You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Landasan Teori

Dalam islam sebenarnya terdapat lebih dari satu aliran teologi ada aliran
yang bersifat Liberal, ada yang bersifat tradisional, ada pula yang mempunyai sifat
antara Liberal dan Tradisional. Hal ini mungkin ada hikmahnya. Bagi orang yang
bersifat tradisional, mungkin lebih sesuai dengan jiwanya teori tradisonal,
sedangkan orang yang bersifat liberal dalam pikirannya, lebih dapat menerima teori-
teori liberal dalam pemikirannya. Dalam soal fatalisme dan free will, umpamanya,
orang yang bersifat liberal tidak dapat menerima paham fatalisme. Baginya free will
yang terdapat dalam teori liberal lebih sesuai dengan jiwanya.

Semua aliran juga berpegang kepada wahyu. Dalam hal ini perbedaan yang
terdapat antara aliran-aliran itu hanyalah perbedaan dalam imprementasi mengenai
teks ayat-ayat Al Qur’an dan Hadist. Perbedaan dalam hal interpretasi inilah yang
sebenarnya menimbulkan aliran-aliran yang berlainan itu. Hal ini tidak ubahnya
sebagai hal yang terdapat dalah hukum islam atau fiqih. Disana juga, perbedaan
inerpretasilah yang melahirkan madzab-madzab seperti yang dikenal sekarang, yaitu
Madzab Hanafi, Madzab Mailiki, Madzab Syafi’i, dan Madzab Hanafi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana bentuk – bentuk Aliran –aliran Islam dalam ilmu Akhlak ?

2. Bagaimana fungsi Aliran-aliran tersebut dalam Islam ?

1.3 Tujuan

1. Mengaji tentang adanya perbedaan aliran di dalam Islam.

2. Merujukan adanya perbedaan tersebut terhadap pandangan Islam.

BAB II
1
PEMBAHASAN

Sebagai akibat dari paerbedaan paham yang terdapat dalam aliran-aliran teologi
islam mengenai soal kekuatan akal, fungsi wahyu dan kebebasan serta kekuatan manusia
atas kehendak dan perbuatannya, terdapat pula perbedaan paham tentang kekuasaan dan
kehendak Tuhan. Bagi aliran yang berpendapat bahwa akal mempunyai daya besar, dan
manusia bebas dan berkuasa atas kehendak dan perbuatannya, kekuasaan dan kehendak
Tuhan pada hakekatnya tidak lagi bersifat mutlak semutlak-mutlaknya. Dengan
demikian bagi kaum Asy'ariah Tuhan berkuasa dan berjehendak mutlak sedangkan bagi
kaum Mu’tazilah, kekuasaan dan kehendak Tuhan tidak lagi bersifat mutlak semutlak-
mutlaknya.

Tuhan adalah pencipta alam semesta, termasuk didalamnya manusia sendiri.


Selanjutnya Tuhan bersifat Mahakuasa dan mempunyai kehendak yang bersifat mutlak.
Dari sini timbullah pertanyaan sampai dimanakah manusia sebagai ciptaan Tuhan
bergantung pada kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan dalam menentukan perjalanan
hidupnya? Diberi Tuhankah manusia kemerdekaan dalam mengatur hidupnya? Ataukah
manusia terikat seluruhnya pada kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan?

Pemikiran Jabariyah dan Qadariyah memang pernah untuk sesaat mengharu biru
dunia Islam, setidaknya untuk kurun waktu tertentu di wilayah tertentu. Namun
alhamdulillah keduanya sudah mati karena tidak ada pengikutnya. Kematian kedua
ajaran ekstrim dan fatalis itu tidak lain karena memang tidak sesuai dengan nurani dan
logika berpikir yang sehat. Selain tentunya memang tidak sesuai dengan apa yang Allah
SWT ajarakan di dalam kitab suci-Nya.

2.1 Paham Jabariyah

Kaum Jabariyah berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan


dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Manusia dalam paham ini terikat pada
kehendak mutlak Tuhan. Jadi nama Jabariyah berasal dari kata Jabara yang
mengandung arti memaksa. Memang dalam aliran ini terdapat paham bahwa manusia
mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa. Dalam istilah inggris paham ini

2
disebut fatalisme atau predestination. Perbuatan-perbuatan manusia telah ditentukan dari
semula oleh Qada dan Qadar Tuhan.

