You are on page 1of 80

MUSIK TRADISIONAL KENTHONGAN DI DESA RAWALO

KECAMATAN RAWALO KABUPATEN BANYUMAS:

KAJIAN BENTUK PERTUNJUKAN

SKRIPSI

Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Disusun Oleh :

NAMA : RESTI INDAH PREVIANTI

NIM : 2501401028

JURUSAN : PSDTM

PRODI : SENI MUSIK (S1)

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2005
PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan panitia ujian Skripsi Fakultas Bahasa
dan Seni Universitas Negeri Semarang pada,

Hari : Senin
Tanggal : 3 Oktober 2005

Dewan Penguji

Ketua Sekertaris,

Prof. Dr. Rustono, M. Hum. Drs Udi Utomo, M.Si.


NIP. 131281222 NIP. 132041240

Penguji I Penguji II

Widodo, S.Sn., M.Sn. Drs. Slamet Haryono, M. Sn.


NIP.132258170 NIP. 132014877

Penguji III

Joko Wiyoso, S.Kar., M.Hum.


NIP. 131764034

iii
SARI

Resti Indah Previanti: MUSIK TRADISIONAL KENTHONGAN DI DESA


RAWALO KECAMATAN RAWALO KABUPATEN BANYUMAS:
KAJIAN BENTUK PERTUNJUKAN. Skripsi Jurusan Pendidikan Seni Drama
Tari dan Musik, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang.

Kesenian tradisional Kenthongan merupakan salah satu kesenian yang


dimiliki oleh masyarakat Banyumas khususnya di Desa Rawalo, Kecamatan
Rawalo, Kabupaten Banyumas. Setiap tahun pada bulan Agustus masyarakat Desa
Rawalo disibukkan dengan adanya perlombaan Kenthongan yang diadakan oleh
pihak Pemerintah Kabupaten Banyumas. Dalam mengikuti perlombaan
dibutuhkan banyak biaya, tenaga serta materi, namun hal tersebut tidak menjadi
masalah dan penghalang untuk mengikuti perlombaan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan kesenian musik
tradisional Kenthongan kelompok “Bobeng” di Desa Rawalo dan mengetahui
bagaimana dukungan warga desa Rawalo terhadap kesenian Kenthongan.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yang bersifat
deskriptif bertujuan untuk mendapatkan gambaran obyek. Penelitian berdasarkan
fakta yang ada, kemudian diperkaya ke dalam bentuk kalimat sehingga pembaca
bisa memahami obyek penelitian. Lokasi penelitian adalah di Desa Rawalo,
Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas. Teknik yang digunakan adalah
observasi, wawancara dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kesenian musik tradisional
Kenthongan yang semula berfungsi sebagai penggugah sahur di bulan Ramadhan,
kini berkembang dan menjadi sebuah kesenian yang dibanggakan oleh masyarakat
Banyumas dan desa Rawalo pada khususnya. Alat musik yang digunakan dalam
pertunjukan musik tradisional Kenthongan dari kelompok Bobeng terdiri atas
kenthongan, gambang, angklung, seruling, kendang (teplak), jun, tamborin, dan
keretan. Kelompok Bobeng terdiri dari 45 orang yang dipimpin oleh seorang
mayoret putri dan seorang mayoret putra. Sebelum melakukan pementasan
ataupun perlombaan kelompok Bobeng melakukan latihan dua kali sehari diwaktu
sore dan malam hari selama sebulan.
Warga sangat mendukung keberadaan kesenian tradisional Kenthongan
karena merupakan kebanggan jika kelompok mereka sebagai juara. Pemerintah
daerah Kabupaten Banyumaspun sangat mendukung adanya kesenian tradisional
Kenthongan, hal itu dapat dilihat dari menjadikannya kesenian tersebut sebagai
ciri khas serta sebagai aset budaya bagi Kabupaten Banyumas.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disampaikan saran kepada pemain
Kenthongan hendaknya lebih ditingkatkan lagi kreativitas dan kualitas dalam
bermain musik tradisional Kenthongan. Kepada Pemerintah daerah Kabupaten
Banyumas agar dapat memberikan bantuan dana setiap diadakan perlombaan serta
lebih bisa memberikan peluang kepada kelompok-kelompok musik tradisional
Kenthongan untuk tampil di tempat-tempat wisata dan pada acara-acara resmi
Kabupaten Banyumas.

ii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto
¾ Nilai kehidupan tidak terletak pada panjangnya hari, tapi pada cara
kita memanfaatkannya (Kahlil Gibran)
¾ Kasih sayang tanpa kekuatan adalah kelemahan, kekuatan tanpa
kasih sayang adalah kezaliman (Shovinji kempo)
¾ Kemauan dan tekad yang kuat merupakan jembatan menuju
kesuksesan (orang bijak)

Persembahan
Setetes peluh dan sebentuk karya kecil ini aku
persembahkan untuk:
1. Allah SWT “Peniup nafas kehidupanku”
2. Muhammad “Tuntunan hidupku”
3. Ayah dan ibuku tersayang “Doa dan restumu
adalah semangat”
4. Kakak dan adikku “Belahan hidup”
5. Bripda Arif “Cahaya yang terangi hatiku”
6. Teman-teman angkatan 2001 “I love You All”
7. Almamaterku tercinta “Memberi kesempatan
kepadaku untuk belajar”

v
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang Maha Esa, rahmat dan hidayah-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis

mendapatkan bimbingan dan bantuan yang sangat berarti dari berbagai pihak yang

berupa motivasi, saran, dan dukungan.

Ucapan terima kasih yang sangat tulus, juga penulis haturkan kepada:

1. Bapak DR. H.A.T. Soegito, S. H, M..M. Rektor Universitas Negeri Semarang;

2. Bapak Prof. Dr. Rustono. Dekan Fakultas Bahasa dan Seni yang telah

memberikan ijin untuk menyelesaikan skripsi;

3. Bapak Drs. Syahrul Syah Sinaga, M. Hum. Ketua Jurusan Pendidikan Seni

Drama, Tari, dan Musik yang telah memberikan kemudahan dalam

penyusunan skripsi;

4. Bapak Joko Wiyoso, S. Kar, M. Hum, pembimbing I yang telah membimbing

dan mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi ini;

5. Bapak Drs. Slamet Haryono, M.Sn. pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan, dorongan, dan segenap perhatiannya;

6. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni, khususnya jurusan

Pendidikan Seni Drama, Tari, dan Musik yang telah bersedia memberikan

data-data yang penulis perlukan dalam menyelesaikan skripsi ini;

7. Ayah, ibu serta kakak dan adikku, yang selalu memberikan doa,semangat dan

dorongan;

8. Cahayaku Bripda Arif yang sabar dalam mendampingiku dan selalu memberi

semangat;

vi
9. Teman-teman mahasiswa pada Pendidikan Seni Drama, Tari, dan Musik

angkatan 2001, yang telah memberikan semangat dan dorongan;

10. Sahabat dan saudara terbaikku Ela-elo, Ernong, Junet, B’wok yang telah

memberikan semangat dan dukungan;

11. Teman lamaku Konang, dan semua teman-teman serta pengurus kelompok

Kenthongan “Bobeng”, yang telah memberikan kesempatan dan dukungan;

12. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.

Mudah-mudahan segala amal dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis

mendapatkan ridho dan balasan dari Allah SWT.

Akhir kata penulis berharap agar skripsi ini berguna bagi almamater tercinta

dan bermanfaat bagi yang membacanya.

Semarang, Oktober 2005

Penulis

vii
DAFTAR ISI

SARI.................................................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. iii
PERNYATAAN ................................................................................................. iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL............................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................................................. 1
B. Perumusan Masalah .................................................................................. 3
Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4
C. Manfaat Penelitian .................................................................................... 4
D. Sistematika Skripsi .................................................................................... 5
BAB II LANDASAN TEORI
A. Fungsi Kesenian Bagi Masyarakat .......................................................... 7
B. Kenthongan ............................................................................................... 10
C. Musik Tradisional dan Ciri-cirinya........................................................... 13
D. Bentuk Pertunjukan Musik ....................................................................... 17
E. Kesenian Tradisional dan Perilaku Komunitas Pendukungnya ................ 18
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian .............................................................................. 23
B. Lokasi dan Sasaran Penelitian ................................................................... 23
C. Teknik Pengumpulan data ........................................................................ 24
1. Teknik Observasi ................................................................................ 24
2. Wawancara ......................................................................................... 25
3. Dokumentasi ....................................................................................... 26
D. Teknik Analisis Data ................................................................................ 26
E. Pemeriksaan Keabsahan Data ................................................................... 26

viii
BAB IV
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian.......................................................... 27
1. Lokasi dan Lingkungan Alam............................................................... 27
2. Kependudukan Desa Rawalo................................................................ 27
a. Jumlah Penduduk............................................................................... 27
b. Mata pencaharian............................................................................... 29
3. Tingkat Pendidikan............................................................................... 31
4. Kehidupan Keagamaan......................................................................... 32
5. Kehidupan Kesenian di Desa Rawalo................................................... 33
B. Asal-usul kelompok Kenthongan Bobeng.................................................. 35
C. Pertunjukan Musik Tradisional Kenthongan.............................................. 37
1. Kegiatan Sebelum Pertunjukan............................................................. 37
2. Diskripsi Pertunjukan Kenthongan Bobeng.......................................... 40
3. Bentuk Pertunjukan Kenthongan Bobeng............................................. 44
a. Alat Musik Yang Digunakan (Instrumentasi).................................... 46
b. Peraga................................................................................................. 57
1. Pemain Musik................................................................................ 57
2. Penari Kenthongan........................................................................ 58
3. Penyanyi........................................................................................ 58
4. Mayoret......................................................................................... 58
5. Pembawa Acara (MC)................................................................... 59
6. Kostum dan Rias........................................................................... 59
7. Tata suara (Sound System)........................................................... 63
8. Tempat pertunjukan dan Waktu.................................................... 64
9. Tata Cahaya (Lighting)................................................................. 64
10. Repertoar Lagu.............................................................................. 65
11. Penonton........................................................................................ 68

D. Dukungan Warga Desa Rawalo Terhadap Musik Tradisional Kenthongan


1. Dukungan dari Pemain Kenthongan......................................................... 70
2. Dukungan Penonton atau warga Desa Rawalo......................................... 71

ix
3. Dukungan dari Seniman dan Tokoh Masyarakat Desa Rawalo................ 73
4. Dukungan dari Lembaga Masyarakat Desa Rawalo................................. 74

BAB V PENUTUP
A. Simpulan..................................................................................................... 78
B. Saran........................................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 80
LAMPIRAN.......................................................................................................... 82

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara yang kaya akan tanaman dan pohon-pohon, yang

beraneka ragam. Jika kita bisa memanfaatkannya dengan baik dan benar maka

akan sangatlah berguna, asalkan tidak mengganggu ekosistem alam yang pada

saat ini sudah semakin tidak terawat karena banyak orang yang melakukan

penebangan pohon secara liar. Sebaiknya tanaman atau pohon yang akan ditebang

harus sudah ada pengganti sebagai tanaman yang baru atau reboisasi agar tidak

punah dan tetap terjaga ekosistemnya.

Pohon bambu misalnya, tumbuhan yang tumbuh secara berumpun ini

memiliki banyak kegunaan yang tidak ada habisnya. Bambu atau orang jawa

menyebutnya pring, sebagian besar dimanfatkan oleh penduduk untuk membuat

perabot rumah tangga, seperti kursi, meja, tutup saji, rak buku atau koran, sebagai

dinding untuk rumah dan masih banyak lagi. Selain itu bambu juga bisa

dimanfaatkan untuk kerajinan rumah tangga, misalnya dibuat kipas tangan, pigura

foto,tas, dan lainnya.

Tanaman serba guna ini sejak lama secara turun temurun dijadikan

sandaran hidup bagi penduduk di Desa Bendungan, Wates, Kulon Pogo,

Yogyakarta. Di Desa tersebut banyak terdapat tanaman bambu yang tumbuh di

belakang pekarangan rumah warga Di daerah Kulon Progo misalnya, di sana

banyak terdapat macam-macam kerajinan yang terbuat dari bambu

1
2

Bagi orang Jawa Tengah, bambu dimanfaatkan sebagai atap rumah,

dinding rumah, reng dan lain-lai. Agar tahan lama, bambu sebelum digunakan

terlebih dahulu direndam dalam air hingga satu bulan. Dengan demikian bambu

bisa bertahan hingga puluhan tahun. Macam-macam produk unggulan kerajinan

anyaman bambu berupa: caping, tampah, gedeg (anyaman bambu untuk

pembatas), topi, baki, saringan kap lampu, tempat tissue, tempat buah, sangkar

ayam dan burung, tempat koran serta masih banyak lagi souvenir dari bambu

lainnya.

Di daerah Banyumas Jawa Tengah, tumbuhan bambu sangat banyak

manfaatnya. Diantaranya bambu selain dibuat kerajinan tangan juga dibuat

sebagai alat musik tradisional. Antara lain angklung, gambang, seruling dan

kenthongan, yang jika dimainkan dan dipadukan bisa menghasilkan suara merdu.

Bambu sebagai salah satu bahan untuk industri kerajinan juga bisa dibuat

alat musik yang bunyinya khas yaitu yang dinamakan Kenthongan. Bahkan pada

jaman dahulu, bambu digunakan sebagai senjata legendaris para pejuang

Kemerdekaan Indonesia. Di Banyumas terkenal dengan musik bambunya yang

beraneka ragam, yang kesemuanya merupakan bagian dari kesenian rakyat di

daerah tersebut. Musik bambu sering dimainkan pada bulan Ramadhan yang

fungsinya untuk membangunkan orang tidur untuk makan sahur. Selain itu juga

dimainkan dalam berbagai macam acara seperti pernikahan, peresmian gedung,

perayaan hari-hari besar, dan kegiatan seni yang lainnya.

Letak Banyumas yang berada di perbatasan antara budaya Jawa dan

Sunda, sehingga mempengaruhi warna musiknya. Pengaruh Sunda terlihat dari


3

cara memainkan instrumen, perbendaharaan teknik cara memukul kendhang,

penyajian suara penyanyi dan penggunaan instrumen seperti angklung. Semua

musik Banyumasan memakai tangga nada slendro (lima nada). Susunan gubahan

vokal sering menggunakan nada minor yang sama dengan pelog (sistem tujuh

nada), namun dinyatakan dengan instrumen gamelan bernada slendro.

Dengan mengacu pada penjelasan di atas, peneliti ingin meneliti musik

tradisional Kenthongan dikarenakan di daerah Banyumas terdapat sebuah

kesenian tradisonal yang sangat langka dan unik. Musik tradisional Kenthongan

ini semua alatnya terbuat dari bambu yang dibuat sedemikian rupa hingga bisa

dimainkan yang nadanya disesuaikan seperti pada alat musik elektrik (Key board).

Peneliti ingin menginformasikan kepada masyarakat Indonesia pada umumnya

dan masyarakat Jawa Tengah khususnya yang belum kenal terhadap musik

tradisional Kenthongan ini.

