You are on page 1of 25

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tembakau diketahui oleh Colombus yang berlayar mengelilingi dunia

pada tahun 1492. Beliau menemukan benua Amerika dan mendarat di pulau

Sansalvador. Belaiu menemukan suku Indian yang menghisap dadaunan dan

bertanya mengapa mereka melakukan hal itu. Mereka mengatakan dengan

menghisap dadaunan itu mereka dapat merasakan nikmat, ngantuk, mabuk,

mengurangi kelelahan (segar) dan juga mengobati penyakit (Matwani, 1997).

Tembakau merupakan komoditi perkebunan penting sebagai penghasil

devisa dan sumber pendapatan usahatani. Harga Komoditi tinggi dan pengusahaan

teknik usahatani yang melekat dengan petani menjadikan usahatani tembakau

merupakan mata pencaharian pokok. Pengelolaan Tembakau Vor Oogst Madura

dilakukan oleh perkebunan rakyat dihadapkan kendala rendahnya produktivitas.

Untuk meningkatkan produktivitas tembakau rakyat (nafive tobacco) pemerintah

melaksanakan program lntensifikasi Tembakau Rakyat Beberapa hambatan

pengembangan produksi Tembakau Madura yaitu teknik budidaya dan

pengolahan tradisional, penggunaan input usahatani tidak optimal, gangguan

cuaca, fluktuasi harga dan serangan hama penyakit tanaman. Padahal sebagai

komoditi tradisional masyarakat (Heriyanto, 2000).

Tembakau mempunyai nilai ekonomi tinggi dan berperan dalam

pendapatan usahatani.Di Indonesia, terdapat berbagai jenis tembakau yang

diproduksi, misalnya Virginia (atau Flue-cured), Burley, Rajangan,

tembakau yang dikeringkan matahari dan udara, serta tembakau untuk


2

cerutu. Namun ada beberapa faktor khas Indonesia yang membuat jenis

tembakau di Indonesia sulit dikelompokkan menjadi jenis Virginia,

Burley atau Oriental. Masing-masing daerah penghasil tembakau di

Indonesia biasanya memiliki jenis tembakau yang unik, disebabkan oleh

kondisi maupun budaya setempat. Oleh karena itu, tembakau biasanya

dinamakan menurut daerah asalnya, misalnya Temanggung, Garut,

Boyolali, dan lain sebagainya. Lebih dari 100 jenis tembakau dihasilkan

di Indonesia, dan 70% dari 200 juta kilogram tembakau yang diproduksi

di Indonesia merupakan jenis Rajangan yang lazim digunakan untuk

membuat rokok kretek (Anonimus, 2010).

Tembakau rajangan sangat unik, dimana hanya terdapat diIndonesia saja.

Tembakau dipasarkan dalam bentuk rajangan, dimana sebelum dipasarkan,

terlebih dahulu dirajang sedemikian rupa, untuk selanjutnya dilakukan proses

pengeringan dengan bantuan sinar matahari (sun cured). Berdasarkan tipe ukuran

rajangannya, terbagi menjadi dua, broad cut (meliputi rajangan kasar dan sedang)

dan fine cut (rajangan halus). Berdasarkan warna hasil fermentasi, tembakau

rajangan dibagi menjadi dua, rajangan kuning dan hitam. Disebut rajangan

kuning, sebab hasil fermentasi nantinya cenderung berwarna kuning, sedangkan

rajangan hitam dikarenakan hasil fermentasi cenderung berwarna gelap

(Padmo dan Djatmiko, 1991).


3

Tujuan Penulisan

Untuk mengatahui budidaya tembakau rajangan dan

permasalahannya.

Kegunaan Penulisan

 Sebagai salah satu tugas mata kuliah Budidaya Tanaman Penyegar

di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

 Sebagai salah satu bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.


4

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Menurut Padmo dan Djatmiko (1991), spesies tanaman tembakau yang

pernah ada di dunia ini diperkirakan mencapai lebih dari 20 jenis, di mana

persebaran geografis sangat mempengaruhi cara bercocok tanam serta spesies,

varietas yang diusahakan, dan mutu yang dihasilkan. Klasifikasi tanaman

tembakau dalam sistematika tumbuhan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Solanales

Famili : Solanaceae

Genus : Nicotiana L.

Spesies : N. tabaccum, N. Rustica

Tanaman tembakau merupakan tanaman berakar tunggang yang tumbuh

tegak ke pusat bumi. Akar tunggangnya dapat menembus tanah kedalaman 50- 75

cm, sedangkan akar serabutnya menyebar ke samping. Selain itu, tanaman

tembakau juga memiliki bulubulu akar. perakaran akan berkembang baik jika

tanahnya gembur, mudah menyerap air, dan subur (Matnawi, 1997).

Tanaman Tembakau memiliki bentuk batang agak bulat, agak lunak tetapi

kuat, makin ke ujung, makin kecil. Ruas-ruas batang mengalami penebalan yang

ditumbuhi daun, batang tanaman bercabang atau sedikit bercabang. Pada setiap
5

ruas batang selain ditumbuhi daun, juga ditumbuhi tunas ketiak daun, diameter

batang sekitar 5 cm (Matnawi, 1997).

