Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
dengan baik sesuai dengan fungsinya. Supervisi sebagai salah satu fungsi yang sangat
penting yang tidak dapat dipisahkan dengan fungsi yang lainnya. Disebut penting
dalam hubungan ini isu kebijakan mengenai supervisi pendidikan sangat menarik
dapat dilaksanakan berbagai pihak, namun dalam penelitian ini fokus elaborasi pada
supervisi yaitu yang dilakukan oleh kepala sekolah. Dalam hubungan dengan hal ini,
kepala sekolah.
sangat dibutuhkan dan menjadi suatu keniscayaan. Fungsi kepala sekolah sebagai
pendidikan yang lainnya. Kepala sekolah merupakan sosok sentral yang menjadi
tumpuan dalam pengambilan kebijakan di sekolah, baik sebagai edukator, manajer,
sekolah.
Realitas yang terjadi di lapangan sering kali kepala sekolah lebih banyak
berperan sebagai seorang pemimpin atau penguasa tunggal, bahkan sering juga
disebut sebagai raja-raja kecil yang memiliki kekuasaan penuh atas segala
kepemilikan aset, pendapatan dan pemasukan keuangan sekolah, atau penentu nasib
para guru dan pegawainya di sekolah (Chan dan Sam, 2005). Kepala sekolah sering
yang demikian ini sering dimanfaatkan oleh guru yang memiliki kemampuan untuk
mengambil hati, memperoleh peluang untuk mendapat rezeki dari kekuasaan kepala
sekolah. Sedangkan di sisi lain bagi para guru dan pegawai yang tergolong dalam
garis oposisi dan berani melawan atau yang tidak patuh terhadap kebijakan kepala
sekolah, harus bersiap untuk menerima berbagai sanksi, seperti kenaikan pangkatnya
dipersulit, promosi jabatannya tidak diurus, peluang karir ditutup, dan sebagainya.
Pada kondisi yang seperti ini, tindakan supervisi dari kepala sekolah sama
bawahannya (Chan dan Sam, 2005). Jadi supervisi pendidikan dijadikan ajang untuk
menakut-nakuti guru-guru, sehingga guru merasa takut berbuat, takut keliru, takut
dimarahi, bahkan takutnya tidak menentu. Suasana yang demikian menimbulkan rasa
ketidaknyamanan bekerja. Oleh sebab itu inisiatif dan kreativitas guru dalam
garansi dalam upaya untuk membantu guru-guru dalam meningkatkan kualitas proses
adalah kalau pesyaratan tersebut dikaitkan dengan realitas yang ada di lapangan pada
saat ini, maka akan ditemukan bahwa masih banyak kepala sekolah bertugas
memiliki latar belakang pendidikan S1, bahkan masih ada yang sarjana muda atau
D3, belum memiliki sertifikat sebagai guru profesional, di samping belum pernah
memang persyaratan tersebut diharapkan dapat lebih menjamin kinerja para kepala
sekolah tersebut akan lebih baik, tampaknya idealisme dan reformasi yang diharapkan
terhadap peran kepala sekolah sebagai supervisor tersebut tidak akan dapat terlaksana
menunjukkan masih banyak para guru yang menilai bahwa pelaksanaan pengawasan
atau supervisi oleh para kepala sekolah, dan para pengawas eksternal tersebut belum
interaksi sosial antara kepala sekolah dan guru, permasalahan yang dihadapi oleh
guru, tingkat kematangan guru, serta tujuannya, maupun dampak dan kemanfaatan
memperbaiki persyaratan dalam merekrut calon kepala sekolah, tetapi juga sangat
tasikan berbagai pedekatan dan teknik supervisi pembelajaran yang dianggap efektif
untuk diterapkan.
lapangan, yaitu masih lemahnya kualitas supervisi para kepala sekolah, pengalaman
perkembangan guru. Dengan demikian supervisi baru akan terjadi bila guru
membutuhkan. Untuk itu perlu kiranya dikaji tentang ”Pengaruh Pendekatan Oleh
sebagaimana telah dipaparkan dalam latar belakang penelitian ini khususnya yang
kepala sekolah.
sekolah lebih menekankan pada bidang administrasi guru dengan saran ada
dan tidak ada saja. Di samping itu, tingkat intensitas supervisi kepala
sekolah masih rendah, bahkan dalam satu bulan belum tentu menjalankan
sehingga akan berdampak juga kepada kinerja yang dicapai oleh guru yang
bersangkutan.
aspek yang luas dan mendalam, sehingga tidak akan tuntas dijawab melalui satu
guru rendah, kepala sekolah cenderung menganggap guru adalah bawahan bukan
pembelajaran inovatif guru, serta kepala sekolah cenderung belum profesional dalam
ini hanya dibatasi pada faktor yang berpengaruh terhadap kualitas manajemen
pada umumnya memerlukan sesuatu karena memang membutuhkan. Untuk itu, hasil
masalah tersebut di atas, maka masalah pokok yang ingin dicari solusinya melalui
Kepulauan Meranti. Secara rinci tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mendeskripsikan kecenderungan kualitas pelaksanaan supervisi
Manfaat yang dapat dipetik dari hasil penelitian ini secara umum adalah
nantinya kualitas sumber daya manusia di Kabupaten Badung lebih mampu bersaing
di era global. Secara rinci manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut.
balik bagi guru untuk terus meningkatkan kualitas pembelajaran inovatif guru
guru sehingga berdampak pada kualitas hasil belajar siswa melalui penerapan
pembelajaran non-direktif.
