You are on page 1of 17

Perkembangan Regionalisme dan Integrasi di Eropa

Kita senantiasa dan kini mengharapkan


suatu Eropah yang bersatu dan kuat, yang
berbicara dengan suara yang sama, yang bertindak
dengan kemauan yang sama, suatu kekuatan dunia
sebagai partner yang penuh dan derajat.
CPF Luhulima

Kata-kata diatas merupakan pidato Presiden Kennedy di Frankfurt pada tahun


1963, yang menginginkan Eropah Barat sebagai kesatuan, yang berguna bagi kepentingan
Amerika Serikat untuk mengimbangi pengaruh Uni Soviet di Eropah. Keinginan Eropah
Bersatu bukan lagi sebuah gagasan impian dengan di tanda tangani Perjanjian Maastricht
pada tanggal 7 Februari 1992 oleh dua belas pemerintah anggota ME yang secara konkrit
meletakkan dasar-dasar bagi penyatuan Eropah. Sebuah Eropah Raya yang dengan
penduduk 344,1 juta yang memiliki satu kewarganegaraan dan satu masa uang yang
sama. Eropah bersatu tidak bisa digunakan lagi oleh Amerika Serikat untuk mengimbangi
Uni Soviet di Eropah, sebab negara-negara satelit Uni Soviet jatuh berguguran dan harus
menggantikan ideologi Komunis dan mengubahnya menjadi demokrasi. Kemudian
disusul dengan berantakannya Uni Soviet yang merupakan gong terakhir bagi tamatnya
Perang Dingin yang sudah berlangsung hampir setengah abad. Perubahan politik yang
terjadi di Eropah itu sebenarnya merugikan Amerika Serikat, karena pengaruhnya yang
selama ini menentukan di Eropah secara bertahap akan berkurang dan digantikan dengan
Jerman atau Perancis yang saling bersaing memimpin Eropah, yang satu suara
menghadapi Amerika Serikat dalam persaingan dagang. Bagi Kawasan Eropah, usaha-
usaha kearah kerja sama regional maupun integrasi bukanlah merupakan sesuatu hal yang
baru terjadi tetapi usaha-usaha semacam itu sudah berjalan lama. Tulisan ini mencoba
mengungkapkannya, sehingga sidang pembaca memperoleh perspektif sejarah dalam
memahami regionalisme dan integrasi Eropah yang banyak dibicarakan akhir-akhir ini.

Eropah1 sebagai Identitas

Suatu Identitas bersama menunjukkan bahwa individu-individu tersebut setuju


atas pendefinisian diri mereka yang saling diakui, yakni suatu kesadaran mengenai
perbedaan mereka dengan orang lain. Kesadaran semacam itu juga terjadi pada masa
1
Berdasarkan Mitologi Yunani, Eropah adalah nama seorang putri Agenor yang memikat hati Zeus atau
Jupiter, Zeus yang tertarik dengan anak manusia biasa itu mengubah dirinya menjadi Sapi Jantan dan
mendekati Eropah yang sedang bermain di padang rumput ayahnya. Atas persetujuan Eropah, Sapi Jantan
yang diketahui oleh Eropah adalah Zeus kemudian membawa Eropah pergi diatas bahunya mengarungi
lautan luas serta menurunkan Eropah di pantai negeri baru dan menamakan negeri itu Eropah. Kalau tadi
dibicarakan istilah ‘Eropah’ pertama kali disebutkan dan sebaliknya istilah ‘orang-orang Eropah’ baru
digunakan pertama kali oleh seorang Chronicle ketika orang-orang Arab dikalahkan Karel Martel dalam
pertempuran di Tours pada tahun 732.
1
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
kekaisaran Romawi, dimana orang-orang dari Britania hingga Mesir, dari Mauretania
hingga Armenia menganggap dirinya sebagai Civis Romanus Sum atau Saya adalah
seorang warganegara Romawi. Walaupun mereka terdiri berbagai bangsa, tetapi ada yang
menyatukan kekaisaran itu dengan adanya mata uang yang sama, bahasa yang umum
dipakai, kewarganegaraan yang sama dengan pandangan hidup yang sama yang
kesemuanya ditujukan demi tegaknya Pex Romana. Kemampuan kekaisaran Romawi
mempertahankan eksistensinya sedemikian lama serta sedemikian luas wilayah
kekuasaannya telah membangkitkan sebuah nostalgia serta kekaguman generasi-generasi
selanjutnya untuk mengikutinya.
Kejadian itu terjadi dalam bentuk yang berbeda ketika Eropah mendapat ancaman
bangsa Arab Muslim dari dua arah. Pada tahun 711 Spanyol jatuh dan pulau di Laut
Tengah berhasil diduduki. Kemenangan itu tak berkepanjangan dengan berhasilnya Raja
Leo III dapat menahan serangan kaum muslimin yang menyerbu Konstantinopel pada
tahun 717 sehingga dengan terbendung ancaman langsung ke Eropah dari pintu gerbang
sebelah Timur selama kira-kira tujuh abad. Pada tahun 732, Raja Franks, Karel Martel
telah membebaskan Eropah Barat dari ancaman kaum Muslimin dalam pertempuran di
Tours. Ekspansi orang Arab itu dianggap sebagai ancaman sekaligus mempersatukan
orang-orang Nasrani di Eropah. Boleh dianggap sebagai hukum sejarah, bahwa persatuan
hampir selalu muncul sebagai akibat tekanan yang datang dari luar.
Charlemange, cucu Karel Martel merasa bahwa kerajaannya yang menganut
agama Nasrani terkepung, disebelah Utara oleh bangsa Saks dan Denmark yang kafir, di
Timur oleh bangsa Avar sedangkan di sebelah Selatan oleh negeri Spanyol yang
beragama Islam. Untuk menghindari ancaman itu serta penyebaran agama Nasrani,
Charlemange melakukan sejumlah penaklukan sehingga ia akhirnya berhasil menyatukan
hampir seluruh Eropah Barat. Peperangan yang dikobarkan oleh Charlemange itu
menguntungkan gereja, karena dia tidak berhenti pada penaklukan saja tetapi
membangun bangunan gereja serta mengangkat kaum Rochaniawan ke dalam aparat
pemerintahan, karena dianggap memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk itu. Sebagai
konsekuensinya, undang-undang yang ditulis bernafaskan agama Nasrani. Atas jasa-
jasanya Charlemange pada hari Natal tahun 800, mendapat penghargaan dari Sri Paus
Leo III dengan mengenakan mahkota diatas kepalanya dan mengumumkan bahwa ia
adalah kaisar Romawi. Ini berarti kebangkitan Kekaisaran Romawi Barat yang sudah
hancur dinyatakan bangkit kembali dan Charlemange merupakan pangganti Agustus
Caesar yang sah. Kerajaan Karoling tak bertahan lama, putranya yang bernama Louis
yang salah dalam akhir hayatnya segera membagi-bagikan kerajaan kepada cucu
Charlemange. Wilayah kerajaan yang terbagi tiga itu justeru menjadi sumber perpecahan.
Walaupun orang Eropah berbeda-beda bangsa, tetapi ada yang menyatukan diri
mereka, bahwa mereka adalah orang Nasrani yang berkiblat ke Roma, dimana Paus
bertahta. Identitas bersama itu menjadi lebih menonjol ketika tersulut Perang Salib.
Kejadian itu diawali dengan ribuan penziarah yang berkunjung ke Jerusalem mendapat
gangguan oleh orang Turki. Gangguan orang Turki itu membangkitkan amarah kepala
generasi Katolik Roma. Dalam suatu sionde di Clermont (Perancis) pada tahun 1095
umat Nasrani dikerahkan oleh Paus Urbanus II untuk mengangkat senjata merebut tanah
suci Jerusalem dari tangan orang Islam. Seruan itu mendapat sambutan seraya berkata –
Allah menghendakinya. Mereka menempelkan sebuah salib dari kain merah pada bahu
atau dadanya sebagai tanda, bahwa mereka mau pergi ke Jerusalem, dimana Yesus

