Professional Documents
Culture Documents
Pengaruh Tasawuf
Dalam
Perkembangan Ekonomi Umat
Oleh: Imam Syafi’i1
Kajian Tasawuf (mistik, sufi, olah spiritual) berperan besar dalam menentukan
dinamikanya, karena tasawuf adalah jantung dari ajaran Islam, tampa tasawuf Islam
akan kehilangan ruh ajaran aslinya. Tasawuf akan membimbing seseorang dalam
mengarungi kehidupan ini yang memang tidak bisa terlepas dari realitas yang tampak
maupun yang tidak tampak, Untuk menjadi seseorang yang bijak dan professional di
dalam menjalankan setiap peran dalam mengarungi kehidupan ini, karena selain bisa
memahami realitas lahir ia juga mampu memahami realitas batin, sehinga ia mampu
untuk berinteraksi dangan alam secara harmonis dan serasi, dan itulah yang diajarkan di
Rasulullah SAW hingga saat ini dalam berbagai bentuk. Dalam salah satu hadis
disebutkan bahwa "Iman yang paling sempurna adalah hendaklah anda mengetahui
bahwa Allah menyaksikan anda dimana saja berada. " Pemahaman ini yang kemudian
dikenal sebagai konsep Ihsan, dipercaya sebagai salah satu bentuk pemikiran sufi atau
Tasawuf berasal dari tiga huruf sha, wawu dan fa yang secara etimologi berarti
bersih atau suci, sedangkan menurut istilah terjadi beberapa pendapat, Imam Junaid al
Bahgdaty mendefinisikan Tasawuf sebagai berikut: “mengambil setiap sifat baik dan
meningalkan setiap sifat yang rendah”. al Sadzily sufi besar dari Afrika Utara
mendefisikanya tasawuf sebagai berikut: “praktik dan latihan diri melalui cinta yang
dalam serta ibadah untuk mengembalikan diri pada jalan tuhan”. Dan banyak lagi
istilah-istilah yang saya kira tidak perlu saya paparkan, karena inti dari pada definisi
tasawuf adalah “penyucian batin atau hati dan menjaganya dari hal-hal yang buruk,
yang akan melahirkan perilaku hubungan yang harmonis dengan Sang Pencipta dan
segenap Mahkluk2.
Tasawuf adalah bagian dari Syari’at Islam, yakni perwujudan dari ihsan, salah satu
dari tiga kerangka ajaran Islam yang lain, yakni iman dan Islam. Oleh karena itu
bagaimanapun, perilaku tasawuf harus tetap berada dalam kerangka Syari’at. Maka al-
Junaid mengatakan sebagaimana dinukilkan oleh al-Qusyairi , “Kita tidak boleh tergiur
terhadap orang yang diberi kekeramatan, sehingga tahu betul konsistensinya terhadap
mengenal Tuhannya.
bagian daripada Islam, ada juga yang menganggap Tasawwuf sebagai penyelewengan,
tujuan kita adalah untuk memahamkan orang bahwa Tasawwuf itu merupakan asas
Islam, dalam arti bahwa sikap Islam adalah sikap yang ada keseimbangan antara dunia
2 . Fadlullah haeri.1998. The elements of Sufism. Terjamah oleh: M. Hasyim Assegaf. Judul
belajar mudah tasawuf. Lentera.jakarta. Hlm 2
dan akhirat, selain dari itu ada keseimbangan antara yang zahir dan yang batin, sifat
keseimbangan seperti itu orang Islam akan menjadi bahan olokan dari pihak lain atau
mengangkat derajat umat Islam untuk dapat menempuh kebahagiaan di dunia dan
akhirat.
terhadap praktik ajaran Islam yang cenderung formalisme dan legalisme serta
juga sebagai gerakan moral (kritik) terhadap ketimpangan sosial, moral, dan ekonomi
yang ada di dalam umat Islam, khususnya yang dilakukan kalangan penguasa pada
waktu itu. Pada saat demikian tampillah beberapa orang tokoh untuk memberikan solusi
ritual, merupakan pembenahan dan elaborasi tindakan fisik ke dalam tindakan batin.
