You are on page 1of 113

Makin Sakit Setelah Minum Obat

KELOMPOK 15
Kelompok 15

Tutuor : dr. Ekky M. Rahardja MS, SpGK


Ketua : Stephanie 405090231
Penulis : Varla Septrinidya 405090215
Sekretaris : Meidy Regianto 405090220
Anggota : Angela Jessica 405090230
Vivian Otha Vashti405090216
Ariel Nugroho 405090222
Ronald Krisbianto Gani 405090223
Amanda Johanna 405090224
Fransisca Pekerti 405090225
Alexander Ivan Cahyadi 405090227
Hui Lee Shak405090229
Joice Gunawan Putri 405090232
Pemicu 3
• Seorang laki-laki berusia 20 tahun diantar ke Unit Gawat Darurat dengan
keluhan sesak napas mendadak disertai tubuh dingin. Sudah 2 hari ia
mengkonsumsi ‘obat flu’ karena merasa kurang enak badan. Beberapa
jam sebelum datang ke UGD, ia mengeluh pusing dan kepala terasa
‘ringan’. Keluhan tersebut diikuti rasa gatal kemerahan di kulit wajah
dan hampir sekujur tubuh, disertai kelopak mata dan bibir
membengkak. Kemudian ia mengeluh nyeri dada, tenggorokan terasa
‘bengkak’ dan terdengar stridor. Tak lama ia tampak bernapas tersengal-
sengal dan gelisah, dengan bibir dan ujung-ujung jari membiru.
• Pada pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran somnolens, hipotensi,
takikardi dan takipneu. Tampak sianosis perioral, angioedema lidah dan
bibir, serta urtikaria luas. Pada auskultasi kedua lapang paru didapatkan
wheezing.
• Apa yang dapat dipelajari dari kasus di atas?
Unfamiliar Terms
• Stridor
• Somnolens : perasaan ngantuk yang
berlebihan
• Angioedema : urtikaria yang mengenai lapisan
lebih dalam dari dermis, dapat di submukosa
atau subkutis
• Auskultasi : pemeriksaan untuk mendengar
suara pernapasan
Rumusan Masalah
1. Mengapa pasien mengeluh sesak napas &
tubuhnya dingin?
2. Apakah hubungan keluhan dengan konsumsi
obat flu setelah 2 hari?
3. Apa yang menyebabkan berbagai keluhan
tambahan dari pasien?
4. Bagaimana hubungan pemeriksaan dengan
keluhan pasien?
Curah Pendapat
1. Reaksi hipersensitivitas obat
2. Ada hubungannya :
– Kemungkinan : pasien mengalami alergi terhadap obat
– Tipe reaksinya : hipersensitivitas tipe lambat (IV)
3. Gejala :
– Pelepasan histamin menyebabkan :
• Vasodilatasi & permeabilitas vaskular meningkat yang mengakibatkan merah-merah
• Perasaan gatal : urtikaria
• Angioedema akibat peningkatan kadar IgE
– Vasokonstriksi di perifer menyebabkan sianosis (kebiruan)
4. Pemeriksaan fisik :
– Somnolens : karena kekurangan oksigen di otak ataupun karena efek samping
obat
– Wheezing : kadar oksigen di dalam paru-paru menurun sehingga timbul
bronkokonstriksi yang biasanya merupakan efek samping obat
Mind Mapping
Learning Objective
Mampu menjelaskan tentang :
1. Definisi & Klasifikasi Reaksi Hipersensitivitas
2. Mekanisme Reaksi Hipersensitivitas
3. Prosedur Diagnostik Reaksi Hipersensitivitas
4. Penatalaksanaan Reaksi Hipersensitivitas
(Antihistamin & Autakoid)
5. Gejala, Diagnosis dan Penanganan Urtikaria &
Reaksi Anafilaksis
Lo 1

