Professional Documents
Culture Documents
BUKU AJAR
Disusun oleh:
DR.IR. SUBANDIYONO, MAppSc.
DR.IR. SRI HASTUTI, MSi.
ISBN: 978-979-097-044-1
198
G. MIKRO-NUTRIEN
- POKOK BAHASAN VI –
(SUPLEMEN I)
ISBN: 978-979-097-044-1
199
G. MIKRO-NUTRIEN
I. VITAMIN
1. Pendahuluan
1.2. Relevansi
Pokok Bahasan VI ini merupakan materi suplemen I bagi mahasiswa yang
ingin mempelajari materi nutrisi ikan lebih lanjut, namun masih terkait dengan
komponen makro-nutrien protein, lemak, dan karbohidrat yang telah diterangkan
secara lebih rinci dalam pokok-pokok bahasan sebelumnya. Sub-Pokok Bahasan
I ini membahas salah satu komponen mikro-nutrien penting, yaitu vitamin.
Sedangkan komponen mikro-nutrien penting lainnya, yaitu mineral, dibahas dalam
Sub-Pokok Bahasan Il. Perbedaan mendasar antara mikro- dan makro-nutrien
ISBN: 978-979-097-044-1
200
1.3. Kompetensi
ISBN: 978-979-097-044-1
201
2. Penyajian
2.1. URAIAN
A. Pengertian Vitamin. Vitamin merupakan komponen organik dan
diperlukan dalam jumlah yang sangat sedikit. Vitamin sangat dibutuhkan dalam
berbagai fungsi sebagian besar bentuk-bentuk kehidupan. Apa yang disebut
dengan premix?. Premix merupakan suplemen vitamin yang ditambahkan ke
dalam pakan. Premix diformulasikan untuk menambah berbagai vitamin yang
terkandung dalam berbagai bahan penyusun pakan. Premix ditambahkan untuk
mengganti atau mengimbangi berbagai vitamin yang tersedia secara tidak lengkap
dan kehilangan yang terjadi selama proses pembuatan dan penyimpanan.
ISBN: 978-979-097-044-1
202
tubuh. Jumlah yang berlebihan dalam pakan dapat menyebabkan suatu kondisi
meracuni yang disebut hipervitaminosis. Fungsi dari jenis vitamin yang larut
dalam lemak agak spesifik.
Beberapa contoh vitamin yang larut dalam air seperti kolin, mioinositol, dan
vitamin C berperan terhadap berbagai macam fungsi. Kolin berfungsi sebagai: a)
komponen dari membran; b) prekursor dari asetilkolin, suatu kimiawi untuk
transmisi syaraf; dan c) pemberi atau penyedia grup metil (CH3) untuk berbagai
reaksi kimiawi. Miositol juga merupakan komponen membran dan terlibat dalam
pengiriman pesan pada berbagai proses tubuh. Vitamin C terlibat dalam
pembentukan jaringan ikat (connective tissue), matrik tulang, dan perbaikan-
perbaikan luka. Vitamin C juga memfasilitasi penyerapan besi (Fe) dari usus dan
membantu mencegah peroksidasi lemak dalam jaringan.
Vitamin A, D, E, dan K merupakan jenis vitamin yang larut dalam lemak.
Vitamin A diperlukan untuk penglihatan, pertumbuhan yang baik, reproduksi,
resistensi atau ketahanan terhadap infeksi, dan perawatan bagian luar atau kulit
tubuh. Sebagaimana pada hewan darat, ikan dapat menggunakan β-karoten
sebagai prekursor vitamin A. Vitamin D membantu tubuh dalam memobilisasi
atau memindahkan, mengangkut, menyerap, dan menggunakan kalsium (Ca)
serta fosfor (P). Vitamin D bekerja dengan 2 hormon dari suatu glandula atau
kelenjar endokrin, yaitu paratiroid. Vitamin E adalah suatu nama yang diberikan
untuk semua senyawa yang berperan selayaknya α-tokoferol. Vitamin E, yang
mana bekerja dengan selenium (Se), melindungi sel melawan efek buruk dari
oksidasi. Vitamin K dibutuhkan untuk proses penggumpalan darah (blood-clotting)
secara normal. Beberapa jenis hewan dapat mensintesis vitamin K dalam
ususnya. Ikan tidak memiliki bakteri tertentu untuk melakukan hal tersebut.
