You are on page 1of 9

Ê Ê

   

Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna diciptakan Allah mempunyai
banyak sekali kelebihan jika dibandingkan dengan mahklukmahkluk ciptaan Allah yang
lainnya. Bukti otentik dari kebenaran bahwa manusia merupakan makhluk yang paling
sempurna di antara mahkluk yang lain adalah ayat al-Quran surat At-Tin ayat 4 sebagai
berikut:
γ

DzSesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik -
baiknya (QS At-Tin [95]: 4)dz

Satu hal yang membuat manusia lebih baik dari mahkluk yang lain yaitu
manusia mampu berpikir dengan akalnya, karena manusia dianugerahi oleh Allah
dengan akal sehingga dengannya manusia mampu memilih, mempertimbangkan,
menentukan jalan pikirannya sendiri. Agama Islam sangat menjunjung tinggi
kedudukan akal. Dengan akal manusia mampu memahami al-Qurǯan sebagai wahyu
yang diturunkan lewat Nabi Muhammad, Akal adalah anugerah yang diberikan Allah
SWT yang mempunyai kemampuan untuk berpikir, memahami, merenungkan, d an
memutuskan. Akal ini juga lah yang membedakan manusia dengan makhluk ciptaan
Allah lainnya seperti dibahas sebelumnya. Sedangkan wahyu adalah penyampaian
sabda Allah kepada orang yang menjadi pilihannya untuk diteruskan kepada umat
manusia sebagai pegangan dan panduan hidupnya agar dalam perjalanan hidupnya
senantiasa pada jalur yang benar (Studi Islam 3, 1997 : 5).
Akal dan wahyu mempunyai peran yang sangat penting dalam perjalanan hidup
manusia. Wahyu diturunkan Allah kepada manusia yang berakal sebagai petunjuk
untuk mengarungi lika-liku kehidupan di dunia ini. Akal tidak serta merta mampu
mmahami wahyu Allah, adalah panca indera manusia yang menyertainya untuk dapat
memahami wahyu yang diturunkan Allah. Dengan demikian, ada hubungan yang erat
antara wahyu sebagai kebenaran yang mutlak karena berasal dari tuhan dengan
perjalanan hidup manusia.

c
Ê Ê


‘     

DzAqldz dalam al-Qurǯan terulang sebanyak 49 kali, kecuali satu, semuanya datang
dalam bentuk kata kerja seperti dalam bentuk taǯqilun atau yaǯqilun. Kata kerja taǯqilun
terulang sebanyak 24 kali dan yaǯqilun sebanyak 22 kali, sedangkan kata kerja aǯqala,
naǯqilu dan yaǯqilu masing-masing satu kali (Qardawi, 1998: 19).

Pengertian akal dapat dijumpai dalam penjelasan ibnu Taimiyah (2001: 18).
Lafadz akal adalah lafadz yang mujmal (bermakna ganda) sebab lafadz akal mencakup
tentang cara berfikir yang benar dan mencakup pula tentang cara berfikir yang salah.
Adapun cara berfikir yang benar adalah cara berpikir yang mengikuti tuntunan yang
telah ditetapkan dalam syarǯa. Lebih lanjut, Ibnu Taimiyah dalam bukunya yang
berjudul Hukum Islam dalam Timbangan Akal dan Hikmah juga menyinggung mengenai
kesesuaian nash al-Qurǯan dengan akal, jika ada pemikiran yang bertentangna dengan
akal maka akal tersebutlah yang salah karena mengikuti cara berpikir yang salah.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, akal adalah daya pikir untuk memahami
sesuatu atau kemampuan melihat cara-cara memahami lingkungannya. Dalam
penelitian ini, yang dimaksud dengan akal adalah gabungan dari dua pengertian di atas,
yang disampaikan oleh ibn Taimiyah dan menurut kamus, yakni daya pikir untuk
memahami sesuatu, yang di dalamnya terdapat kemungkinan bahwa pemahaman yang
didapat oleh akal bisa salah atau bisa benar. Untuk selanjutnya, dalam penelitian ini
hanya terbatas pada penggunaan kata akal.

Wahyu sendiri dalam al-Qurǯan disebut dengan kata al-wahy yang memiliki
beberapa arti seperti kecepatan dan bisikan. Wahyu adalah nama bagi sesuatu yang
dituangkan dengan cara cepat dari Allah ke dalam dada nabi-nabiNya, sebagaimana
dipergunakan juga untuk lafadz al-Qurǯan (as-Shieddiqy: 27). Untuk selanjutnya, dalam
penelitian ini hanya terbatas pada penggunaan kata wahyu.