Faktor internal lainnya ialah terjadinya pertikaian politik intern umat Islam yang
menyebabkan perang saudara yang dimulai antara Ali bin Abi Thalib dengan
Mu’awiyah bermula dari al-fitnah al-kubra yang menimpa khalifah ketiga, Usman bin
Affan maka sebagian tokoh agama mengambil jarak dengan kehidupan politik dan
sosial.
Turunnya ayat-ayat yang bernada mendiskreditkan dunia, seperti dalam firman Allah:
Huthamah”.3
Ayat di atas tak lain karena berkaitan dengan sikap dan watak kafir Arab waktu
firman Allah:
pengaplikasian dari konsep ini dapat diklasifikasikan menjadi dua macam: yakni zuhud
Dalam konsep zuhud sebagai maqam, dunia dan Tuhan dipandang sebagai dua hal
harus dipisahkan. Contoh yang jelas adalah ketika Hasan al-Bashri mengingatkan
kepada khalifah Umar bin Abdul Aziz: “Waspadalah terhadap dunia ini. Ia bagaikan
ular yang lembut sentuhannya namun mematikan bisanya. Berpalinglah dari pesonanya
karena sedikit terpesona, Anda akan terjerat olehnya…”.5 Sedangkan Abdul Qadir al-
Jailani dengan tegas menyatakan bahwa dunia adalah hijab akhirat, dan akhirat adalah
hijab Tuhan. Bila berdiri bersama, maka jangan memperhatikan kepadanya, sehingga
hati (sirr) bisa sampai di depan pintu-Nya. Pandangan seperti itu adalah hasil dari
pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur’an dan hadis Nabi secara tekstual, bukan
dan sosiologis, maka perlu memperhatikan pada masa awalnya al-Qur’an diturunkan,
kondisi masyarakat Arab mempunyai anggapan bahwa dunia adalah satu-satunya yang
kekal dalam kehidupan ini. Mereka beranggapan bahwa dunia ini adalah tempat yang
Sedangkan zuhud sebagai akhlak Islam, bisa diberi makna sesuai dengan situasi
dan kondisi setempat. Sikap para ulama sebagaimana telah disebutkan tadi, merupakan
reaksi terhadap ketimpangan sosial, politik, dan ekonomi yang mengitarinya, yang pada
suatu saat dipergunakan untuk memotovasi masyarakat dari keterpurukan ekonomi dan
muka bumi ini. Dengan demikian formulasinya bisa berbeda-beda sesuai dengan
tuntunan zamannya. Oleh karena itu, sebagai akhlak Islam, zuhud bisa berbentuk ajaran
antara lain Futuwwah dan al-Itsar. Futuwwah (kesatria) adalah asal dari kata fata
(pemuda), maka untuk masa sekarang maknanya bisa dikembangkan menjadi seorang
5 Abu Nu’aim, , tt. Sirri tasawwuf. Dar fikr. Bairut hlm: 394.
6 Toshihiko Izutsu, 1993. etika beragama dalam al Quran, firdaus, Jakarta, hlm 66
7 al itsar adalah perbuatan yang lebih mendahulukan orang lain daripada diri sendiri selain pada
hal-hal yang memang diwajibkan.
yang ideal, mulia dan sempurna, atau bisa juga diartikan sebagai orang yang ramah dan
dermawan, sabar dan tabah terhadap cobaan, berani menjalani hidup, meringankan
menjalankan semua pekerjaan, ikhlas karena Allah dan berusaha tampil ke permukaan
dengan sikap antisipatif terhadap masa depan dengan penuh tanggung jawab.
Keteladanan tentang dua hal tersebut dapat dilihat pada perilaku sahabat Abu
Bakar yang rela memberikan seluruh hartanya demi kepentingan perjuangan Islam.
