You are on page 1of 59

LAPORAN

KULIAH KERJA LAPANGAN


DI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Oleh :
Nama : SUNARDI
NPM : 07220492

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
IKIP VETERAN SEMARANG
2010
PENGESAHAN

KULIAH KERJA LAPANGAN


DI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Oleh :
Nama : SUNARDI
NPM : 07220492

Telah disetujui dan disyahkan pada :

Hari : ………………………………..

Tanggal : ………………………………...

Semarang,……………….2010
Dosen Pembimbing Lapangan

( Erik Teguh Prakoso, S.Pd, Kons )

i
Kata Pengantar

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan YME, karena

atas berkat rahmat yang dilimpahkanNya, penulis dapat menyelesaikan

penyusunan Laporan Kuliah Kerja lapangan yang telah dilaksanakan di

Universitas Negeri Yogyakarta.

Laporan ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan

mata kuliah KKL dan seminar Bimbingan Konseling IKIP Veteran

Semarang.

Penulis menyadari bahwa laporan ini dapat diselesaikan atas

bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima

kasih kepada yang terhormat :

1. Drs. Sukoco, M.Pd, selaku Rektor IKIP Veteran Semarang

2. Dra. Dwi Hardiyanti, M.Pd Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP

Veteran Semarang.

3. Dra. Sri Redjeki, M.Pd Sebagai Ketua Jurusan Bimbingan dan

Konseling yang telah memberi bimbigan, petunjuk, arahan, selama

pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan ( KKL ).

4. Dra. Banun Sri Haksasi, M.Pd

5. Erik Teguh Prakoso, S.Pd, Kons selaku Dosen Pembimbing

lapangan yang telah memberi bimbingan, petunjuk, arahan dengan

ii
penuh kesabaran, ketelitian, dalam membimbing serta memberi

dukungan untuk penulisan laporan ini sampai selesai.

6. Dra. Sri Sayekti

7. Dra. DAK. Handayani, M.Pd yang telah bersedia dengan sepenuh

hati untuk mendampingi dan membimbing kami dalam pelaksanaan

kegiatan kuliah Kerja Lapangan ( KKL ) jurusan Bimbingan

Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Veteran semarang,

sebagai sarana memperluas pengetahuan dan memperluas

cakrawala kami khususnya para mahasiswa tentang pelaksanaan

Bimbingan Konseling di Sekolah. Yang telah diselenggarakan di

Universitas Negeri Yogyakarta.

8. Dr. Rochmat Wahab, M.A Rektor Universitas Negeri Yogyakarta.

9. Prof. Dr. Achmad Dardiri. M. Hum, selaku Dekan Fakultas Ilmu

Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.

10. Siti Rohmah Nurhayati, M.Si, selaku Ketua Laboraturium PBB,

Universitas Negeri Yogyakarta.

11. Rosita Endang K, S.Psi, M. Psi selaku pembimbing kelompok kami

dalam pelatihan ketrampilan di Universitas Negeri Yogyakarta.

12. Pihak – Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang

telah membantu penyelesaian penulisan laporan ini.

Kepada semua tersebut di atas, semoga amal kebaikannya

mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.

iii
Penulis menyadari bahwa karena keterbatasan serta kemampuan

penulis, maka laporan ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih

adanya kekurangan – kekurangan untuk itu segala kritik dan saran yang

ditujukan kepada penulis akan diterima dengan terbuka.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga laporan ini dapat

bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Semarang, Januari 2010

Penulis

SUNARDI

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................... I

HALAM PENGESAHAN ............................................. i

KATA PENGANTAR ................................................... ii

DAFTAR ISI …............................................................ v

BAB I PENDAHULUAN .............................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ............................. 1


B. Tujuan Kuliah Kerja Lapangan ................... 1
C. Manfaat Praktis Bagi Penulis ...................... 2
D. Sejarah Institusi .......................................... 2
E. Kerangka Teori ........................................... 11
F. Sumber Data .............................................. 14
G. Metode Pengumpulan Data ........................ 14

BAB II PEMBAHASAN ................................................ 20

A. Keterampilan Attending .............................. 21


B. Keterampilan Berempati ............................. 26
C. Keterampilan Bertanya ............................... 28
D. Keterampilan Konfrontasi ........................... 30
E. Ketrampilan Merangkum ............................. 31
F. Keterampilan Berperilaku Genuin ............... 33
G. Keterampilan Pemecahan Masalah............ 35

BAB III SIMPULAN DAN SARAN .............................. 40

A. Simpulan .................................................... 40

B. Saran ......................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam rangka pelaksanaan kegiatan KKL dan seminar

jurusn Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP

Veteran Semarang, tahun Akademik 2009 / 2010, serta untuk

memperluas cakrawala pengetahuan dan pengalaman mahasiswa

tentang Keterampilan Konseling. Keterampilan konseling

merupakan salah satu aspek penting yang sangat berpengaruh

terhadap keberhasilan proses konseling. Dengan demikian

penguasaan konselor terhadap ketrampilan – keteterampilan

tersebut merupakan jembatan menuju terbangunnya hubungan

interpersonal efektif yang diharapkan berujung pada terfasilitasinya

perkembangan konseli secara maksimal. Maka perlu

diselenggarakan Kuliah Kerja Lapangan ( KKL).

B. Tujuan Kuliah Kerja Lapangan

1. Mendapatkan Informasi dan observasi tentang kegiatan

pendidikan secara integrative yang telah dilaksanakan di lab.

Universitas Negeri Yogyakarta dan tentang keterampilan –

keterampilan konseling.

2. Mendapatkan bekal dan pengalaman tentang keterampilan

konseling dan implementasinya pada penanganan masalah

konseling secara umum dan peserta didik.


1
3. Melatih mahasiswa dalam praktik keterampilan konseling.

4. Memenuhi tugas akademika.

C. Manfaat praktis Bagi Penulis

1. Sebagai masukan dalam rangka peningkatan kualitas calon

guru Bimbingan dan Konseling.

2. Sebagai masukan dalam pelaksanaan layanan konseling dan

implementasinya pada penanganan masalah konseling baik

secara umum dan bagi peserta didik.

3. Dapat melaksanakan praktik keterampilan konseling.

4. Sebagai sumbangan karya ilmiah bagi almamater khususnya

dan masyarakat ilmiah pada umumnya.

D. Sejarah Institusi

1. Sejarah Berdirinya Universitas Negeri Yogyakarta

Universitas Negeri Yogyakarta adalah merupakan

sekolah tinggi negeri yang ada di Yogyakarta. Sejarah UNY tak

lepas dari perkembangan IKIP Yogyakarta, dan Universitas

Gajah Mada (UGM). Berdasarkan PP 37/1950, pada 23

Januari 1951, UGM. Daalam perkembangan UGM, ada

beberapa fakultas yang menjadi cikal bakal lahirnya IKIP

Negeri Yogyakarta. Seperti Fakultas Pendidik (FIP), Faklutas

Pendidikan Jasmani (FPD), dan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan (FKIP). Berdasarkan SK Menteri PDK 92, 1962

berdiri Institut Pendidikan Guru (IPG). Sementara itu IPG dan

2
FKIP adalah bidang pendidikan. Dari situ keluar Keputusan

Presiden RI No. 1, 1963 pada 3 Januari 1963 yang

memutuskan penyatuan FKIP dan IPG menjadi Intitut

Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP). Pelaksanaan Keppres

ini menetapkan berdirinya IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP

Yogyakarta, dan IKIP Malang yang resminya berdiri pada 1 Mei

1963.

Perkembangan IKIP Yogyakarta sendiri, pada 1982

menyelenggarakan enam fakultas: Ilmu Pendidikan,

Pendidikan Bahasa dan Seni, Pedidikan Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,

Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, dan Pendidikan Olahraga

dan Kesehatan. Dua tahun kemudian lembaga ini

menyelenggarakan sebanyak 30 jurusan dengan 36 program

studi, pada 1996 berkembang menjadi 37 program studi.

Pada 1990 muncul wacana untuk pengembangan IKIP

Yogyakarta menjadi sebuah universitas. Beberapa hal yang

mendukung gagasan itu: alumnusnya banyak yang diterima

tidak hanya bekerja dan diterima di dunia pendidikan. Banyak

yang bekerja di bidang nonkependidikan. Pada 1996

perkembangan gagasan itu dapat direalisasikan, bahkan keluar

Surat Keputusan Dirjen Pendidikan Tinggi Depdikbud, pada 20

Juni 1996 yang menetapkan IKIP Yogyakarta –juga 3 IKIP

3
lainnya (IKIP Medan, IKIP Padang dan IKIP Malang) diberi

perluasan tugas ke arah perubahan kelembagaan menjadi

universitas.

