You are on page 1of 9

BAB I

PENDAHULUAN

Alhamdulilah, segala puji hanya milik Allah pencipta alam semesta yang telah banyak

memberikan rahmat dan memberikan lindungan serta kasih sayangnya kepada sekalian

mahluknya, sehingga Islam mampu menjadi agama yang menetramkan sekalian mahluk.

Shalawat serta salam senantiasa kita haturkan kepada sang pencerah umat, sang pemegang

kitab suci Al-Qur’an Nabi Muhammad SAW juga beserta para sahabatnya yang istiqomah

memperjuangkan Islam, semua ini tiada lain adalah hasil dari akal dan wahyu yang selalu

berdampingan dalam memberikan petunjuk kepada manusia itu sendiri, karena

pemahaman yang baik akan melahirkan keistiqomahan, sudut pandang yang baik dan juga

ahlak yang baik. Dan dengan akal pulalah manusia bisa menjadi ciptaan pilihan yang allah

amanatkan untuk menjadi khalifah di muka bumi ini, begitu juga dengan wahyu yang

dimana wahyu adalah pemberian allah yang sangat luar biasa untuk membimbing manusia

pada jalan yang lurus.

Dalam perdebatan antara sesama kaum Muslim, cukup sering kita mendengar

timbulnya sebuah masalah ketika harus mendahulukan salah satu di antara akal dan wahyu. 

Bahkan ulama sekaliber Yusuf Qardhawi pun tidak luput dari kritik dalam hal ini.  Ada pihak-

pihak tertentu yang menganggap bahwa beliau lebih mengutamakan akalnya (yang jelas

terbatas) daripada wahyu. Begitu pula dengan aliran teologi dalam islam baik asy,ariyah

maturidiyah apalagi mu’tazilah sama-sama mempergunakan akal dalam menyelesaikan

persoalan-persoalan teologi yang timbul dikalangan umat Islam perbedaan yang terdapat

antara aliran-aliran itu ialah perbedaan derajat dalam kekuatan yang diberikan kepada akal,

1
kalau mu’tazilah berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang kuat, As’ariyah sebaliknya

akal mempunyai daya yang lemah .

Akal dan wahyu adalah sesuatu yang sangat komplek, saling berhubungan, saling

menguatkan. Inilah yang bisa membedakan manusia dengan mahluk lainya. Akal disebut

saling berhubungan dengan wahyu karena untuk menjadikan budi pekerti yang baik kita

harus dibina melalui ilmu yang baik pula yang ilmu itu ada dalam Al-Qur’an .

Semua aliran juga berpegang kepada wahyu , dalam hal ini yang terdapat pada aliran

tersebut adalah hanya perbedaan dalam interpretasi. Mengenai teks ayat-ayat Al-Qur’an

dan hadits, perbedaan dalam interpretasi inilah, sebenarnya yang menimbulkan aliran-aliran

yang berlainan itu tentang akal dan wahyu. Hal ini tak ubahnya sebagai hal yang terdapat

dalam bidang hukum Islam atau fiqih.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Akal

1. Akal menurut pendapat Muhammad Abduh adalah ‘’suatu daya yang hanya

dimiliki manusia dan oleh karena itu dialah yang memperbedakan manusia dari

mahluk lain’’.1)

2. Akal adalah ‘’tonggak kehidupan manusia yang mendasar terhadap kelanjutan

wujudnya, peningkatan daya akal merupakan salah satu dasar dan sumber

kehidupan dan kebahagiaan bangsa-bangsa’’.2)

3. Akal adalah jalan untuk memperoleh iman sejati, iman tidaklah sempurna

kalau tidak didasarkan akal iman harus berdasar pada keyakinan, bukan pada

pendapat dan akalah yang menjadi sumber keyakinan pada Tuhan.

B. Kekuatan akal

1. Mengetahui tuhan dan sifat-sifatnya.

2. Mengetahui adanya hidup akhirat.

3. Mengetahui bahwa kebahagian jiwa di akhirat bergantung pada mengenal

tuhan dan berbuat baik, sedang kesengsaraan tergantung pada tidak

mengenal tuhan dan pada perbuatan jahat.

4. Mengetahui wajibnya manusia mengenal tuhan.

5. Mengetahui wajibnya manusia berbuat baik dan wajibnya ia menjauhi

perbuatan jahat untuk kebahagiannya di akhirat.

1
. www.mediamuslim.com
2
. www.wikipedia.com

3
6. Membuat hukum-hukum mengenai kewajiban-kewajiban itu.

C. Pengertian Wahyu

1. Wahyu baik berupa Al-qur’an dan Hadits bersumber dari tuhan, Pribadi nabi

Muhammad yang menyampaikan wahyu ini, memainkan peranan yang

sangat penting dalam turunnya wahyu.