ISBN: 978-979-097-044-1
203
TUGAS!!
Selanjutnya Anda disarankan untuk merangkum (dalam bentuk Tabel)
mengenai kebutuhan vitamin serta berbagai gejala yang ditunjukkan oleh
beberapa jenis ikan, apabila ikan tersebut kekurangan akan jenis vitamin
tertentu, baik untuk vitamin yang larut dalam air maupun yang larut dalam
lemak. Informasi dapat diproleh dari jurnal, buku, maupun internet.
Kebutuhan ikan dalam hal vitamin sudah banyak diketahui. Pada sistem
budidaya ekstensif dengan kepadatan rendah, makanan alami cukup berlimpah
untuk menyediakan berbagai jenis vitamin esensial. Oleh karena itu, kondisi
kekurangan akan vitamin dalam pakan buatan tidak banyak membawa masalah
yang serius. Lain halnya pada sistem budidaya intensif dengan kepadatan tinggi.
Pada sistem tersebut jumlah dan jenis makanan alami terbatas atau bahkan tidak
ada sama sekali. Oleh karena itu, vitamin perlu dan harus disediakan dari pakan
buatan untuk mendukung pertumbuhan yang normal.
Bagaimana cara menentukan kebutuhan vitamin?. Kebutuhan ikan akan
vitamin dapat ditentukan secara kualilatif maupun kuantitatif. Metode ini dapat
diterapkan dengan cara memberi pakan ikan dengan pakan uji yang kekurangan
akan jenis vitamin tertentu. Berbagai faktor yang dapat menentukan kadar
kebutuhan vitamin dalam pakan meliputi kondisi bio-fisiologis ikan seperti ukuran,
umur, laju pertumbuhan, dan kematangan secara seksual; berbagai faktor
lingkungan; dan hubungan antar nutrien.
ISBN: 978-979-097-044-1
204
ISBN: 978-979-097-044-1
205
ISBN: 978-979-097-044-1
206
ISBN: 978-979-097-044-1
207
Ada gejala
kekurangan
Pertumbuhan normal
Tak ada perubahan metabolik
Tak ada gejala kekurangan
Tak ada gejala
kekurangan Pakan tak
digunakan
Sementara itu, kadar yang sebenarnya dari berbagai vitamin dalam bahan
penyusun pakan tersebut tidaklah diketahui kecuali setiap bahan dianalisis.
Dengan demikian lebih mudah dan lebih aman mengasumsikan tak ada vitamin
dalam pakan yang sesuai jumlahnya dengan kebutuhan ikan. Ketiga, beberapa
bahan penyusun pakan mengandung berbagai faktor anti-nutritional yang ada
secara alami. Faktor-faktor anti-nutritional ini mungkin mengurangi ketersediaan
atau berpengaruh terhadap fungsi beberapa vitamin tertentu. Keempat,
ISBN: 978-979-097-044-1
208
3. Penutup
3.1. Rangkuman
dan larut dalam lemak. Sebagian besar vitamin yang larut dalam air
berperan sebagai ko-enzim. Fungsi vitamin yang larut dalam lemak agak
berbagai jenis vitamin esensial. Pada budidaya intensif, jumlah dan jenis
makanan alami terbatas atau bahkan tidak ada sama sekali. Oleh karena
itu, vitamin perlu dan harus disediakan dari pakan. Penentuan kebutuhan
kontrol dengan ikan yang diberi pakan uji yang mengandung secara
lengkap semua jenis vitamin yang dibutuhkan ikan kecuali satu jenis
ISBN: 978-979-097-044-1
209
(lanjutan)
ikan menggunakan pakan uji dan pakan kontrol yang merupakan pakan
2. Cho, C.Y., Cowey, C.B. and Watanabe, T. 1985. Finfish Nutrition in Asia-
Methodological Approaches to Research and Development. IDRC,
Canada. 154 p.
