You are on page 1of 8

c S 

c
ô Pukul 01.30 WIB, Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Amien Rais
dan cendekiawan Nurcholish Madjid (almarhum) pagi dini hari menyatakan,
"Selamat tinggal pemerintahan lama dan selamat datang pemerintahan baru".
ô Pukul 9.00 WIB, Soehartoenguuanengundurandirinyaada
uul

  . Soeharto kemudian mengucapkan terima kasih dan mohon


maaf kepada seluruh rakyat dan meninggalkan halaman Istana Merdeka
didampingi ajudannya, Kolonel (Kav) Issantoso dan Kolonel (Pol) Sutanto
(kemudian menjadi Kepala Polri). Mercedes hitam yang ditumpanginya tak
lagi bernomor polisi B-1, tetapi B 2044 AR.
ô Wakil Presiden B.J. Habibie menjadi presiden baru Indonesia.
ô Jenderal Wiranto mengatakan ABRI akan tetap melindungi presiden dan
mantan-mantan presiden, "ABRI akan tetap menjaga keselamatan dan
kehormatan para mantan presiden/mandataris MPR, termasuk mantan Presiden
Soeharto beserta keluarga."
ô èerjadi perdebatan tentang proses transisi ini. Yusril Ihza Mahendra, salah
satu yang pertama mengatakan bahwa proses pengalihan kekuasaan adalah sah
dan konstitusional.

c SS

c
ô Habibie mengumumkan susunan "Kabinet Reformasi".
ô -etjen Prabowo Subiyanto dicopot dari jabatan Panglima Kostrad.
ô Di Gedung DPR/MPR, bentrokan hampir terjadi antara pendukung Habibie
yang memakai simbol-simbol dan atribut keagamaan dengan mahasiswa yang
masih bertahan di Gedung DPR/MPR. Mahasiswa menganggap bahwa
Habibie masih tetap bagian dari Rezim Orde Baru. èentara mengevakuasi
mahasiswa dari Gedung DPR/MPR ke Universitas Atma Jaya

Pengangkatan Habibie sebagai Presiden

Sidang Istimewa MPR yang mengukuhkan Habibie sebagai Presiden, ditentang oleh
gelombang demonstrasi dari puluhan ribu mahasiswa dan rakyat di Jakarta dan di kota-kota
lain. Gelombang demonstrasi ini memuncak dalam peristiwa èragedi Semanggi, yang
menewaskan 18 orang.

Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan dimulainya kerjasama dengan Dana Moneter
Internasional untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi. Selain itu, Habibie juga
melonggarkan pengawasan terhadap media massa dan kebebasan berekspresi.

Presiden BJ Habibie mengambil prakarsa untuk melakukan koreksi. Sejumlah tahanan politik
dilepaskan. Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar Pakpahan dibebaskan, tiga hari setelah
Habibie menjabat. èahanan politik dibebaskan secara bergelombang. èetapi, Budiman
Sudjatmiko dan beberapa petinggi Partai Rakyat Demokratik baru dibebaskan pada era
Presiden Abdurrahman Wahid. Setelah Habibie membebaskan tahanan politik, tahanan
politik baru muncul. Sejumlah aktivis mahasiswa diadili atas tuduhan menghina pemerintah
atau menghina kepala negara. Desakan meminta pertanggungjawaban militer yang terjerat
pelanggaran HAM tak bisa dilangsungkan karena kuatnya proteksi politik. Bahkan, sejumlah
perwira militer yang oleh Mahkamah Militer Jakarta telah dihukum dan dipecat karena
terlibat penculikan, kini telah kembali duduk dalam jabatan struktural.

Beberapa langkah perubahan diambil oleh Habibie, seperti liberalisasi parpol, pemberian
kebebasan pers, kebebasan berpendapat, dan pencabutan UU Subversi. Walaupun begitu
Habibie juga sempat tergoda meloloskan UU Penanggulangan Keadaan Bahaya, namun
urung dilakukan karena besarnya tekanan politik dan kejadian èragedi Semanggi II yang
menewaskan mahasiswa UI, Yun Hap.

Kejadian penting dalam masa pemerintahan Habibie adalah keputusannya untuk mengizinkan
èimor èimur untuk mengadakan referendum yang berakhir dengan berpisahnya wilayah
tersebut dari Indonesia pada Oktober 1999. Keputusan tersebut terbukti tidak populer di mata
masyarakat sehingga hingga kini pun masa pemerintahan Habibie sering dianggap sebagai
salah satu masa kelam dalam sejarah Indonesia.