Tahap yang dikerjakan IKIP Yogyakarta, pada 1997 dibuka 12

program studi nonkependidikan jenjang S1 dan D3 pada tiga

fakultas: FPBS, FPMIPA, dan FPTK, Pada tahun akademik

1999/2000 dibuka dua program studi di FPIPS, dan satu di

FPOK. Dan pada 14 Agustus 1999, Universitas Negeri

Yogyakarta telah sah menjadi lembaga pendidikan tinggi

negeri berkedudukan di Yogyakarta dengan

menyelenggarakan enam fakultas: FMIPA, FT, FIP, FBS, FIS

dan FIK. Seluruh mahasiswa UNY diberi fasilitas terdaftar

sebagai pererta asuransi kecelakaan pada PT Asuransi.

2. Sejarah FIP UNY

Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) dahulu bernama Fakulteit

Pedagogik, Universitas Gadjah Mada (UGM). Dibuka tanggal 23

Januari 1951 yang masih serumpun dengan Fakultas Sastra

dan Filsafat bernama Fakultas Sastra, Pedagogik dan Filsafat

(SPF).

Pada Tanggal 19 September 1955 Fakultas SPF

dikembangkan menjadi tiga fakultas yang masing--masing

berdiri sendiri,yaitu :

4
1. Fakultas Ilmu Pendidikan

2. Fakultas Sastra dan Kebudayaan

3. Fakultas Umum dan Filsafat.

Tanggal 19 September tersebut itulah yang dijadikan

Tanggal Dies Natalis FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

Universitas Negeri Yogyakarta. Pada bulan Januari 1962 FIP

UGM direorganisasi menjadi tiga fakultas, yakni: Fakultas Ilmu

Pendidikan, Fakultas Pendidikan Jasmani, dan Fakultas

Keguruan dan Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Atas

dasar Keppres No. 1 tahun 1963, Keputusan Bersama Menteri

Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) dan Menteri

Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (PPK) No. 32 dan 34

tahun 1964, dan Keputusan Menteri PTIP No. 36 Tahun 1964

diputuskan bahwa Institut Pendidikan Guru (IPG) di Yogyakarta

dan Solo, FIP dan FKIP UGM disatukan dalam satu wadah

dengan nama IKIP YOGYAKARTA. Pendirian IKIP

YOGYAKARTA ini diresmikan oleh Menteri PTIP pada tanggal

21 Mei 1964.

Seiring dengan penghapusan Sekolah Pendidikan Guru

(SPG) dan Sekolah Guru Olahraga (SGO), mulai tahun

Akademik 1990/1991, FIP mendapat tugas dari Direktorat

5
Jenderal Pendidikan Tinggi Depdikbud untuk

menyelenggarakan Program D-II Pendidikan Guru Sekolah

Dasar (D-II PGSD). Selanjutnya pada Tahun 1996/1997 IKIP

YOGYAKARTA juga membuka Program D-II Pendidikan Guru

Taman Kanak-Kanak (D-II PGTK). IKIP YOGYAKARTA telah

mengalami perkembangan yang cepat sehingga memiliki

kemampuan berlebih (excess capacity) dan untuk itu menjadi

salah satu Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK)

yang pertama kali menerima perluasan mandat (wider mandate)

untuk menyelenggarakan program non-kependidikan, selain

tugas utama tetap mendidik tenaga kependidikan. Perluasan

mandat tersebut secara resmi diterima pada tanggal 4 Agustus

1999, dengan perubahan kelembagaan dari IKIP menjadi

Universitas yang bernama UNIVERSITAS NEGERI

YOGYAKARTA dan FIP menjadi salah satu fakultas dengan

nama tetap yakni FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN.

3. VISI MISI

a. Visi

Visi Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) tahun 2006 sampai

dengan tahun 2010 adalah : Terwujudnya fakultas yang

terkemuka dan terpercarya dalam menghasilkan ilmu

6
pendidikan dan komunitas ahli pendidikan untuk pencerahan

kemanusiaan.

b. Misi

Untuk mewujudkan visi FIP UNY tersebut, para sivitas

akademika bertekad untuk melaksanakan misi FIP sebagai

berikut :

1. Merancang, melaksanakan, dan mengembangkan secara

terintegrasi program-program tridharma perguruan tinggi :

pendidikan, penelitian, dan pengembangan, serta penyediaan

layanan keahlian pada masyarakat.

2. Menumbuhkan komitmen sivitas akademika yang kuat untuk

mendukung terlaksananya program-progaram tridharma

tersebut, dalam bentuk penyediaan dan pendayagunaan secara

optimal unsur-unsur sumber daya manusia, pembiayaan, dan

sarana-prasarana.

3. Melakukan manajemen kemahasiswaan yang sesuai dengan

tuntutan pendidikan tinggi pada umumnya dan khususnya

bidang kependidikan.

4. Melakukan secara terus-menerus penguatan kapasitas dan

kinerja kelembagaan sesuai dengan perkembangan paradigma

perguruan tinggi (RAISEL+L) serta peraturan perundangan


yang berlaku, dengan mencari dan memanfaatkan berbagai

kesempatan berbagai jaringan kerja sama (partnership)

internal-eksternal, lokal-nasional-internasional.

5. Menyatukan praktik pendidikan dan permasalahannya dalam

bingkai konfigurasi pendidikan yang dilandasi ilmu pendidikan.

c. TUJUAN

Visi dan misi FIP tersebut dijabarkan dalam bentuk

tujuan-tujuan. Adapun tujuan FIP adalah sebagai berikut :

1. Mengupayakan ilmu pendidikan yang mendukung komitmen

tentang pentingnya pencerahan kemanusiaan.

2. Meningkatkan iklim fakultas yang kondusif bagi

penyelenggaraan pendidikan yang tertib, damai, dinamis,

dan manusiawi.

3. Meningkatkan relevansi kurikulum yang menghasilkan

lulusan yang memiliki kemampuan/keahlian tinggi dan

kepribadian mulia.

4. Meningkatkan penyelenggaraan pendidikan yang terpadu

dengan penelitian dan pengabdian masyarakat yang

bermuatan nilai-nilai moral yang luhur.

5. Meningkatkan penelitian dan pengabdian pada masyarakat

yang mendukung pengembangan ilmu pendidikan.


6. Meningkatkan kerja sama dengan lembaga-lembaga lain

dalam meningkatkan kualitas Tri Dharma Perguruan Tinggi

yang mendukung pengembangan teori dan praktik

pendidikan, dalam bingkai ilmu pendidikan.


8
7. Meningkatkan kualitas para guru melalui pendidikan

profesi/sertifikasi.

4. Posisi Lab. PPB dalam lingkungan UNY

Posisi laboraturim universitas Negeri Yogyakarta berada

ditengah – tengah lingkungan UNY tepatnya berada di bagian

belakang gedung Pasca Sarjana UNY, kemudiaan masuk

keutara Komplek Fakultas Ilmu Pendidikan, gedung kedua

membujur ketimur sebelah utara posisi tepat di paling ujung

timur gedung.

5. Peran Laboraturium

a. Program Kerja Bidang Konseling

1. Menyelenggarakan layanan konseling untuk

mahasiswa maupun masyarakat yang membutuhkan.

2. Melakukan penelitian pengembangan di bidang

konseling.

3. Mengembangkan layanan terapi pustaka.

b. Program Kerja Bidang Instrumen dan Media BK.

1. Melakukan penelitian pengembangan di bidang

instrumen dan media BK.


2. Membuat publikasi Jurusan PPB.

3. Mendokumentasikan instrumen dan media BK hasil

karya dosen dan mahasiswa.

c. Program Kerja Bidang Tes Psikologi

1. Memberikan layanan tes psikologi untuk civitas


9
akademika UNY maupun masyarakat umum yang

membutuhkan.

2. Melakukan penambahan alat tes yang relevan

dengan kebutuhan masyarakat.

