Professional Documents
Culture Documents
LEMBAR PENGESAHAN
− Slant Range.................................................................................... 45
2
KATA PENGANTAR
Penulis,
Wahyu Pamungkas, ST
3
BAB I
PENGANTAR SISKOMSAT
TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM:
Mahasiswa dapat menjelaskan tentang konsep penggunaan satelit, sejarah
penggunaan satelit, serta pengenalan parameter.
a Dasar Komsat
• Pengertian Satelit
Satelit pada awalnya merupakan sebuah ungkapan yang mewakili semua
obyek yang mengitari bumi. Planet bumi yang kita tempati sekarang ini
mempunyai obyek-obyek yang mengitari dirinya. Diantara obyek-obyek tersebut
adalah bulan, meteor dan benda angkasa lainya. Masing-masing planet
mempunyai jumlah satelit (bulan) yang berbeda-beda, contoh : bumi hanya satu,
venus minimal ada 4, merkurius ada 8 dll. Planet bumi itu sendiri merupakan
satelit bagi benda angkasa yang lebih besar, matahari contohnya, karena bumi
mengelilingi matarahari. Ingat bahwa selain berputar pada porosnya ( rotasi yang
memakan waktu 24 jam) bumi juga berevolusi yang memakan waktu 365 ¼ hari.
Gambar di bawah ini akan memperjelas uraian di atas:
4
Keterangan:
• Lingkaran kuning : Matahari
• Lingkaran hijau : Planet Bumi sebagai satelit matahari
• Lingkaran abu2 : Bulan sebagai satelit bumi
5
Gambar Ilustrasi Khayalan Arthur C Clarke
6
Tabel Satelit TELKOM yang sudah dan akan diluncurkan
V
Dari mekanika gaya sentripental pada sebuah satelit dengan massa M adalah :
7
MV2
Fs =
a+h
MV2
Mg’ =
a+h
Dimana g’ adalah percepatan gravitasi pada ketinggian satelit dan akhirnya
dihubungkan dengan percepaan gravitasi g = 9,8 m/s pada permukaan bumi oleh
persamaan;
a2
g’ =g …………………………………………………………(1.1)
a+h
Dengan Mensubsitasi persamaan (1.1) ke dalam persamaan (1.2) diperoleh
2
a MV2
Mg = ………………………………………….(1.2)
a+h a+h
8
Parameter Umum Sistem Komunikasi Satelit
Dalam menjalankan sistem komunikasi dalam sebuah komunikasi satelit ada
dua elemen dasar yang ikut berperan di dalamnya mereka adalah Stasion Bumi (
Ground Segment ) dan Satelit ( Space Segment ). Stasion Bumi akan
mengirimkan sinyal informasi ke arah satelit dengan menggunakan frekuensi
yang dinamakan Frekuensi Up Link dan sebaliknya satelit sebagai repeater
tunggal di luar angkasa akan meneruskan sinyal informasi ke arah tujuan dengan
menggunakan Frekuensi Down Link. Masing-masing besaran frekuensi up link
dan down link tersebut mengikuti aturan yang distandarisasi oleh ITU-T dengan
mengkategorikan besarnya frekuensi sesuai dengan Band nya seperti di bawah
ini:
TABLE 1
9
tersebut maka luas wilayah yang dapat dijangkau akan semakin lebar.
Jangkauan wilayah satelit tersebut sering dikenal dengan istilah foot print.
10
11
Contoh Soal:
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan sistem komunikasi satelit
2. Jelaskan latar belakang penggunaan SISKOMSAT
3. Sebutkan keuntungan dan kerugian penggunaan SISKOMSAT
12
Jawaban Soal:
1. Sistem komunikasi satelit adalah sistem komunikasi yang menggunakkan
satelit sebagai repeater
2. Latar belakang penggunaan SISKOMSAT
Jarak hubungan antara stasiun cukup jauh (tidak terjangkau oleh sistem
transmisi lainnya)
Medan geografis cukup sulit (tidak memungkinkan untuk dibangun
sistem,transmisi lain)
Untuk keperluan back up
Untuk keperluan HANKAM
Efesiensi penggunaan band frekuensi
Dll.