Supervisi tersebut dilakukan dengan maksud untuk mencari perbandingan antara apa
yang diharapkan dengan apa yang terjadi (elector). Hasil penemuannya berupa
bimbingan, pembinaan, dan contoh, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang
seharusnya atau sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Proses ini dilaksanakan
14
Dengan demikian, esensi dari supervisi pembelajaran adalah memberi bantuan
agar memperoleh kondisi yang lebih baik”. Meskipun tujuan akhirnya tertuju pada
hasil belajar siswa, namun yang diutamakan dalam supervisi adalah bantuan kepada
guru, yang menurut dia, tentu akhirnya berdampak pada siswa pula. Dasar pemikiran
tersebut adalah bahwa guru memegang peran penting sekali dalam pembelajaran
siswa. Sedangkan Sahertian (2000: 19) merumuskan supervisi tidak lain dari usaha
memberi layanan kepada guru-guru baik secara individual maupun secara kelompok
dalam usaha memperbaiki pembelajaran. Kata kunci dari pemberi supervisi pada
proses penilaian terhadap kinerja guru dalam mengelola proses belajar mengajar,
aspek-aspek mana yang perlu dikembangkan dan perlu mendapat bantuan. Sejalan
dengan hal itu, Sergiovanni dalam Bafadal (1992) menegaskan bahwa refleksi praktis
penilaian kinerja guru dalam supervisi adalah melihat realita kondisi untuk menjawab
kelas?, (2) apa yang sebenarnya dilakukan oleh guru dan murid-murid di dalam
kelas?, (3) aktivitas-aktivitas mana dari keseluruhan aktivitas di dalam kelas itu yang
berarti bagi guru-guru dan murid ?, (4) apa yang dilakukan oleh guru dalam mencapai
tujuan pembelajaran?, dan (5) apa kelebihan-kelebihan dan kekurangan guru dan
pendapat dari Alfonso (1981), Firth, dan Neville, mempertegas bahwa dalam
pelaksanaan supervisi pembelajaran ada tiga konsep pokok (kunci), yaitu: Pertama,
perilaku guru dalam mengelola proses belajar mengajar. Kedua, perilaku supervisor
didesain secara optimal, sehingga jelas kapan mulai dan kapan berakhirnya program
pembelajaran yang mengarah kepada tujuan tertentu. Dalam hal ini harus ada
antara supervisor dan guru, maka alangkah baiknya program yang dibuat didesain
bersama oleh supervisor dan guru. Ketiga, tujuan akhir supervisi pembelajaran adalah
memang tampak idealis dan normatif. Dalam hal ini, para supervisor pembelajaran
baik suka maupun tidak suka harus menghadapi hal tersebut. Adanya problema-
problema dan kendala-kendala yang muncul sedikit banyak akan bisa diatasi apabila
data, fakta yang obyektif. Prinsip supervisi yang dilaksanakan menurut Sahertian
(2000:20) adalah:
mengembangkan tugasnya.
dengan pihak lain yang terkait. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaannya supervisor
harus memiliki sifat-sifat, seperti: suka membantu, memahami, terbuka, jujur, ajeg,
Supervisi pembelajaran bukan tugas bersifat sambilan yang hanya dilakukan sewaktu-
waktu jika ada kesempatan. Perlu dipahami, supervisi pembelajaran merupakan salah
satu essential function dalam keseluruhan program sekolah. Apabila guru telah
logis, karena masalah-masalah yang dihadapi dalam proses belajar mengajar selalu
tidak boleh mendominasi dan selalu aktif, kooperatif, serta melibatkan guru secara
pembelajaran bukanlah untuk mencari-cari kesalahan dan segi negatif dari guru.
reliabilitas tinggi.