2. Wahyu mmerupakan perintah yang berlaku umum atas seluruh umat

manusia, tanpa mengenal ruang dan waktu, baik perintah itu disampaikan

dalam bentuk umum atau khusus.

3. Wahyu adalah nash-nash yang berupa bahasa arab dengan gaya ungkap dan

gaya bahasa yang berlaku.

4. Apa yang dibawa oleh wahyu tidak ada yang bertentangan dengan akal,

bahkan ia sejalan dengan prinsip-prinsip akal.

5. Wahyu adalah merupakan satu kesatuan yang lengkap, tidak terpisah-pisah.

6. Wahyu itu menegakkan hukum menurut kategori perbuatan manusia. baik

perintah maupun larangan.

7. Sesungguhnya wahyu yang berupa al-qur’an dan as-sunnah turun secara

berangsur-angsur dalam rentang waktu yang cukup panjang.

D. Kekuatan wahyu

1. Wahyu lebih condong melalui dua mukjizat yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah.

2. Membuat suatu keyakinan pada diri manusia

3. Untuk memberi keyakinan yang penuh pada hati tentang adanya alam ghaib.

4. Wahyu turun melalui para ucapan nabi-nabi.

4
E. Akal dan Wahyu Menurut beberapa Aliran

Masalah akal dan wahyu dalam pemikiran kalam dibicarakan dalam konteks, yang

manakah diantara kedua akal dan wahyu itu yang menjadi sumber pengetahuan manusia

tentang tuhan, tentang kewajiban manusia berterima kasih kepada tuhan, tentang apa yang

baik dan yang buruk, serta tentang kewajiban menjalankan yang baik dan menghindari yang

buruk.

Aliran Mu’tazilah sebagai penganut pemikiran kalam tradisional, berpendapat’’

bahwa akal mempunyai kemampuan mengetahui empat konsep tersebut’’. 3) Sementara itu

aliran Maturidiyah Samarkand yang juga termasuk pemikiran kalam tradisional, mengatakan

juga kecuali kewajiban menjalankan yang baik dan yang buruk akan mempunyai

kemampuan mengetahui ketiga hal tersebut.

Sebaliknya aliran Asy’ariyah, sebagai penganut pemikiran kalam tradisional juga

berpendapat bahwa akal hanya mampu mengetahui tuhan sedangkan tiga hal lainnya, yakni

‘’kewajiban berterima kasih kepada tuhan, baik dan buruk serta kewajiban melaksanakan

yang baik dan menghindari yang jahat diketahui manusia berdasarkan wahyu’’. 4) Sementara

itu aliran maturidiah Bukhara yang juga digolongkan kedalam pemikiran kalam tradisional

berpendapat ‘’bahwa dua dari keempat hal tersebut yakni mengetahui tuhan dan

mengetahui yang baik dan buruk dapat diketahui dngan akal, sedangkan dua hal lainnya

yakni kewajiaban berterima kasih kepada tuhan serta kewajiban melaksanakan yang baik

serta meninggalkan yang buruk hanya dapat diketahui dengan wahyu’’. 5)

3
. Harun Nasution,Teologi Islam, (Jakarta,ui,2009), hal 9
4
. Harun Nasution,Teologi Islam, (Jakarta,ui,2009), hal 84
5
. Harun Nasution,Teologi Islam, (Jakarta,ui,2009), hal 91

5
Adapun ayat-ayat yang dijadikan dalil oleh paham Maturidiyah Samarkand dan

mu’tazilah, dan terlebih lagi untuk menguatkan pendapat mereka adalah surat as-sajadah,

surat al-ghosiyah ayat 17 dan surat al-a’rof ayat 185. Di samping itu, buku ushul fiqih

berbicara tentang siapa yang menjadi hakim atau pembuat hukum sebelum bi’sah atau nabi

diutus, menjelaskan bahwa Mu’tazilah berpendapat pembuat hukum adalah akal manusia

sendiri . dan untuk memperkuat pendapat mereka dipergunakan dalil al-Qur’an surat Hud

ayat 24.

Sementara itu aliran kalam tradisional mngambil beberapa ayat Al-qur’an sebagai

dalil dalam rangka memperkuat pendapat yang mereka bawa . ayat-ayat tersebut adalah

ayat 15 surat al-isro, ayat 134 surat Taha, ayat 164 surat An-Nisa dan ayat 18 surat Al-Mulk.

F. Keselarasan Antara Akal Dan Wahyu

Sebenarnya akal dalam pandangan Islam diletakkan pada tempat yang layak, tidak

meninggikannya hingga menjadi sesuatu yang dipertuhankan. Tetapi juga tidak direndahkan

atau dihinakan hingga penyandangnya tak ubahnya seperti hewan. Mengutip perkataan Ali

bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid al-Halabi al-Atsari,’’Islam telah menunjukkan beberapa

fenomena penghormatan terhadap akal; diantaranya dalam menegakkan dakwah kepada

iman berdasarkan kepuasan akal’’. 6)

Islam juga menantang akal manusia agar mendatangkan kitab semisal al-Qur'an.

