Professional Documents
Culture Documents
MAKALAH
Oleh:
TOPIK NUGROHO
20090720033
JURUSAN TARBIYAH
1431/2010
EKONOMI ISLAM KONTEMPORER
A. Pendahuluan
Dalam perkembangannya, ekonomi merupakan hal yang sangat penting dari individu
kelompok ataupun Negara. Di saat krisis ekonomi dunia yang terjadi beberapa waktu lalu
ekonomi islam muncul di saat perekonomian modern lambat dalam menghadirkan solusi atas
problematika ekonomi kontemporer Bahkan oleh kalangan tertentu menganggap bahwa
perekonomian neoklasik dianggap telah mati. Dan dalam persoalan yang terjadi pada saat ini
system kapitalis barat telah gagal menyelesaikan persoalan kemanusiaan, sosial ekonomi suatu
Negara. Setelah itu timbul perdebatan tentang ekonomi islam itu sendiri dan menjadikannnya
sebagai ekonomi yang tanpa riba’
B. Pembahasan
Ekonomi Islam, menurut para pembangun dan pendukungnya, dibangun di atas, atau
setidaknya diwarnai, oleh prinsip-prinsip relijius, berorientasi dunia dan akhirat. Dalam
tataran paradigm seperti ini, para ekonom muslim masih dalam satu kata, atau setidaknya,
tidak ada perbedaan yang berarti. (Adiwarman Karim, 2002: 13)
Mayoritas para ekonom Muslim sepakat mengenai dasar pilar atau fondasi filosofis system
ekonomi Islam: Tauhid, Khilafah, Ibadah, dan Takaful. ( Aslam Haneef, 1995:2) Khurshid
Ahmad menambahkan: Rububiyyah dan Tazkiyah , serta Mas- uliyyah (accountability) .
Namun ketika dipertanyakan lebih lanjut: apa dan bagaimana ekonomi Islam itu? Di sinilah
terjadi perbedaan, sehingga ada yang membagi mazhab ekonomi Islam itu menjadi tiga yaitu;
mazhab Baqir al-Sadr, mazhab mainstream, dan mazhab alternatif-kritis . Namun sayang
pengembangan pemikiran ketiga mazhab ini belum begitu gencar, kecuali mazhab mainstream,
dan nampaknya masih menunggu pemikiran cerdas dan kreatif dari para pendukungnya untuk
mengembangkanya. Ada beberapa ekonomi muslim yang mendefinisikan ekonomi islam tersebut
antara lain:
Menurut SM.Hasanuzzaman dalam ”Definition of Islamic Economics” sebagaimana yang
dikutip oleh Dawam Raharjo adalah ”Pengetahuan dan penerapan perintah-perintah dan tata cara
yang ditetapkan oleh syari’at dengan tujuan mencegah ketidakadilan dalam penggalian dan
penggunaan sumberdaya material guna memenuhi kebutuhan manusia yang memungkinkan
mereka melaksanakan kewajiban kepada Allah dan Masyarakat. (Dawam raharjo, 1997:6)
Berbeda dengan Hasanuzzaman, Nejatullah Siddiqie melihat ekonomi Islam hanya sebagai
tanggapan pemikir-pemikir muslim terhadap tantangan ekonomi pada zamannya dimana dalam
upaya ini mereka dibantu oleh al-Qur’an dan Sunnah yang disertai dengan argumentasi dan
pengalaman yang empiris1 (Nejatullah Siddiqie ,1992)
Sementara menurut Muhammad Abdul Mannan, Ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan
yang mempelajari maslah-masalah ekonomi rakyat yang berazaskan norma dan nilai-nilai Islam.
(MA.Mannan,1993)
Pada bagian lain Louis Cantori dalam Chapra (2001) mengatakan, Ekonomi Islam pada
hakekatnya adalah upaya untuk memformulasikan suatu ilmu ekonomi yang berorientasi kepada
manusia dan masyarakat yang tidak mengakui individualisme yang berlebih-lebihan
sebagaimana dalam ekonomi klasik. (Umar Chapra, 2001)
Pada konteks yang sama dalam hal ini Chapra, melihat ekonomi islam bukan hanya sekedar
tanggapan pemikir, tapi merupakan cabang ilmu yang membantu merealisasikan kesejahtaraan
manusia melalui alokasi dan distribusi sumberdaya yang langka dan sejalan dengan syari’ah
islam tanpa membatasi kreativitas individu ataupun menciptakan suatu ekonomi makro atau
ekologis. (Umar Chapra,1996)
Namun demikian,ekonomi islam merupakan ajaran dari syari’at islam oleh karena itu
setiap muslim harus mengimaninya
Artinya:” Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan
(agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang
tidak Mengetahui.” (QS. Al Jatsiyah: 18)
Salah satu ajaran Islam yang mengatur kehidupan manusia adalah aspek ekonomi (mua’malah,
iqtishodiyah ). Ajaran Islam tentang ekonomi cukup banyak, baik dalam Al-quran, Sunnah,
maupun ijtihad para ulama. Hal ini menunjukkan bahwa perhatian Islam dalam masalah ekonomi
sangat besar. Ayat yang terpanjang dalam Al-Quran justru berisi tentang masalah perekonomian,
bukan masalah ibadah (mahdhah) atau aqidah. Ayat yang terpanjang itu ialah ayat 282 dalam
surah Albaqarah, yang menurut Ibnu Arabi ayat ini mengandung 52 hukum/malasah ekonomi).
