You are on page 1of 70

Permulaan

“jessy… kamu sudah bangun belum?” teriak papa dari balik pintu kamarku. “jessy cepat bangun, ini
sudah jam tujuh kurang!” teriaknya kembali.

“iya, jessy sudang bangun pa!” jawabku dari dalam kamar.

Mendengar teriakan-teriakan papa yang mempu memecah cakrawala, aku pun dengan segera bengun
dari tempat tidurku yang begitu nyaman. Aku langsung mengambil handuk dan segera masuk ke dalam
kamar mandi. Sambil mendengarkan lagu favorit ku yaitu lagunya linkin park yang berjudul new divide,
kalian pasti tahukan lagu ini? New divide adalah Ost film transformer 2.

Oke kalau begitu, sekarang aku akan memperkenalkan diriku pada kalian semua. Aku adalah jessyca
adam anak tunggal dari willian adam dan lilian pramesti. Aku lahir di England pada tahun 1990, kata
orang-orang aku ini mirip sekali dengan mamaku tapi sifatku tak beda jauh dari papa yang keras kepala
dan tak pernah mau mengalah untuk anak semata wayangnya. Sangat menjengkelkan sekali punya papa
yang begitu keras dan tak tahu perkembangan zaman. Sampai sekarang aku masih di perlakukan seperti
anak di bawah umur yang selalu di awasi dalam segala hal. Dan hari ini adalah permulan dari segalanya,
aku dan papa pindah ke Indonesia karena masa jabatan papa di belanda sudah habis, jadi kami harus
pulang ke Indonesia. Sejak aku berumur lima tahun kami selalu pindah-pindah ke Negara yang berbeda-
beda, maklum papaku adalah duta besar Indonesia, jadi sering pindah negera. Dan yang terakhir ini
adalah belanda, dari sekian banyak Negara yang aku singgahi aku paling suka Negara yunani, karena laut
aigant yang begitu indah dan terutama dengan bengunan-bangunannya yang begitu menabjukan.

Setelah aku selesai mandi, aku langsung mengenakan seragam baruku yang telah dibeli Julian beberapa
hari lalu di sekolah baru. Sampai sekarang aku tak tahu dimana aku akan sekolah, kerena Julian tidak
pernah mau menjawabku, saat aku tanya padanya dimana aku akan sekolah. Julian selalu mengalihkan
pembicaraan kalau aku bertanya padanya.

Dengan seragam lengkap aku menuruni anak tangga dengan berlari kecil dan langsung menuju ruang
makan untuk serapan sama papa.

“selamat pagi jessy, bagaimana tidurmu?” tanya papa tanpa melepaskan pandangannya dari Koran pagi
ini.

“pagi pa, tidur jessy biasa saja, nggak ada yang istimewa.”balasku dengan menarik kursi dan meletakkan
tasku di atas kursi sebelah.

“kamu itu harusnya lebih cepat bangun, karena hari ini adalah hari pertama kamu masuk sekolah.”ujar
papa dari balik Koran. “baiklah kalau begitu Julian akan mengantar kamu ke sekolah barumu sekarang.”
Lanjutnya.

“tapi pa, jessy belum makan!” seruku dengan wajah sangat marah.
“suruh siapa kamu bangun telat.” Balas papa dengan meletakkan surat kabar di atas meja. “kamu kan
bisa makan di mobil, ini sudah jam tujuh lebih dua puluh menit. Papa tidak mau kamu telat di hari
pertama kamu sekolah.”lanjutnya dengan begitu acuh padaku.

Ku ambil sandwitch dan tas ku yang berwarna hitam dengan corak yang tidak begitu jelas. Aku cepat
berlari kearah pintu rumah dan di depan rumah sudah ada pak ujang menunggu di samping mobil BMW
warna hitam. Dan dari luar mobil aku dapat melihat sosok seorang pria yang sudah duduk manis di
samping kursi pak ujang, tidak salah lagi itu adalah Julian yang super menyebalkan. Sesampainya aku di
samping mobil, pak ujang membukakan pintu belakang untukku.

“selamat pagi jessy.”sapa Julian dengan senyum yang sangat menyebalkan seolah dia meledekku.

“pagi juga Julian.”jawabku dengan ketus

“pak ujang kita jalan saja sekarang, nanti kita bisa terkena macet kalau kesiangan.” Perintahnya pada
pak ujang.

Julian tak lebih dari sekretaris pribadi papa, tapi laganya seperti bos dan mama untuk ku. sejak mama
meninggal lima tahun yang lalu dia yang selalu mengurusi sekolahku, karena papa tak pernah sempat
mengurusi hal sepele seperti itu. Jadi papa lebih suka Julian yang mengurusi segala kebutuhanku.
Menyebalkan bukan?? Selama perjalan aku dapat melihat kota Jakarta dengan jelas karena selama ini
aku hanya melihat kota Jakarta dari layar kaca. Terakhir kali aku ke Jakarta adalah waktu mama di
kebumikan, kira-kira umurku masih sepuluh tahun. Dan itu hanya dua hari karena aku waktu itu sedang
melaksanakan ujian semester. Jalan Jakarta hari ini sudah cukup padat dengan mobil dan motor yang
sudah wara-wiri di jalanan yang kecil ini. Entah aku akan sekolah dimana dan bagaimana anak-anaknya,
biasanya aku tak ambil pusing dalam hal ini, karena aku sudah biasa pindah-pindah sekolah. Tapi untuk
kali ini aku takut sekali karena kemungkinan untuk pindah ke sekolah lain sangat kecil sekali. Karena
papa sudah bilang aku tidak akan di pindahkan kesekolah lain walau apapun alasanya. Kalau papa sudah
bilang seperti itu, papa pasti tidak akan mengubah fikiranya.

Mobil berhenti di depan sebuah gedung tua dengan warna coklat yang sudah mulai pudar. Julian segera
keluar dari mobil dan membukakan pintu untukku. Untuk sesaat aku ragu untuk keluar, tapi karena
Julian sudah melihatku dengan pandangan yang begitu sinis, aku pun segera turun dari mobil. Dengan
seksama aku pandangi gedung tua itu dan Julian segera menarik tanganku dan menyeretku
mengikutinya. Aku berjalan dengan sangat hati-hati di halaman gedung tua ini, aku tak tahu apakah
gedung ini pantas untuk disebut sekolah atau tempat pembuangan narapidana. Gedungnya sangat
ketinggalan zaman dan temboknya perlu untuk di cat ulang. Anak-anak yang wara wiri begitu culun dan
cupu, mereka semua memakai seragam yang sudah lusuh dan rok dan kemejanya begitu kebesaran.
Seragam itu pasti tidak cocok dengan badanku yang kecil ini. Untung aku sudah mengecilkan seragam ini
kemarin, kalau nggak? Aku bisa terlihat cupu juga seperti mereka semua. Bagaimana mungkin papa
menyuruhku sekolah di tempat seperti ini? Apa yang telah direncanakan papa sekarang? Lihat saja nanti,
sepulang sekolah aku akan langsung ke kantor papa untuk protes. Aku tak mau di perlakukan seperti ini,
aku ingin sekolah di tempat yang lebih bagus dari sekolah ini. Batinku.
Semua orang memandang kearah aku dan Julian, entah apa yang aneh dari kami berdua. Dengan sedikit
berlari kecil aku mengikuti langkah Julian yang panjang. Setelah sampai di depan pintu besar dan tua,
Julian mengetuk pintu dengan jarinya.

“silahkan masuk.” Perintah seseorang dari balik pintu.

Julian membuka pintu secara berlahan dan kami berdua serentak melangkahkan kaki masuk ke ruangan
yang penuh dengan buku-buku yang tidak aku ketahui judulnya.

“selamat pagi bu dewi, bagaimana kabar anda hari ini?”ujar Julian sambil mengulurkan tangannya
kepada ibu paruh baya itu.

“kabar saya baik-baik saja hari ini.”jawabnya.

“bu dewi perkenalkan ini jessyca adam.” Ujarnya.

Kemudian bu dewi mengulurkan tangannya yang sudah keriput itu pada ku. dan aku sambut dengan
sedikit takut.

“oh jadi ini anaknya adam? Bagaimana kabarmu jessy?” tanyanya dengan sok kenal.

“kabar saya baik, bu!” jawabku dengan ketus.

“jessy, kamu aku tinggal. kamu yang baik disini!” ujar Julian sok perhatian padaku. “nanti kalau kamu
sudah pulang aku jemput lagi!.” Lanjutnya.

“terserah kamu saja! Kalau nggak di jumput aku juga bisa pulang sendiri.”ketusku.

“baiklah kalau begitu. Tunggu aku menjumputmu di sekolah, jangan kemana-mana.” Perintahnya.

“apa? Gedung jelek seperti ini masih di sebut sekolah? Gedung ini labih pantas di sebut tempat
narapidana atau mungkin lebih tepatnya penjara. Tempat ini begitu tua, jelek dan coba kamu lihat!
Catnya saja sudah pada pudar, sepertinya perlu dana tambahan untuk memperbaiki semua ini.”

“jessy jaga bicara mu itu!” bentak Julian padakku

“tidak apa-apa pak Julian, memang apa yang di katakan oleh jessy itu benar sekali. Gedung ini memang
sudah tua, tapi kamu perlu tahu jessyca adam! Sekolah ini telah mengeluarkan siswa-siswi yang sangat
berbakat dalam segala bidang. Sebagai contoh adalah ardian heru yang telah sukses menjadi arsitek
internasional. Dan banyak pengusaha serta pemimpin Negara yang meninbah ilmu di sekolah tua ini.”
Jelasnya panjang lebar.

“maaf bu dewi, jessy memang tidak bisa mengontrol bicaranya.”

“tidak apa-apa pak Julian.”

“jessy kamu sakarang aku tinggal. Jaga tingkah lakumu mulai sekarang. Jangan bicara seenakmu dan
jangan bertindak yang tidak-tidak. Apa kamu mengerti jessy?” ujarnya dengan muka serius padaku.
Aku tetap tak mengacuhkan apa yang diucapkan oleh Julian. “lihat saja kalau sudah pulang! Aku mau
bicara sama papa kalau aku tak mau sekolah disini. Bila perlu aku tak akan sekolah seumur hidupku
kalau papa masih tetap tidak memindahkan ku ke sekolah lain.” ujarkku dalam hati.

“bu dewi, aku titip jessy pada anda.”ujar Julian.

“memang aku barang apa di titipin segala?”bisikku pada diriku sendiri.

“anda tidak perlu kwuatir dalam masalah itu pak Julian.”ujar bu dewi tersenyum.

“saya percaya pada anda.” Ujar Julian sambil mengulurkan tangannya pada bu dewi dan segera
meninggalkan kami berdua di dalam ruangan yang sangat jelek ini.

Bu dewi membalikkan badan padaku “baiklah nona jessy, saya akan mengantar kamu ke kelas.” Bu dewi
membukakan pintu untukku. Aku segera mengikutinya dari belakang karena jalannya sangat cepat
sekali. Aku jadi berfikir dia itu perempuan atau laki-laki? Dari belakang aku melihatnya berhenti di depan
pintu dan mengetuknya. Seorang wanita muda keluar dari dalam ruangan itu dengan mengenakan rok
kotak-kotak melewati lutut sedikit. Sangat norak sekali pakaian wanita muda itu. Batinku. Masa di
zaman se modern ini masih ada orang yang berpakaian seperti itu. Lanjutku dalam hati.

“bu fanny perkenalkan ini jessyca adam. Murid baru yang akan belajar di kelasmu.”

“jessy ini bu fany. Dia akan menjadi wali kelasmu mulai sekarang.”

Wanita itu tersenyum sok manis padaku “pagi jessy! Kamu akan saya perkenalkan dengan teman-teman
barumu.” Ujarnya dan membukakan pintu kelas yang sudah mulai rapuh.

Aku memasuki ruangan kelas dengan wajah yang cemas. Sesaat aku terdiam berdiri di depan pintu saat
melihat teman-teman baru ku ini. Meraka sangat kampungan dan kuno sekali. Meraka mengenakan
seragam yang kebesaran semua dan rambut meraka seperti tidak terurus dengan baik. “jangan-jangan
mereka tidak pernah keramas lagi?” tanyaku dalam hati. Saat aku memasuki ruangan kelas, mereka
sepertinya melihat mahluk luar angkasa. Meraka semua memperhatikanku dari ujung kaki sampai ujung
kepala. “apa ada yang salah dengan diriku?” tanyaku dalam hati sambil memperhatikan diriku sendiri.

“anak-anak kalian kedatangan seorang teman baru?” seru bu fanny dengan suara yang lumanya kecang.
Anak-anak itu belum bisa melepaskan pandangan meraka dari diriku. “baiklah kelau begitu, kita
dengarkan perkenalan dari teman baru kita ini. Jessy perkenalkan nama kamu pada teman-teman
barumu.”

Dengan seksama aku melihat semua wajah mereka yang antusias ingin mengetahui
namaku.“perkenalkan nama saya jessyca adam”ujarku dengan cuek.

Bu fany menoleh padaku saat mendenger perkenalanku yang pendek “loh, kok nama saja jessy?” tanya
bu fanny dengan wajah tak puas.

“memang apa lagi bu? Kata ibukan Cuma memperkenalkan nama saja tadi.”ujarku dengan ketus.
“tempat tanggal lahir, hoby mungkin!”

Aku sangat jengkel sekali pada bu fany yang ingin tahu. “baiklah kalau begitu! Saya lahir tanggal 25 juli
tahun 1990 di inggris. Dan untuk hobi, saya suka mendengarkan lagu rock dan main drum! Apa itu cukup
bu?” tanyaku semakin kesal sama guru yang satu ini.

“baiklah! Anak-anak apa ada yang ingin kalian tanyakan pada teman baru kalian?”

“saya bu.”Teriak seorang gadis culun dan dengan rambutnya yang di kuncir dua dari belakang kelas.

“oke. Apa yang akan kamu tanyakan maria?”

“saya mau tanya…!apa jessy pernah ketemu dengan pangeran willian dan pangeran harry?”

Mendengar pertanyaan itu aku jadi ingin tertawa sendiri! Pertanyaan apa itu? Tak ada arti sama sekali.
Ucapku dalam hati.

Lagi-lagi bu fany menoleh padaku“jessy ayo jawab apa yang tanyakan oleh maria.”

“apa itu penting??”tanyaku

“itu adalah pertanyaan teman mu, maria ingin tahu apakah kamu pernah bertemu dengan pangeran
harry dan william? Dan kamu wajib menjawabnya!”

“kenapa harus aku jawab! apa itu penting menurut ibu?”ketusku padanya.

“itu sangat penting untuk maria.”

“penting?? Apa istimewanya sih, pangeran harry sama pengaran willian buat dia?” tanyaku dengan
penasaran.

“karena saya ingin sekali ke inggris dan ingin bertemu dengan mereka.”jawab maria dari belakang kelas.

“baiklah kalau kamu sungguh ingin tahu! Saya sering sekali bertemu dengan meraka. Apa kamu sudah
puas dengan jawabanku?? Maaf bu apa saya sudah boleh duduk sekarang? Saya sudah capek berdiri dari
tadi.”ketusku pada bu fanny.

“baiklah. Kamu boleh duduk di sebelah donny!”ujarnya dengan menunjukkan kursi kosong dekat
jendela. Dengan segera aku pergi ke kursi kosong yang telah di tunjuk olah bu fanny.

Bu fany duduk di kursinya dan mengeluarkan buku dari laci mejanya “baiklah anak-anak sekarang kita
lanjutkan pelajaran hari ini, sekarang kalian buka halaman 57. Di pelajaran hari ini kita akan membahas
tentang tenses. Apa ada yang tahu tenses itu apa?”tanyanya pada siswa-siswi.

“saya tahu bu!” Jawab maria dari kursinya sambil menunjukan jarinya ke atas.

“baiklah maria. Apa kamu bisa menjelaskan tentang teses itu apa?”
“tenses adalah bentuk-bentuk perubahan kata kerja dalam tata bahasa yang menunjukkan suatu
kejadian atau perubahan yang sesuai dengan waktu atau kejadian.”jelas maria dengan lengkap dan jelas.

“wah bagus sekali maria! Apa ada yang tahu tenses di golongkan menjadi berapa bentuk?” tanya bu
fanny kembali.

“enam belas bu!”jawab seorang cowok dari depan.

“ferry bisakah kamu memberikan contoh pada ibu?”

“yang pertama adalah simple present tense, kedua present continuous tense dan yang ketiga adalah
present perfect tense.”jawab pria itu dengan lancar, sepertinya dia sudah menghapal pelajaran itu sejak
tadi malam.

“bagus ferry!”puji bu dewi “untuk sekarang kita akan mempelajari bentuk tenses yang pertama yaitu;
simple present tense. Rumusnya adalah I/We/They + infinitive atau He/She/It + infinitive +
-s/es……………” bu fanny sangat semangat sekali menjelaskan tenses pada murid-muridnya. Aku sangat
bosan sekali mendengar pelajaran yang satu ini. Sejak aku sekolah dasar di inggris aku sudah sering
mendengar pelajaran ini, bahkan semua rumusnya sudah ada dalam otakku. Saking bosannya akupun
mengeluarkan ipod apple dari tasku. Selama pelajaran aku asyik mendengarkan lagu-lagu kesukaan dan
tak mempedulikan pelajaran yang di berikan oleh bu fanny. Bu fanny kadang-kadang menoleh dan
menegur diriku tapi aku tak mengacuhkannya sama sekali. dari ekspresinya aku dapat menyimpulkan
bahwa dia sungguh jengkel sekali padaku.

Bunyi bel tanda pulang sudah di bunyikan, aku segera memasukan buku dan segala perlengkapan
belajarku ke dalam tas. Dengan segera aku pergi meninggalkan kelas dengan tetap menghidupkan
ipodku. Pelajaran hari ini tak ada yang menarik. Yang di pelajari dari tadi pagi hanya pelajaran yang
sudah aku pahami semua. Apa nggak ada pelajaran yang lebih menyenangkan apa di sekolah ini selain
belajar materi terus! Membosankan sekali. Kalau kelamaan disini, aku bisa gila duluan. Pokoknya aku
harus minta pindah sama papa hari ini. Aku tak mau jadi anak culun dan kampungan seperti mereka
semua. Aku mengoceh sendiri selama perjalanan.
Hal Memalukan
Setelah lama menunggu di depan sekolah akhirnya pak ujang datang juga menjemputku. Semua siswa-
siswi yang sekolah di sini mereka semua tinggal di asrama. Ada asrama untuk putri dan putra yang jaga
ketat oleh penjaga asrama masing-masing. Mereka hanya boleh pulang seminggu sekali, mereka sangat
kasihan sekali, fikirku. Dengan cepat pak ujang membuka pintu untukku, dengan segera aku duduk
dalam mobil. Secara berlahan kami pergi meninggalkan sekolah tua itu.

“pak, kita langsung ke kantor papa saja yah!”

“tapi non, kata pak Julian, non jessy harus bapak antar langsung kerumah.”

“pak! Memang Julian itu siapa? Dia itu Cuma assisten pribadi papa saja. Dia itu nggap berhak mengatur
hidup jessy, jessy bisa melakukan semuanya dengan sendiri. Pokoknya pak ujang antar jessy ke kantor
papa sekarang.” Aku sangat sebal sekali sama pak ujang. kenapa dia itu mau-maunya menuruti perintah
Julian berengsek itu?

“baik non.”jawab pak ujang dengan tetap mengendalikan setir.

Aku mau protes sama papa soal sekolah baru ku ini. Masa aku disuruh sekolah di tempat seperti itu?
bukannya aku tambah berkembang, tapi malah akan menjadi gila. Gerutuku. Sesampainya di depan
kantor papa, aku langsung menuju lift dan aku tekan angka lima untuk kekantor papa. Dengan persekian
detik aku sudah sampai di lantai lima dan lift pun terbuka. Aku segera keluar dan berjalan menuju kantor
papa, tapi tiba-tiba ada yang memcegah langkah ku dengan menarik tanganku dari belakang.

Aku menoleh kebelakang “Julian kamu kenapa sih?”bentakku.

“jessy pak adam sedang ada pertemuan dengan beberapa bagian divisi di kantornya. Jadi, kalau mau
bertemu dengan beliau, kamu harus tunggu sebentar.”jelasnya

“tapi ada yang lebih penting, yang ingin aku bicarakan sama papa sekarang ini.”teriakku padanya.

“tapi kamu harus tunggu!” ujarnya dengan menahan emosi. “Oh iya, tadikan aku sudah menyuruh pak
ujang langsung mengantarmu ke rumah, kok kamu malah datang ke sini?”tanyanya kaget.

“terserah aku dong! Aku mau kemana kek itu bukan urusanmu.”ujarku dengan melangkahkan kakiku
menuju kantor papa.

Lagi-lagi Julian menghalangi langkahku “jessy kamu harus tunggu pak adam sampai selesai!”ujarnya
sambil menarik tanganku.
“nggak mau! Aku mau ketemu papa sekarang.”teriakku kembali sambil menarik tanganku dari
gemgamannya yang begitu kencang.

“apa kamu tidak mengerti apa yang aku bilang barusan? Pak adam sedang ada pertemuan!”ujarnya
dengan sinis dan mulai mendudukkan aku di ruang tunggu.

“Julian kamu itu sangat menyebalkan banget yah! Kamu itu memang senang banget yah kalau melihatku
menderita.”ujarku dengan menepiskan tangannya dari pundakku

“maksud kamu apa?”

“jangan pura-pura nggak ngerti dech! Maksud kamu memasukkan aku ke sekolah itu apa? Kamu mau
melihat aku mati kutu di sana? Tapi jangan kuatir aku akan minta pindah sama papa. Aku nggak mau lagi
sekolah di sana mulai besok.”bentakku pada julian

“memang apa jeleknya sekolah itu?”

“Julian, kamu itu pintar tapi bodoh banget yah! Sekolah itu jelek banget dalam segala hal, tak ada yang
bisa di adalkan dari sekolah itu.”

“menurutku sekolah itu sangat bagus.”

“apa??” tanyaku dengan kaget. “memang apa yang membuatmu sangat menyukai sekolah jelek itu?”
lanjutku dengan wajah penasaran.

“walaupun sekolah itu sudah jelek bangunannya, tapi sekolah seperti itu mampu menumbuhkan bibit-
bibit yang sangat intelektual dan kreatif.”jelasnya.

“memang kamu itu menyebelkan banget yah!”cetusku. “aku mau ketemu papa sekarang!”erangku
semakin kecang.