3. Mengkaji alat-alat tes baru secara periodic.

d. Program Kerja Bidang Journal Club

1. Menyelenggarakan diskusi ilmiah bulanan.

2. Menerbitkan jurnal ilmiah PARADIGMA 6 bulan

sekali.

e. Program Kerja Bidang Pelatihan

1. Melakukan penelitian pengembangan di bidang

pelatihan.

2. Menyelenggarakan pelatihan-pelatihan bagi dosen

dan mahasiswa.

3. Menyelenggarakan pelatihan-pelatihan bagi

masyarakat yang membutuhkan.

f. Prioritas Program Ka Lab


1. Mengembangkan sistem manajemen mutu

laboratorium.

2. Membuat Buku Panduan Laboratorium PPB:

a. Profil Laboratorium PPB.

b. Prosedur kerja dan instruksi kerja pengelola

laboratorium.

c. Pedoman kegiatan praktikum di laboratorium 10

(termasuk satuan acara praktikum dan

sistematika laporan kegiatan praktikum)

E. Kerangka Teori

1. Keterampilan Konseling

a. Keterampilan Attanding

Keterampilan attending merupakan keterampilan

dasar seorang konselor dan sangat berkaitan dengan

rasa hormat konselor terhadap konseli yang harus

ditampakkan ketika perhatian secara penuh diberikan

kepada konseli. Tingkah laku attending sangat

penting dalam semua komunikasi positif antar

individu. Keterampilan ini dapat dipelajari dan harus

diterapkan oleh konselor dalam proses pelayanan –

pelayanan yang diberikan dalam konseling.

2. Keterampilan Berempati
Keterampilan berempati merupakan salah satu kunci

untuk dapat meningkatkan kwalitas komunikasi antar

individu. Empati berarti konselor dapat merasakan

secara secara mendalam apa yang dirasakan oleh

konseli tanpa kehilangan identitas dirinya. Konselor

dapat memahami perasaan konseli dengan melihat


11
raut wajah dan bahasa isyarat tubuh, serta dengan

mencermati bahasa verbalnya.

3. Keterampilan Bertanya

Keterampilan bertanya merupakan salah satu bagian

penting dari suatu dialog antara konselor dan konseli.

Pertanyaan yang baik sangat membantu konseli

dalam memperoleh pemahaman tentang berbagai hal

yang menjadi dan atau terkait dengan topic

pembicaraan. Cara – cara mengajukan pertanyaan

yang baik membutuhkan keterampilan bertanya.

a. Keterampilan Konfrontasi

Keterampilan konfrontasi adalah usaha konselor

untuk mengemukakan kemabali dua pesan atau lebih

yang saling bertentangan yang disampaikan oleh

konseli. Konfrontasi akan sangat membantu konseli

jika disamapaikan secara tepat oleh konselor tanpa

menimbulkan kemarahan dan sikap bertahan konseli.


Konfrontasi akan membantu konseli untuk menyadari,

dan menghadapi berbagai pikiran, perasaan, dan

kenyataan yang terjadi pada dirinya, yang ingin

disembunyikan atau di ingkarinya.

b. Keterampilan Merangkum
12
Keterampilan merangkum merupakan bagian dari

keterampilan mendengarkan secara aktif terhdap apa

yang menjadi inti pembicaraankonseli. Keterampilan

ini sangat membantu dalam mengindentifikasi

masalah, selain itu melalui keterampilan ini konselor

dapat menyisipkan kesadaran baru kepada konseli

atas problem yang dimilikinya.

c. Keterampilan Berperilaku Genuin

Dalam suatu komunikasi antara konselor dengan

konseli, ketidak jujuran atau menutup – nutupi

berbagai perasaan yang berkecamuk dalam diri

konselor seyogyanya dihilangkan. Konselor harus

memancarkan keterbukaan terhadap konsli. Perilaku

jujur terhadap pikiran dan perasaan yang sedang

dialami yang diekspresikan melalui perkataan dan

tingkah laku apa adanya merupakan sikap dan


tingkah laku konselor yang menyiratkan kesejatian

atau keaslian ( Genuin).

d. Keterampilan Pemecahan Masalah

Kehidupan adalah rangakaian dari masalah. Layanan

bantuan akan dirasakan manfaatnya jika masalah –

masalah yang menimbulkan kesulitan hidup manusia

dapat dipecahkan. Oleh karena itu agar bantuan

menjadi efektif harus mencakup pemecahan masalah. 13

Pemecahan masalah merupakan aspek

tindakan nyata yang membawa suatu perubahan.

Tanpa dibarengi suatu tindakan nyata eksplorasi dan

pemahaman terhadap suatu masalah kurang bernilai

secara penuh.

F. Sumber Data

1. Lab. Universitas Negeri Yogyakarta

2. Universitas Negeri Yogyakarta

3. Dosen Universitas Negeri Yogyakarta

G. Metode Pengumpulan Data

1. Metode Wawancara

Metode interview atau metode wawancara suatu

proses pembicaraan dalam situasi komunikasi langsung ( face


to face relationship ), antara pewawancara dengan pihak yang

diwawancarai dimana kedua belah pihak saling memberikan

dan atau menerima informasi tentang persoalan – persoalan

yang dibicarakan ( Haksasi, 2007 : 51 )

Metode interview merupakan cara, yang dilakukan

oleh peneliti untuk mendapatkan keterangan secara lisan yang

dilakukan denagan cara berhadapan langsung melalui

percakapan. 14

Metode interview mempunyai keuntungan dan

kelemahan. Akan tetapi juga ada cara – cara yang dapat

digunakan untuk mengatasi kelemahan – kelemahan yang ada

dalam penggunaan metode interview.

a. Keuntungan

1. Dapat dilaksanakan secara langsung kepada responden,

sehingga data yang diperoleh merupakan data yang

benar – benar obyektif.

2. Dapat untuk memperaiki hasil riset yang dilakukan.

3. Pelaksanaan interview lebih fleksibel dan dinamis.

b. Kelemahan

1. Jika Anggota sempel cukup besar, maka akan menyita

waktu, tenaga dan biaya. Interview yang berlarut – larut

akan mengakibatkan data yang diperoleh kurang

memenuhi harapan.
2. Sering timbul sikap kurang baik responden, atau

timbulnya over acting dari pewawancara, yang

disebabkan kurang adanya adaptasi diri antara

pewawancara dengan responden.

c. Cara mengatasi kelemahan


15
1. Perlu hubungan baik terlebih dahulu antar pewawancara

dengan responden

2. Responden hendaknya diberlakukan sebagai sesame

manusia

3. Hilangkan prasangka negative, sehingga pertanyaan

yang diajukan bersifat netral.

4. Pertanyaan yang diberikan bersifat jelas, sederhana dan

mudah dimengerti oleh responden.

2. Metode Observasi

Metode observasi adalah pengamatan dan

pencatatan dengan sistematis tentang fenomena yang diselidiki.

( Sutrisno Hadi, 1994 : 136 )

Sedangkan menurut Sumadi Suryobroto untuk

pengertian metode observasi yaitu :


“ Metode observasi adalah dengan sengaja dan

sistematis mengamati aktifitas individu lain ( Sumadi

Suryobroto, 1994 : 7 )

Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa metode

observasi tersebut dilakukan dengan cara mengadakan suatu

pengamatan dan aktifitas ataupun gejala jiwa yang dilakukan

secara sistematik.

Metode observasi secara garis besar digolongkan

menjadi 3 yaitu :
16
a. Observasi Partisipan

Observasi partisipan adalah observasi dimana peneliti ikut

serta dalam kegiatn yang dilakukan oleh subyek yang diteliti.

b. Obsevasi Non – Partisipan

Observasi non partisipan adalah merupakan observasi

dimana peneliti ( observer ) tidak ikut dalam kegiatan yang

dilakukan terhadap yang diobservasi.

c. Observasi eksperimental

Observasi eksperimental adalah suatu observasi yang

dilakukan sengaja menimbulkan suatu gejala tertentu untuk

dapat diobservasi.

Dalam penelitian, penulis mengumumkan obsesi

sistematis, karena adanya kerangka yang jelas dengan

demikian akan memudahkan penulis dalam pelaksanaan


observasi. Selain itu dalam observasi ini sudah dibatasi

permasalahannya, baik isi maupun luas situasi serta

wilayah, dengan demikian kemungkinan observasi yang

tearah dan teliti.

