You are on page 1of 4

Pornografi, Terorist Post Modern

H. Agus Jaya, LC. M.Hum


Pengasuh PP. Al-Ittifaqiah dan Dosen STITQI Indralaya
Ogan Ilir Sumsel

Era modern telah berlalu, dan kini era post modern millennium III
yang prosesnya dikenal dengan globalisasi. Ciri yang melekat
pada era ini adalah kecanggihan ilmu pengatahuan khususnya
bidang transportasi, informasi dan komunikasi. Meminjam
ungkapan Prof. Dr. Jalaludin, kecanggihan transportasi telah bisa
mengantar seseorang sarapan di (Jakarta) Indonesia, makan
siang di Dubai (Emirat Arab) dan makan malam di Jeddah (Saudi
Arabia). Demikian canggihnya transportasi sehingga jarak tidak
lagi menjadi penghalang, bumi menjadi seolah ruang kecil yang
bisa ditempuh dalam waktu yang sangat singkat.
Demikian juga dengan perkembangan informasi dan komunikasi
sehingga antar benua tidak ada lagi batas. Seorang anak bisa
berbicara dan bertatap muka secara langsung dengan orang
tuanya yang sedang berada di benua lain seperti halnya para
jamaah haji yang bisa berbicara langsung dengan keluarganya
yang berada ditanah air.
Perkembangan cepat komunikasi ini memiliki dampak positif bagi
manusia dengan mudahnya informasi dan komunikasi sehingga
apa yang terjadi di belahan lain didunia pada saat yang
bersamaan kita bisa mengetahui dan mengikuti
perkembangannya. Disisi lain, beriring dengan dampak
positifnya, maka dampak negative tidak ketinggalan, bahkan
kadang dampak negative dari informasi dan komunikasi lebih
berpengaruh daripada dampak positifnya, khusunya bagi kaum
remaja. Trend-trend jahiliyah era post modern seperti pornografi
dan pornoaksi begitu mudahnya diakses dari tempat umum
dengan harga yang sangat murah.
Pornografi dan pornoaksi itu sendiri terjadi karena tidak adanya
iman dari pelakunya. Rasulullah saw bersabda: “tidak akan
berzina seseorang yang berzina jika saat berzina didalam hatinya
ada iman”. (HR. Ibnu Majah). Menghadapi realita maraknya
pornografi dan pornoaksi, sudah sepatutnya kita introspeksi diri,
apa yang terjadi dinegeri yang kita cintai ini?dan jawaban dari ini
semua adalah minimnya perhatian keluarga dan lingkungan
terhadap perkembangan iman dan akhlak seorang anak.
Demikian juga sistem pendidikan kita yang masih dalam tahap
pembelajaran agama bukan pendidikan agama, sehingga yang di
transper adalah hanya pengetahuan bukan nilai. Faktor lain
adalah pengaruh budaya asing yang telah merasuk dan
mencengkram pola pikir kawula muda Indonesia sehingga
kehidupan bebas dan seks bebas tidak lagi tabu akan tetapi
menjadi kebiasaan. Selain itu faktor ekonomi terkadang menjadi
alasan terjadi dan penyebarannya pornografi dan pornoaksi.
Praktek dan penyebaran pornografi dan pornoaksi ini telah
menghancurkan kehidupan masyarakat khususnya kaum remaja,
karena telah membunuh jutaan bahkan puluhan juta para remaja
Indonesia, bukan pembunuhan fisik tapi pembunuhan jati diri dan
akhlak, mati keinginan untuk bangkit, tidak ada semangat
berkarya dan senantiasa terkungkung dalam khayalan belaka.
Tinggallah seonggok mayat hidup yang tidak ada nilai dan
manfaat. Sungguh pembunuhan dahsyat yang berakibat luas dan
fatal jauh melampaui akibat yang ditimbulkan bom bunuh diri.
Melihat dampak yang demikian luas dan fatalnya, 15 abad yang
lalu al-Qur’an telah menegaskan larangan mendekati pornografi
dan pornoaksi (zina). Allah swt berfirman: “Dan janganlah kamu
mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (QS; al Isra: 32). Allah swt
menegaskan bahwa mendekati zina saja dalam bentuk pornografi
dan pornoaksi yang belum sampai pada perbuatan zinanya
secara langsung dilarang oleh Allah swt karena semua perbuatan
itu bisa mendorong terjadinya perbuatan zina. Dalam ayat ini
jelas Allah swt memerintahkan kepada kita untuk mencegah diri,
keluarga, lingkungan dst agar tidak terjerumus dalam perbuatan
zina. Larangan pada ayat ini demi kebaikan manusia itu sendiri.
Dengan sangat tegasnya Islam melarang perbuatan zina, dan
orang-orang yang terlibat dalam perbuatan ini baik pelaku,
penyebar dan penikmatnya (baik penonton tayangan maupun
hasil ekonominya) sudah sepatutnya mendapatkan hukuman
yang setimpal yang memberikan efek jera, terkhusus pelaku dan
otaknya, karena tanpa mereka pornografi dan pornoaksi tidak
akan berkembang.
Untuk mencegah hal ini, maka orang tua, ulama dan pemerintah
memiliki peranan yang strategis. Orang tua berkewajiban
mengenalkan dan mendidik anak, keluarga dan lingkungan
terhadap nilai-nilai Islam. Tanggung jawab orang tua ini jelas
tampak dalam firman Allah swt: “Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-
malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.” (at-tahrim: 6). Ulama
bertugas untuk mendidik umat, sebagai perawis nabi, maka
tugas para ulama menyampaikan pesan-pesan Rasulullah saw
dan mendidik umat. Demikian juga dengn pemerintah, peran
strategis untuk pencegahan pornografi dan pornoaksi adalah
dengan melibatkan seluruh unsur terkait melalui anggaran dan
program-program nyata dan dirasakan langsung oleh
masyarakat, juga dengan memperbaiki sistem pendidikan agama
yang ada sehingga tidak hanya pembelajaran agama tetapi
meningkat menjadi pendidikan agama. Disamping itu untuk
contoh negatif yang telah terjadi maka pihak berwenang
hendaklah memberikan sanksi berat agar menimbulkan efek jera
pada pelakunya khususnya para public figure seperti kasus ariel,
luna maya dan cut tari yang sedang hangat.

You might also like