Professional Documents
Culture Documents
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan
Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi
OLEH
M. IMAM MUSLIH
NIM 04110186
viii
ASIA BAKIG FIACE AD IFORMATICS ISTITUTE PERBAAS
JAKARTA
PROGRAM STUDI AKUTASI
2008
ASIA BAKIG FIACE AD IFORMATICS ISTITUTE
PERBAAS JAKARTA
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
PERSETUJUA
Oleh:
Nama : M. Imam Muslih
NIM : 04110186
Program Studi : S1-Akuntansi
PEGESAHA
Hari :
Tanggal :
Waktu :
oleh
Nama : M. Imam Muslih
NIM : 04110186
Mengetahui
Ketua Program Studi Akuntansi
PERYATAA
Seluruh isi dan materi skripsi ini menjadi tanggung jawab
penyusun sepenuhnya.
M. Imam Muslih
04110186
ABSTRAK
Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
nikmat dan kasih sayang yang tiada terkira sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.
Adapun tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah sebagai syarat untuk
bantuan dan dukungan beberapa pihak baik bantuan moril maupun materiil. Untuk itu
2. Bapak Dr. Cyrillus Harinowo, selaku ketua ABFI Institut Perbanas Jakarta.
3. Bapak Niko Silitonga S.E., M.M., Ketua program studi Akuntansi ABFI Institut
Perbanas Jakarta.
4. Ibu Dra. Wiwiek Prihandini Ak., M.M., Pembimbing Skripsi yang telah
6. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas Jakarta yang
7. Adik-adikku tersayang Sesit dan Jeky serta bang Ardi Yanto S.E & istri. yang selalu
8. Teman – teman sekampung: Kontras, Scenk, Juru, sersan Nodo, Basir, Daruz, sersan
Icol, Budi Maksudi, de Oliph, mba Opie, Nutan yang tak ada kabar, ustadz Zaini,
Vampir, dan semua temen yang selalu hadir dari SDN 1 Gumalar sampe SMA 1
9. Temen2 gokil sekampuz: Sandy, De2n, Dayat, N’cek, Platuck, Agus, Said, Viddy,
Djawa, Yanto, Manda, Youlee, Ari, Maria, Jerie, Ucup, Anggih, Yudist, Ayu, Dian
10. Temen – temen yang tergabung dalam Total Chaos yang berubah dalam Evolution
Chaos terus menjadi Koes Ploes dan kemudian Rhoma Irama dan terakhir menjadi
Rocker Irama, akhirnya kita bisa peringkat tiga, I will miss the moment..!!
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dari skripsi ini namun semoga tetap
M. Imam Muslih
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Penelitian 1
1.2 Identifikasi Masalah 5
1.3 Perumusan Masalah 5
1.4 Pembatasan Masalah 6
1.5 Tujuan Penelitian 7
1.6 Manfaat Penelitian 7
1.7 Sistematika Penulisan 8
BAB II LANDASAN TEORI 10
2.1 Pasar Modal 10
2.1.1 Definisi Pasar Modal 10
2.1.2 Jenis – jenis Pasar Modal 12
2.2 Investasi 13
2.2.1 Definisi Investasi 13
2.2.2 Proses Investasi 14
2.3 Analisis Portofolio 15
2.3.1 Portofolio Yang Efisien 16
2.4 Risiko Investasi Pada Pasar Modal 16
2.4.1 Jenis – jenis Risiko Investasi 17
2.5 Return Saham Dan Pengukurannya 19
2.6 Model Penilaian Aset Modal (Capital Asset Pricing Mod l - CAPM) 21
2.6.1 Garis Pasar Sekuritas (SML) 24
2.6.2 Garis Pasar Modal (CML) 25
2.7 Teori Arbitrase Harga (Arbitrage Pricing Theori - APT) 26
2.7.1 Perubahan Tingkat Inflasi 28
2.6.2 Perubahan Tingkat Suku Bunga BI Rate 30
2.6.3 Perubahan Nilai Tukar Atau Kurs 31
2.8 Penelitian – Penelitian Sebelumnya 32
2.9 Kerangka Pemikiran 34
2.10 Spesifikasi Model 37
2.11 Hipotesis Penelitian 38
BAB III METODE PENELITIAN 39
3.1 Metode Yang Digunakan 39
3.2 Opersionalisasi Variabel 40
3.3 Populasi Dan Sampel 41
3.4 Metode Pengumpulan Data 43
3.5 Pengujian Hipotesis 43
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 49
4.1 Deskripsi Variabel Makro 49
4.2 Deskripsi Imbalan Saham 51
4.3 Pengaruh Premi Pasar Terhadap Premi Saham Pada Model CAPM 52
4.3.1 Uji Asumsi Klasik: Normalitas 52
4.3.2 Uji Asumsi Klasik: Autokorelasi 53
4.3.3 Uji Asumsi Klasik: Heteroskedastisitas 54
4.3.4 Uji Statistik: Kekuatan Model CAPM (R2) 55
4.3.5 Uji Statistik: Pengaruh Variabel Premi Pasar terhadap
Imbalan Saham (F-test) 56
4.3.6 Uji Statistik : Pengaruh Premi Pasar terhadap Imbalan
Saham (t-test) 57
4.4 Pengaruh Pertumbuhan Inflasi, BI Rate, Kurs terhadap Premi Pasar
dalam Teori Arbitrase Harga (APT) 58
4.4.1 Uji Asumsi Klasik: Uji Normalitas 58
4.4.2 Uji Asumsi Klasik: Uji Multikolinearitas 58
4.4.3 Uji Asumsi Klasik: Autokorelasi 59
4.4.4 Uji Asumsi Klasik: Uji Heteroskedastisitas 60
4.4.5 Uji Statistik : Kekuatan Model APT (R2) 62
4.4.6 Uji Statistik: Pengaruh Variabel Inflasi, BI rate, Kurs Terhadap
Imbalan saham Secara Bersama-Sama (F-test) 63
4.4.7 Uji Statistik : Pengaruh Variabel Inflasi, BI rate, Kurs Terhadap
Imbalan Saham (t-test) 64
4.5 Perbandingan Model Penilaian Aset Modal (CAPM) dengan Teori
Arbitrase Harga (APT) dalam Mempengaruhi Imbalan Saham 66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 68
5.1 Kesimpulan 68
5.2 Saran 69
DAFTAR PUSTAKA 71
LAMPIRAN 73
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.2 Deskripsi Imbalan Saham, Imbalan Pasar, Dan Imbalan Bebas Risiko 51
Gambar Halaman
PEDAHULUA
Salah satu media investasi adalah pasar modal. Pasar modal merupakan pasar
untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik
dalam bentuk utang maupun modal sendiri. Pasar modal memiliki fungsi ekonomi
sebagai fasilitas untuk mengalokasikan dana dari pihak-pihak yang memiliki kelebihan
dana (excess liquidity) kepada pihak yang membutuhkan dana (shortage liquidity).
Berbagai instrumen yang diperdagangkan dalam pasar modal mulai dari saham,
obligasi, reksadana, serta berbagai produk derivatif lainnya seperti options, warrant dan
sebagainya. Instrumen yang lebih sering diperdagangkan dalam pasar modal adalah
saham, yaitu suatu penyertaan atau kepemilikan seseorang atau suatu badan dalam suatu
perusahaan.
Pergerakan pasar modal menjadi salah satu indikator penting dari pergerakan
perekonomian suatu negara, di samping itu juga menjadi salah satu sumber permodalan
yang sangat potensial bagi dunia usaha. Dalam pergerakan pasar modal ini,
perdagangan saham merupakan salah satu elemen yang terpenting, sehingga
Pada pasar modal banyak alternatif investasi pada saham yang dapat dipilih
sesuai dengan preferensi risiko investor. Namun banyak masyarakat yang belum
menganggur yang ada pada mereka. Hal tersebut umumnya disebabkan oleh
dalam menganalisa tingkat pengembalian (return) dan risiko (risk) dalam pasar modal.
Risiko itu sendiri merupakan ketidakpastian dalam imbalan yang diharapkan yang
Dalam berinvestasi pada pasar modal, ada dua hal yang akan dihadapi oleh
investor, yaitu tingkat keuntungan yang diharapkan dan tingkat risiko. Unsur risiko
selalu melekat dalam dunia investasi. Dengan adanya risiko ini, investor akan
bahwa only liqidity variable significantly influenced market risks while the others
influenced insignificanly the market risks. Menurut Francis (1988) dalam Agus Sumanto
menyebutkan risiko ada dua macam, yaitu risiko sitematis dan risiko tidak sitematis.