 
˜   
            
                !!"

#    $  !!  
     !  
   
           !! 
 %     ! &!       ! !   ! !
 
 "

        '  '     
( #      ")       

 "*!   !              


        %! "

)  

+  
 ! ,"---&    $
.  %    ( !   "

+.!  
  % /   %   $    %"

+- 
   !   %!     %        
"" !!!/    "

+0
   ,1   2           !   3
   "

+
 )% 4  ! "

+
 !     "

+
'  ' 0'  ! "

+2
#   (  "#   %  %   "
            &  ! ! )&5 #  
     ! 
 "!           
 
  #            %! 
!   "
˜ '       
 "

+0
*   ! !!    & 
     
      & **   "

+
#  %   )           
%! !   "
   /    !          6
/      !   7*  7"
) !    .#. #8
   
9     
   ) *:

 ) *:
 ) *:

+
 ! !(  ';        %!  % % 
 !      ( "
!     < (  %   $!  / !     
 "
!   ) *: "
*   !    %       8 = $   !"

+-
$ !    (    ! &!     -"---  
!    "
5--"---  !    4        !  >"*  
!   %  %       "
     !         *:
      ! 
!   !        )  % #     !
   ) !  
   !  "

       
       

+
              "--/

/    "" !! %    ! 
 "
   /    $
          &     "
' %  !       "4   
?     
  !              "

+
 !!       7#!  7"
@%  ! !  (  %!   #  "
*) *:!     %      !! ! &
!    !      !   ) *:"
  ! !!!   ?9  "'  
 =   ) *:8 = $

!!
    !!         %   *   

     !        "    !!% 
           !! !  "

#%          !!        ?  ' 
'          !     !    !   

  9! "



#    !  !          
    !!    !     % 
 "

 
  
  

Indonesia yang tengah meniti jalan menuju demokrasi mengalami kedua aspek ô   dan
 ô seperti dipaparkan diatas. Sampai derajat tertentu misalnya, ô  ô   yang
diterapkan IMF berkenaan dengan bantuan keuangan pada masa krisis ekonomi berpengaruh
baik secara langsung ataupun tidak langsung terhadap perjalanan demokratisasi di Indonesia.

Dalam kaitannya dengan konteks  ô , politik luar negeri Indonesia sejak kejatuhan
pemerintahan Orde Baru pada tahun 1998 tidak dapat dilepaskan dari perubahan politik
secara masif yang mengikuti kejatuhan pemerintahan otoritarian tersebut. Pemerintahan
Habibie, yang menggantikan Suharto, merupakan salah satu contoh tepat untuk
menggambarkan pertautan antara proses demokratisasi dan kebijakan luar negeri dari sebuah
pemerintahan di masa transisi.

Di awal masa pemerintahannya, Habibie menghadapi persoalan legitimasi yang cukup


serius.´ Akan tetapi, Habibie berusaha mendapatkan dukungan internasional melalui
beragam cara. Diantaranya, pemerintahan Habibie menghasilkan dua Undang-Undang (UU)
yang berkaitan dengan perlindungan atas hak asasi manusia. Pertama adalah UU no.5/1998
mengenai Pengesahan âô ô   ô    ô
â 
  ô  
   ô  
 dan UU no.29/1999 mengenai 
 âô ô ô

 ô ô  ô ô     ô . Selain itu, pemerintahan Habibie
pun berhasil mendorong ratifikasi empat konvensi internasional dalam masalah hak-hak
pekerja. Pembentukan Komnas Perempuan juga dilakukan pada masa pemerintahan Habibie
yang pendek tersebut.