2
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Kristus disalibkan. Motivasi mereka mengikuti perang salib diwarnai keinginan mendapat
keuntungan dan kehormatan, atau tertarik dengan kisah ajaib dunia Timur, dan tak sedikit
pula yang ingin mendapat penghapus hukuman dosa yang dijanjikan oleh kepala Gereja
Katolik Roma. Sebaliknya bagi Paus sendiri ingin mengembangkan kekuasaannya ke
sana. Perang Salib mempunyai arti Rohani yang mulia bagi kaum Nasrani dan dianggap
sebagai kebajikan besar, tetapi dalam prakteknya perang tidak berbeda dengan perang
biasanya.
Perang Salib yang berlangsung tidak terus-menerus selama 150 tahun lebih,
menyebabkan sebagian besar orang Nasrani menemui ajalnya di negeri Suci itu. Darah
kaum Nasrani membasahi Asia Kecil dan Palestina. Untuk sementara Jerusalem berada di
tangan kaum Nasrani tetapi kemudian kota itu jatuh ke tangan kaum Turki Muslimin dan
kota itu tetap berada di tangan mereka. Orang Turki inilah pada tahun 1453 yang merebut
Konstantinopel yang berada di bawah kekuasaan Yunani, yang sempat berpindah tangan
pada Gereja Katolik Roma selama lima puluh tahun ketika Perang Salib berlangsung.

3
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Revolusi Perancis dan Napoleon Bonaparte

Gereja katolik Roma yang dahulu begitu berkuasa menjadi surut dengan
munculya gerakan Protestanisme serta kebangkitan gereja kebanggan Katolik Roma yang
melepaskan diri dari kekuasaan Roma. Gereja Katolik Roma tidak lagi menjadi satu-
satunya gereja kaum Nasrani. Semenjak Perjanjian Ausburg 1555 kesatuan gereja Kristus
secara remi terbelah. Agama Nasrani yang dahulu menyatukan umatnya sebagai kesatuan
kini dengan disertai kepentingan politik mengobarkan perang agama yang kemeudian
dikenal dengan perang Tiga Puluh Tahun (1618 – 1648). Perang yang melibatkan
Swedia, Perancis, Spanyol dan Bohemia itu diwarnai dengan kepentingan
mempertahankan atau menentang absolutisme raja dari keluarga Hasburg yang
merupakan lawan tradisional dari Perancis.
Tantangan terhadap Absolutisme raja juga melanda Perancis yang rakyat Perancis
sudah bosan dengan kekeuasaan raja yang berlebihan dan pemungutan pajak yang hanya
menambah beban rakyat saja. Kemarahan rakyat tak bisa dibendung lagi dan akhirnya
Bastille yang merupakan lambang kekuasaan tak terbatas raja jatuh pada tanggal 14 Juni
1789. Api Revolusi Perancis berkobar menuju Inggris, Belanda, Belgia, Swiss, Jerman,
Austria, Hongaria, Polandia, Swedia, Italia, Spanyol, Semenanjung Balkan dan Rusia.
Perancis tidak saja mengobarkan tetapi juga memaklukan perang kepada seluruh negeri
Eropah dengan tujuan melepaskan bangsa yang ditindas kelaliman raja dan negara-negara
yang kontra revolusioner membasmi setiap pergolakan politik yang dianggap
membahayakan kekuasaan raja. Dalam ekspansinya kadang-kadang Perancis
menganeksasi negara-negara yang ditaklukan, atau daerah kekuasaannya diberi status
sementara tanpa menentukan nasib mereka. Ada pula berbagai daerah yang statusnya
diubah menjadi republik saudara muda. Diantara semua negara Eropah yang merdeka,
hanyalah negara-negara Skandinavia yang tidak berjuang melawan Perancis dari tahun
1789 hingga 1799.
Salah satu jenderal yang berjasa memperluas kekuasaan Perancis adalah
Napoleon Bonaparte. Serangkaian kemenangan militer jenderal yang berusia 28 tahun
telah menempatkan dirinya sejajar dengan Iskandar Agung, Hanibal dan Caesar.
Namanya mulai terangkat ketika ia menunjukkan kebolehan dalam pertempuran di
Toulan (Perancis ingin merebut kota itu dari Inggris). Serangkaian kemenangan yang
diperoleh telah menejadikan dirinya sebagai pahlawan ketika kembali ke Perancis. Krisis
ekonomi serta ketidakmampuan Directoire mengatasi kekacauan dalam negeri Perancis,
yang ketika itu sedang berperang melawan Ausria dan Inggris (Belanda, Spanyol dan
Prusia menghentikan perang pada tahun 1795) telah mengundang Napoleon Bonaparte
untuk merebut kekuasaan pada tanggal 10 november 1799. Kemudian Napoleon
Bonaparte mengangkat dirinya sebagai konsul pertama dan dilanjutkan sebagai konsul
seumur hidup pada tahun 1800.