13
Satelit dengan mudah melayani telekomunikasi tetap dan telekomunikasi
bergerak seperti pesaswat telepon, kapal laut, dan kendaraan bergerak
lainnya.
14
BAB II
ORBIT SATELIT
15
komunikasi selular. Karena jarak yang tidak terlalu jauh dan biaya yang
murah, satelit LEO sangat banyak diluncurkan untuk berbagai macam
aplikasi. Akibatnya bahwa jumlah satelit LEO sudah sangat padat, tercatat
sekarang ada 8000 lebih satelit yang mengitari bumi pada orbit LEO seperti
pada gambar di bawah ini:
16
Berikut adalah keuntungan dan kerugian satelit LEO:
17
- GEO ( Geostationery Earth Orbit)
Satelit GEO merupakan sebuah satelit yang ditempatkan dalam orbit yang
posisinya tetap dengan posisi suatu titik di bumi. Karena mempunyai posisi yang
tetap maka waktu edarnyapun sama dengan waktu rotasi bumi. Posisi orbit
satelit GEO sejajar dengan garis khatulistiwa atau mempunyai titik lintang nol
derajat.
18
Gambar satelit GEO yang tidak bisa mencakup seluruh permukaan bumi
Selengkapnya keuntungan dan kerugian satelit GEO adalah sebagai berikut:
19
Gambar Latitude dan Longitude Bumi
Orbit Polar
Satelit yang mengorbit pada orbit polar merupakan satelit yang mempunyai
inklinasi (penyimpangan) sebesar 90° dari orbit geostationer. Atau boleh
dikatakan bahwa satelit ini mengitari bumi dari arah selatan ke utara. Karena
arah perputaranya yang tidak sinkron dengan arah rotasi bumi maka satelit jenis
polar ini jarang digunakan.
20
Gambar Orbit Sateli Jenis Polar
b Orbit Eliptical
Satelit dengan orbit elips merupakan satelit yang mengorbit dengan bentuk
orbit yang elips terhadap bumi. Dengan bentuk orbit yang ellips tersebut maka
menghasilkan suatu jarak yang tidak sama (sinkron) pada setiap posisi dengan
permukaan bumi. Bentuk orbit eliptical pada sebuah satelit dapat ditunjukan pada
gambar di bawah ini:
21
Gambar gabungan orbit satelit
22
Daya pada satelit DBS ini berkisar sampai dengan 10 kali lipat daya pada satelit
FSS. Dengan daya yang besar maka user yang ada di Ground Segment dapat
menggunakan antena dengan diameter yang kecil untuk menangkap siaranya.
23
Gambar: Konfigurasi umum satelit untuk broadcasting
PERGERAKAN SATELIT
Satelit yang mengitari bumi pada orbitnya akan dikendalikan oleh Master
Control Station di Stasion Bumi. Pengenalian satelit yang berada puluhan ribu
kilometer dari bumi menggunakan sistem otomatis yang didasarkan atas dua
sistem pengendalian sebagai berikut:
− Spin Stablilized Satellite
Merupakan metode pengendalian satelite dengan cara menggerakan body
satelit secara berputar untuk menuju ke suatu posisi tertentu yang diinginkan.
Satelit yang secara teori akan diam pada posisinya di orbit pada kenyataanya
akan bergeser dari orbit yang sebenarnya. Dengan metode Spin Stabillized
Satellite ini dibagi atas empat kontrol dasar yaitu:
Spin Axis Atitude Control System
Merupakan bagian yang akan mengontrol pergerakan satelit dari arah atas
dan bawah atau dengan kata lain tinggi satelit dari permukaan bumi dikendalikan
melalui bagian ini.