Risiko sitematis adalah risiko yang dialami oleh semua investasi tanpa terkecuali. Oleh
karena itu risiko ini dinamakan juga risiko pasar (market risk). Sedangkan risiko tidak
sitematis adalah risiko yang hanya dialami oleh investasi tersebut, yang bisa disebabkan
oleh faktor manajemen, ciri khusus jenis industri, jenis persaingan usaha.
Ada dua macam model yang yang populer yang dapat digunakan dalam dalam
memrediksi imbalan saham yang diharapkan. Kedua model ini populer karena
kemudahan dalam aplikasi serta asumsi yang mendasari kedua model ini. Kedua model
ini adalah capital asset pricing model (CAPM) dan arbitrage pricing theory (APT).
Dalam memprediksi pendapatan saham yang diharapkan, ada dua model yang sering
kali digunakan para investor yaitu CAPM dan APT. Kedua model ini sampai saat ini
masih menjadi perdebatan para ahli manajemen keuangan tentang ketepatan model
Model pertama adalah capital asset pricing model (CAPM). Model ini
diperkenalkan oleh Treynor, Sharpe, Lientner dan Mossin pada tahun 1960an. Model ini
mengasumsikan bahwa imbalan saham dipengaruhi oleh satu faktor, yaitu premi risiko
pasar. Model ini didasarkan pada adanya dalil bahwa tingkat pengembalian yang
diharapkan dari suatu saham adalah sama dengan tingkat pengembalian bebas risiko
plus premi risiko yang hanya tinggal mencerminkan risiko yang tersisa setelah
tinggi sebagai alat pemrediksi return saham satu tahun ke depan, tetapi tidak valid jika
data yang digunakan pada saat pasar berada dalam gejolak yang tinggi (Agus Sumanto:
2005)
Model yang kedua adalah arbitrage pricing theoryl (APT). Model ini
dikemukakan oleh Stephen Ross. Model APT dianggap lebih baik dari pada CAPM.
Jika CAPM memerlukan banyak asumsi maka sebaliknya APT lebih sedikit asumsi.
Asumsi utama dari APT adalah setiap investor, yang memiliki peluang untuk
peluang tersebut. Pada model APT faktor – faktor makro ekonomi seperti inflasi, tingkat
suku bunga, nilai tukar mata uang turut diperhitungkan dalam memprediksi return
saham. Meningkatnya laju inflasi bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi dapat
meningkatkan pendapatan dan di sisi lain akan meningkatkat biaya yang dikeluarkan
perusahaan. Jika peningkatan biaya lebih besar daripada peningkatan pendapatan maka
laba perusahaan akan menurun. Perubahan kurs mata uang akan mempengaruhi iklim
investasi karena perubahan kurs mata uang akan mempengaruhi perdagangan antar
negara. Tingkat suku bunga dijadikan patokan dalam perbandingan imbalan investasi
bila diinvestasikan pada sektor lain. Jika tingkat pengembalian investasi lebih tinggi dari
perbandingan kedua model ini. Penelitian yang dilakukan Ario Dwi Hartanto (2007),
mengemukakan bahwa model CAPM merupakan model yang lebih baik untuk menduga
imbalan saham dari pada model APT. Penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh
Muhammad Madyan (2004) yang mengemukakan bahwa model CAPM maupun APT
sebelum dan semasa krisis ekonomi. Dari uraian diatas maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian lebih lanjut tentang perbandingan model CAPM dengan APT dan
tulisan ini diberi judul “Perbandingan model CAPM dengan APT dalam
Dalam berinvestasi, baik dalam aset keuangan maupun aset riil seseorang atau
pada aset keuangan khususnya saham ada dua model untuk memrediksi tingkat
pengembalian investasi. Model yang pertama yaitu model CAPM, model ini
mengasumsikan bahwa tingkat pengembalian saham dipengaruhi satu faktor yaitu premi
risiko pasar. Model yang kedua yaitu model APT, model ini mengasumsikan jika
Sehingga dalam model APT ini faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat
pengembalian saham lebih banyak dari pada model CAPM. Kedua model tersebut pada
1. Apakah ada pengaruh faktor premi risiko pasar terhadap imbalan saham pada
model CAPM?
bunga SBI, nilai tukar) terhadap imbalan saham pada model APT?
3. Apakah ada perbedaan rata – rata antara faktor premi risiko pasar dalam model
CAPM dengan faktor makro ekonomi (perubahan inflasi, tingkat suku bunga,
Mengingat luasnya lingkup penelitian ini, maka penulis membatasi penelitian yang
maka dalam pembahasan penelitian ini penulis membatasi masalah hanya pada
tingkat suku bunga SBI, perubahan nilai tukar terhadap dollar Amerika, dan
1. Mengetahui pengaruh faktor premi pasar terhadap yang imbalan saham pada
model CAPM.
3. Mengetahui perbedaan rata – rata antara faktor premi risiko pasar dalam model
CAPM dengan faktor makro ekonomi (perubahan inflasi, tingkat suku bunga,
1. Bagi Investor
2. Bagi Perusahaan
keuangan yang telah didapat dari proses belajar penulis sehingga menambah
digunakan sebagai acuan penelitian lebih lanjut ataupun peneliti sejenis nantinya
Adapun sistematika penulisan skripsi ini dibagi menjadi beberapa bagian, yang
terdiri dari lima bab yang masing-masing terdiri dari sub bagian yang berkaitan.
BAB I : PENDAHULUAN
dan sampel penelitian, jenis dan sumber data, model penelitian yang
inflasi, BI rate, nilai tukar, serta perbandingan model CAPM dan APT.
LADASA TEORI
Banyak para pakar yang mendefinisikan pasar modal, dari definisi – definisi
tersebut sebenarnya mempunyai makna yang tidak berbeda walaupun dituangkan kedalam
tata bahasa yang berbeda. Pengertian pasar modal menurut Menteri Keuangan RI No.
1548/KMK/90, tentang peraturan pasar modal, dikutip dari Sunariyah (2000:5) adalah
suatu sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk di dalamnya adalah bank-bank dan
yang beredar. Menurut David L. Scott yang dikutip dari Dahlan Siamat (2004:249)
pasar modal adalah pasar untuk dana jangka panjang di mana saham biasa, saham
(2004:150), adalah pasar untuk saham – saham jangka panjang dan jangka menengah
perusahaan.
Dari definisi – definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pasar modal
merupakan pasar dimana dana jangka panjang diperjualbelikan. Adanya pasar modal
disebabkan oleh adanya pihak yang kelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana.
Pihak yang kekurangan dana dapat menerbitkan surat berharga yang berupa saham
maupun obligasi yang bersifat jangka panjang. Sehingga pasar modal itu sendiri
merupakan media yang mempertemukan pihak yang kekurangan dan kelebihan dana.
Pasar modal mempunyai peranan penting dalam suatu negara. Hampir semua
negara mempunyai pasar modal. Menurut Sunariyah (2000:7), seberapa besar peranan
pasar modal pada suatu negara dapat di lihat dari 5 (lima) aspek berikut ini:
Umumnya penjualan dilakukan sesuai dengan jenis ataupun bentuk pasar modal di
saham atau emiten kepada investor selama waktu yang ditetapkan oleh pihak yang
penawaran pada pasar perdana. Jadi, pasar sekunder merupakan pasar di mana saham
dan sekuritas lain diperjualbelikan secara luas, setelah melalui masa penjualan di pasar
perdana.
Pasar ketiga adalah tempat perdagangan saham atau sekuritas lain di luar bursa
(over the counter market). Di Indonesia pasar ketiga ini disebut bursa paralel yang
mencakup perdagangan efek, aturan main, perdagangan yang terjadi di luar BEI,
pengalihan saham dari satu pemegang saham ke pemegang saham lainya tanpa melalui
perantara pedagang efek. Bentuk transaksi dalam perdagangan ini biasanya dilakukan
2.2 Investasi
yang sama tetapi dengan kata – kata yang berbeda. Menurut Sharpe yang diterjemahkan
oleh Pristina Hermastuti (2005: 1) investasi dalam arti luas, berarti mengorbankan dolar
sekarang untuk dolar pada masa depan. Sedangkan menurut Halim (2003: 2) investasi
pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini untuk memperoleh
Dari definisi diatas dapat diketahui bahwa dengan berinvestasi, seorang individu
ataupun perusahaan akan membelanjakan uangnya saat ini dengan berharap akan
dilakukan pada aset riil (real assets) seperti tanah, bangunan, emas atau pada aset
keuangan (financial assets) seperti saham dan obligasi. Aset riil itu sendiri digunakan
untuk memproduksi barang dan jasa dalam suatu perekonomian. Sedangkan aset
keuangan merupakan klaim atas laba yang dihasilkan oleh aset riil. Pada penelitian ini
penulis hanya membahas investasi pada aset keuangan (financial assets) lebih
Dalam melakukan sesuatu hal pasti akan ada proses, begitu juga dalam
keputusan investasi pada efek – efek yang bisa dipasarkan, dan kapan dilakukan.