C.C. Torrey dalam The Commercial Theological Term in the Quran menerangkan bahwa
Alquran memakai 20 terminologi bisnis. Ungkapan tersebut malahan diulang sebanyak 720
kali.Dua puluh terminologi bisnis tersebut antara lain, 1.Tijarah, 2. Bai’, 3. Isytara, 4. Dain
(Tadayan) , 5. Rizq, 6. Riba, 7. dinar, 8. dirham, 9. qismah 10. dharb/mudharabah, 11. Syirkah,
12. Rahn, 13.Ijarah/ujrah, 14. Amwal 15.Fadhlillah 17. akad/’ukud 18. Mizan (timbangan) dalam
perdagangan, 19. Kail (takaran) dalam perdagangan, 20. waraq (mata uang).
Nabi Muhammad menyebut, ekonomi adalah pilar pembangunan dunia. Dalam berbagai
hadits ia juga menyebutkan bahwa para pedagang (pebisnis) sebagai profesi terbaik, bahkan
mewajibkan ummat Islam untuk menguasai perdagangan.
“ Hendaklah kamu kuasai bisnis, karena 90 % pintu rezeki ada dalam bisnis”. (H.R.Ahmad)
Demikian besarnya penekanan dan perhatian Islam pada ekonomi, karena itu tidak
mengherankan jika ribuan kitab Islam membahas konsep ekonomi Islam. Kitab-kitab fikih
senantiasa membahas topik-topik mudharabah, musyarakah, musahamah, murabahah, ijarah,
wadi’ah, wakalah, hawalah, kafalah, jialah, ba’i salam,istisna’, riba, dan ratusan konsep
muamalah lainnya. Selain dalam kitab-kitab fikih, terdapat karya-karya ulama klasik yang
sangat melimpah dan secara panjang lebar (luas) membahas konsep dan ilmu ekonomi Islam.
Pendeknya, kajian-kajian ekonomi Islam yang dilakukan para ulama Islam klasik sangat
melimpah.
Seluruh kitab fikih Islam membahas masalah muamalah, contoh : Al-Umm (Imam
Syafi’i), Majmu’ Syarah Muhazzab (Imam Nawawi), Majmu Fatawa (Ibnu Taimiyah). Sekitar
1/3 isi kitab tersebut berisi tentang kajian muamalah. Oleh karena itulah maka Prof. Dr.Umer
Ibrahim Vadillo (intelektual asal Scotlandia) pernah menyatakan dalam ceramahnya di Program
Pascasarjana IAIN Medan, bahwa 1/3 ajaran Islam tentang muamalah.
Materi kajian ekonomi Islam pada masa klasik Islam itu cukup maju dan berkembang. Shiddiqi
dalam hal ini menuturkan :
“Ibnu Khaldun has a wide range of discussions on economics including the subject value,
division of labour, the price system, the law of supply and demand, consumption and production,
money, capital formation, population growth, macroeconomics of taxation and public
expenditure, trade cycles, agricultural, industry and trade, property and prosperity, etc. He
discussses the various stages through which societies pass in economics progress. We also get
the basic idea embodied in the backward-sloping supply curve of labour” ( M. Nejatullah
Shiddiqy, 1976: 261)
(Artinya, “Ibn Khaldun membahas aneka ragam masalah ekonomi yang luas, termasuk ajaran
tentang tata nilai, pembagian kerja, sistem harga, hukum penawaran dan permintaan/Supply and
demand, konsumsi dan produksi, uang, pembentukan modal, pertumbuhan penduduk, makro
ekonomi dari pajak dan pengeluaran publik, daur perdagangan, pertanian, industri dan
perdagangan, hak milik dan kemakmuran, dan sebagainya. Ia juga membahas berbagai tahapan
yang dilewati masyarakat dalam perkembangan ekonominya. Kita juga menemukan paham dasar
yang menjelma dalam kurva penawaran tenaga kerja yang kemiringannya berjenjang mundur).”
