You are on page 1of 10

c

TUGAS MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM

Disusun Oleh :

Kelompok 8

Erfina Ayu Wardhani (101910101064)

Yeni Arista Dewi (100210302086)

Meilisa Fani Herdiati (102110101052)

c
c 
c
 c
KATA PENGANTARc

Assalamualai um Wr. Wb.

Puji Syukur kehadirat Allah SWT, karena atas ridho dan karunia-Nya,
kami selaku penulis, dapat menyelesaikan Tugas Makalah Pendidikan Agama
Islam mengenai Sumber-Sumber Hukum Islam ini.

Tidak lupa, kami juga berterimakasih kepada Bpk. Muis selaku dosen
pengajar Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam, serta teman-teman yang turut
membatu pembuatan makalah ini.

Selanjutnya, kami berharap, agar makalah ini dapat berguna di kemudian


hari, atau sebagai referensi pembelajaran berikutnya. Dan apabila terdapat salah
kata maupun penulisan, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Kami juga tida menutup diri terhadap kritik maupun saran yang ingin
diutarakan pembaca. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat, sekian dan
terima kasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Jember, 08 Desember 2010

Penulis
PENDAHULUAN

Sebagai umat islam yang taat beragama, kita wajib bertaqwa dan selalu
patuh akan apa yang dikehendaki-Nya, dan menjauhi segala sesuatu yang dilarang
oleh-Nya. Akan tetapi, terkadang kita lupa atau bahkan tidak mengerti sama sekali
tentang cara-cara menjalankan kewajiban dan sunnah Allah SWT.

Ketidaktahuan tersebut dapat mengakibatkan, keraguan dalam mejalankan


seluruh ibadah serta sunnah kepada-Nya. Kita menjadi ragu-ragu dan bertanya-
tanya apa ibadah yang kita jalani sudah benar, apa ibadah yang kita jalani sudah
diterima olh-nya? Dan hasilnya, kita menjadi asal-asalan dalm melakukan ibadah,
tanpa mengikuti aturan-aturan atau hukum yang sudah ditetapkan.

Oleh karena itu, dalam bab ini, kita akan mempelajari lebih dalam tentang
sumber-sumber hukum islam. Agar kita dapat memperoleh ilmu lebih dalam
tentang sumber-sumber hukum islam, dan menetapkan serta mempraktekkannya
dalam kehidupan sehari-hari kita. Sehingga, kita dapat menjadi seorang muslim
sepenuhnya, yang mengerti akan hukum islam dan ketentuan-ketentuannya dalam
kehidupan sehari-hari.

Jember, 08 Desember 2010

Penulis
SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM

A. AL QUR¶AN
1. Definisi Al Qur¶an Dan Akar kata al Qur¶an
Allah Swt. memilih beberapa nama bagi wahyu-Nya, yang berbeda sekali dari
bahasa yang biasa digunakan masyarakat arab untuk penamaa sesuatu. Nama-
nama itu mengandung makna yang berbias dan memiliki akar kata . Diantara
beberapa nama itu yang paling terkenal ialah al Kitab dan al Qur¶an.

Wahyu dinamakan al Kitab yang menunjukkan pengertian bahwa wahyu itu


dirangkum dalam bentuk tulisan yang merupakan kumpulan huruf-huruf dan
menggambarkan ucapan (lafadz) adapun penamaan wahyu itu dengan al Qur¶an
memberikan pengertian bahwa wahyu itu tersimpan didalam dada manusia
mengingat nama al Qur¶an sendiri berasal dari kata qira¶ah (bacaan) dan didalam
qira¶ah terkandung makna : agar selalu diingat,. Wahyu yang diturunkan dalam
bahasa Arab yang jelas itu telah ditulis dengan sangat hati-hati agar terpelihara
secara ketat, serta untuk mencegah kemungkinan terjadinya manipulasi oleh
orang-orang yang hendak menyalah artikan atau usaha mereka yang hendak
mengubahnya. Tidak seperti kitab-kitab suci lain dimana wahyu hanya terhimpun
dalam bentuk tulisan saja atau hanya dalam hafalan saja, tetapi penulisan wahyu
yang satu ini didasarkan pada isnad yang mutawatir (sumber-sumber yang tidak
diragukan kebenarannya) dan isnad yang mutawatir itu mencatatnya dengan jujur
dan cermat.