Daun tanaman tembakau berbentuk bulat lonjong (oval) atau bulat,

tergantung pada varietasnya. Daun yang berbentuk bulat lonjong ujungnya

meruncing, sedangkan yang berbentuk bulat, ujungnya tumpul. Daun memiliki

tulang-tulang menyirip, bagian tepi daun agak bergelombang dan licin. Lapisan

atas daun terdiri atas lapisan palisade parenchyma dan spongy parenchyma pada

bagian bawah. Jumlah daun dalam satu tanaman sekitar 28- 32 helai

(Matnawi, 1997).

Bakal buah tembakau terletak diatas dasar bunga dan mempunyai 2 ruang

yang membesar, setiap ruang mengandung bakal biji anatrop yang banyak sekali.

Bakal buah ini dihubungkan oleh sebatang tangkai putih dengan sebuah kepala

putik diatasnya (Padmo dan Djatmiko, 1991).

Buah tembakau berbentuk bulat lonjong dan berukuran yang kecil,

didalamnya banyak berisi biji yang bobotnya sangat ringan. Dalam setiap gram

biji berisi 12000 butir biji. Tiap-tiap tembakau dapat menghasilkan rata-rata 25

gram biji. Kira-kira 3 minggu sesudah pembuahan buah tembakau telah jadi

masak (Padmo dan Djatmiko, 1991).

Biji dari buah tembakau yang baru dipungut kadang-kadang belum dapat

berkecambah bila disemaikan sehingga biji tembakau perlu mengalami masa

istirahat atau dormansi. Kira-kira 2-3 minggu untuk dapat berkecambah, untuk

dapat memperoleh kecambah yang baik sekitar 95% biji yang dipetik harus sudah

masak dan telah disimpan dengan baik dengan suhu yang kering

(Padmo dan Djatmiko, 1991).


6

Syarat Tumbuh

Iklim

Tanaman tembakau pada umumnya tidak menghendaki iklim yang kering

ataupun iklim yang sangat basah. Angin kencang yang sering melanda lokasi

tanaman tembakau dapat merusak tanaman (tanaman roboh) dan juga berpengaruh

terhadap mengering dan mengerasnya tanah yang dapat menyebabkan

berkurangnya kandungan oksigen di dalam tanah (Matnawi, 1997).

Untuk tanaman tembakau dataran rendah, curah hujan rata-rata 2.000

mm/tahun, sedangkan untuk tembakau dataran tinggi, curah hujan ratarata 1.500-

3.500 mm/tahun (Matnawi, 1997).

Penyinaran cahaya matahari yang kurang dapat menyebabkan

pertumbuhan tanaman kurang baik sehingga produktivitasnya rendah. Oleh karena

itu lokasi untuk tanaman tembakau sebaiknya dipilih di tempat terbuka dan waktu

tanam disesuaikan dengan jenisnya (Matnawi, 1997).

Suhu udara yang cocok untuk pertumbuhan tanaman tembakau berkisar

antara 21-32,30 C. Tanaman tembakau dapat tumbuh pada dataran rendah ataupun

di dataran tinggi bergantung pada varietasnya. Ketinggian tempat yang paling

cocok untuk pertumbuhan tanaman tembakau adalah 0 - 900 mdpl

(Matnawi, 1997).

Tanah
7

Tanah yang dikehendaki oleh tanaman tembakau adalah tanah yang

gembur, remah, dan mudah mengikat air. Selain itu lahan yang baik untuk

tanaman tembakau adalah yang memiliki tata air dan udara yang baik sehingga

dapat meningkatkan drainase. Hal ini disebabkan karena tanaman tembakau yang

sangat peka terhadap air yang menggenang. Tanah yang optimal bagi tanaman

tembakau adalah yang memiliki pH 5 – 6 (Matnawi, 1997).


8

BUDIDAYA TEMBAKAU RAJANGAN DAN

PERMASALAHANNYA

Budidaya Tembakau Rajangan

Budidaya Masa Prapanen

a. Pembibitan

Langkah pertama dalam pembibitan adalah mengadakan benih yang

bermutu dari varieatas unggul. Benih yang bermutu dan varietas unggul dapat

menentuka hasil tembakau. Varietas unggul tembakau dapat diperoleh dari tetua-

tetua yang memiliki sifat-sifat yang unggul.

Dengan telah lamanya pengembangan tembakau di Indonesia (1860), (de

Jonge, 1989) maka diperkirakan Indonesia telah memiliki plasma nutfah yang

besar sebagai sumber genetik untuk melakukan pemuliaan tanaman. Kelemahan-

kelemahan varietas yang ada terhadap lingkungan marginal seperti hama dan

penyakit, kekeringan, kemiskinan unsur hara dan kemasaman tanah dapat diatasi

dengan memberdayakan berbagai ragam genetik dalam plasma nutfah yang ada.