Bertolak dari konsep dasar dan prinsip-prinsip supervisi pembelajaran, kepala
sekolah dalam hal ini berfungsi sebagai supervisor, dan dalam melaksanakan
meningkatkan kinerja guru. Hal tersebut sesuai dengan tujuan dari supervisi
yang dilakukan oleh guru akan makin meningkat (Neagley dalam Bafadal, 1992).
tugas-tugas kepala sekolah yang tidak lain merupakan operasionalisasi dari fungsi
kepala sekolah. Pada dasarnya kepala sekolah mempunyai tugas pokok, yaitu;
pengarahan, dan memberi bimbingan atau saran terhadap sekolah agar pengelolaan
dan penyelenggaraan sekolah menjadi lebih baik, dan pada akhirnya mencapai
upaya yang dilakukan oleh kepala sekolah agar pengelolaan dan penyelenggaraan
sekolah tidak menyimpang dari aturan-aturan yang telah ditetapkan. Memberikan
kebutuhan dan tujuan yang telah ditetapkan. Memberikan bimbingan dan saran
bimbingan dan pembinaan peningkatan mutu kinerja guru, kesediaan menjadi partner
Pendidikan di sekolah adalah merupakan salah satu dari tri pusat pendidikan,
komponen yang mempunyai tugas dan fungsi secara sendiri-sendiri maupun saling
berkaitan satu sama lainnya, dan proses dalam rangka mencapai tujuannya.
secara efektif dalam mencapai tujuan penididikan, maka berbagai fungsi manajemen
yang sesuai dalam bidang pendidikan, karena diberi pemaknaan pembinaan, yaitu
sebagai hasil dari proyek Cianjur 1984 (Depdikbud, 1986). Tampaknya dalam
hubungan ini kata pembinaan itu sendiri hanya lebih dikenal di kalangan praktisi
seperti kepala sekolah, dan pengawas, dan sebaliknya kurang dikenal oleh guru,
memiliki fungsi manajemen, dan (4) berorientasi pada tujuan pendidikan. Kemudian
seringkali kesalahan para personil sekolah akan lebih banyak dieksploitasi dan
ditonjolkan, bahkan melebihi batas atau melanggar suatu aturan atau kebijakan akan
pada pemecatan. Itulah sebabnya supervisi pada waktu itu lebih banyak dikonotasikan
jitu.
ditekankan kepada perbaikan proses belajar mengajar, sehingga para ahli membagi
supervisi menjadi supervisi umum yaitu kegiatan supervisi yang ditujukan pada
yang lebih bersifat khusus untuk membantu guru dalam bidang studi tertentu. Dalam
hubungan ini kemudian Salim (2006) memperjelas pengertian dan fungsi supervisor
studi tertentu, maka supervisi diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk
perbaikan proses belajar mengajar. Ada dua tujuan yang harus diwujudkan dari
supervisi pendidikan itu, yaitu: (1) perbaikan atau peningkatan pembelajaran, dan (2)
setiap layanan yang diberikan kepada guru, yang hasil akhirnya adalah untuk
kurikulum (Neagley dan Evans, 1980). Supervisi diartikan sebagai usaha untuk
dalam pengertian yang lebih baik, dan tindakan yang lebih efektif dalam fungsi
setiap siswa secara berkesinambungan menuju partisipasi yang cerdas dan kaya
tujuan, manfaat dan nilai dari supervisi pembelajaran tersebut sangat penting dalam
perlu dibahas adalah apakah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk
dapat diangkat menjadi supervisor? Kompetensi apakah yang harus dimiliki oleh
Supervisor secara akademik adalah bisa bersifat formal yang berasal dari luar
sekolah, yaitu kalau supervisor tersebut ditunjuk secara legal oleh Dinas Pendidikan
pada tingkat kabupaten, provinsi, dan tingkat kecamatan, dan ada juga supervisor
yang berasal dari dalam sekolah sendiri, yaitu kepala sekolah, wakil kepala sekolah,
para ketua unit, dan para guru bidang studi yang sudah senior (Pidarta, 1986).