3. Halver, J.E. 1972. Fish Nutrition. Acad. Press., New York. 713 p.
4. Halver, J.E. 1989. Fish Nutrition. 2nd ed. Acad. Press, Inc., San Diego. 798
p.
5. Halver, J.E. and Hardy, R.W. 2002. Fish Nutrition. 3rd ed. Acad. Press,
Amsterdam. 822 p.
7. Lawrence, E. 1989. Biological Terms. 10th ed. Longman Sci. & Technical,
Singapore. 645 p.
8. Lovell, T. 1989. Nutrition and Feeding of Fish. Van Nostrand reinhold, New
York. 260 p.
11. Parker, R. 2002. Aquaculture Science. 2nd ed. Delmar, Thomson Learning,
USA. 621 p.
ISBN: 978-979-097-044-1
210
II. MINERAL
1. Pendahuluan
1.2. Relevansi
Sebagaimana vitamin yang telah dibahas dalam Sub-Pokok Bahasan I,
mineral juga merupakan salah satu komponen mikro-nutrien penting dalam nutrisi
ikan. Pada umumnya, ke dua komponen mikro-mineral ini terdapat dalam jumlah
yang jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan komponen makro-nutrien.
Namun demikian, keberadaannya dalam pakan adalah mutlak agar ikan sehat dan
dapat tumbuh dengan baik. Sebaliknya, ikan dapat sakit, terganggu
pertumbuhannya, atau bahkan mengalami kematian. Oleh karena itu, meskipun
merupakan komponen mikro-, mahasiswa perlu mempelajarinya agar dapat
memahami konsep nutrisi ikan secara lebih sempurna.
ISBN: 978-979-097-044-1
211
1.3. Kompetensi
2. Penyajian
2.1. URAIAN
A. Definisi dan Pengertian Mineral. Definisi dan pengertian akan mineral
yang dikelompokkan kedalam mineral esensial bagi ikan dan hewan berbeda
dengan definisi untuk asam amino maupun asam lemak. Menurut Prof.Dr.Ir. Toha
ISBN: 978-979-097-044-1
212
Sutardi, MSc. (2004), seorang guru besar pada bidang ilmu nutrisi ternak, IPB,
definisi mineral esensial dikategorikan berdasarkan pada 3 kriteria, yaitu
konservatif yang berat kriteria persyaratannya, liberal yang ringan kriteria
persyaratannya, dan moderat dengan kriteria persyaratan diantaranya. Beliau
menganut paham liberal, yaitu bilamana defisiensinya mengakibatkan perubahan
fungsional dari optimal menjadi sub-optimal maka mineral tersebut dapat
dikategorikan sebagai mineral esensial. Beliau berpendapat bahwa suatu elemen
dapat dipertimbangkan bersifat esensial jika memenuhi persyaratan-persyaratan
sebagai berikut: 1) dipertahankan pada status homeostasi, jika kelebihan akan
diekskresi; 2) sudah ada sejak lahir dan menurun sejalan dengan bertambahnya
usia; dan 3) merupakan bagian (kofaktor) enzim serta gejala defisiensi yang
ditimbulkan dapat diatasi. Sedangkan menurut Georgievskii (1982), seorang ahli
nutrisi mineral berkebangsaan Rusia menyatakan bahwa suatu elemen dapat
dipertimbangkan bersifat esensial jika memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai
berikut: 1) jika selalu terdapat di dalam hewan pada konsentrasi yang hampir
sama untuk setiap individu hewan; 2) jika kandungan dari elemen yang diberikan
tersebut di dalam berbagai jaringan yang berbeda mengikuti urutan (sekuensi)
yang sama; 3) jika suatu pakan yang defisien akan elemen tersebut menghasilkan
gejala-gejala defisiensi yang jelas pada hewan dan perubahan-perubahan
biokimia yang jelas dalam jaringan; dan 4) jika gejala-gejala dan perubahan-
perubahan yang ditimbulkan tersebut dapat dicegah atau dieliminasi dengan
penambahan elemen yang sedang dikaji ke dalam pakan uji.