DEFINISI & KLASIFIKASI REAKSI


HIPERSENSITIVITAS
Definisi
• Hipersensitivitas :
– Peningkatan reaktivitas / sensitivitas terhadap antigen
yang pernah dipajankan / dikenal sebelumnya.
(Imunologi Dasar FKUI)
– Respon imun yang berlebihan dan yang tidak diinginkan
karena dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh.
(Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam)
• Terjadi setelah kontak kedua dengan alergen
• Kontak pertama menginduksi sensitisasi terhadap
alergen tersebut
Klasifikasi
• Reaksi Hipersensitivitas dibagi berdasarkan :
– Waktu
• Reaksi Cepat
• Reaksi Intermediet
• Reaksi Lambat
Menurut Waktu
• Reaksi Cepat
– Waktu terjadi : beberapa detik - 2 jam
– Terjadi ikatan silang antara alergen - IgE pada
permukaan sel mast  pelepasan mediator
vasoaktif
– Manifestasi berupa :
• Anafilaksis sistemik / lokal
• Contohnya : asma, pilek-bersin, urtikaria, eksim
Menurut Waktu
• Reaksi Intermediet
– Waktu terjadi : beberapa jam - 24 jam
– Melibatkan pembentukan kompleks imun IgG &
kerusakan jaringan melalui aktivasi komplemen dan
atau sel NK / ADCC
– Masifestasi berupa :
• Reaksi transfusi darah, eritroblastosis fetalis & anemia
hemolitik autoimun
• Reaksi Arthus lokal & reaksi sistemik seperti : serum sickness,
vaskulitis nekrotis, glomerulonefritis, artritis reumatoid & LER
Menurut Waktu
• Reaksi Lambat
– Waktu terjadi : sampai sekitar 48 jam
– Sel T melepas sitokin  mengaktifkan makrofag 
kerusakan jaringan
– Contoh :
• Dermatitis kontak, reaksi M. tuberculosis & reaksi
penolakan graft
• Menurut Mekanisme
Coombs & Gell (1963) 4 tipe:
1.Tipe I : Anaphylactic hypersensitivity
(Hipersensitivitas immidiate)
2.Tipe II: Antibody dependent cytotoxic
hypersensitivity (Hipersensitivitas sitotoksik)
3.Tipe III: Immunne complex mediated
hypersensitivity (Hipersensitivitas imun kompleks)
4.Tipe IV: Cell mediated hypersensitivity (Delayed
Type Hipersensitivity)
Menurut Janeway & Travers (1995)  merevisi
tipe IV Coombs mjd:
IVa  CD4+ : Delayed Type Hypersensitivity
IVb  CD8+ :T Cell Mediated Cytolysis
Tipe I, II, III  antibody mediated
Tipe IV  cell-mediated
Lo 2

MEKANISME REAKSI
HIPERSENSITIVITAS
Reaksi Hipersensitivitas Tipe I
Hipersensitivitas Tipe I

• = Immediate hypersensititivity= anafilaksis


• reaksi alergi segera (< 30 menit) stlh kontak
dengan antigen/ alergen
• Von Pirquet (1906), alergi perubahan reaksi pada
host bila terjadi kontak kedua dengan alergen
• Istilah “ana”  Yunani  jauh dari
“phylaxis”  perlindungan
Mekanisme Reaksi Tipe I
Urutan Kejadian Tipe I
• Urutan kejadian :
– Fase Sensitasi :
• Antigen masuk  ditangkap fagosit  diproses,
dipresentasikan ke sel Th2  melepas sitokin  merangsang
sel B bentuk IgE  diikat reseptornya (basofil, sel mast,
eosinofil)
– Fase Aktivasi :
• Terpajan ulang : alergen-IgE  degranulasi sel mast  melepas
histamin  menimbulkan reaksi
– Fase Efektor :
• Terjadi respon kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator
yang dilepas sel mast dengan aktivitas farmakologik
Pajanan pertama dengan alergen

Aktivasi sel Th 2 oleh Ag dan rangsangan Switching IgE dalam Sel B

Produksi Ig E

Fase sensitisasi
Ikatan Ig E pada Fc e RI sel Mast

Pajanan ulang dengan alergen

Fase aktivasi Aktivasi sel Mast :


Penglepasan mediator

Fase
efektor Amin vasoaktif, Sitokin
Mediator lipid

Reaksi hipersensitivitas cepat Reaksi fase lambat


24
Tipe I / Reaksi Hipersensitivitas Cepat (Anafilaktik)

• Mediator penting :
– Histamin
– SRS-A : Leukotrien
– ECF-A
– Serotonin
– Prostaglandin & Tromboksan
Reaksi alergi
Tipe I / Reaksi Hipersensitivitas Cepat (Anafilaktik)

• Manifestasi Klinis
– Reaksi lokal
• Rhinitis alergi
• Asma
• Dermatitis atopi
– Reaksi sistemik-anafilaksis
• Bronkokonstriksi berat & hipotensi  kematian
– Reaksi pseudoalergi / anafilaktoid
• Syok
• Urtikaria : alergen-IgE pada sel mast di kulit
• Bronkospasme
• Anafilaksis
• Pruritus
Dampak
• Anafilatoksis local ( alergi atopik )
– batuk, mata berair, bersin karena alergen masuk ke saluran respirasi
(alergi rhinitis)
– Terakumulasinya mucus di alveolus paru-paru dan kontraksi otot
polos kontraksi yang mempersempit jalan udara ke paru-paru
sehingga menjadi sesak
– Kulit memerah atau pucat, gatal (urticaria) karena alergi makanan.
• Anafilatoksis sistemik
sulit bernafas karena kontraksi otot polos yang menyebabkan
tertutupnya bronkus paru-paru, dilatasi arteriol sehingga tekanan
darah menurun dan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah
sehingga cairan tubuh keluar ke jaringan. Gejala ini dapat
menyebabkan kematian karena tekanan darah turun drastis dan
pembuluh darah collapse ( shock anafilatoksis)
30
Anafilaksis
• Anafilaksis  reaksi tipe I
• Terjadi : dalam bbrp menit ,berakibat fatal
• Ditimbulkan IgE  dpt mengancam jiwa,
pelepasan mediator oleh sel mast
• Dipacu : berbagai alergen seperti makanan,
obat , atau sengatan serangga