Kemudian seseorang yang dapat diangkat menjadi supervisor terutama yang ditunjuk
oleh Dinas Pendidikan sesuai dengan Permen No.12 Tahun 2007 tentang standar
(S1) dalam rumpun mata pelajaran pada perguruan tinggi yang terakreditasi, (2) guru
SMA bersertifikat pendidik sebagai guru dengan pengalaman kerja minimum delapan
tahun dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di SMA, atau kepala sekolah SMA
dengan pengalaman kerja empat tahun, untuk menjadi pengawas sesuai dengan
rumpun mata pelajarannya, (3) memiliki pangkat minimum penata, golongan ruang
III/c. (4) berusia setinggi-tingginya 50 tahun sejak diangkat sebagai pengawas satuan
pengawas, pada lembaga yang ditetapkan pemerintah, (6) lulus seleksi pengawas
seorang supervisor tersebut secara akademik sebagai stimulus dan contoh salah
satunya adalah pendapat dari seorang pakar yang menyebutkan sebagai berikut: (1)
membina anggota staf pengajar, (8) mengkoordinasikan layanan terhadap para siswa,
persyaratan kompetensi pengawas adalah seperti yang diatur dalam Permen No.12
kelompok, seperti: rapat guru, studi kelompok antar guru, diskusi sebagai proses
kursus, organisasi jabatan, perjalanan sekolah untuk staf sekolah (Sahertian dan
Mataheru, 1982). Dalam hubungan dengan pemilihan teknik supervisi tersebut, ada
pendapat yang menekankan pada penggunaan teknik individual, bahkan lebih jauh
dengan kunjungan kelas inilah kelemahan dan kelebihan guru dalam mengajar dapat
kunjungan kelas, observasi yang didahului dengan percakapan lebih lanjut disebut
2. Observasi/kunjungan kelas
1. Percakapan sebelum
observasi
3. Percakapan setelah
observasi
Gambar 2.1 Siklus Kegiatan Supervisi
(Sumber : Anggan Suhandana , 2008)
merupakan hasil karya Morris Cogan dan Robert J. Krajewski yang telah
dikembangkan pada tahun 1961. Model supervisi ini dianggap efektif. Oleh karena
itu, banyak pakar yang ikut mengembangkan antara lain Cogan, Mosher dan Perpel,
pakar tersebut adalah terletak pada langkah proses atau siklusnya, ada yang 3
langkah, 5 langkah, ada pula 8 langkah. Siklus yang paling banyak diikuti adalah
yang terdiri atas 3 (tiga) langkah. Demikian juga penggunaan supervisi klinis hanya
terbatas pada guru yang menghadapi masalah pembelajaran, dan bagi guru yang ingin
mencobakan hal-hal yang baru. Variasi dan perbedaan langkah proses dalam
Perencanaan
kegiatan
observasi
Observasi kelas Observasi Observasi Observasi kelas Tahap observasi
kelas mengajar
Analisis proses Evaluasi dan Tindak lanjut Analisis data Tahap
belajar mengajar analisis observasi strategis pertemuan
balikan
Pertemuan
supervisi
Analisis sesudah
pertemuan
supervisi
yang memiliki pijakan ilmiah, yaitu supervisi saintifik, artistik, dan klinik. (Sahertian,
2000). Supervisi saintifik memiliki ciri-ciri: (1) dilaksanakan secara berencana dan
kontinu, (2) sistematis dan menggunakan prosedur serta teknik tertentu, (3)
menggunakan instrumen pengumpul data, dan (4) data obyektif yang diperoleh dari
keadaan riil kemudian dianalisis. Supervisi artistik memandang bahwa mengajar itu
adalah suatu pengetahuan, keterampilan, dan kiat. Lebih jauh dijelaskan bahwa
supervisi dalam bekerja menyangkut untuk orang lain, melalui orang lain. Oleh
karena itu, pekerjaan supervisi akan berhasil apabila ada kerelaan, kepercayaan,
saling mengerti, dan saling mengakui dan menerima orang sebagaimana adanya,
sehingga orang lain merasa aman dan mau maju. Supervisi klinik pada mulanya
Universitas Harvard pada akhir tahun lima puluhan dan awal tahun enam puluhan
(Krajewski, 1982). Supervisi klinik dirancang sebagai salah satu model atau
Penekanannya adalah pada klinik atau dalam pengobatan dan penyembuhan, yang
diwujudkan dalam bentuk tatap muka antara supervisor dengan calon guru. Supervisi
menggunakan pendekatan yang bertitik tolak pada pijakan psikologi belajar, yaitu
belajar sebagai kondisioning individu dengan dunia di luar dirinya. Belajar adalah
hasil peniruan atau latihan-latihan yang memperoleh ganjaran jika berhasil dan
alam ini, sehingga belajar dipandang sebagai proses pembawaan yang berkembang
(terbuka). Guru menunjang keingintahuan individu dan hasil belajar melalui self-
antara interaksi kegiatan individu dengan dunia di luar dirinya. Belajar dianggap
sebagai proses tindakan timbal balik antara guru dan murid atau obyek yang
dimanipulasi.
perbaikan dan peningkatan kelas dan sekolah melalui kerjasama secara langsung
dengan guru. Untuk itu. maka supervisor perlu memilih kegiatan supervisinya yang
kegiatan supervisi yang bersumber dari pandangan mendasar itu menjadikan supervisi
lebih kokoh karena memiliki pijakan ilmiah dan lebih efektif. Dengan memperhatikan
di bawah ini:
Berdasarkan dua dimensi penting yang dimiliki oleh setiap individu guru,
yaitu dimensi derajat komitmen dan dimensi kompleksitas kognitif atau derajat
abstraksi seperti yang disajikan dalam gambar 2.4 di atas, maka pendekatan supervisi
bertitik tolak dari tanggung jawab guru yang bisa dilihat dari derajat kematangan dan
informal dibangun suatu kerangka berpikir yang baru dalam supervisi seperti yang
Derajat
+- ++
Kuadran 3 Kuadran 4
Pengamat Analitik Guru Profesional
Rendah
Gambar 2.5 Dimensi Derajat Komitmen Dan Tanggungjawab Guru
(Sumber: Sergiovanni, 1991)
mengajar terdiri dari keterampilan teknis dengan standar dan kompetensi yang telah
ditetapkan dan diketahui oleh semua guru agar pembelajarannya efektif. Peran
didasarkan atas asumsi bahwa mengajar pada dasarnya adalah pemecahan masalah.