Secara etimologis, Al Qur¶an berasal dari kata ³qara¶a´, yaqra¶u, qiraa¶atan atau
qur¶aanan yang berarti mengumpulkan (al jam¶u) dan menghimpun (al dlammu)
huruf-huruf serta kata-kata dari satu bagian kebagian lain secara teratur .
Dikatakan Al Qur¶an karena ia berisikan intisari dari semua kitabullah dan intisari
dari ilmu pengetahuan. Allah berfirman :

³ Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (dalam


dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kamu telah
selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya´. (al Qiyamah [75]:17-
18).

Qur¶anan dalam hal ini berarti juga qira¶atahu (bacaannya/cara membacanya).


Jadi kata itu adalah masdar menurut wazan (tasrif, konjugasi) ³fu¶lan´ dengan
vocal ³u´ seperti ³gufran´ dan ³syukran´. Kita dapat mengatakan qara¶tuhu,
qur¶an, qira¶atan wa qur¶anan, artinya sama saja yakni maqru¶ (apa yang dibaca)
atau nama Qur¶an (bacaan).

Qur¶an dikhususkan sebagai nama bagi kitab yang diturunkan kepada


Muhammad s.a.w., sehingga Qur¶an menjadi nama khas kitab itu, sebagai nama
diri. Dan secara gabungan kata itu dipakai untuk nama qur¶an secara keseluruhan,
begitu juga untukc penamaan ayat-ayatnya. Maka jika kita mendengar orang
membaca ayat Qur¶an, kita boleh mengatakan bahwa ia sedang membaca Qur¶an.

³dan apabila dibacakan Qur¶an, maka dengarkanlah dan perhatikanlah «(Al-


A¶raf [7]:204).

Sebagian Ulama berpendapat bahwa kata Qur¶an itu pada mulanya tidak
berhamzah sebagai sebuah kata jadian. Ada analisa penyebutan tersebut
kemungkinan adalah karena Qur¶an dijadikan sebagai suatu nama bagi kalam
yang diturunkan kepada Nabi s.a.w., dan bukan merupakan kata jadian, sementara
yang lain berpendapat berbeda. Untuk itulah ada baiknya jika kita
mereferensibeberapa pendapat ulama tentang asal kata Qur¶an :

a. Asy-Syafi¶i, berpendapat bahwa kata qur¶an ditulis dan dibaca tanpa hamzah (
Quran) yang tidak diambil dari kata lain (Musytaq). Ia adalah nama Khusus yang
dipakai untuk kitab suci yang diberikan kepada Nabi Muhammad, sebagaimana
kitab Injil dan Taurat dipakai khusus untuk kitab-kitab Tuhan yang diberikan
kepada Nabi Isa dan Musa . Lafadz tersebut sudah lazim digunakan dalam
pengertian kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.. jadi
menurut asy Syafi¶i, lafadz tersebut bukan berasal dari akar kata qa-ra-a
(membaca), sebab kalau akar katanya qa-ra-a, maka tentu setiap sesuatu yang
dibaca dapat dinamai al Qur¶an, sama halnya dengan nama Taurat dan Inzil.

b. Al-Farra¶ dalam kitabnya ³Ma¶anil Qur¶an´ berpendapat bahwa lafadz qur¶an


tidak memakai hamzah, dan diambil (musytaq) dari kata qara¶in jamak dari
qarinah, yang berarti indikator (petunjuk). Hal ini disebabkan karena sebagian
ayat-ayat al Qur¶an itu serupa satu sama yang lain, maka seolah-olah sebagian
ayat-ayatnya merupakan indikator dari apa yang dimaksud oleh ayat lain yang
serupa. Dan huruf ³nun´ pada akhir lafadz al Qur¶an adalah huruf asli, bukan
huruf tambahan.

c. Al Asy¶ari berpendapat bahwa lafadz al Qur¶an tidak memakai hamzah dan


diambil dari kata qarana, yang berarti menggabungkan. Hal ini disebabkan karena
surat-surat dan ayat-ayat al Qur¶an dihmpun dan digabungkan dalam satu mushaf.
Tiga pendapat diatas menurut Subhi as Shalih adalah beberapa contoh dari Ulama
yang berpendapat bahwa lafadz al Qur¶an tanpa huruf hamzah ditengahnya jauh
dari kaidah pemecahan kata (isytiqaq) dalam bahasa Arab. Sedangkan para ulama¶
yang berpendapat bahwa lafadz al Qur¶an ditulis dengan tambahan hamzah
ditengahnya adalah :

a. Az Zajjaj, lafadz al Qur¶an ditulis dengan huruf hamzah ditengahnya


berdasarkan pola kata (wazn) fu¶lan, lafadz tersebut pecahan (musytaq) darai akar
kata qar¶un yang berarti jam¶un, Seperti kalimat quri¶al ma¶u fil-haudi, yang
berarti : air dikumpulkan dalam kolam. Jadi dalam kalimat itu kata qar¶un
bermakna jam¶un, yang dalam bahasa Indonesia bermakna kumpul, atau
menhimpun. Hal ini karena al Qur¶an merupakan kitab suci yang menghimpun
intisari ajaran-ajaran dari kitab suci sebelumnya.