32
Pseudoalergi - Anafilaktoid
• Tjd karena : penglepasan mediator oleh sel mast  tidak
melalui IgE
• Merupakan mekanisme jalur efektor nonimun bukan
berdasarkan reaksi imun
• Tidak memerlukan pajanan terdahulu  menimbulkan
sensitasi
• Dpt ditimbulkan oleh: AM, protein, kontras dgn Iodium, AINS
• Uji laboratorium: tidak ada
• Pencegahan: prednison dan antihistamin untuk sensitivitas
terhadap radiokontras

33
Anafilaksis vs Anafilaktoid
Anafilaksis Anafilaktoid

Perlu sensitisasi Tidak perlu sensitisasi

Reaksi stelah pajanan berulang Reaksi pd pajanan pertama

Jarang (<5%) Sering (>5%)

Gejala klinis khas Gejala tdk khas

Dosis pemicu kecil Tergantung dosis

Ada kmungkinan riwayat keluarga Tdk ad riwayat keluarga

Pengaruh fisiologis sedang Pengaruh fisiologis kuat

34
Tipe II / Reaksi Hipersensitivitas Sitotoksik
Tipe II / Reaksi Hipersensitivitas Sitotoksik
• Antigen masuk  antibodi (IgG / IgM)  antigen-
antibodi  mengaktifkan komplemen  menimbulkan
lisis
1. Reaksi Transfusi
– Kerusakan darah direk oleh hemolisis masif intravaskular
• Reaksi cepat :
– Karena inkompatibilitas ABO oleh IgM
– Gejala : demam, menggigil, nausea, hemoglobinuria, nyeri pinggang bawah
• Reaksi lambat :
– Karena transfusi berulang dengan darah yang kompatibel ABO tapi
inkompatibel dengan yang lainnya oleh IgG
– Terjadi : 2-6 hari setelah pajanan
– Contoh : Rhesus, Kidd, Kell, Duffy
Tipe II / Reaksi Hipersensitivitas Sitotoksik

2. Penyakit HDN
– Inkompatibilitas Rhesus dalam kehamilan
– Contoh : ibu dengan Rh (-) mengandung anak
dengan Rh (+)
3. Anemia Hemolitik
– Penisilin, sefalosporin, streptomisin : berikatan
dengan protein membran SDM  hapten  Ab 
mengikat SDM  lisis
40
Tipe III / Reaksi Kompleks Imun
Tipe III / Reaksi Kompleks Imun
• Antigen-Ab membentuk kompleks imun  dibuang ke RES,
namum ada yang bertahan & mengendap
1. Mengendap di Pembuluh Darah
– IgM, IgG3 / IgA diendapkan di membran basal vaskular & membran
basal ginjal  inflamasi lokal & luas
– Menimbulkan :
• Agregasi trombosit
• Aktivasi makrofag, sel mast
• Perubahan permeabilitas vaskular
• Produksi & pelepasan mediator inflamasi & bahan kemotaktik serta influks
neutrofil  kerusakan jaringan setempat
2. Mengendap di Jaringan
– Ukuran kompleks imun yang kecil & permeabilitas vaskular yang me
karena histamin yang dilepaskan sel mast
Tipe III / Reaksi Kompleks Imun
3. Bentuk Reaksi :
– Reaksi Arthus (bentuk lokal)
• Serum kuda disuntikkan ke dalam kelinci intradermal
berulangkali dengan reaksi yang makin hebat di tempat
suntikan
– 2-4 jam setelah suntikan : eritema ringan & edema, menghilang esok
harinya
– Suntikan berikutnya : edema lebih besar
– Suntikan ke 5-6 : pendarahan & nekrosis yang sulit sembuh
• Dapat terjadi di : dinding bronkus / alveol  vaskulitis
• Menimbulkan reaksi asma lambat (7-8 jam setelah inhalasi
antigen)
Tipe III / Reaksi Kompleks Imun
– Penyakit Serum
• Injeksi serum asing  antigen dibersihkan dari sirkulasi
 produksi Ab  antigen-Ab : kompleks imun  beredar
/ diendapkan
• Beberapa hari – 2 minggu : demam, urtikaria, artralgia,
limfadenopati, splenomegali
• Gejala meningkat : antigen dibuang melalui sistem imun
• Gejala mereda : antigen telah habis
• Digolongkan dalam reaksi segera, karena : gejalanya
muncul dengan cepat setelah terbentuknya kompleks
imun
Interaksi molekular, seluler dan jaringan pada reaksi arthus

