Professional Documents
Culture Documents
Diampu oleh
DRS. H. M. YUSRON, MA
Oleh:
David Syamsuddin
(09532011)
JOGJAKARTA
2010
Daftar isi………………………………………………………………………………
Pendahuluan…………………………………………………………………………..2
Rumusan masalah……………………………………………………………………..3
BAB I
A. pengertian Fitnah……………………………………………………………...4
BAB II
Kesimpulan………………………………………………………………………9
Penutup
Daftar Pustaka………………………………………………………………………..10
1
Pendahuluan
Sejarah telah mencatat beberapa kejelekan-kejelekan yang dilakukan oleh para kaum
kafir. Saat itulah, gambaran manusia yang keras kepala menjadi jelas. Orang-orang yang tidak
mau beriman kepada Allah dan Rasulnya sering melancarkan fitnah kepada mereka yang
beriman. Dalam hal ini yaitu kaum muslim muhajirin yang masih tinggal di Mekkah. Sampai di
madinah, di saat rasulullah hijrah pun, mereka masih menebarkan fitnah kepada kaum Muslimin.
Dari keterangan di atas, banyak kasus fitnah yang dilakukan oleh p[ara kaum kafir saat
itu. Dengan ini, kita tahu timbulnya fitnah suda ada saat manusia lahir beberapa abad lamanya.
Akan tetapi, p-emahaman tentang fitnah hanya sebatas pada pengertian satu itu saja padahal
dalam Al-Qur’an telah dijelaskan beberapa kandungan makna tentang fitnah.
Mainstream masyarakat tentang kata fitnah juga tidak jauh dari itu, hal ini disebabkan
karena kurangnya kajian terhadap Al-Qur’an yang menerangkan tentang fitnah. Banyak dari
mereka mengartikan fitnah secara bahasa saja, ayat Al-Qur’an yang disebutkan mayoritas sama.
Yakni tentang fitnah yang lebih kejam dari pembunuhan. Oleh karena itu, rekonstruksi paradigm
yang seperti sangat penting. Caranya adalah dengan mengkaji kata fitnah dalam Al-Qur’an
dengan memperhatikan berbagai aspek yang melatar belakangi adanya ayat tersebut.
2
Rumusan masalah
BAB I
A. Pengertian Fitnah
fitnah secara etimologi Dalam bahasa Indonesia, kata fitnah, seperti disebutkan dalam
banyak kamus bahasa Indonesia adalah menuduh tanpa bukti. Dalam bahasa Arab, kata itu
berarti buhtaan. Sedangkan dalam kamus al-munawwir kata fitnah berarti ujian atau cobaan.
Pada asalnya kata fitnah juga berarti proses yang digunakan untuk memurnikan emas dari unsur
selain emas. Akan tetapi, makna ini tidaklah sejalan dengan apa yang dimaksudkan oleh al-
Quran.
Imam Ibnu Hajar berkata : Asal kepada makna fitnah adalah ( الختبارujian) dan
) المتحانujian. Ibnu Manzur berkata: Al-Azhari dan lainnya berkata:
Adapun dari segi istilah ulama adalah seperti yang didefinasikan oleh Jurjani:
“Perkara yang dilakukan untuk mengetahui kebaikan atau keburukan sesuatu.”
Sebetulnya fitnah memiliki arti lebih dari pada "ujian". Kata fitnah diartikan sebagai
segala tindakan dan perbuatan yang menyesatkan manusia.
Al-Qur'an merujuk orang munafik sebagai "penyebab fitnah". Allah memberitahu kita bahwa
orang munafik melakukan banyak jenis fitnah; mereka berencana melawan para Rasul dan
pengikutnya dengan mencoba mencegah orang beriman dari ikut perang sehingga kehilangan
pendirian.
Orang munafik seringkali menyalah-artikan ayat serta mengubah pemahaman ayat, dan mau
menurut ketika mereka anggap ayat tersebut menguntungkan. Sebaliknya orang beriman
menunjukkan sikap yang sama sekali berbeda, mereka tunduk dalam keadaan apapun.
Dalam Al Qur’an, hadits-hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam dan istilah Islam sendiri, fitmah
itu memiliki segudang makna. Makna kata itu dalam satu ayat, terkadang sangat berbeda dengan
maknanya dalam ayat lain.
Terkadang makna fitnah adalah kekafiran atau kemusyrikan, seperti dalam friman Allah Ta’ala,
“Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: “Berperang
dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada
Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih
besar (dosanya) di sisi Allah . Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh.
Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari
agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara
kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya
di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya” (Al
Baqarah: 217)
Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya“
semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada
(permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim” (Al Baqarah: 193
Kata fitnah disini menurut para ulama Ahli tafsir adalah ‘kekafiran’ atau ‘kemusyrikan’. Yakni
bahwa mereka itu menyebarkan kekafiran. Sementara sebagian kaum muslimin –karena belum
diberitahu oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam-, melakukan kekeliruan dengan memerangi
kaum musyrik di bulan suci. Perbuatan mereka itu keliru, dalam arti tidak pantas. Tapi kekafiran
kaum musyrik itu lebig besar bahayanya daripada kekeliruan berperang di bulan suci. Itulah
makna yang jelas dari ayat tersebut.Tapi semenjak dahulu, umumnya para juru dakwah di tanah
air, saat menyampaikan ayat ini, tidak menjelaskan kata fitnah dalam ayat. Sehingga kebanyakan
masyarakat Islam mengidentikkan makna fitnah tersebut. Seperti dalam kosakata bahasa
kita,yaitu menuduh tanpa bukti.
