You are on page 1of 20

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


ARDS adalah keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang
berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru. (Aryanto Suwondo,
2006). ARDS mengakibatkan terjadinya gangguan paru yang progresif dan tiba-tiba ditandai
dengan sesak napas yang berat, hipoksemia dan infiltrat yang menyebar dikedua belah paru.
ARDS ( juga disebut syok paru) akibat cedera paru dimana sebelumnya paru sehat,
sindrom ini mempengaruhi kurang lebih 150.000 sampai 200.000 pasien tiap tahun, dengan laju
mortalitas 65% untuk semua pasien yang mengalami ARDS. Faktor resiko menonjol adalah
sepsis. Kondisi pencetus lain termasuk trauma mayor, KID, tranfusi darah, aspirasi tenggelam,
inhalasi asap atau kimia, gangguan metabolik toksik, pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan dosis
obat. Perawatan akut secara khusus menangani perawatan kritis dengan intubasi dan ventilasi
mekanik (Doenges 1999 hal 217).
ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma
jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung. ARDS terjadi sebagai akibat cedera
atau trauma pada membran alveolar kapiler yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalam
ruang interstisiel alveolar dan perubahan dalam jaring-jaring kapiler, terdapat ketidakseimbangan
ventilasi dan perfusi yang jelas akibat akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif
darah dalam paru-paru. ARDS menyebabkan penurunan dalam pembentukan surfaktan, yang
mengarah pada kolaps alveolar. Komplians paru menjadi sangat menurun atau paru-paru menjadi
kaku akibatnya adalah penuruna karakteristik dalam kapasitas residual fungsional, hipoksia berat
dan hipokapnia ( Brunner & Suddart 616).
Oleh karena itu, penanganan ARDS sangat memerlukan tindakan khusus dari perawat
untuk mencegah memburuknya kondisi kesehatan klien. Hal tersebut dikarenakan klien yang
mengalami ARDS dalam kondisi gawat yang dapat mengancam jiwa klien.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan ARDS?
2. Apa penyebab dari ARDS?

1
3. Bagaimana manifestasi klinis dari ARDS?
4. Bagaimana patofisiologi dari ARDS?
5. Apa pemeriksaan penunjang untuk ARDS?
6. Bagaimana komplikasi ARDS?
7. Bagaimana penatalaksanaan ARDS?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan ARDS?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan tentang ARDS dan Asuhan Keperawatan pada klien dengan kasus ARDS.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan tentang ARDS.
2. Menjelaskan tentang penyebab dari ARDS.
3. Menjelaskan tentang manifestasi klinis dari ARDS.
4. Menjelaskan tentang patofisiologi dari ARDS.
5. Menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang untuk ARDS.
6. Menjelaskan tentang komplikasi ARDS.
7. Menjelaskan tentang penatalaksanaan ARDS.
8. Menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan ARDS.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan kerusakan paru total akibat
berbagai etiologi. Keadaan ini dapat dipicu oleh berbagai hal, misalnya sepsis, pneumonia viral
atau bakterial, aspirasi isi lambung, trauma dada, syok yang berkepanjangan, terbakar, emboli
lemak, tenggelam, transfusi darah masif, bypass kardiopulmonal, keracunan O2, perdarahan
pankreatitis akut, inhalasi gas beracun, serta konsumsi obat-obatan tertentu. ADRS merupakan
keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang berhubungan langsung
ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru (Aryanto Suwondo, 2006)
ARDS atau Sindroma Distres Pernafasan Dewasa ( SDPD ) adalah kondisi kedaruratan
paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat, biasanya terjadi pada orang yang
sebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai penyebab pulmonal atau non-pulmonal
( Hudak, 1997).
ARDS adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan pernafasan disebabkan
terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler (a-c block) yang disebabkan oleh
karena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid protein baik interseluler maupun intra
alveolar. (Prof. Dr. H. Tabrani Rab, 2000)