Dengan adanya penulisan ini, peneliti berharap khususnya pada warga

Banyumas agar lebih melestarikan dan mengembangkan kesenian Tradisional

Kenthongan .serta termotivasi untuk lebih memajukan kebudayaan yang

merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi daerah tesebut.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penilitian

tentang keberadaan kesenian Kenthongan khususnya :

1. Bagaimana bentuk pertunjukan kesenian musik Kenthongan ?

2. Bagaimana dukungan warga desa Rawalo terhadap musik Kenthongan ?


4

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan di atas penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui bentuk pertunjukan kesenian Tradisional Kenthongan.

2. Mengetahui bagaimana dukungan warga desa Rawalo terhadap kesenian

tradisional Kenthongan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis:

a. Sebagai bahan referensi bagi pembaca.

b. Sebagai bahan acuan untuk peneliti berikutnya.

c. Sebagai bahan perbandingan kesenian tradisional Kenthongan dengan

kesenian tradisional yang lain.

2. Manfaat praktis

a. Sebagai sarana memperkenalkan musik tradisional Kenthongan kepada

masyarakat umum.

b. Sebagai motivasi kepada pelaku kesenian tradisional Kenthongan agar

berkembang.

c. Untuk melestarikan kesenian tradisional Kenthongan


5

E. Sistematika Skripsi

Sistematika skripsi bertujuan untuk memberikan gambaran serta

mempermudah pembaca dalam mengetahui garis-garis besar dari skripsi ini, yang

bertujuan sebagai berikut :

1. Bagian awal skripsi, berisi tentang :

Judul skripsi, halam pengesahan, halaman motto dan persembahan, kata

pengantar, daftar isi, daftar lampiran dan abstrak.

2. Bagian isi, terdiri dari :

Bab I. Pendahuluan

Pada bab ini memuat landasan teori yang berisi telaah pustaka yang

berhubungan dengan masalah-masalah yang dibahas dalam peneliti ini

yaitu tentang musik tradisional Kenthongan.

Bab II. Landasan Teori

Pada bab ini memuat landasan teori yang berisi telaah pustaka yang

berhubungan dengan masalah-masalah yang dibahas dalam penelitian ini

yaitu tentang musik tradisional Kenthongan.

Bab III. Metodologi Penelitian

Pada bab ini terdiri dari hal-hal yang berhubungan dengan prosedur

penelitian yang meliputi : penelitian lokasi, sasaran penelitian, teknik

pengumpulan data seta teknik analisis data. Bab ini dimaksudkan untuk

memberikan gambaran yang jelas serta pedoman dalam melaksanakan

penelitian disamping untuk memahami dan memecahkan persoalan dalam

penelitian ini.
6

Bab IV. Hasil Penelitian

Pada bab ini memuat data-data yang diperoleh sebagai hasil dari

penelitian, dan dibahas secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian yang

termuat dalam bab IV ini sekaligus merupakan jawaban dari permasalahan

yang diuraikan pada bab I.

3. Bagian akhir

Pada bagian akhir terdiri dari daftar pustaka yang digunakan untuk

landasan teori serta memecahkan permasalahan permasalahan dan lampiran

sebagai bukti dan perlengkapan dari hasil penelitian.


BAB II

LANDASAN TEORI

A. Fungsi Kesenian bagi Masyarakat

Di dalam kehidupan sehari-hari masyarakat sering membicarakan

tentang kebudayaan. Manusia hidup tidak lepas dari budaya yang ada, karena

kebudayaan merupakan bagian dari kehidupan manusia. Menurut

Koentjoroningrat (1993: 9) kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu

buddayah, ialah bentuk jamak dari buddi yang berarti budi atau akal. Lebih lanjut

dikatakan, bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan gagasan dan karya manusia

yang harus dibiasakan dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan

karyanya atau budi pekertinya.

Di dalam antropologi, kebudayaan dikatakan sebagai sistem gagasan,

tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang

dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar. Koentjoroningrat (1993: 5)

berpendapat bahwa dalam kebudayaan ada tiga wujud, yaitu (1) sebagai suatu

komplek dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan

sebagainya; (2) sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari

manusia dan masyarakat; (3) sebagai benda-benda dan hasil karya manusia. Dari

ketiga wujud kebudayaan itu jelas bahwa wujud pertama merupakan buddah dari

akal dan budi manusia, wujud kedua adalah tindakan manusia, dan yang ketiga

merupakan buah atau hasil dari karya manusia.

7
8

Triyanto (1994: 169 ) mengatakan bahwa kebudayaan dapat diartikan

sebagai keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, nilai-nilai yang dimiliki oleh

manusia sebagai mahluk sosial, yang isinya adalah perangkat-perangkat model

pengetahuan atau sistem-sistem makna yang terjalin secara menyeluruh dalam

simbol-simbol yang ditransmisikan secara historis.

Tylor (dalam Guritno, 1988: 1) mengatakan, bahwa kebudayaan

merupakan keseluruhan yang kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan,

seni, kesusilaan, hukum, adat, dan setiap kemampuan serta kebiasaan lainnya

yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.

Kebudayaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat,

merupakan hasil budaya manusia, baik yang bersifat material maupun spiritual

untuk menyempurnakan derajat hidupnya. Manusia selalu mengembangkan

kebudayaan dengan maksud memajukan taraf hidup, sehingga tingkat

kemajuannya dapat dipandang sebagai ukuran derajat manusia. Sedangkan

masyarakat adalah tempat tumbuhnya kebudayaan. Jadi tidak ada masyarakat

yang tidak memiliki kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah pendukungnya.

Manusia sebagai anggota masyarakat selalu menghadapi persoalan-

persoalan yang meminta pemecahan dan penyelesaian. Kebudayaan juga tidak

terlepas dari kehidupan berkelompok manusia. Kebudayaan merupakan unsur

pengorganisasian antara individu dan membentuk suatu kelompok, sehingga dapat

dikatakan bahwa kebudayaan dan masyarakat tidak dapat dipisahkan.

Setiap individu merupakan pendukung kebudayaan. Kebudayaan itu

mengatur tingkah laku masyarakat pendukungnya yang melibatkan interaksi antar


9

sesama manusia dalam kehidupan sehari-harinya. Hasilnya akan terwujud dalam

berbagai pola perilaku masyarakat yang memungkinkan mereka mampu

memainkan peran yang sesuai dengan tuntutan etika, estetika, dan logika

masyarakat yang bersangkutan.

Setiap masyarakat mempunyai kebudayaan yang beraneka ragam dan

berbeda, namun setiap kebudayaan mempunyai sifat hakiki yang berlaku umum

bagi semua kebudayaa dimanapun berada, seperti yang diterangkan oleh Soekanto

dalam Pelly (1994: 25) bahwa hakekat kebudayaan adalah: (1) Kebudayaan

terwujud dan tersalurkan melalui perilaku manusia; (2) Kebudayaan telah ada

terlebih dahulu dari pada terlahirnya suatu generasi tertentu dan tidak akan mati

dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan; (3) Kebudayan diperlukan oleh

manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya; (4) Kebudayaan mencakup

aturan-aturan yang berisikan kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan

ditolak, tindakan-tindakan yang diijinkan.

Tinggi rendahnya suatu kebudayaan menunjukan tinggi rendahnya budi

serta peradaban dalam kehidupan. Kebudayaan bersifat utuh atau keseluruhan

hidup suatu bangsa, maka kebudayaan merupakan suatu sistem atau nilai

masyarakat. Sistem inilah yang membentuk sikap dan mental atau pola pikir

tatanan masyarakat sebagaimana tercermin dalam tingkah laku sehari-hari yang

menjadi kehidupan masyarakat


10

B. Kenthongan

Kenthongan merupakan salah satu alat musik yang terbuat dari bambu,

kayu atau akar bambu. Jika kenthongan dibuat dari bambu maka yang diambil

adalah bagian antara ruas dan ruas dan di bagian tengahnya dilubangi. Sedangkan

kalau kenthongan dibuat dari kayu atau akar bambu, maka caranya adalah

melubangi bagian tengah (ngkrowak) menjadi ruang resonansi. Kenthongan dalam

ukuran kecil dapat dipegang, sedangkan yang besar digantung pada tiang.

Semenjak masa pemerintahan pelita ke empat orde baru, alat ini

dijadikan sebagai penyambung informasi dan karenanya kenthonganpun mulai

dihias, dilukis bahkan diukir. Terkecuali di Bali yang memang sudah lama

merupakan sebagai salah satu souvenir, sehingga bentuknya dibuat lebih menarik,

seperti diukir dan dibuat dalam bentuk yang lain.

Musik tradisional Kentongan yang berada di desa Rawalo Kecamatan

Rawalo Kabupaten Banyumas merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi

masyarakat setempat. Karena musik tradisional kenthongan adalah salah satu

kesenian tradisional daerah yang sudah lama tidak berkembang, namun desa

Rawalo memiliki kelebihan tesendiri karena mampu melestarikan kesenian

Kenthongan dan bisa dijadikan kebanggan bagi desa tersebut.

Berdasarkan keterangan masyarakat setempat yaitu bapak Sarkum,

musik tradisional Kenthongan telah ada sejak tahun 1970-an, bermula dari

masyarakat yang bertugas meronda untuk membangunkan orang-orang untuk

sahur pada bulan Ramadhan (bulan puasa). Oleh seniman musik setempat,

kegiatan ronda tersebut dijadikan sebagai suatu kegiatan untuk meramaikan bulan
11

Ramadhan dengan jalan menjadikan alat-alat ronda (kenthongan) sebagai sebuah

alat musik untuk menghasilkan sajian musik yang lebih menarik yang fungsinya

sama yaitu sebagai penggugah sahur.

Alat musik Kenthongan terdiri atas kenthongan, gambang, angklung,

seruling, kendang (teplak), jun, tamborin, keretan. Untuk menghasilkan irama

yang enak didengar, maka alat yang dibutuhkan antara lain kenthongan minimal

delapan belas buah, gambang tiga buah, angklung tiga set, seruling satu buah,

kendang satu set, jun tiga buah, tamborin satu buah dan keretan satu buah.

Masing-masing alat mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Kenthongan, jun, kendang

berfungsi sebagai alat ritmis, sedangkan gambang, angklung dan seruling sebagai

melodi, tamborin dan keretan sebagai pelengkap agar lebih harmonis. Jun sebagai

bas terdiri dari tiga suara yaitu tinggi, sedang dan rendah, begitu pula pada

kendang (teplak).

Untuk membentuk suatu kelompok kesenian Kenthongan membutuhkan

pengorbanan yang besar baik materi ataupun tenaga juga waktu. Hal itu bisa

dilihat dari segi pembuatan alat musiknya membutuhkan bambu yang tidak

sedikit. Sebuah kelompok Kenthongan mengadakan latihan jika akan mengikuti

perlombaan yang biasanya diselenggarakan dalam rangka merayakan

Kemerdekaan Republik Indonesia dan hari jadi Kabupaten Banyumas. Kegiatan

latihan biasanya dibagi menjadi dua tahap, tahap pertama untuk latihan tari yang

terdiri dari para remaja putri pada waktu sore hari kurang lebih pukul 16.00 WIB.

Sedangkan tahap kedua yaitu latihan secara keseluruhan, untuk memadukan

kekompakan antara musik tradisional kenthongan dengan tarian. Kegiatan latihan


12

biasanya dimulai pada waktu setelah sholat isya kurang lebih pukul 20.00 WIB

sampai dengan selesai. Dalam latihan juga disediakan makan dan minum yang

diambil dari uang kas kelompok kesenian tradisional kenthongan tersebut. Uang

kas diambil dari sepuluh persen uang hasil menang perlombaan kenthongan.

Latihan berlangsung secara rutin dari awal bulan Agustus sampai menjelang

perlombaan yang biasanya diselenggarakan satu minggu setelah hari

Kemerdekaan Republik Indonesia atau dua hari setelah hari jadi Kabupaten

Banyumas.

Pada saat mengikuti lomba juga banyak membutuhkan biaya, karena

perlombaan dilaksanakan dengan dua tahap. Tahap pertama adalah masing-

masing peserta lomba pentas di panggung yang telah disediakan dengan

melakukan display yaitu memperagakan formasi tarian bersamaan dengan

memainkan musik tradisional Kenthongan, masing-masing peserta lomba diberi

kesempatan waktu kurang lebih lima menit untuk memperagakan di atas

panggung. Tahap kedua adalah keliling, masing-masing peserta harus berjalan

melewati jalan yang telah ditentukan oleh panitia.

Melihat dari segi lamanya proses yang membutuhkan waktu, tenaga dan

juga biaya, kiranya tidak sebanding dengan hadiah yang disediakan. Hadiahnya

berupa piala dan piagam bagi juara satu sampai dengan enam, uang pembinaan

bagi juara satu, dua, dan tiga. Berkaitan dengan hal tersebut peneliti ingin meneliti

lebih jauh mengenai bentuk pertunjukan serta dukungan masyarakat terhadap

keberadaan kesenian kenthongan di desa Rawalo Kecamatan Rawalo terhadap

keberadaan kesenian tradisional Kenthongan.


13

C. Musik Tradisional dan Ciri-cirinya.

Kata “Tradisi” dalam kamus Besar Bahasa Indonesia berarti adat

kebiasaan yang dilakukan turun-temurun dan masih terus dilakukan di masyarakat

di setiap tempat atau suku berbeda. Selain itu menurut Purwadarminta (1976:

1089) kata tradisi sebagai segala yang bersifat turun-temurun dari nenek moyang.

Kata “Tradisional” dalam kamus Besar Bahasa Indonesia berarti menurut tradisi

adat istiadat atau sudah menjadi kebiasaan tetapi dilakukan seperti itu turun-

temurun dari dahulu hingga sekarang. Kayam (1981: 59) berpendapat bahwa

tradisional merupakan istilah yang berasal dari traditio yang artinya mewariskan.

Kata tradisional juga berasal dari bahasa latin yaitu traditium yang berarti sesuatu

yang diberikan atau diteruskaan dari masa lalu ke masa kini, Shills dalam

Sedyawati (1992: 181 ).

Kesenian tradisional juga diartikan sebagai suatu bentuk seni yang

berakar dan bersumber serta dirasakan sebagai milik sendiri oleh masyarakat

pendukungnya atau lingkungannya. Pengolahannya hanya didasarkan pada cita

rasa masyarakat pendukungnya. Cita rasa di sini mempunyai pengertian yang luas,

termasuk nilai kehidupan tradisi, pandangan hidup, pendekatan falsafah, rasa

estetis serta ungkapan budaya lingkungannya.

Pada dasarnya kesenian tradisional adalah kesenian asli yang lahir

karena adanya dorongan emosi dan kehidupan batin yang murni atas dasar

pandangan hidup dan kepentingan pribadi masyarakat pendukungnya. Kesenian

sebagai salah satu unsur kebudayaan dapat digolongkan sebagai kebutuhan


14

integritas, yaitu jenis kebutuhan yang dalam pemenuhannya melibatkan berbagai

kebutuhan lainnya.

Lebih lanjut Rasjid (1979 :9) mengemukakan bahwa yang dimaksud

dengan kesenian tradisional adalah kesenian yang lahir pada zaman feodal dan

masih tetap hidup serta berkembang sampai saat ini. Sebagai hasil budaya yang

menjadi miliknya serta menjadi salah satu ciri dan identitas serta kepribadian

suatu wilayah.

