You are on page 1of 5

TUGAS

JENIS ETIKA LINGKUNGAN MENURUT FOKUS PERHATIAN

DISUSUN OLEH : WAWAN ERIZONA


DOSEN PEMBIMBING : ANDRIANTI, S. Sos

SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI NEGARA


BINA NUSANTARA MANDIRI PARIAMAN
2010
Sekilas Tentang Etika Lingkungan Hidup
Oleh: Anzar Zamilu *) ETIKA lingkungan hidup sering dianggap sebagai
perangkat lunak yang menentukan perilaku orang “dari dalam”. Untuk urusan
lingkungan hidup, orang lebih mengandalkan alat-alat yang “lebih keras” berupa
insentif atau tekanan ekonomis, pedoman teknis yang diwajibkan oleh perintah
(penguasa), arahan serta kekangan hukum, cq. Undang-Undang (Bernhard Glaeser,
1989:136 dalam Hyronimus Rhiti, 2005: 23). Padahal seperti disebutkan, etika ini
penting karena berkaitan dengan perilaku manusia. Dengan etika orang dapat
mengenal dan memahami nilai dan norma-norma yang membimbing perilaku proses
individual dan sosial terhadap alam dan lingkungan hidupnya. Artinya dasar etika ini
adalah tindakan yang ditujukan kepada alam atau lingkungan hidup (E. Dussel,
1980:101).

Manfaat etika secara “filosofis” adalah untuk mempertahankan (syukur dapat


meningkatkan) “ketahanan ekologi” dengan cara orang diajak untuk mereflesikan
kembali: (1) kesadaran diri sebagai bagian tak terpisahkan dari lingkungan hidup:
apakah sungguh disadari bahwa bukan hanya kita yang membutuhkan lingkungan
hidup dalam artian fisik, melainkan lingkungan hidup juga membutuhkan moralitas kita
terhadapnya; (2) pengertian dan tindakannya yang baik terhadap lingkungan hidup:
apakah ada pemahaman (yang benar) dan tindakan yang baik terhadap lingkungan
hidup karena didorong oleh hati nurani yang bersih, dan tanggung jawab dari manusia
yang mempunyai keunggulan mutu pribadi, yang perbuatan baik dilakukannya tidak
tergantung pada masyarakat dari luar atau ketakutan misalnya pada sanksi hukum.

Karena etika atau moral lingkungan hidup itu bermanfaat, maka dalam tulisan ini
akan dicoba sedapat mungkin untuk dikemukakan beberapa unsur etika lingkungan
hidup. Namun perlu diperhatikan paling tidak dua catatan sebelum kita membahas
bersama etika lingkungan hidup. Pertama, disini tidak akan dikemukakan resep-resep
atau rumus-rumus moral lingkungan siap pakai. Etika atau moral lingkungan adalah
sesuatu yang “masih dicari” dan perlu semacam kesepakatan bersama. Kedua,
pembicaraan tentang etika dalam konteks ini adalah untuk memenuhi kebutuhan
praktis, sehingga dihindari adanya perdebatan teoretis tentang etika.

Etika dan Moral

Etika sering dikatakan sebagai filsafat tentang ajaran moral. Dengan demikian,
etika berbeda dengan ajaran moral atau kesusilaan. Ajaran moral menjawab
pertanyaan, ”apa yang boleh, tidak boleh dan yang wajib diperbuat manusia?”
Sementara etika berurusan dengan bagaimana pertanyaan moral itu dijawab. Etika di
sini tidak mengajarkan apa yang wajib dilakukan orang, melainkan bagaimana
pertanyaan itu dijawab secara rasional dan bertanggung jawab (Franz Magnis-Suseno,
Di samping pengertian tersebut, etika dapat diartikan sebagai: (a) nilai dan norma-
norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya; (b) kumpulan asas atau nilai moral, atau semacam kode
etik; (c) ilmu tentang yang baik atau buruk, atau pengkajian secara sistematis dan
metodis semua nilai yang dianggap baik dan buruk yang diterima begitu saja dalam
suatu masyarakat (K. Bertens, 2000:6-7).

Untuk kepentingan lingkungan hidup, dan atau untuk “praksis” etika, barangkali
etika di sini diartikan seperti pada huruf (a) dan (b) di atas. Dengan demikian etika di
sini “sama” dengan moral.