2.2 Epidemiologi
ARDS (juga disebut syok paru) akibat cedera paru dimana sebelumnya paru sehat,
sindrom ini mempengaruhi kurang lebih 150.000 sampai 200.000 pasien tiap tahun, dengan laju
mortalitas 65% untuk semua pasien yang mengalami ARDS. Faktor resiko menonjol adalah
sepsis. Kondisi pencetus lain termasuk trauma mayor, KID, tranfusi darah, aspirasi tenggelam,
inhalasi asap atau kimia, gangguan metabolik toksik, pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan dosis
obat. Perawatan akut secara khusus menangani perawatan kritis dengan intubasi dan ventilasi
mekanik (Doenges 1999 hal 217).
Penderita yang bereaksi baik terhadap pengobatan, biasanya akan sembuh total, dengan
atau tanpa kelainan paru-paru jangka panjang. Pada penderita yang menjalani terapi ventilator

3
dalam waktu yang lama, cenderung akan terbentuk jaringan parut di paru-parunya. Jaringan parut
tertentu membaik beberapa bulan setelah ventilator dilepas.
http://medicastore.com/penyakit/106/Sindroma_Gawat_Pernafasan_Akut.html 09.42, 140909

2.3 Etiologi
ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma
jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyebabnya bisa penyakit apapun,
yang secara langsung ataupun tidak langsung melukai paru-paru:
1. Trauma langsung pada paru
a. Pneumoni virus,bakteri,fungal
b. Contusio paru
c. Aspirasi cairan lambung
d. Inhalasi asap berlebih
e. Inhalasi toksin
f. Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama
2. Trauma tidak langsung
a. Sepsis
b. Shock, Luka bakar hebat, Tenggelam
c. DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation)
d. Pankreatitis
e. Uremia
f. Overdosis Obat seperti heroin, metadon, propoksifen atau aspirin.
g. Idiophatic (tidak diketahui)
h. Bedah Cardiobaypass yang lama
i. Transfusi darah yang banyak
j. PIH (Pregnand Induced Hipertension)
k. Peningkatan TIK
l. Terapi radiasi
m. Trauma hebat, Cedera pada dada
Gejala biasanya muncul dalam waktu 24-48 jam setelah terjadinya penyakit atau cedera.
SGPA(sindrom gawat pernafasan akut) seringkali terjadi bersamaan dengan kegagalan organ

4
lainnya, seperti hati atau ginjal. Salah satu faktor resiko dari SGPA adalah merokok sigaret.
Angka kejadian SGPA adalah sekitar 14 diantara 100.000 orang/tahun.

Menurut Hudak & Gallo (1997), gangguan yang dapat mencetuskan terjadinya ARDS adalah:
Sistemik : a. Syok karena beberapa penyebab
b. Sepsis gram negative
c. Hipotermia, Hipertermia
d. Takar lajak obat (Narkotik, Salisilat, Trisiklik, Paraquat,Metadone, Bleomisin)
e. Gangguan hematology (DIC, Transfusi massif, Bypass kardiopulmonal)
f. Eklampsia
g. Luka bakar
Pulmonal : a. Pneumonia (Viral, bakteri, jamur, penumosistik karinii)
b. Trauma (emboli lemak, kontusio paru)
c. Aspirasi ( cairan gaster, tenggelam, cairan hidrokarbon )
d. Pneumositis
Non-Pulmonal : a. Cedera kepala
b. Peningkatan TIK
c. Pascakardioversi
d. Pankreatitis
e. Uremia

2.4 Patofisiologi
ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran alveolar kapiler yang
mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel alveolar dan perubahan dalam jaring-
jaring kapiler, terdapat ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi yang jelas akibat kerusakan
pertukaran gas dan pengalihan ekstansif darah dalam paru-paru. ARDS menyebabkan penurunan
dalam pembentukan surfaktan, yang mengarah pada kolaps alveolar. Komplians paru menjadi
sangat menurun atau paru-paru menjadi kaku akibatnya adalah penurunan karakteristik dalam
kapasitas residual fungsional, hipoksia berat dan hipokapnia (Brunner & Suddart 616).
Ada 3 fase dalam patogenesis ARDS:
1. Fase Eksudatif

5
Fase permulaan, dengan cedera pada endothelium dan epitelium, inflamasi, dan eksudasi
cairan. Terjadi 2-4 hari sejak serangan akut.
2. Fase Proliferatif
Terjadi setelah fase eksudatif, ditandai dengan influks dan proliferasi fibroblast, sel tipe
II, dan miofibroblast, menyebabkan penebalan dinding alveolus dan perubahan eksudat
perdarahan menjadi jaringan granulasi seluler/membran hialin. Fase proliferatif
merupakan fase menentukan yaitu cedera bisa mulai sembuh atau menjadi menetap, ada
resiko terjadi lung rupture (pneumothorax).
3. Fase Fibrotik/Recovery
Jika pasien bertahan sampai 3 minggu, paru akan mengalami remodeling dan fibrosis.
Fungsi paru berangsurangsur membaik dalam waktu 6 – 12 bulan, dan sangat bervariasi
antar individu, tergantung keparahan cederanya.