Hal tersebut sependapat dengan Kayam (1982 : 59-70) “Tiap-tiap

kesenian tradisional mengandung sifat-sifat atau ciri khas dari masyarakat

tradisional pula yaitu masyarakat petani”. Kesenian juga bisa disebut sebagai

kesenian rakyat karena mempunyai ciri nilai yang terjalin dalam kesenian rakyat

itu merupakan refleksi dari cara hidup sehari-hari atau bersumber kepada mitos.

Seni musik tradisional adalah musik yang telah terpadu dengan hidup

dan kehidupan masyarakat di wilayah tertentu selama beberapa generasi. Pada

umumnya seni musik tradisional itu sudah tidak diperhatikan atau dikenal

penciptanya sehingga terasa menjadi milik bersama di wilayah itu.

Suatu daerah tertentu akan mencerminkan kekhususan daerah atau

kelompok masyarakat itu juga, seperti pendapat Kayam (1981 : 60), ciri kesenian

tradisional antara lain

1. Memiliki jangkauan yang terbatas.

2. Merupakan pencerminan dari suatu masyarakat yang berkembang sangat

lambat, karena dinamika masyarakat memang demikian.


15

3. Merupakan bagian dari lingkungan kehidupan yang bulat yang tidak terbagi-

bagi dalam perkotakan spesialisasi.

4. Bukan merupakan hasil kreativitas individu-individu, tetapi tercipta suara

anonim bersama dengan sifat kolektifitas masyarakat yang menunjang.

Mustopo (1983 : 67) mengemukakan enam ciri yang menonjol tentang

karya musik tradisional : (1) Karya musik tradisional tersebut berkembang dalam

suatu komunitas; (2) Karya musik tersebut menggambarkan kepribadian komunal;

(3) Karya musik tersebut menyuarakan semangat dan spirit kebersamaan

komunitas yang bersangkutan; (4) Karya musik tersebut senantiasa berkaitan

dengan kehidupan sehari-hari anggota komunitas; (5) Karya musik tersebut

bersifat fungsional,; (6) Proses pewarisan karya musik tersebut tidak mengenal

cara-cara tertulis.

Disamping itu unsur kerakyatan dan kebersamaan merupakan ciri-ciri

musik Indonesia (Sunarko, 1984: 33). Musik tradisional tidak menutup

kemungkinan untuk berkembang karena berjalan seiring dengan pertumbuhan

adat, budaya masyarakat dan pemiliknya.

Sebagai salah satu perwujudan kebudayaan, kesenian tradisional juga

memiliki peranan atau fungsi yang penting dalam kehidupan masyarakat

pendukungnya. Dengan mengetahui fungsi akan diketahui pula peranannya.

Kesenian tradisional yang ada di Indonesia memiliki fungsi yang berbeda-beda.

Perbedaan itu berhubungan erat dengan sejarah timbulnya kesenian itu sendiri.

Peran yang dimainkan kesenian tradisional dapat bersifat sakral atau untuk

kepentingan upacara, pertunjukan ataupun hiburan


16

Fungsi seni sangat luas dalam kebudayaan masyarakat, bangsa dan

negara. Kesenian sebagai bentuk kebudayaan tampil dalam semua aspek

kehidupan. Merriem (dalam Jazuli, 1994: 95) membagi fungsi seni tradisional

menjadi sembilan, yaitu; (1) Sebagai sarana upacara; (2) Sebagai respon fisik; (3)

Sebagai hiburan; (4) Sebagai sarana komunikasi; (5) Untuk persembahan,; (6)

Menjaga keharmonisan norma-norma dalam masyarakat; (7) Penopang institusi

sosial; (8) Untuk kestabilan budaya; (9) Untuk integrasi kemasyarakatan.

Dalam segi agama kelompok seni meliputi ; seni rupa, seni musik, seni

tari yang ketiganya mempunyai peranan penting dalam berbagai upacara

keagamaan. Oleh sebab itu seni yang berkaitan dengan keagamaan mempunyai

sifat multi media (Yudaseputra, 1993 :95). Kesenian juga memegang peranan

penting dalam kehidupan sosial, artinya kesenian memiliki nilai sosial. Kegiatan

seni melibatkan masyarakat karena hasilnya berguna bagi seluruh masyarakat.

Demikian juga dengan seni musik yang mempunyai fungsi peran yang berbeda-

beda, baik secara aktif maupun pasif, misalnya : (1) Musik dalam agama, (2)

Musik dalam masa perjuangan, (3) Musik untuk hiburan, (4) Musik untuk

pendidikan, (5) Musik untuk perdagangan.

Begitupun dengan musik yang mempunyai pengaruh besar sekali dalam

kehidupan manusia, tingkah dan aktifitas manusia. Karena adanya pengaruh inilah

kemudian musik dapat berfungsi sebagai sarana hiburan saja tetapi juga benyak

bentuk dan segi pengaruh yang diberikan oleh musik dalam kehidupan manusia

sepenuhnya (Dungga, 1990: 17).


17

D. Bentuk Pertunjukan Musik

Kata “Bentuk” dalam kamus besar Bahasa Indonesia mempunyai arti

wujud yang ditampilkan. Bentuk merupakan suatu media atau alat untuk

komunikasi menyanpaikan arti yang terkandung oleh bentuk itu sendiri untuk

menyanpaikan peran tertentu dari pencipta kepada masyarakat sebagai penerima

(Suwondo, 1992:5). Bentuk dalam kesenian dibagi menjadi dua, yaitu isi dan

bentuk luarnya. Isi berhubungan dengan tema atau cerita dalam sebuah karya seni

itu sendiri. Bentuk luar merupakan hasil pengaturan dan pelaksanaan elemen-

elemen motorik yang merupakan aspek yang diamati (Murgianto, 1992: 30)

Seni dapat dipandang dari segi tekstual dan konstektual. Pengkajian seni

secara tekstual yaitu memandang seni sebagai sebuah teks, hanya terbatas pada

struktur atau bentuk seni. Pengkajian pada struktur atau bentuk karya seni akan

menyangkut pangkajian elemen-elemen karya seni dalam hal ini adalah

pengkajian tentang teknik dan sistem dalam karya seni.

Bentuk musik adalah suatu gagasan atau ide yang nampak dalam

pengolahan atau susunan semua unsur musik dalam sebuah komposisi (melodi,

irama, harmoni dan dinamika). Ide ini mempersatukan nada-nada musik serta

terutama bagian-bagian komposisi yang dibunyikan satu persatu sebagai

kerangka. Bentuk musik dapat dilihat juga secara praktis sebagai “wadah” yang

“diisi” oleh seorang komponis dan diolah sedemikian hingga menjadi musik yang

hidup (Karl-Edmund prier SJ, 1996: 3).

Pengkajian secara struktural akan menyangkut pengkajian tentang sistem

tata hubungan dan teknik pada semua elemen atau terbatas pada kajian salah satu
18

elemen pertunjukan. Pengkajian seni secara struktural pada akhirnya akan

menghasilkan grammar atau tata laku elemen-elemen dari sebuah karya seni yang

sebenarnya juga merupakan gaya dari karya seni itu (Royce dalam Indriyanto,

2000:2).

Menurut pendapat G:R. Lono Lastono Simatupang dalam artikelnya

yang berjudul “Budaya Sebagai Strategi dan Strategi Budaya” yang dimuat dalam

jurnal Seni Pertunjukan Indonesia yang bertajuk Global lokal tahun X. 2000

mengemukakan, bahwa pertunjukan (performance) memiliki tiga unsur pokok

yaitu; (1) Bersifat terancang, (2) Sebagai sebuah interaksi sosial, pertunjukan

ditandai dengan kehadiran secara fisik para pelaku peristiwa dalam sebuah ruang

fisik terntentu, (3) Peristiwa petunjukan terarah pada penampilan ketrampilan dan

kemampuan olah diri, jasmani, rohani atau keduanya.

Sebuah interaksi sosial, peristiwa perunjukan selain melibatkan

performer atau pemain juga melibatkan audience atau penonton. Untuk mengkaji

bentuk pertunjukan musik kenthongan, selain mengkaji pertunjukan yang tampak

di atas pentas serta elemen-elemen yang mendukung dalam pertunjukan itu

sendiri, juga mengenai dukungan masyarakat dan penonton terhadap kesenian

kenthongan.

E. KesenianTradisional dan Perilaku Komunitas Pendukungnya.

Kesenian termasuk di dalamnya musik pada dasarnya merupakan salah

satu kebutuhan manusia yang universal. Kehadirannya tidak hanya menjadi milik
19

orang kaya atau orang yang serba kecukupan, tetapi juga menjadi kebutuhan

orang miskin atau orang yang hidup dalam serba kekurangan (Rohidi, 1993 : 111).

Tjejep Rohendi Rohidi dalam disertasinya “Ekspresi Seni Orang

Miskin” (1993: 19 dan 313) lebih lanjut mengatakan bahwa, bentuk-bentuk

perilaku kesenian pada dasarnya sangatlah berkaitan dengan sistem sosial-budaya

masyarakat yang bersangkutan. Sistem sosial-budaya dalam hal ini dipahami

sebagai kebudayaan yang di dalamnya terdapat unsur-unsur yang berfungsi dan

beroperasi dalam kesatuan sistem yang menunjuk pada aspek individu, aspek

sosial, dan aspek budaya.

Penelitian ini akan memfokuskan kajiannya pada dukungan warga

masyarakat yang diwujudkan melalui bentuk dan perilaku atau tindakan yang

diberikan terhadap musik tradisional Kenthongan. Sebagai konsekuensinya, maka

berbagai data dan informasi yang diperoleh akan dipahami dan dijelaskan dengan

menggunakan konsep-konsep dan teori sosiologi.

Sosiologi sebagai sebuah ilmu yang menempatkan fakta sosial (fait

sosial) sebagai pokok kajiannya menurut pandangan Emile Durkheim. Fakta

sosial tersebut menyangkut berbagai cara bertindak, berpikir dan berperasaan

yang berada di luar individu namun mempunyai kekuatan memaksa dan

mengendalikan individu.

Sosiolog Amerika Herbert Gans (1974) mencoba menjelaskan dengan

mengakomodasikan kelas sosial dan kebudayaan di dalam sebuah konsep yang

dinamakan budaya selera (taste cultute), yakni sebuah konsep yang menjelaskan

tentang adanya kecenderungan terhadap persamaan selera dalam sebuah


20

kelompok kelas sosial. Meskipun dalam stusinya ia tidak menyamakan antara

selera dengan posisi kelas sosial, namun ia menemukan kesejajaran yang

signifikan antara keduanya (dalam Lull, 1988 : 80).

Dalam mempelajari perilaku sosial diperlukan adanya teori tentang

perilaku sosial, dalam hal ini penulis menggunakan beberapa teori tentang

perilaku sosial, dinyatakan:

1. Teori Perilaku Sosial oleh Max Weber

Max Weber mengemukakan semakin rasional tindakan sosial itu semakin

mudah dipahami. Weber membedakan perilaku sosial menjadi empat tipe, yaitu :

a. Zwerk rational, yakni tindakan sosial murni.

Dalam tindakan ini aktor tidak hanya sekedar menilai cara yang terbaik

untuk mencapai tujuannya tapi juga menentukan nilai dari tujuan itu

sendiri. Tujuan dalam zwerk rational tidak absolut. Ia dapat juga menjadi

cara dari tujuan lain berikutnya. Bila aktor berkelakuan dengan cara

yang paling rasional maka mudah memahami tindakannya itu.

b. Werk trational artion.

Dalam tindakan tipe ini aktor tidak dapat menilai apakah cara-cara yang

dipilihnya itu merupakan yang paling tepat untuk mencapai tujuan yang

lain. Dalam tindakan ini antara tujuan dan cara-cara mencapainya

cenderung menjadi sukar untuk dibedakan. Namun tindakan ini rasional,

karena pilihan terhadap cara-cara kiranya sudah menentukan tujuan yang

diinginkan. Tindakan tipe kedua ini masih rasional meski tidak


21

serasional yang pertama. Karena itu dapat dipertanggungjawabkan untuk

dipahami.

c. Affectual action, tindakan yang dibuat-buat.

Tindakan ini dipengaruhi oleh emosi dan kepura-puraan si aktor yang

kadang sukar untuk dipahami atau tidak rasional.

d. Traditional action, tindakan yang didasarkan atas kebiasaan-kebiasaan

dalam mengerjakan sesuatu di masa lalu saja.

Konsep kedua dari Weber adalah konsep penting antar hubungan sosial

(sosial relationship). Didefinisikan sebagai tindakan yang beberapa orang aktor

yang berbeda, sejauh tindakan itu mengandung makna dan dihubungkan serta

diarahkan tindakan orang lain. Tidak semua kehidupan kolektif memenuhi syarat

sebagai antar hubungan sosial. Dimana tidak ada saling penyesuaian antara orang

yang satu dengan orang yang lain, maka di situ tidak ada hubungan antar sosial.

2. Teori Behavioral Sosiology

Teori ini memusatkan perhatiannya pada hubungan antara akibat dari

tingkah laku yang terjadi di dalam lingkungan aktor dengan tingkah laku aktor.

Akibat-akibat tingkah laku diperlakukan sebagai variable independen. Ini berarti

bahwa teori ini berusaha menerangkan tingkah laku yang terjadi itu melalui

akibat-akibat yang mengikutinya kemudian. Yang menarik perhatian Behaviorral

Sosiology adalah hubungan histories antara akibat tingkah laku yang terjadi dalam

lingkungan aktor dengan tingkah laku yang terjadi sekarang. Akibat tingkah laku

yang terjadi di masa lalu mempengaruhi tingkah laku yang terjadi di masa

sekarang.
22

Konsep dasar Behavioral Sosiology yang menjadi pemahamannya

adalah reenforcement yang dapat diartikan sebagai ganjaran (reward). Tidak ada

sesuatu yang melekat dalam obyek yang dapat menimbulkan ganjaran.

Jadi kesenian tradisional Kenthongan yang berada di desa Rawalo

Kabupaten Banyumas merupakan sebuah kesenian dengan menggunakan alat

yang terbuat dari bambu dengan disertai vokal serta gerak para penarinya.

Kelestarian kesenian ini dapat ditunjukkan melalui bentuk pertunjukannya, dan

sistem sosial budaya warga masyarakatnya pendukunganya.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Data yang

dikumpulkan berupa kata-kata atau kalimat serta gambar yang memiliki arti lebih

kaya dari pada sekedar angka atau frekuensi. Menurut Nawawi (1993: 32-36)

dikatakan deskriptif karena prosedur pemecahan masalah yang dilakukan dengan

cara menggambarkan, melukiskan keadaan objek penelitian (seseorang, lembaga

masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang yang berdasarkan pada fakta-fakta

yang tampak dan berusaha untuk mengemukakan hubungan yang satu dengan

yang lain di dalam aspek-aspek yang diselidiki itu.

B. Lokasi dan Sasaran Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di Desa Rawalo Kecamatan Rawalo

Kabupaten Banyumas. Peneliti menentukan lokasi tersebut dengan pertimbangan

bahwa Desa Rawalo merupakan salah satu desa yang masih aktif dalam

memeriahkan atau mengikuti kegiatan Kenthongan.