Contoh lain adalah Abu Dzar, ketika diancam oleh Mu’awiyah dengan kemelaratan dan
pembunuhan, dia justru menantangnya bahwa kefakiran lebih disenangi daripada kaya. 8
Latar belakang kehidupan social Abu Dzar sangat menarik jika dikaji. Ketika jabatan
khalifah dipegang oleh Abu Bakar al-Shiddiq dan Umar bin Khattab, dia tetap berjuang
sebagaimana yang dilakukannya semasa Rasulullah saw. Namun ketika jabatan itu
dipegang oleh Utsman bin Affan, situasi sosial ekonomi berubah, orang-orang kaya
hidup berfoya-foya, sementara banyak orang miskin yang membutuhkan uluran tangan
mereka tak tertolong. Keadaan demikian terjadi di Madinah maupun Syam. Abu Dzar
orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan
jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-
orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah,
Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang
pedih”9. Karena ucapan tersebut sehingga banyak orang kaya yang tersinggung.
Mu’awiyah menjadi cemas dengan kegiatan ini, maka dia lapor kepada khalifah Utsman
8 Abu al-Faidl al-Mutawaqqi, 1967. al zuhdu fi al Islam. Dar al Fikr. Bairut. hlm: 162).
9.Q.S al-Taubah: 34
bin Affan. Abu Dzar dipanggil ke istana, dan terjadilah dialog panjang di sana. Ketika
Utsman tersinggung dan terpojok, maka marahlah dia dan menyuruhnya pergi.
Akhirnya dia diusir ke Rabadzah dan hidup di pengasingan ini sampai wafatnya.
Kisah menarik lainnya adalah Hasan al-Bashri. Salah satu pendapatnya: “Jika
Allah menghendaki seseorang itu baik, maka dia mematikan keluarganya sehingga dia
dapat leluasa dalam beribadah.” Ucapannya yang lain: “Seseorang tidak akan sampai ke
tingkatan shiddiqin, kecuali dia meninggalkan istrinya bagaikan janda, dan anak-
anaknya bagaikan yatim.” Dalam kajian ini jelas bahwa kezuhudan dan kesufian pada
diri Abu Dzar dan Hasan al-Bashri menampilkan sikap peka terhadap masalah-masalah
sosial. Dalam arti aktivitasnya itu bisa diberi makna sebagai protes dan tanggung jawab
penyelewengan. Menurut hemat penulis, sifat dan sikap tanggung jawab sosial ini hanya
ada pada diri seseorang (sufi) yang telah benar-benar menghayati ajaran Islam, yang
tertanam dalam jiwanya “la yamliku syai’an wa la yamlikuhu syai’un” (tidak memiliki
dan tidak dimiliki sesuatu), tawakkal, qana’ah, sabar, ridla, menjalankan semua perintah
dengan bersunguh-sunguh dan rela mengorbankan harta dan nyawa demi Allah semata.
Menjelang abad XXI ini, tasawuf dituntut untuk lebih humanistik, empirik, dan
fungsional. Penghayatan terhadap ajaran Islam, bukan hanya pada Tuhan, bukan hanya
reaktif, tetapi aktif serta memberikan arah kepada sikap hidup manusia di dunia ini, baik
berupa moral, spiritual, sosial, ekonomi, teknologi, dan sebagainya. Dan ketika tasawuf
menjadi “pelarian” dari dunia yang “kasat mata” menuju dunia spiritual, bisa dikatakan
sebagai reaksi dan tanggung jawab sosial, yakni kewajiban dalam melakukan tugas dan
Saat ini kita berada di tengah-tengah kehidupan masyarakat modern, atau sering
pula disebut sebagai masyarakat yang sekuler. Pada umumnya, hubungan antara
dan lepas dari kontrol agama dan pandangan dunia metafisis. Dalam masyarakat modern
kebahagiaan dan ketentraman hidupnya. Berkaitan dengan itu, Sayyid Hosein Nasr
menilai bahwa akibat masyarakat modern yang mendewakan ilmu pengetahuan dan
demikian adalah masyarakat Barat yang telah kehilangan visi keilahian. Hal ini
menimbulkan kehampaan spiritual, yang berakibat banyak dijumpai oang yang stress
langsung tasawuf dalam kancah politik dan ekonomi, hal ini dapat kita lihat dalam
sejarah Tarekat Sanusiyah di berbagai daerah di Afrika Utara, Dalam kiprahnya, tarekat
ini tidak henti-hentinya bekerja dengan pendidikan keruhanian, disiplin tinggi, dan
Rahman menceritakan bahwa tarekat ini menanamkan disiplin tinggi dan aktif dalam
medan pejuangan hidup, baik sosial, politik, dan ekonomi. Pengikutnya dilatih
perjuangan dan pembaharuan, dan programnya lebih berada dalam batasan positivisme
moral, sosial dan keagamaan, maka Fazlur Rahman menamakannya sebagai Neo-
Sufisme10.