4
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Setelah dua tahun Napoleon menjadi konsul seumur hidup, Perancis mengadakan
perdamaian dengan Austira dan Inggris tetapi perdamaian itu hanya berlangsung setahun
saja, karena Inggris kuatir dengan perdagangan serta pelayaran Perancis yang semakin
besar itu membahayakan Inggris dan akhirnya Inggris memaklumkan perang kepada
Perancis, yang disusul kemudian dengan Austria dan Rusia. Serangan Napoleon ke
pelabuhan Boulogne dan Calais berhasil dilumpuhkan Inggris, akan tetapi di Austerlitz
(1805) Napoleon berhasil memukul tentara Rusia dan Austria sehingga Austria terpaksa
mengadakan perjanjian yang berat sebelah dengan Perancis.
Walaupun Rusia terpukul tetap melawan bahkan setahun kemudian dibantu Prusia
yang takut akan kekuasaan Napoleon yang sudah merambah ke sebagian daerah Jerman.
Pada tahun 1806 Jerman diserbu Napoleon dan Prusia dikuasai Napoleon dan Kerajaan
Romawi Suci dihapuskan. Kaisar Austria tidak lagi menjadi kaisar kerajaan Romawi Suci
dan tidak berkuasa atas Jerman, ia hanya menjadi kaisar kerajaan Austria saja. Ketika itu
Napoleon yang berada di Berlin, mengeluarkan dekrit yang melarang negara-negara
Eropah berdagang dengan Inggris. Kebijaksanaan mematahkan perdagangan dan
perekonomian Inggris dilakukan setelah menyadari bahwa Perancis dengan bantuan
Spanyol tak berhasil menghancurkan armada Inggris dibawah pimpinan Nelson di
Trafalger pada tahun 1805.
Perdamaian Napoleon dengan Rusia dan Prusia di Tilsit (1806) merupakan
pelaksanaan dekrit Berlin sebab Rusia yang meneganggap sebagai ahli waris kerajaan
Romawi Timur diharuskan menutup pantai Rusia dan menjaga pantai Finlandia serta
Balkan, agar ruang perdagangan Inggris menjadi sulit bergerak. Prusia dibuat tak
berkutik dengan diduduki sejumlah kota dan di Polandia diangkat seorang Hertog besar
yang bertugas mengawasi Prusia. Kebijaksanaan yang dilancarkan Napoleon itu
menyebabkan negara-negara Eropah tunduk kepada Napoleon. Apabila ada kerajaan yang
tidak mau menutup pelabuhan akan diduduki sebagaimana yang terjadi di Portugal dan
ada pula yang ditundukkan melalui jalan damai sebagaimana Denmark. Kejadian itu
menunjukkan bahwa Napoleon tidak saja melancarkan perang militer, tetapi telah
memasuki ke dalam perang ekonomi, yang berguna sebagai tambahan dalam operasi-
operasi militer. Kemampuan menguasai sumber-sumber strategis bisa menyebabkan
kemapuan bertempur lawan menjadi lemah.

5
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Untuk melanggengkan kekuasaannya atas Eropah, Napoleon mengangkat
saudara-saudaranya menjadi raja-raja di Eropah. Louis Napoleon di Nederland, Jerome di
Westphalen (Jerman), Josef di Spanyol dan Murat, ipar Napoleon di Napoli (Italia).
Napoleon pun menikahi Marie Louis, putri Austria, yang kerajaannya telah dipukul
mundur di Wagram, Austria (1809) dengan harapan agar bisa masuk dalam keluarga raja-
raja Eropah. Melalui politik dinasti ini Napoleon menginginkan agar keturunannya
sebagai suatu dinasti raja-raja untuk Perancis pada khususnya dan Eropah pada
umumnya. Kebijaksanaan politik luar negeri semacam itu justeru menyebabkan Rusia,
Prusia serta Austria mengangkat senjata melawan Perancis di Leipzif pada tahun 1813.
Peperangan yang melibatkan sebagian besar negara-negara di Eropah ini berakhir dengan
kekalahan Napoleon dan Ia menyerahkan tahtanya pada putranya. Napoleon Bonaparte
yang telah mengoyak-ngoyak peta politik Eropah diasingkan ke Elba, Italia. Politik Luar
Negeri Napoleon yang ditujukan kepada pembentukan Perancis menejadi negara terbesar
di Eropah dan membentuk seluruh Eropah sebagai suatu federasi yang dikuasai Perancis
telah mengalami kegagalan. Dari sudut inilah dapat dimengerti apa sebab Napoleon
menempatkan saudara-saudaranya sebagai raja di beberapa negara di Eropah.

Persekutuan Negara-Negara Eropah

Untuk mencegah dinasti Napoleon Kembali ke Perancis dan menjamin


penyelesaian teritorial yang dibuat pada akhirnya peperangan melawan Napoleon
diadakan suatu aliansi selama dua puluh tahun yang melibatkan Austria, Britania Raya
dan Prusia dalam Perjanjian Chaumont (1814). Kemudian diadakan Kongres di Wina
(1815) yang mencoba mengembalikan keadaan Eropah sebagimana adanya sebelum
Revolusi Perancis. Secara keseluruhan penyusunan daerah-daerah tak banyak
memperhatikan aspirasi nasional dan perubahan-perubahan baru akibat meluasnya
pengaruh Revolusi Perancis diabaikan. Para penguasa lebih mengutamakan perdamaian
dan ketertiban diatas segala-galanya. Kemudian diadakan sebuah aliansi Suci oleh kaisar
Astria, Tsar Rusia dan Raja Prusia kemudian disusul sejumlah negara-negara Eropah
yang bertujuan untuk menghadapi serta mengatasi –gerakan-gerakan revolusioner—yang
diakibatkan pengaruh Revolusi Perancis pada tahun 1815. Selanjutnya menyusul
Quadruple Alliance (Aliansi Empat Negara) yang ditandatangani Rusia, Austria, Prusia
dan Inggris di Paris (1815), yang betujuan mempertahankan Kongres Wina dan
Perdamaian Paris I serta II.
Perjanjian-perjanjian yang tujuannnya melanggengkan kekuasaan raja setempat
tantangan dari rakyat yang digerakkan oleh harapan akan berlakunya prinsip-prinsip yang
diperkenalkan Revolusi Perancis atas negeri mereka. Kebencian terhadap aliansi raja-raja
yang mengabaikan kepentingan rakyat telah menyebabkan rakyat dari semua negeri
bahwa mereka sepaham dan sealiran. Mereka menganggap mengenai pentingnya
diadakan kerjasama melawan para raja dalam rangka membatasi kekuasaan tak terbatas
raja. Untuk mewujudkan itu kaum Patriot sebagaimana dilanjutkan dengan mengadakan
pemberontakan. Revolusi kemudian pecah di Naples, Piedmont dan Portugal pada tahun
1920. Austria dengan mengatas nama Aliansi Suci memadamkan pemberontakan dan
mengembalikan monarki absolut Napels dan Piedmont ke dalam tahta mereka. Dukungan