Orbit Control System
24
Merupakan bagian yang akan mengontrol pergerakan satelit dari arah barat
dan timur (east – west station keeping) dan simpangan utara- selatan (north –
west station keeping)
Spin Rate Control System
Merupakan bagian yang akan mengontrol kecepatan putar satelit dalam
bergerak kembali ke posisi yang diinginkan.
Active Nutation Control
Merupakan bagian yang mendeteksi posisi satelit pada bujur dan lintang yang
diinginkan. Satelit akan mengirimkan sinyal yang mendakan posisi dirinya
setiap beberapa detik sekali lewat active nutation control.
roll
pitch
yaw
25
yang mengarah ke bumi. Atau dengan kata lain bahwa pada posisi sun outage ini
jarak satelit dengan matahari mencapai jarak terdekat. Dengan jarak yang sangat
dekat antara satelit dengan matahari menyebabkan perangkat yang ada di space
segment juga akan mengalami panas yang meningkat drastis, akibatnya akan
mengurangi performa atau kinerja satelit itu sendiri.
26
BAB III
GROUND SEGMENT DAN SPACE SEGMENT
Up
HPA/SSPA
Converter
ANTENA
Down
LNA
Converter
SPACE SEGMENT
Satelit merupakan suatu microwave repeater Station (stasiun pengulang
gelombang mikro) yang berfungsi untuk memperkuat sinyal yang berasal dari
stasiun bumi serta memproses translasi frekuensi dari Uplink frequency yang
28
terletak pada lebar bidang frekuensi mulai dari 5,925 Ghz sampai dengan 6,425
Ghz menjadi Downlink frequency dari 3,7 Ghz sampai dengan 4,2 Ghz. Secara
sederhana blok diagram fungsi satelit digambarkan seperti pada gambar berikut:
Sinyal-sinyal RF dari stasiun bumi dengan frekuensi pancar 6 Ghz setelah
diterima oleh antenna akan dilewatkan pada Band Pass Filter (BPF) untuk
melewatkan frekuensi yang dikehendaki saja dan terjadi proses pemisahan
sinyal komado dari sinyal komunikasi.
Sinyal komunikasi yang mempunyai lebar bidang frekuensi 5925 Mhz – 6425
Mhz setelah diperkuat oleh Low Noise Amplifier (LNA) kemudian dicampur
dengan frekuensi 2225 Mhz yang dihasilkan oleh Local Oscillator (LO) sehingga
keluaran mixer merupakan sinyal yang mempunyai lebar bidang frekuensi antara
3700 Mhz – 4200 Mhz. Sebelum sinyal tersebut dipancarkan kembali ke bumi,
terlebih dahulu diperkuat oleh High Power Amplifier (HPA) dan dilkakukan dalam
sebuah Band Pass Filter bersama-sama dengan sinyal yang berasal dari
telemetry transmitter yang berisi antara lain data kondisi peralatan satelit.
Sedangkan sinyal komando akan diproses oleh Command Receiver,
sehingga dapat diditeksi apa isi perintah dari stasiun bumi pengendali utama.
Sinyal komando ini dimaksudkan untuk kegiatan pemeliharaan dan atau
perbaikan peralatan satelit, posisi satelit dan lain sebagainya.
OS
C
To Command Dari Telemetry
Receiver 2,225 Ghz Transmitter
29
Subsistem pada satelit
Secara garis besar seluruh peralatan yang ada dalam satelit contohnya
satelit palapa A maupun satelit palapa B dapat dikategorikan sebagai berikut :
- Peralatan komunikasi (Communication Subsystem)
- Peralatan catudaya (Power Subsystem)
- Peralatan Komando dan Telemetry (Command and Telemetry Subsystem)
- Peralatan pengontrol satelit
Hubungan antara subsistem tersebut dapat dilihat pada gambar 2.2
Solar Solar
Cell Cell
Position
control
Receiver Freq. Trans I Trasmitter
sub.