Julian tak tahu harus berbuat apa lagi padaku, setelah melihat ekspresi jullian aku mencari sedikit celah
untuk melarikan diri dari Julian. setelah Julian lengah aku segera saja menerobos pintu kantor papa.
Julian berusaha mengejarku tapi sayang sekali, Julian terlambat, aku berhasil masuk ke kantor papa.

Dengan puas aku masuk kedalam kantor papa “papa aku perlu bicara sekarang” teriakkku

“jessy apa kamu tidak bisa menunggu papa sebentar.” Ujarnya dengan membawa kertas di tanganya
yang telah dijilid rapih.

Aku mulai masuk kedalam kantor.“papa….jessy mau bicara penting sama pa….pa…”ucapku dengan
terputus, karena semua mata yang ada dalam ruangan papa sekarang menatap ke arahku. Aku
setengah malu saat mereka semua melihatku bersikap tidak sopan seperti ini.

Julian dengan penuh rasa hormat menghampiri papa “maaf pak! Saya tidak bisa menahan jessy!” ujar
Julian pada papa
“tidak apa jullian, biarkan saja jessy di dalam. Kamu kerjakan saja tugas kamu yang lainnya.”ujar papa.
Dengan taat Julian melaksanakan perintah papa.

Aku segera menuju meja kerja papa dan meletakkan tasku di atas meja dan menjatuhkan badanku di
atas kursi kerja papa. Aku mulai membuka tumpukan kertas-kertas yang di atas meja dan mulai
membaca semua yang ada disana. Papa bilang aku itu seperti mama, aku bisa membaca satu buku
dalam hitungan menit, bahkan tumpukan kertas ini sudah selesai aku baca sebelum rapat selesai. Dan
aku dapat memahami dan menghafal semua yang di tulis di proposal dan laporan papa.

Aku mulai bosan, aku mulai mencari-cari kegiatan yang lebih menarik. Tapi aku tak menemukan yang
mampu menarik perhatianku. Aku pun terhanyut dalam rapat dan mulai mendengarkan pembicaraan
mereka yang semakin memanas. Setelah menunggu lama, akhirnya papa selesai rapat. Mereka semua
pergi dengan teratur, sekarang tinggal aku dan papa yang ada di dalam kantor.

Dengan emosi aku mulai mengutarakan niat kedatanganku ke kantor papa “papa, aku mau pindah
sekolah!”ujarku dengan baik-baik.

“jessy, kenapa kamu ingin pindah?”Tanya papa dengan nada rendah.

“jessy nggak sanggup kalau jessy sekolah di sana. Papa…jessy mau pindah!” aku merengek seperti anak
kecil.

“papa tidak akan memindahkan kamu kesekolah lain.”ucap papa dengan tegas.

“tapi papa!”teriakku.

“tidak ada tapi-tapian!”

“papa…!”aku semakin berteriak kencang sambil melepar kertas yang ada di meja papa.

“jessy kamu itu sudah besar, harusnya kamu itu lebih giat belajar dan jangan seperti anak kecil
terus.”papa pun sekarang ikut berteriak. Kami sudah sering seperti ini, selalu berteriak satu sama lain.

“papa yang selalu memandangku seperti anak kecil! Papa juga nggak pernah perhatian sama jessy, jessy
selalu kesekolah dengan Julian. Jessy benci harus pergi dengan julian”ujarku tanpa mengurangi nada
bicaraku.

“maaf pak ada yang harus bapak tanda tanganin sekarang.”tiba-tiba Julian masuk kedalam kantor. Julian
yang melihat situasi yang mulai memanas, ingin meninggalkan kami berdua.

“Julian jangan pergi.”teriakku

“iya..!”jawabnya dengan wajah kaget.

“aku mau tanya sama kamu, apa kamu itu orang tuaku?”ujar sambil menghapirinya berlahan.

“bukan.”jawabnya dengan tegas.


Aku menghampiri jullian “lalu kenapa kamu harus selalu mengatur hidupku?”

“maaf saya tidak mengerti apa-apa!”ucapnya dan pergi meninggalkan aku dan papa di kantor.

“papa melakukan itu semua untuk kamu jess!”

“untuk jessy! Apa itu alasan yang tepat untuk memperlakukan jessy seperti ini terus. Papa nggak pernah
memjemput jessy kesekolah sejak mama meninggal!”

“jessy…jessy bukan seperti itu!”

“lalu seperti apa papa? Apa Julian papa gaji untuk menggantikan peran papa untuk jessy.”teriakku
dengan emosi.

“jessy kamu tidak boleh berkata seperti itu.”papa membentakku.

“memang seperti itu yang terjadi papa.”aku semakin berteriak.

“jessy….papa sayang sama kamu.”papa mulai menghampiriku

“nggak papa!papa nggak sayang sama jessy! Papa hanya perhatian sama pekerjaan papa saja, papa
nggak sayang sama jessy.”aku menghindar dari papa.

“sayang kamu nggak boleh bilang seperti itu.”

“papa nggak pernah sayang sama jessy! Aku benci papa….!”teriakku pada papa dan meninggalkan papa
di kantor. Aku berlari dengan linangan air mata, tanpa memperhatikan kanan kiriku.

Aku kesal dengan kehidupan ku yang seperti ini, aku lebih senang pergi dari hadapan papa daripada aku
harus menangis di hadapanya dan terlihat menjadi seorang yang lemah. Aku dengan cepat-cepat
menuruni tangga darurat dan dengan semponyongan keluar dari gedung kantor papa.
Malam yang dingin
Sepanjang jalan aku hanya berlari, aku tak dapat mengerti kenapa papa selalu bersikap seperti ini
padaku. Papa selalu tak pernah mengerti apa yang aku inginkan. “aku benci papa!” teriakku di tepi jalan,
dan orang-orang memperhatikan aku dengan tatapan yang begitu mencurigakan. Aku mulai menelusuri
jalan Jakarta dengan hati yang begitu panas. Matahari Jakarta sudah berwarna jingga, dan aku tak tahu
dimana aku sekarang ini.

Bulan sudah menunjukan wajahnya di langit yang hitam. Aku masih berjalan dan terus berjalan, entah
aku akan bisa kembali kerumah atau tidak. Aku tidak perduli sama papa, karena papa juga nggak pernah
peduli sama aku. “papa brengseeek!” teriakku dengan suara yang begitu keras tapi tak seorang pun yang
menoleh kearahku. Mungkin mereka berfikir aku ini orang gila yang sedang kelaparan.

Jalan-jalan Jakarta sudah mulai sepi, dalam gelapnya malam aku duduk dikursi yang sudah usang. Aku
menaikan kedua kakiku dan melarangkul kedua lututku. Malam ini begitu dingin dan akupun sudah
begitu lapar, batere ipodku pun sudah habis. Dalam keadaan seperti ini aku hanya dapat marah-marah
kepada nyamuk yang selalu menggigitku tanpa pengampunan. Aku marah kepada papa, marah pada
Julian dan marah pada keadaan ku sekarang ini.

Aku tak menyangkah kalau semua akan berakhir seperti ini. Aku ingin tetap pada umur 10 tahun, saat
semuanya bai-baik saja.

“mama…jessy benci papa!”teriakku pada gelapnya malam.

“mama….jessy mau ikut mama! Jessy nggak mau sama papa, papa nggak sayang sama jessy, papa nggak
pernah peduli sama jessy!” aku mulai teriak-teriak sendiri di tepi jalan.

“mama…papa jahat!!!”aku semakin berteriak keras pada malam. Dan semua orang yang melewati jalan
ini melihatku dengan pandangan yang begitu mencurigakan. Sesaat kemudian aku termenung dengan
hidupku sekarang, aku menundukkan kepalaku dan mulai berfikir dan berfikir.
“hai cantik, lagi menunggu aku yah?”sapa orang asing padaku. Aku berusaha melihat mereka dengan
cahaya yang tak terlalu terang.

“don, jangan seperti itu. Yang benar begini nich.”ujar seorang pria kurus dengan mengenakan baju
warna biru.

“sayang kamu sudah lama nungguin aku yah?”ujarnya padaku sambil berusaha menyentuhku.

Aku hanya diam melihat mereka memperlakukan aku seperti ini. Aku berusaha untuk menahan emosiku
yang sedang meledak-ledak sekarang.

“cantik, kamu mau kita kemana?”godanya lagi padaku.

Aku hanya terdiam “sayang kamu jangan sok jual mahal begitu dong. Memang biasanya kamu dibayar
berapa sih?”ujar cowok berbaju biru.

“wajahmu cantik juga.”ujar cowok berbaju hitam sambil memegang daguku dengan tangannya yang
kasar.

“pergi kalian!”ujarku dengan baik-baik.

“kenapa kita harus pergi?”ujar si pria kurus.

“aku bilang pergi!”teriakku.

“jangan takut sayang, kita tidak akan menyakitimu!”mereka mulai mendekatiku dan berusaha
menyentuh pipiku.

“benar cantik, kalau kamu mampu memuaskan kami! Nanti kita akan bayar kamu lebih.”ujar pria
berbaju biru.

“pergi kalian…!”teriakku berdiri.

“jangan takut sayang..”mereka mulai menyentuhku dan berusaha menciumiku. aku berusaha
melepaskan diri dari mereka berdua dengan menginjak kaki cowok berbaju biru. Pria itu berteriak dan
mulai semakin kencang memengang tanganku. Aku berteriak tapi tak seorangpun yang mendengarku.
Aku menggigit tangan berbaju hitam dengan gigi tajamku. Tapi mereka masih terlalu kuat untuk aku
lawan. dengan beberapa gerakan dan gigitan akhirnya aku terbebas dari cengkraman mereka. Aku
menonjok muka yang berbaju biru dan menendangnya dengan begitu keras di bagian vitalnya. Pria itu
berteriak kesakitan dan mulai berjalan mengangkang. Dan yang pria yang berbaju hitam mulai takut
melihatku, aku segera menjambak rambutnya yang sedikit gondrong dan mulai menonjok perutnya
beberapa kali. dia berhasil menghindari beberapa tendanganku dan akhirnya aku berhasil menonjoknya
tepat di hidungnya dan dia mengelurakan darah segar dari kedua lubang hidungnya. Meraka berusaha
bekerja sama untuk menangkapku, yang satu memengang badanku dari belakang dan yang satunya
membuka seragamku. Dengan kekuatan penuh aku berhasil menyikut pria yang memegangku dari
belakang dan dia melepaskan tangannya dari badanku. Aku segera memberi pelajaran kepada mereka
berdua. Aku berusaha keras untuk menghajar meraka berdua tapi sebelum mereka mati ku hajar mobil
polisi datang dengan beberapa aparatnya.

“berhenti!”ucap seorang polisi yang keluar dari mobil patroli. Aku masih tetap saja menghajar mereka
dengan beberapa pukulan.

“saya perintahkan, sekarang anda berhenti!”ujarnya dan mengeluarkan pistol dari sarungnya. Melihat
pak polisi yang mengeluarkan pistol aku berhenti mengajar mereka dan pak polisi menghampiriku dan
mengambil borgolnya. Kedua tanganku langsung di borgol dan dibawa ke kantor polisi. Kedua bajingan
itu langsung di bawa kerumah sakit karena mereka berdua luka parah.

Mobil pun berhenti di depan kantor polisi dan pak polisi itu membawaku seperti penjahat yang baru saja
membunuh mangsanya, padahal aku belum sempat menghabisi mereka berdua. Seandainya pak polisi
tidak mendapati aku menghajar mereka, mungkin foto mereka sudah ada di Koran sindo. Sesaat sesudah
membukakan pintu mobil aku melirik name tag pak polisi itu. Dan nama pak polisi ini adalah sudrajat.
Namanya jelek bangat sih! Ucapku dalam hati.

“silahkan duduk nona.”perintah pak polisi. “baiklah boleh saya lihat KTP mu sekarang.”ujarnya sambil
sibuk dengan beberapa kertas di mejanya.

Aku duduk di atas kursi yang sudah robek. “maaf pak saya tidak punya KTP.”jawabku dengan cuek.

“bagaimana mungkin anda tidak mempunyai KTP?”bentaknya

Aku melihat polisi itu dengan pandangan sinis. “maaf pak, apakah anda buta?”

“apa?”bentaknya kembali.

“bapakkan bisa lihat saya ini masih memakai seragam.”ujarku dengan santai dan menyenderkan
badanku ke kursi.

“oh ia yah!” ujarnya. Aku hanya bisa tersenyum melihat tampang bodohnya yang mampu membuatku
tertawa. “lalu mana kartu pelajarmu?” lanjutnya.

“saya tidak punya pak.”

“bagaimana mungkin kamu tidak punya kartu pelajar?”

“memang seperti itulah pak.”ucapku santai.

“kalau begitu berikan nomor telepon orang tuamu.”

“orang tua saya sudah meninggal pak.”

“walimu..!”ucapnya sambil memandangku dengan wajah jengkel. “jangan bilang kamu tidak punya
wali?”lanjutnya dan meletakkan pulpen yang ada di tangan kirinya.

“ya sudah kalau bapak mau nomor wali saya, saya akan berikan.”
Pak polisi mengangkat gangan telepon “berapa nomornya?”tanya dengan wajah serius padaku.

Aku merebut gangang telepon dari pak polisi “saya sajalah pak yang telepon!”ucapku.

Pak polisi tak bisa berkata dan berbuat apapun terhadapku, pak polisi hanya mampu melihat aku yang
menekan dijid telepon.

“selamat malam!”sapa Julian dari teleponnya.

“Julian, sekarang kamu ke kantor polisi.”perintahku.

“hah…jessy bagaimana kamu bisa sampai kantor polisi?”tanya Julian dengan nada tak percaya.

“bisa saja bodoh.”ucapku dengan ketus.

“baiklah aku dan pak adam akan segera ke sana.”

“hah…..!mang papa masih peduli sama jessy?” ucapku dengan sangat emosi. “papa nggak perlu
ikut.”lanjutku.

“tapi pak adam ada bersama saya sekarang.”

“terserah kamu saja, yang penting jemput jessy sekarang juga.”bentakku pada Julian.

“kamu jangan kemana-mana, tunggu kami disana.”

“ya ialah aku tunggu! Masa aku kabur dari kantor polisi.”

“tunggu yah!”ucap Julian.

“tot…tot…”terdengar bunyi nada telepon di tutup.

Pak polisi belum bisa melepaskan pandangannya dariku “sebentar lagi Julian akan kesini.”ucapku pada
pak polisi.

“baiklah kalau begitu! Kamu tunggu sebentar disini, saya akan persiapkan laporan untuk kejadian in,
saya akan bersikap tegas terhadap kamu yang telah menganiaya tiga pria sekaligus.”

“saya tidak salah pak! Mereka yang memulai semua ini.”

“tidak ada alasan untuk perbuatanmu.”ucapnya dan pergi meninggalkan ku di kursi.

“pak saya tidak bersalah!”teriakku pada pak polisi.

“sekarang kamu tunggu wali kamu, pihak hukum akan menyelesaikan semua masalah ini.”

Aku jengkel sekali melihat polisi ini “awas kamu yah.”teriakku.


Detik demi detik sudah berlalu, aku begitu bosan berada di tempat ini. Tak ada yang bisa kulakukan
disini selain menunggu. Setelah lima menit pak polisi akhirnya kembali ke kursinya dan mulai
mengerjakan beberapa tugasnya. Aku berusaha mengisi waktuku dengan melihat-lihat beberapa brosur
yang ada di meja pak polisi. Tapi semua yang tertulis di brosur itu adalah kebohongan belaka, semua itu
adalah bohong. Semua tertulis beberapa undang-undang dan beberapa pasal-pasal soal Korupsi. Tapi
selama ini, setahu aku, di Jakarta ini banyak sekali koruptornya. Pasti para polisi juga tahu siapa saja
koruptornya tapi mereka tak berani mengungakapnya atau jangan-jangan uang tutup mulutnya lebih
besar dari gaji mereka. Tapi aku nggak peduli dengan mereka, memang mereka siapa aku? Nggak
penting banget aku mekirin mereka. Batinku.

Setelah lama aku menunggu, akhirnya aku melihat dua sosok pria memasuki kantor polisi.

“jessy kamu baik-baik saja?”tanya papa dengan panik. Sambil melihat wajahku yang sudah lebam-lebam.

“memang papa masih peduli dengan jessy?”ucapku dengan jutek dan menyingkirkan tangan papa dari
wajahku.

“pak apa yang terjadi?”tanya Julian pada pak sudrajat.

“tadi saya menemukan jessy sedang beratam dengan tiga pria di tepi jalan. Dan ketiga pria itu sekarang
berada di rumah sakit karena luka yang di alami ketiga korban sangat serius.”jelas pak polisi.

“apa pak? korban?”tanyaku pada pak polisi dengan nada keras. “Pak sebenarnya korbannya itu jessy,
bukan mereka. Dari tadikan jessy kan sudah bilang mereka yang mulai menggangguku.”jelasku kembali
pada pak sudrajat.

“tapi yang saya lihat adalah kamu sedang menghajar mereka bertiga, bukannya kamu yang sedang di
ganggu.”

“memang polisi-polisi sekarang ini lebih percaya apa yang di katakan penjahat yah!” sindirku.

“lalu bagaimana pak? Apa jessy bisa kami bawa pulang?”tanya Julian

“bisa pak, tapi bapak harus menandatangi beberapa berkas. Oh yah anda siapanya anak ini?”tanya pak
sudrajat sambil menyiapkan berkas-berkas

“saya adalah assisten papanya jessy. Dan perkenalkan ini adalah pak adam, orang tua jessyca.”Julian
memperkenalkan pak adam pada pak sudrajat.

“apa? bukankah orang tuanya jessy sudah meninggal.”ucap pak polisi. Tiba-tiba saja mereka bertiga
memandangiku secara bersamaan.

“tidak pak, ini adalah papanya jessyca.”

“jessy, kamu bilang apa sama pak polisi?”tanya Julian padaku dengan wajah marah.

“memang ia kok papa jessy sudah nggak ada.”ucapku


“tapi pak adam masih hidup, kamu tidak boleh mengatakan hal seperti.”

“terserah jessy dong.”

“baiklah pak, mana berkas yang perlu di tandatangani?” tanya papa.

“silahkan pak sebelah sini.”ucap pak polisi dan menunjukkan kertasnya. Papa langsung saja
menandatangi kertas itu dan melihat kearahku dengan penuh emosi. Pasti nanti dirumah akan perang
dingin lagi. Ucapku dalam hati.

“pak adam apa kabarnya?”sapa seorang pria gendut yang baru saja memasuki kantor polisi.

polisi gendut dan papa saling berjabat tangan “malam pak nainggolan, kabar saya baik-baik saja!
Bagaiman dengan pak nainggolan sendiri?”sapa papa sambil tersenyum.

“apa yang pak adam lakukan malam-malam seperti ini di sini?”

“saya sedang mengurus anak saya, jessyca.”ucap papa dan memperkenalkan aku dengan pria gendut ini.
Ku jabat tanganya yang begitu besar, mungkin kira-kira jari-jarinya tiga kali lipat dari jari-jari tanganku.

“malam jessy, sekarang kamu sudah besar yah!”basa-basinya

“ya ialah pak, kan dikasih makan sama papa.”sindirkku

“benar juga yah!”jawabnya “pak sudrajat kenalkan ini adalah pak William adam. Beliau adalah duta
besar untuk belanda.”jelasnya pada pak sudrajat. Mendengar itu pak sudrajat jadi mati kutu, karena dia
telah berani macam-macam dengan anak seorang duta besar. Aku melirik kearahnya dan dia jadi sedikit
ketakutan.

“malam pak adam.”ucapnya sambil mengulurkan tanganya yang gemetaran kepada papa.

Papa membalas jabatan tangan pak sudrajat “malam pak sudrajat. Maaf telah merepotkan anda.”

“tidak apa-apa pak! Ini sudah menjadi pekerjaan saya.”

“maaf pak, apakah korban yang telah dipukuli oleh jessy baik-baik saja?”tanya Julian.

“mereka baik-baik saja pak.”jawabnya dengan gemetar.

“apakah perlu dana untuk biaya rumah sakit mereka berdua?”tanya Julian lebih lanjut.

“saya rasa tidak perlu pak.”jawab pak sudrajat.

“maaf pak sudrajat, apa yang terjadi dengan jessyca? Bagaimana mungkin seorang gadis secantik jessyca
berurusan dengan polisi?” tanya pak gendut.

“tadi saya melihat jessy sedang di ganggu dua berandalan.”ucapnya dengan suara serak.

“lalu bagaimana dia ada disini?”


“tadi saya tanya rumahnya, tapi dia tidak tahu alamat rumahnya sendiri. Jadi saya bawa dia ke kantor
dan menelepon orang tuannya dari kantor, pak.”jawabnya semakin gematar.

“tapi pak, tadi anda bilang jessyca yang menghajar ketiga berandalan itu.”tanya Julian kaget saat
mendengar penjelasan dari pak sudrajat.

“untuk tepatnya saya kurang tahu pak, jadi silahkan saja tanya sendiri pada jessyca.”

“baiklah kalau begitu pak nainggolan, saya undur diri sekarang.”

“silahkan pak adam.”

Mereka kembali berjabat tangan dan julianpun jadi ikut-ikutan jabat tangan dengan polisi gendut itu.
Aku langsung pergi menuju mobil yang sedang diparkir di depan kantor polisi. Julian langsung membuka
pintu mobil untukku dan untuk papa. Aku langsung menjatuhkan diri di atas kursi mobil dan papa duduk
di sebelahku. Julian masuk ke dalam mobil dan melaju mobilnya dengan kecepatan 90km/jam. Jalan
malam dijakarta begitu sepi untuk sekarang.

“jessy kita bahas masalah ini dirumah.”ucap papa padaku dengan menahan seluruh emosinya.

Selama perjalan aku belum bisa memprediksikan apa yang akan papa bicarakan padaku. aku tak
mengerti jalan pemikiran papa, selama ini dia memang selalu seperti ini.

Permainan

“jessy, bangun!”panggil papa dari balik kamar

“iya, jessy sudah bangun.”teriakku dari kamar.