6
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
terhadap raja yang berkuasa menghadapi pemberontakan berhenti ketika dihadapkan oleh
kepentingan nasional suatu negara sebagaimana yang dihadapi Rusia. Ketika rakyat
Yunanimemberontak pada Turki pada tahun 1821, Rusia sebagai pelindung tradisional
dari warga Kesultanan Turki Ottoman yang memeluk kepercayaan Katolik Orthodox dan
mengimpikan memiliki Konstantinopel malahan mendukung pemberontakan dengan
menyatakan perang terhadap Turki. Kejadian ini sebagai titik tolak Aliansi Suci menuju
keruntuhan karena terjadi perbedaan mendasar mengenai masalah mempertahankan status
quo serta asas keadilan.
Keinginan Napoleon menguasai Eropah diteruskan oleh keponakannya yang
bernama Napoleon III yang memang menginginkan mendapat sejumlah kemenangan
militer agar Perancis disegani di Eropah. Perancis membantu Turki melawan Rusia dalam
Perang Krim (1853 – 1856). Napoleon III berjanji membantu Sardinia mengusir Austria
dari Lombardia-Venetia dan sebagai imbalannya memperoleh Savoya dan Nizza.
Keponakan Napoleon Bonaparte ini juga ingin membeli Luxemburg dari Willian II dari
Belanda. Keinginan itu berarti ekspansi Perancis kearah Jerman dan maksud memberi
Luxemburg dibatalkan karena mendapat protes dari Bismarck (Prusia). Ketegangan
Perancis dengan Prusia meledk juga dengan munculnya masalah pergantian putra
mahkota Spanyol yang kemudian dipertajam dengan menghilangkan beberapa kalimat
dalam Emser Depeche oleh Bismarck sehingga membuat Perancis menejadi tersinggung
dan menyatakan perang kepada Prusia (1870). Peperangan kedua negara itu diakhiri
dengan kekalahan Perancis pada tahun 1871.
Menyadari betapa kurang canggih perlengkapan senjata yang dimiliki Perancis
dibandingkan dengan Negara Kesatuan Jerman, Perancis yang menaruh dendam terhadap
Jerman atas kekalahannya bekerja sekeras mungkin dalam memodernisir persenjataan
agar bisa menghadapi Jerman Lagi. Bismarck yang ingin agar Jerman menjadi negara
terbesar di Eropah mencoba menghindari peperangan yang bisa melemahkan kedudukan
Jerman saja selama Jerman masih merasa belum kuat. Kanselir Jerman itu menyadari
bahwa Perancis setiap saat bisa meletupkan api peperangan Jerman – Perancis. Oleh
karena itu Jerman mencoba mengisolir Perancis dan mengadakan politik damai terhadap
negara-negara sekitarnya.
Jerman mengadakan pendekatan kepada Rusia yang marah karena merasa
dirugikan dalam kongres Berlin (1878). Rusia mendapat bantuan ekonomi dan industri
dengan harapan agar tidak berpihak kepada Perancis. Dalam Reinsurance Treaty (1887)
ditetapkan kalau Rusia akan tidak memihak apabila meletus perang Jerman – Perancis
dan sebaliknya Jerman bersikap sama kalau meletus perang Rusia – Austria. Iggris di
dekati Jerman dengan penampilan yang low profile. Kanselir Bismarck mendekati
Austria dengan memberikan Bosnia dan Herzegovina dalam kongres Berlin dengan
harapan besar Austria mengarahkan pikirannya karena dan sekaligus melupakan dendam
lama Austria mengenai masalah Hallestein dan sebaliknya Austria ingin mendapat
bantuan dari Jerman guna menghadapi Rusia. Jerman dan Austria mengadakan kerjasama
pertahanan pada tahun 1879 yang kemudian disusul menjadi Triple Alliantie dengan
bergabungnya Italia yang marah kepada Perancis karena menduduki Tunisia pada tahun
1881. Ketiga negara itu saling berjanji jika salah satu dari mereka di serang, berarti ketiga
negara itu sama-sama menghadapi penyerang itu.
Kebijaksanaan politik luar negeri Jerman berubah ketika Kaisar Wilhelm II
menggusur Bismarck pada tahun 1890 dan merubah politik Eropah Bismarck menjadi

7
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
politik dunia. Wilhelm II meniadakan perjanjian Jerman – Rusia, sehingga Rusia yang
kehabisan dana pembangunan industri mendapat bantuan dari Perancis pada tahun 1892.
Inggris yang tersinggung dengan kebijaksanaan Wilhelm II yang seakan-akan hendak
menyaingi Inggris dalam pembangunan angkatan laut, perdagangan dan mencari tanah
jajahan di Afrika, kemudian mengadakan perjanjian dengan Perancis (1904) yang disebut
Entente Cordiale. Tiga tahun kemudian diadakan perjanjian antara Inggris, Perancis dan
Rusia yang disebut Triple Entente. Eropah terbagi dalam dua blok Jerman dengan Triple
Alliantie dan Perancis dengan Triple Entente.

Hitler dan Lebensraum2

Perlombaan senjata kedua pakta pertahanan menjadikan suasana tegang dan


saling curiga. Eropah yang hidup damai selama 40 tahun terakhir ini menghadapi bahaya
akan mengancam mereka setiap saat dan disadari suatu saat pecah akan meletus. Dalam
situasi semacam itu Austria mengadakan latihan perang di Bosnia. Serbia yang menuntut
Bosnia Herzegovina menganggap latihan itu merupakan provokasi. Putra mahkota
Austria Franz Ferdinand dan istrinya yang berkunjung kesana dibunuh oleh orang serbia
pada tanggal 28 Januari 1914. Astria marah dan mengirimkan ultimatum kepada Serbia,
dan kemudian terjadi krisis diplomatik yang tak bisa diselesaikan. Akhirnya Austria
memaklumkan perang kepada Serbia 28 Juli 1914 dan Rusia yang bertindak sebagai
pelindung Serbia terus memobilisir tentaranya. Kemudian Jerman menyatakan perang
kepada Rusia, dan Perancis kepada Jerman serta disusul Inggris kepada Jerman. Perang
segera mengamuk di Eropah.
Jerman dengan Triple Alliantie dan dibantu oleh Bulgaria yang kecewa dengan
Rusia serta Turki yang menganggap Rusia sebagai lawan karena selalu mengancam
Konstatinopel terdesak dalam menghadapi Perancis dengan Triple Entente serta
dukungan belasan negara, sehingga Jerman yang ditinggal Italia (1915) terpaksa
mengadakan perang kapal selam tak terbatas yang mana mengundang Amerika Serikat
menceburkan diri dalam peperangan (April 1917), karena beberapa kapal perangnya
tenggelam karena serangan Jerman. Kekuatan Blok Perancis yang sudah sedemikian
terkuras selama tiga tahun berperang mendapat suntikan darah dengan terlibatnya
Amerika Serikat. Adanya bantuan itu justeru membuat Jerman kandas dalam setiap
serangan yang dilancarkan. Dalam situasi semacam itu dan disertai pergolakan politik di
Jerman yang menyebabkan Wilhelm II lari ke negeri Belanda, Jerman memutuskan
meletakkan senjata di Compiegne (Perancis) pada tanggal 11 November 1918.
Dalam perjanjian Versailles Juli 1919, Clemenceau (Perancis) menginginkan agar
Jerman dilucuti sedemikian rupa sehingga Jerman tidak merupakan sebagai ancaman bagi
Perancis yang senantiasa kuatir dengan Jerman. Tuntutan Clemenceau untuk melepaskan
daerah Rhein dari Jerman dan penggabungan kawasan Saar oleh Perancis dicegah oleh
Presiden Amerika Serikat Wilson dan demikian dengan usul Inggris agar menuntut ganti
rugi kepada Jerman atas seluruh biaya perang. Keinginan Wilson untuk mewujudkan
perdamaian yang bijak tidak sepenuhnya berhasil dengan segala tuntutan yang terlalu
keras dari Perancis, Italia dan Inggris yang benar-benar melucuti Jerman dengan
memperkecil jumlah angkatan perang, kapal dagang Jerman diserahkan kepada Inggris