Pada prinsipnya pembibitan tembakau dapat dilakukan secara bedengan

dengan hasil bibit tembakau cabutan atau sistem polybag dengan hasil bibit dalam

polybag. Kegiatan pembibitan tembakau terdiri dari persiapan benih, pemilihan

tempat pembibitan, pembuatan bedengan, penaburan benih, pemeliharaan, seleksi

dan pemindahan bibit.

1) Benih
9

Benih tembakau sangat kecil dengan indeks biji 50 – 80 mg/1 000

biji atau setiap gram mengandung 13000 butir benih, dengan demikian

untuk dapat menyebar secara merata di atas bedengan tidak dapat

disebarkan secara langsung. Benih yang digunakan untuk pembibitan

harus dipersiapkan dari areal khusus pembibitan dan diseleksi secara tepat.

Benih harus memiliki daya kecambah lebih dari 80 %.

Benih merupakan sarana produksi yang menentukan hasil tembakau

karena setiap benih memiliki sifat genetik dan morfofisiologis yang

mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Benih haruslah

memiliki kemurnian yang tinggi tidak tercampur benih rusak, kotoran

ataupun biji gulma, daya kecambah di atas 80 % dan bebas hama dan

penyakit. Dengan demikian untuk pengadaan benih harus diseleksi dari

pohon induk ataupun proses pemuliaan yang benar serta teknologi

produksi benih yang memenuhi standar sehingga diperoleh benih unggul

dan bermutu.

Untuk pengadaan benih tersebut diperlukan sarana prasarana yang

memadai serta sumber daya manusia yang memahami pemuliaan dan

produksi benih. Untuk itu pengadaan benih haruslah dikelola secara

profesional baik oleh instansi terkait (seperti Balitas Malang dan Badan

Penangkar Benih) dan swasta yang berkecimpung dalam industri

tembakau. Sebagai contoh kasus Balitas Malang telah menghasilkan

beberapa varietas unggul tembakau beserta sistem produksi benihnya.

Contoh yang lain adalah untuk petani tembakau binaan PT. BAT Indonesia

Tbk memperoleh benih yang dihasilkan secara standar produksi benih oleh
10

PT. BAT Indonesia Tbk di Bali. Hasil dari benih ini adalah : keseragaman

tanaman, vigor tanaman tinggi yang diawali oleh daya kecambah yang

tinggi. Sedangkan contoh kasus petani Temanggung yang menggunakan

benih hasil panen sendiri terdapat banyak kelemahan seperti daya

kecambah serta produksi yang rendah.

2) Pesemaian Bedengan

Kegiatan pertama adalah pemilihan lahan untuk pembibitan dengan

kriteria : dekat dengan areal pertanian, dekat dengan sumber air, tanahnya

gembur subur dan mudah diolah, lahan terbuka terhadap sinar matahari,

bebas dari tanaman famili Solanaseae pada pertanaman sebelumnya dan

bebas dari gangguan hewan peliharaan.

Pengolahan Tanah pesemaian bedengan dilakukan 30 – 35 hari

sebelum penaburan benih. Pengolahan tanah ini harus sudah dilakukan

70 – 80 hari sebelum tanam agar bibit siap salur pada waktu tanam, karena

umur bibit tembakau siap salur adalah 40 – 45 hari. Pengolahan tanah

terdiri dari pembajakan I dan pembajakan II dengan interval 1 sampai 2

minggu dan dengan kedalaman bajak 30 – 40 cm. Bedengan dibentuk

dengan arah timur barat yang berukuran lebar 1 m panjang 5 m tinggi 30

cm dan jarak antar bedengan 75 – 100 cm.

Penaburan Benih dilakukan setelah bedengan semai siap tanam.

Sebelum penaburan benih dilakukan pemupukan dasar dengan dosis

0,5 – 1 kg pupuk NPK/m2, 3 sampai 4 hari sebelum sebar. Benih

tembakau dapat disebar di bedengan dengan perendaman atau tanpa

rendaman sebelumnya. Perendaman benih dapat dilakukan selama 48 jam


11

sebelum sebar. Penaburan benih dapat dilakukan dengan gembor berisi air

ditambah sabun sebagai pendispersi agar benih tidak mengumpul.

Penyebaran benih tanpa perendaman dapat dilakukan dengan mencampur

benih dengan abu atau pasir halus agar merata.

Pembibitan perlu diberi naungan untuk melindungi benih dari cahaya

matahari konstruksi atap naungan terbuat dari bambu berbentuk setengah

lingkaran memanjang sepanjang bedengan. Naungan dapat digunakan

plastik Polyetilen berukuran 5,2 m x 1,2 m x 0,5 m. Plastik Polyotilen

(atap) dapat dibuka dari pukul 07.00 sampai 10.30 pada saat bibit berumur

15 – 20 hari, pukul 07.00 – 12.00 pada saat umur bibit 20 – 28 hari dan

satu hari penuh setelah umur bibit 28 hari.