Ant
subsystem
antena thruster
Gbr. Blok Diagram Subsistem Satelit
32
Lebar bidang frekuensi dalam satu transponder sebesar 40 Mhz, maka
sesuai dengan lebar bidang frekuensi yang digunakan pada satelit terdapat 18
transponder dengan polarisasi vertical dan 18 transponder dengan polarisasi
horizontal dengan demikian jumlah keseluruhannya ada 36 transponder. Namun
demikian dalam operasinya lebar bidang frekuensi transponder yang digunakan
sebesar 36 Mhz, 2 Mhz disisi kiri dan kanan dari spektrum lebar bidang frekuensi
transponder merupakan frekuensi gap (guard band frequency) yang
dimaksudkan untuk pengamanan agar tidak terjadi interferensi antar
transponder.
5945 5985 6025 6065 6105 6145 6185 6225 6265 6305 6345 6385 6465 6505 6545 6585 6625 6665
1V 2V 3V 4V 5V 6V 7V 8V 9V 10V 11V 12V 13V 14V 15V 16V 17V 18V
5965 6005 6045 6085 6125 6165 6205 6245 6285 6325 6365 6405 6485 6525 6565 6605 6645 6685
1H 2H 3H 4H 5H 6H 7H 8H 9H 10H 11H 12H 13H 14H 15H 16 17H 18H
3420 3460 3500 3540 3580 3620 3720 3760 3800 3840 3880 3920 3960 4000 4040 4080 4120 4160
13H 14H 15H 16 17H 18H 1H 2H 3H 4H 5H 6H 7H 8H 9H 10H 11H 12H
3440 3480 3520 3560 3600 3640 3740 3780 3820 3860 3900 3940 3980 4020 4060 4100 4140 4180
13V 14V 15V 16V 17V 18V 1V 2V 3V 4V 5V 6V 7V 8V 9V 10V 11V 12V
Catatan :
33
BAB IV
PENGHITUNGAN PARAMETER SATELIT
POINTING ANTENA
34
lokasi station bumi dengan mengambil titik acuan pada titik subsatelit, sudut
azimut didapat:
1. Sebelah Utara Khatulistiwa
Stasion bumi berada di barat satelit : A = 180° - A’
Stasion bumi berada di timur satelit : A = 180 + A’
2. Sebelah Selatan Khatulistiwa
Stasion bumi berada di barat satelit : A = A’
Stasion bumi berada di timur satelit : A = 360 – A’
Dengan A’ adalah sudut positf, untuk menghitung A’:
tan θs − θ l
A’ = tan –1
sin θ 1
1 − cos 2 ϕ g cos 2 ∆λ
cosθ = (Re+ h)
h 2 + 2 RE ( RE + h)(1 − cos ϕ G cos ∆λ )
dengan:
h= orbit satelit geostasioner (35786 km)
Re= jari-jari bumi (6378)
cosϕ= selisish longitude stasiun bumi dengan satelit
cos∆= nilai latitude dari stasion bumi
35
36
PARAMETER-PARAMETER SISKOMSAT
Noise
• Thermal noise
• Intermodulation noise
• Crosstalk
• Impulse noise
1 Thermal Noise
Thermal noise adalah noise yang muncul pada setiap media transmisi dan
pada setiap perangkat telekomunikasi sebagai akibat dari gerakan elektron
secara acak. Niose ini mempunyai sifat menyebar merata ke seluruh band
frekuensi. Setiap komponen pada perangkat dan setiap media transmisi selalu
memberikan kontribusi thermal noise pada sistem, jika bekerja pada temperatur
di atas temperatur mutlak.
P n = k . T (W/Hz)
Di mana :
T = temperatur mutlak = K
37
Pn = k . T . B Watt
Contoh :
= -228,6 + 20 + 70
= - 138,6 dBw
2 Intermodulation noise
Second order : f1 ± f2
Misal :
f1 = 100 ; f2 = 101
f2 – f1 =1 3f1 + f2 = 401
38
• Dengan level input yang tinggi, maka bekerjanya perangkat akan
dikemudikan pada daerah non linier.