Tadi malam aku sudah mengalami kejadian yang begitu melelahkan, dan setelah aku dan papa sampai di
rumah, kami pun memulai pertengakaran yang begitu sengit. Mungkin pertengkaranku dengan papa
melebihi perang dingin sungguhan. Papa tidak mau juga memindahkan aku dari sekolah jelek itu sampai
aku lulus high school. Jadi aku minta sama papa kalau nanti aku sudah lulus, aku mau kuliah di italia dan
aku sendiri yang menentukan jurusan apa yang akan ku ambil nantinya. Setelah melakukan negosiasi
panjang dan melelahkan, akhirnya papa setuju dengan permintaanku. Tapi papa pun mengajukan
beberapa syarat untuk kelulusanku, papa minta nilaiku diatas rata-rata semua. Tapi tenang saja, itu
adalah syarat biasa untuk seorang jessyca adam. Karena aku adalah anak dari lilian pramesti yang
merupakan seorang arsitek terkenal di eropa. Beberapa gedung di inggris adalah hasil karya mama. Tapi
sejak mama melahirkan aku, mama berhenti bekerja, karena harus mengikuti papa ke manapun papa di
tempatkan.

“jessy, ini sudah jam setengah tujuh!”teriak papa dari ruang makan

Dengan mengenakan seragam lengkap yang sudah aku modif sendiri dan tasku yang seperti biasa. aku
langsung menuju ruang makan dan duduk di kursi. Papa seperti biasa sedang asyik dengan Koran pagi
ini, mungkin difikirnya masalah aku sampai di tangan para wartawan. Itu bisa merusak nama baiknya
kalau wartawan mengetahui bahwa anak seorang willian adam adalah seorang berandalan. Dan telah
menghajar tiga orang sekaligus dalam satu malam.

Bunyi klakson sudah berbunyi, itu tandanya julian sudah datang. Aku menghabiskan serapanku dan
meneguk air putih dan segera meninggalkan papa sendiri di meja makan. Aku berlari menuju pintu dan
pak ujang membukakan pintu untukku. Julian sudah siap dengan mengenakan jas warna hitam dan
kemeja warna biru langit di padu dengan dasi yang selaras. Pak ujang mulai mengemudikan mobil
dengan kecepatan rata-rata. Kami pun akhirnya sampai di depan sekolah tepat jam tujuh pagi.

Aku berjalan di sepanjang lorong kelas, dan melihat beberapa orang sedang berlari memasuki ruangan
kelas masing-masing. Aku berjalan menuju kelasku yang berada di ujung lorong ini, aku melangkahkan
kakiku dengan begitu berat. Kalau aku tak ingin kuliah di itali, mungkin aku akan berhenti sekolah sejak
sekarang.

“jessy kamu sedang ngapain?”tanya bu fanny dari belakang

“ya, jalanlah bu, masa lagi makan.”sindirku

“ibu juga tahu kamu sedang jalan, tapi kenapa kamu jalannya seperti orang bodoh yang tidak tahu
kemana akan melangkah.”

“ibu sok tahu.”ucapku dan mempercepat langkahku.

Kami sampai di kelas bersamaan.“pagi anak-anak.”sapa bu fanny kepada semua murid.

“pagi bu!”jawab semua murid dengan serempek seperti paduan suara. Aku segera menuju kursi yang
berada di samping jendela dan langsung duduk. Bu fanny sudah memulai mengajar, dan aku
mengeluarkan ipodku dari tas dan aku mendengarkan beberapa lagu favorite ku. aku pura-pura
membaca buku dan memperhatikan pelajar, tapi kuping dan otakku sedang asyik dengan lagu-lagu yang
sedang aku dengarkan.

“jessy, apakah kamu sudah mengerti?”

“sudah bu.”jawabku dengan santai.


“kalau begitu coba jelaskan!”

“baiklah bu…!”jawabku. aku mulai menjelaskan semua tentang tenses kepada bu fanny beserta contoh
dan rumus-rumusnya.

Bu fanny sangat kagum dengan penjelasanku “bagus jessy!”puji bu fanny

“biasa saja, bu!”

“baiklah kalau kalian sudah mengerti, sekarang kalian kerjakan tugas halaman enam puluh. Dan
dikumpulkan setelah pelajaran selesai.”

“baik bu.”jawab semua siswa.

Aku mengerjakan semua soal-soal itu dalam waktu dua puluh menit dengan diiringi lagu simple plan.
Tidak tahu kenapa, kalau aku mengerjakan sesuatu sambil mendegarkan lagu-lagu kesukaanku, otakku
begitu mudah di ajak bekerja sama.

Bu fanny duduk di kursi paling depan dan memperhatikan kami satu demi satu. Tapi kalau dilihat-lihat
bu fanny cantik juga, matanya yang coklat di bingkai dengan bulu mata yang lentik dan indah.

Bu fanny menoleh padaku “jessy apakah kamu sudah selesai mengerjakan tugasmu?”

“sudah bu.”jawabku.

“bisa kamu bawa kepada ibu?”perintahnya.

“tentu saja bu.”jawabku. aku berjalan ke depan kelas dan menyerahkan buku tugasku pada bu fanny. Bu
fanny memeriksa satu persatu jawabanku dengan teliti.

“wah…bagus sekali jessy! kamu memang anak yang pandai. Semua jawaban mu benar semua.”pujinya
dan memberikan buku tugasku kembali.

“makasih bu.”ucapku dan pergi kembali ke kursiku.

“anak-anak waktu kalian sudah selesai, silahkan kumpulkan tugas kalian sekarang.”

Semua anak-anak sibuk berjalan maju menuju meja bu fanny dan meletakkan buku mereka di atas meja
dan secara berlahan pergi meninggalkan meja bu fanny dengan beraturan. Murid-murid di sekolah ini
memang masih lucu dan yang penting adalah mereka itu masih lugu.

Kring….kring….

Bunyi bel sudah berbunyi, itu tandanya istirahat. Semua murid-murid secara beraturan keluar dari kelas.
Aku hari ini tidak terlalu lapar, yang aku inginkan hanya cepat-cepat lulus dan pergi dari sekolah jelek ini.

“hai jessy, kamu nggak pergi ke kantin?”sapa maria dengan ramah.


“lagi nggak lapar!”jawabku jutek.

“ngomong-ngomong kamu suka makanan apa?”

“nggak tahu.”jawabku dengan jengkel.

“masa kamu nggak tahu makanan kesukaan kamu sendiri?”tanya tak percaya.

“memang itu penting untuk apa?”

“ya nggak juga sih, Cuma pengen tahu saja! Soalnya aku pintar masak loh.”

“memang aku tanya?”tanyaku jengkel pada anak culun itu.

aku bangkit dari kursi dan pergi meninggalkannya sendiri di kelas. Pertanyaannya sungguh
menjengkelkan! Batinku. Aku keluar dari kelas dan menuju kantin, walaupun aku belum tahu letak
kantinnya dimana. tapi dengan mengikuti beberapa anak yang yang berjalan di lorong aku bisa
menemukan letak kantin.

Aku memesan mie ayam dan mencari meja yang kosong. Setelah aku mendapatkan pesananku, akupun
segera menuju kursi yang kosong yang berada di tengah-tengah ruang dan disana sudah ada tiga orang
murid laki-laki duduk. Aku pun segera menuju meja itu dan menarik kursinya kemudian duduk di sebelah
seorang pria yang sedang aksyik menikmati bakso pesanannya. Ku letakkan mie ayamku dan ku ambil
sendok dan garpu yang berada di tengah meja. Aku pun segera menikmati mie ayamku, tanpa
memperhatikan sekelilingku.

“hei, berani-beraninya kamu duduk di meja ini.”bentak pria yang duduk di depanku.

“hei…kamu tidak tahu yah?kamu itu tidak boleh duduk satu meja dengan kami.”bentak pria yang postur
tubuhnya dua kali lipat aku. Aku tak menghiraukan apa yang mereka bicarakan. Tapi semua mata sudah
tertuju padaku.

“sudah lex! kita langsung saja beri dia pelajaran.”ucap pria yang rambutnya jabrik.

“oke boleh juga itu, biar dia tahu kalau kita nggak main-main.”ucap si gendut

Mereka mulai mendekati aku dan berdiri di belakangku! Aku masih tetap memasukkan mie kedalam
mututku. Mereka mulai menepuk punggungkku dan mulai berusaha menarikku dengan kekuatan penuh.
Aku terpentak ke atas lantai kantin yang lumayan kotor. Pria yang di sampingku masih duduk dengan
menikmati baksonya. Semua orang memperhatikan aku yang terjatuh dilantai.

“jessy kamu nggap apa-apa?”tiba-tiba maria datang menghampiri aku.

“alex, Daniel suda. Jangan pukul jessy.”mintanya dengan begitu ketakutan.

“oh, nama kamu jessy?”tanya si gendut alias alex


“iya namanya jessy, dan dia murid baru disini. Jadi kalau dia berbuat sesuatu yang membuat kalian
terganggu tolong maafin jessy!”mintanya kembali.

“alex, Daniel sudah jangan ganggu anak baru itu lagi.”akhirnys pria yang berada di sampingku membuka
mulutnya juga. Si gendut dan si jabrik langsung menuruti yang di perintah oleh pria yang sedang duduk
di meja. Aku di bantu oleh maria untuk berdiri

“tapi chris dia sudah berani duduk di sampingmu.”

“tidak apa-apa dia belum tahu saja peraturan di sekolah ini, akan ku berikan pengampunan atas ketidak
tahuannya itu. Dan tolong sampaikan padanya kalau lain waktu jangan berani duduk di meja ini lagi.”
Ucap pria itu dan bangkit dari kursinya.

“hei anak baru dengarkan itu baik-baik, kamu akan kita beri ampun untuk sekarang ini saja. Lain kali
kamu akan kita jadikan daging cincang, apa kamu mengerti.” Ancam si alex.

“maria bilang yah sama teman baru itu, jangan dekat-dekat dengan kami.”

“baik.”ucap maria dengan wajah pucat pasi.

Chris dan kedua temannya pergi meninggalkan aku yang terdiam di atas lantai. Dengan berlahan aku
bangkit dari lantai.

“jessy kamu dengarkan yamg mereka bilang? kamu itu jangan pernah mendekati mereka lagi.”

“memang meraka siapa?”

“mereka itu anak-anak komisaris sekolah ini.”

Mendengar hal itu, aku langsung tertarik ingin memberikan mereka pelajaran “hei brengsek…”seruku
pada tiga pria yang hendak meninggalkan kantin.

“apa? kamu panggil kami brengsek?”bentak sih gendut.

“iya, aku panggil kalian bertiga brengsek.” Ulangku

Mereka bertiga kembali memasuki kantin dan menghampiriku

“coba ulangi lagi.”ucap si Daniel

“kalian bertiga pe..nge..cut!”ucapku seraya berjalan mengelilingi mereka bertiga.

“wah chris, kayanya anak baru ini mau main-main sama kita.”

“waah… sudah lama kita tidak menemukan lawan!”seru si Daniel

“alex, Daniel tolong jangan ganggu jessyca!”minta maria

“diam kamu anak culun!”seru Daniel dan melemparkan maria ke lantai


“jangan berani sama anak perempuan saja!”bentakku pada si jabrik. Si gendut pun memdekati maria
dan berusaha memjambak rambutnya. Maria berteriak dan mulai menangis. Aku segera menarik si
gendut itu dan menonjok wajahnya yang bulat. Si jabrik berusaha membantu menendangku tapi aku
berhasil meloloskan diri dari tendangannya. Semua anak-anak yang berada di kantin sekarang
mendapatkan tontonan yang seru. Mereka membentuk lingkaran dan melihat aku menghajar mereka
berdua, mereka berteriak-teriak.

“terus hajar mereka!”

“bagus hajar si gendut itu.”

“ya begitu…”

“awas di belakang..”

Mereka seperti memberikan aba-aba pada ku! dan pria yang bernama chris itu Cuma berdiri diam dan
menonton aku menghajar kedua temannya. Entah dia takut atau tidak peduli dengan temannya yang
telah aku hajar sampai babak belur. Sesaat aku ingin menonjok wajah Daniel tiba-tiba saja seorang pria
berteriak kenceng…

“berhenti………..”ucap pria itu sambil menghampiri aku,Daniel dan alex. Tapi karena tanganku sudah ku
kepal dan telah mengambil ancang-ancang untuk menonjok Daniel, akupun segera melanjutkannya.
“jessy berhenti…”ucapnya dengan garang. “Daniel, alex apa yang kalian lakukan?”

“kami tidak melakukan apa-apa pak.”bela mereka.

“lalu kenapa kamu bisa di hajar sama anak perempuan ini?”

“saya tidak tahu kenapa pak? Tiba-tiba saja dia memukul saya pak.”jawab alex dengan menyentuh
bibirnya yang berdarah.

“jessy, kenapa kamu memukul mereka?”tanyanya padaku

“mereka yang mulai duluan pak.”jawabku dengan merilekskan otot-otot tanganku

“benar itu pak.”sambung maria

“bapak tidak bertanya padamu.”

“tapi itulah yang terjadi, bapak bisa tanya sama semua orang disini kalau bapak tidak percaya.”

“apakah itu benar anak-anak?apa Daniel dan alex yang memulai perkelahian ini?”tanya pak eric pada
semua orang yang ada di kantin. Semua orang saling melirik satu dengan yang lain. alex dan Daniel
memberika tanda ancaman kepada semua orang.

“iya pak, jessy yang mulai semua ini.”jawab seorang siswa yang memakai kacamata tebal.

“ia pak, anak perempuan itu yang memulai.”sambung yang lain.


“itu salah pak, mereka bohong!”bela maria

“maria kamu jangan berusaha membela jessyca. Dan kamu jessy, bapak ingin bertemu dengan orang tua
kamu besok.”

“papa saya sibuk pak!”

“tidak ada alasan.”ucapnya dan meninggalkan kantin.

“pak…saya bilang papa saya sibuk!”teriakku pada pak eric, tapi dia terus melangkah tanpa
menghiraukanku. semua anak telah pergi meninggalkan kanti dan tinggal aku maria dan ketiga
berandalan ini. Chris melihatku dengan senyum miris dan tatapan matanya yang menunjukkan
permusuhan. Ku pandangi dia dengan pandangan yang sama, lalu mereka meninggalkan kami berdua.

“jessy kamu nggak kenapa-kenapakan?”tanya maria sambil melihat tanganku yang lecet sedikit.

“tidak apa-apa!”jawabku lalu pergi meninggalkannya sendirian. Maria mengikutiku dari belakang dan
masih terus bertanya apakah aku baik-baik saja. Entah dia itu bodoh atau apalah, dia terus mengikutiku
sehari penuh di sekolah. Bagaimanapun aku menyuruh dia untuk tidak mengikutiku, tapi dia tidak
pernah menghiraukan yang ku katakana padanya. Anak ini memang aneh.
Hari yang melelahkan
Pagi ini aku terbangun setelah mendengarkan alarm berbunyi dengan kencang. Seperti pagi yang sudah-
sudah, aku menyalakan mini combo dan mendengarkan beberapa lagu favoritku. Dengan segera aku
mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. Aku mandi dengan mengikuti lagu-lagu yang bawakan
oleh Muse, ku ikuti gaya mettew bernyanyi dan berteriak-teriak sendiri di kamar mandi. Setelah selesai
mandi aku segera mengenekan seragam untuk hari rabu. Hari ini julian akan ikut kesekolah karena papa
ada rapat dengan beberapa pentinggi dubes Indonesia. Dengan segera ku turuni anak tangga satu demi
satu dan duduk di meja makan dan melahap habis semua sandwich bikinan bu dewi.

Julian sudah menungguku dalam mobilnya, hari ini pak ujang tidak bisa mengantarku kesolah. Itu karena
anak pak ujang ada yang sedang sakit, jadi aku ikut mobil Julian pagi ini. Kubuka pintu mobil Julian dan
segera duduk di sampingnya sambil membaca buku sejarah. Julian menyetir dengan tenang tanpa
mengatakan sesuatu padaku. Entah apa yang akan dibicarakan pak eric pada Julian? Kemarin alex dan
Daniel di bawa kerumah sakit karena mereka pingsan saat pelajaran terakhir. Memang tidak ada luka
yang terlalu parah tapi sepertinya ada beberapa luka di kepalanya karena terbentur dengan tembok.
Kemarin juga orang tua mereka menelepon pihak sekolah untuk minta penjelasan kenapa anak mereka
bisa sampai seperti itu.

Sesampainya di sekolah aku langsung menuju kelas tanpa menatap Julian seditik pun. Julian langsung
menuju kantor wakil kepala sekolah.

Pelajaran sejarah hari ini ada ulangan, aku berusaha keras untuk menghafal semuanya. Aku berharap
nilaiku menjadi yang terbaik saat aku lulus.

“jessy kamu di minta pak eric untuk keruanganya.”ujar bu fanni

“ada apa, bu?”tanyaku heran.

“ibu juga tidak tahu.”jawab bu fanni.

“ulangan kamu sudah selesaikan?”

“sudah bu.”

“kalau begitu, silahkan menghadap pak eric.”

“baik bu.”ucapku dan meninggalkan kertas jawabku di atas meja. Entah apa yang terjadi di ruangan pak
eric sampai aku harus datang ke sana. Aku berjalan dengan langkah kaki ringan dan setelah sampai di
depan ruangan pak eric ku ketuk dan terdengan suara dari dalam yang mempersilahkan masuk.
“permisih pak, bapak panggil saya.”

“ benar jessy, papa kamu ingin bicara sama kamu.”

“tapi maaf pak, dia bukan papa saya.”

“apa? Saya suruh kamu untuk membawa orang tua kamu, bukan yang lain!”

“maaf pak saya memang bukan orang tua jessy tapi saya kenal jesyy dengan baik. Dan saya adalah
asisten pribad papanya jessyca dan saya sudah mendapat wewanang untuk menggantikan beliau,
karena beliau ada rapat penting yang tak mungkin di tinggalkan.”jelas Julian.

“baiklah kalau begitu, silahkan bapak berbicara dengan jessyca.”

“jessy kata pak eric kamu telah mencederai teman kamu kemarin?”

“bukan mencederai tapi menghajar mereka berdua.”jelasku.

“apa? Jadi yang dikatakan pak eric itu benar? Apa kamu tahu akibat dari perbuatanmu itu?” tanya Julian
keheranan.

“Julian jangan sok kaget begitu, kamu kan tahu aku itu paling sering menghajar temanku di sekolah.
Lagian mereka duluan yang mengganggu aku, jadi aku nggak salah dalam hal ini.”ucapku sambil
memainkan pulpenn ditanganku.

“apa kamu tahu kalau kamu akan dikeluarkan dari sekolah ini?”ucapnya pak eric dengan tenang.

“saya tidak tahu!”jawabku.

“baiklah kalau memang itu keputusan dari pihak sekolah, saya minta maaf atas kelakuan jessyca selama
sekolah disini.”ucap Julian pada pak eric.

“saya akan memeberitahukan kepada bapak kapan jessyca akan di keluarkan dari sekolah ini.”ujar pak
eric pada Julian.

“terima kasih banyak pak!”ucap Julian dan menjabat tangan pak eric dengan erat. Saya pun mengikuti
Julian ke luar kantor pak eric.

“jessy apa kamu puas dengan semua ini?”

“sangat puas.”ucapku dengan mantap.

“Apa kamu tahu? Saya bersusah payah memasukkan kamu kesekolah ini, dengan harapan kamu akan
berubah. Tapi sekarang, kamu malah di keluarkan dari sekolah ini dalam jangka waktu yang tidak lama.”

“saya kan sudah bilang mereka yang memulai perkelahian itu, tapi semua orang tak mau mengatakan
sesungguhnya pada pak eric. Mereka semua takut dengan mereka bertiga.”
“kenapa mereka takut?”

“karena mereka adalah anak dari donator untuk sekolah ini! Jadi mereka menggangap diri mereka itu
adalah penguasa sekolah ini.”

“tapi kenapa kamu tidak mengatakan yang subenarnya pada pak eric?

“jessy sudah bilang tapi pak eric tak percaya. Kamukan lihat tadi pak eric tak mempercayai aku sama
sekali.”ucapku dan menyenderkan punggungku ke sisi tembok.

“itu benar om..”tiba-tiba saja maria muncul dan mengatakan itu.

“maria..”ucapku dengan kaget.

“ia om, jessy itu nggak salah! Yang memulai perkelahian itu memang mereka. Tapi seperti yang di bilang
jessy tadi, yang lain nggak berani mengatakan yang sebenarnya pada pak eric.” Jelasnya pada Julian.

“tuh kan yang jessy bilang benar.”

“ya sudah kalau begitu, nanti saya akan berusaha memeberitahukan itu semua pada pak eric.”

“makasih ya om..”

“oh ya tadi jessy sebut nama kamu maria yah?”

“ia om, nama saya maria!”

“ehm…saya ini bukan papanya maria.”ucap Julian pada maria dengan senyum yang tidak pernah kulihat
sebelumnya. Ternyata kalau Julian senyum dia cakep juga. Batinku.

“lalu, om siapanya maria?” lanjut maria.

“dia bukan siapa-siapa saya.”ucapku dengan ketus pada maria.

“ya saya ini bukan siapa-siapanya.”timpal Julian.

“eh maria, sekarang kita kembali kekelas saja.” Ajakku sambil menyeretnya pergi meninggalkan Julian.

Aku dan maria pergi meninggalkan Julian di lorong sekolah. Hari ini tak ada yang menarik, yang aku
fikirkan adalah bagaimana mungkin aku dikeluarkan dengan masalah sepele seperti ini. Memang aku
sudah sering membuat onar di sekolahku dulu, tapi tidak pernah sampai harus di keluarkan. Mungkin
papa akan marah besar lagi hari ini. Apes banget nasib aku di Indonesia ini, apakah tidak ada hari yang
cerah bagiku disini. Baru beberapa bulan disini tapi aku sudah sering mendapat masalah besar.
Menyebalkan sekali semua ini! Apa yang akan aku katakan sama papa nanti dirumah? Bisa-bisa aku tidak
akan di perbolehkan untuk kulian di itali. Oh Tuhan bantulah aku ini.
Hari terakhir

Setelah papa bertemu dengan wakil kepala sekolah tiga hari yang lalu, keputusan pihak sekolah untuk
mengularkan aku masih tetap seperti semula. Julian juga sudah menjelaskan semua yang terjadi, tapi
pak eric tidak mempercayai semua itu. Hanya maria yang berani mengatakan yang sebenarnya, tapi itu
tidak cukup juga untuk menyakinkan pihak sekolah. Harapan aku untuk pergi ke italia hancur sudah, tak
ada yang bisa aku harapkan dari semua ini.