Di atas benih perlu dihamparkan mulsa dari potongan jerami

berukuran ± 25 cm. Mulsa tersebut berfungsi untuk mencegah benih

berpindah pada saat penyiraman atau saat hujan, melindungi kecambah

dari matahari dan mengurangi penguapan serta mencegah kerusakan

permukaan bedengan.

Pemeliharaan pembibitan meliputi penyiraman, pemupukan,

pengaturan naungan, penjarangan mulsa, penyiangan, penjarangan

tanaman, pengendalian hama dan penyakit dan seleksi bibit. Penyiraman

pada pembibitan harus dilakukan secara intensif untuk memperoleh

pertumbuhan bibit yang baik. Waktu dan volume penyiraman pada

pembibitan seperti tertera pada tabel berikut.

Waktu dan Volume Penyiraman pada Pembibitan Tembakau


12

Waktu Penyiraman
No Frekuensi Volume (l/m2)
(HSS)
1. 0–7 3 – 4 kali/hari 4.2 – 5.6
2. 7 – 20 2 – 3 kali/hari 2.8 – 4.2
3. 20 – 30 1 – 2 kali/hari 1.4 – 2.8
4. 30 – 35 1 kali/minggu 1.5
Keterangan : HSS = Hari Setelah Sebar

Sumber : Standar kultur Teknis PT. BAT Indonesia Klaten

Pemupukan bedengan semai dilakukan 3-4 hari sebelum penaburan benih.

Dosis pemupukan adalah 35 g ZA, 100 g SP-36 dan 20 g ZK per m2 bedengan.

Atau dapat digunakan pupuk majemuk NPK dengan dosis 0.1 – 1 kg/m2

bedengan. Pupuk ditabur merata di atas bedengan dan dicampur dengan lapisan

tanah atas.

Hama dan penyakit yang sering menyerang pembibitan adalah ulat daun,

ulat pucuk, ulat tanah dan penyakit rebah kecambah Phytium spp. Contoh jadwal

penyemprotan insektisida dan fungisida pada pembibitan tembakau seperti tersaji

pada tabel berikut.

Jadwal Penyemprotan Insektisida dan Fungisida di Pembibitan Tembakau

Umur
Volume
No Bibit Insektisida Fungisida
Air (l/ha)
(hari)
1 14 500 Fastac atau Decis Benlate
2 17 500 Fastac atau Decis Benlate
20 500 Fastac atau Decis Topsin atau
3
Orthocide
23 600 Fastac atau Decis Topsin atau
4
Orthocide
26 600 Azodrine atau Gusadrin Topsin atau
5
Orthocide
6 29 700 Fastac atau Decis Benlate
32 800 Fastac atau Decis Topsin atau
7
Orthocide
36 900 Azodrine Topsin atau
8
Orthocide
13

9 38 1000 Azodrine Benlate


10 41 1500 Fastac/Decis/Gusadrin Benlate
Sumber : Arsip Kebun Wedi Birit, (1998)

Penjarangan bibit (reseting) perlu dilakukan untuk menghindari

kelembaban yang berlebihan karena bibit terlalu padat yang dapat menimbulkan

serangan penyakit rebah kecambah atau lanas. Disamping itu penjarangan juga

diperlukan agar bibit tidak mengalami etiolasi dan tidak terjadi persaingan unsur

hara sehingga bibit tumbuh dengan vigor seragam. Reseting dilakukan pada umur

21 hari.

Seleksi bibit dilakukan tiga kali yaitu pada umur 10 – 13 hari, 20 – 23 hari

dan 33 hari. Bibit siap salur memiliki kriteria umur 38 – 40 hari, tinggi bibit 10 –

12 cm, diameter batang 0,8 – 1 cm, jumlah daun 5 -6 lembar, warna daun hijau

dan tanaman sehat. Pencabutan bibit dilakukan pada pagi atau sore hari dengan

menyiram bedengan sebelumnya. Pencabutan dilakukan dengan menyatukan daun

yang telah sempurna.

b. Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah ditujukan untuk memberi kondisi yang menguntungkan

bagi pertumbuhan akar tanaman tembakau, sehingga sistem perakaran

berkembang baik dan mampu menyerap air serta unsur hara dalam jumlah yang

cukup untuk menunjang pertumbuhan yang terjadi dalam waktu singkat. Guna

memperoleh perakaran yang baik pengolahan tanah harus mencapai kedalaman

olah lebih dari 30 cm, disamping upaya lain kearah terbentuknya struktur tanah

yang remah.

Untuk lahan bekas sawah pekerjaan pertama adalah membersihkan jerami

kemudian dilanjutkan dengan pembuatan got keliling untuk mengeringkan lahan


14

dan sebagai saluran irigasi di areal pertanaman tembakau. Selanjutnya dilakukan

pembajakan pertama dan dilanjutkan bajak ke-dua dengan arah memotong bajak

pertama. Gebrus total dilaksanakan sesudah jarak tanam yang digunakan

ditentukan. Gebrus total dilakukan dengan cara menarik tanah lapisan atas dan

mencangkul tanah lapisan bawah sedalam 30 cm untuk menutup lubang

dibelakangnya. Gebrus total bertujuan untuk menembus lapisan olah dan oksigen

tanah. Selanjutnya dilakukan bajak 3 dan bajak 4 serta penghancuran tanah yang

masih berupa bongkahan. Guludan yang tinggi menentukan keberhasilan tanaman

tembakau karena berhubungan dengan drainase dan pemupukan.