Adapun kebaikan dari metode observasi dapat

disebutkan sebagai berikut :

a. Merupakan alat yang langsung untuk menyelidiki

bermacam – macam gejala, karena banyak aspek


17
tingkah laku yang hanya dapat diselidiki melalui jalan

observasi langsung.

b. Untuk subyek yang diselidiki akan lebih sedikit

tuntutannya, dan orang yang sibuk tidak akan keberatan

untuk diamati.

c. Dimungkinkan pencatatan yang serempak dengan

terjadinya beberapa gejala.

Adapun keterbatasan dari metode observasi

dapat disebutkan sebaigai berikut :

a. Banyak kejadian tidak dapat dicapai melalui observasi

langsung, seperti kehidupan pribadi yang

dirahasiakan dan jika sedang diselidik observer

mungkin saja menimbulkan kesan menyenangkan

atau sebaliknya.
b. Timbulnya kejadian yang tidak dapat diramalkan

sebelumnya, sehingga observer dapat hadir

mengobservasi kejadian itu. Jika penelitian dilakukan

terhadap typical behavior yang cukup lama, tugas

observer menjadi terganggu pada waktu ada

peristiwa yang tidak diduga, di samping itu terlalu

lamanya kelangsungan kejadian, karena ada kejadian

yang berlangsung bertahun – tahun dan ada yang


18
berlangsung pendek. Hal tersebut menyebabkan

timbulnya kesulitan bagi observer untuk

mengumpulkan bahan – bahan yang diperlukan.

3. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah suatu cara metode

pengumpulan data mengenai hal – hal atau sesuatu veriabel

yang berupa catatan, prasasti, dan sebagainya ( Suharsimi

Arikunto, 1996 : 202 ). Metode ini digunakan untuk

mengumpulkan data yang tersimpan di lembaga di mana

penulis melaksanakan kegiatan KKL.


BAB II

PEMBAHASAN

Konseling merupakan proses mengakibatkan hubungan antar

pribadi, yaitu antara konselor dan satu atau lebih klien dimana konselor

menggunakan metode – metode psikologis atas dasar pengetahuan yang

dimilikinya dalam rangka pengubahan kepribadian klien dalam upaya

meningkatkan kesehatan mentalnya.C Patterson (1967). Jadi menurut

pernyataan C. Patterson diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang

konselor harus mempunyai pengetahuan (seorang ahli) dan

menggunakan metode – metode psikologis atau keterampilan –

keterampilan konseling dalam melakukan proses konseling. Konselor

harus menguasai keterampilan – keterampilan konseling karena

merupakan salah satu aspek penting yang sangat berpengaruh terhadap

keberhasilan proses konseling yang di bangun oleh konselor. Dengan

demikian penguasaan konselor terhadap keterampilan – keterampilan

tersebut merupakan jembatan menuju terbangunnya hubungan

interpersonal efektif yang diharapkan berjung pada tercapainya tujuan

konseling atau terfasilitasinya perkembangan konseli secara maksimal.

Keterampilan – keterampilan yang dimaksud adalah keterampilan

attending, keterampilan berempati, keterampilan bertanya, keterampilan

konfrontasi, keterampilan merangkum, keterampilan perilaku genuin, dan

keterampilam memecahkan masalah.

20
9
A. Keterampilan Attending

Dalam konseling konsep dasar kepercayaan koseli adalah rasa

nyaman dan dimanusiakan dalam konseling, yang diberikan oleh konselor

melalui keterampilan attending. Attending sangat berkaitan dengan rasa

hormat konselor terhadap konseli yang harus ditampakkan ketika

perhatian secara penuh diberikan kepada konseli. Tingkah laku attending

sangat penting dalam semua komunikasi positif antar individu.

Keterampilan ini dapat dipelajari dan harus diterapkan oleh konselor

dalam proses pelayanan – pelayanan yang diberikan. Keterampilan

attending merupakan upaya pemberian perhatian fisik kepada orang lain

atau klien. Attending merupakan komunikasi nonverbal yang menunjukan

bahwa konselor memberikan perhatian secara penuh terhadap lawan

bicara yang sedang berbicara. Keterampilan attending meliputi :

ketelibatan postur tubuh, gerakan tubuh secara tepat, kontak mata, dan

lingkungan yang nyaman.

1. Keterlibatan postur tubuh

Konselor seharusnya mengerti akan sikap – sikap yang

membuat orang lain merasa nyaman saat bersamanya. Seperti halnya

dengan bahasa tubuh, sering kali berbicara lebih keras dari pada

bahasa verbal. Komunikasi dalam konseling akan semakin menjadi

lebih kuat jika konselor menampilkan sikap tubuh yang rileks tetapi

penuh perhatian dan sikap siaga mendengarkan pembicaraan konseli,

21
posisi badan agak condong kedepan menghadap konseli dengan tetap

menjaga situasi dan posisi diri yang terbuka dalam jarak yang tepat

dari konseli.

Seorang pendegar yang baik akan menunjukan

perhatiaanya melalui ekspresi tubuh yang rileks selama pembicaraan

berlangsung. Ekspresi rileks mengandung pesan bahwa “ konselor

merasa nyaman bersama klien dan konselor menerima keberadaan

klien.” sedangkan kesiap – siagaan perhatian yang ditunjukan melalui

ekspresi menunjukan bahwa, “ konselor merasa yang klien ceritakan

adalah penting, dan konselor sungguh memahami klien”.

Mengenai posisi tubuh konselor yang baik dalam konseling

adalah sedikit condong kedepan kearah konseli, mengkomunikasikan

pesan bahwa konselor memberikan perhatian yang lebih besar. Dan

sebaliknya jika posisi tubuh konselor condong kebelakang bersandar

pada kursi ini dipandang kurang memberikan perhatian kepada

konseli. Pandangan dengan muka lurus menghadap konseli akan

membantu konselor melibatkan diri secara penuh dalam pembicaraan

konseli dan hubungan emosional keduanya lebih dapat terbangun.

Konselor harus tetap dapat menjaga posisi tubuh tetap

terbuka dengan tidak menyilangkan kaki dan atau menyilangkan

tangan. Kaki yang disilangkan dan tangan menyilang rapap kedua

tangan dapat menggambarkan ketertutupan atau sikap bertahan.

Jarak antara konselor dan konseli juga harus juga diperhatikan.

22
Jangan terlalu dekat ataupun terlalu jauh akan mengganggu

komunikasi karena konseli kurang merasa nyaman. Meskipun

demikian jarak yang peling nyaman antara konselor dan konseli sangat

tergantung dari budaya masing – masing. Oleh karena itu seyogyanya

konselor mencermati dan peka terhadap sinyal – sinyal yang

ditunjukan oleh konseli terkait jarak yang diambil oleh konselor dari

konseli. Pada umumnya jarak yang ideal adalah 90 – 100 cm jarak

yang nyaman bagi kebanyakan masyarakat di Indonesia.

2. Gerakan tubuh secara tepat

Konselor harus dapat menarik perhatian seorang konseli,

seperti gerakan tubuh yang membaut konseli merasa nyaman dan

dihargai. Gerak tubuh yang tepat merupakan bagian utama dari

aktifitas mendengarkan yang baik saat terjadi proses konseling.

Seorang konselor yang sedang mendengarkan konseli tetapi tanpa

diikuti dengan gerakan tubuh akan tampak kaku, dingin, dan terasa

adanya jarak yang jauh. Sebaliknya konselor yang menyertakan

gerakan – gerakan aktif saat mendengarkan konseli akan dimaknai

sebagai konselor yang bersahabat, dan hangat tetapi gerakan –

gerakan aktif tersebut bukan merupakan gerakan gelisah atau grogi

seperti hal – hal yang tidak terkait dengan pembicaraan misalnya,

memainkan pensil, memainkan uang logam, gugup dan gelisah

mengetuk ngetukan jari, mematah – matahkan tulang jari jemari

secara terus menerus duduk beringsut, menyilangkan kaki, duduk

23
dengan satu kaki di angkat dan ditumpangkan pada kaki yang lain

sambil di gerak – gerakan.

Pada umumnya orang akan lebih suka berbicara dengan

pendengar yang gerakan tubuhnya tidak kaku dan tidak terpaku.

Meskipun demikian hindari gerakan gerakan tubuh dan mimic wajah

yang merusak swasana. Konselor yang baik menggerakan tubuhnya

dalam merespon klien yang sedang berbicara.