2
Lebensraum adalah kebijaksanaan politik luar negeri Hitler yang meneyatakan bahwqa sebagai keturunan
ras Aria (ras termulia) maka bangsa Jerman memerlukan ruang lingkup hidup yang lebih luas.
8
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
sebagai pampasan perang dan tanah jajahan diambil dan sejumlah daerah Jerman
diduduki Sekutu.
Kengerian akan pengalaman perang serta kesaksian betapa jahatnya perang itu
menyadarkan orang untuk mewujudkan sebuah lembaga yang bisa menciptakan
perdamaian dunia dan sekaligus melenyapkan perang. Liga bangsa-bangsa yang didirikan
pada tahun 1919 untuk kepentingan yang disebut tadi ternyata tidak berdaya dalam
menghadapi pencaplokan Jepang atas Manchuria atau Italia mencaplok Abessynia serta
didudukinya Wilna oleh Polandia. Kedua negara yang disebut pertama malahan keleuar
dari liga bangsa-bangsa dan liga angsa-bangsa tidak bisa berbuat apa-apa terhadap ketiga
negara yang perbuatannya bisa mengancam perdamaian.
Situasi semacam itu menejadi labih runyam ketika muncul perasaan saling curiga
antar negara yang menganut ideologi berbeda. Jerman dan Italia yang fasis mencurigai
Rusia yang komunis dan sebaliknya kedua negara fasis itu menguatirkan negara-negara
demokrasi yang juga kuatir terhadap Rusia yang Komunis. Perasaan saling curiga itu
menjurus arah saling memperkuat diri supaya bisa mempertahankan diri kalau terjadi
serangan dari negara lain. Kemudian berlangsung perlombaan senjata dari negara lain.
Kemudian berlangsungnya perlombaan senjata disertai mencari sekutu sehingga di
Eropah terdapat blok Perancis (demokrasi), blok Jerman (fasis) dan blok Rusia
(komunis).
Pelombaan senjata dan ancaman perang menimbulkan kebutuhan ekonomi yang
bisa diperoleh dengan memperluas wilayah kekuasaannya. Sejumlah negara saling
bersaing untuk memperoleh daerah yang menguntungkan agar bisa menunjang
kepentingan nasionalnya. Jerman pun tak ketinggalan dengan diawali menduduki Austria
(1938) dan menginginkan daerah Sudeten (Cekoslovakia) masuk ke dalam Jerman.
Lebensraum Hitler hampir saja menyebabkan pecah perang yang melibatkan Perancis dan
Inggris kalau tak terjadi persetujuan Munchen 1938 yang memutuskan menyerahkan
daerah yang diinginkan Jerman demi terjaminnya perdamaiaan. Jerman yang
membutuhkan ruang lebih luas dari yang dimiliki kemudian menduduki Cekoslovakia
pada tahun 1939 serta menuntut Danzig dari Polandia. Keinginan Jerman itu ditolak
Polandia yang mendapat dukungan dari Inggris dan Perancis berdasarkan perjanjian
Versailles.
Sebelum Jerman menyerbu Polandia, diadakan terlebih dahulu perjanjian non-
agresi dengan Rusia pada tahun 1939 untuk menghindari perang dua front. Sebaliknya
Rusia menginginkan peperangan kedua negara itu akan melibatkan negara-negara
demokrasi bertempur melawan negara-negara fasis, sehingga Rusia dengan mudah akan
menghantam negara-negara yang berperang itu ketika sudah kecapean dan lemah. Jerman
mulai menyerbu Polandia pada tanggal 1 September 1939 dan Inggris serta Perancis
memaklumkan perang kepada Jerman. Mata dunia mulai terbuka bahwa Lebensraum
Hitler tak terpuaskan dan justeru yang menyulut perang dunia II yang sedang
berlangsung.
Setelah Polandia diduduki kemudian giliran Swedia, Denmark dan Norwegia
jatuh ketangan Jerman pada bulan April 1940. Kemenangan Jerman diperoleh dengan
mudah karena mendapat dukungan dari orang-orang dari ketiga negara yang mendukung
Nazi Jerman. Pada bulan Mei-Juni 1940, Jerman menduduki Belanda, Belgia, Luxemberg
dan Perancis. Serbuan Jerman atas Perancis itu memaksa Jendral de Gaulle mendirikan
pemerintahan Perancis merdeka di perantauan. Ketika Jerman gagal menduduki Inggris,