Masyarakat arab sebelum islam kelihatannya dipengaruhi oleh paham jabariyah


ini. Bangsa arab, yang pada waktu itu bersifat serba sederhana dan jauh dari
pengetahuan, terpaksa menyesuaikan hidup mereka dengan suasana padang pasir,
dengan panasnya yang terik serta tanah dan gunungnya yang gundul. Dalam dunia yang
demikian, mereka tidak banyak melihat jalan untuk merubah keadaan disekeliling
mereka sesuai dengan keinginan mereka sendiri. Mereke merasa dirinya lemah dan tek
berkuasa dalam menghadapi kesukaran hidup yang ditimbulkan oleh suasana padang
pasir. Dalam kehidupan sehari-hari mereka banyak tergantung pada kehendak Nature.
Hal ini membawa mereka pada sikap fatalistis.

Oleh karena itu ketika paham Qadariyah dibawa di kalangan mereka oleh orang-
orang islam yang bukan dari arab padang pasir, hal itu menimbulkan kegooncangan pada
pemikiran mereka, paham Qadariyah itu mereka anggap bertentangan dengan ajaran
islam.

Paham jabariyah muncul karena terpengaruh dengan pemikiran dari aliran


Determinismus dalam Theologis Islam. Paham ini mula-mula timbul di Khurasan
(Persia) dengan pemimpinnya yang pertama bernama Jaham bin Shafwan. Sehingga
aliran sesat ini disebut juga Madzhab Jahamiyah. Jaham bin Shafwan mendirikan aliran
Jabariyah ini belajar dari seorang Yahudi yang masuk Islam bernama Thalud bin
A’sam.

Prinsip kesesatannya adalah bahwa manusia diibaratkan sebagai kapas yang


berterbangan mengikuti tiupan angin. Manusia tidak mempunyai kemampuan memilih
jalan hidupnya. Perbuatan baik atau jahat yang dilakukan manusia sudah ditetapkan
Allah. Untuk lebih keren, paham sesat Jabariyah suka pakai ayat Quran yang dipahami
secara aneh dan keliru, sekedar untuk melegitimasi pendiriannya yang menyimpang.
Misalnya ayat berikut ini:

Sesungguhnya Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu. (QS.
Ash-Shaffat: 96)

2.2 Paham Qadariyah

3
Dalam menentang paham Jabariyah, paham Qadariyah justru secara ekstrim
menyangkal adanya kekuasaan Allah. Manusia sebagai makhluk Allah secara mutlak
dapat menentukan sendiri segala sesuatu dalam hidupnya. Dalam pandangan aqidah
sesat ini, Allah SWT sudah tidak berkuasa lagi setelah mencipta. Tugas Allah SWT
hanya mencipta, setelah itu Allah sudah tidak punya kuasa apa-apa lagi kepada makhluk
yang diciptakan-Nya iut. Kekuasan kemudian ada di tangan manusia. Manusia lah yang
kemudian mengatur dirinya dan alam semesta melalui hukum sebab akibat.

Jelas sekali paham ini dan benar-benar telah jauh menyimpang dari arah aqidah
yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Maka sepakat para ulama akidah untuk
menyebutkan bahwa akidah Qadariyah ini adalah akidah yang sesat dan menyimpang
serta merupakan bid’ah yang sesat.

Tapi biar kelihatan benar, terpaksa para pemuka aliran ini menggunakan ayat
Quran yang ditafsir-tafsrikan sekenanya sebagai dalil. Mumpung banyak umat Islam
yang buta huruf Arab dan tidak mengerti tafsir dengan benar. Dan kenyataannya,
kebodohan umat Islam itu memang sangat efektif untuk membawa mereka ke arah
pengaburan akidah.

Biasanya yang paling sering dipakai dan jadi korbannya adalah ayat berikut ini:

Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (QS. Ar-Ra’ad: 11)

Paham ini tidak lain hanyalah sebuah Indeterminismus Theologis Islam. Tokoh
yang sering disebut-sebut sebagai pelopornya antara lain Ma’bad al-Juhani al-Bisri
dan al-Ja’du bin Dirham, sekitar tahun 70 Hijriah atau 689 Masehi.