Pengolahan tanah dilakukan 70 hari sebelum penanaman dimana H-70

dilakukan pembersihan jerami, H-60 pembuatan got keliling, H-55 pembajakan 2,

H-40 pembajakan 3, H-30 pembajakan 4, H-25 pembersihan rumput di pematang

dan H-15 dilakukan bajak siap tanam.

c. Penanaman

1) Jarak Tanam dan Populasi Tanam

Tembakau rajangan Temanggung Jarak tanam digunakan 100 cm x

50cm (jarak tanam pagar ganda) atau 100 cm x 75 cm. Populasi tanaman

berkisar antara 11.000 hingga 18.000 batang/ha.

Tembakau rajangan Madura ditanam dengan populasi berkisar antara

20.000 sampai dengan 33.000 tanaman/ha. Jarak tanam yang paling baik

adalah 100 cm x 50 cm atau 100 cm x 45 cm dengan populasi tanaman

33.000 tanaman /ha.

2) Musim Tanam dan Penanaman


15

Tembakau rajangan ditanam pada bulan Maret-April.Untuk

menjamin pertumbuhan tanaman yang seragam dilakukan seleksi bibit yang

akan ditanam. Penyiraman pada waktu penanaman dapat dilakukan sebelum

atau setelah penanaman. Untuk mencegah serangan hama pada bibit yang

baru ditanam di sekitar lubang tanam diaplikasikan Furadan 3G dengan dosis

2 gram/lubang tanam.

Waktu tanam sebaiknya dilakukan pada sore hari (pukul 14.00 –

17.00) untuk menghindari kelayuan bibit karena terik sinar matahari. Cara

penanaman diusahakan agar akar bibit tidak terlipat dan patah. Penanaman

dilakukan dengan tangan sedalam 4 cm kemudian tanah ditekan agar pangkal

batang dan akar melekat dengan tanah.

Penyiraman sebanyak 1 liter/lubang tanam dilakukan setelah

penanaman setiap pagi dan sore sampai tanaman “nglilir” (mulai tumbuh).

Penyulaman dilakukan mulai umur 3 hari sampai umur 10 hari setelah tanam,

bibit diambil dari cadangan bibit yang ditanam diantara barisan tanaman.

Pemeliharaan Tanaman dalam Budidaya Tembakau

Pendagiran/pembumbunan

Pendangiran dimaksudkan untuk memperbaiki susunan udara tanah,

memudahkan perembesan air, mengendalikan gulma dan memperbaiki

guludan. Pendangiran dilakukan secara hati-hati agar tidak merusak akar


16

tanaman yang berada pada kedalaman 30 cm – 40 cm di dalam tanah.

Pendangiran dilakukan 3 – 4 kali tergantung pada kondisi tanah pada lahan

dan gulma. BAT di Klaten misalnya melakukan pendangiran sebanyak 4 kali

yaitu pada 1 sampai 14 HST 30 – 35 HST, 45 – 55 HST dan 80 – 85 HST.

Pendangiran umumnya dilakukan setelah pengairan.

1) Pemupukan

Pemupukan pada tanaman tembakau ditujukan untuk memenuhi unsur

hara sehingga tanaman dapat menghasilkan krosok yang tinggi baik jumlah

maupun kualitasnya. Untuk menghasilkan 2.000 kg krosok/ha tanaman

tembakau menyerap unsur hara seperti tertera pada tabel berikut.

Jumlah Unsur Hara yang Terserap Oleh Tanaman Tembakau untuk

Menghasilkan 2.000 kg krosok/ha.

Unsur Hara
Kg/ha
Tanaman
N 70
P 12
K 80
Ca 55
Mg 22
S 18
B 0,07
Mn 0,7
Fe Sedikit
Zn Sedikit
Cu 0,04
Mo Sedikit
Sumber : McCants dan Woltz (1967)

Dosis pupuk yang diterapkan sangat beragam tergantung pada tanah

teknologi, jenis tembakau dan kemampuan pendanaan. Tembakau Rajangan

Temanggung : Pemupukan yang diterapkan petani : 600 kg ZA, 100 kg TSP


17

dan pupuk kandang sekitar 17-22,5 ton/ha. Tembakau Madura : 200 kg ZA/ha,

100 – 120 kg SP36/ha dan 5 ton pupuk kandang/ha.

2) Pemangkasan

Pada tanaman tembakau dikenal 2 macam pemangkasan yaitu : topping

(pangkas pucuk) dan suckering atau pembuangan tunas samping (wiwil).