Perubahan patofisiologi berikut ini mengakibatkan sindrom klinis yang dikenal sebagai
ARDS (Philip etal, 1995):
a. Sebagai konsekuensi dari serangan pencetus, complement cascade menjadi aktif yang
selanjutnya meningkatkan permeabilitas dinding kapiler.
b. Cairan, lekosit, granular, eritrosit, makrofag, sel debris, dan protein bocor kedalam ruang
interstisiel antar kapiler dan alveoli dan pada akhirnya kedalam ruang alveolar.
c. Karena terdapat cairan dan debris dalam interstisium dan alveoli maka area permukaan untuk
pertukaran oksigen dan CO2 menurun sehingga mengakibatkan rendahnyan rasio ventilasi-
perfusi dan hipoksemia.
d. Terjadi hiperventilasi kompensasi dari alveoli fungsional, sehingga mengakibatkan
hipokapnea dan alkalosis resiratorik.
e. Sel-sel yang normalnya melaisi alveoli menjadi rusak dan diganti oleh sel-sel yang tidak
menghasilkan surfaktan ,dengan demikian meningkatkan tekanan pembukaan alveolar.
ARDS biasanya terjadi pada individu yang sudah pernah mengalami trauma fisik,
meskipun dapat juga terjadi pada individu yang terlihat sangat sehat segera sebelum awitan,
misalnya awitan mendadak seperti infeksi akut. Biasanya terdapat periode laten sekitar 18-24
jam dari waktu cedera paru sampai berkembang menjadi gejala. Durasi sindrom dapat dapat
beragam dari beberapa hari sampai beberapa minggu. Pasien yang tampak sehat akan pulih dari

6
ARDS. Sedangkan secara mendadak relaps kedalam penyakit pulmonary akut akibat serangan
sekunder seperti pneumotorak atau infeksi berat (Yasmin Asih. Hal 125).
Sebenarnya sistim vaskuler paru sanggup menampung penambahan volume darah sampai 3 kali
normalnya, namun pada tekanan tertentu, cairan bocor keluar masuk ke jaringan interstisiel dan
terjadi edema paru.( Jan Tambayog 2000, hal 109).

2.5 Manifestasi Klinik


Ciri khas ARDS adalah hipoksemia yang tidak dapat diatasi selama bernapas spontan.
Frekuensi pernapasan sering kali meningkat secara bermakna dengan ventilasi menit tinggi.
Sianosis dapat atau tidak terjadi. Hal ini harus diingat bahwa sianosis adalah tanda dini dari
hipoksemia.

Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah:


a. Distres pernafasan akut: takipnea, dispnea , pernafasan menggunakan otot aksesoris
pernafasan dan sianosis sentral.
b. Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai seharian.
c. Auskultasi paru: ronkhi basah, krekels halus di seluruh bidang paru, stridor, wheezing.
d. Perubahan sensorium yang berkisar dari kelam pikir dan agitasi sampai koma.
e. Auskultasi jantung: bunyi jantung normal tanpa murmur atau gallop
( YasminAsih Hal 128 ).

Sindroma gawat pernafasan akut terjadi dalam waktu 24-48 jam setelah kelainan
dasarnya. Mula-mula penderita akan merasakan sesak nafas, bisanya berupa pernafasan yang
cepat dan dangkal. Karena rendahnya kadar oksigen dalam darah, kulit terlihat pucat atau biru,
dan organ lain seperti jantung dan otak akan mengalami kelainan fungsi. Hilangnya oksigen
karena sindroma ini dapat menyebabkan komplikasi dari organ lain segera setelah sindroma
terjadi atau beberapa hari/minggu kemudian bila keadaan penderita tidak membaik.
Kehilangan oksigen yang berlangsung lama bisa menyebabkan komplikasi serius seperti
gagal ginjal. Tanpa pengobatan yang tepat, 90% kasus berakhir dengan kematian. Bila
pengobatan yang diberikan sesuai, 50% penderita akan selamat. Karena penderita kurang mampu