Sasaran dalam penelitian ini adalah bentuk pertunjukan musik

tradisional Kenthongan dilihat dari aktivitas pementasan, alat musik, jumlah

pemain dan lagu yang dibawakan serta dukungan warga desa Rawalo terhadap

kesenian tradisional Kenthongan.

23
24

C. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian dimaksudkan untuk memperoleh

bahan-bahan, keterangan, atau informasi yang benar dan dapat dipercaya. Data

yang dimaksud adalah data yang sesuai dengan tujuan penelitian tersebut di atas.

Untuk kepentingan pengumpulan data, digunakan teknik observasi, wawancara

dan dokumentasi.

1 Teknik Observasi

Pengumpulan data untuk suatu tulisan ilmiah dapat digunakan melalui

observasi. Observasi adalah pengamatan langsung terhadap suatu objek yang

diteliti. Observasi bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai

objek yang diteliti serta untuk mengecek sejauh mana kebenaran data dan

informan yang dikumpulkan (Keraf, 1989 : 162)

Dalam pengumpulan data ini peneliti menggunakan teknik observasi

berpartisipasi. Peneliti melakukan penelitian dengan cermat selama proses latihan

dan pementasan kesenian tradisional Kenthongan. Dalam proses pengamatan

langsung digunakan alat bantu tape recorder dan kamera foto untuk merekam

hasil yang diamati.

Peneliti melakukan pengamatan dan pencatatan terhadap data-data yang

akan dirumuskan. Peneliti juga mengamati dan berpartisipasi secara langsung

terhadap kesenian tradisional Kenthongan, kemudian memaparkannya ke dalam

bentuk kalimat sehingga pembaca bisa memahami objek penelitian.


25

.2 Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan cara mewancarai

pelaku seni atau pemain kesenian Kenthongan, warga desa, penonton, seniman

setempat dan tokoh masyarakat. Tujuan wawancara untuk melengkapi hal-hal

yang kurang jelas. Peneliti menggunakan pedoman yang berisi sejumlah

pertanyan yang diajukan kepada informan mengenai hal-hal yang berkaitan

dengan kesenian Kenthingan.

Untuk penelitian kualitatif, seorang peneliti dapat menggunakan

wawancara yang mendalam, maksudnya wawancara yang bersifat tidak formal,

santai, dan tidak disediakan alternatif jawaban oleh peneliti. Wawancara ini

digunakan untuk mengumpulkan data yang berbentuk paparan dengan kata-kata

atau kalimat dari beberapa subjek itu sendiri, sehingga peneliti memperoleh

gambaran tentang pandangan subjek mengenai dunianya (Moeljono, 1992 : 60).

Informan yang diwawancarai adalah pelaku utama dalam hal ini yaitu

pemain yang meliputi motivasi dalam mengikuti latihan rutin dan pengaruh

Kenthongan dalam aktivitas sehari-hari, khususnya pada saat menjelang

perlombaan atau hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Penonton dan warga hal-

hal yang ditanyakan meliputi motivasi dan pengaruh kesenian Kenthongan

terhadap kehidupan sosial warga sekitarnya. Seniman musik setempat yang

ditanyakan tentang sejarah asal mula kesenian Kenthongan di Desa Rawalo

Kecamatan Rawalo Kabupaten Banyumas.


26

3. Dokumentasi

Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara menelaah

bahan tentang musik Kenthongan dan hal-hal yang sesuai dengan permasalan

yang dibahas atau informan yang mendukung dalam permasalahan. Pengumpulan

bahan dokumen berupa : foto-foto yang didapat dari penelitian mulai dari proses

latihan sampai dengan pementasan musik tradisional Kenthongan.

D. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah proses penyusunan dalam mengkategorikan

data, mencari pola dengan maksud memahami maknanya. Dalam penelitian ini

data yang diperoleh bersifat kualitatif, maka analisis data yang digunakan adalah

yang sesuai dengan data kualitatif, yaitu analisis deskriptif kualitatif. Proses

analisis data ditempuh melalui proses reduksi data, sajian data, dan penarikan

kesimpulan atau vertifikasi.

E. Pemeriksaan Keabsahan Data

Sajian data yang yang dirancang untuk menggambarkan satuan

informasi secara sistematik dan mudah dillihat serta dipahami dalam keseluruhan

sajiannya. Di dalam penarikan kesimpulan atau verifikasi dapat dilakukan juga

mendistribusikan secara seksama, untuk saling menelaah, antar teman dalam

rangka mengembangkan konsesus antar subjektif atau bahkan dengan usaha yang

lebih jauh lagi melakukan replikasi dalam satuan data yang lain, pada dasarnya

makna dari data harus diuji keabsahannya. Teknik yang digunakan dengan

Triangulasi sumber data agar kesimpulan menjadi kokoh (Rohidi, 1992 : 96).
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Lokasi dan lingkungan alam

Desa Rawalo merupakan salah satu desa yang termasuk wilayah

Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas. Letak Desa Rawalo ini berjarak ± 82 km

dari pusat pemerintahan Kabupaten Banyumas yang terletak di Kota Purwokerto.

Perjalanan menuju Desa Rawalo dari Kota Purwokerto bisa ditempuh dengan

menggunakan sarana transportasi umum yaitu Bus dengan jalur Purwokerto-Cilacap

lewat Rawalo.

Desa Rawalo berbatasan dengan desa-desa yang lain, yaitu: Sebelah

Timur; Desa Tambak Negara; Sebelah Barat: Desa Bayeman; Sebelah Selatan:

Sungai Serayu; Sebelah Utara: Desa Tambak Negara. Kondisi geografisnya banyak

terdapat areal persawahan dan perkebunan yang menyebabkan kondisi cuaca cukup

sejuk, serta adanya sungai Serayu yang merupakan sumber irigasi bagi para warga.

2. Kependudukan Desa Rawalo

a. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk Desa Rawalo berdasarkan monografi bulan Januari

2005 berjumlah 6861 orang. Jumlah tersebut terdiri dari perempuan 3330 orang dan

27
28

laki-laki 3531 orang, dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 1743 KK. Desa

Rawalo terdiri dari 4 kelompok (grumbul) dengan jumlah 22 RT dan 8 RW.

Data tentang jumlah penduduk desa Rawalo berdasarkan umur dan jenis

kelamin dapat dilihat pada tabel 1

Tabel 1

Jumlah penduduk Desa Rawalo berdasarkan umur dan jenis kelamin

No Kelompok umur Laki-laki Perempuan Jumlah Prosentase

1. 0-4 321 295 616 9%

2. 5-9 305 301 606 9%

3. 10-14 308 304 612 9%

4. 15-19 352 319 671 10%

5. 20-24 344 324 668 10%

6. 25-29 318 392 610 9%

7. 30-34 310 284 594 9%

8. 35-39 253 273 526 8%

9. 40-44 237 237 474 7%

10. 45-49 209 200 409 6%

11. 50-54 169 126 295 4%

12. 55-60 96 81 177 2%

13. 60+ 309 294 603 9%

Jumlah 3531 3330 6861 100%

Sumber: Monografi desa Rawalo bulan Januari 2005


29

b. Mata Pencaharian

Sebagian besar penduduk Rawalo tidak memiliki pekerjaan yang tetap

atau bekerja seadanya dengan jumlah prosentase 43% dan buruh Industri sebanyak

16%, Lainnya bermata pencaharian sebagai petani, pedagang, pegawai negeri dan

lain-lain.

Kondisi daerah yang terdiri dari persawahan dan perkebunan menjadikan

warga desa Rawalo bekerja sebagai petani dengan memanfaatkan lahan yang ada.

Selain bertani warga Desa Rawalo juga melakukan pekerjaan sampingan seperti

tukang kayu, pengayuh becak, wiraswasta dan lainnya untuk memenuhi kebutuhan

ekonomi keluarga mereka.

Data tentang mata pencaharian masyarakat desa Rawalo dapat dilihat

dalam tabel 2.
30

Tabel 2

Mata pencaharian penduduk desa Rawalo

NO Mata Pencaharian Jumlah Prosentase

1. Petani sendiri 243 orang 5%

2. Buruh tani 629 orang 12 %

3. Nelayan 9 orang 0,2 %

4. Pengusaha 20 orang 0,4 %

5. Buruh Industri 847 orang 16 %

6. Buruh bangunan 489 orang 9%

7. Pedagang 361 orang 7%

8. Pengangkutan 97 orang 2%

9. Pegawai Negeri Sipil 113 orang 2%

10. ABRI 26 orang 0,5 %

11. Pegawai BUMN / 5 orang 0,1 %

12. BUMD 104 orang 1,2 %

13. Pensiunan 8 orang 0,1 %

Pertambangan / 9 orang 0,2 %

14. Penghasilan Lainnya 2252 orang 43 %

Jumlah 5212 orang 100 %

Sumber : Monografi Desa Rawalo bulan Januari 2005


31

Tabel di atas menunjukan bahwa sebagian besar penduduk Desa Rawalo

bermata pencaharian lain seperti tukang kayu, pengayuh becak, wiraswasta dan lain

sebagainya dengan prosentase 43%, sedangkan lainnya bermata pencaharian sebagai

buruh Industri, buruh Tani serta pedagang.

3. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan masyarakat Rawalo ini dapat dilihat pada tabel 3

di bawah ini

Tabel 3

Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikanya

No Lulusan Umum dan Khusus Jumlah Prosentase

1. Tamat Akademi/ Perguruan tinggi 98 orang 1,7 %

2. Tamatan SLTA 1012 orang 17 %

3. Tamatan SLTP/ SLP 1767 orang 30 %

4. Tamatan SD 2161 orang 37 %

5. Tidak tamat SD 2 orang 0%

6. Belum tamat SD 765 orang 13 %

7. Tidak sekolah 19 orang 0,3 %

Jumlah 5824 orang 100 %

Sumber: Monografi Desa Rawalo bulan Januari 2005


32

Berdasarkan monografi di atas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk

Desa Rawalo sebagian besar bersekolah hingga tamat Sekolah Dasar (37 %), SLTP

(30 %) dan SLTA (17 %).

4. Kehidupan keagamaan

Sebagian besar penduduk Desa Rawalo memeluk agama Islam dengan

tingkat prosentase 99 %. Pemeluk agama lain prosentasenya ebih kecil, seperti

pemeluk agama Kristen Katolik 0,2 %; Kristen Protestan 0,1 %; Hindu 0,1 %.

Meskipun beragam pemeluk agama yang ada di Desa Rawalo, namun kerukunan

tetap terjaga

Data tentang jumlah pemeluk agama penduduk Rawalo dalam tabel 4.

Tabel 4

Jumlah pemeluk agama penduduk desa Rawalo

No Jenis Agama Jumlah Prosentase

1. Islam 6847 orang 99 %

2. Kristen Katolik 9 orang 0,2 %

3. Kristen Protestan 2 orang 0,1 %

4. Budha - -

5. Hindu 3 orang 0,1 %

Jumlah 6861 Orang 100 %

Sumber : Monografi Desa Rawalo bulan Januari 2005


33

Tabel di atas menunjukan bahwa sebagian besar penduduk Desa Rawalo

beragama agama Islam dengan tingkat prosentase 99%.

5. Kehidupan kesenian di Desa Rawalo

Kehidupan kesenian di Desa Rawalo sangat beragam. Hal itu dapat dilihat

dari adanya berbagai jenis kelompok kesenian, diantaranya : (1). Lengger

Banyumasan, (2). Kuda lumping (Ebeg), (3). Campursari, (4). Dangdut dan

Kenthongan yang saat ini sedang dibanggakan.

Berikut adalah penjelasan dari masing-masing kesenian tradisional yang

berada di Desa Rawalo selain musik tradisional Kenthongan, yaitu:

(1). Lengger adalah pertunjukan yang paling populer di Banyumas. Asal-usul

lengger berasal dari ronggeng yang sudah ada sejak abad XVI. Dalam kurun

waktu berikutnya pertunjukan ronggeng banyak yang diperankan oleh laki-

laki. Dewasa ini ada perubahan peran penari lengger dari laki-laki menjadi

wanita (Indriyanto, 1999: 1). Beberapa kelompok seniman Banyumas

manafsirkan “lengger” berasal dari kata leng dan jengger; leng (jawa) berarti

lubang, sedangkan jengger (jawa) merupakan ciri sekunder pada ayam jantan.

Menurut mereka, leng identik dengan lubang pada alat kelamin wanita,

sedangkan jengger melambangkan sifat kejantanan. Kedua kata itu diartikan

sebagai: “dikira leng ning jengger” (dikira lubang tetapi jengger), artinya

dikira perempuan ternyata laki-laki. Hal itu ditunjukan pada fisik peran

wanitanya yang dimainkan oleh laki-laki (Sunaryadi, 2000: 32)


34

(2). Kuda lumping atau lebih dikenal dengan sebutan ebeg adalah tari rakyat yang

berkembang di Karisidenan Banyumas. Dilihat dari segi penyajiannya, tari ini

dapat digolongkan sebagai tari Kuda Kepang atau Kuda Lumping Di antara

penari, ada yang berperan sebagai harimau dan pawang. Puncak dari tarian ini

adalah mendem yaitu keadaan seorang penari yang menari dalam keaadan

tidak sadar sehingga mampu melakukan hal-hal yang tidak masuk akal, seperti

makan kaca, berjalan diatas bara api dan lain-lain. Perlengkapan yang khas

dalam tarian ini selain kuda kepang adalah kaca mata hitam.

(3). Campursari berasal dari kata kata “campur”dan “sari”. “Campur” yang

mempunyai arti beberapa unsur yang berbeda berpadu menjadi satu,

kemudian “sari” mempunyai arti inti atau pokok dari sesuatu. Untuk itu

campursari berarti perpaduan antara inti-inti dari dua hal atau lebih, kemudian

membentuk satu formula atau ujud yang baru. Bila kita aplikasikan pada

musik campursari, pengertiannya adalah sebuah musik hasil dari perpaduan

antara dua unsur musik atau lebih yang berbeda (Joko Wiyoso, 2002: 36)

(4). Dangdut merupakan sebuah istilah yang muncul di sekitar tahun 1972-1973.

Dalam kaitannya dengan sebuah jenis musik, istilah dangdut diduga berasal

dari bunyi sepasang gendang yang dimainkan dengan teknik permainan

tertentu sehingga terdengar bunyi “dang” dan “dut”. Selanjutnya istilah

tersebut digunakan untuk penanaman corak musik melayu yang belakangan

berkembang dengan nama musik dangdut (Moh. Muttaqin, 2003: 25-26).


35

Musik tradisional Kenthongan bukan saja menjadi kebanggaan desa

Rawalo tapi juga kebanggaan kota Kabupaten Banyumas. Hal itu dapat dilihat dari

antusiasnya masyarakat desa Rawalo pada khususnya dalam mempersiapkan

dimulainya perlombaan Kenthongan menjelang Kemerdekaan Republik Indonesia

dan Hari Jadi Kabupaten Banyumas.

B. Asal-usul Kelompok Musik Bobeng

Musik tradisional yang ada di daerah-daerah, jika diamati nilai artistiknya,

akan ditemukan ciri-ciri tertentu berdasarkan kehidupan lingkungannya. Mustopo

(1983: 67) mengemukakan enam ciri yang menonjol tentang karya musik tradisional :

1. Karya musik tradisional berkembang dalam komunitas dalam suatu komunitas.

2. Karya musik tradisional menggambarkan kepribadian komunal.

3. Karya musik tradisional menyuarakan semangat dan spirit kebersamaan

komunitas yang bersangkutan.

