Professional Documents
Culture Documents
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Fiqih II
Dosen Pengampu: Amin Farih M.A.g
Disusun Oleh:
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2010
KITAB AL-FARAIDH
I. PENDAHULUAN
Adapun perkataan Rasulullah, bahwa ilmu Faraidh akan dilupakan orang dan
akan tercabut daripada umatnya itu, memang telah terbukti kalau kita perhatikan
kepandaian orang-orang dahulu disbanding dengan orang-orang sekarang. Kita bisa
lihat, beberapa Ulama’ yang besar-besar, pintar dalam ilmu ini dan itu, tetapi dalam
ilmu Faraidh, terdapat kosong atau kurang. Kalau kita fikirkan betul-betul, niscaya
kita dapat tahu, bahwa dalam umat Nabi Muhammad zaman belakangan, memang
sedikit sekali orang yang pandai Ilmu Faraidh.
2
III. PEMBAHASAN
1. Definisi Faraidh
Faraidh, jama’ dari Fariidhah. Kata ini diambil dari Fardhu. Fardhu
dalam istilah ulama’ Fiqih Mawaris islah bagian yang telah ditetapkan oleh
Syara’. Masalah-masalah mawaris di dalam syari’at Islam, merupakan salah
satu pembahasan Ilmu Fiqih yang terpenting. Ahli Fiqih telah mendalami
masalah-masalah yang berpautan dengan Warisan, dan menulis buku-buku
mengenai masalah-masalah ini, dan menjadikannya suatu Ilmu yang berdiri
sendiri dan menamakannya ilmu Mawaris atau Ilmu Faraidh. Orang yang
pandai dalam Ilmu ini dinamakan Faridh, Fardhi, Faraidhi, Firridh.1
2. Ahli Waris
a) Anak laki-laki
1
Teungku Muhammad Hashbi, Fiqih Mawaris, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2010), Cet. 1,
Hlm. 5.
2
Hasbiyallah, Belajar Mudah Ilmu Waris, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2007), Cet. 1, Hlm.
2.
3
b) Cucu Laki-laki, yaitu anak Laki-laki bagi anak Laki-laki, dan
seterusnya, yaitu Cucu Laki-laki bagi anak Laki-laki hingga ke bawah
c) Ayah
d) Datuk, yaitu Ayah bagi Ayah, hingga ke atas, yakni datuk bagi Ayah
dan datuk bagi Datuk, dan seterusnya, dari pihak Laki-laki
n) Suami
a) Anak perempuan
b) Cucu perempuan , yaitu anak perempuan bagi anak laki-laki atau anak
perempuan bagi cucu laki-laki, hingga kebawah
4
c) Ibu
d) Nenek dari sebelah ibu, yaitu ibu bagi ibu, ibu bagi nenek, dan
seterusnya
e) Nenek dari sebelah bapak, yaitu ibu bagi bapak, ibu bagi datuk dan
seterusnya
i) Isteri
1. Rukun-Rukun Pusaka
b) Warits, yaitu orang yang ada hubungan dengan orang yang telah
meninggal, seperti kekerabatan dan perkawinan
c) Mauruts, yaitu harta yang menjadi pusaka. Harta ini dalam istilah fiqih
dinamakan mauruts, mirats, irts, turats, dan tarikah 4
2. Sebab-Sebab Pusaka
a) Hubungan kekerabatan
3
A. Hasan, Al-Faraidh, Ilmu Pembagian Waris, (Surabaya: Pustaka perempuan ogressif, 2003),
Hlm. 23.
4
Teungku Muhammad Hashbi, Op. Cit., Hlm. 27.
5
Ditinjau dari garis yang menghubungkan nasab antara yang
mewariskan dengan yang mewarisi, kerabat-kerabat itu dapat digolongkan
kepada 3 golongan, yakni:
b) Hubungan perkawinan
3. Penghalang-Penghalang Pusaka
5
Hasbiyallah, Op. Cit., Hlm. 12.
6
Halangan untuk menerima waris adalah hal-hal yang menyebabkan
gugurnya hak ahli waris dari mendapatkan harta peninggalan muwarrits.
Adapun halangan tersebut adalah:
c) Perbudakan, seorang hamba tidak bisa jadi waris dan tidak pula bisa
jadi orang yang meninggalkan harta buat diwarisi, karena selama belum
merdeka, ia jadi milik bagi tuannya bersama sekalian hak miliknya.6
1. Hijab
a) Hijab Hirman
6
A. Hasan, Op. Cit., Hlm. 33.
7
b) Hijab Nuqshan
2. Ashobah
Macam-macam ashabah:
a) Ashabah Binafsihi
7
Agus Maghfur Murod, Al-Miftah fi ‘Ilmil Faraidh, (Mranggen: TN., TT.), Hlm. 22.
8
Saudara perempuan sekandung bersama saudara laki-
laki sekandung
3. Furudl Muqaddarah
Furudhul muqaddarah terdiri dari 6 macam, yaitu: 2/3, 1/3, 1/6, 1/2, 1/8
dan 1/4.
a) Kaidah bapak
• 1/6 & sisa, ketika berkumpul dengan anak & seluruh ahli
warisnya perempuan
8
Hasbiyallah, Op. Cit., Hlm. 34.