45
Hipersensitivitas tipe III
Reaksi Hipersensitivitas IV
Hipersensitivitas Tipe IV
• Tipe lambat
• Melibatkan Sel T Helper yang akan mengaktifkan
TDTH sehingga menghasilkan sitokin.
– IL-8, MCP Makrofag kemotaktik
– IFN-ɣ, TNF-β Aktifasi Makrofag
– IL-3, GM-CSF Perkenalan prekursor neutrofil dan
makrofag
– IL-8, TNF-α Makrofag kemotaktik
Respon Hipersensitivitas Tipe IV

Sitokin yang dilepaskan termasuk : TNF-β, GM-CSF, and IFN – γ


Respon Hipersensitivitas Tipe IV
1. Hipersensitivitas Kontak
– Terjadi setelah sensitisasi dengan :
• Zat kimia (nikel, formaldehida)
• Bahan dari tumbuhan (poison ivy, pohon oak beracun)
• Pemakaian obat topikal (sulfonamida, neomisin)
• Kosmetika, sabun
– Molekul kecil memasuki kulit  bekerja sebagai hapten 
melekat pada protein tubuh  sebagai antigen lengkap
2. Hipersensitivitas tipe-tuberkulin
– Reaksi tuberkulin : disuntikkan ke dalam epidermis
– Uji (+) :
• Reaksi segera tampak, indurasi & kemerahan muncul dan mencapai
puncaknya pada 48-72 jam
• Terjadi pada orang yang pernah terinfeksi, tetapi tidak berarti bahwa
penyakitnya masih ada
– Uji (-)  (+) : infeksi baru terjadi & mungkin masih aktif
3. Reaksi Jones Mote / Basofil Kutan
– Terhadap antigen protein yang berhubungan dengan
infiltrasi berhasil mencolok di kulit di bawah dermis
– Reaksi : lemah ; tampak beberapa hari setelah pajanan
dengan protein dalam jumlah kecil
– Tidak terjadi nekrosis
– Dapat diinduksi dengan suntikan antigen larut seperti
ovalbumin dengan adjuvan Freund
4. T Cell Mediated Cytolysis
– Kerusakan terjadi melalui sel CD 8+  membunuh sel
sasaran
– Tidak sistemik & pada beberapa organ
– Pada hepatitis : tidak sitopatik
Reaksi hipersensitivitas IV
Lo 3

PROSEDUR DIAGNOSTIK REAKSI


HIPERSENSITIVITAS
PROSEDUR DIAGNOSTIK
• Riwayat Penyakit
• Pemeriksaan Fisis
• Pemeriksaan Laboratorium
• Tes Kulit
• Tes Provokasi
• Pemeriksaan Lain
Pemeriksaan klinis
Pertanyaan-pertanyaan relevan dalam anamnesis alergi
Gejala Awitan, lama, perjalanan (sirkadian, ritme, tahunan),
intensitas, frekuensi relaps, respon terhadap
pengobatan, memburuk setelah pengobatan,
perawatan di rumah sakit/ kunjungan UGD

Penyakit lain Riwayat atopi, atopi dalam keluarga, kondisi lain


(refluks gastrointestinal), penyakit kulit/ saluran napas,
reaksi obat/ makanan
Pemicu & situasi Musim, kondisi lokal (dalam/ luar rumah), pekerjaan,
waktu santai, hobi, obat, makanan, latihan jasmani,
stress, beban emosi, infeksi, radiasi UV, situasi hormon
(mensis, hamil)

Kondisi/ lingkungan hidup Kontak dengan hewan, asap rokok, tungau debu rumah,
jamur, bahan kimia, tanaman, kosmetik, sesak waktu
tidur, ngorok, napas melalui mulut
Parameter riwayat pro & anti alergi

Menunjang alergi Tidak menunjang alergi


Awitan Muda Usia lanjut
Riwayat keluarga Posotif Negatif
Pencetus spesifik Ditemukan Tidak diketahui
Demam Tidak ada Ya
Perbaikan setelah Ya Tidak
perubahan lingkungan
Gejala Objektif, dapat Hanya subjektif, tidak dapat
direproduksi direproduksi
Tes diagnostik
• Tes in vivo
• Tes in vitro
• Tes provokasi
• Tes transfer
• Pendekatan diagnostik alergi
Berbagai cara yang penting dalam diagnosis
alergi

Riwayat
provokasi

In vitro Uji kulit


Tes in vivo
– Tes tusuk
– Tes intradermal
– Tes gores
– Friction test
– Test tempel
– Tes tuberkulin
– Multi tes
– Tes dinitroklorobenzen
– Tes urtikaria fisis
– Tes panas & dingin
– Tes keringat
Tes Kulit
Indikasi uji IgE alergen spesifik
Sensitivitas inhalan
RA
RB
Sensitivitas makanan
DA berat (anak-anak)
Gejala saluran napas diinduksi makanan
Gejala gastro intestinal diinduksi makanan
Urtikaria/ anafilaksis diinduksi makanan