4. Karya musik tradisional tersebut senantiasa berkaitan dengan kehidupan sehari-

hari anggota komunitas

5. Karya musik tradisional bersifat fungsional.

6. Proses pewarisan karya musik tradisional tidak mengenal cara-cara tertulis.

Seperti halnya dengan musik tradisional Kenthongan yang ada di desa

Rawalo. Musik tradisional Kenthongan terdiri dari bambu yang dibuat Kenthongan

yang awalnya digunakan untuk kegiatan meronda. Kenthongan bermula dari kegiatan

bapak-bapak dan anak-anak muda yang sedang meronda pada bulan Ramadhan yang
36

fungsinya untuk membangunkan orang sahur. Hal itu menunjukan bahwa musik

tradisional bersifat fungsional dan musik tradisional senantiasa berkaitan dengan

kehidupan sehari-hari khususnya pada bulan Ramadhan.

Seniman setempat menjadikan kegiatan meronda sebagai ajang kreativitas

agar bulan Ramadhan itu menjadi meriah. Agar tidak membosankan, dibuatlah

Kenthongan bernada. Lebih lanjut dikemukakan oleh Pak Karim (56 tahun) salah

seorang tokoh musik yang disegani di Banyumas khususnya desa Rawalo

mengatakan:

“Pada saat saya berada di Jawa Barat saya melihat ada kesenian yang
alatnya terbuat dari bambu dengan menggunakan Kenthongan bentuk Jawa Barat
seperti calung yang digantung. Kemudian saya mempunyai pemikiran alangkah
baiknya jika di Rawalo juga dibentuk kelompok Kenthongan dengan Kenthongan
berbentuk seperti calung yang digantung, dan pada saat itu ada salah satu teman saya
yang bernama Sigit (53 tahun) mendukung ide saya kemudian menggerakkan para
pemuda untuk membuat alat musik Kenthongan yang semuanya terbuat dari bambu
dan mulailah berlatih sehingga terbentuklah kelompok Kenthongan BOBENG (Bocah
Bengkel)”

Kelompok Kenthongan BOBENG (Bocah-bocah Bengkel) terbentuk pada

tanggal 14 Juli 2003, berawal dari para anak muda yang bermain Kenthongan tiap

malam untuk mengisi bulan ramadhan dan tempat kumpul mereka di bengkel sepeda

motor sebelah masjid Rw 08 di Desa Rawalo. Berawal dari kegiatan memainkan alat

musik Kenthongan setelah sholat Tarawih itulah kelompok tersebut dinamakan

BOBENG yang artinya Bocah-bocah Bengkel karena tempat mereka berkumpul di

bengkel.

Kelompok Kenthongan Bobeng berlatih sesuai dengan jadwal yang

disepakati untuk melatih kekompakan musikal dan gerakan penarinya agar menarik
37

dan layak dipertontonkan. Selain pertunjukan untuk perlombaan kelompok ini juga

sering disewa untuk tanggapan. Sepuluh persen dari hasil tanggapan dimasukkan

untuk uang kas, sehingga sampai sekarang kelompok Bobeng mempunyai tiga

kostum untuk laki-laki dan dua kostum untuk perempuan serta kaos untuk latihan.

Beberapa penghargaan yang diperoleh oleh kelompok Bobeng dari

beberapa pertunjukan perlombaan antara lain: Juara I lomba Kenthongan tingkat

Kabupaten Banyumas dalam rangka HUT RI ke 58, Juara harapan II dalam festival

Baturaden 2003, Juara harapan I dalam festival tek-tek syawalan “Inyong kangen”

Se-Eks Karesidenan Banyumas 2003, Juara II lomba Kenthongan antar kelompok se

Desa Rawalo. Kelompok Bobeng juga pernah pentas di TMII sebagai perwakilan

kebudayaan dari Kabupaten Banyumas, serta pentas di Festival Musik Dunia Bambu

di Semarang 2005.

C. Pertunjukan Musik Tradisional Kenthongan

Desa Rawalo setiap tahun pada bulan Agustus selalu disibukkan dengan

aktivitas yang berkaitan dengan perlombaan Kenthongan yang diselenggarakan oleh

Pemerintah daerah Kota Banyumas. Selain untuk perlombaan, di luar bulan Agustus

aktivitas pesiapan untuk pementasan tanggapan juga membutuhkan banyak waktu,

namun intensitasnya lebih kecil dari perlombaan.

1. Kegiatan sebelum pertunjukan.

Persiapan yang dilakukan tentunya adalah latihan Kenthongan secara

rutin, yang biasanya dilakukan setiap satu minggu sebelum pertunjukan. Apabila
38

menghadapi perlombaan, maka latihan diadakan satu bulan sebelumnya. Waktu

latihan dibagi menjadi dua tahap, yaitu pertama dilakukan pada sore hari kurang lebih

pukul 16.00 WIB, bagian ini khusus untuk latihan tari yang diikuti para remaja putri.

Latihan tahap kedua pada waktu malam hari setelah sholat Isya kurang lebih pukul

20.00 WIB sampai tengah malam untuk latihan perpaduan antara gerak tari dengan

musik Kenthonganya.

Tempat latihan biasanya dilakukan di lapangan desa Rawalo, namun

sering juga latihan dilakukan di halaman rumah warga yang bersedia menyediakan

halamannya sebagai tempat latihan. Pada saat latihan, sebagian warga ada yang

bersedia untuk membawakan makanan ringan seadanya,seperti ada yang membawa

pisang goreng, buah-buahan, kacang rebus dan minuman. Kelompok Kenthongan

tersebut juga mempunyai dana kas yang diambil dari sepuluh persen uang menang

perlombaan sebelumnya. Para warga yang membawakan makanan dan minuman

tersebut tidak menuntut imbalan apapun, alasannya mereka sudah cukup senang dan

bangga jika desanya ikut berperan serta dalam perlombaan Kenthongan. Menghadapi

perlombaan, maka latihan diadakan satu bulan sebelumnya. Waktu latihan dibagi

menjadi dua tahap, yaitu pertama dilakukan pada sore hari kurang lebih pukul 16.00

WIB, bagian ini khusus untuk latihan tari yang diikuti para remaja putri. Latihan

tahap kedua pada waktu malam hari setelah sholat Isya kurang lebih pukul 20.00

WIB sampai tengah malam untuk latihan perpaduan antara gerak tari dengan musik

Kenthonganya.
39

Tempat latihan biasanya dilakukan di lapangan desa Rawalo, namun

sering juga latihan dilakukan di halaman rumah warga yang bersedia menyediakan

halamannya sebagai tempat latihan. Pada saat latihan, sebagian warga ada yang

bersedia untuk membawakan makanan ringan seadanya,seperti ada yang membawa

pisang goreng, buah-buahan, kacang rebus dan minuman. Kelompok Kenthongan

tersebut juga mempunyai dana kas yang diambil dari sepuluh persen uang menang

perlombaan sebelumnya. Para warga yang membawakan makanan dan minuman

tersebut tidak menuntut imbalan apapun, alasannya mereka sudah cukup senang dan

bangga jika desanya ikut berperan serta dalam perlombaan Kenthongan. Sebagai

wujud rasa senang dan rasa memiliki musik tradisional Kenthongan tersebut mereka

bersedia membawakan makanan dan minuman secara bergiliran setiap kali latihan.

Tidak hanya para warga Desa Rawalo saja yang disibukkan dengan adanya

perlombaan Kenthongan, panitia penyelenggara lomba Kenthongan juga sudah mulai

disibukkan dengan segala persiapan lomba, antara lain dengan mendata para peserta

lomba Kenthongan, menentukan lagu wajib dan lagu pilihan yang dibawakan dalam

perlombaan, menentukan jalan yang akan dilalui peserta lomba. Biasanya

pelaksanaan lomba Kenthongan dibagi menjadi dua tahap, tahap pertama adalah

masing-masing peserta lomba pentas di panggung yang telah disediakan dengan

melakukan display, yaitu memperagakan formasi tarian bersamaan dengan

memainkan musik tradisional Kenthongan, masing-masing peserta lomba diberi

kesempatan waktu kurang lebih lima menit untuk memperagakannya di atas


40

panggung. Tahap kedua adalah keliling, yaitu masing-masing peserta harus berjalan

melewati jalan yang telah ditentukan oleh panitia.

Persiapan menjelang perlombaan biasanya lima hari sebelum hari

perlombaan. Pada saat hari yang sudah ditentukan oleh panitia lomba para peserta

lomba Kenthongan mempersiapkan segala sesuatunya sebelum pelaksanaan lomba.

Persiapan menjelang lomba antara lain menata peralatan Kenthongan yang akan

digunakan dalam perlombaan yang dibawa oleh mobil bak tebuka (pick-up) yang

disewa oleh kelompok tersebut. Seluruh pemain berdandan dengan kostum yang telah

dipersiapkan dengan segala perlengkapan yang dibutuhkan oleh pemain, seperti

kostum, pakaian ganti, obat-obatan, alat-alat kosmetik, serta makanan dan minuman.

Para pemain Kenthongan menyewa sebuah bus yang diambil dari uang kas untuk

membawa para pemain ke tempat lomba. Di arena perlombaan, satu hari menjelang

perlombaan panggung telah didirikan di alun-alun yang tentunya tidak lepas dari

dekorasi dan sound sistem. Penataan panggung ditata sedemikian rupa agar menarik

perhatian penonton.

2.Diskripsi Pertunjukan Kenthongan Bobeng

Di suatu pagi yang cerah matahari bersinar terang. Tetes-tetes embun

dipucuk rerumputan masih tampak berkilauan terkena sinar matahari seperti kilau

mutiara. Para pedagang tengah sibuk mempersiapkan dagangan mereka dengan

menata dagangan mereka di atas tikar, para pedagang kaki lima yang sudah biasa

berjualan di sekitar alun-alun Purwokerto telah siap menawarkan dagangan-dagangan


41

mereka. Beraneka jenis makanan dan minuman serta berbagai macam barang

dagangan lainnya memenuhi sepanjang dan sekeliling alun-alun.. Selain itu seperti

biasa di Minggu pagi banyak orang yang sedang berolah raga seperti lari-lari kecil,

bermain bola, bersepeda atau sekedar jalan-jalan menghirup udara segar.

Kesibukan lain tampak di depan Pendopo Kabupaten tepat di tengah alun-

alun yang berupa jalan aspal, di sana terdapat sebuah panggung dengan tatanan

kursi-kursi yang rapi di depannya. Hari itu adalah hari di mana diadakan pertunjukan

lomba Kenthongan Se-Kabupaten Banyumas. Para panitia sibuk dengan tatanan

sound sistem yang akan digunakan dalam perlombaan nanti. Tak jauh dari alun-alun

tampak bapak-bapak Polisi tengah mengatur jalannya lalu lintas yang melintas di

sekitar alun-alun. Mereka juga telah menutup jalur transportasi yang akan dilalui

sebagai jalan jalannya perlombaan Kenthongan.

Menjelang siang hari, di sepanjang jalan alun-alun Purwokerto telah

dipadati oleh para penonton yang ingin menyaksikan perlombaan Kenthongan. Dari

berbagai generasi dari yang muda sampai yang tua, dari berbagai pelosok desa datang

berbondong-bondong untuk menyaksikan jalannya pertunjukan lomba Kenthongan.

Dengan berbekal makanan dan minuman serta uang saku secukupnya mereka sangat

antusias sekali untuk datang ke arena perlombaan.

Selain itu sepanjang jalan yang akan dilewati oleh para peserta lomba

Kenthongan telah dipadati oleh para penonton. Mereka dengan sabar menunggu

dimulainya pertunjukan sekaligus perlombaan musik tradisional Kenthongan.


42

Tampak beberapa kelompok kesenian Kenthongan yang mengikuti

perlombaan telah hadir di arena perlombaan. Ada yang datang dengan menggunakan

bus untuk membawa para pemain dan penari kesenian Kenthongan, serta

menggunakan mobil bak terbuka untuk mengangkut alat-alat musik tradisionalnya.

Bahkan beberapa kelompok juga membawa para pendukungnya sebagai penyemangat

(suporter) dalam penampilan nantinya.

Para tamu undangan dan pejabat pemerintahan telah hadir di arena

perlombaan. Kursi-kursi untuk para tamu lambat laun telah terpenuhi. Untuk mengisi

waktu sebelum acara dimulai, panitia menampilkan hiburan solo organ dengan

seorang penyanyi perempuan berparas cantik yang diambil dari salah satu penari

peserta lomba Kenthongan yang bersedia untuk menyumbangkan suaranya

menyanyikan lagu-lagu pop serta dangdut.

Tak lama kemudian pembawa acara pada perlombaan Kenthongan siang

hari itu muncul di atas panggung dengan menggunakan busana adat jawa (beskap)

dengan celana selutut yang dililit dengan kain bermotif bathik. Laki-laki tersebut

menyapa para pejabat, tamu undangan, serta para penonton dengan dialek khas

Banyumasan. Dikarenakan waktu menjelang siang maka acara perlombaan dimulai.

Para peserta Kenthongan tengah bersiap-siap untuk menampilkan display di atas

panggung sebelum berjalan melewati jalan yang telah ditentukan.

Para peserta menyiapkan diri berbaris di samping panggung yang

dipimpin oleh mayoret untuk melakukan gerakan berjalan menuju ke atas panggung.

Para penari berada di tengah di antara pemain musik, kedua mayoret memberi
43

perintah kepada kelompoknya untuk meluruskan barisannya, kemudian memberikan

tanda pada pemain dan penari untuk memulai pertunjukan dengan mengangkat

tongkat (stik) mayoret. Para pemain membunyikan alat musiknya dengan iringan

yang mengiringi mereka berjalan menuju ke panggung. Kemudian di atas panggung

para peserta melakukan gerakan penghormatan kepada dewan juri dan penonton

dengan posisi badan seluruh pemain, penari dan mayoret agak dibungkukan dan

kepala ditundukkan. Setelah penghormatan mayoret memberi tanda kepada

anggotanya untuk menampilkan display yaitu berupa formasi gerak dan tarian dengan

memainkan alat musik tradisional Kenthongan selama kurang lebih lima menit.

Setelah lagu menunjukan masuk ke gerakan display, para pemain dan penari bergerak

keposisi masing-masing. Gerakan yang dilakukan yaitu penari melakukan gerakan

mengepak-ngepakkan selendangnya yang berbentuk seperti sayap kemudian

memutar, maju ke depan dan menari menggoyangkan pinggul dengan diiringi alat

musik. Para pemusik berjalan mengambil posisi dibelakang dan disamping penari

dengan Kenthongan dibawa di atas pundak sambil berteriak “Megot-megot

(goyang)”. Setelah melakukan display, mayoret memberi tanda kepada anggotanya

untuk mengakhiri dan berjalan turun dari panggung.

Mayoret menyiapkan anggotanya untuk memulai perjalanan dengan tetap

menyanyi dan menari melewati jalan yang telah ditentukan oleh panitia.