Boulakia bahkan menyatakan bahwa Ibnu Khaldun jauh mendahului Adam Smith, Keyneys,
Ricardo dan Robert Malthus.
(Ibnu Khaldun discovered a great number of fundamental economic notions a few centuries
before their official births. He discovered the virtue and the necessity of a division of labour
before Smith and the principle of labour value before Ricardo. He elaborated a theory of
population before Malthus and insisted on the role of the state in the economy before Keyneys.
But much more than that, Ibnu Khaldun used these concepts to build a coherent dinamics system
in which the economic mechanism inexorably led economic activity to long term fluctuation...”.)
(Ibn Khaldun, 1971: 1105-1118)
(Artinya, “Ibn Khaldun telah menemukan sejumlah besar ide dan pemikiran ekonomi
fundamental beberapa abad sebelum kelahiran ”resminya” (di Eropa). Ia menemukan keutamaan
dan kebutuhan suatu pembagian kerja sebelum ditemukan Smith dan prinsip tentang nilai kerja
sebelum Ricardo. Ia telah mengolah suatu teori tentang kependudukan sebelum Malthus dan
mendesak akan peranan negara di dalam perekonomian sebelum Keynes. Bahkan lebih dari itu,
Ibn Khaldun telah menggunakan konsepsi-konsepsi ini untuk membangun suatu sistem dinamis
yang mudah dipahami di mana mekanisme ekonomi telah mengarahkan kegiatan ekonomi
kepada fluktuasi jangka panjang…:”)
Ekonomi Islam di masa lampau telah berkembang dengan begitu pesatnya.Tetapi sangat
disayangkan, ( sejak abad 13 s/d pertengahan abad 20 ), ajaran –ajaran Islam tentang ekonomi
ditelantarkan dan diabaikan kaum muslimin. Akibatnya ekonomi Islam terbenam dalam sejarah
dan mengalami kebekuan ( stagnasi ). Ummat Islam tertinggal dan terpuruk dalam bidang
ekonomi Sehingga masuklah kolonialisme barat dan mengajarkan doktrrin-doktrin ekonomi
ribawi (kapitalisme), khususnya sejak abad 18 sd abad 20. Proses ini berlangsung lama, sehingga
paradigma dan sibghah ummat Islam menjadi terbiasa dengan sistem kapitalisme dan malah
sistem, konsep dan teori-teori islam menjadi berkarat dalam pemikiran ummat Islam. Maka
sebagai konsekuensinya, ketika ajaran ekonomi Islam kembali mau ditawarkan kepada ummat
Islam, mereka melakukan penolakan, karena dalam pikirannya telah mengkristal pemikiran
ekonomi ribawi, pemikiran ekonomi kapitalisme. Padahal ekonomi syari’ah adalah ajaran Islam
yang harus diikuti dan diamalkan.
Sikap ummat Islam (utamanya para ulama dan intelektual muslim) yang mengabaikan kajian-
kajian muamalah sangat disesalkan oleh ulama (para ekonom muslim). Prof. Dr.Muhammad
Nejatullah Ash-Shiddiqi mengatakan dalam buku ”Muslim Economic Thinking”, sebagai berikut
“The ascendancy of the Islamic civilization and its dominance of the world scene for a
thousand years could not have been unaccompanied by economic ideas as such. From Abu
Yusuf in the second century to Tusi and Waliullah we get a contiunity of serious discussion on
taxation, government expenditure, home economics, money and exchange, division of labour,
monopoly, price control, etc, Unfortunelly no serious attention has been paid to this heritage by
centres of academic research in economics. (M Nejatullah Shiddqy, 1976: 264)
Artinya, “Kejayaan peradaban Islam dan pengaruhnya atas panggung sejarah dunia untuk 1000
tahun, tidak mungkin tanpa diiringi dengan ide-ide (pemikiran) ekonomi dan sejenisnya. Dari
Abu Yusuf pada abad ke 2 Hijriyah sampai ke Thusi dan Waliullah kita memiliki
kesinambungan dari serentetan pembahasan yang sungguh-sungguh mengenai perpajakan,
pengeluaran pemerintah, ekonomi rumah tangga, uang dan perdagangan, pembagian kerja ,
monopoli, pengawasan harga dan sebagainya. Tapi sangat disayangkan, tidak ada perhatian yang
sungguh-sungguh yang diberikan atas khazanah intelektual yang berharga ini oleh pusat-pusat
riset akademik di bidang ilmu ekonomi”.
Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit
Usaha Syariah’ mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya.( UU RI NO.21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah Bab 1
Pasal 1)
Dasar hukum dari syariah tersebut adalah Al Quran , Surrah Al-baqarah ayat 275:
Pada November 1997, 16 bank ditutup (dilikuidasi), berikutnya 38 bank, Selanjutnya 55
buah bank masuk kategori BTO dalam pengawasan BPPN. Tetapi kondisi itu berbeda dengan
perbankan syari`ah. Hal ini disebabkan karena bank syari`ah tidak dibebani membayar bunga
simpanan nasabah. Bank syari`ah hanya membayar bagi hasil yang jumlahnya sesuai dengan
tingkat keuntungan perbankan syari`ah. Dengan sistem bagi hasil tersebut, maka jelas bank-bank
syari`ah selamat dari negative spread.
Sedangkan bank-bank yang lain bisa selamat karena bantuan pemerintah (BLBI) 700an
triliun rupiah yang sampai hari ini bermasalah. Kalau tidak ada BLBI dan rekapitalisasi, berupa
suntikan obligasi dari pemerintah, niscaya semua bank tewas dilikuidasi.
Pada masa krisis moneter berlangsung, hampir seluruh bank melakukan kebijakan uang
ketat. Kucuran kredit dihentikan, karena cuaca perekonomian yang tak kondusif, di mana suku
bunga yang tinggi pasti menyulitkan nasabah untuk membayar bunganya. Berbeda dengan bank
konvensional yang mengetatkan kucuran kredit, bank syari`ah malah sebaliknya, yaitu dengan
mengekstensifkan kucuran pembiyaannya, baik kepada pegusaha kecil maupun menengah. Hal
ini terbukti, di masa krisis yang lalu di mana sampai akhir 1998, ketika krisis tengah melanda,
bank Muamalat menyalurkan pembiayaan Rp 392 milyard. Dan sampai akhir 1999 ketika krisis
masih juga berlangsung bank Muamalat meningkatkan pembiayaannya mencapai Rp 527 mil-
yard, dengan tingkat kemacetan 0% (non ferforming loan). Pada saat itu malah CAR Bank
Muamalat sempat mencapai 16,5%, jauh di atas CAR minimal yang ditetapkan BI (hanya 4%).
Peluang itu ternyata disambut antusias oleh kalangan perbankan konvensional. Beberapa
bank yang konversi dan akan membuka cabang syari`ah antara lain bank Syariah Mandiri, Bank
IFI Syari’ah, Bank BNI Syariah, BRI Syari’ah, Bank DKI Syari’ah, Bank Bukopin Syari’ah,
Bank BTN Syari’ah, Bank Niaga Syari’ah, dll. Kini telah berkembang 19 Bank Syariah, 25
Asuransi Syari’ah, Pasar Modal syari’ah, Pegadaian Syari’ah dan lebih 3200 BMT (Koperasi
Syariah), dan Ahad – Net Internasional yang bergerak di bidang sektor riel.
Kalau pada masa lalu, sebelum hadirnya lembaga–lembaga keuangan syariah, umat Islam secara
darurat berhubungan dengan lembaga keuangan ribawi, tetapi pada masa kini, di mana lembaga
keuangan syariah telah berkembang, maka alasan darurat tidak ada lagi. Ini artinya, dana umat
Islam harus masuk ke lembaga – lembaga keuangan syariah yang bebas riba.
C.Kesimpulan
Islam sebagai ad-din mengandung ajaran yang sempurna (syumul) diantaranya adalah
Mu’amallah iqtisodiyah yang berlandaskan pada Al Qur’an, As Sunah dan ijtihad para ulama.
Ajaran islam mengutamakan syari’ah dalam berbagai macam bentuk kegiatan ekonomi atau
kegiatan bisnis lainnya tanpa mengambil riba sedikitpun atau dengan system bagi hasil. Dan
keharusan umat islam untuk mengikuti syari’ah tersebut dan meninggalkan ekonomi
konvensioanal.
Daftar pustaka
http://kontekstualita.com/index.php?option=com_content&view=article&id=87:rekonstruksi-
sejarah-pemikiran-ekonomi-islam-menggugat-anakronisme-sejarah-mainstream-
ekonomi&catid=39:kontekstualita-volume-24-nomor-1-juni-2009&Itemid=56
http://media.isnet.org/islam/Paramadina/Jurnal/Arab4.html