9
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
kemudian mengarahkan perhatiannya dengan menduduki Rumania pada bulan Oktober
1940. Hongaria, Bulgaria, Yugoslavia dan Yunani mendapat giliran tahun berikutnya.
Pada tanggal 22 Juni 1941 juga diserang oleh Jerman. Hitler menamakan serangannya itu
sebagai suatu usaha melindas Bolshewinisme, tetapi sesunguhnya Hitler menegharapkan
gandum, minyak dan hasil tambang agar bisa mengatakan bolkade Inggris.
Serbuan-serbuan Jerman atas negara-negara Eropah mencemaskan Amerika
Serikat yang menjalankan politik luar negeri Isolasionisme. Semakin berkuasa Hitler atas
Eropah menyadarkan Amerika Serikat bahwa ancaman terhadap keamanan Eropah
berarti juga ancaman terhadap Amerika serikat. Amerika Serikat yang mencoba menahan
diri untuk tidak terlibat dalam peperangan yang sedang berkecamuk dikejutkan dengan
serangan Jepang yang ingin menjadi penguasa tunggal di negara pasifik atas pangkalan
angkatan laut Pearl Harbor. Kejadian itu menyeret Amerika Serikat ke dalam medan
perang. Nasib baik yang selama ini memayungi Jerman beralih ketika Amerika Serikat
dan Inggris merontokkan Jerman dalam pertempuran di El-Alamein (Mesir) pada bulan
November 1942 dan kemudian disusul dengan kehancuran Jerman di Stalingrad (Rusia).
Hitler yang menguasai 140 juta orang Eropah non-Jerman yang ditundukkan dengan
kekuasaan mesin perang menghadapi tantangan dari rakyat yang negaranya diduduki
Jerman. Kekalahan Nazi Jerman oleh Rusia menambah kepercayaan bahwa Jerman bisa
dikalahkan. Sebaliknya untuk mencegah munculnya pemberontakan tentara pendudukan
Jerman mengancam akan menghukum mati bagi setiap orang yang melakukan kerusuhan.
Kekalahan Jerman tampaknya tak terelakkan lagi. Serangan-serangan tentara
Sekutu selanjutnya diarahkan untuk merebut daratan Eropah yang sebagian besar masih
dikuasai Hitler. Amerika Serikat dan Inggris bergerak dari arah barat dan sebaliknya
Rusia dari arah Timur. Negara demokrasi dan komunis yang sedang melancarkan
serangan itu seolah-olah berlomba-lomba lebih dahulu mencapai Berlin, ibukota Jerman.
Amerika Serikat dan Inggris menggilas Italia (Mei 1944) selanjutnya merebut Perancis
(Agustus 1944) serta Belgia kemudian menuju Jerman. Tentara Rusia dibawah Zhukow
menggilas Jerman di Polandia, Rumania, Bulgaria, Yugoslavia dan Hongaria serta
kemudian menuju ibu kota Jerman. Berlin jatuh ditangan Rusia pada tanggal 1 Mei 1945.
Setelah kematian Hitler kemudian disusul dengan kejatuhan Berlin, Amerika
serikat berminat mengakhiri secepat mungkin perang dunia II dengan menjatuhkan bom
atom atas kota Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945 dan tiga hari kemudian kota
Nagasaki mendapat giliran. Kedahsyatan bom atom menyadarkan bahwa tidak ada
gunanya lagi Jepang mengadakan perlawanan yang hanya memakan korban semakin
banyak saja. Kemudian Jepang menyerah tanpa syarat pada tanggal 14 Agustus 1945.
Jepang kemudian diduduki oleh tentara pendudukan Sekutu. Sebaliknya Jerman
berdasarkan perjanjian Yalta dan Posstdam dibagi empat zone pendudukan dan Berlin
dibawah pengawasan empat besar Sekutu (Amerika Serikat, Inggris, Perancis dan Rusia)
memperoleh status khusus. Angkatan perang kedua negara kalah perang ditiadakan
dengan tujuan meniadakan perang yang mungkin diletupkan.

10
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Menuju Eropah3

Perang Dunia II menyeret Eropah dalam kesulitan ekonomi dan Amerika Serikat
melalui Marshal Plan menawarkan bantuan untuk membenahi ekonomi Eropah dengan
menawarkan barang dan jasa kepada setiap negara yang mengikutinya. Bantuan Amerika
Serikat sebesar 12.000 juta dollar itu disebarkan kepada 16 negara dari Eslandia samapi
Turki sejak bulam September 1948. Bantuan luar negeri Amerika serikat itu mempunyai
tujuan agar Amerika Serikat mempunyai pengaruh atas dunia serta tidak membiarkan
suatu negara beralih ke blok Komunis. Kekuatiran Amerika Serikat atas Komunis itu
bertolak dari kenyataan sedang berlangsung berdirinya pemerintahan komunis atas
Polandia, Hungaria, Rumania, Bulagaria, Albania dan Cekoslovakia serta Yugoslavia.
Keenam negara yang disebut pertama merupakan satelit Uni Soviet. Sebaliknya
Yugoslavia menolak untuk dijadikan negara satelit Uni Soviet dan menganggap bahwa
bukan Uni soviet yang paling berjasa tetapi partai Komunis Yugoslavia dalam
mengakhiri pendudukan tentara pendudukan Jerman dan Italia serta dukungan orang
Yugoslavia yang pro Nazi Jerman. Walaupun demikian justeru Yugoslavia dan Uni
Soviet yang paling keras menolak bantuan Amerika Serikat dengan alasan yang berbeda.
Yugoslavia karena dogma-dogma revolusi yang diyakini sedangkan Uni Soviet kuatir
bantuan itu akan menggoncangkan ‘kekaisaran Uni Soviet’ yang didirikan dengan tujuan
jalan operasi militer.
Perang Dunia II sempat meredam konflik ideologi yang mulai terasa sejak
berakhirnya Perang Dunia I dengan bersatunya Rusia yang komunis dan AS dengan
negara-negara demokrasi lainnya dalam menghadapi ancaman nazi Jerman yang ingin
mendominasi Eropah. Berakhirnya Perang Dunia II mencuat kembali konflik tersebut dan
bahkan menyeret Eropah menjadi terbelah dua kekuatan. Ada perbedaan yang mendasar
antara negara-negara demokrasi liberal dengan negara komunis : (1) Demokrasi Liberal
melawan kediktatoran proletariat; (2) Masyarakat Majemuk menghadapi masyarakat
monolitik; (3) Pengakuan tertinggi atas kebebasan individu serta yang terakhir adalah
Sistem Ekonomi Pasar menghadapi perekonomian yang terencana secara sentralisir.
Keempat unsur itu saling terkait sebagai satu kesatuan yang bulat. Perbedaan sistematik
inilah yang diredusir menjadi konflik Barat dan Timur dengan pelaku-pelakunya adalah
Amerika Serikat dengan sekutu-sekutunya dan demikian pula dengan Uni Soviet.
Menghadapi bahaya ekspansi Uni Soviet, Blok Amerika Serikat merasa perlu mendirikan
negara Jerman baru dibawah pengawasan blok Sekutu sekaligus meringankan beban
ekonomi dan menjadikan negara Jerman baru itu sebagai front terdepan. Politik
menambah teman yang menguntungkan dalam segi politik, militer maupun ekonomi
diambil alih Uni Soviet dengan mendirikan negara Jerman tandingan di Zone Uni Soviet.
Kekuatan Blok Komunis yang semakin terkonsolidasi menguatirkan negara-
negara demokratis sehingga ditandatangani perjanjian NATO pada tanggal 4 April 1949
oleh Belgia, Kanada, Denmark, Perancis, Inggris Raya, Islandia, Italia, Yunani, Belanda,
Portugal dan Amerika Serikat (kemudian Turki, Yunani dan Jerman menyusul).
Perjanjian NATO itu menyebutkan bahwa serangan terhadap satu atau lebih negara dari
3
Negara-negara yang medirikan Masyarakat Eropah adalah Jerman Barat, Perancis, Italia, Belgia,
Luxemburg dan Belanda. Pada tahun 1973 Denmark, Irlandia, Inggris menjadi anggota ME. Yunani
menjadi anggota pada tahun 1981 dan Spanyol dan Portugal pada tanggal 1986.