D
Wahyu adalah petunjuk dari Allah yang diturunkan h anya kepada para nabi dan
rasul melalui mimpi dan sebagainya. Wahyu adalah sesuatu yang dimanifestasikan,
diungkapkan. Ia adalah pencerahan, sebuah bukti atas realitas dan penegasan atas
kebenaran. Setiap gagasan yang di dalamnya ditemukan kebenaran ilahi adalah wahyu,
karena ia memperkaya pengetahuan sebagai petunjuk bagi manusia (Haque, 2000: 10).
Allah sendiri telah memberikan gambaran yang jelas mengenai wahyu ialah seperti
yang digambarkan dalam al-Qurǯan surat al-Maidah ayat 16 yaitu:

DzDengan Kitab Itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-


Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang
itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan
menunjuki mereka ke jalan yang lurusdz

Pengertian wahyu dalam penelitian di sini adalah kitab al-Qurǯan yang di


dalamnya merupakan kumpulan-kumpulan dari wahyu yang membenarkan wahyu-
wahyu sebelumnya (taurat, injil, zabur) dan diturunkan oleh Allah hanya kepada Nabi
Muhammad SAW selama hampir 23 tahun (Haque, 2000: 19).

DzAgama adalah akal, dan tidak ada siapa yang tidak memiliki akaldz. Sebagian
ajaran agama memang dapat dimengerti oleh akal, tapi tidak sedikit yang masih
menyimpan misteri kalau kita pikirkan. Para ulama klasik biasanya membagi ajaran
agama menjadi dua; pertama dapat dimengerti oleh akal (amrun taǯaqquli) dan kedua
sangat sulit Ȃuntuk tidak mengatakannya mustahil-- diterima oleh akal kita (amru
taǯabbudi), harus diyakini thusdiamalkan saja.

Agama dan akal berusaha dijernikan dengan mendefinisikan akal dahulu. Akal
adalah daya pikir yang bila digunakan dapat mengantar seseorang untuk mengerti dan
memahami persoalan yang dipikirkannya. Akal menjadi potensi manusiawi yang
berfungsi sebagai tali pengikat Ȃsebagaimana arti dari bahasa arabnya yang
menghalangi seseorang dari terjerumus dalam dosa dan kesalahan. Akal yang dianggap
sebagai potensi manusia yang mampu menjangkau dan memahami semua persoalan,
merupakan kekeliruan identifikasi. Karena tidak semua persoalan agama dapat
dimengerti oleh akal.


Ketegangan akal dan wahyu terjadi karena Ǯkurang memahamiǯ otoritas wahyu.
Seseorang yang berpijak pada wahyu lalu menggunakan akalnya untuk memahaminya
berbeda dengan seseorang yang berpijak dengan akalnya lalu menggunakannya untuk
memahami wahyu. Yang pertama menjadikan wahyu sebagai pokok sambil
menundukkan akalnya kepadanya, dan yang kedua menjadikan akalnya sebagai pokok
lalu menundukkah wahyu kepada akalnya. Yang pertama adalah sikap menyerahkan
diri kepada wahyu, sedangkan yang kedua mengalihkan wahyu tunduk kepada akal
yang pada gilirannya melahirkan taǯwîl yang sesuai selera akal walau bukan pada
tempatnya.

Implikasi teologis dari posisi akal atas wahyu ini adalah berserah diri atas
segala ketentun Allah SWT(taqdîr). Hanya saja, tidak sepadan dengan apa yang
didengungkan oleh paham jabariyyah (fatalistik) yang cendrung menerima apa adanya.
Tidak pula sama dengan paham qadariyyah (free will) yang menempatkan peran
manusia dalam kehiduapan di atas segala-galanya. Manusia itu mampu berpindah dari
satu taqdir Tuhan kepada taqdir Tuhan lain yang lebih lebih baik, dengan tetap diiringi
berserah diri atas ketentuan-Nya.

