You are on page 1of 23

HERPES SIMPLEKS

I. PENDAHULUAN
Virus herpes simpleks termasuk jenis patogen yang dapat menyesuaikan diri
dengan tubuh host. Ada dua jenis yaitu virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1) dan tipe
2 (HSV-2). Keduanya berkaitan erat tetapi berbeda dalam gambaran
epidemiologinya. HSV-1 dikaitkan dengan penyakit orofacial, sedangkan HSV-2
dikaitkan dengan penyakit genital, namun lokasi lesi tidak selalu menunjukkan virus
type.1
Sekitar 80% dari infeksi herpes simpleks tidak menunjukkan gejala. Gejala
infeksi dapat dicirikan dengan rekurensi yang sering terjadi dimana pada host yang
immunocompromised, infeksi dapat menyebabkan komplikasi yang mengancam
jiwa.1
Herpes simpleks virus (HSV) adalah virus DNA yang patogen pada manusia
yang secara intermitten dapat teraktivasi kembali. Setelah replikasi di kulit atau
mukosa, virus menginfeksi ujung saraf lokal dan menuju ke ganglion yang kemudian
menjadi laten hingga teraktivasi kembali.2
Prevalensi infeksi HSV di seluruh dunia telah meningkat selama beberapa
dekade terakhir, membuatnya menjadi permasalahan kesehatan masyarakat. Sehingga
deteksi dini infeksi herpes simpleks dan inisiasi awal dari terapi adalah sangat penting
dalam pengelolaan penyakit ini.

II. DEFINISI
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes
simpleks (virus herpes hominis) tipe 1 atau tipe 2 yang ditandai oleh adanya vesikel
yang berkelompok di atas kulit eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan
infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens.3

1
Virus herpes simpleks tipe 1 sebagian besar terkait dengan penyakit orofacial,
sedangkan virus herpes simpleks tipe 2 biasanya terkait dengan infeksi perigenital.
Tetapi, keduanya dapat menginfeksi daerah oral dan genital.2

III. EPIDEMIOLOGI

Virus Herpes simpleks memiliki distribusi di seluruh dunia dan menghasilkan


infeksi primer, laten dan berulang. Lebih dari sepertiga populasi dunia diperkirakan
memiliki kemampuan untuk menularkan virus selama periode penyebaran virus. Pada
anak-anak berumur kurang dari 10 tahun, infeksi herpes sering asimtomatik dan
dengan type tersering adalah HSV-1 (80-90%). Analisis yang dilakukan secara
global telah menunjukkan adanya antibodi HSV-1 pada sekitar 90% dari individu
berumur 20-40 tahun. HSV-2 merupakan penyebab infeksi herpes genital yang paling
banyak (70-90%), meskipun studi terbaru menunjukkan peningkatan kejadian dapat
disebabkan oleh HSV-1 (10-30%). Antibodi untuk HSV-2 jarang ditemukan sebelum
masa remaja karena asosiasi HSV-2 terkait dengan aktivitas seksual.4,5
HSV dapat menginfeksi janin dan menyebabkan kelainan. Seorang ibu yang
terinfeksi HSV dapat menularkan virus itu padanya baru lahir selama persalinan
vagina, terutama jika ibu memiliki infeksi aktif pada saat pengiriman. Namun, 60 -
80% dari infeksi HSV didapat oleh bayi yang baru lahir terjadi pada wanita yang
tidak memiliki gejala infeksi HSV atau riwayat infeksi HSV genital.6
Seropositif HSV-1 biasanya dikaitkan dengan infeksi orolabial dan virus
herpes simpleks tipe-2 seropositif biasanya dikaitkan dengan infeksi kelamin. HSV-1
sekarang menjadi penyebab signifikan genital herpes dan terlibat dalam 5% sampai
30% dari semua kasus episode pertama. Proporsi HSV-1 pada infeksi herpes genital
awal (primer) lebih tinggi di antara pria yang berhubungan seks dengan pria(46,9%)
dibandingkan di kalangan wanita(21,4%) dan terendah di antara pria heteroseksual
(14,6%). Seks oral reseptif secara signifikan meningkatkan kemungkinan bahwa
penyebab infeksi awal adalah HSV-1 daripada HSV-2. Genital HSV-1 sering bisa
diperoleh melalui kontak dengan mulut mitra.7