Pangkas pucuk maupun wiwil pada tanaman tembakau bertujuan untuk

menghentikan pengangkutan bahan makanan ke mahkota bunga atau kekuncup

tunas sehingga hasil foto sintesis dapat terakumulasi pada daun sehingga

diperoleh produksi krosok dan kualitasnya yang tinggi. Pangkas pucuk dan

wiwil biasanya dilakukan secara manual. Pangkasan pucuk dilakukan pada saat

button stage atau saat daun berjumlah 20 helai di atas daun bibit. Pangkasan

wiwil dilakukan 3 sampai 5 hari sekali pada saat panjang tunas samping sekitar

7 cm. Wiwil dilakukan sampai panen berakhir. Pangkasan wiwil saat ini sudah

dapat dilakukan dengan bahan kimia (sucrisida) Hyline 715. Penggunaan

sucrisida memberikan hasil yang lebih baik.

Panen

Panen dilakukan secara bertahap, pemetikan daun sebanyak 5 – 8 kali

tergantung kemasakan dan jumlah daun. Saat panen biasanya dimulai apabila

sudah ada berita tentang dimulainya pembelian tembakau rajangan oleh pabrik

rokok atau gudang mulai buka. Panen daun tembakau dilakukan 10 – 15 hari

sebelum awal pembelian tembakau rajangan. Pemetikan daun dimulai dari bawah,

dipetik 2 – 3 lembar daun setiap kali petik. Daun yang siap panen ditandai oleh

perubahan warna daun, dari hijau menjadi kuning kehijauan, warna tulang daun
18

putih/hijau terang, tepi daun mengering, permukaan daun agak kasar dan tangkai

daun mudah dipatahkan. Waktu panen pagi hari setelah embun menguap sampai

siang hari. Apabila waktu panen turun hujan, maka daun yang cukup matang

segera dipetik atau ditunda 6-8 hari. Daun yang telah dipetik segera diproses atau

diolah menjadi tembakau rajangan. Pengolahan tembakau rajangan terdiri dari 3

tahap kegiatan, yaitu Pemeraman, perajangan dan penjemuran.

Pasca Panen

Sebelum diperam, daun tembakau disortasi agar diperoleh daun hijau yang

ukurannya seragam. Pemeraman dilakukan dengan cara mengatur daun, yaitu

didirikan di rak pemeraman. Lamanya pemeraman tergantung dari posisi daun

pada batang. Daun koseran ( daun bawah), lama pemeraman 1-2 malam (24 – 48

jam) dengan warna daun peraman hijau-kekuningan. Daun tengah memerlukan

waktu peraman 3 – 5 malam (72-120 jam) dengan warna peraman hijau

kekuningan sampai kuning merata. Sedangkan daun tengah yang tebal dan daun

atas memerlukan waktu peraman 4 – 7 malam (96 – 168 jam) dengan warna daun

peraman kuning merata sampai kuning kemerahan.

Setelah daun tembakau diperam, selanjutnya dilakukan perajangan.

Perajangan dimulai pada tengah malam sampai pagi dengan tujuan hasil rajangan

dapat segera dijemur pada pagi harinya. Tebal irisan (rajangan) daun tembakau

temanggung antara 1.5 mm – 2.0 mm, pisau yang digunakan untuk merajang

harus selalu tajam agar hasil rajangannya baik dan seragam. Setelah daun

tembakau dirajang, kemudian tembakau rajangan dicampur merata (digagrak) dan

diratakan di atas “widig” atau “rigen” untuk dijemur.


19

Penjemuran hasil rajangan harus kering dalam 2 hari, tergantung panas

matahari. Pada hari pertama rajangan di balik apabila lapisan atas sudah cukup

kering, pekerjaan ini dilakukan kira-kira pukul 10.00 – 11.00. Pada malam

harinya, rajangan diembunkan untuk memperoleh warna hitam. Pada hari kedua,

penjemuran dimulai pada siang hari sampai rajangan tembakau lemas kembali.

Setelah rajangan tersebut kering, kemudian dimasukkan kedalam keranjang

bambu. Di dalam satu keranjang berisi tembakau rajangan yang sama mutunya.

Selanjutnya tembakau rajangan siap dijual ke “gudang perwakilan pabrik rokok”

atau kepada “tengkulak pengumpul”.

Permasalahan dalam Budidaya Tembakau Rajangan

Permasalahan Budidaya

Permasalahan budidaya pada tembakau rajangan adalah dari aspek

pengendalian hama dan penyakit. Selain itu tanaman tembakau ini sangat sensitif

terhadap cuaca terutama untuk tembakau Voor Oogst. Tembakau ini menghendaki

cuaca yang benar-benar kering pada saat panen dan adanya hujan walaupun dalam

volume kecil akan sangat merusak hasil tembaka.

Permasalahan hama dan penyakit pada tanaman tembakau rajangan adalah

sebagai berikut.

a. Penyakit

Beberapa penyakit yang dapat menimbulkan kerugian cukup besar pada

tanaman tembakau adalah penyakit lanas, penyakit rebah kecambah, penyakit


20

kerupuk dan penyakit layu bakteri. Secara ringkas diskripsi penyakit-penyakit

tersebut adalah sebagai berikut.