11
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
mereka berarti harus dianggap sebagai serangan terhadap mereka semua. Tujuan NATO
lebih lanjut adalah memelihara stabilitas ekonomi dan politik di antara para anggotanya.
Langkah-langkah yang dijalankan untuk mengikat lebih erat pada anggotanya yang
berada di Eropah Barat didirikan Masyarakat Batubara dan Baja Eropah (1952). Belgia,
Inggris, Denmark, Perancis, Irlandia, Italia, Luxemburg, Belanda dan Yunani
memutuskan untuk membentuk suatu pasar tunggal bagi produksi batu bara dan baja
mereka. Kemudian kerja sama ini diperluas dengan membentuk pasar tunggal bersama
yang menetapkan bea tarif eksternal bersama di antara para anggotanya dalam jangka
waktu 10 – 15 tahun dan Masyarakat Energi Atom Eropah pada tahun 1957.
Terbentuknya Masyarakat Eropah berarti telah menjurus kearah pemecahan
masalah politik yang sudah tua umurnya. Keunggulan Jerman atas Eropah yang tak
begitu disukai bisa dikurangi sampai pada tingkat yang tidak membahayakan keamanan
Eropah dengan mengadakan kerja sama Regionalisme semacam diatas. Perancis yang
senantiasa memusuhi Jerman pun menyadari bahwa sistem aliansi yang selama ini
dilakukan dalam menghadapi Jerman telah mengalami kegagalan. Dalam Perang Dunia II
Perancis justeru diselamatkan oleh Amerika dan Inggris bukan oleh kekuatannya sendiri.
Melalui kerja sama ini kekuatan unggul semacam Jerman Barat bisa diawasi oleh
kekuatan yang lebih rendah mutunya dan sebaliknya. Adanya Masyarakat Eropah,
negara-negara Eropah Barat menginginkan agar kekuatan Jerman yang unggul itu bisa
dicegah digunakan untuk permusuhan serta menciptakan hegemoni Jerman yang baru di
Eropah.
Dalam situasi semacam itu muncul kembali keinginan Perancis menciptakan
hegemoni atas Eropah melalui de Gaulle yang berkuasa kembali pada tahun 1958. De
Gaulle mengiginkan terciptanya persekutuan negara-negara Eropah yang membentang
dari pantai Atlantik sampai pegunungan Ural serta mempunyai kedudukan sejajar dengan
Amerika. Untuk meniadakan pengaruh AS de Gaulle menolak masuknya Inggris ke
dalam MEE karena menganggap masuknya Inggris dengan sendirinya AS akan
mempunyai pengaruh langsung terhadap integrasi politik serta pertahanan negara Eropah.
De Gaulle sadar benar bahwa kekuatan Perancis tak mungkin menandingi AS dan Uni
Soviet.
Oleh karena itu dia menggunakan Masyarakat Eropah untuk mencapai
tujuannnya. De Gaulle mencoba menegadakan kerjasama antara Perancis dengan negara-
negara Eropah lainnya dalam bidang yang merupakan kepentingan bersama dan bukan
mengarah kepada integrasi penuh. Konfederasi negara-negara Eropah dimana Perancis
menjadi pusatnya menjadi impian de Gaulle. Impian penyatuan Eropah bukan sesuatu
yang berlebihan. Adanya kontrak Barat dan Timur menyadarkan orang-orang Eropah
bahwa tirai besi yang memisahkan Eropah tidak sesuai dengan sejarah dan tradisi orang
Eropah. Eropah Barat maupun Timur merasakan bahwa pakta pertahanan yang membagi
Eropah hanya menguntungkan Amerika dan Uni Soviet dan justeru itulah yang menjadi
peneghalang utama kearah terwujudnya Masyarakat ekonomi yang lebih laus. Bahkan
ada keinginan Masyarakat Eropah untuk berbicara satu suara dan menolak suatu posisi
dari subordinasi baik AS maupun Uni Soviet sebagaimana tercermin dalam Piagam
Masyarakat Eropah (1973). Keinginan itu kandas dengan terjadinya krisi energi yang
mengikuti Perang Arab – Israel.
Peredaan ketegangan di Eropah dimulai dengan kebijaksanaan Ostpolitik Wiily
Brandt yang mendekati negara-negara Eropah Timur dengan maksud menyatukan Jerman

12
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
dan menghindarkan Jerman menejadi pusat ketegangan yang terjadi selama ini.
Kemudian disusul dengan ditandatangani perjanjian Helsinki pada tahun 1975 yang
bertujuan untuk memelihara perdamaian stabilitas di Eropah dalam kaitan antara Timur
dan Barat. Kerjasama ini tidak hanya berhenti pada masalah keamanan tetapi meluas.
Jerman yang berpemerintahan demokrasi-liberal dan pemerintahan sosialis macam
Perancis, Yunani dan Spanyol mengadakan kerjasama dengan negara-negara Timur.
Kerjasama perdagangan itu ternyata menguatirkan pemerintahan konservatif Inggris dan
Amerika Serikat yang menganggap bahwa ketergantungan mereka terhadap pasar negara-
negara Timur bisaa menegarah pada ketergantungan politik. Mereka mengadakan
perdagangan itu untuk bisa mendukung kehidupan ekonomi dan perluasan kesempatan
kerja serta dipengaruhi oleh kurang kompetennya produk-produk industri Eropah Barat
dalam menghadapi industri AS dan Jepang.
Perlombaan senjata untuk membangun perimbangan kekuatan rupanya hanya
menambah beban ekonomi saja dan kebanyakan orang lebih mencintai perdamaian.
Persaingan Internasional perdagangan telah semakin berfungsi sebagai medium
persaingan internasional ketimbang persaingan politik-militer. Manajemen kompetisi
perdagangan yang dihadapi ME menyadarkan bahwa kedua belas negara ME yang
terpisah bukan merupakan tandingan raksasa ekonomi Amerika Serikat dan Jepang dan
hanya dengan kerjasama mereka akan menjadi kekuatan ekonomi yang terbesar. Kejadian
di atas itu telah membangkitkan untuk kembali kepada cita-cita untuk membangun satu
kesatuan Eropah dengan merombak segala penghalang perdagangan manusia (manusia,
barang, jasa dan uang) sebagaimana tertulis dalam perjanjian Roma (1954) yang telah
lama diabaikan. Keinginan itu diwujudkan dengan mengubah konsep pasar bersama
menjadi pasar tunggal Eropah dengan menjadikan 300-an peraturan menjadi produk
hukum sampai 31 Desember 1992.