2
Usia dan jenis kelamin merupakan faktor risiko penting yang terkait dengan
didapatkannya infeksi genital HSV-2. Bahkan, prevalensi infeksi HSV sangat rendah
di masa kanak-kanak dan remaja awal tetapi meningkat dengan usia, mencapai
maksimum sekitar 40 tahun.8
Tingkat infeksi HSV meningkat dengan prevalensi tertinggi pada pasien
dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV). Penyakit ulkus genital merupakan
faktor risiko transmisi Human Immunodeficiency Virus-1 (HIV-1). Virion HIV-1
dapat dideteksi dalam ulkus genital yang disebabkan oleh HSV-2 dimana
menunjukkan bahwa infeksi herpes genital cenderung meningkatkan efisiensi
transmisi seksual dari HIV-1. Pengobatan herpes genital menurunkan tingkat infeksi
HIV. Resistensi Acyclovir lebih umum dalam kelompok ini, tetapi menggunakan
Acyclovir dapat memperpanjang hidup pada beberapa pasien seropositif HIV.7

IV. ETIOLOGI
Kelompok virus herpes sebagian besar terdiri dari virus DNA. Melakukan
replikasi secara intranuklear dan menghasilkan inklusi intranuklear khas yang
terdeteksi dalam preparat pewarnaan. HSV-1 dan HSV-2 adalah virus double-
stranded DNA yang termasuk dalam Alphaherpesvirinae, subfamily dari Herpes
viridae. Kedua virus, bertransmisi melalui sel epitel mukosa, serta melalui
gangguan kulit, bermigrasi ke jaringan saraf, di mana mereka tetap dalam keadaan
laten. HSV-1 lebih dominan pada lesi orofacial dan biasanya ditemukan di ganglia
trigeminal, sedangkan HSV-2 lebih dominan pada lesi genital dan paling sering
ditemukan di ganglia lumbosakral. Namun virus ini dapat menginfeksi kedua daerah
orofacial dan saluran genital melalui infeksi silang HSV-1 dan HSV-2 melalui kontak
oral-genital.9,6,10
Transmisi dapat terjadi tidak hanya saat gejala manifestasi HSV aktif, tetapi
juga dari pengeluaran virus dari kulit dalam keadaan asimptomatis. Puncak beban
DNA virus telah dilaporkan terjadi setelah 48 jam, dengan tidak ada virus terdeteksi
di luar 96 jam setelah permulaan gejala. Secara umum, gejala muncul 3-6 hari setelah

3
kontak dengan virus, namun mungkin tidak muncul sampai untuk satu bulan atau
lebih setelah infeksi.10
Manusia adalah reservoir alami dan tidak ada vektor yang terlibat dalam
transmisi. HSV ditularkan melalui kontak pribadi yang erat dan infeksi terjadi melalui
inokulasi virus ke permukaan mukosa yang rentan (misalnya, oropharynx, serviks,
konjungtiva) atau melalui luka kecil di kulit. Virus ini mudah dilemahkan pada suhu
kamar dan pengeringan.1,11

V. PATOGENESIS

Infeksi virus Herpes simpleks ditularkan oleh dua spesies virus, yaitu virus
Herpes simpleks-I (HSV-1) dan virus Herpes simpleks II (HSV-2). Virus ini
merupakan kelompok virus DNA rantai ganda. Infeksi terjadi melalui kontak kulit
secara langsung dengan orang yang terinfeksi virus tersebut. Transmisi tidak hanya
terjadi pada saat gejala manifestasi HSV muncul, akan tetapi dapat juga berasal dari
virus shedding dari kulit dalam keadaan asimptomatis. 10

Pada infeksi primer, kedua virus Herpeks simpleks , HSV 1 dan HSV-2
bertahan di ganglia saraf sensoris . Virus kemudian akan mengalami masa laten,
dimana pada masa ini virus Herpes simpleks inib tidak menghasilkan protein virus,
oleh karena itu virus tidak dapat terdeteksi oleh mekanisme pertahanan tubuh host.
Setelah masa laten, virus bereplikasi disepanjang serabut saraf perifer dan dapat
menyebabkan infeksi berulang pada kulit atau mukosa. 9

Virus Herpes simpleks ini dapat ditularkan melalui sekret kelenjar dan secret
genital dari individu yang asimptomatik, terutama di bulan-bulan setelah episode
pertama penyakit, meskipun jumlah dari lesi aktif 100-1000 kali lebih besar.9

4
Gambar 1: Herpes labialis.
A. Infeksi virus herpes simpleks primer, virus bereplikasi di orofaringeal dan
naik dari saraf sensoris perifer ke ganglion trigeminal.
B. Herpes simplex virus dalam fase latent dalam ganglion trigeminal
C. Berbagai rangsangan memicu reaktivasi virus laten, yang kemudian turun
dari saraf sensorik ke daerah bibir atau perioral menyebabkan herpes labialis rekuren.
Dikutip Dari Kepustakaan 2