Etika Keutamaan dan Etika Kewajiban

Dalam mencari dan memahami etika lingkungan hidup perlu diperhatikan dua macam
etika, yaitu etika keutamaan dan etika kewajiban. Manakah dari keduanya yang lebih
baik atau lebih “etis” dijadikan sebagai pola etika lingkungan hidup?

Etika Keutamaan

Etika keutamaan tidak berhubungan dengan benar atau salahnya tindakan


manusia menurut prinsip-prinsip moral tertentu, melainkan dengan baik dan buruknya
perilaku atau watak manusia (B. Williams, 1985:1). Etika ini bertujuan mengarahkan
manusia kepada pengenalan akan tujuan hidupnya sendiri. Maksudnya, tujuan hidup
akan dicapai melalui keutamaan berupa keluhuran watak dan kualitas budi pekerti yang
dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Fokus perhatian utama etika keutamaan ini
adalah watak dan mutu pribadi setiap manusia, dan bukan pada apakah orang sudah
melaksanakan semua kewajiban yang ditentukan baginya. Penganjur etika ini adalah
Aristoteles. Menurutnya keutamaan arete-lah yang menjadi keunggulan atau
keberhasilan dalam menjalankan fungsi khas sesuatu.

Berdasarkan etika itu, maka dalam konteks lingkungan hidup, manusia


mempunyai keutamaan, bila ia mampu memelihara, mengelola dan melestarikan
lingkungan hidupnya dengan baik. Sarana pencegahan pencemaran atau pengelolaan
limbah dikatakan mempunyai arete, jika dapat bekerja dengan semestinya dalam
mencegah atau menanggulangi pencemaran (rupanya di sini tidak hanya manusia yang
butuh etika, melainkan juga sarana atau alat?), bahkan juga norma hukum lingkungan
dikatakan mempunyai keutamaan, jika dapat berfungsi dengan baik dalam
penegakkannya. Jadi baik atau buruknya lingkungan hidup kita tergantung pada mutu
manusia atau kualitas pribadi yang unggul. Yang terutama paling ditekankan oleh
Aristoteles itu adalah manusia bukan sekedar alat atau bahkan ajaran moral.
Bagaimana ini semua dapat dicapai, menurut Aristoteles orang harus mewujudkan
kemungkinan-kemungkinan manusia yang positif, termasuk membuat sarana menjadi
berfungsi secara baik.
Etika keutamaan tersebut juga menuntut dimensi yang lain. Selain praksis
keutamaan dengan mewujudkan yang paling baik bagi lingkungan hidup, juga
dibutuhkan rasionalitas manusia dan dimensi spritual. Yang dimaksud adalah bahwa
orang perlu menjamin fungsi manusiawi pengelolaan lingkungan hidup menurut
kehendak-Nya, sebab Dialah Pencipta yang memelihara, bukan perusak (Pierre Leroy,
1966: 13-14).

Etika Kewajiban
Etika ini disebut etika peraturan atau etika normatif (K. Bertens, 2000: 17), yaitu
etika yang mengacu kepada kewajiban moral yang mengikat manusia secara mutlak.
Baik buruknya perilaku atau benar dan salahnya tindakan secara moral diukur (dinilai)
dari sesuai tidaknya dengan prinsip moral yang wajib dipatuhi tanpa syarat. Fokus
perhatian etika ini diletakkan pada ajaran atau prinsip-prinsip moral tindakan (J.
Sudarminta, Basis, 1991:163). Maka, etika ini berhubungan dengan pertanyaan: “apa
yang harus atau wajib dilakukan, yang boleh dan tidak boleh dilakukan”. Karena itu
pengetahuan atau pengenalan akan ajaran-ajaran moral penting untuk etika ini.
Sifatnya lalu menjadi praktis, dapat diharapkan bagi suatu perilaku atau untuk
persoalan-persoalan konkret (etika terapan/ applied ethics). Sekedar contoh untuk
bidang lingkungan hidup: “jangan mencemari sungai, laut, dll”; buanglah sampah pada
tempatnya; peliharalah lingkungan hidup; tidak boleh membuang limbah melebihi
ketentuan BML,” dan seterusnya.