Aku berjalan secara berlahan di halaman sekolah yang sudah tua ini. Pandanganku tertuju pada tiga pria
yang sedang berdiri di lorong kelas. Mereka seperti merasa puas akan semua yang terjadi padaku. Si alex
tersenyum dengan tipis dan Daniel tertawa saat aku melewati mereka. Rasanya aku ingin sekali
menghajar mereka kembali, tapi pria yang satu lagi tak mengalihkan pandangannya dari langit.
Sepertinya dia sedang melihat sesuata yang mengasyikkan di langit sana.

“hai jessy, aku punya sesuatu untuk kamu.” Maria datang menghampiriku saat aku berjalan masuk ke
dalam kelas.

“apaan?”

“ini buka aja.”ucapnya dan menyodorkan bingkisan kecil padaku.

“apa ini?”tanyaku sambil membuka bingkisan.

“buka aja dulu.”mintanya

“wow…bangus banget!”seraya memandangi kalung yang di berikan maria.

“ini adalah kalung ke beruntungan! Aku mendapatkan ini waktu aku berumur sepuluh tahun dari
mamaku. Tapi sekarang aku tidak membutuhkan ini lagi, karena kamu lebih membutuhkannya.”jelasnya
panjang lebar.

“apa nggak apa-apa nich? Kalung inikan pemberian mama kamu, kok kamu berikan padaku?”ucapku
sambil memandangi kalung ini.
“ngomong-ngomong ini bentuknya apaan sih?”tanyaku pada maria.

“ini pedang kesatria.”

“apa?”

“coba lihat ini, ini adalah pegangannya. Walaupun terlihat sangat aneh.” maria coba menjelaskan semua
tentang kalung ini. Dia percaya kalau kalung ini memang benar-benar membawa keberuntungan.
Walaupun pertama ragu, tapi maria dengan jelas menyebutkan semua yang dialaminya dengan kalung
ini, akupun jadi percaya dengan kalung ini. Pertama kali lihat, aku tak percaya kalau ini adalah pedang.
Tapi setelah dilihat dengan teliti ini memang pedang, pedang dengan pengangannya yang sangat
menarik.

“makasih ya.”ucapku dan memakai kalung baruku.

“sama-sama.”jawabnya dengan senyum yang sangat manis.

“jessy ayo siap-siap upacara, oh yach dasi kamu mana?”tanya maria dengan panic.

“ini..”jawabku dengan mengeluarkan dasi dari dalam tasku.

“kirain kamu nggak bawa lagi?”ucapnya dengan puas. Aku hanya dapat tersenyum dengan teman
baruku ini. Entah sejak kapan aku menjadi dekat dengan maria, aku tak menyadari semua yang terjadi
ini. Memang untuk pertama kali maria menyebalkan, kerana dia memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.

Semua murid secara teratur berdiri di lapangan sekolah, dan semua murid menggunakan seragam
lengkap. Dan yang tidak mengenakan seragam lengkap wajib berdiri di samping barisan guru. Untuk
beberapa kali aku sempet berada di barisan itu, dan bisa di bilang ini adalah yang pertama kali aku
berbaris di barisan ini. Upacara kali ini aku lupa membawa ipodku, jadi aku harus mengikuti semua tata
upacara bendera kali ini. Dengan sedikit panas marahari pagi ini, aku mendengarkan semua yang di
bacakan oleh protocol upacara. Memang membosankan sekali!

Menit demi menit begitu membosankan, dan sekarang adalah waktu Pembina upacara mengucapkan
beberapa kata. Pembina upacara hari ini adalah bu fanny, bu fanny mengatakan beberapa kata yang
tidak penting menurutku. Yang di bahas tak lain adalah masalah ujian nasional, tak henti-hentinya bu
fanny mengatakan; “kalian sebagai penerus bangsa harus berusaha untuk meningkatkan kualitas bangsa
sebagai bangsa yang bermartab dan berpendidikan tinggi.” Ceramahnya panjang lebar. Apakah dia
nggak tahu, kita sudah bosan mendengarkan kata-kata itu berulang kali.

“dan ibu juga ingin mengatakan sesuatu yang sangat penting kepada kalian semua. Salah satu teman
baru kita akan pergi meninggalkan sekolah kita hari ini. Ibu akui dia adalah murid yang sangat cerdas dan
berwawasan tinggi, tapi itu semua tidak cukup. Kalau kita ingin maju, kita harus memperhatikan sifat
dan sikap kita terhadap sesama kita. Jangan sampai kita melukai seseorang karena ke egoisan kita
sendiri. Ibu sangat sedih sekali kehilangan murid ibu yang sangat cerdas di kelas. Tapi ibu yakin dia akan
mendapatkan yang lebih baik lagi di luar sekolah kita ini.”lanjutnya. tiba-tiba saja semua orang menatap
kearahku secara bersamaan.

“dan hari ini adalah hari terakhirnya berada di sekolah kita ini.” Bu fanny sepertinya tidak mempercayai
keadaan sekarang ini. Maria memegang tangaku dengan erat, seolah tak mau kehilangan aku. Dulu aku
juga mempunyai seorang sahabat dekat waktu di inggris. Sejak kecil kami sudah berteman, kerena
rumah kami bertetangga. Setiap hari kami lewatkan bersama-sama, dan mama kami memasukkan kami
ke taman kanak-kanan yang sama. Persahabatan kami di mulai sejak kecil, tapi sejak aku memasuki SD
kami sekeluarga harus pindah ke NEW YORK. Sampai sekarang aku tidak terlalu suka bersahabat dengan
seseorang, karena kalau kita berpisah dengan seseorang yang sangat kita sanyangi, rasanya seperti ada
sesuatu yang hilang dari diri kita sendiri. Sejak itu aku menutup pintu persahabatan di dalam hidupku
sampai sekarang.

Setelah pemimpin upacara membubarkan barisan upacara, aku berjalan meninggalkan kerumunan
orang banyak. aku berjalan dengan langkah kecil dan memperhatikan murid-murid yang berteriak,
berlari,menjailin sesama mereka. Ada juga yang bercanda guarau dengan temannya sambil berjalan dan
akhirnya mereka semua tertawa secara bersamaan.

Hari ini berlalu dengan sangat cepat sekali, tak biasanya hari secepat ini. Biasanya aku selalu berkata “ini
jam berputar atau tidak sih?”

Tapi sekarang jam kali ini berjalan dengan tidak wajar, perasaan tadi baru selesai upacara kok sekarang
sudah bunyi bel pulang!

Dengan berlahan aku memasukkan buku-buku pelajaranku kedalam tas. Dan setelah itu aku menuju
loker yang berada di lorong sekolah dan membereskan semua isinya. Baju seragam olah raga, sepatu
olah raga, buku-buku pelajaran yang lain juga ada di loker ini. Aku tak pernah mambawa buku pelaran
pulang kerumah kecuali ada pekerjaan rumah yang akan di kumpulkan.

Dengan tersenggal-senggal maria menghampiriku dan membantuku membawa semua barang-barangku


ke parkiran mobil. Kata pak ujang dia akan telat menjemputku. Aku meletekkan bawaanku di atas kursi
kayu dan maria meletakkan kardus kecil di samping tas.

“uh.. berat juga nich kardus! Memang isinya ini apaan sih jessy?”

“lihat aja sendiri.”

“jessy ini foto siapa?”tanyanya padaku dengan menunjukkan foto aku dan mama.

“ini foto aku sama mama.”ucapku dan mengambil foto itu dari tangan maria.

“oh. Terus mama kamu sekarang dimana?”

“mama sudah di surga.”

“maksud kamu apa?”


“mama sudah meninggal.”

“jessy, maaf yach!”

“nggak apa-apa.”

Seketika saja kami menjadi terdiam seribu bahasa. Maria melanjutkan mengotak-atik barang-barang
yang ada di kardus.

“jessy ini apaan?”maria menunjukkan sebuah MP4.

“MP4.”

“MP4? MP4 itu apa?” tanyanya padaku dengan ingin tahu.

“ini bisa dengarin lagu atau kalau kamu lagi bête kamu bisa menontom film di sini.”

“wow..keren banget dong!berarti kita nggak perlu DVD dong buat nonton film?”

“iya, tapi lebih asyik kalau kita lagi dikelas. Saat kamu bête dan guru yang mengajar itu sangat
membosankan seperti pak rudy.”

“ha..ha.. betul banget! Jangan-jangan kamu sering seperti itu, ya?” tanya maria tanpa henti tertawa.

“iya, pelajaran pak rudy sangat membosankan dan paling membosankan adalah pak rudynya sendiri.”

“ha..ha..ha..”maria tak hentinya tertawa dan aku pun mulai terbawa suasana dan tertawa bersama
maria. Aku jadi teringat cara berbicara pak rudy yang cadel. Itu sangat menggelikan!

“jessy kamu cantik banget sih!”ucap maria secara tiba-tiba.

“hah?”

“ia kamu itu cantik banget kalau lagi senyum apalagi kaya sekarang, jessy yang jutek dan cuek tidak
terlihat sama sekali.”lanjutnya sambil memandangiku dengan seksama. Aku jadi malu sendiri saat dia
melihatkku.

“kamu itu ada-ada saja.”ucapku dan mengalihkan perhatian ke lain objek.

“aku serius. Kamu itu memang cantik banget!”menyakinkanku.

“sudah ah, pak ujang sudah datang tuh.”

Aku mengambil tasku dan berjalan menuju mobil yang baru saja sampai di parkiran. Pak ujang langsung
membukakan pintu dan mengambil kerdus yang di bawa maria. Ku letakkan tasku ke dalam mobil dan
mengucapkan salam perpisahan pada maria. Dan maria memelukku dengan erat dan mengeluarkan
beberapa tetasan air mata untukku. Keadaan sekarang sama seperti waktu aku dan Vanessa berpisah,
Vanessa waktu itu menangis tak henti-hentinya. Aku sudah berusaha menghiburnya tapi dia tetap saja
menangis sampai saat mobil mulai melaju. Ku balas pelukan maria dengan menepuk-nepuk
punggungnya dan aku melepas tangannya dari punggungku. Maria terlihat sangat sedih sekali, entah
apa yang di tangisinya? Padahal selama ini aku tidak pernah berbuat baik padanya, bahkan aku selalu
bersikap kasar padanya.

Aku segera masuk kedalam mobil dan pak ujang melaju mobil dengan kecepatan rata-rata. Aku tak
berani melihat ke belakang, kerena aku akan mengulang masa waktu dulu. Aku tak mau terbawa
suasana dan akhirnya aku akan merasa sedih dengan semua ini.

Setelah sampai dirumah kubereskan semua seragam dan barang-barangku ke dalam kerdus besar,
karena barang-barang ini tidak akan berguna lagi untukku. Nggak mungkinkan nanti aku mengenakan
seragam lama ini di sekolah baruku. Ngomong-ngomong sekolah baru, aku belum dengan kabar terbaru
dari Julian. Semoga Julian sudah jera memasukkan aku kesekolah butut seperti sekolah st regina. Aku
akan menikmati beberapa hari untuk menenangkan fikiranku. Semoga saja aku sekolah di tempat yang
semestinya.

Liburan pendek

Hari ini aku sudah mempunyai banyak rencana dalam menikmati liburanku kali ini. Julian sibuk
belakangan ini, Julian mencari sekolah untuk melanjutkan pendidikankku berikutnya. Tapi setiap kali aku
bertanya apakah Julian sudah mendapatkan sekolah yang aku inginkan! Julian selalu menggelengkan
kepala. Setiap hari Julian pergi mencari sekolah untuk ku, tapi belum menemukan sekolah yang
menerima anak baru dalam semester terakhir ini. Ada beberapa sekolah tidak menerima anak baru
karena katanya sekarang sudah merupakan semester terakhir dan sudah deket dengan ujian akhir
nasional. Sudah beberapa sekolah yang mengatakan seperti itu, tapi Julian sepertinya tidak menyerah
untuk menemukan sekolah untukku. Sudah ku katakan padanya kalau aku tidak apa-apa kalau harus
menjalani home schooling, tapi Julian masih tetap ingin terus mencoba.

Pagi ini aku bangun jam sepuluh dan setelah itu aku mandi dan mengenakan shirt dan selana panjangku
yang berwarna hitam. Hari ini aku akan jalan-jalan mengenal kota Jakarta. Hanya aku dan pak ujang yang
akan pergi karena jullian ada pekerjaan dengan papa. Setelah aku siap dengan pakaianku aku segera
memasukkan beberapa perlengkapanku ke dalam tas. Ku masukkan kamera digital dan beberapa
makanan ringan ke dalam tas gendongku yang lumanya besar. Ku ambil ipod dan memasukkannya ke
dalam saku celanaku. Sekarang aku sudah siap untuk mengelilingi kota Jakarta. Yang pertama ku
kunjungin adalah monas kedua Taman Mini Indonesia ketiga seaworld dan yang terakhir adalah dunia
fanatasi.
Setelah berada dalam mobil beberapa menit akhirnya sampai di sebuah tugu besar dan diatasnya
terlihat seperti emas yang berbentuk seperti es krim. Pak ujang memarkirkan mobil dan aku segera
keluar mobil dan menuju pintu masuk untuk melihat-lihat. Tak ada yang terlalu menarik di lihat di
bawah sini, bosan dengan semua ini aku langsung menuju lift dan naik ke atas tugu ini. Setelah beberapa
menit akhirnya aku sampai juga di puncak tugu monas. Setelah aku keluar dari lift aku langsung
disuguhkan dengan pamandangan yang sangat menyenangkan. Aku bisa melihat kota Jakarta dengan
jelas sekali.

Sambil menikmati pemandangan ini ku nyalakan ipodku dan ku dengarkan lagu-lagu yang ada dalam
ipod dan mengeluarkan makanan ringan dari dalam tasku. Aku sangat menikmati semua ini. Ku
pejamkan mata dan kunikmati hembusan udara di atas tugu. Setelah persekian detik ku buka mataku
secara berlahan kelihat kekanan dan kekiri, tak disangka saat aku melirik ke kiri aku melihat seseorang
yang tak asing dalam penglihatanku. Setelah ku perjelas pandanganku ternyata aku melihat chris sedang
berdiri di sampingku dengan handsfree ditelinganya. Terlihat di juga sedang menikmati suasana di sini,
tapi apa yang dia lakukan sekarang ini disini?

“hei apa yang kau lakukan disini?”tanyaku padanya.

“aku sedang melakukan seperti yang kau lakukan.”ucapnya dengan jutek.

“terserah kamulah, aku nggak peduli.”ucapku dengan jutek juga.

“apa kamu sudah menemukan sekolah baru yang kau inginkan?”tanyanya dan melihat kearahku.

“bukan urusanmu.”jawabku dengan jutek.

“baiklah memang itu semua bukan urusanku.”ucapnya dan kembali mengalihkan pandangannya ke
sekitar kota Jakarta.

Aku pun tak berkata apa-apa lagi dengannya untuk beberapa menit kemudian. Dengan diam-diam ku
lirik dia dan dia terlihat sangat menyukai tempat ini.

“kenapa kau melihatku seperti itu.”tanyanya tanpa melihat ke arahku.

“siapa yang melihatmu?”elakku padanya.

“ngomong-ngomong kita belum kenalan kan! Namaku Christian joseph, namamu pasti jessyca adam.”

“bagaimana kamu tahu nama lengkapku?”

“mengetahui nama lengkapmu itu bukan hal yang susah.”

“jangan-jangan kamu segaja membuatku keluar dari sekolah yah? Karena kamu takut bersaing
denganku.”

“takut bersaing?”
“iya, ku dengar kamu itu adalah anak dari pendonor dana untuk sekolah st. regina. Dan kamu terkenal
yang paling pintar di sekolah.”

“terus apa hubungannya?”

“ya adalah, aku ini pintar dan kamu takut aku kalahkan.”jelasku.

“nggak mungkin?”ucapnya percaya diri.

“ya mungkin saja, karena setiap hati orang itu kita tak mengkin mengetahuinya.”

“apa kamu ingin kembali ke sekolah butut itu?”lanjutnya.

“ehm..untuk sekarang aku belum ingin kembali ke sekolah itu. Mungkin kalau aku sudah bosan dengan
keadaan aku yang sekarang baru aku ingin kembali ke sekolah itu.”

“jadi intinya kamu mau kembali ke sekolah itu?”tanyanya kembali.

“ya kalau tak ada sekolah lagi yang menerima anak baru.”ujarku pasrah.

“memang kamu sudah coba berapa sekolah?”

“bukan aku yang mencari sekolah, tapi Julian. Kalau Julian sudah mencari lebih dari lima sekolah. Dan
semua sekolah itu menolak anak baru. Jadi untuk beberapa hari aku akan menjadi pengacara
(pengangguran banyak acara).”jelasku.

“kamu menyukai ini semua?”tanyanya.

“untuk beberapa hari aku sangat menyukai ini semua, tapi lama kelamaan aku jadi bosan juga.”

“oh…”ucapnya.

“kamu sendiri sedang apa disini?bukannya kamu harusnya ada di kelas untuk belajar!”tanyaku padanya
dengan ingin tahu.

“aku lagi malas, sekolah itu sangat membosankan.”

“yah memang begitulah.”ucapku dengan menghela nafas panjang. “setelah dari sini kamu mau
kemana?”

“nggak kemana-mana.”jawab chris dengan memandang ke langit.

“oh..”

“memang kenapa?”chris balik bertanya padakku.

“nggak apa-apa, hanya ingin tahu saja. Kalau seandainya kamu mau kesekolah aku hanya ingin menitip
salam dengan maria.”mintaku padanya.
“oh baiklah akan ku sampaikan.”

“senang bertemu kamu disini.”ucapku dengan sedikit pelan.

“apa?”

“em..bukan apa-apa.”elakku dan segera meninggalkan chris.

“aku juga senang bertemu kamu.”ucapnya dengan memberi senyum yang sangat mempu membuat hati
siapa pun berdegup kencang.

“ia..”jawabku dengan senyum juga. Setelah itu aku masuk ke dalam lift dan pergi meninggalkan monas
dengan pak ujang.

Mimpi apa aku tadi malam? Bagaimana aku bisa mengobrol dengan orang yang tega membiarkan aku di
luarkan dari sekolah. Seandainya dia mau mengatakan yang sejujurnya pada pak eric, mungkin sekarang
aku sedang belajar di kelas. Walaupun belajar itu sangart membosankan.

Hari sudah mulai gelap dan aku mengakhiri perjalanan ku di dunia fantasi. Semua wahana sudah aku
naiki, mulai dari roll coster sampai ontang-anting. Semua wahana disini mampu membuatku melupakan
semua yang terjadi selama satu bulan terakhir ini. Pak ujang tidak mau masuk karena dia takut pada
ketinggian dan jantungnya mungkin tidak terlalu kuat untuk melakukan permainan yang sangat
menantang seperti di dunia fantasi.

Setelah puas dengan semua di sini aku dan pak ujang akhirnya meninggalkan dunia fantasi dan pulang
kerumah. Jalanan kota Jakarta sekarang sudah mulai sepi karena jam sudah menunjukkan jam tujuh
malam. Untuk besok aku tak mempunyai rencana selain tidur panjang, beberapa hari ini aku sudah
bosan jalan-jalan tiap hari. Papa sampai marah-marah karena aku pergi setiap hari. Ya kalau aku dan
papa berantam tiap hari itu tidak aneh lagi. Kami itu seperti bukan papa dan anak, lebih tepat kalau
dibilang seperti musuh besar. Papa tidak pernah mau mendengarkan apa kemauanku dan aku selalu
menyalakan papa atas semua yang terjadi padaku.

Kami sudah memasuki perumahan dan semua rumah terlihat sepi seperti tidak ada penghuninya.
Perumahan ini seperti perumaha mayat-mayat hidup karena selalu sepi setiap saat. Setiap hari semua
orang sudah pergi meninggalkan rumah dan kembali malam hari. Bisa dibilang rumah disini hanya untuk
tidur saja, bukan tempat untuk berkumpul dengan keluarga mereka sendiri. Mereka yang sudah
mempunyai anak hanya memberikan biaya sekolah dan hidup para anak-anaknya. Untuk urusan yang
lainnya di serahkan kepada para pembantu. Jadi bisa di bilang anak itu bukan anak yang punya rumah
tapi anak pembatu mereka. Yang mengurus dan memperhatikan anaknya itu adalah pembantu karena
untuk itulah para pembantu di gaji orang tua mereka. Tak ada bedanya dengan nasibku, tapi waktu
mama masih hidup, mama yang selalu mengurusku. Dan sejak mama pergi Julian yang selalu mengurus
hidupku dan papa hanya tahu beres saja semuanya.

“malam pa.”sapaku setelah membuka pintu.


“malam jessy, bagaimana liburanmu?”tanya papa sambil menonton siaran berita.

“tak ada yang berarti.”jawabku dan pergi meninggalkan papa di ruang keluarga.

Aku pergi menuju kamarku dan melemparkan badanku keatas tempat tidurku dan menatap langit-langit
kamarku yang berwarna putih. Untuk beberapa saat aku tak menggerakkan badan ku, aku seperti
terhipnotis dan mengingat saat aku bertemu dengan chris tadi siang. Sesaat kemudian aku tersadar dan
bergumul sendiri;

“kenapa aku jadi ingat dia sih?”tanyaku dalam hati. “dari pada aku mengingat si bodoh itu, mendingan
aku main drum saja ah..”lanjutku.

Aku keluar dari kamarku dan pergi menuju kamar disebelah kamar papa. Setelah kubuka pintunya, aku
menuju kursi yang di sekitar alat drum yang baru di belikan papa untukku. Setiap rumah yang kami
tinggali harus ada studio musiknya, karena aku dan papa senang sekali bermain music. Papa adalah salah
satu personil band waktu papa masih kulian dulu. Papa memainkan bass dan untuk sekarang papa masih
sering memainkan alat music yang mampu membuatnya melupakan semua masalah di kantornya. Aku
beberapa kali mendengar papa bermain bass di malam hari. Dan kami hanya sehati dalam hal musik,
papa tak pernah melarang aku untuk bermain musik setiap aku ada kesempatan.

Ku ambil stick drum dan mulai memainkan beberapa lagu yang sering aku bawakan waktu aku masih di
belanda. Aku menikmati permainanku sendiri dan begitu terhanyut dengan alunan drum yang begitu
keras dan membuat aku begitu nyaman. Papa mungkin mendengar bunyi drum dari ruang keluarga, tapi
papa tak akan pernah marah padaku kalau aku sedang main drum. Aku terlalu menikmati semua ini dan
aku tak sadar kalau ternyata Julian sudah ada dalam ruangan ini.