Herpes simplex virus sangat menular dan disebarkan langsung oleh kontak
dengan individu yang terinfeksi virus tersebut. Virus Herpes simpleks ini dapat
menembus epidermis atau mukosa dan bereplikasi di dalam sel epitel.12

Virus Herpes simpleks 1 (HSV-1) biasanya menyerang daerah wajah (non


genitalia) dan virus Herpes simpleks 2 (HSV-2) biasanya menyerang alat kelamin.
perubahan patologis sel epidermis merupakan hasil invasi virus herpes dalam vesikel
intraepidermal dan multinukleat sel raksasa. Sel yang terinfeksi mungkin
menunjukkan inklusi intranuklear.12

5
VI. Manifestasi Klinik

Infeksi primer pada HSV yaitu mereka yang tanpa adanya kekebalan baik
terhadap HSV-1 atau HSV-2 dan sering subklinis. Namun bila lesi klinis
berkembang, biasanya lebih parah, dan lebih sering dengan tanda dan gejala
sistemik,dan mereka memiliki tingkat komplikasi yang lebih tinggi dari infeksi
rekuren. Infeksi genital primer lebih sering bergejala dibandingkan dengan oral.2,9

Pada infeksi primer, gejala biasanya terjadi dalam waktu 3 sampai 7 hari
setelah terpapar dengan masa inkubasi selama 2 sampai 20 hari. Gejala prodromal
seperti limfadenopati, malaise, anoreksia dan demam, serta nyeri setempat,
pembengkakan dan rasa terbakar sering terjadi sebelum timbulnya lesi mukokutan.
Awalnya nyeri, kadang-kadang terpusat, vesikel pada dasar eritematous kemudian
muncul, diikuti dengan adanya pustul dan ulserasi. Beberapa vesikel berkelompok
dan tersebar. Terbentuk krusta dan gejala resolusi muncul dalam waktu 2 sampai 6
minggu. Gejala prodromal serupa dapat mendahului lesi rekuren, tetapi yang terakhir
sering mengalami penurunan dalam jumlah, tingkat keparahan dan durasi
dibandingkan dengan infeksi primer.4,7,15

Gambar 2 : Vesikel Pada Dasar Yang Merah.


(Dikutip dari kepustakaan 7)

6
Gambar 3 : Bagian Tengah Membentuk
Cekungan (Umbilikasi)
(Dikutip dari kepustakaan 10)

Gambar 4 : Krusta Dan Lesi Penyembuhan


dengan atau Tanpa Sikatrik
(Dikutip dari kepustakaan 7)

Infeksi Orofacial

Herpes Orolabial: Herpes labialis (cold sores, fever blisters) paling sering
dikaitkan dengan infeksi HSV-1. Lesi Oral disebabkan oleh HSV-2 telah
diidentifikasi yang biasanya sekunder dari kontak orogenital. Infeksi primer HSV-1
sering terjadi pada masa kanak-kanak dan biasanya asimtomatik.11

7
Ketika timbul gejala (mayoritas infeksi orolabial primer tidak menunjukkan
gejala), infeksi primer herpes orolabial biasanya hadir sebagai gingivostomatitis pada
anak-anak atau sebagai faringitis pada orang dewasa muda. Secara umum, mulut dan
bibir adalah daerah yang paling sering terlibat, dengan lesi muncul pada mukosa
bukal, gingival dan membran orofaringeal lainnya. Edema signifikan, rasa sakit dan
ulserasi dari membran orofaringeal dapat menyebabkan disfagia dan pengeluaran air
liur terus-menerus.7,11

Gambar 5 : Herpes simplex virus : gingivostomatitis


dikutip dari kepustakaan 2

Penyakit ini dapat dorman untuk beberapa waktu. HSV-1 reaktivasi di


ganglia sensoris trigeminal menyebabkan rekurensi di wajah dan oral, labial, dan
mukosa mata. Nyeri, panas, gatal, atau paresthesia biasanya mendahului lesi vesikular
berulang yang akhirnya mengalami ulserasi atau membentuk kusta. Lesi yang paling
sering terjadi di perbatasan Vermillion, dan gejala dari rekurensi yang tidak diobati
sekitar diobati 1 minggu.11