1) Penyakit Rebah Kecambah. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan

Phytium spp, Sclerotium sp dan Rhizoctonia sp. Penyakit ini pada

umumnya menyerang di pembibitan, dengan gejala serangan pangkal bibit

berlekuk seperti terjepit, busuk, berwarna coklat dan akhirnya bibit roboh.

Penyakit biasanya menyerang didaerah dengan suhu 240C, kelembaban di

atas 85 % drainase buruk curah hujan tinggi dan pH tanah 5,2 – 8,5.

Penyakit ini dapat diatasi dengan pengaturan jarak tanam pembibitan,

disinfeksi tanah sebelum penaburan benih atau penyemprotan pembibitan

serta pencelupan bibit sebelum tanam dengan fungisida netalaksil 3 g/liter

air Mankozep (2 – 3 g/liter air), Benomil 2 – 3 g/liter air dan Propanokrab

Hidroklorida 1 – 2 ml/l air.

2) Penyakit Lanas. Patogen penyebab penyakit ini adalah cendawan

Phytophthora nicotianae var Breda de Haan (Semangun 1988). Gejala

serangannya dapat dibedakan menjadi 3 tipe yaitu : Tipe 1; tanaman yang

daunnya masih hijau mendadak terkulai layu dan akhirnya mati, pangkal

batang dekat permukaan tanah busuk berwarna coklat dan apabila dibelah

empulur tanaman bersekat-sekat, Tipe 2; daunnya terkulai kemudian

menguning tanaman layu dan akhirnya mati, Tipe 3; bergejala nekrosis

berwarna gelap terang (konsentris) dan setelah prosesing warnanya lebih

coklat dibanding daun normal. Cara pencegahannya adalah melakukan

sanitasi pengolahan tanah yang matang memperbaiki drainase penggunaan

pupuk kandang yang telah masak, rotasi tanaman minimal 2 tahun dan
21

menggunakan varietas tahan seperti Coker 48, Coker 206 NC85, DB 102,

Speight G-28, Ky 317, Ky 340, Oxford 1, dan Vesta 33 (Lucas 1975,

Powel 1988, Melton 1991). Pengendaliannya dapat dilakukan dengan

penyemprotan fungisida pada pangkal batang dengan menggunakan

fungisida Mankozeb 2 – 3 g/liter air, Benomil 2 -3 g/liter air, Propanokarb

Hidroklorida 1 – 2 ml air dan bubur bordo 1 – 2 %.

3) Penyakit Kerupuk. Patogen penyebabnya adalah virus krupuk tembakau

(Tabacco Leaf Corl Virus = TLCV). Gejala serangannya adalah daun

terlihat agak berkerut, tepi daun melengkung ke atas, tulang daun

bengkok, daun menebal, atau sampai daun berkerut dan sangat kasar.

Pencegahan penyakit ini adalah memberantas vektor lalat putih (Bemisia

tabaci) dengan insektisida dimetoat atau imedakloprid.

4) Penyakit Layu Bakteri. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri

Pseudomonas solanacearum. Gejala serangannya adalah layu sepihak pada

daun maupun sisi pertanaman, bentuk daun asimetris, pangkal batang

busuk berwarna coklat. Apabila potongan batang atau ibu tulang daun

dimasukkan kedalam air jernih akan tampak aliran masa bakteri putih

seperti asap rokok.

5) Penyakit lain yang kurang berbahaya tapi sering menyerang tanaman

tembakau adalah penyakit mosaik tembakau, nematoda, karat daun, embun

tepung dan antraknosa.

b. Hama Tembakau
22

Beberapa hama yang sering menimbulkan kerugian pada tanaman

tembakau yaitu ulat pucuk tembakau, ulat grayak, kutu tembakau, kutu putih dan

ulat tanah.

1) Ulat Pucuk Tembakau (Helicoverpa assulta Genn dan Helicoverpa

armigera Hubner). Gejala serangan terlihat dari daun tembakau yang

berlubang-lubang karena ulat memakan pucuk daun dan daun atas. Pada

saat serangan terjadi gejala tersebut belum nampak dan gejala akan

nampak jelas setelah daun tembakau membesar. Tanaman inang lain

adalah kapas, jagung, tomat, kedelai, buncis, asparagus dan jarak.

Pengendalian dengan penyemprotan insektisida seperti permetrin 2 g/liter

atau betasiflutrin 25 g/liter.

2) Ulat grayak ( Spodoptera litura F). Serangan terjadi pada malam hari

biasanya bergerombol di pembibitan maupun di pertanaman. Dari stadia

telur sampai menjadi larva instar 5 yang dapat menyerang tanaman

memerlukan waktu 22 – 60 hari. Pengendalianya penyemprotan dengan

insektisida seperti pada ulat pucuk atau mengumpulkan masa telur.