Distorsi Distorsi
Order 3 Order 5
• Terjadi crosstalk
• Penurunan SCR
3 Crosstalk
Crosstalk adalah pengkopelan yang tidak kita inginkan pada jalur signal. 3
macam penyebab crosstalk, yaitu :
• Frekuensi respon yang buruk sebagai akibat rusaknya filter atau disain
filter yang jelek
39
• Far end crosstalk
Kedua crosstalk tersebut besarnya harus > 43 dB untuk Long Distance Circuit
dan > 58 dB untuk kabel dari langganan ke sentral.
Teknisi transmisi lebih sering berurusan dengan signal to noise ratio (S/N)
dibandingkan dengan kriteria lain.
S/N adalah perbandingan level signal dengan level noise yang dinyatakan dalam
dB.
Noise (Watt)
Atau :
Contoh :
Level
Signal 20
dBm
Noise 5
S/N = 15 Frekuensi
40
G/T (Figure of Merite)
Di mana :
G = penguatan antena Rx
Semakin besar G/T, berarti semakin sensitif dan semakin baik kualitas
penerimaannya. Untuk mendapatkan harga G/T yang besar dapat dilakukan
dengan cara :
Contoh perhitungannya :
EIRP adalah besarnya daya suatu carrier yang dipancarkan oleh suatu
antena, satuannya dinyatakan dalam dB Watt. Harga EIRP adalah hasil
penjumlahan antara daya keluaran HPA dengan penguatan antena dikurangi
dengan redaman IFL (Interfacility Link).
41
• Memperkecil/memperbesar output HPA
• Memperpanjang/memperpendek IFL
Output HPA = 30 Watt; Gain antena = 43 dB; Loss IFL = 1,5 dB. Berapakah
besarnya EIRP ?
Noise figure
Seperti yang diuraikan di atas setiap sirkit pasif dan aktif pada setiap
media trasmisi menyumbangkan noise pada sistem transmisi.
NF = S/N in
S/N out
10 = S/N in – 50
S/N in = 60 dB
Desibel (dB)
42
Suatu saluran menyatakan besaran perbandingan logaritnik daya keluar
dengan daya masuk diamna daya tersebut merupakan harga relatif. Dari defenisi
tersebut, misalkan suatu peralatan mempunyai penguatan 2 kali (input = 1 W,
output 2 W), bila dinyatakan dalam dB, maka penguatan tersebut = 3 dB. Harga
tersebut didapat dari penurunan rumus :
Pin
= 10 log 2/1
= 3,0103 dB
P1
= 10 log 1
1000
= - 30 dB
dBm
1 mW
contoh :
43
suatu amplifier mempunyai penguatan 1 mW, berapa dBm besar penguatan
tersebut ?
dBw
1W
Contoh :
1W
= 11,13 dBw
dBm
dBm0 adalah satuan harga mutlak suatu daya dalam dBm yang mengacu
kepada 0 TLP (Zero test level point). 0 TLP setiap titik mempunyai nomial level
yang berbeda-beda dan dinyatakan dalam level dBr (dB referensi) sebagai misal
; nominal level TX VF = -16 dBr = - 16dB. Hubungan antara dBm, dBm0 dan dBr
dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut :
Contoh :
- 10 dBm0 0 TLP
44
- 26 dBm - 16 dBm
Suatu titik pengukuran terukur level –26 dBm, di mana level nominal
referensi dari titik ukur tersebut adalah – 16 dBm, maka harga pengukuran
tersebut bila dinyatakan dalam dBm0 adalah – 10 dBm0 yang artinya level pada
titik pengukuran tersebut 10 dB di bawah nominal level.
d 2 = 2r 2 − 2r 2 cos β = 2r 2 (1 − cos β )
Parameter-parameter di atas didefinisikan dengan:
θ = jarak pisah antara dua buah satelit dilihat dari antena stasion bumi
β = jarak pisah antara dua buah satelit dilihat dari selisih longitudenya
di = slant range antara stasion bumi dengan satelit
r = orbit geostasioner yang panjangnya 42164 km
d = jarak pisah antara dua buah satelit dalam km.