8
Gambar 6:Paparan matahari memicu rekurensi.
Dikutip dari kepustakaan 7

Infeksi Genital
Herpes genital adalah presentasi klinis utama dari infeksi HSV-2, tetapi dapat
juga disebabkan HSV-1 yaitu 10%-40% dari kasus, terutama berkaitan dengan
kontak oral-genital.2,7
Herper genitalis primer terjadi dalam waktu 2 hari sampai 2 minggu setelah
terpapar virus dan memiliki manifestasi klinis yang paling parah. Gejala episode
primer biasanya berlangsung 2-3 minggu.11
Vesikel muncul sekitar 6 hari setelah kontak seksual. Vesikel membentuk
cekungan ditengah (umbilikasi) di hari 2 atau 3, kemudian terkikis. Krusta dan lesi
sembuh pada satu atau dua minggu kedepan. Jaringan parut dapat terbentuk pada
inflamasi yang hebat. Discharge, dysuria, dan limfadenopati inguinal biasanya
terjadi. Adanya keluhan sistemik, termasuk demam, mialgia, kelesuan, dan
photophobia, terjadi pada 70% pada pasien dan lebih sering terjadi pada perempuan.
Diagnosis klinis tidak sensitif dan spesifik. Nyeri khas vesikel atau lesi ulseratif tidak
tampak pada kebanyakan orang yang terinfeksi.7

9
Pada laki-laki, lesi biasanya muncul pada glans penis atau batang penis. Pada
pria, nyeri, eritem, lesi vesikular yang mengalami ulserasi paling sering terjadi pada
penis, tetapi mereka juga dapat terjadi di anus dan perineum. 2,11

Gambar 7 : Herpes simpleks primer. Kelompok


vesikel yang rupture, meninggalkan erosi. Tampak
vesikel didaerah perifer.
Dikutip dari kepustakaan 4

Pada wanita, lesi dapat melibatkan vulva, perineum, bokong, vagina, atau
cervix. Wanita memiliki gejala penyakit yang lebih luas dan insiden yang tinggi
mungkin dikarenakan area permukaan yang terlibat lebih luas. HSV servisitis terjadi
pada 80 persen wanita dengan infeksi primer. Dapat tampak sebagai vaginal
discharge purulen atau berdarah , dan pada pemeriksaan menunjukkan area yang
difus dan kemerahan, lesi ulseratif yang luas di eksoserviks, atau, yang jarangn
terjadi, nekrotik servisitis. Cervical discharge biasanya berbentuk mukoid tetapi
kadang-kadang mukopurulen.2,7
Adanya keterlibatan lokal yang lebih luas, limfadenopati regional dan demam
umumnya membedakan infeksi primer dari infeksi rekuren. Rekurensi lebih sering
terjadi pada bulan pertama sampai satu tahun setelah infeksi pertama. Reaktivasi
HSV-2 pada ganglion lumbosakral menyebabkan rekurensi pada daerah di bawah

10
pinggang. Rekurensi dari lesi genital dapat didahului dengan gejala prodromal
seperti bengkak, gatal, rasa terbakar, atau geli dan perjangkitan penyakitan tidah
separah pada infeksi primer.2,4,11

Infeksi Pada Bagian Kulit Yang Lain

Eczema herpeticum yang terlokalisir atau tersebar juga dikenal sebagai


Kaposi varicelliform. Disebabkan oleh HSV-1, Eczema herpeticum adalah varian dari
infeksi HSV yang biasanya berkembang pada pasien dengan dermatitis atopik, luka
bakar, atau kondisi kulit inflamasi. Anak-anak yang paling sering terkena.11

Gambar 8 : Eczema herpeticum secara cepat menyebar, tampak


erosi dan ulserasi bersamaan dengan demam pada anak umur 22
bulan dengan riwayat dermatitis atopik parah.
Dikutip dari kepustakaan 4

Herpetic whitlow merupkan infeksi herpes simpleks pada jari dan sering
mengenai anak-anak dan tenaga medis dan gigi yang secara rutin menggunakan
sarung tangan. Meskipun Herpetic whitlow yang terdahulu terutama disebabkan
HSV-1, peningkatan jumlah kasus sekarang karena HSV-2 dari jari/ kontak kelamin.
Periungual eritema, nyeri, dan kemudian terbentuk vesikel.4,16

11
Herpes gladiatorum disebabkan oleh HSV-1 dan tampak sebagai erosi papular
atau vesikular pada torsos atlet dalam olahraga yang melibatkan kontak fisik dekat
(gulat klasik).11