Ê
‘            

Segala sesuatu yang ada di alam raya ini diciptakan oleh Allah, karena itu Allah
adalah Pencipta (alkhalik) dan segala sesuatu di alam raya ini adalah ciptaan
(almakhluk). Alam raya yang terdiri dari milyaran planet diciptakan Allah dalam proses
yang panjang dan bertahap dan dalam suatu periode yang sangat panjang. Alquran
mengisyaratkan proses penciptaan alam dalam enam periode dan setiap periode terdiri
dari ribuan atau jutaan tahun. Salah satu planet ciptaan Allah adalah bumi yang dihuni
oleh makhluk hidup. Awal kehidupan di muka bumi dimulai dari diciptakannya air
(miyah). Ilmuwan fisika muslim kontemporer telah mengungkap isyarat-isyarat
Alquran tentang alam raya ini dikaitkan dengan kajian-kajian empirik dan
eksperimental yang mereka lakukan dengan menggunakan ayat-ayat Alquran sebagai
penunjuk arahnya. Di sini Alquran diperankan sebagai petunjuk penyelidikan mereka,
bukan dipandang sebagai teori yang dapat dibantah dan diterima, karena Alquran
bukanlah ilmu pengetahuan. Beberapa ayat yang memberikan pencerahan dalam


menemukan konsep-konsep dasar ilmu pengetahuan, khususnya fisika dalam kaitan
penciptaan alam semesta antara lain:
DzDan dialah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, adapun
arsy-Nya telah tegak pada air untuk menguji siapa diantara kalian yang lebih tinggi
amalnya.dz 0  !

Dalam ayat di atas Allah menjelaskan bahwa alam raya diciptakan dalam enam
hari. Hari yang dimaksud di sini bukan hari dalam perhitungan biasa, tetapi diartikan
sebagai periode yang mungkin terdiri dari ribuan tahun. Jadi alam raya ini diciptakan
Allah tidak tiba-tiba, tetapi berjalan secara bertahap dalam waktu yang amat panjang.
Alam raya yang terdiri dari berbagai planet seringkali disebut Alquran sebagai samawat
dan ardh (terjemahan biasa menyebutnya langit dan bumi), proses penciptaannya
disinggung dalam Alquran sebagai berikut:
DzApakah manusia-manusia yang inkar itu tidak menyaksikan (mengetahui)
bahwa langit dan bumi (jagat raya ini) adalah sesuatu yang padu, kemudian Kami
pisahkan keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka
mengapakan mereka tidak beriman.dz (Alanbiya,21:30)
Jagat raya sebagai sesuatu yang padu mengandung pengertian bahwa dulunya
alam ini satu saja, kemudian Allah memisah-misahkannya sehingga menjadi planet-
planet yang banyak menghuni alam semesta. Alquran tidak menyebutkan secara rinci
bagaimana Allah memisah-misahkan alam ini sehingga menjadi seperti sekarang ini
yang terdiri dari jutaan atau milyaran benda langit. Tetapi secara jelas Alquran
menyebutkan bahwa Allah yang melakukan itu semua. Hal ini memberikan arti bahwa
seluruh alam raya berada dalam kekuasaan Allah Sang Maha Pencipta. Berbeda dengan
pandangan ilmu pengetahuan (Barat) yang meniadakan unsur ketuhanan dalam proses
kejadian alam. Mereka berpendapat bahwa alam raya ini berasal dari kabut tebal yang
kemudian berkumpul dan berputar hingga menimbulkan panas. Ketika panas mencapai
titik tertentu terjadilah ledakan besar dan sisa-sisa ledakan inilah yang menjadi cikal
bakal planet-planet di jagat raya. Pada ayat di atas dijelaskan bahwa bumi dan langit
adalah sesuatu yang padu. Dalam pengertian para ahli fisika muslim diartikan bahwa
sekitar 15 milyar tahun yang lalu, alam semesta ini, energi materi beserta ruang waktu,
keluar dengan kekuatan yang s angat dahsyat dari satu titik singularitas dengan

u
temperatur dan kerapatan yang sangat tinggi. Sebelum itu tak ada energi, tak ada
materi, tak ada ruang dan waktu. Kalau ruang waktu (sama) dan energi materi (ardh)
semula berada dalamsatu titik.
Dengan demikian tak ada suatu apapun yang lebih padu daripadanya, sebab di
dalam suatu titik tak ada kata di sini atau di situ. Dalam ayat-ayat lain Allah
menjelaskan:
dzAllah yang telah menciptakan tujuh langit berlapislapis, kamu sekali -kali tidak
akan melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah itu sesuatu kepinc angan (sesuatu
yang tidak seimbang); maka lihatlah berulangulang, adakah kamu menampakkan
sesuatu keretakan? Maka kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan
kembali kepadamu dengan tidak menemukan suatu cacat dan penglihatanmu itupun
dalam keadaan lemah dan payah .dz (QS.Al-Mulk 67:3)‘