b. Al Lihyani, lafadz al Qur¶an ditulis dengan huruf ditengahnya berdasarkan


pola kata ghufran dan merupakan pecahandari akar kata qa-ra-a yang bermakna
tala (membaca).

Secara terminologi al Qur¶an menurut beberapa ulama adalah:


a. Ulama Ushul fiqh, Artinya:
³Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Dalam bahasa
Arab yang dinukilkan kepada generasi sesudahnya secara mutawatir, membacanya
merupakan ibadah, tertulis dalam mushaf , dimulai dari surat al fatihah dan
ditutup dengan surat an Nas.

b. Abdul Wahab Khalaf mendefinisikan al Qur¶an sebagai firman Allah yang


diturunkan melalui ruhul amin (jibril) kepada Nabi Muhammad saw. Dengan
bahasa Arab, isinya dijamin kebenarannya, dan sebagai hujjah kerasulannya,
undang-undang bagi seluruh manusia dan petunjuk dalam beribadah serta
dipandang ibadah dalam membacanya, yang terhimpun dalam mushaf yang
dimulai dari surat al fatihah dan diakhiri dengan surat an Nas yang diriwayatkan
kepada kita dengan jalan mutawatir

c. Syaikh Muhammad Abduh mendefinisikan al Quran sebagai kalam mulia yang


diturunkan oleh allah kepada Nabi yang paling sempurna (Muhammad) ajarannya
mencakup keseluruha ilmu pengetahuan. Ia merupakan sumber yang mulai yang
essensinya tidak dimengerti kecuali bagi orang yang berfjiwa suci dan berakal
cerdas.

Ketiga definisi tersebut sebenarnya saling melengkapi. Definisi pertama lebih


focus pada subyek pembuat wahyu, Allah dan obyek penerima wahyu yakni
rasulullah Muhammad saw, proses penyampaiannya kepada umat secara
mutawatir, membacanya dikategorikan sebagai ibadah. Definisi kedua melengkapi
penjelasan cara turunnya melalui malaikat Jibril, penegasan tentang awal dan
akhir surat. Dan definisi ketiga berkaitan dengan isi dan kriteria bagi orang ingin
memahaminya.

Dari definisi tersebut dapat dinalisa bahwa al Qur¶an memiliki unsur-unsur Yang
menjadi ciri khas bagi al Qur¶an, yakni, Al Qur¶an merupakan kalam Allah yang
diturunkan kepada Muhammad Saw.
Tidak dinamakan al Qur¶an seperti Zabur, Taurat dan Injil. Ketiga kitab tersebut
memang termasuk kalam Allah tapi tidak diturunkan kepada nabi Muhammad
sehingga tidak disebut al qur¶an.

B. HADITS
a. Pengertian Hadits
Kumpulan-kumpulan tindakan dan ucapan-ucapan Nabi, yaitu yang biasanya
dinamakan ³Hadits´ arti kata itu adalah ³kata-kata´ tetapi yang dimaksudkan ialah
ucapan-ucapan dan tindakan.
b. Unsur-unsur hadits
c Sanad adalah jalur atau jalan periwayatan hadits dari beberapa rangkaian
orang yang terlihat dalam periwayatan hadits tersebut
c Matan adalah isi dari hadits atau reaksi dari hadits, di dalamnya inti hadits
atau kontennya
c Rawi adalah mempelajari banyak hadits, mengetahui banyak hadits,
menuliskannya, mengklasifikasikan dan melakukan penelitian serta
menyebarkannya.