“wow bagus sekali jessy!”puji Julian sambil bertepuk tangan.

“ngapain kamu kesini?”tanyaku dengan jutek padanya

“aku hanya ingin menyampaikan sesuatu padamu.”ucapnya dan mulai mendekati aku dan mengambil
stick drum dari tanganku dan mulai memukul piringan drum.

“apa?”tanyaku.

“mulai besok kamu akan sekolah kembali.”Julian berhenti memukul.

“aku akan sekolah di mana?”

“di st. regina.”ucapnya dan mulai memperhatikan aku.

“apa? Bagaimana mungkin?”tanyaku tak percaya

“orang yang kamu hajar dulu sudah mengaku kalau mereka yang memulai perkelahian itu. Dan tadi sore
pak eric memberitahukan aku dan kamu sudah bisa kembali ke sekolah besok.”jelasnya.

“oh baguslah kalau begitu.”ucapkku dan mengambil stick drum dari tangan Julian.
“jessy, mendingan kamu sekarang tidur. Besok kamu akan bagun pagi lagi, karena seminggu ini kamu
selalu bangun telat-kan.”Julian merebut stick dari tangankku.

“bagaimana kamu tahu aku selalu telat bangun?”tanyaku padanya.

“aku selalu tahu apa yang terjadi padamu.”ucapnya dan tersenyum padaku.

“paling bu dewi yang memberitahukan kamu.”ujarku.

“tidak penting dari mana aku tahu, yang penting sekarang adalah kamu tidur.”perintahnya. Julian
mengangkat badanku dari kursi dan memaksaku keluar dari studio.

“Julian lepaskan aku!”teriakku. tapi Julia tetap saja memopong badanku dan mengantarkan aku ke
kamar tidur. Julian membaringkan badanku di atas tempat tidur dan langsung pergi keluar kamar. “ah
brengsek banget sih dia, memang dia fikir dia itu siapa? Sampai waktu tidurku pun dia yang
mengatur.”aku berbicara sendiri di kamar.

Kembali ke sekolah
Pagi ini aku kembali bangun tidur jam enam lewat tiga puluh, aku harus mandi siap-siap untuk pergi
kesekolah. Setelah beberapa hari aku tidak kesekolah aku jadi terbiasa bangun siang, tapi sekarang
harus bangun pagi lagi. Pagi ini bukan pak ujang yang mengantar aku kesekolah tapi Julian, bukan kerena
anaknya pak ujang sakit, tapi kerena Julian yang ingin mengantarku kesekolah. Mungkin Julian ingin
memastikan aku kembali kesekolah dan bersikap baik terhadap orang-orang yang telah menfitnah aku.
Tadi malam aku sempat berfikir, mungkin tidak chris yang melakukan semua ini untukku. Kalaupun dia
yang menyuruh Daniel dan elex mengaku kepada pak erik, itu tak penting. Yang penting sekarang adalah
bagaimana dia begitu lama mengatakan itu kepada pihak sekolah. Apa dia memang ingin aku pergi dari
sekolah itu? Mungkin nanti aku perlu berbicara dengan chris di sekolah, apa maksud dari semua ini?

Julian memarkirkan mobilnya dengan hari-hati dan segera keluar, akupun menyusul Julian keluar dari
mobil. Beberapa orang kaget saat aku berada di sekolah ini lagi. Aku melihat chris sedang berjalan
memasuki sekolah dengan handsfree yang menempel di telinga kirinya, dia berjalan seolah hanya ada
dia seorang di dunia ini. Aku ingin mengejar chris, tapi itu tak mungkin karena aku harus menghadap bu
dewi terlebih dahulu.

Berlahan aku melangkahkan kaki memasuki ruangan kepala sekolah, ku ketuk pintu besar yang ada di
depanku.

“silahkan masuk.”perintah seorang wanita dari dalam ruangan.

“selamat pagi bu.”sapaku dengan sopan.

“selamat datang kembali jessyca adam.”ucap bu dewi dengan senyum.

“apa ada yang perlu dibicarakan bu?”tanyaku pada bu dewi dan duduk si kursi yang berada di depan
meja kerja bu dewi.

“ibu hanya ingin meminta maaf atas semua yang terjadi. Ibu tak menyangka kalau Daniel dan alex yang
memulai semua perkelahian itu.”ucapnya dengan begitu lemah.

“tidak apa-apa bu. Kalau tidak ada yang perlu di bicarakan saya ingin kembali kekelas sekarang.”aku
berdiri dari meja dan menuju pintu.

“tidak ada yang lain, hanya ingin mengingatkan kamu saja untuk memepersiapkan diri mengikuti ujian
nasional.”

“saya tahu bu!”ucapku dan pergi keluar dari kantor bu dewi. “kemana Julian pergi?”tanyaku pada diri
sendiri.

Sejak pergi dari parkiran, Julian tak kelihatan. Kemana dia pergi? Kenapa tiba-tiba dia menghilang begitu
saja? Aku mencari Julian di sekitar sekolah tapi tak menemukannya. Tapi tiba-tiba saja aku nemukan
Julian dengan seorang wanita berada di halaman belakang sekolah.

“ian kamu kok tidak pernh datang kerumah lagi?”ujar seorang wanita pada Julian.

“maaf ya, akhir-akhir ini aku sibuk sekali.”jawab Julian

“orang tuakku sudah sering menanyakan kamu dirumah.”

“maaf ya, aku tak punya waktu banyak untuk kamu.”Julian mulai mendekatkan dirinya kepada seorang
wanita yang berada di depannya
“tidak apa-apa. Yang penting sekarang kamu ada disini.” Sang wanita mulai membelai wajah Julian.

Sedang apa mereka disini? Dan siapa wanita itu?batinku. Aku tak dapat melihat wanita itu kerana dia
membelakangi aku. Dari belakang dia mirip dengan ibu fanny, tapi mana mungkin Julian pacaran dengan
wanita kuno seperti bu fanny.

“bagaimana dengan pekerjaan kamu disini?”tanya Julian tanpa mengalihkan matanya dari wajah wanita
itu.

“pekerjaan aku sangat menyenangkan.”ucap wanita itu dangan rasa puas.

“baguslah kalau begitu.” Julian mulai meletakan tangannya di pipi wanita itu dan mulai mecium bibir
wanita itu. Mereka sangat menikmati yang meraka lakukan, mereka seolah memiliki dunia ini berdua.
Mereka juga tak menyadari kalau aku memperhatikan mereka dari tadi. Julian terus mencium wanita itu
dan wanita itupun sepertinya menikmati ciuman mereka. Aku begitu muak dengan pemandangan ini
dan akupun meninggalkan mereka berdua melanjutka ciuman mereka. Aku begitu penasaran dengan
wanita itu, aku fikir Julian tipe orang yang sangat pemilih dalam hal wanita. Begitu banyak wanita yang
jatuh cinta padanya, tapi Julian selalu saja mengabaikan wanita-wanita yang mendekatinya. Kalau
ditanya kenapa dia tidak menghiraukan wanita itu, Julian selalu saja menjawab; “aku tidak menyukai
wanita seperti itu.” Dan sekarang setelah dia begitu banyak menolak wanita dia malah pacaran dengan
seorang gadis yang penampilannya di bawah wanita-wanita yang mendekatinya. Tipe Julian memang
sangat jelek sekali.

Dengan wajah yang masih penasaran aku memasuki ruangan kelas. Aku segera menuju kursi yang sudah
lama aku tinggalkan dan duduk di atasnya.

“jessy…!”teriak maria dari pintu kelas “aku kira anak-anak bohong padaku! Mereka bilang mereka
melihat kamu di parkiran dan mengenakan seragam kembali.”sambungnya sambil memeluk aku.

“iya aku kembali ke sini.”ucapkku padanya dengan seperti biasa jutek padanya.

“baguslah! Aku senang sekali kamu kembali ke sekolah ini.”maria tak henti-hentinya memeluk aku.

“sudah hentikan.”mintaku dan melepaskan tanganya dari badanku.

“maaf..maaf..aku terlalu senang.”

“selamat pagi anak-anak.”sapa bu fanny dari pintu kelas.

“selamat pagi bu.”jawab semua siswa-siswi. Sesaat aku tak memperhatikan bu fanny, tapi setelah aku
memperhatikan bu fanny aku jadi ingat sesuatu.

Kalau nggak salah? Wanita yang bersama dengan Julian adalah wanita yang berpakaian kemeja biru
dengan rok hitam. Dan sekarang bu fanny sedang mengenakan pakaian yang serupa. Mungkin nggak ada
dua orang yang mengenakan baju yang sama dalam sekolah ini? Setelah ku perhatikan memang yang
bersama dengan Julian adalah bu fanny. Mungkin Julian menolak semua wanita yang mendekati Julian
karena dia sudah memiliki pacar. Tapi dia tak pernah memberitahuku tentang pacarnya itu padaku.
Memang kami tidak terlalu akur, tapi setidaknya dia memberitahukan kalau dia sudah mempunyai
pacar.

Pelajaran hari ini tidak begitu membosankan, minimal bisa mengisi waktuku setiap jam perhari. Setelah
bunyi bel berbunyi ku bereskan semua buku-buku dan ku masukkan dalam tas. Aku mencari-cari chris di
seluruh penjuru sekolah tapi aku tak bisa menemukannya. Ku telusuri halaman belakang tempat dimana
aku menemukan Julian dan bu fanny sedang bercumbu. Dan tepat dimana aku milihat Julian disinilah
seorang sedang berdiri menatap langit.

“hai..”sapaku pada chris dan berdiri di sampingnya. Tapi chris tidak menjawab sapaanku. “aku tahu
kamu yang membujuk Daniel dan elex mengakui semua yang terjadi.”sambungku.

“aku hanya melakukan yang benar.”jawabnya dengan singkat.

“lalu apa maksud semua ini?”tanyaku padanya.

“tidak ada.”jawabnya dengan tetap memandangi langit yang biru.

“tidak ada? Apa kamu serius?”tanyaku kembali.

“aku serius.”chris mulai melihat ke arahku.

“baguslah kalau begitu. Ya sudah aku hanya ingin menanyakan hal itu saja.”ucapku dan pergi
meninggalkannya.

“tunggu.”tiba-tiba saja chris menarik tanganku.

“ah..apa?”tanyaku dengan kaget.

“apa kamu tidak mengucapkan terimah kasih padaku?”tanya Julian dengan menggengam tanganku.

“terimah kasih, untuk apa?”tanyaku.

“karena aku sudah mengembalikan kamu kesekolah ini.”

“bukanya aku yang harus bertanya, kenapa kamu baru mempunyai keberanian sekarang untuk
mengakui semua yang telah terjadi?”ujarku dengan sedikit emosi dan pergi meninggalkan chris.

“Dia fikir, dia itu siapa? Masa ada orang seperti dia di dunia ini!” aku mulai berbicara dengan diriku
sendiri. Memang baru pertama kalinya aku bertemu dengan orang yang begitu menjengkelkan dalam
hidupku selain Julian. Sudah jengkel dengan Julian hari ini dan sekarang aku harus berurusan dengan
anak yang tidak tahu malu itu.

Pak ujang sudah ada di parkiran, aku segera masuk dan pak ujang melaju mobil dengan kecepatan tinggi.
Aku dan pak ujang tidak saling berbicara satu sama lain. pak ujang terlalu sibuk mengemudikan setir dan
aku sibuk dengan otaku yang tidak dapat menerima semua yang terjadi hari ini. Julian pacaran dengan
bu fanny, aku tak bisa menerima ini dengan otakku yang sekarang sedikit kacau. Bagaimana mungkin itu
terjadi? Aku tak mengerti tentang Julian, walaupun aku sudah mengenal Julian lama sekali. Ku gelengkan
kepalaku berkali-kali karena aku pusing sekali. Sesekali pak ujang melihatku melalui spion yang sedang
menggaruk kepalaku.

Apa mungkin aku tanya saja pada Julian? Tapi aku pasti kelihatan seperti orang bodoh dihadapannya.
Lalu apa yang akan kulakukan sekaran ini? Bagaimana nanti kalau benar Julian akan menikah dengan bu
fanny? Berarti yang mengurus aku tidak akan ada lagi. Apa yang bisa kulakukan tanpa Julian? Untuk
belanja pakaian saja aku perlu bantuan Julian. Oh Tuhan kenapa ini bisa terjadi? Aku mulai tidak
mengerti dengan diriku sendiri, dulu aku begitu membenci Julian dan sekarang apa yang aku fikirkan?
Harusnya aku senang kalau Julian menikah, dia tidak akan mengurusi aku lagi dan aku bisa melakukan
apa yang aku inginkan.

Didalam mobil aku tak berhenti berfikir, sampai malam pun aku masih terjaga. Aku tidak dapat
memejamkan kedua mataku. Mereka seolah tidak dapat diajak kompromi sekarang ini. Walaupun aku
sudah mengantuk sekali tapi mataku tak bisa terpejam. Dengan membaca beberapa buku, akhirnya aku
bisa mengantuk dan akhirnya aku terlelap sampai pagi.
Makan malam

Hari ini ada ujian praktek olah raga. Semua anak berlatih memasukkan bola kedalam kerajang sambil
melompat dengan begitu semangat. Untuk beberapa anak berhasil memasukkan bola mereka kedalam
ring. Mereka yang berhasil terlihat begitu bahagia dan yang tidak berhasil ingin terus mencoba. Dengan
memakai seragam olah raga ku ambil satu bola orange dan berdiri di garis three point kulepar bola yang
ada ditanganku ke dalam ring dan hasilnya adalah briliant. Salah seorang bertepuk tangan dari belakang.

“wow bagus sekali! Ternyata kamu pintar main basket juga ya!”puji maria.

“biasa saja.”ucapku dan memberikan bola yang barusan aku tangkap pada maria.

“aku tidak terlalu bisa.”elak maria

“tapi mencoba itu tak ada salahnyakan?”ucapku pada maria.

“untuk melemper bola kamu perlu memperhatikan badanmu, coba lihat aku sekarang.”aku
mencontohkan bagaimana melempar bola ke dalam ring.

“wow masuk lagi.”puji maria kembali.

“ayo sekarang giliran kamu.”aku mulai mengarahkan maria untuk melempar bola dengan baik. Dan saat
maria mencoba maria berhasil dengan baik.

“wow..berhasil!”teriak maria dengan semangat.

“aku sudah bilang kamu bisa kalau kamu mau mencoba.” Ku berikan bola itu pada maria dan
memintanya untuk melempar kembali. Untuk yang kedua kalinya dia kurang beruntung dan maria tidak
berhasil. Maria terus mencoba beberapa kali dan beberapa lemparan dia berhasil.

“anak-anak apa kalian sudah siap?”tanya pak eric dengan membawa buku nilai di tangannya.

“siap pak!”jawab semua siswa siswi.

“kalua kalian sudah siap, kita akan memulai dari absen yang paling atas. Yang pertama adalah Aldo.” Pak
eric segera membuka buku nilai dan segera menyuruh aldo untuk melakukan beberap gerakan dan
lemparan. Dan sepertinya aldo sangat baik dalam hal basket, kerena dia terlihat sangat menikmati ujian
ini.

Setelah selesai melakukan ujian praktek aku segera keruang ganti dan membersikan diri dari keringat
yang begitu mengganggu. Semua anak terlihat sangat puas dengan nilai mereka hari ini. Maria tak henti-
hentinya berterima kasih karena dia mendapat pujian dari pak eric kali ini. Ku ganti bajuku dengan
seragam sekolah dan pergi ke halaman belakang untuk menikmati beberapa lagu baru yang baru saja
aku download. Ku pasang handsfree di telingan kiriku dan berjalan menuju halaman belakang. Dari
kejauhan aku dapat melihat seorang siswa sedang berdiri, setelah aku dekat dengannya aku menyadari
siswa itu adalah chris.

“apa yang kamu lakukan disini?”tanyaku padanya.

Chris tidak menjawab pertanyaanku, dia hanya asyik dengan dirinya sendiri yang sedang menikmati
langit biru. Kutinggalkan dia yang sedang memandang langit.

“kamu pakai farfum Diesel Fuel For Life kan!”ucap chris secara tiba-tiba.

“apa, bagaimana mungkin kamu tahu?”tanyaku kaget.

“farfum itu terbuat dari bunga melati dan dengan aroma patchouli dan amber yang mencerminkan
dirimu.”ucapnya.

“aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan.”

“aku membicarakan tentang dirimu.” Ucapnya padaku dan mulai melihat aku dengan pandangan yang
begitu aneh.

“kamu jangan mengarang.”ucapku dan melangkahkan kakiku.

“aku tak mengarang, itulah yang sebanarnya. Kamu memang terlihat begitu garang dan pemarah tapi
sebenarnya kamu itu sangat hangat.”ucapnya seakan dia menganal aku.

“aku tak mengerti apa yang kamu bicarakan.”aku pergi meninggalkan chris sendirian di halaman
sekolah.

“kamu itu harusnya mengerti apa yang ku katakan.”chris mengucapkan kata-katanya itu setengah
berteriak.

Setelah sekolah selesai aku pulang dan terus saja memikirkan apa yang dikatakan oleh chris. Aku benar-
benar tak mengerti dengan yang dikatakan olehnya, sebenarnya apa yang ingin dibicarakan chris
padaku? aku memukul drum dan ku mainkan beberapa lagu untuk menghilangkan semua fikiran yang
ada dalam kepalaku.

“jessy kamu kenapa?”tanya Julian tiba-tiba ada di studio.

“apa kamu tidak bisa lihat aku sedang melakukan apa?” tanya ku kembali pada Julian.

“aku bisa melihat kamu sedang main drum, tapi kenapa wajahmu cemberut begitu?”tanya Julian sambil
duduk diatas sofa. Julian memainkan gitar yang ada ditangannya.

“kenapa kamu itu selalu saja ingin tahu?”tanyaku kesal pada Julian.
“aku sudah minta izin sama pak adam untuk mengajak kamu untuk keluar.”ucapnya dengan nada datar
dan tetap mamainkan gitarnya.

“aku tak mau keluar.”ucapku dengan ketus.

“sudah ikut saja sama aku!”ucap Julian seraya berjalan kearahku kemudian menggendongku keluar dari
studio.

“Julian lepaskan aku.”aku berteriak-teriak dan memukul punggungnya. Tapi dia tetap saja tak
melepaskan aku.

“tenang saja kamu tidak akan aku apa-apain.”dia masih tetap menggendongku sampai ke mobil.

“Julian kita mau kemana?”tanyaku padanya.

“kita akan ketempat yang tidak akan pernah kamu fikirkan.”ucapnya dengan percaya diri. Dan duduk di
kursinya kemudian mengemudikan mobilnya dengan begitu hati-hati.

“kita mau kemana?”tanyaku kesal pada Julian, tapi jilian tidak memberikan jawaban dari pertanyaanku.

Aku mulai bosan duduk dengan suasana sekarang ini dan untuk mengurangi rasa beteku aku
memasukkan kepingan cd ke dalam vcd player. Aku memandangi jalan yang sudah mulai sepi dari balik
kaca mobil. Fikiranku tak beraturan, semua yang dilakukan Julian sungguh keterlaluan. Selama ini papa
tidak pernah protes dengan Julian, papa selalu setuju dengan apa yang dikatakan Julian. Entah Julian
memberikan obat apa pada papa, sampai-sampai papa selalu menuruti kata-kata Julian. julian
membawa mobil belok ke kiri dan jalan ini memang sangat sepi sekali.

“Julian kita mau kemana?”ucapku semakin takut.

“tenang saja aku tak akan menyakitimu, paling aku akan meminta tebusan sama pak adam sebesar
seratus juta saja.”ucapnya dan melirik ke arahku.

“apa?”tanyaku dengan kaget.

“ha..ha…kamu benar-benar takut ya?”Julian menertawakan tampangku yang ketakutan.

“siapa yang takut?”elaku.

“oke kita sudah sampai.”Julian keluar dari mobil dan membukakan pintu mobil untuku.

“ini dimana?”tanyaku pada Julian sambil melihat ke kanan dan kekiri.

“ini adalah tempat makan favoritku, mungkin kamu akan menemukan makanan yang kamu sukai
disini.”Julian menarik tanganku dan menuju sebuah meja yang sudah ada seorang wanita.

“fanny kenalkan ini jessyca.”Julian memeperkenalkan aku dengan guruku sendiri. Apa dia sudah gila?
Bukannya dia tahu kalau aku sekolah di tempat bu fanny bekerja, apa dia pura-pura tak tahu?
“malam bu.”ku ucapkan salam pada bu fanny.

“malam juga jessy.”bu fanny membalas salamku. Aku tak menyangka kalau bu fanny bisa secantik ini.
Biasanya dia selalu saja mengenakan baju yang hampir sama setiap harinya. Tapi untuk malam ini aku
akui bu fanny memang cantik.

“fan, ini adalah anak pak adam, aku sudah sering cerita kan.”ucap Julian pada bu fanny.

“oh jessyca yang ini, aku kira jessyca yang ada di kelas 3C!”bu fanny melihat aku dengan pandangan
yang aneh.

“jessy kamu mau pesan apa?”tanya Julian padaku.

“kamu saja yang pilih, aku suka semua yang kamu makan.”aku menjawab Julian dengan kesal. Maksud
dia mengajak aku kesini apa sih? Ucapku dalam hati

“fanny kamu mau pesan apa?”tanya Julian pada bu fanny.

“seperti biasa saja.”jawab bu fanny dengan singkat.

“pelayan.”Julian mengangkat tanganya dan kemudian pelayan yang lengkap dengan dasi kupu-kupunya
menghampiri meja kami.

“silahkan pak, mau pesan apa?”tanya pelayan dengan ramah.

“saya mau pesan nasi goreng specialnya dua, spageti, dan minumannya jus jeruk dengan air putih dua.”
Julian memesan makan dengan cepat dan pelayan pun mengulang kembali pesanan makanan kami dan
setelah itu dia pergi ke belakang dan kembali untuk melayani tamu yang lainnya.

“ian apa kalian selalu makan makanan yang sama?”bu fanny bertanya dengan pandangan yang cukup
aneh pada Julian.

“tidak juga sih, tapi kadang-kadang kami makan makanan yang sama. Lagian di sini nasi gorengnya enak,
jadi tidak ada salahnya kan kalau aku pesan nasi goreng buat jessyca?”selera makan kami memang tak
jauh beda.

“jessy nanti kamu datangkan di hari pertunangan kami.”ucap bu fanny mendadak.

“apa bu? Tunangan?” aku seperti tersambar petir yang sangat dasyat.