7
melawan infeksi, mereka biasanya menderita pneumonia bakterial dalam perjalanan penyakitnya.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
a. Cemas, merasa ajalnya hampir tiba
b. Tekanan darah rendah atau syok (tekanan darah rendah disertai oleh kegagalan organ
lain)
c. Penderita seringkali tidak mampu mengeluhkan gejalanya karena tampak sangat sakit.
http://medicastore.com/penyakit/106/Sindroma_Gawat_Pernafasan_Akut.html 09.42, 140909

2.6. Diagnosa
Diagnosa dini sukar untuk ditegakkan baik dari pemeriksaan faal paru maupun dari
pemeriksaan radiologi. Setiap pasien dengan predileksi terdapatnya ARDS dapat dicurigai
ARDS bila didapatkan pemeriksaan radiologi infiltrat yang luas dimana tidak terdapat
pneumonia. Kadar FiO2 yang tinggi diperlukan untuk mempertahankan PO2. Kecurigaan
tergadap ARDS bils didapatkan sesak napas yang berat disertai dengan infiltrat yang luas pada
paru yang terjadi secara akut sementara tidak terdapat faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya dekompensasi kiri yang dapat menyebabkan edema jantung (cardiac edema).
• Pada pemeriksaan fisis pada edema jantung terdapat trias dekompensasi, yakni, bunyi
gallop, takikardi, dan ronkhi basal. Takikardi dan ronchi basal susah untuk dibedakan
antara ARDS dengan edema jantung, akan tetapi bunyi gallop tidak terdapat pada ARDS.
Demikian pula tanda bendungan berupa peninggian tekanan jugular tidak didapatkan
pada ARDS. Gambaran radiologi pada ARDS infiltrat di perifer sementara pada edema
jantung perihilar. Pada pemeriksaab laboratorium cairan edema kristaloid pada ARDS
koloid. Salah satu perbedaan antara edema jantung dan ARDS yang membawa dampak
pada pemberian oksigen dimana pada edema jantung terdapat korelasi antara FiO2 dan
PaO2 oleh karena shunt sedikit bertambah tapi pada ARDS tidak terdapat korelasi pada
FiO2 dan PaO2 oleh karena shunt yang jauh lebih banyak dari pada edema paru. Kriteria
yang digunakan untuk menyatakan ARDS bila terdapat difus infiltrat bilateral, refrakter
hipoksemia, berkurang statik komplain paru (lung compliance) dan bertambahnya shunt
(QS/QT). PaO2/FiO2 < 200 sedangkan PCWP <18mmHg in Swan-Ganz Catheter

8
2.7 Penatalakasanaan
Tujuan terapi
a. Tidak ada terapi yang dapat menyembuhkan, umumnya bersifat suportif
b. Terapi berfokus untuk memelihara oksigenasi dan perfusi jaringan yang adekuat
c. Mencegah komplikasi nosokomial (kaitannya dengan infeksi)

Farmakologi
a. Inhalasi NO2 dan vasodilator lain
b. Kortikosteroid (masih kontroversial: no benefit, kecuali bagi yang inflamasi eosinofilik)
c. Ketoconazole: inhibitor poten untuk sintesis tromboksan dan menghambat biosintesis

leukotrienesmungkin bisa digunakan untuk mencegah ARDS

Non-farmakologi
a. Ventilasi mekanisdgn berbagai teknik pemberian, menggunakan ventilator, mengatur
PEEP (positive-end expiratory pressure)
b. Pembatasan cairan
c. Pemberian surfaktan tidak dianjurkan secara rutin

9
2.9 WOC (terlampir)

10
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Anamnesa
a. Keadaan Umum:
Takipnea, dispnea, sesak nafas, pernafasan menggunakan otot aksesoris pernafasan
dan sianosis sentral.
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
Sesak nafas, bisanya berupa pernafasan yang cepat dan dangkal. Batuk kering dan
demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai seharian. Kulit terlihat pucat atau
biru.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Sepsis, Shock (hemoragi, pankreatitis hemoragik), Luka bakar hebat, Tenggelam DIC
(Dissemineted Intravaskuler Coagulation), Pankreatitis, Uremia, Bedah Cardiobaypass
yang lama, PIH (Pregnand Induced Hipertension), Peningkatan TIK, Trauma hebat
(cedera kepala, cedera dada, rudapaksa paru), Radiasi, Fraktur majemuk (emboli
lemak berkaitan dengan fraktur tulang panjang seperti femur), Riwayat merokok.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
e. Riwayat Alergi