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan sitologik untuk perubahan sel dari infeksi herpes virus tidak
sensitive dan tidak spesifik baik menggunakan pemeriksaan Tzank (lesi genital) dan
apusan serviks Papanicolaou dan tidak dapat diandalkan untuk diagnosis konklusif
infeksi herpes simpleks.7

Jenis yang lebih tua dari pengujian virologi, tes Pap Tzanck, mengorek dari
lesi herpes kemudian menggunakan pewarnaan Wright dan Giemsa. Pada
pemeriksaan ditemukan sel raksasa khusus dengan banyak nukleus atau partikel
khusus yang membawa virus (inklusi) mengindikasikan infeksi herpes. Tes ini cepat
tapi akurat 50-70% dari waktu. Hal ini tidak dapat membedakan antara jenis virus
atau antara herpes simpleks dan herpes zoster.14

Gambar 9: Herpes simpleks : Sel Raksasa Berinti Banyak.


(Dikutip dari kepustakaan 17)
Tes kultur virus dilakukan dengan mengambil sampel cairan, dari luka sedini
mungkin, idealnya dalam 3 hari pertama manifestasi. Virus, jika ada, akan

12
bereproduksi dalam sampel cairan namun mungkin berlangsung selama 1 - 10 hari
untuk melakukannya. Jika infeksi parah, pengujian teknologi dapat mempersingkat
periode ini sampai 24 jam, tapi mempercepat jangka waktu selama tes ini mungkin
membuat hasil yang kurang akurat. Kultur virus sangat akurat jika lesi masih dalam
tahap blister jelas, tetapi tidak bekerja dengan baik untuk luka ulserasi tua, lesi
berulang, atau latency. Pada tahap ini virus mungkin tidak cukup aktif. 14

Tes PCR yang jauh lebih akurat daripada kultur virus, dan CDC
merekomendasikan tes ini untuk mendeteksi herpes dalam cairan serebrospinal ketika
mendiagnosa herpes ensefalitis .PCR dapat membuat banyak salinan DNA virus
sehingga bahkan sejumlah kecil DNA dalam sampel dapat dideteksi.14

Tes serologi dapat mengidentifikasi antibodi yang spesifik untuk virus dan
jenis, Herpes Simplex Virus 1 (HSV-1) atau Virus Herpes Simpleks 2 (HSV-2).
Ketika herpes virus menginfeksi seseorang, sistem kekebalan tubuh tersebut
menghasilkan antibodi spesifik untuk melawan infeksi. Adanya antibodi terhadap
herpes juga menunjukkan bahwa seseorang adalah pembawa virus dan mungkin
mengirimkan kepada orang lain.14
Tes tes antibodi terhadap dua protein yang berbeda yang berkaitan dengan
virus herpes yaitu Glikoprotein GG-1 dikaitkan dengan HSV-1 dan Glikoprotein GG-
2 berhubungan dengan HSV-2.14
Meskipun glikoprotein (GG) jenis tes-spesifik telah tersedia sejak tahun 1999,
banyak tes khusus nontipe tua masih di pasar. CDC merekomendasikan hanya tipe-
spesifik glikoprotein (GG) tes untuk diagnosis herpes.17
Pemeriksaan serologi yang paling akurat bila diberikan 12-16 minggu setelah
terpapar virus. Fitur tes meliputi:
• ELISA (immunosorbent assay enzim-link) atau Immunoblot. Tes sangat
akurat dalam mendeteksi kedua jenis virus herpes simpleks.
• Biokit HSV-2 (juga dipasarkan sebagai SureVue HSV-2). Tes ini mendeteksi
HSV-2 saja. Keunggulan utamanya adalah bahwa hanya membutuhkan

13
tusukan jari dan hasil yang disediakan dalam waktu kurang dari 10 menit. Hal
ini juga lebih murah.
• Western Blot Test adalah standar emas untuk peneliti dengan tingkat akurasi
sebesar 99%. Tes ini mahal, memakan waktu lama, dan tidak tersedia secara
luas sebagaimana tes lainnya.14
Tes serologi herpes terutama dianjurkan untuk:
• Orang yang memiliki gejala genital berulang tapi tidak ada kultur virus
negatif.
• Konfirmasi infeksi pada orang yang memiliki gejala yang terlihat herpes
genital.
• Menentukan jika pasangan seseorang didiagnosa menderita herpes genital.
• Orang-orang yang memiliki banyak pasangan seks dan yang perlu diuji untuk
berbagai jenis PMS (Penyakit Menular Seksual).14
VIII. DIAGNOSIS