“iya tungangan, memang Julian tidak memberi tahukan kamu ya?” ucap bu fanny sambil melihat ke arah
Julian.

“tidak, Julian tidak memberitahu aku.”ucapku dengan ringan.

“permisih pak, silakan pesanannya.”ucap pelayan yang bernama rian. Pelayan itu meletakkan semua
pesanan kami di atas meja.
“terima kasih ya mas” ucap Julian pada pelayan itu, pelayan pun pergi dengan tersenyum.

“jessy silahkan makan.”Julian memberikan piring yang berisi nasi goreng ke hadapanku. Bu fanny terlihat
sangat tidak senang dengan perlakuan Julian terhadap aku.

“sayang kamu mau aku suapin nggak?”tiba-tiba saja bu fanny berubah menjadi seseorang yang tidak aku
kenal. Bu fanny mengambil spageti dan memberikannya kepada Julian. aku hanya tersenyum melihat
perlakuan bu fanny kepada jullian.

“fanny aku bisa makan sendiri.”ucap Julian kepada bu fanny saat bu fanny ingin menyuapi Julian dengan
spagetinya.

“kapan kalian akan tunangan?”tanyaku pada Julian.

“dua minggu lagi.”jawab bu fanny.

“wow…!”ucapku dengan kaget. aku berusaha tenang saat bu fanny menyebutkan dua minggu lagi.

“kamu pasti datangkan jess.”ucap bu fanny.

“aku pasti datang, aku senang akhirnya Julian mendapatkan wanita idamannya. Selama ini sudah banyak
wanita yang di tolak olehnya.”

“benarkah?”tanya bu fanny dengan kaget.

“memang Julian tidak cerita?”tanyaku pada bu fanny.

“tidak pernah.”jawab bu fanny dengan memandang kearah Julian.

Dasar wanita aneh, disekolah laganya seperti wanita baik-baik ternyata dia mempunyai jiwa yang susah
di mengerti. Ku habiskan semua nasi goreng yang ada di atas piring dan Julian melihat aku dengan aneh.
Mungkin baginya ini baru pertama kalinya aku mampu menghabiskan nasi goreng dengan porsi sebesar
ini.

Makan malam kali ini berakhir dengan menjengkelkan, bu fanny berubah dan Julian sepertinya menjadi
aneh juga. Setelah kami menghabiskan semua yang ada di hadapan kami akhirnya kami meninggalkan
restaurant. Julian mengambil kunci dari dalam kantong celananya dan mengidupkan mobil dari jarak tiga
meter. Aku segera menuju mobil dan membuka pintu depan. Aku duduk di samping Julian dan bu fanny
duduk dibelakang. Melihat wajah bu fanny yang muram aku mengerti kalau dia ternyata cemburu
padaku. bagaimana kalau dia tahu bahwa semua pakaianku dibeli oleh Julian. bisa-bisa bu fanny mati
berdiri.

Setelah sampai di depan rumah bu fanny, Julian membukakan pintu dan mengantar bu fanny masuk
kedalam halaman rumah bu fanny. Julian memberikan sebuah kecupan di kening bu fanny kemudian
meninggalkan bu fanny dihalaman rumah. Julian kembali melaju mobil menuju rumahku.

“jessy kamu kenapa berwajah seperti itu?”tanya Julian padaku dengan memandangiku.
“harusnya aku yang bertanya.”jawabku.

“memang kamu mau tanya apa?”ucap Julian dengan santai.

“kenapa kamu tak memberitahukan aku bahwa kalian akan bertunangan?”

“apa itu penting untuk mu?”tanya Julian kembali.

“tidak juga sih!”jawabku

“yang penting sekarang untuk kamu adalah lulus ujian dan pergi ke Milan untuk kuliah. Dan yang lainnya
biarkan aku mengurusnya!”

“lalu kalau kalian sudah menikah apa kamu akan tetap mengurusku?”tanyaku tiba-tiba.

“apa? Bukannya kamu paling tidak suka sama aku?”

“memang benar aku tidak suka sama kamu!”jawabku dan kembali memandangi ke luar jendela.

“kalau nanti aku sudah menikah kamu itu harus mencari pacar, biar malam minggu ada yang mengajak
kamu keluar.”

“aku nggak mau cari pacar!”ucapku dengan ketus.

“apa kamu masih terus mengingat Edward?”tanya Julian padaku.

“aku sudah melupakannya sejak kamu menghajar dia sampai babak belur.”ucapku jengkel.

“lalu kenapa sampai saat ini kamu belum punya pacar?”tanya jullian kembali.

“apa aku harus menjawabnya?”tanyaku pada jullian.

“harus!”jawab Julian.

“Karena aku tidak suka pria. Semua pria itu egois dan aku tidak pernah mengerti dengan pemikiran para
pria. Contohnya papa, aku tidak pernah mengerti dengan semua yang papa fikirkan, papa tidak pernah
memperhatikan aku, papa jugu egois!” aku menyampaikan apa yang aku fikirkan tentang papa.

“tapi semua yang pak adam lakukan adalah untuk kamu!”belanya.

“untuk aku? Apa kamu tidak salah?”elakku.

“apa kamu tahu, pak adam yang selalu memberitahukan ulang tahun mu hari apa. dan aku selalu di
minta memberikan hadiah yang special untuk mu!”

“tapi papa itu egois!”aku masih bersikokoh dengan pendapatku.


“iya memang kadang-kadang! Tapi kamu tidak boleh berfikiran jelek dengan pak adam mulai sekarang,
apa kamu tahu kalau beliau sangat mencintai kamu. Di setiap perjalanannya, pak adam selalu membawa
jepit dasi yang dulu kamu berikan pada beliau.”

“masa sih?”tanyaku kaget.

“ia.”jawab jullian. “kamu itu sekarang harus rajin belajar, karena hari senin sudah ujian nasional. Kamu
tidak mau mengecewakan pak adam dan almarhum mama kamu kan?”

Aku tak dapat berkata apa-apa lagi. Selama ini ku kira Julian yang selalu memperhatikan aku, tapi semua
itu berasal dari papa. Ku fikir papa tidak pernah mengingat hari ulang tahunku, ternyata papa juga yang
menyuruh Julian membelikan hadiah jauh-jauh hari. Aku memang tak mengerti dengan pemikiran orang
dewasa seperti papa.

Kami sudah sampai di depan rumah, aku keluar dari mobil dan mengucapkan salam perpisahan dengan
Julian. aku masuk kedalam rumah dan saat aku berada di dalam ruang tamu aku dapat melihat foto aku,
mama dan papa! Aku sangat sedih sekali mengingat saat mama meninggal, papa terlihat tak memiliki
nyawa lagi dan sejak itu papa jadi tidak terlalu perhatian denganku. Aku seperti orang lain untuknya.

“malam jessy. Baru pulang?”papa tiba-tiba saja sudah ada di belakangku.

“iya pa, belum tidur?”tanyaku.

“belum, tiba-tiba saja papa ingat sama mama.”papa melihat photo kami yang menempel di dinding.

“jessy juga selalu ingat mama, kiraian papa sudah lupa sama mama?”rasanya aku ingin menangis malam
ini.

“mana mungkin papa bisa melupakan mama kamu.”

“jadi kenapa papa selalu dingin sama jessy? Papa tidak pernah sayang sama jessy.”aku merasa pipiku
hangat dengan air mata yang jatuh dari kedua mataku.

“jessy jangan menangis seperti ini.”papa mulai memelukku. Terakhir kali papa memeluk aku waktu
panguburan mama. Setelah itu tidak pernah lagi.

“hiks…hiks…!”aku mulai menangis dengan kencang. Semua kenangan tentang mama, papa dan aku
muncul dalam otakku.

“jessy, papa minta maaf! Bukan maksud papa untuk menjauhi kamu, tapi setiap kali papa melihat
wajahmu, papa selalu saja mengingat almarhum mama kamu. Wajah mu seperti wajah mama waktu
masih mudah. Saat papa melihat wajahmu setiap saat papa begitu sedih dan tidak bisa menahan air
mata papa. Sekali lagi papa minta maaf!”papa mengelus-elus rambutku yang sudah mulai panjang.

“papa kejam sama jessy!”ujarku sambil menepuk-nepuk dada papa.


“iya papa memang kejam!”papa melepaskan pelukannya dan melihat wajahku yang sudah penuh
dengan air mata. “mulai sekarang jessy tidak perlu merasa sedih lagi. Papa sayang sama jessy!”papa
mengahapus air mataku dengan tangannya.

“jessy juga sayang sama papa!”aku kembali memeluk papa.

“sudah jangan menagis lagi. Bagaimana kalau besok kita pergi liburan?”

“baiklah.”jawabku dengan senang.

“kalau begitu sekarang jessy tidur ya.”ujarnya.

“iya..”jawabku pada papa.

Aku meninggalkan papa di ruang tamu sendirian. Mungkin selama ini aku berlebihan, aku selalu
mengeluh dengan semua yang terjadi setiap saat. Mulai sekarang aku akan selalu sayang sama papa.
Batinku. Aku melemparkan badanku ke atas tempat tidur dan mulai menangis sendiri.

Hari yang menyenangkan


“apa semua sudah siap?”tanya papa sambil sibuk membereskan semua barang-barang yang harus
dibawa ke tempat kemping.

“semua sudah siap, pa.”jawabku dengan membawa cool box ke dalam mobil.

“baiklah kalau begitu, kamu tunggu saja di dalam mobil.”perintah papa dengan tetap memasukkan tikar
kecil.

“wow..sepertinya sudah siap semua nih!”Julian keluar mobilnya.

“kamu mau ngapain kesini?”tanyaku dari mobil.


“jessy. Julian, papa yang mengajak.”

“lagian tidak enakkan kalau Cuma berdua!”Julian membantu papa memasukkan barang-barang kedalam
mobil.

“oke semua sudah siap!”seru papa. Julian dan papa masuk kedalam mobil. Julian duduk dibelakang dan
aku disamping pak supir.

“kita mau kemping dimana sih pa?”tanyaku pada papa yang ada disampingku.

“nanti kamu juga akan tahu.”jawab papa.

Aku menikmati perjalan hari ini, walaupun tempatnya lumayan jauh. tapi semua yang terjadi hari ini
tidak akan pernah kulupakan. Mama jessy senang sekali hari ini, apa mama bisa melihatnya dari sana?
Batinku.

Ditepi jalan terlihat banyak sekalli pohon yang menjulang tinggi. Dan beberapa menit kemudian mobil
berhenti di depan danau yang begitu indah. Tak kusangka ada danau yang begitu biru di tempat ini.
Walaupun dikelilingi hutan yang begitu lebat, tapi sepertinya danau ini terawat. Aku segera keluar mobil
dan mulai melihat ke kiri dan kekanan. Julian dan papa mengeluarkan semua barang-barang yang telah
disiapkan dari rumah. setelah puas menikmati pemandangan danau ini, aku pun segera membantu
Julian dan papa untuk mengankat barang-barang. Julian menggelar tikar dan aku mengangkat cool box
dan tapewear.

Setelah semua telah siap, akhirnya kami bertiga duduk di atas tikar dan mulai membuka beberapa
minuman ringan. Aku mengeluarkan beberapa makanan ringan dari tas yang berwarna hitam. Kami
saling pandang satu sama lain, tak pernah kami pergi bertiga untuk kemping, tapi kalau pergi ke pesta
itu sering sekali. Aku melihat ada sebuah keluarga yang sedang asyik bermain kejar-kejaran, terlihat
mereka sangat bahagia sekali. Seperti diriku yang sekarang juga bahagia.

“jessy bukannya itu teman satu sekolah kamu?”Julian menunjuk kearah tiga orang yang sedang berjalan
ke arah danau.

Aku menoleh pada tiga pria yang ditunjuk oleh Julian “iya!”jawabku singkat. Aku belum bisa melupakan
pertemuan aku dengan chris waktu kemarin.

“mereka tinggal di asramakan?”tanya Julian padaku.

“iya tapi setiap akhir pekan mereka boleh pulang kerumah.”aku memasukkan snack ke dalam mulutku.
Dan tiba-tiba saja mereka berjalan kearah kami bertiga.

“hai jessy!”sapa deniel.

“hai juga, kalian bertiga sedang apa disini?”tanyaku pada mereka tanpa memalingkan wajahku pada
mereka.

“sama seperti apa yang kalian lakukan.”jawab chris dengan tampang dingin.
“kalian sudah makan belum, bagaimana kalau kita makan bersama?”ajak papa pada meraka bertiga.

“tidak usah om, kami juga sudah mau pulang.”ujar chris.

“kok baru sampai sudah mau pulang? Mendingan kalian gabung saja sama kita.”timpah Julian.

“ya sudah kalian duduk disini saja.”papa memberi tempat pada meraka bertiga. Akhirnya mereka pun
duduk diatas tikar dan chris tak henti melihat kearahku.

“nah, kalau kita rame kan jadi enak!”ujar papa.

“jessy kamu kok kelihat tidak senang meraka gabung sama kita?”tanya Julian.

“tidak apa-apa.”jawabku asal.

“kalian tidak satu kelas ya?”tanya Julian.

“tidak!”aku menjawab bersamaan dengan chris.

“oh..”Julian melihat kearahku dan kearah chris secara bergantian.

“sepertinya disini sedang ada perang dingin ya!”ujar Julian dan masih memperhatikan aku.

“perang dingin?”tanya chris.

“iya, jessy itu kalau tidak suka sama orang maka dia akan selalu bersikap dingin pada orang tersebut.
Maka kalian jangan pernah mencari masalah dengannya, kalau kalian masih ingin hidup.” Julian melihat
kearahku kembali.

“oh..ternyata orang ini seperti itu ya!”ujar chris.

“oke..bagaimana kalau kita mulai makan siang! Papa sudah lapar.”papa memecahkan keheningan.

“iya, aku juga sudah lapar om.”sahut Daniel.

“kamu memang selalu lapar!”alex menyikut Daniel. Papa mulai membuka tapewear dan membagikan
piring kertas satu-satu. Julian pun mengambil botol air mineral dan meletakkannya di tengah-tengah.
Karena kami Cuma membawa tiga sendok, jadi chris, alex, dan Daniel tidak kebagian. Jadi meraka makan
hanya mengunankan tangan saja. Karena papa dan Julian tidak merasa enak jadi sendok meraka di
letakkan kembali kedalam tas hitam.

“sepertinya kamu pemain drum.”ujar Julian pada alex sambil melihat tangannya.

“iya, kok kamu kamu bisa tahu?”tanya alex dengan heran.

“soalnya cara kamu memegang sesuatu itu berbeda dengan orang biasa. Sama seperti jessyca!”Julian
melihat kaerah ku.

“memang jessyca main drum juga!”tanya Daniel dengan keget.


“oh kalian tidak tahu ya, dulu waktu di belanda jessy salah satu personil band muda.” Julian tak henti-
hentinya membicarakan aku.

“oh…”ujar Daniel dan alex bersamaan.

“apa kalian punya band?”tanya papa.

“iya kami bertiga mempunyai band sendiri. Drumnya saya, bassis adalah Daniel dan vocal dan gitarisnya
adalah chris!”jelas alex.

“kalian adalah anak muda yang berbakat kalau begitu.”puji papa pada meraka bertiga.

Aku tak ikut dalam pembicaraan meraka, kunikmati makananku sendiri tanpa menghiraukan meraka
membicarakan apa.

“jessy kamu kok diam saja?”tanya papa.

“kalau lagi makan itu tidak boleh bicara!”jawabku dengan jutek.

“apa kalian butuh seorang drummer?”tanya Julian.

“untuk siapa?”tanya chris.

“untuk jessyca, dia itu selalu main drum sendirian di rumah. siapa tahu kalau dia punya band lagi
semangatnya bisa kembali.”ujar Julian sok tahu.

“bisa sih, tapi sebentar lagikan sudah ujian. Jadi semua aktifitas band kami dihentikan sampai ujian
selesai.”jelas chris.

“siapa juga yang ingin masuk dalam anggota band kalian.”ujar ku cetus.

“baiklah kalau begitu!”ujar chris dingin padaku.

“baiklah dari pada kalian perang dingin terus disini, bagaimana kalau kita pergi mancing saja!”ajak papa
pada kami semua.

“mancing? Bukannya papa tidak bawa alat mancing?”tanyaku pada papa.

“oh iya ya! Papa lupa…”papa mengelus-elus kepalanya sendiri.

“baiklah kalau begitu kita jalan-jalan saja di tepi danau.”ajak Julian.

Kami pun segera bangkit dari tempat duduk kami masing-masing. Julian dan papa mulai sibuk lagi
membereskan semua perlengkapan. Mereka bertiga membantu memasukkan beberapa perlengkapan
kedalam tas. Menggulungt tikar, membuang sampah dan merapikan tempat kami semula. Aku sudah
pergi duluan melihat-lihat ke tepi danau.

“ternyata kamu disini?”tiba-tiba saja chris menghampiri aku.


“memang kenapa?”tanyaku jutek padanya.

“kenapa kamu tidak bilang kalau kamu seorang drummer?”

“untuk apa aku katakan padamu?”tanyaku balik.

“kitakan bisa latihan bersama.”jawabnya.

“kalau kalian ingin aku gabung dengan band kalian, kalian harus lebih banyak latihan.” Aku mulai duduk
diatas rumput.

“aku akui kami memang tidak sebagus band kamu waktu di belanda, tapi kami bisa belajar dari kamu
kan!”chris ikut duduk disampingku.

“aku sekarang sedang tidak tertarik dengan music.”

“memang kenapa? bukannya kamu itu sangat suka dengan music?”tanya chris dengan memandangi aku
seperti orang aneh.

“apa aku harus cerita padamu?”aku tetap memandangi danua yang begitu damai.

“kalau kamu tidak keberatan!”jawab chris.

“tapi sepertinya aku tidak mau cerita sama kamu.” Aku mengalihkan pandanganku kearah chris.

“baiklah kalalu begitu!”ujar chris.

Kami tidak saling berbicara satu sama lain sampai akhirnya Daniel dan alex menghampiri kami berdua.

“kalian ternyata ada disini.”seru Daniel.

“memang ada apa?”tanya chris.

“tidak apa-apa sih, tapi jessy kamu dicari sama papa kamu tuh.”alex memberitahuku dengan nafas yang
tak beraturan.

“baiklah, sepertinya kami akan pulang. Sampai ketemu besok disekolah.”aku melangkahkan kakiku dan
kemudian bersiap untuk berlari.

“jessy..!”tiba-tiba chris memanggilku dan kaki ku berhenti melangkah, ku balikkan badanku.

“ada apa?”tanyaku pada Julian dengan wajah yang ingin tahu.

“tidak apa-apa, Cuma ingin bilang hati-hati dijalan.”jawab chris dengan wajah setengah memerah.

“terimah kasih!”seruku dan akhirnya aku berlari menuju arah barat.


Selama dalam perjalan pulang aku hanya memikirkan tentang ujian besok. Besok akan mulai ujian
nasional untuk mata ujian yang pertama adalah matematika. Mungkin jumlah ujiannya sekitar eman
puluh soal.

Pertemuan terakhir
“jessy papa pergi dulu.”pamit papa padaku kemudian mengecup keningku. “kamu yang baik sama Julian,
jangan suka berantam juga!”nasehat papa padaku.

“tenang saja pa, tapi kalau Julian yang mulai aku tidak bisa diam saja dong.”aku melirik kearah Julian
yang sudah menunggu papa di depan mobil.

“ujian kamu besok sudah selesai, nanti kalau kamu ingin jalan-jalan harus pamit dulu sama Julian.”

“iya papa, tenang saja!”ucapku saking jengkelnya. Papa kira aku ini masih anak kecil apa. batinku.

“maaf pak, kita harus pergi!”ujar Julian.

“ya sudah kalau begitu papa pergi dulu. Kamu harus turuti semua kata-kata Julian kalau papa sudah
tidak ada.”ucap papa kembali.

“iya pa, dari tadi nasehat papa itu terus. Jessy bosan dengarnya, kaya papa mau pergi lama saja.”ucapku
jengkel.

“kamu hati-hati kalau mau pergi-pergi ya!” seru papa ketika berjalan menuju mobil.

“papa cerewet!”ucapku. kemudian aku berlari kecil menuju mobil pak ujang.

Mobil Julian keluar telebih dahulu dari rumah, kemudian aku dan pak ujang. Papa hari ini ada perjalan
tugas ke Monaco. Tadinya aku akan ikut, tapi karena ujian belum selesai jadi aku harus tinggal di Jakarta
untuk beberapa hari. Mungkin aku akan menyusul papa ke Monaco kalau sudah selesai ujian.

Ujian hari ini adalah yang kedua. Kemarin mata ujiannya adalah matematika dan sekarang adalah bahasa
Indonesia kemudian besok bahasa inggris. Untuk ujian bahasa Indonesia aku sudah cukup mengerti,
karena maria selalu mengajariku tentang majas, kalimat majemuk dan masih banyak yang lainnya.

Setelah pak ujang memarkirkan mobil, aku segera turun. Semua siswa terlihat sibuk semua memegang
buku bahasa Indonesia. Aku berjalan menuju ruangan ujian, aku melihat chris sudah duduk di kursinya
dengan rapih dan memainkan pulpen yang ada di tangan kirinya. Ku letakkan tasku di atas meja dan ku
jatuhkan badankku di atas kursi kayu yang keras ini.

“pagi jessy.”sapa maria dari pintu kelas.

“pagi juga. Bagaimana kamu sudah belajar?”tanyaku pada maria yang sedang meletakkan tasnya di
mejanya.

“pasti dong!”jawabnya dan kemudian menghampiri mejaku.

“kamu sudah belajar jugakan!”tanya maria padaku.

“pasti, semua yang kamu ajarkan sudah aku hapalin semua.”ucapku sedikit bangga diri.

“baguslah!”ucapnya dengan senyum.

“maria kamu dipanggil bu fanny!”teriak ana dari pintu kelas.

“jessy aku pergi dulu ya.”maria pergi dengan berlari.

“jadi kamu sudah memahami bahasa Indonesia dengan benar?”tanya chris dari kursinya.

“apa itu penting untuk aku jawab?”tanyaku kembali.

“kirain kamu tidak bisa mengerti bahasa Indonesia? Karena kamu bukan orang Indonesia!”ucapnya
dengan menatap kearahku.

“kamu fikir aku ini orang mana? Walaupun aku lahir di luar dan besar di luar negeri bukan berarti aku
tidak bisa memahami tentang bangsa Indonesia.”seruku jengkel pada chris.

