film lain dengan genre berbeda namun telah

sukses secara komersil, yakni Jelangkung, Ada Apa dengan Cinta, Biarkan Bintang

Menari, Di sini Ada Setan, dan sebagainya. 13

Tema film juga semakin bervariasi. Mulai dari film bertema komedi, percintaan,

action, dan yang sempat populer saat ini adalah film bertema horor. Akhir-akhir ini, tema

baru yaitu tema religi mulai menghiasi dunia perfilman Indonesia. Setelah film Ayat-Ayat

Cinta sukses mencuri perhatian masyarakat, beberapa produser film menggarap film sejenis

seperti Perempuan Berkalung Sorban, Ketika Cinta Bertasbih dan Emak Ingin Naik Haji
11
Drs. Elvirano Ardianto, M.Si dan Dra. Lukiati Komala Erdinaya, M.Si, Komunikasi Massa Suatu Pengantar,
Simbiosa Rekatama Media, Bandung, hal 135.

12
http://kata-kan.blogspot.com/2010/04/film-indonesia-genre-horor-dan.html
13
Ibid.
5
dan lain-lain. Selain itu, muncul beberapa judul film yang tidak bertema agamis, namun

membawa muatan religi yakni film Kata Maaf Terakhir dan Bukan Cinta Biasa.14 Film

bertema kontroversial kisah percintaan beda agama juga muncul, seperti film Tiga Hati,

Dua Dunia, Satu Cinta dan cin(T)a.

Cin(T)a adalah sebuah film yang menyentuh persoalan yang cukup sensitif, yaitu

menyangkut percintaan yang dibalut dengan berbedaan cinta agama. Film indie yang

diluncurkan oleh Sembilan Matahari Film dan disutradarai oleh Sammaria Simanjuntak ini

menyentuh persoalan yang cukup sensitif, namun dikemas secara humanis serta

menyuarakan toleransi dan perdamaian yang indah.15 Film yang pernah mendapat

kehormatan untuk diputar di National Film Theater – British Film Institute London 29 Mei

2009 tersebut secara umum bercerita tentang percintaan dua mahasiswa ITB, jurusan

Teknik Arsitektur yang dibalut dengan berbedaan agama dan suku yang berbeda dari ke

dua pasangan tersebut. Beberapa scene di mana ada beberapa testimoni dari pasangan

suami istri yang berbeda agama yang menjelaskan keharmonisan mereka walaupun hidup

dengan memegang keyakinan masing-masing menambah daya tarik terendiri dari film ini.

Film cin(T)a ini juga telah menyabet dua penghargaan yaitu sebagai Best Original Script

Festival Film Indonesia (FFI) 2009 dan Winner Audience Award Jakarta Indie Film

Festival (JIFFEST) 2009.

Film ini layak diteliti karena beberapa keunikan yang dimiliki. Menurut Adi

Panuntun, CEO dan pendiri PT Sembilan Matahari mengatakan bahwa cerita cinta yang

14
http://bataviase.co.id/detailberita-10447604.html diakses pada tanggal 13 Juli 2010 pukul 14.50 WIB

15
http://entertainment.kompas.com/read/2009/08/15/e094012/cinta..antara.cina.annisa.dan.tuhan.
diakses pada tanggal 26 Juli 2010 pukul 22.10 WIB.
6
berani dalam film ini belum pernah diceritakan dalam film-film lainnya. 16 Keunikan lain

dalam film ini juga berani mengambil tema yang cukup jarang untuk dijadikan sebuah film,

yaitu menyentuh persoalan yang cukup sensitif dan berani yaitu persoalan mengenai cerita

cinta beda agama dan toleransi antar umat beragama,

Film ini juga mengandung pesan-pesan yang menarik terutama mengenai

pluralisme agama. Pesan-pesan tersebut tertuang jelas dalam setiap adegan dan percakapan

film ini. Sebagai contoh, di salah satu adegan saat si Annisa dan Cina sedang makan

bersama, doa yang si Annisa baca sebelum makan adalah “Tuhan yang disebut dengan

berbagai nama, dan disembah dengan berbagai cara”. Selain itu adegan-adegan di saat

Annisa menghiasi pohon natal milik Cina dengan ketupat dan adegan-adegan kebersamaan

mereka saat Annisa sedang menjalankan ibadah puasa juga menggambarkan pluralisme

antar umat beragama. Hal tersebut membuat film ini bertambah istimewa melihat banyak

sekali pro dan kontra mengenai haram atau halalnya pluralisme agama itu. Apalagi setelah

MUI (Majelis Ulama Indonesia) memberikan fatwa haram terhadap pluralisme agama pada

tahun 2005 yang lalu.

Film adalah salah satu media komunikasi massa yang sangat besar pengaruhnya

terhadap masyarakat. Film juga merupakan bentuk pesan yang terdiri dari berbagai tanda

dan simbol yang membentuk sebuah sistem makna sehingga bisa diinterpretasikan oleh

orang secara berbeda-beda, tergantung kepada referensi dan kemampuan berpikir orang

tersebut.

Kampanye pluralisme agama yang terwakili dengan tanda dan simbol yang tertuang

dalam film cin(T)a dapat dianalisis menggunakan teori semiotika. Semiotika adalah suatu

16
http://oase.kompas.com/read/2009/05/26/02000865/film.independen.cinta.diluncurkan.di.inggris
7
ilmu yang mengkaji tanda. Semiotika pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana

kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal.17 Melalui semiotika, tanda-tanda dan simbol-

simbol tersebut dapat dikaji lebih dalam.sehingga dapat diketahui makna apa yang

sebenarnya terkandung dalam simbol-simbol tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut,

“Bagaimana dan apa makna dari simbol-simbol sosial dan makna pluralisme agama yang

direpresentasikan melalui simbol-simbol komunikasi dalam film cin(T)a?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui serta menguraikan makna

dari simbol-simbol sosial dan makna pluralisme agama yang direpresentasikan melalui

simbol-simbol komunikasi dalam film cin(T)a.

17
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hal 15.
8

You might also like