Menurut Halim (2003: 2), dalam proses investasi diperlukan tahapan sebagai berikut:
Ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan dalam tahap ini, yaitu tingkat
pengembalian yang diharapkan, tingkat risiko, dan ketersediaan dana yang akan
diinvestasikan.
2. melakukan analisis
Dalam tahap ini investor melakukan analisis terhadap suatu efek atau
sekelompok efek. Salah satu tujuan penilaian ini adalah untuk mengidentifikasi
efek yang salah harga (mispriced), apakah harganya terlalu tinggi atau terlalu
rendah.
Dalam tahap ini dilakukan identifikasi terhadap efek – efek mana yang akan
dipilih dan berapa proporsi dana yang akan diinvestasikan pada masing – masing
efek tersebut. Efek yang dipilih dalam rangka pembentukan portofolio adalah
Dalam tahap ini dilakukan evaluasi atas kinerja portofolio yang telah dibentuk,
baik terhadap tingkat keuntungan yang diharapkan maupun terhadap risiko yang
ditanggung. Sebagai tolok ukur digunakan dua cara, yaitu: pertama measurement
adalah penilaian kinerja portofolio atas dasar assets yang telah ditanamkan
comparison adalah penilaian atas dasar pembandingan atas dua set portofolio
Tahap ini merupakan tindak lanjut dari tahap evaluasi kinerja portofolio. Dari
hasil evaluasi inilah dilakukan revisi (perubahan) terhadap efek – efek yang
sudah dibentuk tidak sesuai dengan tujuan investasi, misalnya rate of return
sekumpulan assets, baik berupa real assets maupun financial assets yang dimiliki oleh
investor. Tujuan dari pembentukan portofolio adalah untuk mengurangi risiko dengan
cara diversifikasi, yaitu menyebarkan sejumlah dana pada berbagai alternatif investasi
untuk membentuk portofolio, baik yang efisien maupun yang tidak efisien. Dalam hal
ini yang terpenting bagi investor adalah bagaimana menentukan portofolio yang dapat
memberikan tingkat keuntungan yang sama dengan risiko yang lebih rendah, atau
dengan risiko yang sama memberikan tingkat keuntungan yang lebih tinggi.
Apabila risiko dinyatakan sebagai seberapa jauh hasil yang diperoleh bisa
menyimpang dari hasil yang diharapkan, maka digunakan ukuran penyebaran. Alat
statistik yang digunakan sebagai ukuran penyebaran tersebut adalah varians atau deviasi
Investor yang suka terhadap risiko (risk seeker) merupakan investor yang
pengembalian yang sama dengan risiko yang berbeda, maka ia lebih suka
mengambil investasi dengan risiko yang lebih besar. Biasanya investor jenis ini
Investor yang netral terhadap risiko (risk neutrality) menilai prospek berisiko
hanya dari imbal hasil yang diharapkannya. Tingkat risiko tidak relevan bagi
investor yang netral terhadap risikoyang berarti tidak ada tuntutan imbalan dari
risiko yang ditanggung. Bagi investor ini, tingkat ekuivalen kepastian suatu
Investor yang tidak suka terhadap risiko (risk averter) merupakan investor yang
apabila dihadapkan pada dua pilihan investasi yang memberikan imbalan yang
sama dengan risiko yang berbeda, maka ia akan lebih suka mengambil investasi
dengan risiko yang lebih kecil. Biasanya investor jenis ini cenderung selalu
dihadapkan pada risiko. Dalam konteks portofolio risiko dibedakan menjadi dua, yaitu:
dihilangkan dengan melakukan diversifikasi, karena fluktuasi risiko ini dipengaruhi oleh
faktor – faktor makro yang dapat mempengaruhi pasar secara keseluruhan. Misalnya
adanya perubahan tingkat suku bunga, kurs valas, kebijakan pemerintah. Sehingga
sifatnya umum dan berlaku bagi semua saham dalam bursa saham yang bersangkutan.
dihilangkan dengan melakukan diversifikasi, karena risiko ini hanya ada dalam satu
perusahaan atau industri tertentu. Fluktusi risiko ini besarnya berbeda – beda antara satu
saham dengan saham lainnya. Karena perbedaan itulah maka masing – masing saham
memiliki tingkat sensitifitas yang berbeda terhadap setiap perubahan pasar. Misalnya
struktur modal, struktur assets, tingkat likuiditas, tingkat keuntungan. Risiko ini juga
Ada beberapa jenis risiko investasi yang mungkin timbul dan perlu
dipertimbangkan dalam membuat keputusan investasi. Menurut Halim (2003: 47), risiko
1. risiko bisnis (business risk), merupakan risiko yang timbul akibat menurunnya
2. risiko likuiditas (liquidity risk), risiko ini berkaitan dengan kemampuan saham
yang berarti.
3. risiko tingkat bunga (interest rate risk), merupakan risiko yang timbul akibat
perubahan tingkat bunga yang berlaku di pasar. Biasanya risiko ini berjalan
4. risiko pasar (market risk), merupakan risiko yang timbul akibat kondisi
perekonomian negara yang berubah-ubah yang dipengaruhi oleh resesi dan kondisi
selama jangka waktu tertentu, trend yang menaik ini disebut bull market.
jangka waktu tertentu, trend yang menurun ini disebut bear market. Dengan
kekuatan bull market dan bear market ini cenderung mempengaruhi semua saham
berkurangnya daya beli uang yang diinvestasikan maupun bunga yang diperoleh
dari investasi. Sehingga menyebabkan nilai riil pendapatan akan lebih kecil.
6. risiko mata uang (currency risk), merupakan risiko yang timbul akibat pengaruh
perubahan nilai tukar mata uang domestik (misalnya rupiah) dengan mata uang
pengembalian tertentu sebagai imbalan dan mengambil risiko tertentu. Dalam konteks
manajemen investasi, return merupakan imbalan yang diperoleh dari investasi. Return
ini dibedakan menjadi dua, pertama return yang telah terjadi (actual return) yang
dihitung berdasarkan data histories, kedua return yang diharapkan (expected return)
akan diperoleh investor di masa yang akan datang. Menurut Halim (2003: 30),
diperoleh dari kelebihan harga jual (harga beli) diatas harga beli (harga jual)
b. Yield merupakan pendapatan atau aliran kas yang diterima investor yang
diterima investor secara periodik, misalnya berupa dividen atau bunga. Yield
Dari kedua komponen imbalan tersebut, selanjutnya dapat dihitung Return Total
Sedangkan menurut Untung Wahyudi (2002) rate of return pasar dalam bentuk
(L t – L t-1 )
Rm =
L t-1
Di mana :
Rm : return pasar
Lt : indeks harga saham gabungan pada periode t
L t-1 : indeks harga saham gabungan pada periode sebelumnya (t-1)
2.6 Model Penilaian Aset Modal (Capital Asset Pricing Model - CAPM)
Model Penilaian harga aset modal merupakan sebuah alat untuk memprediksi
keseimbangan imbal hasil dari suatu aset berisiko. Dalam Bodie (2006: 356),
pada tahun 1952. Kemudian CAPM dikembangkan 12 tahun kemudian dalam artikel
harga suatu aset. Model ini mendasarkan diri pada kondisi ekuilibrium. Dalam keadaan
ekuilibrium tingkat keuntungan yang disyaratkan (required return) oleh investor untuk
suatu saham akan dipengaruhi oleh risiko saham tersebut. Dalam hal ini risiko yang
diperhitungkan hanyalah risiko sistematis (systematic risk) atau risiko pasar yang diukur
dengan beta (β). Sedangkan risiko yang tidak sistematis (unsystematic risk) tidak
Menurut Brigham dan Houston yang diterjemahkan oleh Ali Akbar Yulianto
(2006: 239), Model ini didasarkan pada adanya dalil bahwa tingkat pengembalian yang
diharapkan dari suatu saham adalah sama dengan tingkat pengembalian bebas risiko
plus premi risiko yang hanya tinggal mencerminkan risiko yang tersisa setelah
dilakukan diversifikasi. Berikut ini merupakan model CAPM yang terdapat pada
Ri - Rf = α + βi (Rm – Rf) + ℮
Di mana:
Ri-Rf : imbalan saham pada perusahaan i
Rf : imbalan aset bebas risiko
Rm : imbalan pasar
α : konstanta
βi : slope (kepekaan saham i terhadap premium)
℮ : error
dari suatu saham adalah tingkat keuntungan bebas risiko ditambah dengan premi risiko.