“tidak baik pagi-pagi sudah teriak-teriak!”ucapnya dan kembali memainkan pulpen.

“kamu yang mulai! kamu itu tidak bisa melihat aku senang sedikit ya! Kamu itu memang manusia yang
paling menjengkelkan.”seruku kembali pada chris. Tapi sepertinya chris tidak memperhatikan semua
perkataanku.

“kamu nanti siang ada acara tidak?”tanya chris kemudian.

“apa?”tanyaku dengan kaget.

“kamu ada acara tidak?”tanya chris kembali.

“memang kenapa?”aku melihat kearahnya dengan tanda tanya besar.

Belum sempat chris menjawab pertanyaanku, petugas ujian sudah datang. Ku pandangi chris, tapi dia
tidak memberikan isyarat untuk menjawab pertanyaaku barusan. Tanpa basa-basi petugas ujian
langsung membagikan kertas ujian dan kertas jawabab ujian.

Bel sudah berbunyi itu tandanya ujian hari ini sudah berakhir.
“ayo semuanya, sekarang kalian berhenti mengerjakan ujian. Dan secara teratur meninggalkan ruangan
ujian.”perintah petugas.

“sebentar bu!”seru seorang siswa.

“tidak ada kata sebentar.”jawab ibu petugas.

“ya bu, dikit lagi nih.”seru yang satu lagi.

“ayo semuanya keluar dari ruangan ini!”perintah bu petugas.

Kami semua secara teratur keluar dari ruangan ujian dan semua siswa-siswi bergrombol di lorong kelas.
Mereka semua sibuk membicarakan soal-sola ujian.

Secara tiba-tiba tanganku di gemgam oleh chris dan menarik aku dari keramaian. Dia manarik aku
dengan sangat kuat sekali, aku berusaha melepaskan gengamannya tapi aku tak berhasil.

“chris kamu mau mengajak aku kemana?”tanyaku sambil mengikuti langkahnya. “chris kamu kenapa
sih?”tanyaku kembali. Tapi chris juga tidak menjawab pertanyaankku.

Aku pasrah mengikuti chris karena aku tidak berhasil melepaskan dari dari dirinya. Kami berhenti di
belakang sekolah, chris melepaskan tanganku secara tiba-tiba. Aku merilekskan pergelangan tanganku
yang sakit karena genggamannya yang begitu kaut.

“kita mau mengapain disini?”tanyaku dengan bingung.

“coba kamu lihat ke lengit.” Perintahnya.

“memang ada apa di langit?”tanyaku.

“coba lihat dulu beru bertanya.”perintahnya kembali.

Dengan berlahan aku menatap langit yang biru. Aku tak bisa melihat apa-apa selain langit dan awan
yang bergrombol.

“tidak ada apa-apa!”ucapku.

“coba pejamkan mata kamu kira-kira satu menit.”perintahnya. ku coba memejamkan kedua mataku
“sekarang buka secara berlahan-lahan”lanjutnya. Kuturuti semua yang di perintakan olehnya seperti
manusia bodoh. “apa kamu bisa melihat sekarang?”tanya chris kembali.

“tidak ada apa-apa!”jawabku sambil mencari sesuatu yang berbeda di langit biru itu.

“sekarang pejamkan matamu.”chris menutup mataku dengan kedua tanganya.

Dia berdiri dibelakangku, dia sekarang begitu dekat denganku. Jantungku berdetak kencang dan tak
beraturan. Entah kenapa bisa seperti ini, sebelumnya tidak pernah merasakan seperti ini pada chris.
“sekarang buka matamu!”perintahnya dan melepaskan tangannya dari mataku. Untuk sesaat
penglihatanku begitu buram, tapi kemudian aku bisa melihat pemandangan yang tidak pernah kulihat
sebelumnya.

“wow bagus banget!”seruku pada Christian.

“bagaimana kamu bisa melihatnya sekarang?”tanya chris.

“lihat itu, awan yang itu bisa berubah menjadi beruang!”tunjukku kearah langit.

“wow semua awannya berubah!”seruku.

“coba lihat yang sana. Awan itu berbentuk apa?”tanya chris padaku.

“ehm..apa ya! Oh yach itu bentuk kelinci. Lihat kupingnya panjang banget. “aku semakin bersemangat
mencari awan yang berbentuk hewan.

Semua awan berubah menjadi hewan yang lucu di langit. Aku mencari-cari awan dan setelah aku bisa
memastika itu hewan apa, aku tertawa sendiri.

“kamu suka?”tanya chris padaku.

“suka banget!”seruku dan tetap memandang ke langit.

“ini sebabnya aku senang kesini. Karena hanya awan-awan itulah yang bisa menghibur aku waktu
sedih.”ucapnya.

“chris lihat yang itu.”tunjukku padanya. “yang itu tiba-tiba menghilang!”seruku padanya.

“ya memang seperti itu, setelah yang satu menghilang akan ada awan yang akan
menggantikannya.”jelasnya.

“makasih ya!”ucapku dan memalingkan wajahku padanya. Chris hanya tersenyum manis padaku.

Chris mulai menhapiriku dengan pandangan yang sangat aneh sekali. Ku alihkan pandanganku kearah
yang lain. tapi chris memegang wajahku dengan kedua tanganya yang begitu dingin. Dinginnya tangan
chris seperti menusuk ke dalam tulang-tulang wajahku. Ku alihkan pandangan mataku ke arah kiri dan
kanan, tapi matanya begitu tajam sehingga aku tak mampu lagi mengalihkan pandangan mataku dari
wajahnya. Wajahnya begitu dekat dan hembusan nafasnya begitu hangat.

I think I'm drowning


Asphyxiated
I want to break the spell
That you've created

You're something beautiful


A contradiction
I wanna play the game
I want the friction
Terdengar lagu muse dari dalam tasku. Ku palingkan wajahku dari chris dan segera membuka tasku. Ku
temukan hpku yang berbunyi dan segera ku tekan tombol berwarna hijau.

“hallo.”sapaku.

“jessy kamu sekarang dimana?”tanya Julian dengan panic.

“aku masih disekolah!”jawabku.

“sekarang kamu tunggu aku di tempat parkir. Aku akan segera kesana!”perintah Julian dari balik
telepon.

“kamu kenapa, kelihatan panik sekali?”tanyaku dengan heran.

“pokoknya sekarang kamu tunggu aku!”serunya.

Tut…tut..terdengar bunyi telepon di tutup.

“jessy ada apa?”tanya chris.

“aku juga tidak tahu, tapi Julian menyuruh aku untuk menunggu dia di parkiran.”jelasku pada chris.

“ya sudah sekarang kita ke parkiran saja kalau begitu.”kami akhirnya pergi menuju parkiran.

Setelah beberapa menit kami menunggu, akhirnya Julian datang juga. Dengan cepat dia berhenti di
depan sekolah, Julian datang menghapiri aku dengan nafas yang tak beraturan.

“jessy sekarang kamu naik ke mobil.”mintanya padaku. ku ucapkan salam perpisahan pada chris. Dan
setelah aku masuk kedalam mobil chris kelambaikan tangan padaku kemudian kembali kedalam sekolah.

“Julian, ada apa sih?”tanyaku pada Julian. tapi dia tidak menjawab aku sedikit pun.

Setelah sampai di depan rumah, Julian mengantar aku sampai kamar. Tidak biasanya dia bertinkah
seperti ini. Dalam kebingungan aku hanya dapat bertanya-tanya dalam hati.

“jessy kamu jangan keluar keluar kamar sampai besok pagi!”perintahnya.

“tapi aku mau beli sesuatu.”

“kamu mau beli apa?”tanyanya penuh dengan kepanikkan.

“aku beli pembalut.”ucapku dengan nada yang hampir tidak kedengaran.

“baiklah, aku akan beli! Tapi kamu jangan keluar kamar.”mintanya padaku.

Aku sama sekali tidak mengerti dengan semua yang terjadi sekarang ini. Entah kenapa aku menuruti
semua yang di perintahkan Julian padaku. di luar kamar aku bisa mendengar sedikit pembicaraan Julian
dengan bu dewi. Tapi aku sama sekali tidak mengerti apa yang mereka bicarakan.
“bu tolong jaga jessyca ya! Jangan biarkan dia keluar kamar dan menonton tv.” Minta Julian dengan
panik.

“baik tuan!”ucap bu dewi.

“semua alat elektronik di kamar jessyca sudah aku pindahkan, jadi dia tidak akan bisa mendengar berita
itu!”

“saya mengerti tuan.”

“saya akan pergi ke supermarket untuk membeli sesuatu untuk jessy.”Julian pergi dengan mobilnya dan
melaju dengan kecepatan kira-kira 80km/jam. Aku hanya dapat melihat keluar masuk mobil-mobil yang
tidak aku kenal.

Kamarku telah di kunci Julian dan aku meminta kepada bu dewi untuk membuka pintu tapi kuncinya di
bawa oleh Julian. entah apa yang ingin di sembunyiin oleh Julian. sampai malam Julian tidak membukan
pintu setelah dia memberikan titipanku padanya. Dalam kesunyian aku terlelap dalam kamar, aku tak
dapat mendengar apa yang sedang dibicaran orang banyak di luar sana.

Kepergian seorang ayah


Pagi sudah datang, ku ambil handuk dan segera mandi. Setelah semua sudah siap, aku turun ke ruang
makan untuk serapan. Pagi ini aku hanya serapan sendiri karena papa sedang pergi.

“pagi jessy.”sapa jullian.

“Julian kamu tidur disini?”tanyaku kaget saat melihat dia datang dari kamar tamu.

“untuk sekarang aku akan tinggal disini, sampai pak adam datang!”jelas Julian.

“kamu sudah siap untuk berangkat?”tanya jullian padaku. lagi-lagi aku lihat ada yang eneh dengan wajah
Julian.

“aku siap!”jawabku. ku ambil sandwich dari piring dan ku makan dalam mobil.

Selama perjalanan aku dan Julian tidak berbicara satu sama lain. wajah Julian terlihat kelelahan dan dia
terlihat panic. Entah apa yang sedang terjadi padanya. Dalam fikiranku, dia sedang sibuk untuk
mempersiapkan pertunangannya dengan bu fanni. Dan hidupku siap-siap ditinggal oleh Julian, mungkin
dia akan jarang datang kerumah. Mungkin aku akan merindukan Julian, dia sudah banyak melakukan hal
untukku selama ini. Kalaupun dia harus menikah dengan bu fanni, aku harusnya merasa bahagia karena
akhirnya dia tidak akan menggangu hidupku lagi.

Julian menghentikan mobil tepat di pintu masuk sekolah “nanti aku jemput setelah selesai ujian!”
“baiklah!”ucapku padanya.

“jessy…!”panggil Julian saat aku keluar dari mobil.

“kenapa?”tanyaku.

“tidak apa-apa. ya sudah sana nanti kamu telat masuk ujian lagi!”seru jullian padakku dari dalam mobil.

aku berjalan di lorong ruangan, semua siswa-siswi melihat kearahku. Aku tak mengerti apa yang mereka
lihat dari aku sekarang ini. Maria pagi ini juga sedikit berbeda, dia tidak banyak bicara sejak kami
bertemu. Semua orang terlihat berbeda, termasuk chris dan teman-temannya. Aku mulai kebingungan
dengan tingkah mereka yang tak banyak bicara denganku. Dengan hati yang bertanya-tanya Ku kerjakan
semua soal dengan baik, karena hari ini mata ujiannya adalah bahasa inggris. Aku dan chris tidak saling
menyapa hari ini, maria juga menghindari aku dari tadi pagi. Semua orang begitu aneh pagi ini, aku tak
bisa memahami semua ini.

Bunyi bel telah terdengar kembali. Aku merapihkan kertas ujian dan kertas soal. Semua siswa dan siswi
berteriak-teriak kegirangan, aku pun terhanyut dalam kegirangan semua siswa. Maria datang
menghapiri dan memeluk aku dengan riang.

“akhirnya selesai juga ujian kali ini!”serunya padaku.

“iya betul sekali, tidak ada lagi belajar mulai sekarang. Yang ada hanya jalan-jalan keluar sampai malam
dan pergi menonton konser di singapure dalam waktu dekat ini.”seru ku pada maria.

“iya betul.”jawab maria.

“jessy.” Panggil hans

“iya.”jawabku.

“jessy aku turut berduka cita!”ucap hans padaku.

“berduka cita? Memang siapa yang meninggal?”tanyaku padanya.

“kamu tidak tahu ya?”Tanya hans padaku.

aku melihat maria menyenggol hans dengan sikutnya dan dia pergi meninggalkan kami.

“aku tak megerti apa yang dia bilang.”ujarku pada maria.

“aku juga tidak mengerti!”timpalnya.

“tapi sepertinya kamu tahu sesuatu.”ujarku penasaran.

“aku tidak mengerti maksud kamu?”elaknya.


“pagi ini semua orang terlihat aneh sekali, Julian, bu dewi, kamu dan semua orang di sekolah ini.”jelasku
pada maria.

“chris kamu pasti tahu sesuatukan?”tanyaku padanya.

“aku tidak mengerti apa-apa.”jawabnya.

“lalu apa yang kalian sembunyikan dari aku?”tanyaku setengah emosi.

“tidak ada apa-apa.”jawab maria dan chris secara bersamaan.

“dari tadi jawabnya tidak ada apa-apa! tapi lihat wajah kalian, kalian seperti menyembunyikan sesuatu
dari aku.”ucapku dengan nada keras.

“jessy kamu tenang dulu. Kami tidak menyembunyikan apa-apa dari kamu.” Sekarang semua orang
sudah melihat kearah ku dan maria.

“memang kamu tidak di beri tahu kalau papa kamu mengalami kecelakaan di Monaco?”tanya seorang
siswa dari depan pintu.

Aku seperti tersambar petir yang sangat dasyat.

“apa kamu bilang?”tanyaku pada siswa itu dan mulai mendekati dia.

“kamu tidak lihat berita ya! Semua stasion televisi menyiarkan berita tersebut.”lanjutnya.

“apa?”tanyaku dengan lutut yang melemah.

Rasanya aku ingin sekali pingsan, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. ini kenyataan bukan mimpi. Aku
terjatuh lemas di atas lantai, tapi dengan cepat chris menangkap badanku yang sudah lemas.

“jessy sabar ya!”minta maria padaku. “kamu harus kuat, aku tahu kamu orang yang bisa melalui ini
semua dengan baik.”lanjut maria.

“jessy kamu harus sabar!”chris menahan badanku yang sudah lemah tak berdaya.

Aku tak bisa berkata apa-apa lagi selain menangis. Air mataku mengalir dengan deras membasahi pipiku.
Tangan chris begitu dingin berusaha mengangkat badanku untuk berdiri. Tapi ternyata aku tak mampu
untuk berdiri, chris menggendong aku dan mendudukkan aku di sebuah kursi.

Chris menghapus airmata ku dengan tangannya dan menyangga tubuhku dengan pundaknya. Aku
menangis tanpa menguluarkan suara sedikitpun, tapi hatiku menangis dengan suara yang begitu
menggelegar. Aku baru mengerti kenapa aku tidak boleh keluar kamar dan semua alat komunikasi di
pindahkan dari kamarku. Julian sangat kejam, dia harusnya memberitahukan ini padakku kemarin.
Kenapa dia tidak memberitahukan semua ini padaku? batinku.

“jessy kamu kenapa?”tiab-tiba Julian sudah ada di ruang ujian.


“kemu jahat Julian! kamu kejam!”teriakku padanya dengan sekuat tenaga, aku berdiri dan
menghampirinya kemudian memukul Julian dengan sangat keras.

“jessy..jessy..!”ucapnya dan kemudian memeluk aku dengan erat. Aku menangis dengan kecang
sekarang.

“kamu kejam!”teriakku. semua anak yang ada di ruangan terkejut saat aku tiba-tiba berteriak.

“jessy kamu tenang dulu!”minta julian padaku. tapi aku tak menghiraukan apa yang dikatakan Julian.
aku tetap memukul Julian.

“kenapa kamu tidak beri tahu aku? Kenapa kamu sembunyikan semuanya dari aku? Papa sudah pergi,
sekarang aku harus bagaimana?”erangku.

“jessy!”Julian kembali memeluk tubuhku yang sudah gemetaran.

“jawab Julian, aku harus bagaimana sekarang? Dulu mama pergi dan sekarang papa, lalu siapa lagi yang
akan pergi meninggalkan aku?”ucapku dengan suara yang hampir tidak terdengar oleh siapapun.

“jessy kamu tidak boleh berkata seperti itu. Kamu masih punya aku, dan aku akan selalu ada untuk
kamu!”ucapnya sambil mengelus rambutku.

Chris dan maria tidak beranjak dari tempat mereka, chris melihat aku dengan wajah kasihan. Mungkin di
otaknya sekarang sedang mengolok aku, dulu aku begitu tomboy dan terlihat begitu berani. Tapi
sekarang dia melihat aku seperti anak kecil yang menangis dengan suara kencang.

Julian memapah aku berjalan di lorong kelas, semua anak melihat aku dengan wajah kasihan dan ada
juga yang menangis. Maria dan chris mengikuti Julian berjalan menuju mobil Julian. Julian
menghidupkan mobilnya dari jarak jauh sambil memopoh badanku yang sudah tak bertenaga. Dengan
segera chris mengambil alih badanku dan jullian menyetir di depan. Maria duduk disampingkku sambil
mengelus-elus rambutku.

Aku belum bisa menerima apa yang sedang terjadi, aku tak dapat memepercayai ini semua. Kenapa
begitu cepat papa di panggil oleh Tuhan? Aku belum bisa memberikan yang terbaik untuk papa, padahal
aku dan papa baru berbaikan setelah beberapa tahun tidak pernah pergi piknik bersama. Apa yang akan
kulakukan setelah ini? Apa aku bisa melanjutkan hidupku? Batinku.

Sekarang maria ikut menangis melihat aku yang sudah tidak sanggup melakukan apapun. Lagi-lagi air
mataku tak bisa berhenti, aku teringat semua yang baru saja kami lalui beberapa hari yang lalu. Rasanya
mobil ini tidak bergerak, kenapa rasanya begitu lambat? Aku ingin segera melihat papa. Dalam
perjalanan aku tak mengucapkan satu patah katapun, otakku hanya mengingat masa lalu yang tidak
ingin aku ingat kembali. Semua kenangan saat aku berantam dengan papa, saat semua perdebatan-
perdebatan yang berakhir dengan pengalahanku. Aku selalu kalah debat dengannya dalam segala hal.

Setelah begitu lama dalam mobil, akhirnya Julian berhenti juga. Ku lihat kekanan dan kekiri, ternyata
sudah banyak orang yang datang untuk melayat. Aku melihat banyak sekali karangan bunga yang
menunjukkan tulisan ikut berduka cita. Julian keluar mobil dan membantuku keluar dengan pelan-pelan.
Chris dan maria berada tepat dibelakangku. Ku ikuti Julian berjalan memasuki rumah, dari depan pintu
aku dapat melihat sebuah peti yang besar.

“papa….!”aku berteriak menghampiri peti tersebut. Julian tidak dapat menghentikan langkah kakiku.
“papa..papa..bangun. papa tidak boleh tinggalin jessy secepat ini!”seruku di samping peti papa.

Aku melihat wajah papa yang sudah pucat pasi berada di dalam peti yang begitu mewah yang berwarna
coklat. Julian memegang tubuhku yang mulai merosot kelantai. Semua orang yang ada diruangan ini
sekarang melihat ke arahku dan Julian. aku menangis melihat wajah papa, aku teringat waktu mama
juga berada dalam peti yang berwarna sama. Aku melihat wajah papa berganti dengan wajah mama.
Aku semakin kencang menangis dan terjatuh diatas lantai yang begitu dingin.

“jessy sudah! Sekarang kamu harus merelakan pak adam pergi. Biarkanlah beliau pergi dengan tenang.
Sekarang petinya akan ditutup dan segera dibawa ke tempat peristirahatanya yang terakhir.”
Mendengar kata-kata Julian aku semakin tak bisa menahan air mataku yang mengalir.

“jessy, sekarang kamu ganti baju dulu.”ujar Julian padaku.

Julian memapah aku kekamar dan memeberikan pakaian serba hitam padaku. Aku tak mau memakainya
untuk kedua kalinya. “jessy, kamu jangan seperti ini.” Aku masih terdiam diatas ranjang dan tak mau
bergerak. “jessy, kamu ganti baju dulu.”mintanya padaku. Tapi aku tak dapat melakukan yang
diperintahkan oleh Julian. Jelian yang melihat aku seperti mayat hidup, tanpa ragu melepas semua
pakaianku dan mengenakan pakaian hitam-hitam pada badanku. Aku tak bisa berfikir dengan tenang
dan tak bisa berbuat apa-apa sekarang. Yang bisa kulakukan sekarang adalah menangis dan terus
menangis.

Kami kembali ke ruang tengah dan Petugas mendekati peti papa dan mulai menutupnya dengan
peralatan lengkap. Aku berteriak-teriak untuk tidak ditutup, tapi Julian menahan tubuhku dengan sangat
kuat. Aku tak dapat melihat ini semua untuk kedua kalinya. Dengan cepat semua petugas itu sudah
selesai menutup peti dan segera membawa peti itu keluar dan memasukkan kedalam mobil ambulans.
Julian memapah aku untuk masuk kembali kedalam mobilnya yang didalamnya sudah ada maria dan
chris. Aku tak bisa menahan tangisku, hatiku hancur, harapanku hancur, tak ada yang tersisa dari semua
ini. Yang ada hanyalah kesedihan yang mendalam.

Sesampainya di pemakaman umum, chris membantu aku keluar mobil. Aku masih belum bisa untuk
berjalan sendiri. Semua murid-murid st. regina sudah ada di dekat pemakaman. Mereka semua
mengenakan baju berwarna hitam dan lengkap dengan payung dan kacamata hitam mereka. Karena
siang ini matahari bersinar dengan terang dan menyengat. Berbeda dengan hatiku sekarang ini yang
sedang mendung dan turun hujan.

Dengan segera petugas sudah menurunkan peti dengan hati-hati, sebelum pelemparan tanah pertama
seorang pastor membacakan doa terlebih dahulu. Aku tak dapat mendengar dengan jelas doa seperti
apa yang dibacakan pastor tersebut. Aku hanya bisa menahan tangisku yang tak tertahankan lagi.
Setelah pastor selesai membaca doa, Julian mengambil tanah segenggam dan memberikannya padaku.
ku lempar dengan sekuat tenaga dan kemudian petugas segera melemparkan tanah dengan
mengunakan cangkul. Aku berlutut di depan kuburan sambil menangis, aku tak bisa melihat papa
diperlakukan seperti itu. Aku berharap papa akan bangun dari dalam peti dan memecat semua orang
yang telah mengira kalau papa sudah meninggal. Aku terisak-isak menahan tangisanku.