Reaksi obat
Sensitivitas pensilin
Reaksi anastetik obat
Anafilaksis oleh sengatan serangga
Hipersensitivitas lateks
Pemilihan alergen untuk tes tusuk

Indoor Outdoor
Tungau debu rumah Negara dengan 4 musim
Jamur Musim semi: pepohonan
Aspergillus Musim panas: rerumputan,
Penisilium jamur
kladosporium Musim gugur: jamur
(alternaria), semak
Hewan rumah
Anjing
Kucing
Kecoa
Kontraindikasi tes uji kulit
Absolut
Penderita dengan pengobatan β-Bloker
Kehamilan
Penyakit kulit menyeluruh
Relatif
Riwayat anafilaksis
Dermatografisme
Pemakaian AH-1, yang menghambat respons kulit untuk masa
yang bervariasi
Hidroksizin, setirizin, loratadin 3-10 hari
Feksofenadin 2 hari
Antihistamin lainnya 1-3 hari
Antidepresan trisiklik 5 hari
Reaksi positif semu & negatif semu
Negatif semu Ekstrak terlalu dilarutkan, terlalu lemah, tidak larut, pembawa
(vehicle) yang salah
Prosedur tes (kedalaman tusuk, waktu membaca)
Lokasi tes (premedikasi, neuropati)
Penyakit yang menyertai (penyakit nervosa)
Kortikosteroid,Imunosupresan,Antihistamin,
psikotropik

Positif semu Opiat


Ekstrak (iritatif, melepas histamin direk)
Prosedur tes (iritatif, tanpa kontrol)
Lokasi yang dites (kulit inflamasi, angry back patch test)
Penyakit yang menyertai (urtikaria faktisia)
Reaksi artifisial (sindrom munchhausen)
Makanan yang mengandung banyak histamin
Efek inhibitor berbagai obat terhadap
tes kulit

Obat Aplikasi Reaksi cepat Reaksi Interval bebas yang


lambat diperlukan
Antihistamin Sistemik + - 5 hari
Topikal + - 1 hari
Antidepresan Sistemik + - 5 hari
β - adrenergik Sistemik + - 1 hari
Topikal + - -
Teofilin Sistemik - - -
KS
Dosis tinggi Sistemik + + 3 minggu
jangka lama
Keadaan klinis yang merupakan indikasi
tes kulit
Tes tempel digunakan sebagai SPT & ID
pemeriksaan lini pertama

AGEP Anafilaksis

Dermatitis kontak Bronkospasme

Eritema multiforme Konjungtivitis

Erupsi obat eksantema Rinitis

Fixed drug eruption Urtikaria/ angioderm

Purpura/ vaskulitis sitoklastik

SSJ

TEN
Tes in vitro
• Pengukuran kadar IgE alergen spesifik dalam
serum
• Petanda alergi & inflamasi
• Pemeriksaan histamin
Indikasi pemeriksaan IgE in vitro

Sensitivitas histamin RA, AB


Sensitivitas makanan DA berat pada anak, gejala saluran napas
yang diinduksi makanan, gejala saluran
cerna yang diinduksi makanan, urtikaria
dan atau anafilaksis yang diinduksi
makanan
Reaksi obat Sensitivitas penisilin, reaksi anestesi lokal
Anafilaksis oleh sengatan serangga
Hipersensitivitas lateks
Seleksi tes kulit vs RAST

Tes kulit RAST


Lebih sensitif Tidak dipengaruhi antihistamin
Mengukur respons biologis Tidak dipengaruhi penyakit kulit
Lebih murah Tidak ada risiko anafilaksis
Hasil cepat Mulai banyak tersedia
Berbagai tes in vitro
Serologis Selular
IgE total Jumlah sel darah
Ig total & subkelas Subpopulasi limfosit
Faktor komplemen LSPT (mitogen)
Aktivitas komplemen
Kompleks imun
Mediator dalam darah, jaringan, &
urin (histamin, metilsantin, ECP, EPX,
triptase)
Alergen spesifik selular
Serologis Penglepasan histamin
IgE spesifik (mis: RAST) Degranulasi basofil
Aktivasi basofil (CD63)
Penglepasan sulfido-leukotrin (CAST)
LSPT (alergen)
Cara menemukan histamin

Bio-esai Ileum kelinci


Radioenzimatik multitransferase
Fluorometri O-phtaldialdehid, autoanalisa
Imuno-esai (RIA, EIA) Metilhistamin, histamin
Tes provokasi
• Tes provokasi konjungtival
• Tes provokasi nasal
• Tes provokasi bronkial
• Tes provokasi oral
• Tes provokasi parenteral
• Tes provokasi sengatan
Skoring sebagai indikasi untuk melakukan tes
provokasi