DzDan diantara tanda-tanda kekuasaan-nya ialah terciptanya langit dan bumi,


dan perbedaan bahasa dan warna kulitmu; sungguh dalam hal ini terdapat tandatanda
bagi orang yang berilmu .dz (QS.Ar-rum, 30:22)

Ayat di atas mengisyaratkan bahwa alam semesta ini berjalan dengan kokoh,
teratur, rapi dan harmonis dalam suatu sistem yang seimbang. Benda-benda langit yang
bertebaran berjalan secara harmonis sehingga tidak terjadi benturan karena Allah telah
meletakkan sistem gaya tarik menarik yang seimbang dan kokoh di antara benda-benda
itu. Itu semua menjadi gambaran nyata akan kemahakuasaan Allah yang sangat
menakjubkan.
Isyarat-isyarat Alquran di atas merupakan dorongan agar manusia menghayati
kebesaran dan eksistensi Allah. Alquran tidak memperinci proses penciptaan alam raya
ini secara detil, karena memang alquran bukanlah buku ilmu pengetahuan, tetapi
isyaratisyarat tentang penciptaan ini disinggung secara garis besar yang memberikan
petunjuk awal kepada manusia untuk memahaminya. Alquran mendorong manusia
untuk memahami fenomena alam melalui kajian-kajian (tafakur) sehingga melahirkan
ilmu pengetahuan. Prinsip utama dalam bahasan penciptaan alam raya diarahkan
kepada kesadaran akan adanya Sang Maha Pencipta melalui penghayatan terhadap
ciptaan-Nya. Karena alam raya dengan segala isinya bukanlah sesuatu

ü
yang ada dengan sendirinya atau suatu yang kebetulan, tetapi ia diciptakan oleh
Sang Maha Pencipta. Alam raya diciptakan secara sistemik dan seimbang (tawazun)
dengan hukum-hukumnya (sunnatullah). Tugas manusialah untuk meneliti dan
menyusun agar hukum-hukum dapat diketahui dan dijelaskan secara rinci.
Pengetahuan dan penjelasan tentang sunnatullah inilah yang kemudian kita kenal
dengan ilmu pengetahuan. Allah sebagai pencipta alam raya dengan segala isinya adalah
satu-satunya Sang Pemilik mutlak atas segalanya. Karena itu tidak ada seorang pun
yang bisa mengklaim sebagai pemilik mutlak alam raya ini selain Allah.

Ë
‘  

Emanasi Ibn Sina menghasilkan sepuluh akal dan sembilan planet, sembilan
akal mengurusi sembilan planet dan akal kesepuluh mengurusi bumi. Berbeda dengan
pendahulunya Al Farabi, masing-masing jiwa berfungsi sebagai penggerak satu planet,
karena akal (immateri) tidak bisa langsung menggerakan planet yang bersifat materi.
Akal pertama adalah malaikat tertinggi dan akal ke sepuluh adalah malaikat Jibril yang
bertugas mengatur bumi beserta isinya. 

Jiwa Secara garis besar pembahasan Ibn Sina tentang jiwa terbagi sebagai
berikut :

a. Jiwa tumbuh-tumbuhan, mempunya tiga daya : makan, tumbuh , dan


berkembang biak.

b. Jiwa binatang, mempunyai dua daya : gerak (al-mutaharrikat) dan


menangkap (al-mudriakt).

c. Jiwa manusia, mempunyai dua daya : praktis (yang berhubungan dengan


badan), teoritis (yang hubungannya dengan hal-hal abstrak).

-

‘" 

1. ‘ Muktazilah
Wahyu berfungsi untuk memperpendek jalan mengetahui keberadaan Tuhan,
dan meningatkan manusia tentang kewajiban-kewajibannya.
2. ‘ Asyǯ Ariyah
Wahyu sangat penting kedudukannya dan menentukan agar manusia
mengetahui kewajiban-kewajibannya.
3. ‘ Al Maturidiyah
Wahyu kedudukannya lemah, diperlukan untuk mengetahui kewajiban -
kewajiban manusia

 
 "# $# % 

d‘ Kedudukan Wahyu Dan Batas-Batas Akal Dalam Islam, Jakarta : Lentera Hati &
Pusat Studi Al-Quran, 2005.
d‘ Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
d‘ Nasution, Harun.Dr. Prof, Akal dan Wahyu, Mizan , Bnadung. 

You might also like