3) Kutu Tembakau (Myzus persicae). Kutu ini merusak tanaman tembakau

karena mengisap cairan daun tanaman, menyerang di pembibitan dan

pertanaman, sehingga pertumbuhan tanaman terhambat. Kutu ini

menghasilkan embun madu yang menyebabkan daun menjadi lengket dan

ditumbuhi cendawan berwarna hitam. Kutu daun secara fisik

mempengaruhi warna, aroma dan tekstur dan selanjutnya akan mengurangi

mutu dan harga. Secara Khemis kutu daun mengurangi kandungan

alkoloid, gula, rasio gula alkoloid dan maningkatkan total nitrogen daun.
23

Kutu daun dapat menyebabkan kerugian sampai 50 %, kutu daun dapat

menyebabkan kerugian 22 – 28 % pada tembakau flue-cured. Cara

pengendalian hama ini adalah dengan mengurangi pemupukan N dan

melakukan penyemprotan insektisida yaitu apabila lebih besar dari 10 %

tanaman dijumpai koloni kutu tembakau (setiap koloni sekitar 50 ekor

kutu). Pestisida yang digunakan yaitu jenis imidaklorid.

4) Kutu Putih (Bemisia tabaci Genn). Baik kutu dewasa maupun nimfanya

mengisap cairan daun sehingga daun menjadi rusak. Disamping merusak

daun, kutu ini juga menjadi vektor bagi virus krupuk atau penyakit mosaik

tembakau. Cara pengendalian dengan sanitasi lahan dan meyemprot

dengan insektisida Klorpirifos.

Untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman tembakau perlu

dilakukan pengamatan ambang ekonomis serangan sebagai langkah pengendalian

dini (“Early Warning System”). Dengan langkah tersebut dapat diidentifikasi

apakah perlu atau tidak untuk melakukan tindakan pengendalian. Apabila hal ini

dilakukan jarang sekali terjadi ledakan serangan hama dan penyakit yang dapat

menimbulkan kerugian pada pengusahaan tembakau.

Permasalahan Sosial Ekonomi

Tanaman tembakau merupakan tanaman komersial dengan memanfaatkan

daunnya untuk rokok, pipa atau tembakau kunyah (chewing) atau untuk dihisap

lewat hidung atau tembakau sedotan (snuff). Tembakau merupakan sumber

nikotina yaitu, suatu zat addictive, dan juga sebagai bahan dasar untuk beberapa

jenis insektisida. Di Indonesia, tembakau telah dikenal sejak 400 tahun yang lalu

sebagai tanaman obat ataupun bahan halusinogen (Balitas, 1994). Sampai saat ini
24

tanaman tembakau dengan beragam jenis diusahakan di Indonesia dengan hasil

industri utama adalah rokok. Volume produksi dan luas tanam terus-menerus

mengalami penurunan sejak gencarnya kampanye anti rokok. Kampanye anti

rokok sendiri diawali pada tahun 1964 sejak adanya laporan khusus kedokteran

Amerika bahwa diperoleh hubungan yang erat antara merokok dan kangker paru-

paru. Walaupun komoditi ini mendatangkan pendapatan yang besar bagi negara

maupun pelaku bisnis tembakau namun terus mandapat tekanan dari pihak-pihak

anti rokok.

Selain itu permasalahan bagi petani tembakau rajangan adalah industri

hilir tembakau terbatas pada rokok sehingga terjadi sistem perdagangan yang

tidak sehat. Perdagangan tembakau saat ini sangat dikuasai oleh pabrik rokok

sehingga harga maupun volume pembelian ditentukan sepenuhnya oleh pabrik

rokok dan agen-agennya.

Hambatan lain pada petani tembakau ini adalah skala pengusahaan

tembakau rakyat sangat kecil (rata-rata 0,25 ha) sehingga sulit untuk menerapkan

teknologi moderen yang efisien. Hal ini juga menyebabkan petani tidak memiliki

posisi tawar yang baik terhadap pedagang.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
25

1. Tembakau merupakan komoditi perkebunan penting sebagai penghasil devisa

dan sumber pendapatan usahatani.

2. Tembakau rajangan sangat unik, dimana hanya terdapat diIndonesia saja.

Tembakau dipasarkan dalam bentuk rajangan, dimana sebelum dipasarkan,

terlebih dahulu dirajang sedemikian rupa.

3. Budidaya Tembakau Rajangan pada umumnya hampir sama dengan

tembakau yang lain, yang berbeda adalah hanya pada budidaya pasca panen.

4. Permasalahan budidaya pada tembakau rajangan adalah dari aspek

pengendalian hama dan penyakit. Selain itu tanaman tembakau ini sangat

sensitif terhadap cuaca.

5. Permasalahan dari segi sosial ekonomi yaitu terutama adanya tekanan dari

pihak-pihak anti rokok, industri hilir tembakau terbatas pada rokok, dan

pengusahaan tembakau rakyat yang sangat kecil (rata-rata 0,25 ha)

Saran

Sebaiknya pemerintah lebih memperhatikan pertanian tembakau rakyat,

baik dari segi penerapan teknologi pada sistem budidaya maupun pemasaran hasil

produksi tembakau rakyat, agar petani tembakau lebih sejahtera.

You might also like