Semakin besar risiko saham tersebut, semakin tinggi premi risiko yang diharapkan dari
saham tersebut. Dengan demikian semakin tinggi pula tingkat keuntungan yang
Ada beberapa asumsi – asumsi pada model capital asset pricing model (CAPM).
penerimaan harga, yang berarti mereka akan bertindak sekalipun harga pasar
tidak akan dipengaruhi oleh perdagangan yang mereka lakukan. Ini merupakan
asumsi yang biasa digunakan dalam pasar persaingan sempurna pada ilmu
ekonomi mikro.
yang akan terjadi setelah akhir periode horizon waktu tunggal tersebut. Perilaku
3. Investasi dibatasi hanya pada aset keuangan yang diperdagangkan secara umum
pinjaman yang bebas risiko. Asumsi ini mengeluarkan investasi pada aset yang
perseorangan, dan aset- aset yang didanai pemerintah seperti lapangan udara.
jumlah berapa pun pada tingkat bunga yang tetap dan bebas risiko.
4. Investor tidak membayar pajak atas imbal hasil dan juga tidak terdapat biaya
Kenyataannya, kita tahu bahwa investor menghadapi tarif pajak yang berbeda
berasal dari bunga, dividen, atau keuntungan modal. Selain itu, tentu saja
atau biaya jasa yang dikeluarkan tergantung pada besarnya perdagangan dan
Markowitz.
6. Seluruh investor menganalisis sekuritas dengan cara yang sama dan mempunyai
pandangan ekonomi yang sama tentang dunia yang dihadapi. Hasilnya adalah
estimasi distribusi probabilitas arus kas yang sama dimasa yang akan datang
atas investasi pada suatu sekuritas. Dengan kata lain, untik setiap perangkat
bunga bebas risiko tertentu, seluruh investor akan menggunakan matriks imbal
hasil yang diharapkan dan kovarians yang sama dari imbal hasil sekuritas untuk
menghasilkan batasan yang efisien serta portofolio aset berisiko yang optimal.
Asumsi ini sering kali disebut sebagai keyakinan atau ekspektasi homogen
(homogenous expectation).
Menurut Halim (2003: 70), hubungan antara risk yang diukur dengan beta
dengan required return ditunjukkan oleh Garis Pasar Sekuritas (SML). Dalam hal ini
jika beta suatu saham dapat diukur dengan tepat, maka dalam keadaan equilibrium
required return juga dapat diperkirakan. Penaksirannya didasarkan pada hasil investasi
bebas risiko ditambah dengan premi risiko pasar dikalikan dengan beta.
keterangan :
SML : garis pasar sekuritas
Rf : imbalan saham atas investasi bebas risiko
β : kepekaan atas return saham i terhadap expected return market
Rm – Rf : premi risiko pasar
Koefisien beta dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
Semakin besar koefisien β, maka akan semakin peka excess return suatu saham
terhadap perubahan excess return portofolio pasar, sehingga saham itu akan semakin
berisiko. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, tingkat return portofolio ditentukan
oleh risiko sistematis atau risiko pasar yang diukur dengan beta (β) dan tingkat return
pasar.
Menurut Halim (2003: 72), SML merupakan garis yang menghubungkan β atau
risiko pasar dengan required return untuk semua saham, baik yang efisien maupun yang
tidak efisien. Sedangkan Garis Pasar Modal (CML) merupakan garis yang
menghubungkan antara risiko total yang diukur dengan standar deviasi (σ) dengan
Hubungan risiko total dengan imbalan yang disyaratkan (required return) pada
investasi yang efisien dinyatakan sebagai CML dan dirumuskan sebagai berikut :
CML = Rf + { RmSDm
– Rf
}SDp
keterangan :
CML : garis pasar modal
Rf : imbalan atas investasi bebas risiko
SDm : standar deviasi (total risk) pasar
SDp : standar deviasi (total risk) portofolio
Rm – Rf : premi risiko pasar
2.7 Teori Pembentukan Harga Arbitrase (Arbitrage Pricing Theory – APT)
Capital asset pricing model bukanlah satu – satunya teori yang mencoba
menjelaskan bagaimana suatu aktiva ditentukan harganya oleh pasar, atau bagaimana
menentukan tingkat keuntungan yang dipandang layak untuk suatu investasi. Pada tahun
1976 Stephen Ross merumuskan suatu teori yang disebut sebagai Arbitrage Pricing
Theory (APT). Jika pada CAPM analisis dimulai dari bagaimana pemodal membentuk
portofolio yang efisien, maka APT mendasarkan diri pada pemikiran yang sama sekali
berlainan. APT pada dasarnya menggunakan pemikiran yang menyatakan bahwa dua
kesempatan investasi yang mempunyai karakteristik yang identik sama tidaklah bisa
dijual dengan harga yang berbeda. Konsep yang dipergunakan adalah hukum satu harga.
Apabila aktiva yang berkarakteristik sama tersebut terjual dengan harga yang berbeda,
maka akan terdapat kesempatan untuk melakuan arbitrage dengan membeli aktiva yang
lebih murah dan pada saat yang sama menjualnya dengan harga yang lebih tinggi
pengaruh faktor – faktor makro ekonomi dan tidak oleh risiko unik. Kita bisa
menganggap faktor – faktor yang ada pada APT adalah portofolio – pertofolio khusus
yang cenderung dipengaruhi oleh pengaruh bersama. Daya tarik APT adalah bahwa kita
beta dalam CAPM) disamping itu APT memungkinkan penggunaan lebih dari satu
faktor untuk menjelaskan tingkat keuntungan yang diharapkan. Menurut Suad Husnan
keuntungan.
Menurut Roll dan Ross dalam Suad Husnan (1994: 224), melaporkan
3. perubahan dalam premi risiko (perbedaan antara obligasi dengan grade yang
4. perubahan slope dari kurva hasil (yield curve) yang tidak diantisipasi.
Dalam literatur ilmu finance formula model APT adalah sebagai berikut:
Keterangan:
Ri-Rf : imbalan saham pada perusahaan i
α : konstanta
β : koefisien korelasi
λ1 : faktor ke – 1
λ2 : faktor ke – 2
λx : faktor ke – x
℮ : error
yang sering dipakai untuk memprediksi imbalan aset dalam bulanan, yaitu perubahan
inflasi, tingkat suku bunga SBI, nilai tukar rupiah terhadap dollar.
ditakuti oleh semua negara. Inflasi tidak akan memilih sasarannya apakah itu negara
maju atau pun negara berkembang. Perbedaannya hanya pada tingkat inflasi yang
dialami. Pengertian inflasi sering didefinisikan dengan kalimat yang berbeda – beda
kebutuhan masyarakat yang harganya naik secara terus menerus. Dengan kata lain
inflasi diartikan sebagai suatu kecenderungan terjadinya kenaikan harga – harga umum
secara terus menerus. Dari segi penyebab awal inflasi, inflasi dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu
2. inflasi yang timbul karena kenaikan ongkos produksi secara terus – menerus.
di satu sisi dan penurunan penawaran di sisi lain. Kejadian ini akan menjadi
perusahaan. Jika inflasi ditimbulakan oleh permintaan masyarakat yang terlalu kuat
(demand pull inflation) maka pendapatan perusahaan akan meningkat dan akhirnya akan
produksi secara terus – menerus (cost push inflation) maka biaya yang dikeluarkan
Investor akan mengharapakan return yang relatif tinggi pada saat tingkat inflasi
sedang tinggi. Dan sebaliknya investor akan mengharpakan return relatif rendah jika
inflasi rendah. Menurut Jamli (2001), untuk mengukur pertumbuhan inflasi dapat
Keterangan:
P inflasi : perubahan inflasi
inflasi t : inflasi pada periode ke – t
inflasi t-1 : inflasi pada periode sebelum ke – t
selaku bank sentral yang ada di Indonesia. Bank Indonesia selaku bank sentral
merupakan otoritas moneter yang ada di Indonesia. Dengan demikian bank Indonesia
selaku bank sentral mempunyai tugas untuk memelihara agar sistem moneter dapat
bekerja secara efisien melalui kebijakan – kebijakan yang dibuat oleh bank Indonesia.