Dalam pendekatan ini ada dua orang atau lebih ikut serta mengemukakan sebuah
menjaga agar guru tetap memusatkan perhatiannya pada masalah mereka. Supervisi
dimana individu pada akhirnya harus menemukan pemecahan masalah sendiri untuk
dalam menetapkan pada tahapan mana guru berada dan perlakuan supervisi yang
bagaimana seharusnya dilakukan pada guru, dan pada gilirannya supervisi harus
berkembang ketahapan yang lebih tinggi. Itulah sebabnya supervisi Glickman (1980)
membantu guru belajar bagaimana para guru meningkatkan kapasitas mereka untuk
mewujudkan tujuan pembelajaran siswa yang telah ditetapkan. Di sisi lain perlu juga
disadari bahwa esensi dari supervisi tersebut adalah proses bantuan, oleh karena itu
maka bantuan supervisi tersebut sebaiknya diberikan apabila diperlukan oleh guru-
problem based instruction (PBI), maka kualitas pembelajaran guru adalah kondisi
pembelajaran yang efektif, dimana siswa dan guru berinteraksi dalam membentuk
instruction (PBI). Jadi kualitas manajemen pembelajaran guru dapat dilihat dari
tercapainya tujuan pembelajaran secara efektif. Kualitas tersebut dapat dilihat dari
kualitas: (1) penetapan tujuan, (2) merancang situasi masalah, (3) orientasi siswa pada
mandiri dan kelompok, dan (6) analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah.
Kualitas manajemen pembelajaran inovatif guru dalam penelitian ini diukur melalui
guru adalah persepsi siswa terhadap kualitas layanan yang diberikan oleh guru dalam
.
2.2 Penelitian yang Relevan
Terdapat beberapa penelitian yang berhubungan atau menjadikan supervisi
pembelajaran para kepala sekolah, serta model pembelajaran inovatif guru-guru yang
beberapa hal, seperti latar belakang pendidikan kepala sekolah sekitar 92,5%
berpendidikan sarjana, 7,5% sarjana muda, 97% dijabat oleh guru laki-laki, 3% guru
perempuan, memiliki masa kerja rata-rata 14-33 tahun, lamanya menjabat sebagai
kepala sekolah rata-rata 2-7 tahun, usianya berkisar antara 40-56 tahun, golongan
kepangkatannya 90% golongan IVa, dan 10% Golongan IIId, rata-rata mendapat
penataran/pelatihan dalam satu tahun berkisar antara 2-5 kali, mengikuti K3S dalam
satu semester rata-rata 2-6 kali, mendapat pembinaan dari pengawas dalam satu
semester rata-rata 2-5 kali, dan aspek kepemimpinan yang lainnya seperti gayanya
dirasakan oleh guru-guru lebih cendrung bergaya direktif, dan lebih ditekankan pada
bidang administrasi. Implikasi penelitian ini adalah perlu adanya upaya peningkatan
mengajar guru sebagai variabel terikat. Dengan analisi korelasi ditemukan bahwa ada
Kecamatan Buleleng dengan nilai kofisien r sebesar 0,283, dan niai t hitungnya
ditemukan sebesar 4,562. Nilai t hitung tersebut jauh lebih besar daripada nilai t tabel
1,06. Implikasi dari penelitian ini adalah perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan
kemampuan penilik sekolah dalam bidang supervisi pembelajaran. Bila dilihat secara
rinci tentang variabel supervisi pembelajaran yang diteliti, tampaknya dalam dimensi
direktif.
supervisi pembelajaran. Demikian juga terdapat penelitian yang lainnya yang hasil
Berdasarkan uraian penelitian yang relevan di atas dapat dikaji bahwa pada
dasarnya kepala sekolah dan pengawas sekolah belum melaksanakan secara optimal
dilakukan belum pernah dilakukan oleh orang lain sehingga tampak originalitasnya.