Mineral terdapat dalam sel dan jaringan tubuh hewan dalam berbagai
macam fungsi, kombinasi kimiawi, dan kadar sifat, yang bervariasi menurut
elemen dan jaringannya. Kadar elemen esensial biasanya harus dipertahankan
dalam kisaran yang relatif sempit bila integritas struktural dan fungsional dari
jaringan ingin tetap terjaga serta pertumbuhan, kesehatan, dan produktivitas
hewan tersebut tetap tidak terganggu.
ISBN: 978-979-097-044-1
213
dari makro- dan mikro-mineral esensial bagi ikan. Makro-mineral tersebut meliputi
kalsium (Ca), klorin (Cl), magnesium (Mg), fosfor (P), potasium (kalium, K), dan
sodium (natrium, Na). Beberapa peneliti menambahkan sulfur (belerang, S)
sebagai salah satu dari kelompok makro-mineral. Mikro-mineral meliputi tembaga
(copper, Cu), yodium (iodine, I), besi (iron, Fe), mangan (manganese, Mn),
selenium (Se), dan seng (zinc, Zn). Penelitian yang berkembang pesat pada
akhir-akhir ini memasukkan beberapa jenis mikro-mineral lainnya ke dalam
kelompok mikro-mineral esensial. Mikro-mineral esensial tersebut adalah kobal
(Co), molibdenum (Mo), fluorin (F), timah (Sn), nikel (Ni), silikon (Si), vanadium
(V), kromium (Cr), arsenik (As), timbal (Pb), dan litium (Li).
ISBN: 978-979-097-044-1
214
Gambar G.4. Skema Respons Hewan terhadap Dosis Mineral dalam Pakan.
(Diadiopsi dari Underwood dan Suttle, 1999).
ISBN: 978-979-097-044-1
215
langsung dari air, seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg), sodium (natrium, Na),
potasium (kalium, K), besi (Fe), seng (Zn), tembaga (Cu), dan selenium (Se). Hal
ini mengurangi kebutuhan mineral dalam pakan. Namun, hal tersebut juga
membuat penelitian tentang kebutuhan mineral sulit dan tidak meyakinkan.
Sebagian besar peneliti setuju bahwa ikan membutuhkan semua jenis mineral
yang dibutuhkan oleh hewan lainnya.
Kalsium dan fosfor secara langsung paling terlibat dalam perkembangan dan
pertumbuhan tulang rangka, dan ke dua mineral tersebut berperan pada banyak
reaksi biokimia lainnya. Ikan menyerap kalsium secara langsung dari air dengan
insang dan kulit. Kebutuhan kalsium ditentukan oleh kimia air.
Fosfor dalam pakan lebih kritis. Fosfor diturunkan dari fosfat dalam pakan.
Tanda-tanda kekurangan fosfor meliputi pertumbuhan lambat, efisiensi pakan
menurun, bentuk tulang yang tidak normal (deformitis). Ketersediaan fosfor dalam
bahan penyusun pakan sangat bervariasi. Bahan penyusun pakan dari biji-bijian
mengandung fosfor dalam bentuk yang diketahui sebagai fitin (phytin).
Ketersediaan fosfor dalam fitin adalah rendah. Hewan dengan perut sederhana
kekurangan enzim untuk melepaskan fosfor.
Magnesium berfungsi dengan berbagai enzim sebagai kofaktor.
Kebutuhannya dalam pakan dapat dipenuhi dari air atau pakan. Kekurangan
magnesium menyebabkan nafsu makan hilang, pertumbuhan menurun, ‘suka
tidur’ (letargia), bentuk tulang belakang tidal normal, degenerasi sel, dan kejang.