BI rate itu sendiri merupakan salah satu kebijakan moneter bank Indonesia. Tujuan dari
kebijakan moneter adalah untuk mempengaruhi jumlah uang beredar atau tingkat bunga
Para investor biasanya melihat BI rate sebagai patokan dalam berinvestasi pada
pasar modal. Karena BI rate merupakan imbalan bebas risiko sehingga menjadi tolak
ukur dalam pengembalian investasi. Nilai BI rate mempunyai hubungan yang terbalik
dengan return saham yang diharapkan . Jika suku bunga ini lebih tinggi daripada return
yang diarapkan maka investor akan memilih deposito sebagai pilihan investasinya.
Menurut Sasanti (2005), untuk mengetahui perubahan tingkat suku bunga SBI dapat
Kurs antara dua negara adalah harga di mana penduduk kedua negara saling
melakukan perdagangan. Hal ini disebabkan oleh adanya kebutuhan barang dari kedua
belah pihak tetapi mempunyai mata uang yang berbeda. Mankiw (2000: 192),
1. kurs nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua
negara.
2. kurs riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang – barang kedua
negara.
menggunakan mata uang asing. Perubahan nilai tukar akhirnya akan mempengaruhi
arus kas yang diterima oleh perusahaan. Fluktuasi kurs juga akan mempengaruhi ekspor
yang dilakukan dari negara – negara lain ke dalam negeri, dan dari dalam negeri ke
negara – negara lain (Sukirno: 1999). Defisit dalam neraca pembayaran menimbulkan
beberapa akibat buruk terhadap kegiatan dan kestabilan ekonomi negara. Defisit sebagai
akibat impor yang berlebihan akan mengakibatkan penurunan dalam kegiatan ekonomi
dalm negeri karena konsumen menggantikan barang dalam negeri dengan barang impor.
Harga valas akan meningkat dan menyebabkan harga – harga barang impor bertambah
pengusaha untuk melakukan investasi dan membangun kegiatan usaha yang baru.
Dalam penelitian Dahlifah (2005) perubahan kurs dihitung dengan formula sebagai
berikut:
(Kurst – Kurst-1)
pKurs =
Kurst-1
Keterangan:
pKurs : perubahan kurs
Kurst : kurs periode ke – t
Kurst-1 : kurs sebelum periode ke – t
multi indeks model dalam estimasi tingkat pengembalian investasi saham di Indonesia.
Variabel dalam multi indeks ini antara lain: tingkat pengembalian pasar, tingkat inflasi,
suku bunga SBI, kurs US dolar terhadap rupiah, dan perubahan harga emas. Hasil dari
penelitian ini menunjukan dari variabel – variabel multi indeks ini hanya tiga variabel
Dengan model koreksi kesalahan diperoleh adanya hubungan jangka panjang nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika dengan return saham – saham LQ 45 untuk periode
saham di bursa efek Surabaya. Penelitian ini menggunakan saham – saham perusahaan
makanan dan minuman yang go public di BES sampai tahun 2001. Variabel penelitian
ini menggunakan tingkat inflasi, earning per share, price earning ratio, dan volume
perdagangan saham. Hasil penelitian ini menunjukan tingkat inflasi dan EPS
pendapatan industri manufaktur sebelum dan semasa krisis ekonomi. Hasil temuan ini
adalah CAPM lebih akurat dibandingkan APT pada masa sebelum krisis ekonomi dan
semasa krisis ekonomi tetapi keduanya masih kurang akurat dalam memprediksi
dalam memprediksi return saham di BEJ. Penelitian ini menggunakan seluruh saham –
saham yang diperdagangkan di BEJ mulai tahun 1997 sampai tahun 2004. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa CAPM mempunyai validitas yang tinggi sebagai alat
pemrekdiksi return saham satu tahun ke depan, tetapi tidak valid jika data yang
faktor yang berimplikasi terhadap fluktuasi harga saham di BEJ. Penelitian ini
menggunakan saham – saham industri manufaktur yang paling aktif selama periode
1998 sampai dengan 2000. Hasil penelitian ini menunjukan tingkat bunga deposito tidak
dengan APT. Penelitian ini menggunakan sampel 30 saham yang terdaftar di bursa
saham Italia. Periode penelitian ini adalah juni 1990 sampai dengan juni 2001. Hasil
Dari Gambar 2.1 di bawah, tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan
antara model penilaian aset modal (CAPM) dan teori arbitrase harga (APT) dalam
memprediksi imbalan saham perusahaan. Komponen dari metode CAPM adalah premi
pasar (Rm-Rf) yang terdiri dari imbalan pasar (Rm) dan premi bebas risiko (Rf).
Berdasarkan konsep APT pada penelitian Ario yang berkesimpulan bahwa perubahan
inflasi, perubahan suku bunga BI rate, dan perubahan nilai tukar berpengaruh signifikan
terhadap imbalan saham maka pada penelitian ini untuk konsep APT terdiri dari faktor-
faktor makro, yaitu perubahan inflasi, perubahan tingkat suku binga BI rate, perubahan
Pengujian terhadap kedua model (CAPM dan APT) tersebut dilakukan melalui
analisis regresi. Pergujian yang digunakan yaitu uji asumsi klasik, yang terdiri dari uji
normalitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas. Dan uji
statistik yang digunakan adalah uji kekuatan model (adjusted R2), pengaruh variabel
bebas secara bersama-sama (F-test) dan pengaruh variabel bebas secara individual (t-
test). Selain itu, digunakan pula paired sample t test, untuk menguji perbandingan dari
Perubahan
Inflasi Uji hipotesis
- Adjusted R2
- F-test
Perubahan BI - t-test
rate
APT
Perubahan kurs
CAPM vs APT
pertumbuhan inflasi, pertumbuhan suku bunga BI rate, dan pertumbuhan nilai tukar
berpengaruh signifikan terhadap imbalan saham maka pada penelitian ini untuk konsep
Berdasarkan spesifikasi model CAPM dengan model APT, hipotesis yang ingin
Ho1 : Faktor premi risiko pasar (Rm-Rf) pada model CAPM berpengaruh secara
signifikan terhadap imbalan saham
Ha1 : Faktor premi risiko pasar (Rm-Rf) pada model CAPM tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap imbalan saham.
Ho2 : Faktor perubahan inflasi, perubahan tingkat suku bunga BI rate, dan perubahan
nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika berpengaruh secara signifikan
terhadap imbalan saham
Ha2 : Faktor perubahan inflasi, perubahan tingkat suku bunga BI rate, dan perubahan
nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap imbalan saham
Ha3 : ada perbedaan rata – rata antara faktor premi risiko pasar dalam model CAPM
dengan faktor makro ekonomi (perubahan inflasi, tingkat suku bunga, nilai
Ho3 : tidak ada perbedaan rata – rata antara faktor premi risiko pasar dalam model
CAPM dengan faktor makro ekonomi (perubahan inflasi, tingkat suku bunga,
METODE PEELITIA
Jenis penelitan yang digunakan adalah penelitian uji hipotesis. Hipotesis pada
dasarnya merupakan suatu anggapan yang mungkin benar, dan sering digunakan
penelitian lebih lanjut. Suatu pengujian hipotesis ialah prosedur yang memungkinkan
keputusan dapat dibuat, yaitu keputusan menolak atau tidak menolak hipotesis yang
salah, sedangkan menerima hipotesis semata – mata mengimplikasikan bahwa kita tidak
Unit analisis pada penelitian ini adalah perusahaan pertambangan yang terdaftar
di bursa efek Indonesia. Unit analisis merujuk pada tingkat kesatuan data yang
dikumpulkan selama tahap analisis data (Sekaran: 173). Time horizone pada penelitian
adalah menggunakan basis bulanan selama 3 tahun dari tahun 2005 sampai dengan
tahun 2007. Jenis time horizone ini adalah longitudinal study, yaitu penelitian dimana
data diperoleh pada beberapa batas waktu untuk menjawab sebuah pertanyaan penelitian
(Sekaran: 238).