2. Pemeriksaan Fisik
B1 (Breath) : sesak nafas, nafas cepat dan dangkal, batuk kering, ronkhi basah, krekels
halus di seluruh bidang paru, stridor, wheezing.
B2 (Blood) : pucat, sianosis (stadium lanjut), tekanan darah bisa normal atau
meningkat (terjadinya hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut
(shock), takikardi biasa terjadi, bunyi jantung normal tanpa murmur atau
gallop.
B3 (Brain) : kesadaran menurun (seperti bingung dan atau agitasi), tremor.
B4 (Bowel) :-

11
B5 (Bladder) : -
B6 (Bone) : kemerahan pada kulit punggung setelah beberapa hari dirawat.

3. Pemeriksaan Diagnostik
LED : meningkat pada hampir semua kasus, jumlah eosinofilnya normal.
Tes fungsi paru : normal atau menunjukkan defek restriktik disertai gangguan pertukaran
udara.
BGA : hasil BGA menunjukkan adanya hipoksemia.
Biopsi Darah :
PaO2/FiO2 < 200 = ARDS
PaO2/FiO2 < 300=ALI
Foto thorak dan CT : terdapat infiltrasi jaringan parut lokasi terpusat pada region perihilir paru
yang biasanya multivokal. Pada tahap lanjut, interstisial bilatareral difus dan alveolar
infiltrate menjadi bukti dan dapat melibatkan semua lobus paru.Ukuran jantung normal,
berbeda dari edema paru kardogenik. Gas darah arteri seri membedakan gambaran
kemajuan hipoksemia, hipokapnea dapat terjadi pada tahap awal sehubungan dengan
hiperventilasi. Alkalosis respiratorik dapat terjadi pada tahap dini dan pada tahap lanjut
terjadi asidosis metabolik. Tes fungsi paru, Pengukuran pirau, dan kadar asam laktat
meningkat (Doenges1999 Hal 218 – 219 ).
Shunt Measurement (Qs/Qt) : tidak terdapat korelasi antara FiO2 dengan PaO2.
Alveolar-Arterial Gradient (A-a gradient)
• Berguna dalam membedakan ekstrapulmoner dan paru penyebab resp. failure. kegagalan.
• For any age, an Aa gradient > 20 mm of Hg is always abnormal. Untuk setiap usia,
seorang Aa gradien> 20 mm Hg selalu abnormal.
A-a O2 Gradient = [ (FiO2) * (Atmospheric Pressure - H2O Pressure) - (PaCO2/0.8) ] - PaO2 from
ABG
Normal Gradient Estimate = (Age/4) + 4

High gradients result from impaired diffusion or, more commonly, by ventilation-perfusion
inequality of the "shunting" variety. A normal A-a gradient is less than 10 torr. The age (years) /
4 + 4 is another conservative estimate of a normal gradient.

12
The calculations above assume 100% humidity at sea level and a respiratory quotient of 0.8,
using the alveolar gas equation to determine PAO2:
PAO2 = ( FiO2 * (760 - 47)) - (PaCO2 / 0.8)
A-a gradient = PAO2 - PaO2

Lactic Acid Level

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas,
peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas ditandai dengan:
dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau tanpa
sputum, cyanosis.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukan
cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli ditandai
dengan: takipneu, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, cyanosis, perubahan ABGs,
dan A-a Gradient.
3. Kelebihan volome cairan di paru-paru berhubungan dengan edema pulmonal non Kardia.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran balik vena dan
penurunan curah jantung, edema, hipotensi.
5. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas tidak adekuat, peningkatan
sekresi, penurunan kemampuan untuk oksigenasi dengan adekuat atau kelelahan.
6. Gangguan mobilisasi berhubungan dengan gangguan kesadaran, agitasi.
7. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.

