Professional Documents
Culture Documents
- 1830)
-SAN-
Tuanku Rao adalah seorang di antara murid Tuanku Imam yang terkenal
bergelar Pakih Muhammad. Ia seorang pemuda yang berasal dari Padang
Mattinggi, Rao Ayahnya berasal dari Huta na Godang. Dalam tradisi Batak,
Tuanku Rao adalah kemenakan dari Singamaraja X yang menguasai daerah
Bangkara Toba. Nama kecilnya Pongki na Ngolngolan.
Tuanku Rao mula-mula mengaji di Koto Tuo sampai bergelar Pakih
Muhammad. Kemudian menyelesaikan pengajiannya di Bonjol. Atas permintaan
Pakih Muhammad Ia minta diiringkan oleh Tuanku Nan Barampek berangkat ke
Rao. Kedatangan rombongan mulanya disambut dengan perang. Kemudian orang
Rao dapat dikejar sampai ke Langsek Kodok. Dalam peperangan ini Rajo
Dubalang Rao kena tembak, sehingga mereka berdamai.
Yang Pituan Padang Unang berjanji kepada Tuanku Imam akan menjalankan
hukum syarak di nagari Rao dan menanam imam dan khatib. Tuanku nan
Barampek dijemput Datuk Manjunjung Alam dari Padang Mattinggi untuk
meresmikan Pakih Muhammad menjadi Imam Besar di nagari Rao dan bergelar
Tuanku Rao. Pengakatan ini disetujui Yang Dipertuan Padang Nunang dan
penghulu Nan Lima Belas di nagari Rao. Semenjak itu Pakih Muhammad lebih
dikenal sebagai Tuanku Rao. Ia dibantu kemenakannya, Bagindo Suman, sebagai
kepala hulubalang.
Selama Perang Agama (1807 -1812) di Bonjol, Tuanku Rao ikut membantu
Tuanku Imam Bonjol bersama Tuanku Mudo dan hulubalang meluaskan
pembaruan ke daerah sekitarnya Rao sampai ke Rambah Kapanuhan dan Rokan,
sehingga jalan dagang terbuka melalui Sosa dan Barumum, di pantai timur.
Pada tahun 1830, pasukan Belanda dapat menguasai benteng Tiagan setelah
mengorbankan 10 orang serdadu tewas dan 50 orang luka-luka. Pasukan Bonjol
mengundurkan diri dengan menyelamatkan dua pucuk meriam ke luar benteng.
Barang-barang beberapa bal kain besar, 100 pikul beras, besi batangan, peti uang
yang dikosongkan, kopi, dan kulit manis diangkut Belanda ke kapal. Peto Magek,
menantu Tuanku Alam Sasak, dianggap Belanda sebagai seorang penyeludup
besar, karena banyaknya barang temuan itu.
Pada tahun 1830, Tuanku Imam mengumpulkan semua pangkal tuo (kepala
dubalang) sebagai persiapan untuk menyerang kedudukan Belanda di Air Bangis.
Dari laporan Tuanku Bujang dari Aceh, menyatakan kapal dagang yang lewat di
sana harus membayar pajak ke loji Belanda. Jika tidak, ditembak oleh Belanda.
Benteng Belanda itu terletak di tanah gosong yang dilindungi oleh beberpa pohon
kelapa. Pasukan Tuanku Imam dan pasukan Tuanku Rao menyerang gosong Air
Bangis. Semua pasukan Belanda mati dalam penyerangan ini.
Sumber: Drs. Sjafnir Aboe Nain, Tuanku Imam Bonjol, Sejarah Intelektual Islam di Minangkabau
(1784-1832), Penerbit ESA, Padang 1988
-------, Naskah Fagih Saghir, alih tulis, tt
---------, alih tulis Naskah Tuanku Imam Bonjol oleh Naali Sulthan Caniago, Pemda
Sumatra
Barat, 1989