Menurut Imanuel Kant, tokoh utama etika ini, tindakan seseorang adalah baik
menurut ajaran moral, bukan karena tindakan itu dilakukan untuk mencapai tujuan
tertentu, melainkan demi memenuhi kewajiban semata-mata tanpa maksud yang lain.
Namun yang sulit adalah usaha untuk mengetahui motivasi apa yang mendorong orang
melakukan kewajibannya itu. Boleh jadi, orang melakukannya supaya mendapat hadiah
atau sekedar takut akan hukuman, bukan karena ia punya keunggulan perilaku untuk
itu, oleh Kohlberg disebut prakonvensional (Bertens: 2000: 81).

Unsur Etika atau Moral Lingkungan

Beberapa unsur etika atau moral lingkungan yang perlu dipertimbangkan (H.
Rhiti: 1996:11-18) adalah sebagai berikut:

Pertama, etika lingkungan hidup sebaiknya etika keutamaan atau kewajiban?


Etika keutamaan itu perlu karena yang kita butuhkan adalah manusia-manusia yang
punya keunggulan perilaku. Sementara itu etika kewajiban, dalam arti pelaksanaan
kewajiban moral, tidak bisa diabaikan begitu saja. Idealnya ialah, bahwa pelaksanaan
keutamaan manusia Indonesia, bukan hanya demi kewajiban semata-mata, apalagi
sesuai kewajiban. Rumusan-rumusan moral itu di satu pihak memang penting, namun
di lain pihak yang lebih penting lagi ialah bahwa orang mengikutinya karena
keunggulan perilaku.
Kedua, bila etika lingkungan hidup adalah etika normatif plus etika terapan,
maka ada faktor lain yang mesti ikut dipertimbangkan, yaitu sikap awal orang terhadap
lingkungan hidup, informasi, termasuk kerja sama multidisipliner dan norma-norma
moral lingkungan hidup yang sudah diterima masyaraakat (ingat akan berbagai)
kearifan lingkungan hidup dalam masyarakat kita, yang dapat dikatakan sebagai “moral
lingkungan hidup” (Bertens, 2000:295-300). Dari sini pula muncul pertanyaan apakah
perlu disusun semacam kode etik pengelolaan lingkungan hidup?

Ketiga, etika lingkungan hidup tidak bertujuan menciptakan apa yang disebut
sebagai eco-fascism (fasis lingkungan, pinjam istilah Ton Dietz, 1996). Artinya, dengan
dan atas nama etika seolah-olah lingkungan hidup adalah demi lingkungan hidup itu
sendiri. Dengan risiko apapun lingkungan hidup perlu dilindungi. Dari segi etika yang
bertujuan melindungi lingkungan dari semua malapetaka bikinan manusia, hal itu tentu
saja baik. Namun buruk secara etis, bila akibatnya membuat manusia tidak dapat
menggunakan lingkungan hidup itu lagi karena serba dilarang. Etika lingkungan tidak
hanya mengijinkan suatu perbuatan yang secara moral baik, melainkan juga melarang
setiap akibat buruknya terhadap manusia.

Keempat, ciri-ciri etika lingkungan hidup yang perlu diperhatikan adalah sikap
dasar menguasai secara berpartisipasi, menggunakan sambil memlihara, belajar
menghormati lingkungan hidup dan kehidupan, kebebasan dan tanggung jawab
berdasarkan hati nurani yang bersih, baik untuk generasi sekarang maupun bagi
generasi yang akan datang. Yang juga penting adalah soal oreintasi dalam
pembangunan, yakni tidak hanya bersifat homosentri, yang sering tidak
memperhitungkan ecological externalities, melainkan juga ekosentris. Pembangunan
tidak hanya mementingkan manusia, melainkan kesatuan antara manusia dengan
keseluruhan ekosistem atau kosmos.

Nilai-nilai etika lingkungan sangat mudah dipahami oleh segenap lapisan


masyarakat, melalui penerapan konsep lingkungan hidup melalui pendidikan formal
yang terintegrasi dengan mata pelajaran lain misalnya PPKn, Pendidikan Agama,
Pendidikan Biologi, Pendidikan Geografi serta mata pelajaran lainnya yang relevan.
Kementerian Pendidikan Nasional melalui Biro Perencanaan ke Luar Negeri merupakan
institusi pemerintah yang sangat apresiasi dalam menjaga kualitas lingkungan hidup,
melalui peningkatan sumber daya manusia. Hal ini dilakukan agar tercipta intelektual-
intelektual muda yang lebih bermartabat, bersaing dan berdaya guna dalam
menyongsong era globalisasi transformasi, menuju Indonesia yang lebih baik, adil dan
makmur.(**)

You might also like