3.3 Intervensi dan Rasional


1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas,
peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas ditandai dengan: dispneu,
perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau tanpa sputum,
cyanosis.
Tujuan :
- Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan

13
ronchi (-)
- Pasien bebas dari dispneu
- Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan
- Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas

Kriteria hasil :

• Tidak mengalami aspirasi


• Menunjukkan batuk yang efektif dan peningkatan pertukaran udara dalam paru-
paru
• RR 17-22 x/ menit, nadi 80x/menit

• Tidak adanya suara tambahan nafas : ronchi, wheezing, stridor


• Pemeriksaan GDA menunjukkan PCO2 = 38-44 mmHg
• Klien mengatakan bisa bernapas dengan lega

• Tidak ditemukan pernapasan yang cepat dan dalam (kusmaul)

Intervensi Rasional
MANDIRI
- Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas
gunakan jalan nafas tambahan bila perlu dengan paten.

- - Catat perubahan dalam bernafas dan Penggunaan otot-otot interkostal atau


pola nafasnya. abdominal/leher dapat meningkatkan usaha
- dalam bernafas.

- Observasi dari penurunan pengembangan Pengembangan dada dapat menjadi batas


dada dan peningkatan fremitus. dari akumulasi cairan dan adanya cairan
dapat meningkatkan fremitus.

- Catat karakteristik dari suara nafas. Suara nafas terjadi karena adanya aliran

14
udara melewati batang tracheo branchial dan
juga karena adanya cairan, mukus atau
sumbatan lain dari saluran nafas.

- Catat karakteristik dari batuk. Karakteristik batuk dapat merubah


ketergantungan pada penyebab dan etiologi
dari jalan nafas. Adanya sputum dapat
dalam jumlah yang banyak, tebal dan
purulent.

- Kaji kemampuan batuk, latihan nafas Penimbunan sekret mengganggu ventilasi


dalam, perubahan posisi dan lakukan suction dan predisposisi perkembangan atelektasis
bila ada indikasi. dan infeksi paru.

- Peningkatan oral intake jika Peningkatan cairan per oral dapat


memungkinkan. mengencerkan sputum.

KOLABORASI
- Berikan oksigen, cairan IV; tempatkan di Mengeluarkan sekret dan meningkatkan
kamar humidifier sesuai indikasi. transport oksigen.
-
- Berikan therapi aerosol, ultrasonik Dapat berfungsi sebagai bronchodilatasi dan
nabulasasi. mengeluarkan secret.

- Berikan fisiotherapi dada misalnya: Meningkatkan drainase sekret paru,


postural drainase, perkusi dada/vibrasi jika peningkatan efisiensi penggunaan otot-otot
ada indikasi. pernafasan.

- Berikan bronchodilator misalnya: Diberikan untuk mengurangi


aminofilin, albuteal dan mukolitik. bronchospasme, menurunkan viskositas
sekret dan meningkatkan ventilasi.

15
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukan
cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli ditandai
dengan: takipneu, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, cyanosis, perubahan ABGs,
dan A-a Gradient.
Tujuan :
- Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat dengan nilai
ABGs normal
- Bebas dari gejala distress pernafasan
Kriteria hasil :

• Mempertahankan fungsi pernafasan yang adekuat dengan ditandai tidak adanya


dipsneu; frekuensi& GDA dalam batas normal.

Intervensi Rasional
MANDIRI
- Kaji status pernafasan, catat peningkatan Takipneu adalah mekanisme kompensasi
respirasi atau perubahan pola nafas. untuk hipoksemia dan peningkatan usaha
nafas.

- Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak
bunyi nafas tambahan seperti crakles, dan ada ditemukan. Crakles terjadi karena
wheezing. peningkatan cairan di permukaan jaringan
- yang disebabkan oleh peningkatan
- permeabilitas membran alveoli – kapiler.
- Wheezing terjadi karena bronchokontriksi
- atau adanya mukus pada jalan nafas.
-
- Kaji adanya cyanosis. Selalu berarti bila diberikan oksigen
(desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum cyanosis
muncul. Tanda cyanosis dapat dinilai pada
mulut, bibir yang indikasi adanya

16
hipoksemia sistemik, cyanosis perifer seperti
pada kuku dan ekstremitas adalah
vasokontriksi.
-
- Observasi adanya somnolen, confusion, Hipoksemia dapat menyebabkan iritabilitas
apatis, dan ketidakmampuan beristirahat. dari miokardium.
-
-Berikan istirahat yang cukup dan nyaman. Menyimpan tenaga pasien, mengurangi
penggunaan oksigen.

KOLABORASI
-Berikan humidifier oksigen dengan masker Memaksimalkan pertukaran oksigen secara
CPAP jika ada indikasi. terus menerus dengan tekanan yang sesuai.