Sodium (Na), potasium (K), dan klorin (Cl) adalah elektrolit. Sodium dan
klorin terdapat dalam cairan di luar sel. Potasium terdapat di dalam sel, yang
merupakan kation intraseluler. Dikarenakan melimpahnya elemen-elemen
tersebut di lingkungan, tanda-tanda kekurangan sulit dihasilkan.
Tembaga merupakan bagian dari berbagai jenis enzim dan dibutuhkan untuk
aktivitas enzim-enzim tersebut. Meskipun dibutuhkan oleh ikan, tembaga dapat
bersifat racun pada konsentrasi antara 0.8 hingga 1.0 m per liter air. Ikan lebih
toleran terhadap tembaga dalam pakan daripada dalam air.
Yodium diperlukan untuk pembentukan berbagai hormon dari kelenjar tiroid.
Ikan dapat memperoleh yodium dari air atau pakan. Sebagaimana hewan darat,
ISBN: 978-979-097-044-1
216
TUGAS!!
Selanjutnya Anda disarankan untuk merangkum (dalam bentuk Tabel)
kebutuhan beberapa jenis ikan, baik ikan air tawar maupun laut, akan
berbagai makro-mineral penting tertentu (misalnya: kalsium, klorin,
magnesium, fosfor, potasium, dan sodium). Informasi dapat diproleh dari
jurnal, buku, maupun internet.
ISBN: 978-979-097-044-1
217
Mineral lainnya seperti fluorida dan kromium mungkin penting, namun bukti
masih terbatas. Kebutuhan ikan akan kromium (Cr+3) telah diteliti dalam
disertasinya sejak tahun 2003 oleh Subandiyono dan Sri Hastuti, dosen pada
Program Studi Budidaya Perairan, FPIK, UNDIP. Berdasarkan pada hasil
penelitian tersebut diketahui bahwa kebutuhan kromium meningkat berdasarkan
klasifikasi feeding habit ikan, yaitu 3.0 ppm untuk gurame (herbivora), 4.5 ppm
untuk nila (omnivora), dan 4.5 – 6.0 ppm untuk lele (omnivora).
TUGAS!!
Selanjutnya Anda disarankan untuk merangkum (dalam bentuk Tabel)
kebutuhan ikan, baik ikan air tawar maupun laut, akan berbagai mikro-
mineral penting tertentu (misalnya: besi, tembaga, mangan, seng, kobal,
iodium, selenium, dan kromium). Informasi dapat diproleh dari jurnal,
buku, maupun internet.
3. Penutup
3.1. Rangkuman
ISBN: 978-979-097-044-1
218
(lanjutan)
dalam hewan pada konsentrasi yang hampir sama untuk setiap individu
2. Cho, C.Y., Cowey, C.B. and Watanabe, T. 1985. Finfish Nutrition in Asia-
Methodological Approaches to Research and Development. IDRC,
Canada. 154 p.
3. Halver, J.E. 1972. Fish Nutrition. Acad. Press., New York. 713 p.
4. Halver, J.E. 1989. Fish Nutrition. 2nd ed. Acad. Press, Inc., San Diego. 798
p.
5. Halver, J.E. and Hardy, R.W. 2002. Fish Nutrition. 3rd ed. Acad. Press,
Amsterdam. 822 p.
ISBN: 978-979-097-044-1
219
6. Lawrence, E. 1989. Biological Terms. 10th ed. Longman Sci. & Technical,
Singapore. 645 p.
7. Lovell, T. 1989. Nutrition and Feeding of Fish. Van Nostrand reinhold, New
York. 260 p.
10. Parker, R. 2002. Aquaculture Science. 2nd ed. Delmar, Thomson Learning,
USA. 621 p.
11. Steffens, W. 1989. Principles of Fish Nutrition. Ellis Horwood Ltd., England.
384 p.
12. Tacon, A.G.J. 1987. The Nutrition and Feeding of Farmed Fish and Shrimp-A
Training Manual: The Essential Nutrients. FAO-UN., Brazil. 117 p.
13. Underwood, E.J. and Suttle, N.F. 1999. The Mineral Nutrition of Livestock.
CABI Pub., UK. 624 p.
ISBN: 978-979-097-044-1