c. Istilah-istilah dalam hadits

c Sanad: Jalan menuju lafadh hadits. Misalnya, A meriwayatkan hadits dari


B, ia meriwayatkan hadits dari C, ia meriwayatkan hadits dari Nabi
shallallahu µalaihi wasallam.
c Jalan lain: Sanad lain.
c Hadits: Perbuatan, perkataan, keputusan, dan pengakuan Nabi shallallahu
µalaihi wasallam.
c Sunnah: Hadits.
c Atsar: Ada ulama berkata, ³Atsar identik dengan hadits, sebagaimana
hadits marfu¶ dan mauquf dikatakan atsar.
c Hadits Qudsi: Apa-apa yang disandarkan oleh Rasulullah shallallahu
µalaihi wasallam kepada Allah selain Al-Qur¶an.
c Hadits Shahih: Hadits yang memiliki sifat-sifat yang membuat hadits itu
diterima.
Sifat-sifat hadits yang diterima:

c Sanadnya harus muttasil (bersambung), artinya tiap-tiap perawi betul-betul


mendengar dari gurunya. Guru benar-benar mendengar dari gurunya, dan
gurunya benar-benar mendengar dari Rasulullah shallallahu µalaihi
wasallam.
c Perawi harus adil. Artinya, perawi tersebut tidak menjalankan kefasikan,
dosa-dosa, perbuatan dan perkataan yang hina.
c Betul-betul hafal.
c Tidak bertentangan dengan perawi yang lebih baik dan lebih dapat
dipercaya.
c Tidak berillat, yakni tidak memiliki sifat yang membuat haditsnya tidak
diterima.
c Hasan: Hadits yang sanadnya bersambung perawi adil, yang hafalannya
kurang sedikit dibanding dengan perawi-perawi hadits shahih. Tidak
bertentangan dengan perawi-perawi yang lebih dapat dipercaya, dan tidak
memiliki cacat yang membuat hadits tersebut tidak diterima.
c Hukum hadits hasan: seperti hadits shahih, dapat dibuat pedoman dan
dijalankan, namun bila diantara hadits shahih dan hadits hasan
bertentangan, maka didahulukan adalah hadits shahih.
c Hadits Dhaif: Hadits yang tidak memiliki sifat-sifat hadits-hadits shahih
dan sifat-sifat hadits hasan.
c Hukum hadits dhaif: Tidak boleh dijadikan pedoman dalam masalah
akidah dan hukum-hukum agama. Boleh dijalankan dalam masalah-
masalah yang dianggap baik, anjuran, peringatan dengan syarat-syarat
tertentu.
c Hadits Marfu¶: Perkataan, perbuatan, pemutusan, atau pengakuan Nabi
shallallahu µalaihi wasallam, baik sanadnya bersambung atau tidak.
Contoh hadits marfu¶: hadits muttasil, musnad, mursal, dll.
c Hukum hadits marfu¶: kadang-kadang shahih, hasan, dan dhaif.
c Musnad: hadits yang sanadnya bersambung dari perawi ke perawi sampai
pada Nabi shallallahu µalaihi wasallam. Oleh karena itu, hadits maqthu¶,
munqathi, hadits yang dita¶liq dan mursal tidak termasuk hadits musnad.
c Hukum hadits musnad: Kadang-kadang shahih, hasan, dhaif.
c Muttasil (mausul): Hadits yang sanadnya bersambung dari perawi
mendengar dari perawi sampai pada Nabi atau hanya sahabat-sahabat saja.
Hadits mauquf dan munqathi¶ kadang-kadang termasuk hadits muttasil.
c Mauquf: Perkataan atau perbuatan sahabat, sanadnya bersambung atau
tidak. Contoh: hadits munqathi¶. Hadits marfu dan mursal tidak termasuk
hadits mauquf.
c Munqathi¶: Hadits yang salah satu dari perawi tidak disebut, dengan syarat
perawi yang tidak disebut itu bukan sahabat. Contoh: hadits marfu¶,
mursal, dan mauquf. Hadits munqathi¶ termasuk hadits dhaif.
c Mursal: Apabila ada tabi¶in berkata, ³Nabi bersabda««.tanpa
menyebutkan perawi dari sahabat, maka hadits tersebut termsuk mursal.
Contoh: hadits munqathi¶ dan hadits mu¶dlal. Hukumnya sama seperti
hadits dhaif.
c Muallaq (hadits-hadits yang dita¶liq): Hadits yang permulaan sanadnya
tidak tersebut. Contoh: setiap hadits yang sanadnya tidak bersambung
c Gharib: Hadits yang diriwayatkan oleh satu perawi dan perawi lain tidak
meriwayatkan hadits tersebut. Hukumnya kadang-kadang shahih, hasan
namun kebanyakan hukumnya dhaif.
c Masyhur: Hadits yang diriwayatkan oleh tiga perawi keatas, walaupun
dalam satu tingkat perawi (perawinya sama-sama sahabat). Hukumya
shahih, hasan atau dhaif.
c Mutawattir: Hadits yang diriwayatkan oleh perawi banyak dari perawi
banyak.
c Mubham: Hadits yang dalam sanadnya atau matannya ada orang yang
tidak disebut. Hukumnya, jika perawinya yang tidak diketahui, hukumnya
dhaif.
c Syadz: Hadits yang diriwayatkan oelh orang yang dapat dipercaya, matan
atau sanadnya bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi
yang lebih dipercaya. Lawan syadz adalah mahfud (yang terjaga).
Hukumnya dhaif dan ditolak.
c Mudraj: Idraj (sisipan) ada dua; 1. Lafadh hadits yang disisipi, 2. Sanad
hadits yang disisipi. Lafadh hadits yang disisipi: sebagian perawi
menambah hadits Nabi shallallahu µalaihi wasallam tanpa diberi tahu atau
diberi tanda. Hukumnya shahih, atau dhaif.
c Maqlub: Menangani sesuatu dengan yang lain dalam hadits, adakalanya
kalimat hadits dibalik, dll. Hukumnya harus dikembalikan pada asalnya.
c Mudhtarib: Hadits yang diriwayatkan oleh perawi, kemudian ditempat lain
dia meriwayatkan hadits tersebut dengan arti yang berbeda. Hukumnya
dhaif.
c Ma¶lul: Hadits kalau dilihat dhahirnya baik, namun setelah diteliti oleh
ahli hadits, ternyata ada hal yang membuat hadits tersebut tidak bisa
dikatakan shahih. Hukumnya dhaif.
c Matruk: Hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang sudah disepakati oleh
para ulama bahwa dia dhaif. Adakalanya dia bohong, keliru, atau fasik.
Hukumnya tidak dianggap, juga tidak boleh dibuat pedoman atau dibuat
syahid.
c Maudlu¶: Hadits buatan perawi, lalu disandarkan kepada rasul, sahabat,
atau tabi¶in. Hukumnya tidak boleh diriwayatkan atau diajarkan kecuali
ada tujuan agar orang yang mendengar atau yang membacanya berhati-
hati.
c Munkar: Seperti hadits syadz, hadits munkar tidak boleh diterima, apabila
perawinya bertentangan dengan perawi-perawi yang dapat dipercaya.
c Syahid: Arti hadits yang cocok dengan arti hadits lain, hanya saja sahabat
yang meriwayatkannya berlainan.
c La ba¶sa bihi: Perawi tidak memiliki cacat. Ibnu Mu¶in berkata, ³perawi
tersebut dapat dipercaya.´
c Sahabat: Orang yang bertemu kepada Nabi shallallahu µalaihi wasallam
dan beriman kepadanya sampai mati.
c Tabi¶in: Orang yang bertemu dengan sahabat dan mati dalam keadaan
muslim.