Skor (angka) Riwayat & Tes kulit RAST Total


gejala
0 0 0 0 0
1 Mungkin + 1
2 Mungkin +/ ++ 2
3 Jelas +++/ ++++ 3-6
Jumlah 1 2 3 6
Uji provokasi reaktivitas bronkial spesifik
dan nonspesifik
Respons Tergantun Dicegah oleh mekanisme
Intermede Lambat: g HRB
t: 15 2-8 jam
menit
Spesifik: ++ ++ Tidak Kromolin dll Memacu sel mast
antigen melalui IgE
relevan
Nonspesi: ++ ± Ya Kromolin dll Penguapan air 
latihan Anti-leukotrin memacu
jasmani/ Saba & laba hiperosmolaritas
udara dingin
Histamin* ++ Tidak Ya Antihistamin Efek langsung
terhadap pembuluh
darah, otot dsb
Metakolin* ++ Tidak Ya Antikolinergik Efek direk terhadap
otot polos
Perbandingan berbagai tes alergi

Informasi Tes kulit Provokasi RAST Tes selular


Antibodi serum 0 0 0 0
Sel yang ± ± 0 +
melepas
mediator
Organ terlibat ± + 0 0
LO4. Penatalaksanaan Reaksi
Hipersensitivitas (Antihistamin &
Autakoid)
HISTAMIN
• Reseptor = H1 – H4
– H1 : Otot Polos, endotel, otak
– H2 : mukosa gaster, otot jantung, sel mast, otak
– H3: otak presinaps, plexus mienterikus,neuron lain
– H4 : eosinofil, netrofil, sel T CD4
• Storage
– Mast Cell
– Basofil
• Sintesis dibatu enzim L-histidin dekarboksilase
• Turnover rate lambat
HISTAMIN
• Dilepas jika terjadi ikatan antigen dengan IgE pada
permukaan sel mast
• Regulasi sekresi asam lambung
• Modulasi pelepasan neurotransmitter
• Respon thd obat
• Efek pelepasan
– Bbrp detik : rasa terbakar, gatal, kulit panas dan merah,
hipotensi
– Bbrp menit : TD kembali normal, terjadi kolik, mual,
hipersekresi asam lambung, bronkospasme sedang
Farmakodinamik
• H1 : Bronkokonstriksi, kontraksi usus, relaksasi
otot polos
• H2 : Sekresi asam lambung
• H3 : penghambat umpan balik berbagai sistem
organ, autoreceptor neuron histaminergik
• H4 : sel imun aktif
Farmakodinamik
• Sistem Kardiovaskular : Dilatasi kapiler
• Permeabilitas kapiler meningkat
• Triple response (red spot, flare, wheal)
• Konstriksi pembuluh darah besar
• Kekuatan konstraksi , frekuesnsi nadi
• Konduksi AV lambat  automatisitas , dosis tinggi 
aritmia
• Otot polos
– H1 : kontraksi (bronkokonstriksi)
– H2 : relaksasi
• Peningkatan sekresi asam lambung
• Ujung saraf sensoris : nyeri dan gatal
Antagonis Reseptor H1
• Farmakodinamik
– Menghambat kerja histamin di semua otot polos
– Permeabilitas kapiler menurun
– Flare and itch berkurang
– Anafilaksis & alergi : melawan efek histamin
– SSP : merangsang / menghambat
Antagonis Reseptor H1
• Farmakokinetik
– Absorbsi sal. Cerna baik
– Efek timbul dalam 15-30 menit, max 1-2 jam
– Lama kerja 4-6 jam
– Eliminasi cepat pd bayi dan ank, lambat pada
pasien penyakit hati
– Kadar tertinggi pada paru2
Antagonis Reseptor H1
• Indikasi
– Penyakit alergi
– Mabuk perjalanan, vertigo, dan sedasi
– Antiemetik
Antagonis Reseptor H1
• Efek Samping
– Mengantuk
– Nafsu makan menurun, mual, muntah, konstipasi
atau diare
– Generasi I : mulut dan jalur napas kering (batuk),
retensi urin, sering kencing, disuria
– Melewati plasenta
– Dieksresikan dalam ASI pada jumlah kecil
Antagonis Reseptor H1
Golongan dan Dosis Aktivitas
Masa antikolinergi Komentar
contoh obat Dewasa Kerja k