Diharapkan dengan ketidakmampuan akal manusia untuk mendatangkan kitab seperti al-

Qur'an, manusia mau mengakui bahwa al-Qur'an benar-benar datang dari sisi Alloh

Subhanahu wa Ta'ala. Firman Alloh Subhanahu wa Ta'ala, yang artinya: "Maka hendaklah

mereka mendatangkan kalimat yang semisal al-Qur'an itu jika mereka orang-orang yang

benar." (QS: ath-Thuur:34)


6
. www.mediamulim.com

6
Selain itu, akal juga diarahkan untuk memikirkan makhluk-makhluk Alloh (al-Qur'an

Surah Ali Imran: 191; ar-Ruum: 8), untuk memikirkan syari'at Alloh Subhanahu wa Ta'ala (al-

Baqarah: 179, 184 dan al-Jumu'ah: 9), untuk mengamati umat-umat terdahulu dan mengapa

mereka durhaka (al-An'am: 6,11) dan juga diarahkan agar akal manusia mau memikirkan

kejadian-kejadian alam dan kehidupan sekitarnya (al-Kahfi : 45).

Meski penghormatan Islam terhadap akal sedemikian besar, bukan berarti

seseorang lantas semaunya mempergunakan akal, seseorang lantas diperbudak oleh

akalnya sendiri. Hingga, setiap masalah dihadapi hanya oleh kekuatan akalnya. Terlebih

dalam masalah yang berkaitan dengan agama. Contoh kasuistik yang telah begitu lekat

dalam perjalanan sejarah Islam dalam masalah dominasi akal, adalah aliran Mu'tazilah atau

Neo Mu'tazilah sebagai pewaris leluhurnya di masa sekarang. Kelompok satu ini berprinsip

bahwa naql (wahyu/nash) tidak boleh bertentangan dengan akal. Oleh karena itu, setiap

masalah syari'at bisa dicerna oleh akal. Dan jika ada suatu nash yang nampak (menurut

mereka) bertentangan dengan akal, niscaya mereka akan mena`wilkan nash tersebut,

sehingga selaras dengan akalnya. Pola pikir semacam inilah yang akhirnya menjungkir

balikkan nash-nash yang telah dipahami dan diyakini oleh para salafu al-ummah dulu. Dari

pola pemahaman yang demikian, lantas lahir beragam ta`wil, yang pada hakekatnya

menafikan sifat-sifat Allah, nikmat dan adzab kubur, surga dan neraka, qadar Alloh

Subhanahu wa Ta'ala dan sebagainya.

Sesuatu yang masuk akal menurut Islam adalah sesuatu yang sesuai dengan al-kitab

was-sunnah, sedangkan sesuatu yang tidak masuk akal (majhul) adalah sesuatu yang

menyalahi al-Qur'an dan As Ssunnah. Petunjuk adalah sesuatu yang selaras dengan manhaj

7
sahabat, dan tidak ada jalan lain untuk mengenali petunjuk serta pola-pola sahabat

melainkan atsar-atsar ini.

BAB III

PENUTUP

Manusia diciptakan oleh Allah sebagai mahluk yang mempunyai akal untuk berpikir

dan berbuat dan diturunkanlah kepada mereka wahyu, agar menjadi penuntun bagi mereka.

Dapatlah dikatakan hubungan antara wahyu dan akal merupakan bagian dari rencana Allah

untuk menjadikan manusia sebagai mahluk yang bertaqwa kepadanya. Yang terpenting kita

dalam Menghadapi suatu nash, khususnya yang berkenaan masalah aqidah, tidaklah perlu

melalui perbincangan yang panjang lebar atau memaksakan. Tetapi cukup dengan

mengimani dan membenarkannya. Memperbincangkan dengan tanpa landasan yang benar,

apalagi hanya sekedar dengan akal, tak akan membawa faedah.

Demikianlah sikap yang patut menjadi teladan dalam mengimani ayat-ayat Alloh

Subhanahu wa Ta'ala dan hadits shahih dari Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Mudah-

mudahan Alloh Subhanahu wa Ta'ala memberikan petunjuk kepada kita semua.

8
DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Harun, Akal dan Wahyu dalam Islam, UI Press, Jakarta, cetakan kedua, 1986.

Nasution, Harun, Teologi Islam (Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan), UI Press,

Jakarta, 2009.

Syukur, Amin, Prof. Dr. H.M MA., Pengantar Studi Islam, CV. Bima Sejati, Semarang, 2003.

www.mediamuslim.info

DR.Hamid Fahmy zarkasih,M.phil, Seputar pemikiran islam/www.blogger.com

www.wikipedia.com

You might also like