3. Kontak mata

Kemampuan untuk memiliki kontak mata yang baik

merupakan bagian penting dan pokok dari komunikasi antar individu.

Konselor harus dapat membaca bahasa isyarat dan apa yang sedang

dialami konseli seperti halnya apa yang ditampakkan oleh mata

konseli. Dengan kotak mata konselor seharusnya dapat menganalisa

apa yang sebenarnya dialami dan dirasakan klien pada saat itu.

Karena dengan kontak mata yang efektif mengekspresikan minat dan

keinginan untuk mendengarkan orang lain. Kontak mata mencakup

pemutusan pandangan mata secara lembut pada klien dan kadang –

kadang memindahkan pandangan dari wajah konseli ke bagian tubuh

yang lain misalnya, tangan, kemudian kembali kewajah, lalu kontak

mata terjadi lagi dalam hal ini konselor harus paham benar karena jika

terlalu berlebihan klien akan merasa tersinggung. Kontak mata tidak

terjadi jika memang konselor jauh atau membuang pandangan dari

24
konseli, memandang wajah konseli dengan pandangan kosong, dan

konselor menghindari tatapan mata konseli.

Kontak mata memungkinkan konseli menyadari

kemungkinan penerimaan konselor terhadap diri konseli beserta pesan

– pesan dan keluhan – keluhan yang disampaikan konseli. Kontak

mata membantu konseli untuk menggambarkan betapa amannya dia

bersama dengan konselor. Demikian pula konselor melalui kontak

mata konselor dapat menangkap makna yang lebih mendalam dari

berbagai hal yang disampaikan kepadanya. Kontak mata biasa

diibaratkan sebagai jendela untuk melihat pengalaman dan dunia

pribadi yang mendalam dari konseli. Kontak mata merupakan salah

satu keterampilan mendengarkan yang efektif dan konselor harus

menguasai keterampilan ini.

4. Lingkungan yang nyaman

Rasa aman dan nyaman pada konseli sangat dibutuhkan

saat proses konseling, seperti menciptakan suasana, hening jauh dari

hiruk pikuk dan kacau. Dan juga seperti radio, televise dan sejenisnya

yang bias mengganggu suasana konseling sebaiknya dimatikan.

Konselor juga harus dapat menciptakan swasana yang tidak

formal karena dengan swasana seperti ini mengesankan swasana

akrab dan bersahabat. Swasana formal lebih bersifat kaku dan

cenderung mengesankan klien di interogasi sehingga konseli dapat

tertutup atau tidak mau terbuka secara penuh.

25
B. Keterampilan Berempati

Keterampilan Berempati merupakan salah satu kunci untuk dapat

meningkatkan kwalitas komunikasi antar individu dalam proses koseling.

Empati berarti konselor dapat merasakan secara mendalam apa yang

dirasakan oleh konseli tanpa kehilangan identitas dirinya sebagai seorang

konselor. Konselor dapat memahami perasaan konseli dengan melihat

raut wajah dan bahasa isyarat tubuh, serta dengan mencermati bahasa

verbalnya. Sejak kecil manusia telah mengenal emosi – emosi dasar

seperti rasa senang/ bahagia, sedih, marah, terkejut, jijik, dan takut.

Tingkah laku empatik merupakan salah satu keterampilan mendengarkan

dengan penuh pemehaman / mendengarkan secara aktif. Empati

merupakan kemampuan untuk memahami pribadi orang lain sebaik dia

memahami dirinya sendiri. Seorang konselor hendaknya dapat menerima

secara tepat makna dan perasaan – perasaan konselinya.

Seorang konselor yang empatik dapat melihat dunia konseli dari

mata konseli, mampu mendengarkan konseli tanpa berprasangka dan

tidak menilai jelek konseli. Konselor dapat merasakan kesedihan yang

dirasakan konseli tetapi tidak larut atau terhanyut karenanya. Dengan

demikian konselor yang empatik mampu membaca tanda – tanda isyarat

tubuh, gesture, dan mimic, yang menggambarkan keadaan psikologis dan

emosi yang sedang dialami oleh orang lain tanpa kehilangan kendali.

Empati memliki tiga komponen penting yaitu :

26
1. Pemahaman yang sensitive dan akurat tentang persaan –

perasaan orang lain sambil tetap menjaga agar dirinya agar tidak

terlena menjadi orang lain.

2. Memahami situasi yang memicu perasaan – perasaan tersebut.

3. Mengkomunikasikan dengan orang lain dengan cara – cara yang

membuat orang lain merasa diterima dan dipahami.

Perlu dicatat bahwa dalam mengekspresikan sikap – sikap

empatik, kita harus tetap memperlihatkan nilai – nilai dan norma –

norma yang berlaku.

Sebagian individu terampil menginterprestasikan ekspresi non

verbal seperti ekspresi wajah, nada suara, bahasa tubuh, pikiran serta

perasaan orang lain. Empati berbeda dengan simpati dan atipati. Apati

berarti tidak peduli dan tidak melibatka perasaan atau tidak menaruh

minat dan perhatian terhadap seseorang atau beberapa orang. Seseorang

yang apati biasanya tidak mau melibatkan diri dan biasanya memberikan

pesan non verbal yang mengisyaratkan ketidakpedulian. Dalam

masyarakat modern sekarang ini, kita memang perlu bersikap apati untuk

orang – orang tertentu. Artinya tidak mungkin kita harus menaruh peduli

kepada semua orang yang kita jumpai padahal tidak mengenalnya lebih

dekat, tetapi sikap tersebut jangan terlalu berlebihan karena kita akan

kehilangan hakikat kemanusiaan kita.

27
Simpati adalah suatu keterlibatan emosi yang berlebihan kepada

orang lain. Simpati dapat mengurangi kekuatan dan kemandirian konselor

yang dalam hal ini sebagai penolong dimana konselor menjadi tidak

mampu memberi bantuan ketika sangat dibutuhkan. Ada tendensi kuat

bahwa simpati mudah tenggelam dalam suasana sentimentil. Sentimentil

merupakan pengalaman emosional yang berlebihan yang dialami

seseorang.

C. Keterampilan Bertanya

Keterampilan bertanya merupakan salah satu bagian penting dari

suatu dialog antara konselor dan konseli. Pertanyaan yang baik sangat

membantu konseli dalam memperoleh pemahaman tentang berbagai hal

yang menjadi dan atau terkait dengan topic pembicaraan. Cara – cara

mengajuka pertanyaan yang baik membutuhkan keterampilan bertanya.

Seorang konselor harus dapat mengeksplorasi permasalahan yang

sedang dialami klien sebagai gambaran, analisis dan diagnose terhadap

permasalahan tersebut. Konselor harus dapat membantu konseli untuk

memperoleh pemahaman yang baik dengan mengajukan pertanyaan –

pertanyaan terbuka dan tertutup.

1. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang memungkinkan

konseli memberikan jawaban secara terbuka dan luas.

Pertanyaan terbuka dapat membantu konseli menggali dirinya

28
guna memperoleh pemahaman dirinya yang lebih baik. Melalui

pertanyaan terbuka konselor dapat mengkomunikasikan niatnya

untuk membantu konseli dalam mengeksplorasi diri. Pertanyaan

terbuka berfungsi antara lain :

a. Dapat membawa proses konseling kearah perbicaraan yang

lebih khusus berkenaan dengan apa yang dialami, dirasakan,

dipikirkan, dan yang diyakini klien.

b. Dapat mengungkapkan hal – hal yang menjadi pusat perhatian

dan isu – isu tentang klien.

c. Menemukan hal - hal penting tentang topic yang disampaikan

klien.

d. Kemampuan untuk membuka atau menutup pembicaraan

mengenai kebutuhan individu dan pewawancara.

2. Pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang biasanya bersifat

tertutu atau dapat dijawab dengan jawaban ya atau tidak, di

jawab dengan satu atau dua kata. Pertanyaan tertutup lebih

mengedepankan penekanan pada isi pembicaraan yang factual

dari pada memperhatikan perasaan. Pertanyaan terturtutup

seringkali menimbulkan kesan pada konseli bahwa konselor

kurang menaruh perhatian kepada konseli. Ketika konselor

menginginkan konseli membrikan jawaban yang singkat dan

jelas, konselor dapat menggunakan pertanyaan tertutup. Seperti

29
dengan menggunakan pertanyaan, “ Ketika ibu kamu meninggal

kamu berusia berapa tahun?”, “ apakah anda merasa kesal atas

perlakuan yang anda terima?”.