Dalam kebanyakan kasus, diagnosis didasarkan pada karakteristik tampilan


klinis lesi. Diagnosis klinis dapat dibuat secara akurat ketika beberapa karakteristik
lesi vesikuler pada dasar eritema dan bersifat rekuren. Namun, ulserasi herpes dapat
menyerupai ulserasi kulit dengan etiologi lainnya. Infeksi mukosa HSV juga dapat
hadir sebagai uretritis atau faringitis tanpa lesi kulit. Tanda-tanda dan simptom yang
berhubungan dengan HSV-II dapat sangat berbeda-beda. Ketersediaan pelayanan
kesehatan dapat mendiagnosa herpes genital dengan inspeksi visual jika
perjangkitannya khas, dan dengan mengambil sampel dari luka kemudian
mengetesnya di laboratorium. Tes darah untuk mendeteksi infeksi HSV-I atau HSV-
II, meskipun hasil-hasilnya tidak selalu jelas. Kultur dikerjakan dengan kerokan
untuk memperoleh material yang akan dipelajari dari luka yang dicurigai sebagai
herpes6,18

IX. DIAGNOSIS BANDING

14
Herpes simpleks di daerah sekitar mulut dan hidung harus dibedakan dengan
impetigo vesikobulosa. Pada daerah genital harus dibedakan dengan ulkus durum,
ulkus mole, maupun ulkus yang mendahului penyakit limfogranuloma venereum.3
1. Impetigo Vesikobulosa

Kelainan kulit pada impetigo vesikobulosa berupa eritem, bula, dan bula
hipopion. Keadaan umum tidak dipengaruhi, kadang-kadang waktu penderita datang
berobat, vesikel/bula telah memecah sehingga yang tampak hanya koleret dan
dasarnya masih eritematosa.3

Gambar 10 : Staphylococcus aureus: Impetigo Bulosa.


Bulla Superfisial dan Erosi di Daerah Hidung
(Dikutip dari kepustakaan 4)
2. Ulkus durum
Chancre (ulkus durum) sifilis biasanya muncul sebagai lesi tunggal yang tidak
menyakitkan dan tidak berulang. Ulkus tersebut biasanya bulat, dasarnya ialah
jaringan granulasi berwarna merah dan bersih, diatasnya hanya tampak serum.
Yang khas ialah ulkus tersebut indolen dan teraba indurasi.3,8

15
Gambar 11 : Chancre pada sifilis primer
(Dikutip dari kepustakaan 4)

3. Chancroid (Ulkus Mole)

Chancroid adalah penyakit infeksi menular ulseratif akut yang disebabkan


oleh organisme Haemophilus ducreyi, sering bermanifestasi sebagai ulkus dengan
eksudat abu-abu kekuningan diatas dasar jaringan granulasi. Ulkus kecil, lunak pada
perabaan, tidak terdapat indurasi, berbentuk cawan, pinggir tidak rata, sering
bergaung dan dikelilingi halo yang eritematosa.2,3

Gambar 12 : Pembesaran chancroid dengan eksudat abu-abu yang


telah merusak frenulum (kissing ulcer).
(Dikutip dari kepustakaan 2)

16
4.Limfogranuloma Venereum
Ulkus yang mendahului limfigranuloma venereum berbentuk tidak khas dan
tidak nyeri, dapat berupa erosi, papul miliar, vesikel, pustul, dan ulkus. Umumnya
penderita tidak datang berobat pada fase ini, tetapi pada waktu terjadi sindrom
ingunal yaitu terjadi limfadenitis dan periadenitis.3

A B
Gambar 13: A. Erosi Tidak Nyeri di Prepusium
B.Pembesaran dari Kelenjar Getah Bening Inguinalis
(Dikutip dari kepustakaan 2)

X. PENATALAKSANAAN

Edukasi

Pasien dengan herpes genital harus dinasehati untuk menghindari hubungan seksual
selama gejala muncul dan selama 1 sampai 2 hari setelahnya dan menggunakan
kondom antara perjangkitan gejala. Terapi antiviral supressidapat menjadi pilihan
untuk individu yang peduli transmisi pada pasangannya.2

Agen Antiviral

Pengobatan dapat mengurangi simptom, mengurangi nyeri dan ketidak


nyamanan secara cepat yang berhubungan dengan perjangkitan, serta dapat

17
mempercepat waktu penyembuhan. Tiga agen oral yang akhir-akhir ini diresepkan,
yaitu Acyclovir, Famciclovir, dan Valacyclovir. Ketiga obat ini mencegah
multiplikasi virus dan memperpendek lama erupsi. Pengobatan peroral, dan pada
kasus berat secara intravena adalah lebih efektif. Pengobatan hanya untuk
menurunkan durasi perjangkitan.14