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan khasanah baru dalam bidang supervisi
Berdasarkan pada uraian dan kajian teoritik dan empirik seperti yang telah
diuraikan di atas, maka yang menjadi konsentrasi penelitian ini adalah berfokus pada
pembelajaran non-direktif para kepala sekolah terutama dilihat dari sisi implementasi
dimana individu pada akhirnya harus menemukan pemecahan masalah sendiri untuk
memperbaiki pengalaman murid di dalam kelas. Peran supervisor adalah
keyakinan bahwa guru tersebut tidak dapat diperlakukan sebagai alat semata-mata
melalui pemahaman tentang pengalaman nyata yang dialami secara riil. Dengan
demikian guru dapat mencari sendiri pengalaman itu secara aktif. Dorongan dari luar
diri yang bersifat fisiologis yang kemudian secara berangsur-angsur berubah menjadi
dorongan yang bersifat dari dalam atau internal, yaitu karena guru-guru merasa
bahwa belajar merupakan kewajiban yang harus dilakukan dalam tugasnya. Pada
konsep ini guru diyakini mampu melakukan analisis dan memecahkan masalah yang
inovatif.
Rangsang”.
BAB III
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ilmu keperilakuan dapat dibagi menjadi empat kategori besar yaitu
survei (Kerlinger, 2002: 634). Penelitian ini tergolong eksperimen lapangan karena
menguji hipotesis yang diturunkan dari teori maupun untuk menemukan jawaban
menyatakan ”eksperimen lapangan adalah kajian penelitian dalam suatu situasi nyata
(realitas) dengan memanipulasi satu variabel bebas atau lebih dalam kondisi yang
dikontrol dengan cermat oleh pembuat eksperimen sejauh yang dimungkinkan oleh
situasinya.
Rancangan eksperimen yang dipilih adalah rancangan one group pre-test and
post-test design. Pola rancangan penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut.
O1 X O2
guru pada proses pembelajaran dilakukan sebanyak dua kali, yaitu sebelum dan
dengan O1 yang disebut pre-test, dan penilaian yang dilakukan setelah pelaksanaan
post-test. Selisih skor post-test dengan pre-test yang dianalisis dengan gain score
Kepulauan Meranti tahun pelajaran 2009/2010 yang dimulai bulan Juli 2009 dan
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMA Negeri 1
Rangsang Kabupaten Kepulauan Meranti tahun pelajaran 2009/2010. Pada SMA ini
terdapat kelas X sebanyak tujuh kelas, yaitu kelas X1, X2, X3, X4, dan X5 . Sebaran
Informasi yang diperoleh dari Kepala Sekolah bahwa ke tujuh kelas itu setara,
dalam artian penyebaran siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang, dan
rendah disebarkan secara merata pada masing-masing kelas. Teknik sampling yang
digunakan adalah teknik simple random sampling terhadap tujuh kelas yang ada. Dari
tujuh kelas yang ada dipilih secara random satu kelas sebagai sampel. Setelah
dengan jumlah siswa 31 orang, yang terdiri atas 16 laki-laki dan 15 orang perempuan.
Di samping siswa sebagai responden, dalam penelitian ini juga melibatkan kepala
sekolah sebagai pelaku tindakan dan satu orang guru dijadikan sebagai obyek yang
validitas internal dalam penelitian ini, dipilih guru kimia sebagai obyek yang dikenai
perlakuan. Karena kepala sekolah juga memiliki jurusan yang sama, maka
bebas dan variabel terikat. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kualitas
(PBI). Sedangkan variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendekatan supervisi
a. Supervisi Pembelajaran
terhadap guru dengan keyakinan bahwa guru tidak dapat diperlakukan sebagai alat
pembinaan, guru mengalami perkembangan secara terus menerus dan alami, sehingga
program supervisi harus dirancang untuk mengikuti perkembangannya. Belajar
dilakukan melalui pemahaman tentang pengalaman nyata yang dialami secara riil.
Dengan demikian guru dapat mencari sendiri pengalaman itu secara aktif. Dorongan
dari luar diri yang bersifat fisiologis yang kemudian secara berangsur-angsur berubah
menjadi dorongan yang bersifat dari dalam atau internal, yaitu karena guru-guru
merasa bahwa belajar merupakan kewajiban yang harus dilakukan dalam tugasnya.
Pada konsep ini guru diyakini mampu melakukan analisis dan memecahkan masalah
yang dihadapinya dalam tugas mengajarnya secara alami. Guru merasakan adanya
adalah: (1) pembicaraan awal, pada saat ini supervisor memancing apakah dalam
informal. Jika dalam pembicaraan tersebut guru tidak memerlukan bantuan, maka
proses supervisi berhenti; (2) observasi. Jika guru memerlukan, maka supervisor
kegiatan kelas; (3) analisis dan interpretasi. Setelah observasi dilakukan, supervisor
proses belajarnya. Jika menurut supervisor guru telah menemukan jawabannya maka
supervisor tidak perlu memberikan bantuannya. Apabila diminta oleh guru supervisor
hanya menjelaskan dan melukiskan keadaan kelas tanpa dilengkapi dengan penilaian.