D. Keterampilan Konfrontasi

Dalam konseling sering kali klien mengutarakan permasalahannya

dengan bertentangan dari apa yang di utarakan oleh konseli sebelumnya.

Disini konselor dituntut mampu mengkomunikasikan pesan ganda /

pesan yang bertentangan tersebut kepada konseli dengan cara – cara

yang dapat diterima oleh konseli.

Konfrontasi adalah usaha konselor untuk mengemukakan kemabali

dua pesan atau lebih yang saling bertentangan yang disampaikan oleh

konseli. Konfrontasi akan sangat membantu konseli jika disamapaikan

secara tepat oleh konselor tanpa menimbulkan kemarahan dan sikap

bertahan konseli. Konfrontasi akan membantu konseli untuk menyadari,

dan menghadapi berbagai pikiran, perasaan, dan kenyataan yang terjadi

pada dirinya, yang ingin disembunyikan atau di ingkarinya.

Konselor perlu melakukan konfrontasi apabila pada diri konseli

didapati adanya :

1. Pertentangan antara apa yang dikatakan dengan apa yang

dilakukan.

2. Pertentangan antara dua perkatan yang disampaikan dalam waktu

yang berbeda.

30
3. Pertentangan antara perasaan yang dikatakan dengan tingkah laku

yang tidak mencerminkan perasaan tersebut.

Dalam praktiknya konfrontasi dapat diungkapkan melalui kalimat

gabungan yang mengandung dua kondisi yang kontradiktif seperti “ anda

mengatakan bahwa anda senang dengan sepeda baru kamu tetapi kamu

tidak pernah memakainya ”, “ Andi mengatakan sangat senang dengan

keputusan orang tua, tetapi kenapa kamu menangis”, “ tadi kamu

katakana bahwa kamu tidak mencintainya, tetapi baru saja kamu

mengatakan bahwa kamu tidak bisa hidup tanpa dia”,. Konfrontasi

mendiskripsikan pesan konseli, mengobservasi tingkah laku konseli, dan

bukti – bukti lain yang sedang terjadi pada konseli. Konfrontasi tidak boleh

berisikan tuduhan, penilaian, atau pemecahan masalah.

Konfrontasi sendiri bertujuan agar konselor dapat menunjukan

ketidak logisan berfikir klien dan membawa klien kembali berfikir secara

logis dan lebih memahami apa yang sebenarnya terjadi pada diri konseli

tersebut.

E. Keterampilan Merangkum

Sering kali dijumpai dalam proses konseling klien mengutarakan

permasalahannya secara berserakan dan tidak runtut antara yang satu

dengan yang lainya. Disinilah keterampilan merangkum seorang konselor

diperlukan, sebagai upaya indentifikasi dan menceritakan kemabali

31
permasalahan klien secara runtut, sehingga dapat memberikan

gamabaran permasalahan klien secara gambalang dan mudah untuk

dipahami dari ap yang menjadi inti pembicaraan konseli. Keterampilan ini

sangat membantu dalam mengindentifikasi masalah, selain itu melalui

keterampilan ini konselor dapat menyisipkan kesadaran baru kepada

konseli atas problem yang dimilikinya. Dalam konseling tidak jarang

mencampur – baurkan antara masalah sebagai fakta dengan masalah

yang berkembang sebagai akibat penafsiran atau persepsi mereka

terhadap masalah factual tersebut. Persepsi konseli terhadap masalah

inlah yang membuat respon konseli unik. Dengan kata lain suatau

masalah yang sama akan dihayati secara berbeda oleh dua orang atau

lebih. Kadangkala masalah akan terasa lebih besar akibat penghayatan

individu yang berlebihan terhadap masalah tersebut. Meskipun demikian

koselor tidak boleh memberikan penilaian Judgment atas persepsi konseli

seperti “ ah itu kan hanya perasaanmu saja”. Seorang konselor harus

penuh perhatiaan kepada konseli saat proses konseling berlangsung,

konselor harus menangkap pikiran pikiran dan perasaan – perasaan

penting yang diekspresikan konseli.

Merangkum dalam komunikasi konseling adalah aktifitas konselor

mengungkapkan kembali pokok – pokok pikiran dan perasaan yang

diungkapkan konseli. Dalam suatu dialog yang panjang antara konseli dan

konselor banyak pokok – pokok pikiran dan perasaan konseli yang

diungkapkan konseli secara berserakan, konselor harus mencermati

32
pokok – poko pikiran dalam hati, lalu pada saat yang tepat

mengungkapkan kembali kepada konseli dengan gaya bahasa konselor

sendiri. Ketepatan konselor membuat rangkuman akan menumbuhkan

kesan pada konseli bahwa konseli diperhatikan, didengarkan kata-

katanya, dipahami dan diterima kehadirannya oleh konselor. Perlu diingat

bahwa kata – kata untuk mengawali rangkuman perlu ditata dengan baik

sehingga tidak ada kesan konselor menghakimi. Bebrapa kata yang dapat

digunakan untuk mengawali suatu rangkuman misalnya: ”makna yang ada

dibalik ungkapan perasaan anda adalah,….”.

F. Keterampilan Genuin

Konselor harus memancarkan keterbukaan terhadap konseli.

Dalam suatu komunikasi antara konselor dengan konseli, ketidak jujuran

atau menutup – nutupi berbagai perasaan yang berkecamuk dalam diri

konselor sebaiknya dihilangkan. Perilaku jujur terhadap pikiran dan

perasaan yang sedang dialami yang diekspresikan melalui perkataan dan

tingkah laku apa adanya merupakan sikap dan tingkah laku konselor yang

menyiratkan kesejatian atau keaslian ( Genuin). Pertanyaan yang muncul

adalah bagaimana jika dalam diri konselor muncul perasaan itu secara

tidak suka kepada konseli, haruskah perasaan itu secara jujur

dikemukakan kepada konseli?. Kejujuran konselor harus disampaikan dan

diekspresikan secara tepat sehingga tidak melukai hati konseli. Sebagai

konselor sebelum anda dapat mengekspresikan perasaan – perasaan

33
anda, anda harus menyadari adanya perasaan – perasaan tersebut.

Untuk mengkomunikasikan keterbukaan dan kejujuran kepada konseli,

pertama kali anda harus menguasai diri dan perasaan - perasaan anda,

sadar diri, siapa diri anda beserta pikiran – pikiran dan perasaan –

perasaan yang ada pada diri anda. Kemampuan ini meliputi bagaimana

belajar membedakan berbagai perasaan yang hinggap dalam diri anda

tanpa harus menyangkalkan atau menutup – nutupinya. Jika anda merasa

bahagia, anda dapat menyadari bahwa anda bahagia, atau jika anda

merasa marah, anda dapat menyadari adanya kemarahan tersebut dan

dapat mengungkapkannya dengan bijak.

Mengekspresikan keaslian atau kejujuran atau kesejatian perasaan

dan pikiran, anda perlu belajar membedakan antara respon – respon yang

tidak responsive, respon yang tidak genuine dan respon yang genuine.

Sebagai contoh, dalam situasi dimana konseli mengemukakan “ saya

jengkel dan kesal kepada kakakIbu saya” respon yang tidak responsive

adalah “ kamu harus benar – benar menyukai Ibu kamu”, respon yang

tidak genuine kepada konseli. Sedangkan pernyataan yang genuine dapat

diungkapkan melalui pernytaan sebagai berikut, “ jika anda jengkel dan

kesal kepada Ibu anda, saya rasa tidak mudah untuk berpisah darinya

dan pergi meninggalkan nya ”.

34
G. Ketermpilan Pemecahan Masalah

Tujuan dari adanya konseling adalah terpecahkannya apa yang

menjadi pemasalahan klien, hal ini sangat ditentukan oleh kemampuan,

kemauan dan keterampilan konselor. Kehidupan adalah rangakaian dari

masalah dan konseling akan dirasakan manfaatnya jika masalah –

masalah yang menimbulkan kesulitan hidup manusia / klien dapat

dipecahkan atau terselesaikan. Oleh karena itu agar bantuan menjadi

efektif harus mencakup pemecahan masalah yang terbaik bagi diri

konseli. Pemecahan masalah merupakan aspek tindakan nyata yang

membawa suatu perubahan pada diri konseli. Tanpa dibarengi suatu

tindakan nyata eksplorasi dan pemahaman terhadap suatu masalah

kurang bernilai dan kurang memperoleh hasil yang maksimal.