Acyclovir menghambat aktivitas HSV 1 dan HSV-2. Pasien mengalami rasa


sakit yang lebih kurang dan resolusi yang lebih cepat dari lesi kulit bila digunakan
dalam waktu 48 jam dari onset ruam. Mungkin dapat mencegah rekurensi.
• Infeksi Primer HSV: 200 mg peroral 5 kali/hari untuk 10 hari atau 5
mg/kg/hari IV setiap 8 jam.
• Herpes oral atau genital rekuren : 200 mg peroral 5 kali/hari untuk 5 hari
(non-FDA : 400 mg peroral 3 kali/hari untuk 5 hari)
• Supresi herpes genital : 400 mg peroral 2 kali/hari
• Disseminated disease: 5-10 mg/kg IV setiap 8 jam untuk 7 hari jika >12
tahun.19

Famciclovir
• Herpes labialis rekuren : 1500 mg peroral dosis tunggal pada saat onset
gejala.
• Episode primer herpes Genitalis :250 mg peroral 3 kali/hari selama10 hari
• Episode primer herpes Genitalis :1000 mg peroral setiap 12 jam selama 24
jam pada saat onst gejala (dalam 6 hari gejala pertama)
• Supressi jangka panjang: 250 mg peroral 2kali/hari
• HIV-positive individuals dengan infeksi HSV orolabial atau genital rekuren :
500 mg peroral 2 kali/hari untuk 7 hari (sesuaikan dosis untuk insufisiensi
ginjal)
• Supresi herpes simplex genital rekuren (pasien terinfeksi HIV): 500 mg
peroral 2 kali/hari19

18
Valacyclovir
• Herpes labialis: 2000 mg peroral setiap 12 jam selama 24 jam (harus
diberikan pada gejala pertama/prodromal)
• Genital herpes, episode primer: 1000 mg peroral 2kali/hari selama 10 hari.
• Herpes genital rekuren: 500 mg peroral 2 kali/hari selama 3 hari.
Suppressi herpes Genital (9 atau lebih rekurensi per tahun atau HIV-positif): 500
mg peroral 1 kali/hari.
• Herpes simplex genital rekuren , suppressi( pasien terinfeksi HIV): 500 mg
peroral 2kali/hari, jika >9 rekurensi pertahun : 1000 mg peroral peroral 1
kali/hari.
Foscarnet
• HSV resisten Acyclovir: 40 mg/kg IV setiap 8-10 jam selama 10-21 hari
• Mucocutaneous, resisten acyclovir: 40 mg/kg IV, selama 1 jam, setiap 8-12
jam selama 2-3 minggu atau hingga sembuh.19
Topikal

Penciclovir krim 1% (tiap 2 jam selama 4 hari) atau Acyclovir krim 5% (5


kali sehari selama 5 hari). Idealnya, krim ini digunakan 1 jam setelah munculnya
gejala, meskipun juga pemberian yang terlambat juga dilaporkan masih efektif dalam
mengurangi gejala serta membatasi perluasan daerah lesi. 4,19

XI. KOMPLIKASI

Komplikasi jarang tetapi dapat serius. diantaranya:

• Infeksi bakteri sekunder, Ini biasanya karena Staph. Staphylococcus.

• Disseminated herpes simpleks, merupakan infeksi virus herpes yang


menyebar berupa yg terjadi pada bayi baru lahir atau imunosupresif pasien.

• Herpes simpleks kronis, biasa terjadi pada penderita HIV

19
• Herpes ensefalitis. Herpes ensefalitis Ini adalah komplikasi serius herpes
simpleks, tidak selalu disertai dengan lesi kulit.

• Karsinoma leher rahim. Ini lebih umum pada wanita dengan bukti serologi
infeksi herpes simpleks tipe 2, yang merupakan faktor predisposisi.7,16

XII. PROGNOSIS

Kematian oleh infeksi HSV jarang terjadi. Infeksi dini yang segera diobati
mempunyai prognosis lebih baik, sedangkan infeksi rekuren hanya dapat dibatasi
frekuensi kambuhnya. Pada orang dengan gangguan imunitas, misalnya penyakit-
penyakit dengan tumor di system retikuloendoteial, pengbatan dengan
imunosupressan yang lama, menyebabkan infeksi ini dapat menyebar ke alat-alat
dalam dan fatal. Prognosis akan lebih baik seiring dengan meningkatnya usia seperti
pada orang dewasa. Terapi anti virus efektif menurunkan manifestasi klinis herpes
genitalis.3,16