Penampilan kelompok kesenian Kenthongan Bobeng dipimpin oleh

seorang mayoret (wanita) dengan seorang mayoret pembantu (laki-laki) layaknya


44

sebuah Drum Band. Seorang mayoret bertugas memberikan tanda di mana saatnya

untuk ganti lagu, formasi tarian serta mengatur kekompakan kelompoknya.

Keanekaragaman gerak yang dipadu dengan tari dan musik serta

indahnya kelincahan gerak para penari mampu memukau hati para penonton

Alat Musik tradisional yang terbuat dari bambu dimainkan dengan bagus

oleh para pemain musik Kenthongan kelompok kesenian Bobeng. Penampilan

mereka seperti para pemain musik yang profesional.

Keterpaduan musik tradisional Kenthongan dipimpin langsung oleh

seorang mayoret utama dan dibantu oleh satu mayoret pria. Kerjasama yamg serasi

menciptakan keindahan seni yang menarik. Para mayoret dari kelompok kesenian

Bobeng ini menari dengan lincah dan indah. Seorang Mayoret bertugas memberikan

tanda dimana saatnya untuk ganti lagu, formasi tarian serta mengatur kekompakan

kelompoknya. Keselarasan musik terpadu indah dengan gerak dari gadis mayoret

musik tradisional kelompok kenthongan ini. Selain itu kekompakan gerak para penari

putri manambah keindahan penampilan kelompok musik tradisonal Bobeng ini.

Kelompok kenthongan Bobeng telah berjalan melewati jalan dengan

beberapa juri yang berada di pinggir-pinggir jalan, hingga sampailah di garis finish

dan menandakan bahwa perlombaan telah selesai dilaksanakan.

Deskripsi petunjukan perlombaan pada Kenthongan kelompok Bobeng

dapat dijadikan gambaran pertunjukan kelompok-kelompok Kenthongan lainnya di

Kabupaten Banyumas pada saat perlombaan.


45

3. Bentuk Pertunjukan Kenthongan Bobeng

Pertunjukan kelompok Kenthongan Bobeng selain untuk perlombaan juga

untuk pementasan tanggapan. Dalam situasi pementasan tanggapan, pertunjukannya

dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Bagian pembukaan dengan posisi awal baris berbanjar tiga, penari berada di

tengah. Kemudian kedua mayoret memberikan perintah kepada pemain dan

penarinya untuk meluruskan barisan dan memberi tanda bahwa pertunjukan

pementasan segera dimulai. Mayoret mengangkat tongkat (stik), pertunjukan

dimulai. Para pemain dan penari berjalan menuju ke tengah arena pementasan,

penari mengangkat kipasnya di atas kepala dengan gerakan membolak-balikkan

kipas. Setelah sampai di tengah arena, mayoret memberi tanda untuk ganti

formasi gerakan, penari bergerak memutar kemudian menempatkan diri di depan

para pemain musik. Para pemain membunyikan semua alat musiknya secara

serempak dengan posisi badan pemusik, penari dan mayoret agak dibungkukkan,

kepala menunduk sebagai penghormatan kepada penonton. Mayoret memberi

tanda agar pemain menghentikan alat musiknya dan memulai pertunjukan dengan

lagu pembukaan. Biasanya lagu yang dibawakan adalah lagu-lagu dangdut seperti

“Kuda Lumping” dan lagu-lagu lainnya.

2. Bagian inti yaitu gerakan display. Penari melakukan gerakan mengepak-ngepakkan

selendangnya seperti sayap kemudian menggoyang-goyangkan pinggul yang

dipimpin oleh mayoret wanita, para pemain musik dengan dipimpin oleh mayoret
46

pria mengangkat kenthongannya di atas pundak sambil berteriak “Megot-megot

(goyang)”

3. Bagian penutup. Setelah melakukan display dan pertunjukan dirasa cukup, mayoret

memberikan tanda bahwa pertunjukan akan segera diakhiri. Lagu terakhir yang

biasanya dibawakan adalah lagu “Kapan-kapan” atau “Sayonara”. Dengan

dimainkannya lagu tersebut menandakan bahwa pertunjukan telah selesai

dipentaskan, mayoret memberi tanda agar pemain dan penari kembali berbaris

seperti pada posisi awal masuk untuk keluar dari arena pemenrtasan.

Pertunjukan kesenian musik tradisional Kenthongan kelompok Bobeng

adalah sebuah hasil keterpaduan diantara elemen-elemen pertunjukan. Kesenian

Kenthongan itu sendiri antara elemen yang satu dengan yang lain saling mendukung

yang pada akhirnya terjadi keharmonisan paduan diantara elemen-elemen tersebut.

Keberhasilan pencapaian keharmonisan paduan diantara elemen-elemen tersebut

merupakan syarat mutlak tercapainya keberhasilan pertunjukan kesenian Kenthongan

kelompok Bobeng itu sendiri. Oleh karena itu, untuk membahas bentuk pertunjukan

kesenian Kenthongan kelompok Bobeng, akan dikaji elemen-elemen yang

mendukung keberhasilan pertunjukan tersebut meliputi:

a. Alat Musik yang digunakan (Instrumentasi)

Alat musik yang digunakan dalam pertunjukan musik tradisional

Kenthongan pada kelompok Bobeng terdiri atas kenthongan, gambang, angklung,

seruling, kendang (teplak), jun, tamborin, dan keretan yang dibagi menjadi dua

kelompok yaitu melodis dan ritmis. Untuk kelompok melodis terdiri dari gambang;
47

angklung, seruling; untuk kelompok ritmis terdiri dari kenthongan, kendang (teplak)

dan jun. Untuk menghasilkan irama yang enak didengar, maka alat yang dibutuhkan

antara lain:

1. Kenthongan yang digunakan terbuat dari bambu wulung yang diambil bagian

antara ruas dan ruas, kemudian sebagian dibelah menyamping dari atas

sampai tengah seperti calung sehingga menghasilkan bunyi yang dikehendaki.

Bambu yang digunakan adalah bambu wulung dikarenakan bunyi yang

dihasilkan lebih bagus dibandingkan bambu biasa. Kenthongan disini

berfungsi sebagai alat musik ritmis dibutuhkan minimal delapan belas buah

yang terdiri dari enam belas kenthong besar dan dua kenthong kecil. Ukuran

masing-masing kenthong tentunya berbeda karena disesuaikan dengan

bunyinya.

Kenthong yang besar mempunyai ukuran panjang 93,7 cm dengan diameter

8,7 cm sebagai nada yang lebih rendah yaitu c =do, ukuran panjang untuk

nada yang lebih tinggi 87,5 cm dengan diameter 7,5 cm sebagai nada e =mi.

Penabuh masing-masing membawa dua buah kenthongan yang dihubungkan

dengan potongan bambu kira-kira panjangnya 30cm dan dipasang besi yang

dibentuk sedemikian rupa yang berfungsi untuk membawa kenthongan di

pundak penabuhnya. Cara memainkannya dengan dipukul kanan dan kiri

masing-masing empat pukulan menggunakan kayu kira-kira 20cm yang dililit

kain Berikut adalah gambar dari alat musik kenthong besar beserta contoh

cara memainkannya.
48

2. Kenthong kecil terdiri dari dua yaitu ukuran sedang dengan panjang pada nada

rendah (c =do) 52,5 cm dengan diameter 5,6 cm dan nada yang lebih tinggi (e

=mi) 42,5 cm dengan diameter 5 cm; sedangkan untuk ukuran yang sangat

kecil mempunyai panjang untuk nada rendah (c =do) 32,5 cm dengan

diameter 5 cm dan pada nada tinggi (e =mi) 25 cm dengan diameter 3,7 cm.

Teknik memainkannya sama dengan pola memainkan kenthong besar, hanya

nadanya lebih tinggi satu oktaf dari kenthong besar. Berikut ini adalah gambar

dari alat musik kenthong kecil.

3. Gambang. Alat musik ini terbuat dari bilah-bilah bambu (16-25 bilah) yang

panjang dan besarnya tidak sama kemudian dirangkai menjadi satu. Gambang

di sini berfungsi memainkan melodi pada intro dan mengisi ketukan-ketukan

yang kosong tanpa ada vokal. Gambang yang dibutuhkan tiga buah rangkaian

dengan ukuran panjang 111,25 cm dan lebar pada nada rendah 45 cm dan 18

cm pada nada paling tinggi. Alat ini dibunyikan dengan cara dipukul yang

dipegang tangan kanan dan kiri. Dalam menghias lagu, penabuh tidak terikat

pada patokan-patokan, tetapi tergantung pada kemampuan penabuhnya. Di

bawah ini adalah gambar dari alat musik gambang beserta contoh teknik

memainkannya dalam solmisasi dan notasi balok

Intro lagu : .1│3 5 4 4 5 4 │3 1 4 3 1 .1│

4. Angklung merupakan instrumen yang terbuat dari tabung bambu yang disusun

secara longgar dalam sebuah kerangka bambu. Dasar tabung disusun secara

vertikal dalam kerangka celah berjarak, bagian atasnya dililit dengan rotan
49

kekerangka bambu tipis. Alat musik angklung ini kemudian digabungkan

menjadi satu dalam sebuah bilahan bambu dan digantung membentuk dua

oktaf nada. Angklung yang dibutuhkan tiga buah rangkaian yang masing-

masing rangkaian terdapat lima belas angklung dengan nada rendah adalah

Sol sampai dengan nada Sol tinggi. Alat musik ini sama fungsinya dengan

gambang yaitu pembawa melodi pada intro dan mengisi ketukan-ketukan

yang kosong tanpa vokal, jadi teknik memainkannya sama dengan gambang.

Berikut adalah gambar dari alat musik angklung dan contoh meminkannya

dalam solmisasi dan notasi balok

Intro lagu : .1│3 5 4 4 5 4 │3 1 4 3 1 .1│

5. Seruling terbuat dari bilahan bambu yang diberi lubang delapan buah dengan

7 di depan dan satu untuk meniup dan mempunyai 6 nada dari 1-6. Seruling

yang dimainkan dalam sebuah pertunjukan Kenthongan cukup satu buah,

namun kelompok Kenthongan Bobeng mempunyai beberapa seruling yang

dimainkan dalam pertunjukan sesuai dengan kebutuhan lagu yang dimainkan.

Seruling ini panjangnya kurang lebih 32cm, hanya bentuknya saja ada yang

besar dan ada yang kecil. Jika seruling yang bilahannya lebih besar, suara

yang dihasilkan lebih rendah sedangkan yang bilahannya bentuknya kecil

suara yang dihasilkan lebih tinggi dan nyaring. Seruling berfungsi seperti

gambang dan angklung yaitu sebagai pembawa melodi pada intro dan mengisi

ketukan-ketukan yang kosong tanpa vokal. Berikut adalah gambar dari alat

musik seruling dan contoh memainkannya dalam solmisasi dan notasi balok.
50

Contoh Lagu : .1│3 5 4 4 5 4 │3 1 4 3 1 .1│

6. Kendang (teplak) dibutuhkan satu set yang terdiri diri rebana kecil satu buah

dengan diameter 16 cm, kendang untuk musik dangdut yang terbuat dari

logam yang bagian atasnya ditutup dengan lembaran mika dua buah dengan

diameter masing-masing 13,7 cm dan 21,2 cm, dua bilah bambu yang ditutup

dengan karet yang direnggangkan dengan diameter masing-masing 15cm dan

20cm, simbal dua buah dengan diameter 25 cm dan 20 cm. Kendang (teplak)

disini berfungsi sebagai pengatur ritmis sama dengan kenthong. Cara

memainkannya dengan dipukul kedua tangan menggunakan alat 2 buah stik

yang dililit karet. Dalam memainkannya penabuh diberi kebebasan untuk

mengimprovisasi iringan. Berikut adalah gambar dari alat musik kendang

(teplak) beserta contoh memainkannya.

7. Jun. Alat musik ini terbuat dari drum plastik bekas tempat ikan laut yang

ditutup dengan karet ban yang direnggangkan. Cara memainkannya dengan

dipukul menggunakan alat dari kayu dengan panjang kira-kira 25 cm,

ujungnya dililit karet agar bunyi yang dihasilkan nyaring. Jun yang

dibutuhkan adalah tiga buah dengan ukuran masing-masing untuk jun paling

besar mempunyai tinggi 77,5 cm dengan diameter 47,5 cm, untuk yang

sedang mempunyai tinggi 86,25 cm dengan diameter 30 cm, sedangkan yang

paling kecil mempunyai ukuran tinggi 61,25 cm dengan diameter 37,5 cm.

Jun berfungsi sebagai bass dalam musik tradisional kenthongan. Berikut

adalah gambar dari alat musik jun beserta contoh memainkannya.


51

8. Tamborin yang dibutuhkan dalam pertunjukan musik Kenthongan adalah satu

buah dengan diameter 15cm. Alat ini berfungsi sebagai pelengkap dan

menghiasi iringan musik. Pemain diberi kebebasan untuk improvisasi sesuai

dengan kemampuan yang dimiliki. Berikut adalah gambar dari alat musik

tamborin beserta contoh memainkannya.

9. Keretan, alat musik ini terbuat dari bilahan bambu yang tengahnya dibuat

garis-garis dan memainkannya menggunakan uang koin yang ditarik keatas

dan kebawah agar dapat menghasilkan bunyi. Alat musik ini berfungsi

sebagai pelengkap dan menghiasai iringan musik. Dalam pertunjukan

kesenian musik Kenthongan, keretan yang dibutuhkan satu buah dengan

panjang 30 cm. Di bawah ini merupakan gambar dari alat musik keretan

(ditunjukan dengan tanda panah) beserta contoh memainkannya.

Menurut penuturan pelatih dari kelompok kesenian Kenthongan Bobeng

pak Sarkum (47 tahun) keseluruhan nada-nada dari masing-masing alat disesuaikan

dengan alat musik organ dengan mengambil nada dasar c=do dikarenakan menurut

beliau mengambil nada dasar c=do mudah disesuaikan dan dimainkan dalam lagu

jenis apapun baik dangdut, campursari atau lainnya

Masing-masing alat mempunyai fungsi sendiri-sendiri dalam kesenian

tradisional Kenthongan. Kenthongan, jun, kendang (teplak) berfungsi sebagai alat

ritmis, sedangkan gambang, angklung dan seruling sebagai melodi, tamborin dan

keretan sebagai pelengkap agar lebih indah dan harmonis. Jun sebagai bas terdiri dari

tiga suara yaitu tinggi, sedang dan rendah.


52

b. Peraga

Peraga adalah orang-orang yang mempunyai peran sendiri-sendiri dalam

pertunjukan kesenian kenthongan Bobeng. Peran mereka sangat berpengaruh dalam

kesuksesan sebuah pertunjukan. Keberhasilan sebuah pertunjukan tergantung dari

kekompakan para pendukungnya dan saling melengkapi satu dan lainnya. Oleh

karena itu penulis membagi peran-peran yang mendukung keberhasilan pertunjukan

tersebut.

1. Pemain musik

Peran pemain musik dalam kesenian musik tradisional kenthongan adalah

memainkan alat-alat musik Kenthongan yang diiringi oleh gerak penampilan para

penari serta untuk menyertai penyanyi. Pemain musik kelompok kenthongan Bobeng

terdiri dari 30 laki-laki yang bertugas mamainkan alat-alat musik sesuai perannya.