Dari rumus di atas maka dapat dicari jarak pisah antara satelit Thaicom
dengan satelit Telkom 2 sebagai berikut:
- Longitude Thaicom 120 °
- Longitude Telkom 2 118°
d2 = 2 x 421642 (1 – cos β)
d2 = 2165197,98
d = 1471 km
Hasil perhitungan teknis ini akan selalu berubah-ubah karena satelit akan
selalu bergerak menurut orbitnya sehingga jarak pasti pada suatu waktu akan
sangat sulit ditentukan.
45
Stasion bumi
θ
Orbit GEO β
dB
dA r
Satelit
Thaicom
Satelit Telkom
2
Gambar 4.1 Jarak pisah dua buah satelit dilihat dari stasion bumi
Di mana:
46
h = orbit satelit geostasioner (35786 km)
Re = jari-jari bumi (6378 km)
cosϕ = selisish longitude stasiun bumi dengan satelit
cos∆ = nilai latitude dari stasion bumi
Nilai slant range diperlukan untuk menghitung lebih lanjut sudut
toposentris antara dua satelit yang dilihat dari stasion bumi. Nilai slant range
yang dihitung mengarah pada slant range ke satelit Telkom 2 dan slant range ke
satelit Thaicom untuk masing-masing posisi stasion bumi yang akan diletakan.
Contoh perhitungan :
Posisi stasion bumi di kota Bogor:
Latitude: 6,57°
Longitude:106,75°
D=36033,2 km
dengan nilai konstantanya adalah sama dengan konstanta rumus 4.2 di atas.
Besarnya nilai sudut toposentris tersebut akan berbeda-beda sesuai dengan
posisi stasiun buminya. Sudut Toposentris ini akan berguna untuk menentukan
besarnya side lobe antena yang mengarah ke satelit Thaicom. Untuk daerah
yang terdapat dalam 4 kawasan tersebut akan mempunyai nilai yang berbeda
yang akan berpengaruh terhadap nilai interferens terhadap kedua satelit
47
tersebut. Sebagai contoh, di bawah ini merupakan hasil perhitungan nilai sudut
toposentris untuk masing-masing daerah dalam pembagian seperti di atas:
1) Daerah dalam kawasan Utara Khatulistiwa dan di sebelah barat satelit.
- Nama Kota : Medan
- Slant Range (118) : 36221,67
- - Slant Range (120): 36311,51
48
Menentukan Gain Antenna
Mencari nilai penguatan (gain) antena dimaksudkan untuk mengetahui
karakterisitik antena yang dipergunakan stasion bumi sehingga dapat dicari nilai
side lobe-nya. Gain antena dicari dengan menggunakan rumus 3.9 dengan
mengasumsikan nilai η adalah sebesar 0,6 dan frekuensi yang digunakan adalah
frekuensi up link untuk C-Band sebesar 6 Ghz. Parameter diameter antena akan
ditentukan mulai dari antena sebesar 2,4 m sampai dengan antena sebesar 1,7
meter.