Supervisor kemudian menanyakan kepada guru apakah memerlukan saran, dan
memberikan kesempatan untuk mencoba cara lain yang diperkirakan oleh guru lebih
baik; (4) pembicaraan akhir. Jika perbaikan telah dilakukan, pada periode tertentu
guru dan supervisor mengadakan pembicaraan akhir, mengenai apa yang sudah
dicapai oleh guru, dan menjawab pertanyaan kalau ada guru yang masih memerlukan
bantuan lagi; dan (5) laporan. Laporan disampaikan secara deskriptif dengan
interpretasi berdasarkan penilaian supervisor. Laporan ini ditulis untuk guru, kepala
sekolah, atau atasan kepala sekolah untuk perbaikan di masa selanjutnya. Kualitas
siswa. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran berskala interval. Indikator
(3) orientasi siswa pada masalah, (4) mengorganisasikan siswa untuk belajar, (5)
membantu penyelidikan mandiri dan kelompok, dan (6) analisis dan evaluasi proses
pemecahan masalah.
kelas;
5) Pembicaraan akhir. Jika perbaikan telah dilakukan, pada periode tertentu guru
dicapai oleh guru, dan menjawab pertanyaan kalau ada guru yang masih
pada akhir perlakuan dengan kuesioner yang diberikan kepada siswa untuk
direktif, dan data yang diperoleh berskala interval. Pengaruh pendekatan supervisi
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini adalah
metode observasi dan kuesioner. Data yang didapat dari observasi adalah data
a. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan untuk mengukur pelaksanaan supervisi
lembar observasi dan kuesioner dengan skor dari 1 sampai 4. skor 1 = tidak pernah
b. Kisi-kisi
ruang lingkup dan tekanan tes dan bagian-bagiannya, sehingga perumusan tersebut
dapat menjadi petunjuk yang efektif bagi penyusunan tes, terlebih-lebih bagi perakit
soal (Suryabrata, 2000: 60-61). Kisi-kisi instrumen disajikan pada tabel berikut.
c.Validasi Instrumen
sehingga mencari responden untuk uji coba sangat sulit terutama pedoman observasi
melalui uji empirik. Uji validitas instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
ini dikonsultasikan para ahli (judgement experts) di bidangnya, yakni Drs. I Wayan
Suandi, M.Pd (Kanditat Doktor Manajemen Pendidikan) pada bidang supervisi dan
Drs. I Made Suastana, M.Hum dari aspek bahasa. Ada tiga hal yang dinilai oleh para
ahli atau pakar, yaitu: (1) kesesuaian indikator yang dikembangkan dengan konsep
indikator yang menjadi acuannya, dan (3) tatanan kebahasaan dari pernyataan-
pernyataan yang digunakan dalam instrumen. Hasil penilaian oleh pakar tersebut,
pada dasarnya tidak satupun butir instrumen yang dinyatakan tidak relevan, hanya
ada perbaikan redaksi saja. Setelah diadakan revisi sebanyak dua kali oleh kedua
skala Likert dimodifikasi, yakni pensekorannya dari satu sampai empat. Pada suatu
penelitian ilmiah alat pengumpul data yang digunakan harus memenuhi persyaratan.
pengumpulan data penelitian yakni validitas dan reliabilitas (Hamzah, et.al, 2001:
63). Validitas berhubungan dengan ketepatan terhadap apa yang mesti diukur oleh
instrumen dan seberapa cermat instrumen melakukan pengukuran, atau dengan kata
lain validitas tes berhubungan dengan ketepatan tes tersebut terhadap konsep yang
akan diukur sehingga betul-betul bisa mengukur apa yang seharusnya diukur
penelitian ini ditinjau dari dua segi yaitu validitas isi dan validitas butir. Validitas isi
instrumen ini dalam penyusunannya didasarkan pada kisi-kisi yang telah dibuat
kemudian di validasi oleh ahli dalam bidangnya. Untuk menguji validitas butir
digunakan korelasi product moment, yaitu dengan mencari korelasi antara skor butir
N ∑XY − ∑X ∑Y
rxy =
(N ∑X 2 − (∑X) 2 )(N ∑Y 2 − ( ∑Y) 2 )
harga tabel kritik r product moment, dengan ketentuan rxy dikatakan valid apabila rxy
> rtabel pada α = 0,05. Untuk menghitung validitas butir digunakan program excel.
menilai apa yang diinginkan, artinya kapanpun alat tersebut digunakan akan
memberikan hasil yang relatif sama (Hamzah et.al, 2001: 142). Untuk mencari
k ∑ σ 2i
ρ = 1 − 2 (Fernandes, 1984: 34).