Variabel merupakan apa pun yang dapat membedakan atau mengubah nilai
(Sekaran: 249). Penelitian ini menggunakan variabel imbalan saham sebagai variabel
dependen (terikat) dan variabel premi risiko pasar, inflasi, tingkat suku bunga SBI, nilai
Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel
Populasi adalah kelompok elemen yang lengkap, yang biasanya berupa orang,
objek, transaksi atau kejadian dimana kita tertarik untuk mempelajarinya atau menjadi
objek penelitian (Kuncoro: 103). Sedangkan sampel merupakan bagian dari populasi
(Wibisono: 41). Pada penelitian ini, populasi yang diambil adalah saham – saham
industri pertambangan yang terdaftar di bursa efek indonesia. Jumlah populasi sebanyak
14 perusahaan.
dengan mempelajari sampel dan memahami sifat atau karakteristik dari sampel, kita
dapat memperkirakan sifat atau karakteristik dari populasi (Wibisono: 42). S. Nasution
(2003), membagi sampling menjadi dua, yaitu yang memberi kemungkinan sama bagi
setiap unsur populasi untuk dipilih yang disebut probability sampling dan yang tidak
memberi kemungkinan sama bagi tiap unsur populasi untuk dipilih yang disebut non-
probability sampling.
Pada penelitian ini, pengambilan sampel disesuaikan dengan kriteria yang telah
telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang mempunyai data keuangan yang
periode waktu pada periode Januari 2005 samai dengan Desember 2007 secara
sebanyak 8 perusahaan.
Tabel 3.2
perusahaan yang terdaftar pada industri pertambangan. Selain harga saham yang
merupakan variabel dependen, penelitian ini juga menggunakan data-data tingkat suku
bunga SBI bulanan untuk mencari imbalan aset bebas risiko, IHSG untuk mencari
imbalan pasar, tingkat inflasi bulanan, serta nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar
Data-data sekunder didapat langsung dari Bursa Efek Indonesia (BEI), website
Bank Indonesia (BI) sebagai sumber data untuk memperoleh harga saham, IHSG,
inflasi, tingkat suku bunga SBI, dan perubahan kurs dalam jangka waktu 3 tahun.
diuji menggunakan uji asumsi klasik. Pengujian dalam penelitian ini menggunakan
a. Uji Normalitas
Setelah data diperoleh dan untuk selanjutnya dianalisis, terlebih dahulu data
diuji dengan menggunakan uji normalitas. Uji normalitas bertujuan agar diperoleh
data yang berdistribusi normal. Alat uji normalitas yang digunakan dalam penelitian
nilai signifikansi yang diperoleh untuk variabel analisis lebih besar dari nilai
b. Multikolinearitas
Adalah kondisi dimana terdapat korelasi yang signifikan antara dua variabel
atau lebih pada variabel independen di dalam regresi. Uji multikolinearitas bertujuan
untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel
bebas. Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak
orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi antar
sesama variabel bebas sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya
multikolineritas dalam model regresi adalah dengan melihat pada kolom koefisien
output SPSS. Deteksi multikolinearitas pada suatu model dapat dilihat jika nilai
Variance Inflation Factor (VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai Tolerance tidak kurang
c. Autokorelasi
Didefinisikan sebagai korelasi linier antara anggota serangkaian observasi
yang diurutkan berdasarkan waktu atau ruang. Uji autokorelasi bertujuan menguji
apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu
pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi
korelasi, maka dinamakan ada masalah autokorelasi. Untuk mengetahui ada atau
tidaknya autokorelasi dapat dilihat pada nilai Durbin-Watson (DW) pada hasil
autokorelasi negatif.
d. Heteroskedastisitas
Adalah kondisi dalam error antara waktu tidak memiliki varians yang sama.
ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Cara
memprediksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas pada suatu model dapat dilihat
dari pola gambar scatter plot model tersebut. Analisis pada gambar scatter plot yang
berapa besar proporsi variasi dalam dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel-
varibel bebas yang tidak mampu menambah daya prediksi suatu model. Nilai
Adjusted R2 tidak akan pernah melebihi R2, bahkan dapat turun jika kita
memasukkan suatu variabel yang tidak perlu ke dalam model. Adjusted R2 Semakin
mendekati 1, maka model tersebut semakin baik karena hal ini berarti bahwa
variabel yang digunakan mampu menjelaskan hampir 100% dari variasi dalam
variabel dependen.
sama (F-Test)
diketahui apakah model penelitian yang telah dirumuskan dapat diterapkan dalam
penelitian ini.
mana hasil signifikansi dari F harus dibawah tingkat signifikansi (α) yang ditetapkan
dependen.
variabel dependen.
Pengambilan keputusan dalam pengujian ini adalah :
melihat nilai t-statistik dari setiap variabel independen. Hipotesis untuk pengujian
dependen.
nyata (α).
Uji perbandingan (paired sample t-test) dilakukan untuk menguji dua sampel
yang berpasangan, apakah mempunyai rata-rata yang secara nyata berbeda atau
tidak. Sampel berpasangan (paired sample) adalah sebuah sampel dengan subyek
yang sama namun mengalami dua perlakuan atau pengukuran yang berbeda.
CAPM dengan faktor makro ekonomi (perubahan inflasi, tingkat suku bunga,
Ha : ada perbedaan rata - rata antara faktor premi risiko pasar dalam model CAPM
dengan faktor makro ekonomi (perubahan inflasi, tingkat suku bunga, nilai
inflasi, perubahan tingkat suku bunga SBI (BI rate), dan perubahan kurs rupiah terhadap
dolar Amerika. Dalam periode pengamatan variabel makro bersifat fluktuatif. Hal
Tabel 4.1
Deskripsi Variabel Makro
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Inflasi 36 .0527000 .1838000 .100461111 .0458770922
SBI 36 .0742000 .1275000 .098808333 .0191355522
Kurs 36 9275 10810 9851.83 376.804
Valid N (listwise) 36
Sumber : Hasil output SPSS 13.0
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa inflasi tertinggi sebesar 18.38% terjadi
pada bulan November 2005 dan inflasi terendah sebesar 5.27% terjadi pada bulan
November 2006. Sedangkan tingkat suku bunga tertinggi sebesar 12.75% terjadi pada
bulan Januari dan Maret 2006 dan tingkat suku bunga terendah sebesar 7.42% yang
tejadi pada bulan Februari 2005. Rupiah melemah sebesar Rp 10810 terjadi pada
September 2005 dan Kurs rupiah terhadap dolar menguat sebesar Rp 9275 pada bulan
April 2006. Pergerakan variabel makro selama periode pengamatan secara terinci
Gambar 4.1
Pergerakan Variabel Makroekonomi
Januari 2005 – Desember 2007
0.14 11000
0.12
10500
0.1
0.08 10000
Series 1 Series1
0.06 9500
0.04
9000
0.02
0 8500
Mar-05
Mar-06
Mar-07
Dec-04
Jun-05
Sep-05
Dec-05
Jun-06
Sep-06
Dec-06
Jun-07
Sep-07
Dec-07
Mar-05
Mar-06
Mar-07
Dec-04
Jun-05
Sep-05
Dec-05
Jun-06
Sep-06
Dec-06
Jun-07
Sep-07
Dec-07
inflasi
0.2000
0.1800
0.1600
0.1400
0.1200
0.1000 Series1
0.0800
0.0600
0.0400
0.0200
0.0000
Mar-05
Mar-06
Mar-07
Dec-04
Jun-05
Sep-05
Dec-05
Jun-06
Sep-06
Dec-06
Jun-07
Sep-07
Dec-07
bergerak di sekitar tingkatan tertentu yaitu 9.88% yang merupakan rata – rata tingkat
suku bunga BI rate. Nilai kurs rupiah terhadap dolar Amerika cenderung dalam kisaran
Rp 9000 sampai dengan Rp 10000 per USD kecuali pada akhir tahun 2005 berkisar
antara Rp 10000 sampai dengan Rp 11000 per USD. Sedangkan inflasi mengalami
pergerakan yang fluktuatif. Lonjakan tertinggi terjadi pada akhir – akhir tahun 2005
tepatnya pada bulan oktober. Kenaikan ini sebesar 0.974614 atau sekitar 97.46%.
4.2 Deskripsi Imbalan Saham
Tabel mengenai imbalan saham perusahaan, imbalan pasar, dan imbalan bebas
Tabel 4.2
Deskripsi Imbalan Saham, imbalan pasar, dan imbalan bebas risiko
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
PTBA 36 -.1422100 .4528300 .061671667 .1370916605
BUMI 36 -.1416700 .3950900 .058533333 .1325469465
MEDC 36 -.1824800 .2468200 .022235000 .1031536289
ANTM 36 -.2367000 .3886500 .075391667 .1475670495
INCO 36 -.1233500 .4136000 .062269167 .1168443896
ENRG 36 -.2195300 .4637100 .027541944 .1514131500
APEX 36 -.1668600 .5540800 .045243611 .1391045694
CTTH 36 -.2106200 .7675000 .013656389 .1785593934
Rm 36 -.1118244 .1204980 .029799400 .0526753016
Rf 36 .0061800 .0106300 .008235556 .0015952688
Valid N (listwise) 36
Sumber : Hasil output SPSS 13.0
Dari table 4.2, dapat dilihat bahwa secara rata-rata MEDC, ENRG, CTTH
ternyata memiliki rata – rata imbalan saham di bawah imbalan pasar yang sebesar
2.98% walaupun demikian imbalan ini masih diatas imbalan bebas risiko yang sebesar
0.82%. Rata – rata tertinggi dimliki ANTM sebesar 7.54% Akan tetapi risiko terbesar
(yang ditunjukkan oleh standar deviasi) ternyata dimiliki oleh CTTH sebesar 17.86%.