10 Fazlu rahman,1984, tarihk al Sufi. Dar fikr. Bairut , hlm:285
Kebutuhan akan kekuatan ekonomi dan teknologi saat ini sangat diperlukan bagi
penunjang keberhasilan umat Islam demi menjaga dan mengangkat martabat umat itu
sendiri, kerena sudah banyak terbukti bahwa umat Islam sering dijadikan bulan-bulanan
oleh orang-orang kafir karena kelemahan mereka dibidang ekonomi yang akhirnya
menjadikan mereka lemah dalam bidang teknologi dan politik, hal ini adalah suatu
bahaya yang wajib dihilangkan dan dijauhi oleh orang-orang yang percaya terhadap
Allah dan rasulnya, seperti dalam sabda rasul: ”tidak boleh membahayakan diri sendiri
atau orang lain” (H.R. Ibnu Majah dari sahabat ‘Ubadah ibnu Samit)11, kalau kita
umat, oleh karena itu pembenahan dalam bidang ekonomi sangat diperlukan sebagai
perantara bagi umat untuk memperoleh kedamaian di Dunia dan Akhirat, dalam sebuah
kaidah, ulama’ membuat sebuah kaidah di dalam menangapi berbagai perintah Allah
menjadi wajib”.
pengamalan dari pengetahuan juga harus disesuaikan dengan kehendak Ilahi sebagai
wujud yang kita yakini sebagai wujud tunggal yang menguasai segala hal di alam
semesta ini. dalam mendorong umat untuk giat mencari ilmu, para ulama’ menetapkan
bahwa setiap ilmu hasil ciptaan atau hasil buatan yang memang diperlukan oleh umat
Islam maka hukumnya adalah fardu kifayah, seperti yang pernah dikatakan oleh al
Ghozaly:
” apabila ilmu dan karya yang dimiliki oleh Nonmuslim lebih baik dan lebih maju
dari pada yang dimiliki oleh kaum Muslim, maka kaum muslim berdosa dan kelak
11 lihat Ibnu Majah.t.t “al Sunan Ibnu majah”, hadis no: 2340
perkembangan tasawuf mulai dari awal munculnya sampai pada saat ini memang
dituntut untuk mengalami berbagai bentuk perubahan yang di sesuaikan dengan keadaan
dan pola kebiasaan dari suatu Masyarakat, karana tasawuf ibarat makanan yang
disuguhkan oleh para mursyid13 kepada suatu masa atau masyarakat yang berbeda-beda
di setiap tempat dan waktu dan membutuhkan keahlian dan racikan yang berbeda pula,
tetapi perubahan bentuk itu hanya sebatas pada bentuk luarnya saja, secara garis besar
konsep dasar yang ada dalam tasawuf hanyalah satu, yaitu keyakinan, ketundukan,
kepatuhan, pendekatan terhadap serta menjahui hal-hal yang bisa menganggu ibadah
12 Thoriq Abdu al Mun’im Muhammad. 1983. majalah manaru al Islam, terbitan ke1 dalam
pandangan tentang peradapan Islam dan Eropa. Hlm32
13 mursyid adalah seorang alim yang dipercaya untuk membimbing para pengikut dalam tarekat
sufi.dan pengangkatanya dilakukan oleh Mursyid sebelumnya.