− Untuk antena dengan diameter 2,4 maka nilai Gmax akan bernilai:
Gmax = 10 log η(πDf/c)2
= 10 log 0,6(3,14 x 2,4 x 6x 109 / 3x 108)2
= 41,344 dBi
− Untuk antena dengan diameter 2,2 maka nilai Gmax akan bernilai:
Gmax = 10 log 0,6 (3,14 x 2,2 x 6x 109 / 3x 108)2
= 40,589 dBi
− Untuk antena dengan diameter 2,1 maka nilai Gmax akan bernilai:
Gmax = 10 log 0,6 (3,14 x 2,1 x 6x 109 / 3x 108)2
= 40,185 dBi
Nilai Gmax
Diameter Antena
1. Antena 2,4 Meter 41.334 dBi
2. Antena 2,2 Meter 40,589 dBi
3. Antena 2,1 Meter 40,185 dBi
4. Antena 2 Meter 39,76 dBi
5. Antena 1,8 Meter 38,846 dBi
6. Antena 1,7 Meter 38,35 dBi
Tabel 4.1 Nilai Gain antena berdasarkan diameter
49
Menentukan Lebar Berkas (Beamwidth) θ3dB
Lebar berkas suatu antena sering disebut dengan beam width θ3dB. Harga
ini berarti harga penguatan pada posisi sudut sesuai pengarahan di mana gain
akan bernilai setengah dari nilai maksimumnya. Semakin lebar diameter
antenanya maka nilai θ3dB akan semakin kecil, artinya berkas sinyal yang
dipancarkan akan semakin kohern. Untuk menghitung besarnya lebar berkas
menggunakan rumus 3.11 dengan masing-masing diameter antena berbeda nilai
lebar berkasnya. Hasil perhitungan besarnya lebar berkas berdasarkan diameter
antena adalah sebagai berikut:
θ3dB= 70(λ/D) = 70(c/fD) (derajat)
Nilai θ3dB
Diameter Antena
2,4 m 1,458°
2.2 m 1,59°
2.1 m 1,67°
2m 1,75°
1,8 m 1,94°
1,7 m 2,05°
50
antena yang terpasang sebelum tahun 1995. Besarnya nilai side lobe dicari pada
setiap posisi stasion bumi yang akan diletakan sehingga diketahui level
interferens ke satelit Thaicom. Semakin kecil diameter antena yang dipakai maka
semakin besar nilai sidelobe-nya. Fenomena ini harus dihindari supaya tidak
menimbulkan interferens bagi satelit di dekatnya. Salah satu contoh hasil
perhitungannya adalah sebagai berikut:
51
LINK BUDGET
2
4πf u d u
Lu = di mana :
c
2
9 3
4x x (6 x 10 ) x (35934, 72 x 10 )
Lu = 2,997925 x 108
= 8,167 x 1019
= 10 log 8,167 x 1019
= 199, 121 dB
52
redaman pada saat up-link. Nilai daya carrier up-link dirumuskan sebagai
berikut:
2
Cu = (EIRP) 4 fudu Gu
L c
dengan:
Untuk mencari nilai daya carrier up-link, terlebih dahulu dicari nilai EIRP.
Dengan asumsi output HPA (High Power Amplifier) sebesar 30 Watt, gain antena
sebesar 43 dB dan loss IFL sebesar 1,5 dB, maka besarnya nilai EIRP adalah
sebagai berikut:
EIRP = 10 log 30 + 43 – 1,5
= 56,27 dBW
53
Menentukan Noise Power Up-link
Noise power up-link dapat diartikan sebagai noise yang mempengaruhi
atau mengurangi daya pada saat suatu stasiun bumi mengirimkan sinyal ke
satelit. Nilai noise power up-link dirumuskan sebagai berikut):
Nu = k Tu B
dengan:
(sensitivitas) dari suatu transponder. Nilai dari daya carrier flux density dirumuskan
sebagai berikut8):
= EIRP (3.4)
2
4 du L
dengan:
54
du = slant range up-link (m)
carrier yang diterima, dengan sinyal noise yang dihasilkan dalam suatu link.
Persamaan up-link untuk transmisi ke satelit dapat ditulis secara langsung dengan
dasar link:
4πf u d u G
C / N ..up = EIRPSAT (dBW ) − 20 log + U dB / K − 10 log K − 10 log B − L − BOi dB
c TU
dengan:
55
Gu = penguatan antena satelit (dBi)
= 34,32 dB
satelit ketika sedang mengirim sinyal kembali ke suatu stasiun bumi (saat di
dengan:
56
fd = frekuensi down-link (Hz)
= 3,63 x 1019
= 10 log 3,63 x 1019 = 195, 59 dB
atau mengurangi daya pada saat satelit mengirimkan sinyal ke suatu stasiun bumi.