XIII. KESIMPULAN
Herpes simpleks virus (HSVs) adalah virus DNA yang menyebabkan infeksi
kulit akut dan dikarakteristikan sebagai vesikel berkelompok pada dasar yang
eritema. Meskipun jarang, virus ini dapat menyebabkan penyakit yang serius dan
dapat mempengaruhi kehamilan, menyebabkan gangguan pada janin. Kebanyakan
infeksi berulang dan cenderung muncul pada atau dekat lokasi yang sama. Herpes
labialis adalah infeksi paling umum disebabkan oleh HSV tipe 1 (HSV-1), sedangkan
herpes genital biasanya disebabkan oleh HSV tipe 2 (HSV-2). Manifestasi klinis
infeksi HSV lain yang kurang umum. Infeksi HSV berlangsung dalam tiga tingkat
yaitu infeksi primer, laten dan rekuren.11

20
Daftar Pustaka

1. Salvaggio MR . Herpes Simplex. 2009 Date [cited 2010 Mei, 20th]:


Available from: http://emedicine.medscape.com
2. Marques AR, Straus SE. Herpes Simplex. In: Wolff K, Goldsmith LA,
editors. Fitzpatrick's: Dermatology In General Medicine. 7th ed. New York:
McGraw Hill; 2008. 1879-1885
3. Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5 ed. Jakarta: FK-
UI; 2007.
4. Madkan V , Sra K, Brantley J, Carrasco D, Mendoza N, Tyring SK. Human
Herpesviruses. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, editors.
Dermatology. 2nd ed. London: Mosby Elsevier; 2008.
5. Arenas Roberto. Herpes Simplex/Apthous Ulcer.In: Arenas R, Estrada
R, editors. Tropical Dermatology. USA: Landes Bioscience; 2001.p261-66
6. Dugdale DC. Herpes Simplex. 2009 Date [cited 2010 Mei, 20th]: Available
from: http://medlineplus.com
7. Habif TP. Clinical Dermatology: A Color Guide To Diagnosis And Therapy
4th ed. Philadelphia: Mosby; 2004. p. 54.346-55
8. Anzivino G, Fioriti D,dkk. Herpes Simplex Virus Infection In Pregnancy
And In Neonate: Status Of Art Of Epidemiology, Diagnosis, Therapy And
Prevention. 2009. Date (cited 2010, 20th). http://virology journal.com

21
9. Sterling JC. Virus Infections.In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C,
editors. Rook's Textbook of Dermatology. 7th ed. Victoria: Blackwell
Publishing Ltd.; 2004. p.25.15-22
10. Mahler V. Herpes Simplex. In: Williams H, Bigby M, editors. BMJ
Evidence Based Dermatology 2nd.Edition.USA: Blackwell Publishing:2008
11. Torres G. Herpes Simplex. 2009 Date [cited 2010 Mei, 20th]: Available
from: http://emedicine.medscape.com
12. Gawkrodger DJ. Viral infections - Herpes Simplex And Herpes Zoster.
Dermatology An Illustrated Colour Text 3rd Edition. London: Mosby
Elsevier; 2008.

13. Buxton, BK. ABC OF DERMATOLOGY 4th Edition. London:BMJ


Publishing Group;2003p92-3
14. Anonim. Herpes simplex – Diagnosis. Update on 22 Mey 2010. Cited on:
19 Mei 2010
http://www.umm.edu/patiented/articles/how_serious_herpes_simplex_0000
52_5.htm
15. Hudnal SD, Stanberry LR. Human Herpesviruses Infections. In: Guerrant
RL, Walker DH, Weller PF editors. Tropical Infectious Diseases. London:
Mosby Elsevier; 2006.
16. Pinninti SG. Herpes Simplex Virus Infection: Differential Diagnoses &
Workup. Update on 22 Mey 2010. Cited on 19 Mei 2010
http://emedicine.medscape.com/article/964866-diagnosis
17. Sterry W, Paus R, Burgdorf W Thieme Clinical Companions
Dermatology.New York:2006.
18. Fauci A, Kasper DL, Kongo DL, Braunwald E, Hauser S, Jameson JL,
Loscalzo J. Harrison’s Principles of Internal Medicine. New York: The
McGraw-Hill Companies; 2008.

22
19. Torres G. Herpes Simplex: Treatment & Medication. 2009 Date [cited
2010 Mei, 20th]: Available from: http://emedicine.medscape.com

23

You might also like