9
• Mahjub, ketika berkumpul dengan bapak atau kakek yang lebih
dekat
• 1/6 & sisa, ketika berkumpul dengan anak & seluruh ahli
warisnya perempuan
• ashabah
g) Kaidah ibu
10
• 1/3, ketika tidak berkumpul dengan anak & saudara yang
berbilangan (secara mutlak)
h) Kaidah suami
i) Kaidah istri
• 1/6, ketika tidak berkumpul dengan ibu. Dan untuk nenek dari
arah bapak, harus tidak berkumpul dengan ibu dan ayah
11
• Ashabah, ketika berkumpul dengan saudara laki-
lakisekandung/kakek/anak perempuan /cucu perempuan dari anak
laki-laki
12
o) Kaidah saudara (Laki-laki dan perempuan ) seibu
13
t) Anak laki-lakinya paman (‘amm) sekandung
1. Aul
2. Radd
Apabila jumlah saham para ahli waris lebih kecil daripada asal
masalahnya, maka memerlukan penyelesaian setepat-tepatnya agar harta
peninggalan yang akan dibagi tidak ada sisa yang tidak terbagikan. Ini yang
disebut dengan radd, yaitu: penambahan pada bagian-bagian ahli waris dan
pengurangan pada saham-sahamnya.
9
Agus Maghfur Murod, Op. Cit., Hlm. 11-21.
10
A. Hasan, Op. Cit., Hlm. 101.
14
Dalam ilmu waris, sisa tersebut harus dikembalikan lagi kepada ahli
waris yang berhak menerimanya menurut perbandingan besar kecilnya fardh
atau saham yang mereka terima masing-masing. Semua ahli waris berhak
menerima kelebihan kacuali suami dan istri.11
1. Pusaka Rahim
Apa bila para ahli waris telah sepakat untuk menunda pembagian waris
sampai janin dalam kandungan itu lahir, tidak menimbulkan masalah. Karena
kelahiran anak itu dapat membantu penyelesaiannya apakah ia lahir dalam
keadaan hidup atau mati, apakah ia laki-laki atau perempuan dan apakah
hanya seorang diri atau kembar. Tetapi yang menjadi masalah, bila ahli waris
menghendaki disegerakan untuk pembagian harta waris. Mengenai hal ini, Al-
Qaffal berpendapat bahwa peninggalan mayit harus ditahan dulu sampai anak
yang masih dalam kandungan itu lahir, kendati para ahli waris menginginkan
untuk segera dibagikan.12
2. Wasiat
15
a) Mengenai orang yang diberi wasiat harus ada yang diperhatikan,
diantaranya harus seorang muslim, berakal dan rasyid (dewasa) karena
selain orang tersebut tidak boleh diserahi tanggung jawab atas hak-hak
pengawasan anak-anak.
b) Orang yang sakit diisyaratkan berakal, mumayyiz (terpuji) dan pemilik
atas yang diwasiatkannya.
c) Barang yang di wasiatkan harus yang mubah (halal). Sesuatu yang
haram tidak boleh di wasiatkan seperti halnya bila seseorang berwasiat
melakukan niyahah (meratap) atas kematian, atau mewasiatkan harta untuk
diberikan kepada gereja atau untuk sesuatu bid’ah yang benci (makruh)
atau untuk suatu majlis hura-hura atau maksiat.
d) Pihak yang diberi wasiat di isyaratkan menerima wasiat tersebut, jika
menolaknya, maka wasiat tersebut batal dan setelah itu dia tidak
mempunyai hak apa-apa.14
IV. KESIMPULAN
Ilmu Faraidh merupakan Ilmu Fiqih yang berkaitan dengan pembagian harta
pusaka, pengetahuan tentang cara perhitungan yang dapat menyampaikan kepada
pembagian harta pusaka dan pengetahuan tentang bagian-bagian yang wajib dari harta
peninggalan untuk setiap pemilik harta pusaka.
Kriteria seseorang yang menerima Waris ada 3 hal yaitu karena hubungan
Perkawinan, Kekerabatan, dan sebab Wala’. Di dalam Ilmu Faraidh ada Istilah Hijab
dan Ashabah, Hijab itu ada dua, yaitu Hijab Hirman dan Hijab Nuqshan, sedangkan
Ashabah ada tiga, yaitu Ashabah Bi Nafsihi, Bil Ghairi, Dan Ma’al Ghairi
V. PENUTUP
Demikian makalah ini kami susun, kami menyadari tentunya dalam penyusunan
makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan, dan masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan
guna perbaikan makalah yang akan datang. Semoga dibalik segala kekurangan yang
14
Ibid, Hlm. 142-143
16
ada, makalah ini dapat memberikan perubahan dalam penyusunan makalah yang akan
datang. Sehingga diharapkan dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, A., 2003. Al-Faraidh, Ilmu Pembagian Waris, Surabaya: Pustaka perempuan
ogressif.
Hasbiyallah, 2007. Belajar Mudah Ilmu Waris, Bandung: Remaja Rosda Karya.
Hashbi, Muhammad, Teungku, 2010. Fiqih Mawaris, Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Jabir, Abu bakar, 1991. terj. Rachmat, Sumpeno, Minhajul Muslim (Pola Hidup
Muslim), Bandung : Remaja Rosdakarya.
Murod, Maghfur, Agus, TT. Al-Miftah fi ‘Ilmil Faraidh, Mranggen: TN.
Rachman, Asyumi A, Dkk, 1986, Ilmu Fiqh 3, Jakarta : Departemen Agama
17