Karena memang sangat bertentangan, terkadang terjadi hal yang lucu. Kedua
aliran sesat itu kemudian saling bertikai dengan cara yang memalukan. Tidak jarang
mereka saling mencaci dan memaki, bahkan sampai ke tingkat pertumpahan darah.
Seharusnya hal tersebut tidak perlu terjadi, bilamana masing-masing pihak mengetahui
dan menyadari bahwa paham-paham tadi sebenarnya bersumber dari luar ajaran Islam.

Dua paham fatalis itu sesungguhnya lahir dari kerancuan berpikir pada filsouf
jadul di masa Yunani Kuno. Pada masa penerjemahan besar-besaran terhadap ilmu

4
pengetahuan dari Eropa ke dalam bahasa Arab, rupanya ada orang-orang yang masih
lemah iman ikut-ikutan mempelajari kerancuan filsafat Eropa itu.

Adalah Thalud bin A’sam, seorang yang asalnya beragama yahudi, lantas
masuk Islam, yang sering disebut-sebut paling bertanggug-jawab dalam masalah
penyebaran aliran ekstrim dan pemikiran fatalis ini.

2.3 Ahlussunah

Kemunculan I’tiqad Ahlussunah merupakan jawaban terhadap gejolak yang


tumbuh dari berbagai paham keagamaan, antara lain paham Mu’tazilah yang mendapat
dukungan dari tiga khalifah Abbasiyah pada abad ke-3 H. yaitu al-Makmun bin Harun
al-Rasyid (198-218 H/813-833 M). Al-Muktashim (218-227 H/833-842 M). dan Al-
Watsiq (227-232 H/842-847 M). Pada pemerintahan al-Makmun paham ini dijadikan
paham resmi negara. Karena paham Mu’tazilah telah menjadi paham resmi negara, maka
kaum Mu’tazilah mulai menyebarkan ajarannya dengan cara paksa, hal ini sampai
berlanjut pada pemaksaan paham aliran melalui jalur kekuasaan.

Akidah Ahlus Sunnah Waljamaah adalah akidah yang diyakini oleh Rasulullah
SAW bersama sahabat-sahabatnya, yang saat itu dikenal dengan akidah Islamiyah.

Sedang golongan Ahlus Sunnah Waljamaah adalah golongan yang berpegang


dengan apa-apa yang diyakini dan dikerjakan oleh Rasulullah SAW bersama sahabat-
sahabatnya.

Dasar mereka adalah sabda Rasulullah SAW yang berbunyi :

‫ هى ما انا عليه واصحابى‬: ‫الفرقة الناجية‬

“ Golongan yang selamat dan akan masuk surga adalah golongan yang berpegang
dengan apa-apa yang aku kerjakan bersama sahabat-sahabatku.”

Dasar-Dasar Akidah Ahlussunah

1. Ilmu Ushuluddin

5
a. Pengertian Ilmu Ushuluddin

Ilmu Ushuluddin atau biasa disebut sebagai Ilmu Kalam, Ilmu Tauhid, Ilmu
‘Aqaid, Ilmu Sifat Dua Puluh, Theologi. Apapun istilah yang dipakai untuk ilmu ini,
maksud dan tujuannya tetap sama yaitu, ilmu yang mempelajari tentang dasar-dasar
keyakinan agama Islam (iman), dan segala hal yang berhubungan dengan iman,
diantaranya sifat wajib, mustahil dan jaiz bagi Allah, dan sifat wajib jaiz, mustahil bagi
para Rasul dan lain-lain.

b. Manfaat Mempelajari Ilmu Ushuluddin

Sesuai hukum akal sehat, mendalami segala sesuatu yang berupa ilmu, pasti akan
menimbulkan hukum manfaat. Demikian juga dengan ilmu Ushuluddin, mempelajari
ilmu ini, akan memberi manfaat kepada kita berupa :

Pertama, akan membuahkan keyakinan yang mendalam terhadap Allah SWT,


sehingga dapat membebaskan manusia dari belenggu materi yang melalaikan, misalnya
penyembahan terhadap kekuasaan, uang dan lain-lain. Membebaskan belenggu praktek
kepercayaan yang menyesatkan. Seperti praktek sesajen yang diperuntukkan kepada ruh-
ruh yang diyakininya.