Pemecahan masalah akan memperoleh hasil yang maksimal

apabila konseli dan konselor telah mengeksplorasi dan memahami

seluruh dimensi dari masalah klien. Jika dimensi – dimensi itu telah

ditemukan, konseli kemudian didorong untuk mengambil yang terbaik bagi

dirinya dan taat melakukan perubahan tingkah lakunya. Seorang konselor

hendaknya mampu mendengarkan inti ungkapan konseli yang merupakan

pokok – pokok masalah yang perlu dibantu untuk dipecahkan. Beberapa

cara dapat dilakukan untuk membantu memcahkan masalah. Penggunaan

keterampilan komunikasi misalnya keterampilan mendengarkan

merupakan salah satu cara yang dapat digunakan. Pada banyak kasus,

35
keterampilan komonikasi saja tidak cukup. Beberapa konseli membutuhan

bantuan yang memerlukan teknik – teknik pemecahan masalah. Dalam

pemecahan masalah, konselor hanya memfasilitasi atau membantu

konseli untuk mengambil tindakan nyata kearah pemecahan masalah.

Ada tujuh prosedur umum dalam pemecahan masalah. Ketujuh prosedur

tersebut tertata dalam tujuh tahap pemecahan masalah yaitu :

1. Mengeksprorasi masalah

Mengeksplorasi masalah merupakan aktifitas melihat berbagai

dimensi yang mungkin terkait dengan masalah tersebut. Eksplorasi

masalah biasanya terjadi pada tahap awal proses konseling, tetapi

dapat diintensifkan kembali setiap saat selama proses

konselingberlangsung. Untuk membantu konseli mengeksplorasi

masalah dibutuhkan keterampilan attending, empati, merangkum,

mengajukan pertanyaan terbuka, dan keterampilan konfrontasi.

2. Memahami masalah

Memahami masalah berarti meningkatkan kesadaran tentang

bagaimana berbagai aspek yang terkait dapat menyebabkan

munculnya masalah. Pemahaman biasanya berkembang ketika

perasaan – perasaan yang mengganggu dapat diatasi. Untuk

membantu konseli memahami masalahnya konselor perlu

menggunakan keterampilan konfrontasi dan perilaku genuine.

Selain itu keterampilan attending juga tetap diperlukan.

Pemahaman secara penuh akan terjadi apabila berbagai aspek

36
yang terkait dengan masalah telah dieksplorasi. Setelah dapat

memahami masalah yang dimiliki, konseli menjadi sadar siapa

dirinya dan mau kemana dia menuju. Diharapkan, dari pemahaman

tersebut konseli tertarik untuk melakukan perubahan diri.

3. Menentukan masalah

Menentukan masalah berarti menajamkan isu – isu yang disuga

kuat menjadi penyebab munculnya masalah. Penajaman ini

diperlukan agar dapat digunakan unutuk memetakan masalah

mana yang peling memungkinkan ditemukan solusi. Penentuan

masalah mencakup dua aspek yakni menemukan penyebab

masalah dan tujuan yang diinginkan. Penyebab masalah dan

tujuan yamg diinginkan dapat ditemukan apabila eksplorasi dan

pemahaman masalah sudah dapat dikuasai. Tanpa eksplorasi yang

cukup dan pemahaman masalag secara baik, pemecahan masalah

tidak akan berjalan secara baik karena terlalu banyak aspek yang

terkait dengan mesalah yang tidak diketahui. Jika ini terjadi, maka

pemecahan masalah tidak akan ditemukan secara tepat.

4. Curah pendapat ( Brainstorming )

Secara esensial curah pendapat berarti bahwa seluruh prosedur

atau alternative – alternative yang dapat membantu memecahkan

masalah dikemukakan tanpa dicela atau tanpa dikritik

keefektifannya. Hal ini penting karena pentingnya tanggungjawab

37
masing – masing fihak untuk mencurahkan ide –ide yang

memungkinkan.

5. Menilai berbagai alternative

Pada langkah ini, dikaji antara nilai – nilai, dan kekuatan serta

kelemahan – kelemahan konseli yang terkait dengan berbagai

alternative pemecahan masalah yang dimunculkan melalui curah

pendapat. Nilai – nilai yang dipegang teguh oleh konseli yang

terkait dengan isu pemecahan masalah, sangat berpengaruh

terhadap proses pengambilan keputusan. Jika nilai – nilai tersebut

diabaikan dalam pemilihan solusi, kemingkinan keberhasilan

pemecahan masalah menjadi kurang maksimal. Sebelum

menentukan alternative terbaik, identifikasilah dan garisbawahilah

nilai – nilai yang paling penting yang tekait dengan masalah, serta

kekuatan – kekuatan yang akan paling mempermudah

keberhasilan pemecahan masalah.

6. Menetapkan alternatif yang terbaik

Merupakan keputusan final terhadap satu atau dua alternative yang

dipandang paling baik yang dipilih dari berbagai alternative yang di

munculkandari curah pendapat setelah mempertimbangkan nilai –

nilai, factor kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh konseli.

Masing – masing solusi dipertimbangkan dan dibandingkan.

Alternative terbaik yang dipandang sebagai solusi yang paling

efektif dan paling mudah dilakukan.

38
7. Melaksanakan alternative

Melaksanakan alternative yang telah ditentukan / dipilih setelah

penetapan alternative terbaik, Langkah terakhir ini dari pemecahan

masalah langkah ini adalah mendorong konseli untuk

melaksanakan alternative yang sesuai dengan nilai – nilai konseli,

sesuai dengan kekuatan – kekuatan yang dimiliki konseli, dan

paling sedikit melibatkan kekurangan / kelemahan konseli.

39
BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Attending skill merupakan komunikasi nonverbal yang menunjukan

bahwa konselor memberikan perhatian secara penuh terhadap

lawan bicara yang sedang berbicara dalam proses konseling yang

meliputi : ketelibatan postur tubuh, gerakan tubuh secara tepat,

kontak mata, dan lingkungan yang nyaman.

2. Keterampilan Berempati ( Emphatizing skill ) merupakan

keterampilan dimana konselor dapat merasakan secara secara

mendalam apa yang dirasakan oleh konseli, Konselor dapat

memahami perasaan konseli dengan melihat raut wajah dan

bahasa isyarat tubuh, serta dengan mencermati bahasa verbalnya.

3. Keterampilan Bertanya (Questioning skill )merupakan keterampilan

dimana konselor mengajukan pertanyaan yang dapat

mengeksplorasi dan meningkatkan pemahaman berbagai hal yang

terkait dengan topic pembicaraan.

4. Keterampilan Konfrontasi (Confrontation skill ) Konfrontasi

merupakan usaha konselor untuk mengemukakan kemabali dua

pesan atau lebih yang saling bertentangan yang disampaikan oleh

konseli.

40
5. Keterampilan Merangkum (Summarizing skill ) mengungkapkan

kembali pokok – pokok pikiran dan perasaan yang diungkapkan

secara berserakan oleh konseli, dalam proses konseling konselor

harus mencermati pokok – pokok pikiran dalam hati, lalu pada saat

yang tepat mengungkapkan kembali kepada konseli dengan gaya

bahasa konselor.

6. Keterampilan Genuin ( genuine skill ) Perilaku jujur terhadap pikiran

dan perasaan yang sedang dialami yang diekspresikan melalui

perkataan dan tingkah laku apa adanya merupakan sikap dan

tingkah laku konselor yang menyiratkan kesejatian atau keaslian

dalam proses konseling

7. Pemecahan Masalah (Problem solving skill) merupakan aspek

tindakan nyata yang membawa suatu perubahan pada diri konseli

dalam proseskonseling.

B. Saran

1. Universitas Negeri Yogyakarta agar terus meningkatkan potensi

yang dimiliki khususnya lab. Falkultas Ilmu Pendidikan Jurusan

Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, sehingga mutu pendidikan

sesuai dengan harapan dari orang tua, masyarakat dan pemerintah

2. Keterampilan – keterampilan konseling dan implementasinya dalam

konseling harus di kenalkan pada lembaga – lembaga pendidikan

yang menyelenggarakan pendidikan bimbingan dan konseling.