ANTIHISTAMIN GENERASI I
Etanolamin
karbinoksamin 4-8 mg 3-4jam +++ Sedasi ringan – sedang
difenhidramin 25-50 mg 4-6jam +++ Sedasi kuat,anti-mot sickness
dimenhidrinat 50 mg 4-6jam +++ Sedasi kuat,anti-mot sicknes
Etilenediamin
pirilamin 25-50mg 4-6jam + Sedasi sedang
tripelenamin 25-50mg 4-6jam + Sedasi sedang
Piperazin
hidroksizin 25-100mg 6-24jam ? Sedasi kuat
siklizin 25-50mg 4-6jam - Sedasi ringan,anti-mot sickness
meklizin 25-50mg 12-24jam - Sedasi ringan,anti-mot sickness
Alkilamin
klorfeniramin 4-8mg 4-6jam + Sedasi ringan,komp. obt Flu
bromfeniramin 4-8mg 4-6jam + Sedasi ringan
Antagonis Reseptor H1
Golongan dan Dosis Masa Aktivitas Komentar
antikolinergik
contoh obat Dewasa Kerja
Derivat fenotiazin
prometazin 10-25mg 4-6jam +++ Sedasi kuat, antiemetik
Lain Lain
siproheptadin 4mg 6jam + Sedasi sedang,
mebhidrolin 50-100mg 4jam + antiserotonin
napadisilat
ANTIHISTAMIN GENERASI II
Astemizol 10mg <24jam - Mula kerja lambat
feksofenadin 60mg 12-24jm - Resiko aritmia rendah
Lain lain
loratadin 10mg 24jam - Masa kerja lama
setirizin 5-10mg 12-24jm
Antagonis Reseptor H2
• Bekerja menghambat sekresi asam lambung
• Contoh obat
– Cimetidine
– Ranitidine
– Famotidine
– Nizatidine
Antagonis Reseptor H3
• Burimamide
• Clobenpropide
• Bbrp senyawan imidazole
Obat Antialergi Lain
• Natrium Kromolin
• Nedokromil
• Ketotifen
SEROTONIN
• Disintesis dari triptofan (2% triptofan diet)
• Transmitter saraf triptaminergik
• Prekursor hormon melatonin
• Mengatur motilitas sal cerna
• Berperan dlm hemostasis
• Berpedan dlm penyakit vaskular
• Reseptor 5H1,2,3,4, 5HT5,6,7 sedang dalam pengembangan
• Waktu paruh serotonin
– Otak : 1 jam
– Sal Cerna : 17 jam
SEROTONIN
• Pernapasan : perubahan frekuensi napas,
bronkokonstriksi pd pasien asma
• sis.t. Kardiovaskular :
– Vasokonstriksi arteri, vena : 5HT2
– Vasodilatasi pembuluh darah kecil : 5HT1
– Tidak mempengaruhi tekanan darah
– Efek inotropik dan kronotropik pada jantung
– Konstriksi vena yng menjadi penyebab sianosis
SEROTONIN
• Otot Polos
– Sal Cerna : dosis besar : kolik dan pengeluaran isi usus
besar. Menstimulasi otot polos saluran cerna, bisa juga
relaksasi, bisa terjd :peningkatan kontraksi dan otnus otot
polos, kejang abdomen, mual, muntah
– Kontraksi otot polos uterus dan bronkus
• Kelenjar eksokrin : mengurangi sekresi asam
lambung dan meningktkan sekresi mukus
• Metabolisme Karbohidrat : dosis besar  kadar gula
darah meningkat, penurunana glikogen hati,
peningkatan aktifitas fosforilase
SEROTONIN
• Medula adrenal : pelepasan katekolamin
• Trombosit : meningkatkan agregasi dan
mempercepat penggumpalan darah
• SSP : neurotransmitter
Sindroma Serotonin
Adalah keadaan toksis yang disebabkan oleh kelebihan serotonin dalam SSP
Gejalanya adalah sbb :
Jenis Gangguan Gejala
Kognitif Kebingungan, agitasi, hipomania, hiperaktivitas, gelisah
Otonom Hipertermia, berkeringat, takikardia, hipertensi, medriasis,
flushing, menggigil
Neuromuskulas Klonus (spontan / inducible / okular), hiperfleksia, hipertonia,
ataksia, tremor
Obat Serotonegrik
• Triptan
– Agonis reseptor 5HT1B/1D
– Menyebabkan vasokonstriksi spesifik di daerah
kranial.
Obat Serotonegrik
• Tegasterod
– Agonis reseptor 5HT4
– Memicu pelepasan neurotransmitter
– Menstimulasi refleks peristaltik dan sekresi usus
– Menghambat sensitivitas viseral
– Menormalkan motilitas usus
– Pada pertengahan 2007, produsen menarik obat
ini karena alasan keamanan
Obat Antiserotonergik
• Ketanserin
– Penghambat reseptor 5HT2 dan 5HT1C
– Indikasi : pengobatan hipertensi, klaudikasio
intermiten, fenomena raynaud
– ES: mengantuk, mulut kering, pusing, mual
– Menghambat respons konstraksi otot trakea
Obat Antiserotonergik
• Metisergid
– Mencegah serangan migren dan sakit kepala vaskular
lain, trmasuk sindrom horton
– Kontraindikasi pada migren akut
– Berguna utk pengobatan diare dan malabsorbsi pd pasien
karsinoid dan dumping syndrom pasca gastrektomi
– ES: heartbum, diare, kejang perut, mual dan muntah. Yg
jarang terjadi : insomnia, kegelisahan, euforia, halusinasi,
bingung, kelemahan badan dan nafsu makan hilang. Bisa
terjadi fibrosis infalamatoar
Obat Antiserotonergik
• Siproheptadin
– Antagonis histamin dan serotonin
– Melawan efek bronkokonstriksi histamin
– Melawan efek bronkokonstriksi, stimulasi rahim, dan
edema serotonin
– Memiliki aktivitas antikolinergik dan depresi SSP
– Digunakan pd pengobatan alergi kulit
– Digunakan pd dumping syndrome pasca gastrektomi dan
hipermotilitas pasien karsinoid
– ES: mengantuk. ES lain : mulut kering, anoreksia, mual,
pusing, dan dosis tinggi  ataksia, berat badan
bertambah, percepatan pertumbuhan anak
Obat Antiserotonergik
• Odansteron
– Antagonis 5HT3
– Mempercepat pengosongan lambung
– Waktu transit sal cerna memanjang
– Indikasi : pencegahan mual dan muntah karena operasi dan
pengobatan kanker
– ES: konstipasi, ES lain : sakit kepala, flushing, mengantuk,
gangguan sal cerna
– Kontraindikasi : hipersensitivitas, kehamilan dan menyusui, pasien
dengan penyakit hati
– Harga obat sangat mahal, jadi harus dipertimbangkan dengan baik
LO5. Gejala, Diagnosis dan Penanganan
Urtikaria & Reaksi Anafilaksis
Definisi Urtikaria
(Ilmu penyakit dalam, FK UI)