Kedua, dengan keyakinan yang mendalam, akan mendorong kita melakukan


kebaikan dan menjauhi larangan. Misalnya, mengerjakan amal ibadah, karena kita yakin
akan adanya hari pembalasan.

2. Iman

a. Pengertian Iman

Iman secara bahasa (lughat) berasal dari bahasa Arab dari kata dasar (Madly)
aamana, yang mengambil bentuk masdar iimaanan yang berarti, membenarkan dan
mempercayakan. Iman secara Istilah berarti, percaya sepenuh hati kepada semua yang
telah disampaikan oleh para Rasulullah, yang berupa hukum, perintah, larangan, khabar
dan janji.

b. Kategori Iman

6
Iman sebagai bentuk keyakinan yang tulus tidak hanya terbatas kepada
keyakinan kepada Tuhan semata, tetapi iman merupakan bentuk keyakinan yang
meliputi sebagai berikut:

1. Keyakinan terhadap Tuhan yang Esa dengan beberapa kesempurnaan sifat-Nya,


keyakinan ini biasa disebut sebagai I’tiqad Ilahiyyat (I’tiqad Uluhiyyat).

2. Keyakinan yang berhubungan dengan kenabian biasanya disebut sebagai I’tiqad


Nubuwwiyat (I’tiqad Nubuwwat).

3. Keyakinan yang berhubungan dengan Alam Ghaib (metaphysic) disebut sebagai


I’tiqad Ghaibaat.

c. Syarat Sahnya Iman

Adapun syarat sahnya iman dalam ajaran Ahlussunah, dikenal sebagai


penyerahan dengan ketulusan hati terhadap segala ketentuan hukum Allah SWT.

d. Batalnya Iman

Pertama, akan membebaskan manusia dari belenggu materi yang melalaikan dan
Membebaskan belenggu praktek kepercayaan yang menyesatkan. Seperti kepercayaan
animisme, dinamisme, totemisme dan lain-lain.

Kedua, dengan keyakinan yang mendalam, akan mendorong kita melakukan


kebaikan dan menjauhi larangan, Misalnya, mengerjakan amal ibadah, karena keyakinan
akan adanya hari pembalasan.

e. Rukun Iman

Di antara ajaran akidah Ahlussunah yang berhubungan dengan keyakinan (iman)


digariskan dalam 6 rukun diantaranya:

1. Iman kepada Allah

2. Iman kepada Malaikat-malaikat Allah

3. Iman kepada Kitab-kitab Allah

4. Iman kepada Utusan-utusan Allah

7
5. Iman kepada Hari Kiamat

6. Iman Kepada Qadla dan Qadar Allah.

Beberapa Rukun Iman di atas didasarkan kepada Hadis Nabi Muhammad SAW:

“Maka beritahulah kami (ya Rasulullah) mengenai iman. Nabi menjawab: engkau mesti
percaya kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, Hari
Akhir (Qiamat) dan Qadar (nasib baik dan buruk dari Allah)”. (HR. Imam Muslim).

1. Iman Kepada Allah

Iman kepada Allah, merupakan dasar keyakinan absolut (mutlak) bagi kehidupan
setiap muslim. Dengan percaya dan yakin kepada Allah swt. Kita akan selalu percaya
diri dalam berpijak, karena kita merasa dinangi dalam limpahan kasih-sayang-Nya. Serta
kita tidak merasa sombong dengan hasil-hasil yang kita usahakan, karena semuanya
tidak terlepas dari limpahan Rahmat-Nya. Adapun bentuk iman kepada Allah kita mesti:

a. Mengakui Adanya Allah

b. Mengakui ke-Esaan Allah

c. Mengakui ke-Sempurnaan Allah

Menyakini adanya Allah dengan segala sifat kesempurnaan-Nya, dapat kita


buktikan dengan melihat alam seisinya. Tak mungkin keberagaman alam terwujud
dengan sendirinya tanpa ada yang mewujud-kan, dan satu-satunya yang mewujudkan
adalah Allah. Jadi keberadaan alam semesta ini menunjukkan kepada keberadaan alam
semesta ini menunjukan kepada keberadaan Allah.