41
3. Universitas Negeri Yogyakarta harus dapat memfasilitasi lembaga

– lemabaga / perguruan tinggi lain baik negeri maupun swasta

yang berkeinginan untuk study banding, atau mendapatkan teknik –

teknik konseling yang diterapkan pada UNY.

4. Lulusan dari UNY khususnya Jurusan Psikologi Pendidikan dan

Bimbingan, harus lebih berkualitas tinggi karena dalam proses

pendidikan ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai

dan Dosen – Dosen yang Profesional dan berkopeten dalam

bidangnya.

42
DAFTAR PUSTAKA

Sri Haksasi, Banun.2007. Instrumen Bimbingan dan Konseling Non

Test. Semarang. Pelita Graha.

http://www.pdat.co.id/pertiti/?called=pt&kode=00822

http://www.uny.ac.id/view.php?i=3&s=0

http://fip.uny.ac.id/home/index.php?pilih=hal&id=6

Tri Leksono. 2009. Teknik Laboraturium Konseling. Semarang:

Fakultas Ilme Pendidikan Jurusan Bimbingan dan Konseling IKIP

Veteran semarang.

Suwarjo.2010. Keterampilan Konseling. Yogyakarta: Program Studi

Bimbingan dan Konseling Fakulatas Ilmu Pendidikan Universitas

Negeri Yogyakarta.

Fakultas Ilmu Pendidikan.2010. Pedoman Pelaksanaan Kuliah Kerja

Lapangan Mahasiswa Jurusan Bimbingan dan Konseling.

Semarang. IKIP Veteran Semarang.

Sri Haksasi, Banun.2007. Instrumen Bimbingan dan Konseling Non

Test. Semarang. Pelita Graha.


Lampiran – Lampiran
Lampiran 1

Proses konseling yang menunjukan keterampilan konseling oleh


Konselor :

Konseli : “ Tototok… Assalamu’alaikum Wr. Wb. “ (konseli


mengetuk pintu)

Konselor : Walaikum Salam Wr. Wb,….Silahkan masuk,….?

(konselor mempersilahkan masuk dengan


mengisyaratkatkan masuk / attending skill )

Konseli : Maaf mengganggu waktunya sebentar Pak,…

Konselor : Ya,..tidak apa – apa kok nak, ada perlu apa kok kayaknya
ada sesuatu yang penting yang ingin kamu sampaikan? (
mimic konselor bertanya – tanya / attending skill bahwa
konselor dengan serius ingin menerima konseli)

Konseli : Begini Pak saya,… saya tidak tau harus berbicara dari
mana,….. saya malu,…

Konselor : Tidak apa – apa kok nak,… utarakan saja apa yang
menjadi ganjalan dalam hati kamu kepada bapak siapa tahu
bisa lebih meringankan pikiran kamu,….

Konseli : Tapi nanti bapak jangan mengejek saya ya dan menjaga


kerahasiaan masalah saya ini,..

Konselor : Nak,.. Bapak ini kan Bapak kamu juga, sudah menjadi
kewajiban untuk dapat memberikan apa yang bermafaat dan
dapat membantu menuntaskan apa yang menjadi masalah
kamu, dan sudah menjadi Kode Etik Bapak untuk menjaga
kerahasiaan tentang masalah kamu. (Konselor menunjukan
empatinya kepada konseli untuk meyakinkan konseli agar
mau mengungkapkan masalahnya).
Konseli : iya Pak ,… terima kasih. Begini Pak, saya saat ini
bingung dan bimbang dan tidak tau harus bersikap
bagaimana,..

Konselor : Bingung seperti apakah yang kamu rasakan saat ini, bisa
diutarakan kepada Bapak,…

Konseli : Saat ini saya akan dijodohkan oleh kedua orang tua
saya,... dan saya sendiri sudah mempunyai pacar yang
sangat saya cintai,… aku tidak tau mengapa orang tua
saya begitu jahat dengan saya,… aku tidak mau
kehilangan mereka bu,….

Konselor : oh yang menjadi pikiran kamu itu, kamu akan dijodohkan


oleh kedua orang tua kamu dengan pilihannya, dan kamu
sendiri sudah mempunyai pilihan hati yang tidak dapat kamu
tinggalkan, dan merasa kedua orang tua kamu jahat, tetapi
tidak mau kehilangan mereka begitu,(Konselor menunjukkan
sikap Summarizing skill dan Confrontation skill )

Konseli : iya Pak mereka jahat kepada saya padahal selama ini saya
selalu menurut,…

Konselor : maksud kamu orang tua kamu jahat,..

Konseli : bukan begitu juga Pak, aku sayang mereka, tetapi


mengapa mereka bertidak dan berkeinginan untuk
menjodohkan saya seperti itu.

Konselor : Berarti kau sayang kepada mereka cuma kamu tidak


sependapat dengan apa yang mereka pilihkan untuk kamu
begitu,.. ( konselor menunjukkan summarizing Skill dan
konfrontasi)
Konseli : Iya pak,..bener banget, saya tidak mau kalo mau
dijodohkan ini kan bukan jamanya Siti Nurbaya.

Konselor : Kalo boleh Bapak tau, apa kedua orang tua kamu sudah
mengetahui bahwa kamu sudah mempunyai pacar? Kamu
bisa memulai intensif berkomunikasi dengan mereka untuk
memperjelas tentang hubungan kamu dengan pacar kamu
( keterampilan konselor Questioning skill untuk
mengeksplor masalah )

Konseli : Belum Pak, selama ini mereka tidak mengetahuinya,


karena aku tidak pernah membicarakannya kepada kedua
orang tua saya.

Konselor : oh jadi orang tua kamu belum mengetahui tentang


hubungan kamu dengan pacar kamu, terus saat – saat ini
apa sih yang ingin kamu lakukan,?

Konseli : saya ingin pergi dari rumah saja Pak,..

Konselor : jadi kamu ingin pergi dari rumah apa dengan cara seperti
ini orang tua kamu dapat mengetahui apa yang menjadi
ganjalan di hati kamu, selain cara itu apakah kamu
mempunyai pandangan lain? (Keterampilan pemecahan
masalah memunculkan alternative )

Konseli : iya juga ya Pak,… apa aku sharing saja ya Pak dengan
kedua orang tua saya,..

Konselor : Kalo menurut bapak sih itu alternative terbaik, dengan


kamu membicarakan dulu kepada orang tua setidaknya
kamu dapat mencerahkan tentang apa yang kamu rasakan
saat ini, sebagai upaya pencerahan tentang masalah yang
kamu hadapi.
Konseli : iya Pak, saya akan membicarakan ini kepada orang tua
saya, bahwa saya sudah mempunyai pilihan saya sendiri
dan saya kurang setuju dengan apa yang telah mereka
pilihkan. Siapa tahu orang tua saya menjodohkan saya
karena berfikir saya belum mempunyai pacar.

Konselor : Bagus, Bapak akan mendukung kamu nak, dari apa yang
kamu utarakan tadi ibu dapat menangkap bahwa kamu
tadinya bingung terhadap sikap kedua orangtua kamu yang
akan menjodohkan kamu dengan pria pilihannya, karena
disisi lain kamu mempunyai pilihan hati kamu sendiri, dan
kamu beragapan bahwa pergi dari rumah adalah solusi
terbaik, tetapi dari apa yang telah kita bicarakan dan kita
uraikan, akhirnya kamu memilih untuk membicarakan ini
dulu kepada kedua orang tua kamu, untuk mengetahui
sebatas mana pengertian mereka kepada kamu, begitukah
nak.. ( Konselor melakukan Summarizing skill dan Problem
solving skil l)

Konseli : iya Pak bener banget sekarang saya sudah mempunyai


titik terang dari apa yang menjadi permasalahan saya.

Konselor : Ya sudah, jika nanti masih ada yang menjadi ganjalan dari
apa yang kamu rasakan kamu bisa sharing kepada Bapak.
Bapak akan siap selalu untuk membantu kamu.

Konseli : iya Pak, kalo begitu saya permisi dulu, terima kasih atas
bantuannya,…

Konselor : ya nak itu sudah menjadi kewajiban Bapak untuk


membantu kamu,.. hati – hati ya,..

Konseli : Ya Pak,… Assalamu’alaikum Wr. Wb

Konselor : Walaikum Salam Wr. Wb.


Lampiran 2

PHOTO – PHOTO KEGIATAN

You might also like