• Suatu kelainan yang terbatas pada bagian


superfisial kulit berupa bintul (wheal) yang
berbatas jelas dengan dikelilingi daerah yang
eritematous.
• Pada bagian tengah bintul tampak kepucatan,
biasanya kelainan ini bersifat sementara
(transient), gatal dan biasa terjadi di manapun
diseluruh tubuh.
• Episode yang berlangsung < 6 minggu disebut
urtikaria akut, sebaliknya jika episode
berlangsung nya > 6 minggu disebit kronik.
Diagnosis Urtikaria
• Riwayat Penyakit
– Physical urticaria : bintul2 yang berlangsung kurang
dari 1 jam. Dengan perkecualian delayed pressure
urticaria : gejala punvaknya 3-6 jam dan menghilang
dalam 24 jam
– Contact urticaria : berlangsung singkat
– Urtikaria vaskulitis yang khas : berlangsung hingga 1
minggu
– Urtikaria umum : bintul2 berlangsung hingga 24 jam
– Urtikaria akut : < 6 minggu
Gejala Klinis
• Lesi urtikaria :
– Bintul eritematous disertai rasa gatal
– Bersifat sementara, dapat bertambah besar/kecil dalam
beberapa jam
– Apabila menetap > 24 jam harus mendapat perhatian
khusus  urtikaria vaskulitis
– Bisa terletak lebih dalam pada lapisan dermis  bercak
eritematous & cenderung edema
• Urtikaria + angioedema : prognosis lebih buruk
dari urtikaria umumnya
Penatalaksanaan
• Pejelasan
– Kepada pasien mengenai jenis urtikaria, penyebab (bila
diketahui), cara sederhana untuk mengurangi gejala,
pengobatan & harapan di masa mendatang
• Menghindari Alergen
– Yang menjadi penyebab dari urtikaria kontak / anafilaksis
– Intoleransi terhadap makanan & obat yang tidak diperantarai
IGE harus dipertimbangkan sebagai urtikaria kronik yang tidak
memberikan respon yang baik terhadap pemberian antihistamin
– Menghindari : salisilat, azodyes, benzoat & pengawet makanan
lain (asam sorbik)
Penatalaksanaan
Antihistamin untuk Urtikaria Kronik
Golongan Contoh Dosis
Klasik (sedasi) Klorfeniramin 4 mg, 3 x sehari
Hidroksizin 10-25 mg, 3 x sehari
Difenhidramin 10-25 mg, malam hari
Prometazin 25 mg, malam hari
Generasi II Akrivastin 4 mg, 3 x sehari
Setirizin 10 mg, 1 x sehari
Loratadin 10 mg, 1 x sehari
Mizolastin 10 mg, 1 x sehari
Generasi III Desloratadin 5 mg, 1 x sehari
Feksofenadin 180 mg, 1 x sehari
Antagonis H2 Simetadin 400 mg, 2 x sehari
Ranitidin 150 mg, 2 x sehari
KESIMPULAN
• Pria tersebut mengalami Hipersensitivitas
terhadap obat flu.
SARAN
• Pria tersebut harus menghentikan
mengkonsumsi obat flu tersebut
DAFTAR PUSTAKA
• Baratawidjaya KG. Imunologi Dasar. Edisi
ke-9. Jakarta: Pusat Penertbitan Ilmu
Penyakit Dalam, 2009.

You might also like