2.4 Syiah dan Kaum Mu’tazilah

8
Orang-orang Mu’tazilah ini pada mulanya adalah kaum Syiah yang patah
semangat, karena menyerahnya khalifah Hasan bin Ali bin Abi Thalib kepada khalifah
Muawiyah dari Bani Umayah pada tahun 40 H.

Paham Mu’tazilah yang biasa dikenal sebagai paham rasional dan liberal ini
(lebih mengedepankan akal dan kebebasan) biasanya dalam melahirkan fatwa, lebih
memilih jalur mendahulukan akal dari pada al-Qur’an dan al-Hadits. Dalam arti lain,
paham ini tidak menjadikan al-Qur’an dan al-Hadits sebagai sumber utama secara
mutlak.

Sebagian orang Mu’tazilah menolak kebenaran al-Qur’an dan al-Hadits. Jika


tidak dapat diterima oleh akal sehat. Misalnya, mereka tidak menerima bahwa
Rasulullah SAW. Melakukan Isra’ Mi’raj dengan jasadnya. Paham ini juga dikenal
sebagai penganut paham Qodariyah atau paham yang mengajarkan ajaran free will, free
act (bebas berkehendak dan berbuat).

Gerakan Mu’tazilah muncul di Basyrah (Irak) yang dipimpin oleh Wasil bin
Atho’ (80-131 H) dan Umar bin Ubaid (w. 144 H). Pada permulaan abad ke-3
Mu’tazilah muncul di Baghdad (Irak) yang dipelopori oleh Basyar bin Muktamar.
Basyar merupakan salah satu pimpinan Mu’tazilah di Basyrah yang pindah ke Baghdad.

Seperti disebutkan di atas Mu’tazilah pernah memaksakan paham alirannya.


Kasus ini terjadi pada penyiksaan ulama penganut Madzab Syafi’i diantarnya,
penyiksaan Syaikh Buathi, Pemenggalan leher Imam Ahmad bin Nashir al-Khuza’I;
penyiksaan Imam Ahmad bin Hanbal (Pendiri Mazhab Hanbali) dipenjarakan dan
dicambuk, Isa bin Dinar dipenjarakan selama 20 tahun; Imam Bukhari lari karena
menghindari fitnah dan kejaran penguasa Mu’tazilah. Peristiwa tersebut tercatat dalam
sejarah sebagai “Tragedi Qur’an Mahluk”.

Menghadapi tantangan yang sangat menggoncangkan sendi-sendi I’tiqad Islam,


maka lahirlah dua ulama dalam bidang Ushuluddin bernama Syaih Abu Hasan Al Asy-
ari (260 H/935 M) di Basyrah (Irak) dan Syaih Abu Mansur al-Maturidi (238 H/852 M.)
lahir di Maturid, dekat Samarkand (Asia Tengah).

Kemudian dua tokoh inilah yang dikenal sebagai pembangun Paham Ahlussunah.
Dengan ajarannya yang lebih mengedepankan dalil naqli daripada dalil aqli. Paham

9
inilah yang kemudian merespon (mencoba meluruskan) bentuk pemahaman aliran-aliran
pada waktu itu.

Syiah adalah aliran sempalan dalam Islam dan Syiah merupakan salah satu dari
sekian banyak aliran-aliran sempalan dalam Islam.

Sedangkan yang dimaksud dengan aliran sempalan dalam Islam adalah aliran
yang ajaran-ajarannya menyempal atau menyimpang dari ajaran Islam yang sebenarnya
yang telah disampaikan oleh Rasulullah SAW, atau dalam bahasa agamanya disebut
Ahli Bid’ah.

Selanjutnya oleh karena aliran-aliran Syiah itu bermacam-macam, ada aliran


Syiah Zaidiyah ada aliran Syiah Imamiyah Itsna Asyariah ada aliran Syiah Ismailiyah
dll, maka saat ini apabila kita menyebut kata Syiah, maka yang dimaksud adalah aliran
Syiah Imamiyah Itsna Asyariah yang sedang berkembang di negara kita dan berpusat di
Iran atau yang sering disebut dengan Syiah Khumainiyah.