Nd = k Td B (3.8)
dengan:
57
3. Menentukan Carrier to Noise Ratio (C/N)
Carrier to Noise Ratio down-link merupakan perhitungan perbandingan daya
carrier dengan daya noise dari sisi antena pemancar satelit di sisi space segment,
dengan user yang berada di ground segment. Kalkulasi link down-link bisa
link8):
dengan:
58
C/N dn = 40 – 0,9 – 20 log 4 x x (4 x 109) x (35934, 72 x 103) +
8
2.997925 x 10
(34 – 10 log 160) – 10 log (1,38 x10-23) – 10 log (36 x 106)
= 30,80 dB
E. Contoh Perencanaan
Pada contoh perencanaan, penulis menggunakan data dari buku “Digital
Satellite Communications Second Edition” karangan Tri T. Ha, halaman 136
– 137. Datanya adalah sebagai berikut:
1. Parameter satelit (single carrier transponder)
- Noise bandwidth = 36 MHz
- G/T = 1, 6 dB/K
- TWTA input back off = 0 dB
- TWTA output back off = 0 dB
- EIRP saturasi = 44 dBW
= 5,018 x 1020
= 10 log 5,018 x 1020 = 207,006 dB
- Noise Bandwidth
Noise bandwidth up-link akan bernilai:
NB = 10 log 36 x 106
= 75,56 dB Hz
- C/N up-link
Dengan menggunakan rumus 3.5 maka diperoleh nilai:
C/N UP = 80 – 1,2 – 20 log 4 x x (14,25 x 109) x (37506 x 103) +
2.997925 x 108
1,6 – 10 log (1,38 x10-23) – 10 log (36 x 106)
= 26,541 dB
= 3,529 x 1020
= 10 log 3,529 x 1020
= 207,006 dB
- Noise Bandwidth
Noise bandwidth up-link akan bernilai:
NB = 10 log 36 x 106
= 75,56 dB Hz
- G/T stasiun bumi
Dengan menggunakan rumus 2.15 maka diperoleh nilai:
G/T = 56,3 dB – 10 log 160
= 34, 25 dB/K
- C/N down-link
Dengan menggunakan rumus 3.9 maka diperoleh nilai:
C/N dn = 44 – 0,9 – 20 log 4 x x (11,95 x 109) x (37506 x 103) +
2.997925 x 108
34,25 – 10 log (1,38 x10-23) – 10 log (36 x 106)
= 24,873 dB
3. C/N total
Dengan menggunakan rumus 3.10 maka diperoleh nilai:
DAFTAR PUSTAKA
61
1. G.Winch Robert, “Telecommunication Transmission Systems”, McGraw-Hill,
1993
2. Maral G and Bousqet M, “ SATTELITE COMMUNICATION SYSTEM
(SYSTEM, TECHNIQUES AND TECHNOLOGY), 3rd edition, John Willey and
Son, England
3. Gorham P.W and D.J Rochblatt, “EFFECT OF ANTENA POINTING ERROR
ON PHASE STABILITY AND INFEROMETIC DELAY “, TDA Progress
Report 42-132, 15 Februari 1996
4. R Wetz James, ” SPACECRAFT ATTITUDE DETERMINATION CONTROL”,
Kluwer Academic Publisher, Netherland, 1999
5. ITU - R , Recommendation 740, “ Technical Coordinate Methode For Fixed
Satellite Network”, ITU - R , 1992
6. ITU - R , Recommendation 456.5, “REFERENCE EARTH- STATION
RADIATION PATTERN FOR USE IN COORDINATION AND
INTERFERENCE ASSESSMENT IN THE FREQUENCY RANGE FROM
2 TO ABOUT 30 GHz ”, ITU - R , 1993
7. ITU - R , Recommendation S 741.2, “ CARRIER TO INTERFERENCE
CALCULATION BETWEEN NETWORK IN THE FIXED SATELLITE
NETWORKS”, ITU – R , 1994
8. ITU-T, “ HANDBOOK ON SATTELITE COMMUNICATION: FIXED
SATTELITE SERVICE”, International Sattelite Union, Geneva, 1988
62