Untuk mengatur kekompakan para pemain membutuhkan waktu yang cukup panjang.

Dalam memainkan alat musik para pemain diberi kebebasan untuk improvisasi sesuai

dengan kemampuan mereka, karena dalam pertunjukan tidak pernah menggunakan

partitur. Di setiap pementasan mereka bermain dengan kompak dan bagus.

Lagu-lagu yang dibawakan biasanya lagu Gundul-gundul Pacul, jaranan dan

masih banyak lagi. Bahkan mereka juga memainkan lagu-lagu dangdut seperti darah

Muda, Kuda Lumping, Wakuncar dan yang lainnya.


53

2. Penari Kenthongan

Penari dalam kesenian musik tradisional kenthongan mempunyai tugas

menarikan gerakan-gerakan yang telah dilatihkan dengan lincah dan kompak

sehingga dapat menarik minat dari penonton. Jumlah penari dalam kelompok

kenthongan bobeng berjumlah 15 orang putri. Ragam gerak yang sering dilakukan

diantaranya adalah posisi tangan mengepak-ngepakkan selendang seperti sayap kupu-

kupu serta berjalan melambaikan tangan atau memainkan kipas. Gerakan penari pada

saat menyanyikan lagu-lagu diberi contoh dan dipimpin oleh mayoret putri. Properti

yang digunakan penari adalah selendang dan kipas dengan dua warna hijau dan

merah. Keselarasan musik Kenthongan terasa lebih indah dengan adanya gerak

lincah dari para penari Kenthongan dari kelompok Bobeng.

3. Penyanyi

Penyanyi bertugas membawakan lagu-lagu yang dibawakan kelompok

kenthongan Bobeng. Penyanyi dari kelompok kesenian musik tradisional Kenthongan

Bobeng dipakai bila ada pementasan yang disewa atau tidak untuk perlombaan.

Bedanya dengan pementasan untuk perlombaan jika pertunjukan pementasan yang

dipentaskan tidak untuk perlombaan atau tanggapan maka ada dua orang penyanyi

khusus, tapi jika pementasan untuk perlombaan maka penari dan pemain musiklah

yang bertugas menyanyi.

4. Mayoret

Mayoret adalah pemimpin dari jalannya pertunjukan sebuah kelompok

kesenian tadisional Kenthongan yang bertugas mengatur kekompakan kelompoknya


54

serta memberikan tanda dimana saat ganti lagu serta gerakan. Dalam kelompok

kenthongan bobeng terdapat seorang mayoret wanita sebagai mayoret utama dan

seorang mayoret laki-laki sebagai mayoret pembantu. Mereka bertugas megatur

kekompakan antara pemain musik dan penari serta memberi tanda dimana saat ganti

formasi atau ganti lagu.

5. Pembawa acara (MC)

Pementasan sebuah pertunjukan musik tradisional Kenthongan tidaklah

berjalan tanpa ada pembawa acara yang bertugas mengatur jalannya acara. Seorang

MC bertugas membawakan acara agar lebih menarik dan meriah. Kelancaran sebuah

acara pemementasan tergantung dari ketrampilan seorang MC dalam membawakan

acara sehingga dapat membuat penonton lebih menikmati dan menyaksikan musik

tradisional kenthongan dengan senang.

6. Kostum dan Rias

Fungsi kostum adalah untuk mendukung suatu pertunjukan Kenthongan

kelompok Bobeng, sehingga menambah daya tarik maupun perasaan pesona

penontonnya. Dalam tari tradisional kenthongan, kostum tari yang sering dipakai

mencerminkan identitas diri (ciri khas) suatu daerah yang sekaligus menunjuk dari

mana kesenian tersebut berasal. Sedangkan fungsi rias antara lain adalah mengubah

karakter pribadi menjadi karakter tokoh yang sedang dibawakan, untuk memperkuat

ekspresi, dan untuk menambah datya tarik penampilan. Tata rias untuk pertunjukan

berbeda dengan rias untuk sehari-hari.


55

. Kostum dan rias yang digunakan dalam pementasan sebuah kelompok

kesenian kelompok Bobeng meliputi:

a. Mayoret wanita menggunakan kostum atasan berwarna hijau dengan

menggunakan bawahan kain batik lengkap dengan selendang yang berwarna

kuning dan merah. Riasan yang digunakan untuk mayoret puteri adalah rias

panggung untuk arena terbuka, yaitu pemakaian rias tidak perlu terlalu tebal

dan lebih utama harus nampak halus atau rapi karena penonton melihat dalam

jarak yang cukup dekat. Tatanan rambut dengan digelung kecil dan diberi

aksesoris sunduk seperti mahkota dan bunga tiruan. Alas kaki keseluruhan

anggota baik mayoret, penari maupun pemain menggunakan sepatu bandhol

yang artinya sepatu dari ban bodhol (rusak).

b. Sedangkan mayoret laki-laki menggunakan kostum setelan berwarna merah

dengan dililit kain batik selutut dan ikat kepala berwarna biru lengkap dengan

tongkat mayoret. Riasan yang digunakan mayoret laki-laki adalah rias natural

c. Kostum yang digunakan untuk para pemain musiknya adalah menggunakan

baju setelan berwarna hitam dengan dililit kain batik selutut serta

menggunakan ikat kepala berwarna hijau. Riasan yang dipakai adalah rias

natural atau alami.

d. Para penari menggunakan kostum dengan atasan berwarna kuning dan celana

berwarna hitam dililit kain batik selutut lengkap dengan selendang dan

aksesorisnya. Riasan yang dipakai sama seperti mayoret wanita yaitu rias

panggung.
56

e. Penyanyi kostum yang digunakan adalah milik pribadi dari si penyanyi. Rias yang

digunakan juga rias cantik. Dalam pertunjukan untuk perlombaan maka penyanyi

tidak diikut sertakan.

7. Tata suara (Sound system)

Sound sistem dipakai jika pementasan pertunjukan musik tradisional

Kenthongan dilakukan di panggung dan tidak berjalan keliling layaknya perlombaan.

Selain itu memerlukan juga mixer dan beberapa microfon. Mickrofon yang

dibutuhkan tujuh buah, dua untuk penyanyi, lima buah untuk tepak; angklung;

gambang; jun; seruling masing-masing satu buah. Sedangkan alat musik yang

lainnya tidak perlu menggunakan mickrofon karena jumlahnya yang banyak jadi

suara yang dihasilkan sudah cukup keras.

8. Tempat pertunjukan dan waktu

Suatu pertunjukan apapun bentuknya selalu memerlukan tempat atau

ruangan guna menyelenggarakan pertunjukan itu sendiri. Pertunjukan musik

tradisional Kenthongan sebagian besar dipentaskan di tempat yang terbuka, seperti

lapangan atau halaman rumah tempat orang yang punya hajat. Karena kesenian ini

selain ikut perlombaan juga sering disewa untuk mengisi acara hiburan di tempat

orang-orang yang mempunyai hajat. Tempat pertunjukan dilakukan di tempat yang

terbuka dikarenakan jumlah pemainnya yang banyak serta dapat dinikmati

masyarakat dengan mudah. Waktu dalam pertunjukan kesenian kenthongan

tergantung dari keinginan yang punya hajat, bisa siang hari ataupun malam hari.

Namun berdasarkan pengamatan dari penulis, sebagian besar pertunjukan kenthongan


57

dilakukan pada waktu malam hari, dikarenakan pada waktu siang hari suasana panas

sehingga banyak menguras tenaga dari para pemain.

9. Tata Cahaya (Lighting)

Sebuah pertunjukan kesenian Kenthongan tidaklah berjalan dengan lancar

tanpa adanya pencahayaan (Lighting). Pertunjukan kesenian Kenthongan sering

dipentaskan baik di waktu siang maupun di malam hari. Pementasan yang di

laksanakan disiang hari tidak memerlukan pencahayaan karena cukup dengan

pencahayan dari sinar matahari sudah dapat menerangi jalannya pertunjukan.

Sedangkan pertunjukan dimalam hari yang biasanya dipentaskan untuk tanggapan,

pencahayan diperlukan hanya untuk menerangi arena pementasan saja atau bisa

disebut lampu statis yaitu lampu yang hanya menerangi tempat pertunjukan.

10. Repertoar lagu

Lagu-lagu yang dibawakan biasanya lagu khas Banyumasan, lagu

berirama dangdut serta campur sari. Berikut adalah contoh aransemen dari lagu

“Gundul-gundul pacul”, salah satu lagu yang dibawakan kelompok kenthogan

Bobeng.

11. Penonton
Suatu pertunjukan tidaklah lengkap tanpa adanya reaksi dari penonton.

Pementasan sebagus apapun jika tidak ada penontonnya maka tidaklah menarik.

Penonton berperan penting dalam suatu pementasan musik tradisional Kenthongan.

Pertunjukan pementasan kesenian Kenthongan, penonton dapat dijelaskan dalam

suasana tanggapan dan perlombaan. Dalam pementasan tanggapan, penonton cukup


58

menonton dari sekeliiling arena pementasan. Sedangkan penonton dalam pementasan

perlombaan maka tidak hanya disekililing arena display saja tapi juga berderet

sepanjang jalan dari jalan yang telah disiapkan oleh panitia, bahkan sebelum

perlombaan dimulai mereka sudah berbaris di sepanjang jalan agar dapat melihat dari

dekat. Pertunjukan musik tradisional Kenthongan ternyata banyak menarik minat

penonton, walaupun suasana siang itu sangat panas namun penonton sangat antusias

sekali untuk dapat menyaksikan langsung pertunjukan kesenian Kenthongan. Selain

itu mereka dapat menyaksikan kesenian ini secara gratis karena tidak dipungut biaya

apapun.

D. Dukungan Warga Desa Rawalo Terhadap Musik Tradisional Kenthongan.

Sebagai salah satu perwujudan kebudayaan, kesenian tradisional juga

memiliki peran atau fungsi yang penting dalam kehidupan masyarakat

pendukunganya. Mengetahui fungsi maka akan diketahui pula peranannya. Kesenian

tradisional yang ada di Indonesia memiliki fungsi yang berbeda-beda. Perbedaan itu

berhubungan erat dengan sejarah timbulnya kesenian itu sendiri. Peran yang

dimainkan kesenian dapat bersifat sakral atau untuk kepentingan upacara,

pertunjukan ataupun hiburan.

Pada bulan Agustus warga desa Rawalo selalu disibukkan dengan

persiapan lomba Kenthongan. Di desa Rawalo sendiri ada dua kelompok musik

tradisional Kenthongan, dimana masing-masing kelompok bersaing untuk

mendapatkan gelar juara. Meskipun bersaing namun diantara mereka tidak pernah
59

terjadi permusuhan, justru bersatu dan saling mendukung, itulah yang menjadikan

kekompakan di desa Rawalo.

1 Dukungan dari pemain Kenthongan

Dukungan warga Desa Rawalo dapat dilihat dari para pemainnya. Meskipun

kelompok Kenthongan banyak, namun di desa Rawalo tidak kekurangan pemain

bahkan di desa-desa lain ada yang berani membayar pelatih dan pemain di luar desa

tersebut untuk membantu kelompoknya. Seperti penuturan Konang (23 tahun) :

“Kenthongan juga bisa dijadikan sebagai lahan untuk mencari uang tambahan
bagi para pelatih-pelatih dan pemain Kenthongan sewaan selama melatih dan
menjadi pemain sementara di kelompok tersebut. Biasanya uang sewaan
tergantung dari sejauh mana pengalaman pelatih dan pemain kenthongan
tersebut”

Hal serupa juga dikatakan oleh Dody (23 tahun), Agung (23 tahun), dan

Siswo (24 tahun) bahwa selain sebagai lahan mencari uang tambahan juga untuk

mengembangkan bakat dan kreativitas dalam bermain musik, rasa ingin tahu

memainkan alat musik Kenthongan serta yang paling penting adalah untuk ikut

memeriahkan Kemerdekaan Republik Indonesia dan melestarikan musik tradisional

Kenthongan sebagai kesenian tradisional yang menjadi ciri khas Kabupaten

Banyumas.

Mereka yang ikut sebagai pemain musik tradisional Kenthongan tidak pernah

merasa terganggu jika mengikuti latihan tiap harinya, bahkan ada yang diantara

mereka sekolah dan kuliah di luar kota (Purwokerto) menyempatkan diri untuk ikut
60

latihan. Hal itu dilakukan karena senang dan kecintaannya terhadap musik tradisional

Kenthongan.

Bagi para pemain yang dibayarpun demikian, latihan setiap hari bukan hanya

mengincar bayarannya saja, melainkan karena mereka senang akan bermain musik

Kenthongan. Seperti penuturan Dody (23 tahun) :

“Setiap tahun saya pasti ikut lomba Kenthongan, kalau tidak ikut rasanya
tidak enak karena sudah menjadi kebiasan atau tradisi mengikutinya”

Dari penuturan para pemain Kenthongan maka dapat dijelaskan bahwa teori

perilaku sosial oleh Max Weber dalam hal dukungan pemain terhadap kesenian

Kenthongan berlaku.

2 Dukungan Penonton atau Warga Desa Rawalo

Semaraknya kesenian Kenthongan juga tidak bisa lepas dari dukungan warga

sekitarnya. Bila dilihat pada saat latihan yang berlangsung dari sore setelah sholat

Ashar untuk para penari, dan dilanjtkan setelah sholat Isya kurang lebih pukul 20.00

WIB hingga tengah malam kurang lebih pukul 23.00 WIB, bahkan jika besok hari

minggu atau libur dan musiknya belum kompak maka latihan bisa sampai pukul

02.00 WIB. Rutinitas yang demikian bila warga tidak cinta terhadap musik

tradisional Kenthongan, maka hal tersebut sangatlah mengganggu ketenangan dan

waktu istirahat warga sekitarnya. Tetapi karena mereka sangat mencintai musik

tradisional Kenthongan, maka rutinitas yang demikian tidaklah mengganggu. Hal

demikian diungkapkan oleh bapak Wasdi (47 tahun):


61

“Secara logika memang dalam latihan pada waktu malam hari sangatlah
menggangu waktu istirahat warga, tapi untuk kepentingan warga juga maka
hal tersebut tidaklah apa-apa“.

Selain dukungan dari warga, yang mendukung ramainya dan lancarnya

perlombaan Kenthongan adalah para penontonnya. Setiap tahun sekali di

Kemerdekaan Republik Indonesia, sepanjang jalan jalan yang dilewati oleh para

kelompok Kenthongan peserta lomba dipadati oleh penonton. Tidak hanya warga

Kabupaten Banyumas saja yang datang berbondong-bondong ikut menyaksikan,

tetapi ada pula yang datang dari luar Kabupaten seperti : Purbalingga, Cilacap bahkan

sampai Banjarnegara. Warga asli Banyumas yang bekerja dan kuliah di luar

Kabupaten Banyumas juga menyempatkan diri pulang untuk menonton kesenian

Kenthongan. Mereka merasa rugi jika tidak menyempatkan pulang untuk

menyaksikan kesenian tradisional musik Kenthongan, dikarenakan rasa cinta dan

merasa memiliki kesenian tersebut.