Hal mana karena Syiah inilah yang sekarang menjadi penyebab adanya
keresahan dan permusuhan serta perpecahan didalam masyarakat, sehingga mengganggu
dan merusak persatuan dan kesatuan bangsa kita.

Tokoh-tokoh Syiah inilah yang sekarang sedang giat-giatnya menyesatkan umat


Islam dari ajaran Islam yang sebenarnya.

Banyak orang yang menyangka bahwa perbedaan antara Ahlussunnah


Waljamaah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) dianggap sekedar
dalam masalah khilafiyah Furu’iyah, seperti perbedaan antara NU dengan
Muhammadiyah, antara Madzhab Safi’i dengan Madzhab Maliki.

Karenanya dengan adanya ribut-ribut masalah Sunni dengan Syiah, mereka


berpendapat agar perbedaan pendapat tersebut tidak perlu dibesar-besarkan. Selanjutnya
mereka berharap, apabila antara NU dengan Muhammadiyah sekarang bisa diadakan
pendekatan-pendekatan demi Ukhuwah Islamiyah, lalu mengapa antara Syiah dan Sunni
tidak dilakukan ?.

Oleh karena itu, disaat Muslimin bangun melawan serangan Syiah, mereka
menjadi penonton dan tidak ikut berkiprah. Apa yang mereka harapkan tersebut, tidak

10
lain dikarenakan minimnya pengetahuan mereka mengenai aqidah Syiah Imamiyah Itsna
Asyariyah (Ja’fariyah). Sehingga apa yang mereka sampaikan hanya terbatas pada apa
yang mereka ketahui.

Semua itu dikarenakan kurangnya informasi pada mereka, akan hakikat ajaran
Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah). Disamping kebiasaan berkomentar,
sebelum memahami persoalan yang sebenarnya.

Sedangkan apa yang mereka kuasai, hanya bersumber dari tokoh-tokoh Syiah
yang sering berkata bahwa perbedaan Sunni dengan Syiah seperti perbedaan antara
Madzhab Maliki dengan Madzahab Syafi’i.

Padahal perbedaan antara Madzhab Maliki dengan Madzhab Syafi’i, hanya


dalam masalah Furu’iyah saja. Sedang perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah
dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah), maka perbedaan-perbedaannya
disamping dalam Furuu’ juga dalam Ushuul.

Rukun Iman mereka berbeda dengan rukun Iman kita, rukun Islamnya juga
berbeda, begitu pula kitab-kitab hadistnya juga berbeda, bahkan sesuai pengakuan
sebagian besar ulama-ulama Syiah, bahwa Al-Qur'an mereka juga berbeda dengan Al-
Qur'an kita (Ahlussunnah).

Apabila ada dari ulama mereka yang pura-pura (taqiyah) mengatakan bahwa Al-
Qur'annya sama, maka dalam menafsirkan ayat-ayatnya sangat berbeda dan berlainan.
Sehingga tepatlah apabila ulama-ulama Ahlussunnah Waljamaah mengatakan : Bahwa
Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) adalah satu agama tersendiri.

BAB III

11
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pada hakikatnya semua aliran tersebut, tidaklah keluar dari islam, tetapi tetap
dalam islam. Dengan demikian tiap orang islam bebas memilih dari aliran-aliran
teologi tersebut, yaitu aliran mana yang sesuai dengan jiwa dan pendapatnya. Hal ini
tidak ubahnya pula dengan kebebasan tiap orang islam memilih madzab fiqih mana
yang sesuai dengan jiwa dan kecenderungannya. Disinilah kelihatan hikmah nabi
Muhammad SAW: ” Perbedaan Paham dikalangan umatku membawa rahmat”.
Memang rahmat besarlah kalau kaum terpelajar menjumpai islam dalam aliran-
aliran yang sesuai dengan jiwa dan pembawanya, dan kalau pula kaum awam
memperoleh dalamnya aliran-aliran yang dapat mengisi kebutuhan-kebutuhan
rohaninya.

DAFTAR PUSTAKA

12
Nasution, Harun. 2008. Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Abdullah, M Yatimin.2006.Studi Islam Kontemporer.Jakarta : Sinar Grafika Offset

http://islam.dagdigdug.com/memahami-takdir-dan-kehendak-allah/

http://matematika.1free.ws/Tasawwuf.pdf

13

You might also like