5
Akhrinya tersebarlah makna,”fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan”, yakni bahwa menuduh
orang tanpa bukti. Lebih besar dosanya daripada membunuh!
Ini jelas salah kaprah. Dan karena kasu-kasus seperti ini, saya sering menyampaikan pesan
kepada juru dakwah, agar berhati-hati dalam menyampaikan kata-kata bahasa Arab dalam
dakwah, tanpa diterjemahkan. Karena khawatir akan timbul kesalahpahaman atau
ketidakmengertian di kalangan para pendengar dakwah, yang umumnya adalah masyarakat
awam yang tidak mengerti bahasa Arab.
“Apabila datang kepada kalian seorang pemuda yang kalian sukai agama dan akhlaknya, maka
nikahkanlah dia dengan putri kalian. Kalau tidak, akan terjadi fitnah (bencana) dan kerusakan
yang besar di muka bumi.”
Bila seorang juru dakwah mengatakan, “Nikahkanlah putri Anda dengan pemuda shalih dan
berakhlak baik, agar tidak terjadi fitnah.” Artinya tidak terjadi bencana dan kerusakan.
“Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat
yang muhkamaat , itulah pokok-pokok isi Al qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mu-tasyaabihaat .
Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti
sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk
mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah…” (Ali
Imran: 7)
Ada diantara sebagian orang Islam yang mendewakan rasio, di mana mereka gemar mencari
penafsiran ayat melalui logika, sehingga melenceng dari tafsir yang sesungguhnya. Tujuan
mereka semata-mata menyebar fitnah, yakni mencari konflik dan perselisihan dengan sesama
muslim.
“Kemudian tiadalah fitnah mereka, kecuali mengatakan: “Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah
kami mempersekutukan Allah” (Al An’am: 23)
Fitnah yang dimaksud dalam ayat ini adalah ucapan mereka yang berlumur kedustaan, untuk
membela diri mereka di hadapan Allah. Padahal Allah mengetahui hakikat mereka, dan apa yang
tersembunyi dalam hati mereka.
“Di antara mereka ada orang yang berkata: “Berilah saya keizinan (tidak pergi berperang) dan
janganlah kamu menjadikan saya terjerumus dalam fitnah.” Ketahuilah bahwa mereka telah
terjerumus ke dalam fitnah . Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang
yang kafir” (At Taubah: 49)
Yakni bahwa kaum munafik di masa Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam akan membawa kepada
kebinasaan semata. Padahal. Sesungguhnya mereka sudah berada dalam kebinasaan itu sendiri.
Yakni dalam kemunafikan, yang akan membinasakan diri mereka di akhirat kelak, dalam kerak
nerka jahannam.
“Lalu mereka berkata: “Kepada Allahlah kami bertawakkal! Ya Tuhan kami. janganlah Engkau
jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang’zalim” (Ynus: 85)
Yakni doa kaum beriman, agar mereka tidak dijadikan sebagai fitnah, dalam arti sasaran
kazhaliman, kesewenang-wenangan orang-orang yang suka berbuat zhalim. Sebagaimana doa
yang dianjurkan oleh Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam,
“Ya Allah, janganlah Engkau beri kekuasaan orang-orang yang tidak takut kepada-Mu dan tidak
menyayangi kami, untuk menzhalimi kami, akibat dosa-dosa kami…
“Dan di antara manusia ada orang yang berkata: “Kami beriman kepada Allah”, maka apabila ia
disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah .
Dan sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: “Sesungguhnya
kami adalah besertamu”. Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua
manusia?” (Al Ankabut: 10)
Dalam ayat ini, kata fitnah berarti ganguan. Fitnah mereka, yaitu gangguan atau sikap usil
mereka.
Ini termasuk makna fitnah yang paling sering digunakan dalam bahasa syariat. Fitnah kaum
wanita, yakni godaan mereka. Seperti diperingatkan oleh Nabi shalallahu’alaihi wassalam,
“Peliharalah diri kalian dari bahaya dunia dan wanita. Karena fitrah (bencana) yang pertama kali
menimpa Bani Israil adalh wanita.” (HR muslim)
Dalam hadits, Nabi juga menegaskan bahwa godaan (fitnah) terberat bagi kaum lelaki adalah
wanita.
Yakni bahwa wanita secara fitrah memang memiliki aurat yang menggoda kaum pria. Oleh
sebab itu, Islam memerintahkan kaum wanita muslimah agar mengenakan hijab yang menutupi
sekujur auratnya, agar setidaknya dapat meminimalisir aura fitnah atau godaan yang memancar
dari dirinya.
8
BAB II
Kesimpulan
Seringkali kebanyakan orang memahami fitnah secara bahasa saja. Yakni menuduh tanpa
adanya bukti. Padahal makna fitnah sangatlah bermacam-macam. Para da’I umpamanya
menyuarakan fitnah hanya dengan pengertian secara etimologi saja lalu mencantumkan ayat
dalam khutbahnya dengan ayat yang artinya fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan. Hal
yang demikian itu akan membentuk pemahaman yang monolog dari pikiran masyarakat yang
mendengarnya. Maka dari itu, penting mengetahui arti fitnah yang sebenarnya.
Fitnah secara etimologi mempunyai arti ujian atau cobaan. Sedangkan menurut istilah, imam al-
Jurjani berpendapat bahwa fitnah adalah “Perkara yang dilakukan untuk mengetahui kebaikan
atau keburukan sesuatu.
Daftar Pustaka