- Berikan pencegahan IPPB. Peningkatan ekspansi paru meningkatkan


oksigenasi.

- Review X-ray dada. Memperlihatkan kongesti paru yang


- progresif.
-
-Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti Untuk mencegah ARDS.
steroids, antibiotik, bronchodilator dan
ekspektorant.

3. Kelebihan volome cairan berhubungan dengan edema pulmonal non Kardia.


Tujuan: Pasien dapat menunjukkan keadaan volume cairan normal dengan tanda tekanan
darah, berat badan pada batas normal.

Kriteria hasil: Menunjukkan keseimbangan dan haluaran, tidak terjadi peningkatan berat
badan, tidak terjadi edema.

17
Intervensi Rasional
MANDIRI
Memonitor vital sign, seperti tekanan darah, Mengetahui keadaan umum pasien.
heart rate, denyut nadi (jumlah dan volume)

Hitung intake output dan balance cairan. Memberikan informasi tentang status cairan.
Amati “insesible loss” Keseimbangan cairan negatif merupakan
indikasi terjadinya defisit cairan.

Timbang berat badan setiap hari Perubahan yang drastis merupakan tanda
peningkatan total body water.

KOLABORASI
Pemberian Diuretik Mengeluarkan kelebihan cairan melalui
farmakoterapi.

18
BAB 4

PENUTUP

4.1 SIMPULAN

ARDS adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan pernafasan disebabkan
terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler (a-c block) yang disebabkan oleh
karena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid protein baik interseluler maupun
intra alveolar. Penyebabnya bisa penyakit apapun, yang secara langsung ataupun tidak
langsung melukai paru-paru seperti: Pneumoni virus, bakteri, fungal; contusio paru, aspirasi
cairan lambung, inhalasi asap berlebih, inhalasi toksin, menghisap O2 konsentrasi tinggi
dalam waktu lama, Sepsis, Shock, Luka bakar hebat, Tenggelam,dsb. Gejala biasanya
muncul dalam waktu 24-48 jam setelah terjadinya penyakit atau cedera. SGPA(sindrom
gawat pernafasan akut) seringkali terjadi bersamaan dengan kegagalan organ lainnya, seperti
hati atau ginjal.

4.2 SARAN

1. Menghindari faktor resiko yang dapat menyebabkan ARDS.

2. Apabila gejala ARDS mulai muncul sesegera mungkin bawalah ke rumah sakit terdekat
untuk mendapat pertolongan lebih lanjut agar tidak terjadi komplikasi pada hati dan
ginjal.

19
DAFTAR PUSTAKA

Anynomous, 2007. Asuhan Keperawatan KLIEN dengan ARDS (Adult Respiratory Distress
Syndrome) Pre Acut/ Post Acut Care. http://rusari.com/askep_aspirasi_distress.html.
Tanggal 9 September 2009 pukul 17.43 WIB
Anynomous, 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien ARDS. http://keperawatan-
gun.blogspot.com/2007/07/asuhan-keperawatan-pada-klien-dg-25.html. Tanggal 16
September 2009 pukul 12.30 WIB
Anynomous, 2006. Sindrom Gawat Pernafasan Akut.
http://medicastore/penyakit_kategori/index/1.html. Tanggal 17 September 2009
pukul 13.30 WIB
Carpenito,Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.EGC. Jakarta.
Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC. Jakarta.
Farid, 2006. Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS) Penyakit Sejuta Etiologi.
http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=108. Tanggal 9
September 2009 pukul 18.00 WIB
Hudak, Gall0. 1997. Keperawatan Kritis. Pendekatan Holistik.Ed.VI. Vol.I. EGC. Jakarta.
Ikawati, Zulies. 2009. Respiratory Distress Syndrom: gangguan gagal nafas.
http://www.emea.europa.eu/pdfs/human/ewp/050497en.pdf. Tanggal 13 September
2009 pukul 16.00 WIB
Setyaningsih, Indah. 2008. Akut Respiratory Distres Sindrom.
http://indahnursing.blogspot.com/2008/12/akut-respiratori-distres-sindrom.html.
Tanggal 12 September 2009 pukul 16.34 WIB
Somantri, Irman. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Salemba. Jakarta.
Rab, Tabrani. 2000. Agenda Gawat Darurat (Critical Care) jilid 2. Bandung: PT. Alumni

20

You might also like