C. IJTIHAD
a. Pengertian ijtihad
Ijtihad menurut bahasa adalah berasal dari kata jahada yang artinya: mencurahkan
segala kemampuan, atau menanggung beban kesulitan. Jadi arti ijtihad menurut
bahasa adalah mencurahkan semua kemampuan dalam segala perbuatan.
b. Syarat-syarat ijtihad
c Hendaknya seseorang mempunyai pengetahuan bahasa Arab, dari segi
sintaksis dan filologinya
c Hendaknya seseorang mempunyai pengetahuan tentang Al-qur¶an
c Hendaknya seseorang mempunyai pengetahuan Al-Sunnah
c Hendaknya ia mengerti segi-segi qiya
c. Jenis-jenis ijtihad
c Al-Mujtahidun fis syar¶i, yaitu mujtahid mutlak.
c Mujtahid Muntasib
c Mujtahid dalam Madzhab.
c Mujtahidun dan Murjihun
c Tingkatan muhafidhin

D. AL AHKAM AL KHAMSAH
Disebut jg Hukum Taklifi adl lima macam kaidah atau lima kategori penilaian
mengenai benda dan tingkah laku manusia dlm Islam.

Penilain tsb :
1.c Mubah di lapangan muamalah
2.c Sunat dan makruh adl ukuran penilaian kesusilaan
3.c Wajib dan haram utk penilaian di lingkungan hukum duniawi

You might also like