4.3 Pengaruh Premi Pasar terhadap Premi Saham Pada Model CAPM
saham) terdistribusi secara normal, dengan menggunakan level signifikansi (α) 5%. Bila
nilai risiko keputusan (Sig 2-tailed) > level signifikansi (α) 5%, maka data terdistribusi
secara normal.
Tabel 4.3
Hasil Uji Normalitas
Ri - Rf Kolmogorov- Asymp. Sig.
Smirnov Z (2-tailed)
ANTM 0.468 0.981
BUMI 0.553 0.920
ENRG 0.657 0.782
MEDC 0.790 0.561
APEX 0.676 0.750
CTTH 0.976 0.297
INCO 0.848 0.468
PTBA 1.117 0.165
Sumber : Hasil output SPSS 13.0
nilai risiko keputusan > level signifikansi (α) 5%, berarti data terdistribusi secara
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi linier
ada korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t dengan kesalahan pada
periode t-1 (sebelumnya). Model regresi berganda yang baik adalah yang bebas dari
autokorelasi. Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi dapat dilihat pada
nilai Durbin-Watson (DW) pada hasil regresi. Angka DW di bawah -2 berarti ada
Tabel 4.4
Hasil Uji Autokorelasi
Ri - Rf Durbin-Watson
ANTM 1.984
BUMI 1.172
ENRG 1.527
MEDC 1.970
APEX 1.651
CTTH 1.844
INCO 1.493
PTBA 1.655
Sumber : Hasil output SPSS 13.0
Cara memprediksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas pada suatu model dapat
dilihat dari pola gambar scatter plot model tersebut. Analisis pada gambar scatter plot
yang menyatakan model regresi linier berganda tidak terdapat heteroskedastisitas jika:
Apabila model ini masih memiliki sifat heteroskedastisitas, maka nilai t-statistik dan F-
Gambar 4.2
Uji Asumsi Klasik Heteroskedastisitas
Scatterplot
3
Regression Studentized Residual
-1
-2
-3 -2 -1 0 1 2
dapat disimpulkan bahwa model regresi linier berganda terbebas dari asumsi klasik
Uji kekuatan model (R2) bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan
premi risiko dalam menjelaskan variabel imbalan saham. Uji kekuatan model ini
Tabel 4.5
Uji Koefisien Determinasi
Perusahaan R R Square Adjusted
R Square Std. Error of
the Estimate
ANTM 0.598 0.358 0.339 0.1200
BUMI 0.429 0.184 0.160 0.1215
ENRG 0.456 0.208 0.185 0.1367
MEDC 0.372 0.139 0.113 0.0971
APEX 0.648 0.219 0.196 0.1247
CTTH 0.386 0.149 0.124 0.1671
INCO 0.412 0.170 0.145 0.1324
PTBA 0.306 0.093 0.067 0.1324
Sumber : Hasil output SPSS 13.0
Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa nilai Adjusted R Square tertinggi dimiliki
oleh ANTM. Hal ini memberikan informasi bahwa variabilitas premi pasar paling baik
Square terendah dimiliki oleh PTBA. Hal ini memberikan informasi bahwa variabilitas
premi pasar tidak cukup baik dalam menjelaskan variabilitas dari imbalan saham PTBA.
4.3.5 Uji Statistik : Pengaruh Variabel Premi Pasar terhadap Imbalan Saham (F-
Test)
Uji simultan dengan F-Test ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh premi
risiko pasar terhadap imbalan saham. Hasil F-Test ini pada output SPSS dapat dilihat
pada tabel ANOVA. F-test digunakan dalam penelitian ini untuk dapat menjawab
Tabel 4.6
Hasil Uji Model Regresi (F-Test)
Perusahaan F-stat Prob.
ANTM 18.919 0.000
BUMI 7.655 0.009
ENRG 8.933 0.005
MEDC 5.472 0.025
APEX 9.554 0.004
CTTH 5.958 0.020
INCO 6.942 0.013
PTBA 3.506 0.070
Sumber : Hasil output SPSS 13.0
Tabel diatas menunjukkan nilai risiko keputusan dari semua perusahaan dalam
penelitian < level signifikansi 5% (terima Ho) kecuali pada PTBA. Artinya model
regresi dapat digunakan untuk memprediksi sebagian besar imbalan saham perusahaan
atau dapat disimpulkan bahwa faktor premi pasar berpengaruh secara signifikan
4.3.6 Uji Statistik : Pengaruh Premi Pasar terhadap Imbalan Saham (t-test)
Uji hipotesis ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel premi
pasar secara individual terhadap imbalan saham serta untuk membuktikan hipotesis
Tabel 4.7
Hasil Uji Hipotesis (t-test)
Perusahaan Konstanta Koefisien (β) t-stat Prob.
ANTM 0.039 1.678 4.350 0.000
BUMI 0.035 1.081 2.767 0.009
ENRG -0.001 1.313 2.989 0.005
MEDC 0.006 0.730 2.339 0.025
APEX 0.019 1.239 3.091 0.004
CTTH -0.015 1.311 2.441 0.020
INCO 0.043 0.915 2.635 0.013
PTBA 0.044 0.797 1.873 0.070
Sumber : Hasil output SPSS 13.0
Tabel diatas menunjukkan nilai risiko keputusan dari semua perusahaan dalam
penelitian < level signifikansi 5% (terima Ho) kecuali pada PTBA. Artinya model
regresi dapat digunakan untuk memprediksi sebagian besar imbalan saham perusahaan
atau dapat disimpulkan bahwa faktor premi pasar berpengaruh secara signifikan
saham) terdistribusi secara normal, dengan menggunakan level signifikansi (α) 5%. Bila
nilai risiko keputusan > level signifikansi (α) 5%, data terdistribusi secara normal.
Tabel 4.8
Hasil Uji Normalitas
Ri – Rf Kolmogorov- Asymp. Sig.
Smirnov Z (2-tailed)
ANTM 0.468 0.981
BUMI 0.553 0.920
ENRG 0.657 0.782
MEDC 0.790 0.561
APEX 0.676 0.750
CTTH 0.976 0.297
INCO 0.848 0.468
PTBA 1.117 0.165
Sumber : Hasil output SPSS 13.0
risiko keputusan > level signifikansi (α) 5%, berarti data terdistribusi secara normal dan
independen yang memiliki kemiripan dengan variabel lain dalam suatu model. Deteksi
multikolinearitas pada suatu model dapat dilihat jika nilai Variance Inflation Factor
(VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai tolerance tidak kurang dari 0,1, maka model dapat
Tabel 4.9
Hasil Uji Multikolinearitas
Collinearity Statistics
Model Tolerance VIF
pInflasi 0.941 1.063
pSBI 0.924 1.083
pKurs 0.979 1.022
Sumber : Hasil output SPSS 13.0
Hasil uji melalui Variance Inflation Factors (VIF) pada tabel diatas
menunjukkan bahwa masing-masing variabel independen memiliki VIF tidak lebih dari
10 dan nilai tolerance tidak kurang dari 0,1. maka dapat dinyatakan model regresi linier
berganda terbebas dari asumsi klasik multikolinearitas dan dapat digunakan dalam
penelitian.
