You are on page 1of 2

TUGAS MINGGU 1 APRESIASI PUISI

Membaca sebuah kumpulan puisi berjudul Lagu Pilu Orang Kuyu yaitu puisi-puisi
karya Mohd. Harun al Rasyid, sangat menyentuh hati saya. Mohd. Harun al Rasyid menulis
puisi-puisinya diberbagai tempat, yakni Banda Aceh, Sigli, Jakarta dan Malang. Puisi-
puisinya banyak menceritakan tentang kepiluan bencana tsunami. Namun ada juga puisi-puisi
yang menceritakan tentang kerinduan pada Aceh. Total puisi yang saya baca ada tujuh buah
yaitu: Aku Bangkit, Puisi Tak Berjudul, Kenangan dalam Keikhlasan, Aku Bertanya pada-
Mu, Nostalgia di Ruang Sempit, Tanah dan Air sedang Berduka, dan Rindu Aceh. Panjang
puisi pun bervariasi, dari puisi yang hanya berisi satu bait yakni Cita sampai puisi yang berisi
empat belas bait yaitu Tebing-tebing Kehidupan.
Dari tujuh puisi yang saya baca sangat tersentuh pada puisi Kenangan dalam
Keikhlasan berikut ini.

KENANGAN DALAM KEIKHLASAN

Tiga tahun yang lalu


Ayah tinggalkan engkau, sayang
Dalam kabut bandara sultan iskandar muda
Kulihat engkau melambai dengan sepuluh jemari
Pertanda kita segera berpisah
Ayah pergi merenangi samudera ilmu
Engkau tinggal dalam ketulusan hati sang ibu

Tiga tahun lalu, sayang


Ayah tinggalkan engkau menjelang ulang tahun ketiga
Kasihku bertaburan antara Banda Aceh – Malang
Kadang-kadang kupungut enam bulan sekali
Lalu kutaburkan dalam kolam hatimu yang riang.

Sekarang
Sekarang ayah tinggal sendiri
Menghitung senyummu yang selalu mengembang
Menghitung hobimu untuk berenang
Mengenang bibirmu mengeja firman Tuhan
“Segala puji bagi Tuhan semesta alam”
dan teringat tanganmu menuliskan catatan harian
Selama di Malang dalam Ramadhan dan Lebaran.

Tiga tahun lalu, sayang


Bukanlah sekarang
Sekarang adalah kenangan
Dulu adalah harapan.
Tiga tahun lalu, sayang
Engkau mintakan sebuah ranjang
Engkau dambakan sebuah almari pakaian
Dan cermin khusus untuk berdandan
Ayah telah menunaikannya padamu
Dua pecan sebelum tsunami, 13 Desember 2004
Saat ayah pergi lagi menamatkan studi.

Anakku, damailah ruhmu dalam kebahagiaan


Selamat berdandan di sisi Tuhan
Memilih gaun ulang di almari
Dan merebahkan jasad di ranjang dambaan

Andai engkau masih menikmati udara bumi


Segeralah kembali
Karena senyummu abadi di hati.

Namun, jika engkau telah pergi berkelana di taman Tuhan


Ayah ucapkan selamat jalan ananda tersayang
Jangan lagi berpaling ke belakang
Karena ayah telah ikhlaskan

Pidie, 31 Januari 2005 – Jakarta 13 Maret 2005

Puisi ini diciptakan Mohd. Harun al Rasyid untuk anak pertamanya bernama Inong
Nabila Harza. Inong hilang dalam musibah tsunami Aceh bersama ibu dan adiknya. Terasa
sekali suasana saat Harun menciptakan puisi ini. Terlihat dari pilihan kata-katanya yang
menggambarkan bahwa ia sangat merindukan saat bersama anaknya. Harun juga ikhlas
menerima semua cobaan itu, walaupun memang berat ditinggal oleh keluarga tercinta dan
orang-orang yang disayangi. Dia ingin berbagi persaannya lewat puisi ini.
Membaca puisi ini, membawa pembaca merasakan apa yang dirasakan oleh Harun,
yaitu kehilangan orang yang disayangi. Saking kuatnya perasaan yang dituliskan Harun lewat
puisi ini. Saya menangis saat membaca puisi ini untuk ketiga kalinya. Kata demi kata yang
dituliskan seakan bercerita bagaimana beratnya Harun meninggalkan keluarganya yang
berada di Aceh untuk menyelesaikan studinya di Malang. Dan saat ia kehilangan istri serta
kedua anaknya yang sangat ia rindukan.

You might also like