Dengan catatan positif atas beberapa kebijakan dalam bidang HAM yang menjadi perhatian
masyarakat internasional ini, Habibie berhasil memperoleh legitimasi yang lebih besar dari
masyarakat internasional untuk mengkompensasi minimnya legitimasi dari kalangan
domestik. Hubungan Habibie dengan lembaga International Monetary Fund (IMF) dapat
dijadikan ilustrasi yang menarik dalam hal ini. Sebelumnya, IMF mendesak Suharto untuk
menghentikan proyek pembuatan pesawat Habibie yang berbiaya tinggi pada bulan Januari
1998, tepat ketika suhu politik dan keberlangsungan pemerintahan Suharto sedang
dipertanyakan. Akan tetapi, belakangan ketika ia berkuasa, Habibie mendapatkan kembali
kepercayaan dari dua institusi penting yaitu IMF sendiri dan Bank Dunia. Kedua lembaga
tersebut memutuskan untuk mencairkan program bantuan untuk mengatasi krisis ekonomi
sebesar 43 milyar dolar dan bahkan menawarkan tambahan bantuan sebesar 14 milyar
dolar.´

Hal ini memperlihatkan bahwa walaupun basis legitimasi dari kalangan domestik tidak
terlampau kuat, dukungan internasional yang diperoleh melalui serangkaian kebijakan untuk
memberi image positif kepada dunia internasional memberi kontribusi positif bagi
keberlangsungan pemerintahan Habibie saat periode transisi menuju demokrasi dimulai.

Pemerintahan Habibie pula yang memberi pelajaran penting bahwa kebijakan luar negeri,
sebaliknya, juga dapat memberi dampak negatif bagi kelangsungan pemerintahan transisi.
Kebijakan Habibie dalam persoalan èimor-èimur menunjukan hal ini dengan jelas. Habibie
mengeluarkan pernyataan pertama mengenai isu èimor èimur pada bulan Juni 1998 dimana
ia mengajukan tawaran untuk pemberlakuan otonomi seluas-luasnya untuk provinsi èimor
èimur. Proposal ini, oleh masyarakat internasional, dilihat sebagai pendekatan baru.

Di akhir 1998, Habibie mengeluarkan kebijakan yang jauh lebih radikal dengan menyatakan
bahwa Indonesia akan memberi opsi referendum untuk mencapai solusi final atas masalah
èimor èimur.

Beberapa pihak meyakini bahwa keputusan radikal itu merupakan akibat dari surat yang
dikirim Perdana Menteri Australia John Howard pada bulan Desember 1998 kepada Habibie
yang menyebabkan Habibie meninggalkan opsi otonomi luas dan memberi jalan bagi
referendum. Akan tetapi, pihak Australia menegaskan bahwa surat tersebut hanya berisi
dorongan agar Indonesia mengakui hak menentukan nasib sendiri (
 ô 
  ô) bagi masyarakat èimor èimur. Namun, Australia menyarankan bahwa hal
tersebut dijalankan sebagaimana yang dilakukan di Kaledonia Baru dimana referendum baru
dijalankan setelah dilaksanakannya otonomi luas selama beberapa tahun lamanya. Karena itu,
keputusan berpindah dari opsi otonomi luas ke referendum merupakan keputusan
pemerintahan Habibie sendiri. ´

Aksi kekerasan yang terjadi sebelum dan setelah referendum kemudian memojokkan
pemerintahan Habibie. -egitimasi domestiknya semakin tergerus karena beberapa hal.
Pertama, Habibie dianggap tidak mempunyai hak konstitusional untuk memberi opsi
referendum di èimor èimur karena ia dianggap sebagai presiden transisional. Kedua,
kebijakan Habibie dalam isu èimor èimur merusakan hubungan saling ketergantungan antara
dirinya dan Jenderal Wiranto, panglima èNI pada masa itu.´

Habibie kehilangan legitimasi baik dimata masyarakat internasional maupun domestik. Di


mata internasional, ia dinilai gagal mengontrol èNI, yang dalam pernyataan-pernyataannya
mendukung langkah presiden Habibie menawarkan refendum, namun di lapangan
mendukung milisi pro integrasi yang berujung pada tindakan kekerasan di èimor èimur
setelah referendum.´

Di mata publik domestik, Habibie juga harus menghadapi menguatnya sentimen nasionalis,
terutama ketika akhirnya pasukan penjaga perdamaian yang dipimpin Australia masuk ke
èimor èimur. Sebagai akibatnya, peluang Habibie untuk memenangi pemilihan presiden pada
bulan September 1999 hilang. Sebaliknya, citra èNI sebagai penjaga kedaulatan territorial
kembali menguat. Padahal sebelumnya peran politik èNI menjadi sasaran kritik kekuatan pro
demokrasi segera setelah jatuhnya Suharto pada bulan Mei 1998.

You might also like