Penutup

Regionalisme Eropah bisa menyulut perang sebagaimana terjadi di perang dunia


I dan II tetapi regionalisme bisa menyebabkan mengarah ke integrasi. Ketika negara-
negara Eropah Barat meneyadari adanya ancaman Komunis dari Negara-negara
tetangganya kemudian mengadakan kerjasama regional yang akhirnya mengarah kepada
usaha-usaha integrasi politik, ekonomi dan militer. Integrasi Eropah yang dahulunya
dilakukan oleh Napoleon maupun Hitler dengan menyalakan api peperangan tetapi kini
bisa ditempuh dengan jalan damai. Integrasi Eropah bukan ditentukan oleh penguasa
belaka, sebagaimana Napoleon dan Hitler melakukan, tetapi rakyat Eropah yang
menentukan nasib integrasi Eropah, sebagaimana rakyat Eropah menentukan masa depan
Perjanjian Maastricht (1991), yang menginginkan adanya kesatuan ekonomi dan moneter
serta kebijaksanaan luar negeri dan pertahanan bersama Integrasi Eropah yang disertai
dengan kejatuhan pemerintahan komunis negara-negara Eropah telah menyebabkan akan
berkurangnya penegaruh Amerika atas Eropah. Kini Perancis dan Jerman mulai merintis
Eurocorps, yang tentunya akan mengurangi keterlibatan NATO yang didominasi AS.
Keinginan Perancis itu dapat ditafsirkan sebagai konsistensi Perancis akan ketidaksukaan
terhadap dominasi AS atas keamanan Eropah, yang dimulai sejak almarhum de Gaulle
yang menuntut agar markas NATO ditarik dari Perancis atau dikuasai Perancis.
13
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Keinginan Perancis menjadi kekuatan utama mendapat tantangan dari Jerman sejak
terjadinya unifikasidan disintegrasi Uni Soviet sehingga menyebabkan Jerman
mempunyai penduduk berlipat ganda disertai dengan kemajuan ekonomi menejadikan
Jerman kekeuatan utama dan sebaliknya Arsenal nuklir Perancis yang dibanggakan dalam
perang dingin ini menjadi tidak relevan lagi.
Kini ada sejumlah negara yang menjadi calon anggota ME macam Swedia,
Finlandia dan Austria atau negara-negara peminat anggota ME seperti Polandia, Ceko-
slowakia dan Hongaria. Seandainya nantinya mereka menjadi anggota ME berarti ruang
lingkup ME lebih luas daripada Eropah Barat saja dan mungkin bisa meliputi seluruh
Eropah. Perluasan anggota ME bukan merupakan pekerjaan yang mudah sebab
penambahan anggota mengandung konsekuensi membuat pertemuan menjadi lama dan
pengambilan keputusan menjadi lebih pelik. Setiap negara yang berminat menejadi
anggota ME harus matang-matang berpikir mengenai kesediaan melepaskan kedaulatan
kepada pemerintahan supranasional. Keberhasilan uni ekonomi dan moneter serta
kebijaksanaan politik luar negeri dan pertahanan bersama justeru tergantung kepada
masalah itu. Seandainya integrasi Eropah meliputi seluruh Eropah berhasil di realisasi
orang akan mengenang sebagai pertama kalinya dalam sejarah Eropah.

14
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Daftar Pustaka

A. Malet dan J. Isaac, Revolusi Perancis 1789 – 1799. Jakarta Gramedia, 1989, hal. 21 –
42.

A. R. Sutopo, Implikasi Pembaruan Ekonomi Sosialis, Analisa, 1987 – 8, hal. 770 – 771.

AJP Taylor (Editor-in-Chief), History of World War II, London, Octapus Books Limited,
1974, hal. 19 – 24.

Arthur M. Schlesinger Jr. A Thousand Daya John F Kennedy in the White House, New
York, Fowcett World Library, 1965, hal. 805 – 811.

B. N. Marbun, Demokrasi Jerman, Jakarta, Sinar Harapan, 1983, hal. 85 – 87.

Brinton, Christopher and Wolf, Civilization in the West, Englewood Cliffs, New Jersey,
Prentice Hall, Inc, 1964, hal. 40 – 60.

Budiono Kusumohadjojo, Hubungan Internasional – Kerangka Studi Analitis, Jakarta,


Binacipta, 1987, hal. 95.

Charles F. Andrain, Kehidupan Politik dan Perubahan Sosial, Yogyakarta, Tiara Wicana,
1992, hal. 76 – 81.

CPF Luhulima, Eropah sebagai Kekuatan Dunia Lintasan Sejarah dan Tantangan Masa
Depan, Jakarta, Gramedia, 1992, hal. 168.

Dwi Susanto dan Zainuddin Djafar, Perubahan Politik di Negara-Negara Eropah Timur,
Jakarta, AIPI dan LIPI dengan Gramedia, 1990.
Edwin Dunbaudh, The Collier Quick and Easy Guide to World History, New York,
Colliers Books, 1963, hal. 92 – 93.

Garis Besar Sejarah Amerika, Jakarta, USIS, tanpa tahun terbit, hal. 80.

H. Berkhof dan I. H. Enklaar, Sejarah Gereja, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1991, hal 82
– 84.

15
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
H. Witdarmono, Eropah Raya dalam Wujud Perjanjian Maastricht, Kompas, 17
Desember 1992.

Hans J. Morgenthau (Direvisi oleh Kenneth Tompson), Poltik Antar Bangsa (3), Jakarta,
Yayasan Obor Indonesia, 1991, hal. 187.

Hans Kohn, Nasionalisme, Jakarta, Pembangunan, 1961, hal. 47.

Harry Magdoff, The Age of Imperalism, New York, Monthly Rewie Press, 1968, hal. 117.

J. M. Romein, Aera Eropa: Peradaban Eropah Sebagai Pola Penyimpangan Eropah,


Bandung, Canaco, 1956, hal. 57.

Jacques Godechot, Revolusi Di Dunia Barat (1770 – 1799), Yogyakarta, Gajah Mada
University Pres, 1989, hal. 65 – 79 dan 113 – 148.

Jawaharlal Nehru, Lintasan Sejarah Dunia (1), Jakarta, Balai Pustaka, 1966, hal. 289 –
295.

John C. Campell, Tito’s Separate Road, New York, Harper dan Row, 1967, hal. 10 – 29.

John Naisbit dan Patricia Aburdene, Megatrend 2000, Jakarta, Binarupa Aksara, 1990,
hal. 38 – 50.

K. J. Holsti, International Politics, A Frame work for Analysis, Englewood Cliifs,


Prentice Hall, 1974, hal. 255.

Lilawati Kurnia, Perkembangan Ostpolitik sebagai Kebijaksanaan Politik Luar Negeri


RFJ, Jakarta, Skripsi Jurusan Jurusan Jerman FSUI, 1982, hal, 32 – 46.

Louis L. Snyder, Dunia dalam Abad ke-20, Jakarta, Djaja Sakti, tanpa tahun terbit, hal.
123.

M. L. R. Isaac, A History of Europe 1870 – 1950, London, Edward Arnolds Ltd, 1965,
hal. 62 – 68.

Miloyan Djilas, Percakapan Dengan Stalin, Bandung, Kiwari, 19 63, hal. 169 – 170.

Richard Roscrance, Kebangkitan Negara Dagang, Jakarta, Gramedia, 1991, hal. 27 – 55.

Robert Ergang, Europe in Our Time – 1914 to the present, New York, D. C. Heath and
Company, 1958, hal. 3 – 113.

S. L. Mayer, The Japanese War Machin, New Jersey, Chart Well Books Inc, 1976, hal.
92 – 114.

16
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
W. L. Helwig, Sejarah Gereja Kristus (1), Yogyakarta, Kanisisus, 1990, hal. 61 – 62.

17
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com

You might also like