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi linier
ada korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t dengan kesalahan pada
periode t-1 (sebelumnya). Model regresi berganda yang baik adalah yang bebas dari
autokorelasi. Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi dapat dilihat pada
nilai Durbin-Watson (DW) pada hasil regresi. Angka DW di bawah -2 berarti ada
Tabel 4.10
Hasil Uji Autokorelasi
Ri – Rf Durbin-
Watson
ANTM 1.957
BUMI 1.110
ENRG 1.462
MEDC 1.934
APEX 1.987
CTTH 1.914
INCO 1.550
PTBA 1.404
Sumber : Hasil output SPSS 13.0
Cara memprediksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas pada suatu model dapat
dilihat dari pola gambar scatter plot model tersebut. Analisis pada gambar scatter plot
yang menyatakan model regresi linier berganda tidak terdapat heteroskedastisitas jika:
Uji heteroskedastisitas dapat dilihat dari output SPSS pada gambar scatterplot berikut
Gambar 4.6
Uji Asumsi Klasik Heteroskedastisitas
Scatterplot
3
Regression Studentized Residual
-1
-2
-3
-2 -1 0 1 2
dapat disimpulkan bahwa model regresi linier berganda untuk ANTM terbebas dari
Uji kekuatan model (R2) yang ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi
inflasi, tingkat suku bunga BI rate, kurs dalam menjelaskan variabel imbalan saham.
informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel imbalan saham. Dari hasil
perhitungan, maka didapat hasil koefisien determinasi (kolom adjusted R square)
sebagai berikut:
Tabel 4.11
Uji Koefisien Determinasi
R
Perusahaan R Square Adjusted Std. Error of
R Square the Estimate
ANTM 0.495 0.245 0.174 0.1341
BUMI 0.373 0.139 0.058 0.1286
ENRG 0.270 0.073 -0.014 0.1525
MEDC 0.298 0.089 0.004 0.1030
APEX 0.433 0.188 0.112 0.1311
CTTH 0.327 0.107 0.023 0.1765
INCO 0.416 0.173 0.095 0.1111
PTBA 0.231 0.053 -0.036 0.1395
Sumber : Hasil output SPSS 13.0
Dapat dilihat dari hasil di atas bahwa ternyata APT dengan menggunakan 3
variabel bebas tidak mampu menghasilkan model yang signifikan dalam menjelaskan
4.4.6 Pengaruh Variabel Inflasi, BI Rate, dan Kurs terhadap Imbalan Saham
Uji simultan dengan F-Test ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh secara
variabel imbalan saham. Hasil F-Test ini pada output SPSS dapat dilihat pada tabel
ANOVA. F-test digunakan dalam penelitian ini untuk dapat menjawab hipotesis dalam
penelitian ini. Dari hasil perhitungan, didapat tabel seperti di bawah ini.
Tabel 4.12
Hasil Uji Model Regresi (F-test)
perusahaan F-stat Prob.
ANTM 3.460 0.028
BUMI 1.725 0.182
ENRG 0.837 0.484
MEDC 1.043 0.387
APEX 2.468 0.080
CTTH 1.279 0.298
INCO 2.229 0.104
PTBA 0.600 0.620
Sumber : Hasil output SPSS
Dari tabel 4.12 dapat dilihat bahwa hanya probabilitas ANTM lebih kecil dari
tingkat signifikasi 5% sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel inflasi, BI rate, dan
kurs secara bersama – sama hanya mempengaruhi imbalan saham ANTM (Ho diterima).
Tetapi sebagian besar perusahaan mempunyai probabilitas lebih besar tingkat signifikasi
5% (Ho ditolak) sehingga dapat disimpulkan bahwa imbalan saham pertambangan tidak
4.4.7 Pengaruh Variabel Inflasi, BI Rate, dan Kurs Terhadap Imbalan Saham (t-
test)
variabel makro (pertumbuhan inflasi, BI Rate, dan kurs ) secara individual terhadap
imbalan saham serta untuk membuktikan hipotesis dalam penelitian ini. Jika nilai risiko
keputusan (pada kolom sig.) < level signifikansi 5%, maka variabel-variabel makro
Tabel 4.13
Hasil Uji Hipotesis (t- test)
Perusahaan pInflasi pBI rate pKurs
Konstanta 0.080
Koefisien -0.217 0.468 -2.812
ANTM t-stat -1.923 0.810 -2.507
Prob. 0.063 0.424 0.017
Konstanta 0.063
BUMI Koefisien -0.117 -0.531 -1.875
t-stat -1.081 -0.957 -1.742
Prob. 0.288 0.346 0.091
Konstanta 0.029
ENRG Koefisien -0.053 0.062 -1.939
t-stat -0.411 0.094 -1.520
Prob. 0.683 0.926 0.138
Konstanta 0.022
Koefisien -0.005 0.277 -1.331
MEDC t-stat -0.058 0.623 -1.545
Prob. 0.954 0.538 0.132
Konstanta 0.047
Koefisien -0.002 -0.134 -2.980
APEX t-stat -0.016 -0.237 -2.717
Prob. 0.987 0.814 0.011
Konstanta 0.015
Koefisien 0.120 -0.846 -2.394
CTTH t-stat 0.809 -1.111 -1.622
Prob. 0.424 0.275 0.115
Konstanta 0.067
INCO Koefisien -0.092 -0.892 -1.251
t-stat -0.987 -1.859 -1.346
Prob. 0.331 0.072 0.188
Konstanta 0.063
Koefisien 0.005 -0.204 -1.554
PTBA t-stat 0.046 0.339 -1.332
Prob. 0.963 0.737 0.192
Sumber : Hasil Output SPSS 13.0
Dari hasil t-test, faktor perubahan inflasi memiliki nilai probabilitas yang lebih
besar dari nilai signifikansinya. Hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa faktor perubahan inflasi tidak berpengaruh secara signifikan
Faktor perubahan BI rate memiliki nilai probabilita lebih besar dari nilai
signifikansinya. Hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa faktor perubahan BI Rate tidak berpengaruh secara signifikan terhadap imbalan
saham perusahaan.
Selanjutnya, faktor perubahan nilai tukar memiliki probabilita lebih kecil dari
nilai signifikansi (5%) hanya pada ANTM dan APEX (Ho diterima). Sedangkan pada
sebagian besar perusahaan memiliki probabilitas lebih besar dari nilai signifikansi (5%)
sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa faktor perubahan nilai tukar tidak
Untuk membandingkan kedua model ini perlu dilakukan analisis lebih lanjut
melalui uji paired sample t test. Uji ini mencari sejauh mana perbedaan antara
model CAPM dan APT. Jika nilai risiko keputusan < level signifikansi (5%),
Tabel 4.14
Paired Sample t test untuk F-test
Paired Differences
Std.
95% Confidence Interval
Error Sig.
of the Difference
Std. Mean (2-
Mean Deviation Lower Upper T df tailed)
CAPM - APT 6.6623 3.9094 1.3822 3.3939 9.9306 4.820 7 0.002
Sumber : Hasil Output SSS 13.0
Dari tabel di atas, nilai probabilitas < nilai signifikansi 5%, yaitu 0.002 < 0.05
(Ho ditolak). Sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata kedua model berbeda secara
signifikan nilai mean F-test untuk CAPM lebih baik sebesar 6.6623 daripada nilai F-test
Tabel 4.15
Paired Sample t Test untuk Adjusted R2
Paired Differences
Std.
95% Confidence Interval
Error
of the Difference
Std. Mean Sig. (2-
Mean Deviation Lower Upper t df tailed)
CAPM – APT 0.1141 0.0467 0.0165 0.0751 0.1532 6.909 7 0.000
Sumber : Hasil Output SSS 13.0
Dari tabel di atas, nilai risiko keputusan lebih kecil dari nilai signifikansi 5%,
yaitu 0.000 < 0.05 (Ho ditolak). Sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata kekuatan
model regresi (Adjusted R2) kedua model berbeda secara signifikan. Di mana nilai
Adjusted R2 untuk CAPM lebih baik sebesar 0.1141 daripada nilai Adjusted R2 APT
dengan 3 faktor.
BAB V
5.1 Kesimpulan
menjawab hipotesis penelitian dan identifikasi masalah pada penelitian yang telah
diajukan pada bagian awal skripsi ini. Kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut:
1. premi pasar pada model CAPM tidak berpengaruh terhadap imbalan saham
imbalan saham – saham pertambangan dipengaruhi oleh premi pasar (Rm – Rf).
2. faktor prubahan inflasi, BI rate, kurs pada model APT tidak bepengaruh secara
perubahan kurs hanya berpengaruh pada imbalan saham ANTM dan APEX
saja.
3. berdasarkan uji perbandingan yamg menggunakan paired sample t test dapat
diketahui bahwa model CAPM dengan APT tiga faktor mempunyai perbedaan
rata – rata di mana CAPM mempunyai F-test dan adjusted R square lebih baik.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa premi pasar (Rm – Rf)
adalah faktor yang lebih berpengaruh terhadap imbalan saham daripada 3 faktor
5.2 Saran
1. Penelitian ini belum menggunakan variabel makro yang lain (model APT)
menggunakan atau menambah variabel makro yang lain pada model APT nya.
3. Karena regresi belum dapat menghasilkan hasil yang baik, peneliti berikutnya
perlu menggunakan faktor analisis agar menghasilkan hasil yang lebih baik