k − 1
α
σ
Keterangan : ρ α = koefisien keterandalan alpha
σ 2
= varian total (varian responden)
σ i
2
= varian Butir
k = banyaknya butir
sekolah yang sama. Berdasarkan hasil analisis uji validitas butir kuesioner
0,083 – 0,738 (perhitungan dapat dilihat pada lampiran 2a), setelah dikonsultasikan
kuesioner yang memenuhi syarat (valid). Butir-butir yang gugur adalah butir 3, dan
inovatif terhadap butir yang valid (33 butir) dengan menggunakan koefisien alpha
sebesar 0,891 (perhitungan dapat dilihat pada lampiran 2b) Koefisien alpha ini
menunjukkan bahwa kuesioner manajemen pembelajaran inovatif guru mempunyai
Pada bagian ini diuraikan tentang cara mendeskripsikan data baik dalam
supervisi pembelajaran non direktif. Di samping itu, pada bagian ini juga
awal, observasi, analisis dan interpretasi, pembicaraan akhir dan laporan. Data
kuantitatif dengan menggunakan cara sederhana dengan skala 100. Skor mentah yang
• Ubah skor individu menjadi skor 100 dengan jalan sebagai berikut:
Skala =
∑X o
x 100 = ......
∑X i
<G>
<g> =
< G > max
(<S f > − <S i >
<g> = (Hake dalam Karim, 2006: 30)
(100 − <S i >)
Keterangan:
<g> = gain score ternormalisasi
Sf = skor post-test
Si = skor pre-test
Gain score ternormalisasi <g> merupakan metode yang cocok untuk
inovatif guru.
score ternormalisasi berdistribusi normal atau tidak. Untuk itu dapat digunakan uji
windows. Jika harga K-S yang diperoleh dengan signifikansi (p) > 0,05, maka
sebaran datanya normal, dan jika harga K-S yang diperoleh dengan signifikansi (p) <
pengujian hipotesis. Hipotesis penelitian yang akan diuji adalah: kualitas manajemen
Ho : µ2 ≤ µ1
H1 : µ2 > µ1
Dimana :
Adams, H.F. dan F.G. Dickey. 1959. Basic Principles of Supervision. New York:
Amerikan Book Company.
Alfonso, R. J., G.R. Firth, dan R.F. Neville. 1981. Instructional Supervision: A
Behavioral System. Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Amstrong, D.G., J.J. Denton, dan JR. TV. Savage. 1978. Instructional Skills
Handbook, Englewood Cliffs, NJ.: Prentice-Hall, Inc.
Anastasi, Anne dan Susana Urbina. 1997. Psychological Testing. New Jersey:
Prentice-Hall Inc., Published by Simon A Schuster A Viacom Co. Upper
Saddle River.
Briggs, T.H. dan J. Justman. 1954 Improving Instruction Through Sueprvision. New
York: The Macmillan Company
Carver, F.D. dan T.J. Sergiovanni. 1969. Organization and human Resources. New
York: Wm. C. Brown Company Publishers.
Chandler, B.J. 1962. Education and the Teacher. New York: Dodd, Mead &
Company.
Chrintenson, C., T.W. Johnson, dan J.E. Stinson. 1982. Supervising. California:
Addison-Wesley Publishing Company.
Gwynn, J.M. 1961. Theory and Practice of Supervision. New York: Dodd, Mead &
Company.
Koper. 2008.”Studi Korelasi Penilaian Guru tentang Perilaku Kepemimpinan Kepala
Sekolah, Moral Kerja, dan Motivasi Kerja Guru dengan Kinerja Guru SD Inti
di Kecamatan Mengwi Badung” (Tesis) Singaraja: Undiksha
Marks, SJ. R., E. Stoop, dan J.K Stoops. 1985. Handbook of Educational Supervision.
Third Edition. Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Mosher, J.T. dan D.E. Purpel. 1972. Supervision: The Reluctant Profession. Boston:
Hoghton Mifflin
Neagley, R.L. dan N.D. Evans. 1980. Handbook for Effective Supervision fo
Instruction. Third Edition. Englewood Cliffs, New Jersey: Presentice-Hall,
Inc.
Olivia, P.F. 1984. Supervision for Today’s School. Second Edition. White Plains,
New York: Longman.
Ornstein, A.C. and H.L. Miller. 1980. Looking into Teaching: An Introduction to
American Education. Chicago: Rand McNally College Publishing Company.
Rubin, L. 1979. The Case for Staff Development: In Professional Supervision for
Professional Teacher. Washington: Association for Supervision and
Curriculum Development.
Sahertian, A.Piet dan Ida Alieda. 1990. Supervisi Pendidikan dalam Rangka
Program Inservice Education. Jakarta: Rineka Cipta.
Sergiovanni, T.J. dan R.J. Starrat. 1979. Supervision: Human Perspective. New York:
McGraw-Hill Book Company.
Snyder, K.J. dan R.H. Anderson. 1986. Managing Productive Schools: Toward an
Ecology. New York: Academic Press College Division..
Tose, H.L. dan Sj. Carroll. 1976. Management: Contingencies, Structure, and
Process. Chicago. ST. Clair Rpess.
Trianto,2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik .
Jakarta : Prestasi Pustaka.