Begitu padatnya penonton hingga membuat jalan utama macet, tetapi itu tidak

menghambat jalannya lalu lintas dan jalannya perlombaan. Pada saat perlombaan

yang diselenggarakan di alun-alun kota Purwokerto sebagai pusat pemerintahan,

penonton datang berbondong-bondong memadati alun-alun. Kota Purwokerto seperti

lautan manusia, mereka sangat antusias sekali dalam menonton lomba Kenthongan.

Hal itu bisa dilihat dari tertibnya acara lomba berlangsung dan tidak pernah terjadi

keributan.
62

3. Dukungan dari Seniman dan Tokoh Masyarakat Desa Rawalo

Peran serta dari seniman dan tokoh masyarakat terhadap keberadaan dan

eksistensi musik tradisional Kenthongan di desa Rawalo sangatlah besar, karena

tanpa mereka mungkin kesenian musik Kenthongan tidak ada bahkan mati, sebab

tidak ada yang menggerakan pemuda-pemudinya untuk melestarikan kesenian

tersebut.

Salah satu seniman di desa Rawalo yang masih aktif melatih kesenian

Kenthongan adalah bapak Sarkum (47 tahun) meskipun dibayar dengan bayaran yang

tidak mahal beliau tetap mau melatih Kenthongan kelompok Bobeng yang ada di desa

Rawalo. Motivasi beliau adalah kepuasan batin, berikut penuturan Pak Sarkum:

“Biasanya saya melatih para pemuda untuk memainkan alat musik tradisional
Kenthongan diwaktu malam hari, sedangkan sore hari saya melatih para
remaja putri menari dan menyanyi. Kalau yang dilatih bisa menangkap hal-hal
yang dilatihkan dengan cepat, kompak dan mainnya bagus maka batin saya
puas dan senang. Tapi jika yang dilatih itu semaunya sendiri dalam arti tidak
benar-benar serius dalam memainkan alat, maka saya akan kecewa”

Tokoh masyarakat juga berperan dalam mendukung keberadaan musik

tradisional Kenthongan. Di Desa Rawalo ada tokoh masyarakat yang selalu

mendorong anak-anak muda untuk berlatih Kenthongan, diantaranya adalah Pak

Mufti Hakim (42 tahun). Beliau di desa Rawalo berperan sebagai pembina karang

taruna serta ketua dari kelompok Kenthongan Bobeng, lebih lanjut pak Mufti

mengungkapkan :

“Kenthongan itu bisa dikatakan sebagai wadah yang berkualitas bagi para
pemuda-pemudi dalam memainkan alat musik dan berkreasi. Selain
63

mengurangi kagiatan yang negatif, kegiatan itu juga sebagai tolak ukur dalam
bermain musik”

Selain itu Pak Mufti juga biasanya bersedia mencarikan dana dan
menggerakan pemuda untuk membuat perlengkapan yang diperlukan dalam kesenian
Kenthongan.
Sangatlah besar dukungan masyarakat desa Rawalo khususnya, tanpa pamrih

apapun mereka bersedia membantu kelancaran kegiatan, baik saat latihan maupun

pada saat lomba Kenthongan

4. Dukungan dari Lembaga Masyarakat Desa Rawalo

Bukan hanya warga desa Rawalo saja yang disibukkan dan mendukung

dengan adanya kesenian musik Kenthongan, tetapi lembaga masyarakat desapun

sangat sibuk dan mendukung keberadaan kesenian tersebut. Hal itu bisa dilihat dari

kegiatan latihan yang dilakukan secara rutin menjelang perlombaan. Mereka

diperbolehkan latihan di halaman balai desa Rawalo, mereka bisa menggunakan

fasilitas yang ada di balai desa seperti listrik, kamar mandi, meja, juga halaman balai

desa.

Selain itu atas nama pribadi lurah desa Rawalo Bapak Sungabas juga ikut

menyumbangkan dananya untuk kelompok-kelompok Kenthongan yang ada di desa

Rawalo.

Kelancaran perlombaan musik tradisional Kenthongan tidak lepas dari

dukungan Pemerintah Kota Kabupaten Banyumas. Menurut Budi Setiawan (35 tahun)
64

yang pernah menjadi panitia penyelenggara lomba Kenthongan dari tahun 1999-2003,

mengemukakan:

“Pemda menyediakan dana sekedar bantuan saja, tetapi dari tahun ketahun
Dinas Pariwisata ikut menyumbangkan dana untuk lomba Kenthongan
tersebut. Selain itu kami berusaha mencari dana dari para sponsor seperti dari
Telkomsel, rumah-rumah makan atau instansi tertentu dan ternyata mereka
sangat antusias ikut menyukseskan adanya perlombaan Kenthongan”.

Hadiah yang disediakan oleh panitia biasanya berupa uang pembinaan, piala

untuk juara I, II, III serta piagam untuk masing-masing pemenang. Juara yang diambil

adalah juara I, II, III dan harapan I, II, III.

Melihat dari begitu banyaknya dukungan baik dari pemain, penonton,

seniman, tokoh masyarakat, dan lembaga masyarakat serta para donatur terhadap

keberadaan kesenian musik Kenthongan, maka dapat disimpulkan bahwa musik

tradisional Kenthongan sangatlah berarti sebagai kebudayaan asli bagi masyarakat

desa Rawalo pada khususnya dan masyarakat Banyumas pada umumnya. Hal ini

dapat dilihat dari peran serta atau dukungan masyarakat terhadap keberadaan

kesenian musik Kenthongan sangat besar. Apabila dirinci, dukungan masyarakat

tersebut meliputi:

1. Tenaga

Masyarakat sangat rela mengorbankan tenaga mereka demi kesuksesan

perlombaan. Para pemain dan penaripun berlatih dengan sangat giat, walaupun

mereka kebanyakan adalah para pelajar namun mereka menyempatkan diri untuk

berlatih bahkan sepulang dari sekolah.


65

2. Pikiran

Selain tenaga, masyarakat juga menyumbangkan ide-ide atau gagasan yang

membuat kelompok kesenian musik tradisional Kenthongan lebih berkembang dan

bagus. Terutama untuk pelatih, yang berpikir bagaimana melatih gerakan dan

memainkan alat musik, membuat kelompok menjadi kompak dan tampil dengan

bagus. Sedangkan para pemain dan penari juga mebutuhkan pikiran untuk

menghafalkan cara memainkan alat musik yang mereka pegang dan gerakan-gerakan

yang telah dilatihkan.

3. Materi

Tak hanya motivasi saja dukungan dari para warga, materi juga sangat

mendukung keberhasilan perlombaan kesenian musik tradisional Kenthongan. Warga

banyak yang mengeluarkan materi dan mereka tidak mengharapkan imbalan apa-apa.

Mereka sudah cukup bangga apabila kelompok kesenian musik tradisional mereka

ikut perlombaan bahkan jika sampai menang maka akan membawa nama harum bagi

desa mereka juga.

4. Waktu

Dukungan dari warga juga menyangkut waktu. Mereka rela meluangkan

waktu untuk menyaksikan pada saat latihan dengan maksud memberikan semangat

kepada para pemain dan penari Kenthongan. Tak hanya itu, para pemain dan penari

juga meluangkan waktu untuk berlatih di waktu sore dan malam hari.

5. Tempat

Dukungan dari berbagai pihak sangatlah besar pengaruhnya demi kesuksesan

perlombaan Kenthongan. Seperti dukungan dari warga yang merelakan halaman

mereka sebagai tempat untuk berlatih kesenian musik tradisional Kenthongan. Dari
66

pihak lembaga masyarakat setempat juga merelakan fasilitas desa seperti lapangan

sebagai tempat untuk berlatih.

6. Motivasi

Berbagai motivasi dari masyarakat sangatlah mendukung keberhasilan sebuah

kelompok musik tradisional Kenthongan. Tanpa adanya motivasi dari berbagai pihak

maka tidaklah sukses suatu pertunjukan kesenian musik tradisional Kenthongan.

Karena semangat dari mereka yang bisa membuat keberadaan kesenian ini dikenal

masyarakat luas dan tetap lestari sampai sekarang.

7. Kesempatan
Kesenian Kenthongan berkembang dan menjadi dikenal oleh masyarakat luas
dikarenakan adanya pihak-pihak yang memberikan kesempatan untuk pertunjukan
atau pentas. Seperti dari pihak pemerintah setempat yang setiap tahunnya
mengadakan perlombaan dalam rangka hari kemerdekaan serta hari jadi Kabupaten
sehingga memberikan kesempatan kelompok-kelompok Kenthongan untuk berlomba-
lomba menampilkan kekompakan kelompok mereka sebagus mungkin. Selain itu
juga kesempatan dari para warga yang bersedia menyewa kelompok kenthongan
untuk mengisi acara satiap kali mereka punya hajat.
Rasa memiliki dan melestarikan kesenian musik tradisional Kenthongan
adalah suatu kebanggaan yang dimiliki oleh warga Banyumas, karena mulai dari
masyarakat kalangan bawah hingga kalangan atas ikut mendukung dan kelestarian
kesenian musik tradisional Kenthongan sampai dengan sekarang. Motivasi mereka
hanya ingin melestarikan kesenian musik tradsional Kenthongan yang merupakan
suatu ciri khas bentuk kesenian asli dari kabupaten Banyumas.
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, akhirnya dapat dikemukakan simpulan

sebagai berikut :

Pertunjukan musik tradisional Kenthongan adalah salah satu kesenian

tradisional yaitu perpaduan antara musik yang keseluruhan terbuat dari bambu

dengan gerak lincah para penari yang kekompakannya dipimpin oleh mayoret.

Untuk membentuk kelompok musik tradisional Kenthongan dibutuhkan keahlian

dan ketrampilan dalam memainkan alat musiknya.

Keberadaan kesenian tradisional musik Kenthongan di desa Rawalo pada

khususnya dan Kabupaten Banyumas pada umumnya sangat dinantikan dan

dibanggakan. Hal itu dapat dilihat dari antusiasnya warga pada saat latihan,

meskipun waktu latihan pada setiap sore dan malam hari secara terus menerus,

namun aktivitas mereka berjalan seperti biasanya. Padahal setiap hari mereka ada

yang berlatih sejak sore kemudian dilanjutkan pada malam hari, ada yang

menonton latihan Kenthongan sampai larut malam bahkan mereka juga tidak

merasa terganggu istirahatnya meskipun di sekitar rumahnya ada latihan

Kenthongan. Bagi para warga yang diutamakan adalah desanya dapat

berpartisipasi dalam perlombaan Kenthongan, meskipun biaya, tenaga, dan waktu

relatife banyak, mulai dari pembuatan alat musik, latihan-latihan, kostum,

transportasi, konsumsi, dan lain sebagainya. Berpartisipasi dalam perlombaan

merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi masyarakat desa Rawalo, Kecamatan

67
68

Rawalo, Kabupaten Banyumas. Mereka rela melakukan apa saja agar kelompok

musik Kenthongan di Desanya dapat mengikuti perlombaan.

Dukungan yang besar terhadap musik tradisional Kenthongan tidak hanya

datang dari warga desa Rawalo saja, melainkan juga masyarakat kota Banyumas

dari kalangan atas sampai kalangan bawah. Mereka cukup antusias dalam

menyambut kehadiran musik tradisional Kenthongan. Pemerintah daerah kota

Banyumas juga tidak kalah dukungannya dalam pelestarian dan pengembangan

musik tradisional Kenthongan. Dilihat manakala diadakan perlombaan,

pemerintah bersedia menyediakan fasilitas yang digunakan dalam perlombaan.

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditemukan saran-saran sebagai berikut :

1. Kepada para pemain dan penari kesenian tradisional Kenthongan, hendaknya

lebih ditingkatkan lagi kreatifitas, pola iringan, pola gerakan dan kualitas lagu

yang dibawakan, lebih dipahami dan diresapi sehingga dalam penampilan

lebih harmonis, menarik dan ekspresif.

2. Kepada pengurus dari kelompok Bobeng agar lebih menjaga keadaan alat

musiknya sehingga tidak mudah rusak, karena mempengaruhi kualitas suara

yang dihasilkan.

3. Kepada Pemerintah Daerah Kota Banyumas agar bisa lebih memberikan

peluang yang besar kepada kelompok-kelompok kesenian tradisional

Kenthongan yang ada di Kabupaten Banyumas untuk dapat tampil di tempat-

tempat wisata dan pada acara resmi yang diadakan, baik pemerintah kota

Banyumas maupun di luar kota. Sehingga musik tradisional Kenthongan tidak

hanya ada jika akan ada perlombaan saja melainkan sebagai aset wisata bagi

kota Banyumas bahkan propinsi Jawa Tengah pada umumnya.


DAFTAR PUSTAKA

Dungga, JA. 1990. Kearah Pengertian dan penikmatan Musik. Bandung:


Harapan.

Indriyanto. 1999. “Lengger Banyumasan Kreativitas dan perubahannya”: Tesis


Pasca Sarjana. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Jazuli,M. 1994. Telaah Teoretis Seni Tari. Semarang: Ikip Semarang Press

Kayam, Umar. 1981. Seni Tradisi Masyarakat. Jakarta : Sinar harapan.

Keraf, Gorys. 1989. Komposisi Sebuah Kemahiran Bahasa. Jakarta : Nusa Indah.

Koentjoroningrat. 1993. Kebudayaan Jawa. Jakarta : Gramedia.


_____________ 1983. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.

Mustopo, M. Habib. 1983. Kumpulan Essay Manusia dan Budaya, Ilmu Budaya
Dasar. Surabaya : Penerbit Usaha.

Muttaqin, Moh.2003. “Musik Dangdut: Sebuah kajian Musikologis”: Tesis Pasca


Sarjana. Yogyakarta. Universitas Gajah Mada.

Nawawi, Hadari.1993. Metode Penelitian Bidang Sosial. Jogjakarta: UGM Press

Prier SJ Karl-Edmund. 1996. Ilmu Bentuk Musik. Yogyakarta: Pusat Musik


Liturgi

Purwaderminta, WJS. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. PN. Balai Pustaka.

Rohidi, T. R. 1992. Analisis Kualitatif dalam Lembaran Penelitian. Penerbit Pusat


Penelitian IKIP Semarang No.1 tahun VIII.
_________1993. Ekspresi Orang Miskin : Adaptasi Simbiolik Terhadap
Kemiskinan. Disertasi Doktor Bidang Antropologi Program
Pascasarjana Universitaas Indonesia.

Sedyawati, Edi. 1994. Seni dalam Masyarakat Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia.
_________1981. Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta : Sinar Harapan

Silberman, A. 1977. The Sosiology of Music. USA : Green Wood Press.

Soekanto, Sarjono. 1994. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali.

Sunarto, K. 1993. Pengantar Sosiologi. Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas


Indonesia.

69
70

Sunaryadi. 2000. Lengger: Tradisi dan Transformasi. Yogyakarta: Yayasan


Untuk Indonesia

Suwondo, Tirto. 1992. Nilai-nilai budaya susastra jawa. Jakarta : Debdikbud.

Wiyoso, Joko. 2002. “Campur Sari Suatu Bentuk Akulturasi Budaya Dalam
Musik Indonesia” Tesis Pasca Sarjana. Yogyakarta : Universitas Gajah
Mada.

You might also like