Setelah semua sudah berakhir Julian membawa aku pulang, maria dan chris sudah pulang dengan
teman-teman yang lain.

“jessy, kamu harus makan.” Minta Julian dengan menyodorkan makanan padaku.

“kamu pulang saja, aku sedang tidak lapar.”aku menyodorkan kembali makanan itu pada Julian.

“kamu tidak boleh seperti ini, pasti pak adam sedih melihat kamu seperti ini.”

“lalu aku harus bagaimana?”aku kembali mengeluarkan air mata.

“kamu harus merelakan beliau pergi, dan kamu masih bisa melakukan banyak hal.”

“apa yang bisa kulakukan sekarang?”tanyaku.

“kamu bisa kuliah ke Milan. Dan kuliah dengan baik disana, buktikan kepada pak adam kalau kamu bisa
hidup tanpa mereka!” aku menangis memeluk Julian. “aku yakin kamu pasti bisa, kemana jessyca adam
yang selama ini? Jessyca yang aku kenal bukan seperti ini. Walaupun jessyca mempunyai banyak
masalah tapi jessyca selalu bisa melalui semuanya dengan baik. Aku yakin itu!” lanjutnya padaku seraya
memberikan semangat padaku.

“apa itu bisa aku lakukan?”tanyaku padanya.

“ya, kamu pasti bisa.”Julian melepaskan pelukanku dan memandangi wajahku yang penuh dengan air
mata. Julian menghapus airmataku dengan jari-jari tangannya yang lentik. “senyum dong!”pintanya
padaku. kulakukan semua yang diperintahkan Julian malam ini. Julian tidak akan pulang kerumahnya.
Aku tak mungkin menolak perintahnya sekarang karena yang aku punya tidak ada lagi di dunia ini. Ku
harap Julian tidak pernah meninggalkan aku sendirian. Dalam malam yang tak berbintang aku terjaga
sampai pagi, Julian berada di sampingku untuk selalu menemani aku.

It time to Milan
Beberapa hari ini aku tidak pergi kesekolah, maria tak henti-henti meneleponku setiap hari. Kemarin
maria dan chris juga datang melihat kondisiku, tapi aku enggan untuk bertemu mereka. Maka ku suruh
bu dewi untuk menyuruh mereka pulang dengan alasan aku sedang pergi keluar bersama Julian.
bukannya aku tidak mau ketemu mereka tapi aku belum siap untuk bersikap seperti biasa. Setelah
mereka melihat aku dengan wajah yang penuh airmata dan sekarang aku tidak tahu harus bersikap
seperti apa kepada mereka semua.
Pertunangan jullian yang direncarakan kemarin juga gagal karena aku. Aku tak tahu harus bagaimana
terhadap Julian, aku sudah mengatakan tidak apa-apa aku hidup sendiri untuk sekarang ini. Tapi Julian
tidak menghiraukan perkataanku dan dia tetap membatalkan pertunangannya dengan bu fanny. Dalam
otakku aku berfikir kalau bu fanny pasti benci sekali terhadapku. Tapi aku tak bisa berbuat apa-apa
untuk Julian sekarang ini, kelak aku akan membalas semua pengorbanan Julian kepadaku. Semua yang
dia lakukan lebih dari seorang ayah, ibu terhadap anaknya. Dia adalah matahari untuk aku, yang selalu
bersinar sampai aku menutup mata.

Hari ini ada acara perpisahan di sekolah untuk semua siswa-siswi kelas tiga st. regina. Aku sudah janji
pada maria untuk datang dan aku tak mungkin mengingkari janji padanya setelah dia berbuat banyak
untukku selama ini. Dengan segera aku mempersiapkan diri untuk menghadiri pesta yang sekali dalam
hidup ini. Aku tak mungkin bisa mengulang masa-masa sekarang disuatu saat nanti. Dengan kebaya
lengkap dan selana panjang aku berangkat diatar pak ujang. Hari ini Julian sudah menjadi assiten duta
besar yang baru yang merupakan pengganti posisi papa yang ditinggalkan.

“jessy akhirnya kamu datang juga!”maria berlari menghapiri aku dan langsung memeluk aku dengan
erat.

“maria kamu kenapa sih?”aku berusaha melepaskan pelukana maria, tapi aku tak berhasil. Maria terlalu
erat memeluk sehingga aku tak dapat melepaskannya. “ maria kamu bisa lepasin tidak? Aku tidak dapat
bernafas nih.”akhirnya dengan berlahan-lahan maria melonggarkan tangannya dan akhirnya di lepas.

“aku senang bangat melihat kamu sekarang ini!”maria memegang tangaku. Semua anak yang ada di
sekitar kami sekarang melihat ke arah kami. Dari kejauhan aku dapat melihat chris sedang
mempersiapkan pertunjukan untuk semua yang datang ke acara ini. Mungkin band chris akan tampil
diacara ini, tapi biasanya band chris selalu tampil kalau ada acara di sekolah. Aku dan maria mencari
tempat untuk duduk di dalam kerumunan orang banyak.

“selamat pagi semua!!!!” seorang anak perempuan menaiki panggung bersama dengan pria yang
mengenakan kemeja berwarna biru muda.

“pagi!”semua orang menjawab sapaan perempuan tersebuat dengan suara keras. Aku duduk tenang
mendengarkan kata demi kata yang diacapkan oleh MC tersebut.

Yang pertama di panggil oleh MC adalah kepala sekolah untuk memberikan kata pembukaan serta doa
pembukaan. Semua orang ikut serta dalam doa bu dewi yang berdiri di panggung dengan kemejanya
yang berwarna kuning dan celana panjang berwarna putih.

“oke.. untuk memulai acara pagi hari ini, kita sambut dengan meriah band yang di gawangi oleh chris
“Friday”!” ucap sang MC setelah bu dewi menuruni tangga panggung, semua orang bersorak saat ketiga
personil memasuki panggung dengan kostum mengenakan kemeja berwarna putih polos.

Meraka langsung mengambil posisi masing-masing dan segera membawakan sebuah lagu yang berjudul
Fallin in love lagu yang telah di populerkan oleh jrock tersebut. Mereka membawakan lagu itu dengan
sangat baik, tak kalah bagusnya dengan jrock. Suara chris begitu khas sehingga lagu itu terdengar sangat
indah dan berbeda dengan penyanyi aslinya.

Sebelum menyelesaikan lagu mereka, aku beranjak dari tempat dudukku dan meninggalkan maria
sendiri. Aku berjalan di sekitar sekolah dan menikmati pemandangan yang tidak pernah terlupakan
olehku untuk selamanya. Dari kejauhan aku mesih bisa mendengar suara chris bernyanyi dengan
lantang.

Aku asyik dengan fikiranku sendiri. Aku merasa terlalu singkat aku bersekolah disini, menurutku baru
kemarin aku masuk sekolah ini dan sekarang aku sudah akan meninggalkan tempat ini. Ini sangat
disayangkan sekali. aku menarik nafas panjang dan memejamkan mataku.

“ternyata kamu ada disini.”chris menghampiri aku. “ada sesuatu yang ingin aku sampaikan pada kamu.”

“bilang saja!”

“aku cinta sama kamu!”ujar chris tanpa basa basi. Ku palingkan wajahku untuk melihat wajah chris.

“jangan bercanda kamu.”

“aku tidak bercanda, aku serius. Aku tidak mau menutupi ini semua untuk selamanya. Aku ingin kamu
tahu bahwa aku cinta sama kamu.” Aku sama sekali tidak menyangka bahwa chris mencintai aku. Selama
ini aku meresa dia tidak lebih dari seorang teman biasa untuk aku.

“tapi maaf aku tidak bisa membalas cinta kamu!”aku melihat maria menghampiri kami berdua.

“kenapa? Apa kamu lebih menyukai Julian daripada aku?tanyanya.

“mungkin.”jawabku. “tapi itu hanya salah satu alasannya.

“alasannya yang lain apa?tanya chris penasaran.

“mungkin kamu tidak menyadari kalau ada seseorang yang telah mencitai kamu sejak lama.”ujarku.

“apa? kenapa kamu bisa mengatakan hal seperti itu?”Tanya chris kaget.

“maria suka sama kamu sejak kalian masih kelas satu dan sampai sekarang maria tetap cinta sama kamu
walaupun dia sering kalian perlakukan dengan sewenang-wenang. Tapi dia tidak pernah membenci
kamu sedikit pun.” Maria terpaku mendengar kata-kata yang telah ku ucapkan kepada chris. Mungkin
dia bisa menutupi dari semua orang tapi aku tak bisa di bohongi dengan mudah olehnya. Aku melihat
setiap maria memandang chris begitu berbeda.

“maria tunggu!”aku memanggil maria yang ingin meninggalkan kami berdua. Chris membalikkan
badannya dan melihat maria berdiri di belakangnya.

“apa itu benar?”tanya chris pada maria. Maria merasa ketakutan dengan pertanyaan chris sehingga dia
tak berani menjawab pertanyaan itu.
“maria katakan apa yang kamu rasakan sekarang. Mungkin kalian tidak akan bertemu lagi, sebelum
terlambat kamu katakan saja apa yang ingin kamu katakana.”maria semakin terdesak dengan
perkataanku.

“maaf, memang dari dulu aku suka sama kamu!”dengan penuh keberanian maria mengatakan hal
tersebut, walaupun seluruh badannya gematar.

“apa?”chris tidak mempercayai perkataan maria dan berusaha mencerna perkataan maria satu demi
satu.

“setiap kamu makan, berjalan, belajar aku selalu memperhatikan kamu!”dengan wajah merah maria
memberitahukan isi hatinya yang sesunggunya.

“kenapa kamu tidak pernah mengatakan itu sebelumnya?”

“aku takut kalau kamu akan membenciku, aku hanya seorang anak kutu buku dan tidak seperti gadis
lainnya.”

Ku biarkan mereka membicarakan perasaan mereka masing-masing. Aku langsung kembali pulang
karena aku harus mempersiapkan barang-barang yang harus ku bawa ke Milan. Besok jam 13.30 aku
akan terbang ke Milan, Julian sudah mempersiapkan semua untuk kepergian ku.

Keesokan hari aku dibangunkan oleh bu dewi, setelah mendengar suara Julian yang sudah sibuk di
bawah, aku segera mandi dan mempersiapkan diri untuk berangkat. Maria dan chris akan ikut
mengantar aku ke bandara soekarno hatta, aku tak mungkin meninggalkan mereka tanpa sepatah kata
setelah apa yang meraka lakukan untuku. Chris sudah mengerti kenapa aku harus menolak cintanya
padaku, dan untungnya dia dapat mengerti dengan hati yang lapang. Mungkin maria adalah wanita yang
terbaik untuknya.

“jessy kamu lama banget, nanti kamu terlambat pesawat loh!”Julian membantuku memasukkan barang-
barangku kedalam tas gendongku yang berwarna hitam.

“ia, aku sudah siap kok!”ucapku sambil membantu membereskan kamar.

“sudah sana kamu sisiran dulu, lihat rambutmu berantakan sekali!”aku mengikuti titah Julian dengan
baik. Mungkin ini adalah hari terakhir aku berada di dalam kamar ini. Apa aku akan kembali lagi kerumah
ini? Batinku.

“oke! Aku siap untuk berangkat.”aku mengabil tas yang berada di atas tempat tidur dan segera
menggendong tas tersebut yang berisi beberapa perlengkapanku. Dengan berlari kecil aku menuruni
tangga, dari atas aku sudah dapat melihat dua orang yang tidak asing dalam hidupku.

“jessy kamu harus kembali lagi ke sini ya.”maria menyambut aku dengan pelukan hangat.

“tenang saja aku pasti kembali.”jawabku membalas pelukannya.


“sudah-sudah kita harus berangkat sekarang!”ucap Julian seraya berjalan menuju mobil yang sudah
berada di depan rumah. maria dan chris mengikuti Julian dan membuka pintu mobil.

“bu makasih ya buat semuanya, jessy tidak akan melupakan semua yang telah ibu lakukan buat
jessy.”ucapku dengan memeluk bu dewi yang sudah parobaya tersebut.

“non jessy disana harus makan tiga keli sehari, tidak boleh telat, nanti non bisa sakit!”bu dewi
mengingatkan aku dengan baik. Soalnya dia tahu kalau aku paling susah disuruh makan.

“tenang saja bu, jessy akan selalu ingat kata-kata ibu dech!”aku tersenyum pada bu dewi untuk terakhir
kalinya. Aku segera masuk ke dalam mobil dan Julian melaju dengan kecepatan sekitar 80km/jam.

Didalam mobil maria tidak hentinya memeluk dan mengoceh seperti burung beo yang sedang lapar. Aku
hanya dapat berkata iya padanya, karena kalau aku tidak menjawab maka ia akan mengatakan hal yang
sama untuk berulang kali. Julian tak berkata apa-apa selama perjalanan, fikiran dan matanya fokus
kearah jalan raya. Dari dalam mobil aku dapat melihat tulisan soekarno hatta dengan tulisan besar, ini
tandanya kami telah berada dalam kawasa bandara. Hatiku berdenyut kencang. Julian yang sedang
menyetir, mungkin ini pertemuan kami untuk terakhir kalinya. Karena tugas yang diberikan papa
padanya selesai sampai disini. Setelah sampai di parkiran Julian mengeluarkan koperku dari bagasi, aku
maria dan chris mengikuti Julian dengan berjalan bersama.

“jessy sampai jumpa ya!”ucap chris mendadak berhenti di depan petugas bandara.

“jessy kamu harus kembali ya!”ucap maria dengan menangis. Aku memeluk maria untuk terakhir
kalinya.

“makasih buat kalian berdua, karena kalian telah menjadi sahabat terbaik aku selama ini.”aku
memandangi mereka berdua secara bergantian. Maria tidak berhenti menangis saat melihat aku
memasuki bandara. Julian ikut menemaniku sampai di ruang tunggu. Lagi-lagi aku tak dapat
mengucapkan sepatah katapun dari mulutku terhadapa Julian. Julian hanya duduk disampingku dengan
tenang dan santai.

“jessy pesawat kamu akan take off, kamu hati-hati disana ya!”ujar Julian dengan sangat dingin. Aku
menahan air mataku dengan sekuat tenaga, aku melihat Julian pergi meninggalkan aku diruang tunggu.

“Julian!”seruku dari kursi. “Julian makasih untuk semuanya.”aku berlari menghampiri Julian dan
memeluknya dengan erat. “Julian jangan lupain aku ya.”bisikku padanya. Julian membalas pelukanku
dengan mengelus pundakku kemudian melepaskan pelukanku dan menatap aku dengan pandangan
yang begitu berbeda dengan yang biasanya.

“aku tak akan pernah melupakan kamu untuk selamanya! Sekarang kamu harus pergi, karena pesawat
kamu sudah mau terbang.” Ucapnya setelah mendengar suara seorang wanita memberitahukan kepada
semua penumpang garuda boing 1753 akan segera terbang.
Aku tak bisa menahan genangan airmata yang sudah membanjiri kedua pipiku. Ku lepaskan tangan
Julian dengan sangat berat hati. Dengan linangan airmata aku menuju pesawat dan duduk di kursi yang
semestinya. Aku terfikir untuk turun dari pesawat dan tetap tinggal di Indonesia, tapi aku teringat
kembali kepada almarhum mama yang ingin aku menjadi seorang yang sukses dalam bidangnya.
Perjalanan menujuh milan kurang lebih delapan jam. Setelah sampai di bandara internasional italia aku
segera mencari taksi untuk menuju kota Milan. Aku dapat melihat bagunan-bagunan yang begitu indah.
Taksi berhenti di depan sebuah gedung tinggi dan menurunkan aku di depan gedung tersebut, aku
masuk dengan sedikit keragu-raguan tapi aku tetap melangkahkan kedua kakiku untuk maju. Didepan
ada seorang resepsionis yang cantik sedang melayani tamu pria dengan pakaian rapih. Setelah pria itu
meninggalkan meja resepsionis, aku melangkah kakiku mendekatinya untuk menanyakan ruangan yang
akan ku tinggali untuk beberapa waktu. Dengan ramah resepsionis melayaniku, dengan segera seorang
pria datang membantu aku untuk mengangkat koperku kedalam apertement yang telah di pesan oleh
Julian.

Tiga tahun kemudian

Hari demi hari, bulan demi bulan dan tahun demi tahun telah kulalui di kota ini. Aku telah kuliah
semester enam dan menemukan teman baru. Sesekali aku menelepon maria untuk sekedar mengetahui
kabarnya. Dan menurut kabar yang terbaru adalah chris dan maria sekarang berpacaran. Aku sangat
senang sekali mendengar kabar itu, sedangkan kabar Julian aku tidak pernah tahu. Kata bu dewi terakhir
Julian datang kerumah adalah satu tahun yang lalu, dan sampai sekarang ini Julian tidak pernah datang
lagi.

Dengan hiruk pikuk kota Milan aku berjalan di antara orang-orang berambut pirang dan berkulit putih
ini. Dengan perut lapar ku percepat langkah kakiku untuk segera menuju restoran yang berada di tepi
jalan. sesampainya di restoran tersebut aku menuju kursi kosong dan segera duduk diatasnya. Semua
orang terlihat sangat menikmati hidangan koki restoran ini. Memang restoran ini sangat terkenal dengan
spageti dan capucinonya yang begitu nikmat. Setiap kali aku datang kesini aku selalu memesan spageti
dan lemontea, dan dari dulu memang minuman favorit ku adalah es lemontea. Sambil menunggu
pesanan datang ku buka smartbook-ku dan segera membuka email tapi sampai sekarang Julian juga
tidak memberikan balasan atas email yang telah aku kiran enam bulan yang lalu. Dengan kecewa ku
otak-atik semua smartbook-ku.

“maaf, apa saya boleh duduk di sebalah sini?”tanya seseorang padaku.

“silahkan!”jawabku dengan tetap menlanjutkan aktifitasku. Mataku tertuju pada smartbook dan asyik
melakukan obrolan dengan teman-temanku yang sedang berada di kampus. Aku tertawa sendiri saat
membaca beberapa lelucon dari mereka.

“maaf, kalau boleh tahu asal kamu dari mana?”

“dari Jakarta!”jawabku singkat.


“sama saya juga dari Jakarta, kalau boleh tahu, kamu dari Jakarta mana?”lanjutnya. saking jengkelnya
aku ingin melempar dia dengan gelas yang ada dihadapanku. Tapi saat aku menoleh pada pria itu, aku
melihat sosok pria yang ingin kutemui selama ini.

“Julian….!!!!!!”jeritku. Yang tadinya aku ingin melempar dia dengan gelas tapi sekarang aku malah ingin
memeluknya.

“hai jessy, bagaimana kabarmu sekarang?”tanya Julian dengan senyum manisnya.

“baik-baik saja!”jawabku. karena aku tak bisa menahan rasa rinduku padanya aku berdiri dan tanpa aba-
aba aku langsung saja memeluknya dengan erat sampai Julian harus melonggarkan tangankku dari
badannya.

“jessy kamu jangan seperti ini.”Julian berusaha melepaskan tanganku.

“aku kangen banget sama kamu Julian.”ujarku dan melepaskan tangaku dari badannya. Ku perhatikan
Julian dari ujung kaki sampai ujung rambut. Tapi sampai sekarang aku tak menemukan sesuatu yang
berbeda darinya.

“bagaimana kuliah kamu?”

“baik. Satu semester lagi mungkin aku akan wisuda.”jawabku dan kembali ke kursi-ku. aku masih belum
bisa mempercayai Julian berada di depanku, ini bagaikan mimpi disiang hari saja untukku.

“kamu suka disini? Apa kamu makan tiga hari sekali seperti pesan bu dewi?”tanyanya padaku dengan
melihat badanku yang tidak berubah.

“kamu masih ingat pesan bu dewi??”tanyaku kaget. padahal itukan sudah berlalu tiga tahun yang lalu.
Batinku.

“tentu saja aku mengingat semua tentang kamu.”jawabnya. aku seperti tersambar petir mendengar
jawaban dari Julian. ku fikir Julian sudah tidak mengingat aku selama ini, tapi sekarang dia berkata
seperti itu. Aku sungguh tak percaya semua ini.

“apa yang sedang kamu lakukan disini? Apa duta besar sekarang ada disini?”

“tidak, aku datang kesini untuk melihat keadaanmu.”

“apa?”tanyaku kaget.

“memang aku tidak boleh menjenguk kamu sekarang? Jangan-jangan kamu sekarang sudah ada yang
jagain!”sindirnya padaku.

“tidak ada!”jawabku buru-buru dengan melambaikan tangan pada Julian.

“baguslah kalau begitu. Berarti aku masih punya kesempatan.”ujarnya.

“apa maksudnya?”
“tidak ada!”jawabnya dengan tertawa kecil.

Kami makan sambil berbincang-bincang tentang kehidupan kami masing-masing. Aku menceritakan
tentang perjalanku selama tiga tahun di Milan, dan Julian memceritakan tentang pekerjaan dan bos
barunya. Julian menceritakan negera-negara yang pernah dia kunjungi dengan pak dubes yang baru.
Tapi Julian sempat memberitahuku bahwa tidak ada dubes yang lebih baik daripada papaku, aku tidak
tahu itu sungguhan atau sekedar menghibur aku. Tapi aku senang Julian berkata seperti itu, walaupun
itu hanya sekedar pujian.

“jessy apa boleh aku bertanya sesuatu.”tanya Julian saat kami berjalan kaki menuju apertementku.

“silahkan.”jawabku.

“apa kamu sudah punya pacar?”tanya Julian dengan mantap. Aku sedikit terkejut mendengar
pertanyaanh Julian tapi sepertinya hati sangat bahagia mendengar pertanyaan itu.

“belum!”jawabku dengan cepat dan tersenyum kecil padanya.

“bolehkah aku mencintaimu?”tanyanya dengan sedikit ragu-ragu. Aku hanya tersenyum manis padanya
tanpa memberikan sebuah jawaban. Ku harap Julian mengerti dari senyum yang keberikan padanya. Aku
juga tidak tahu sejak kapan aku menyukai sosok Julian yang begitu keras terhadapku. Apa mungkin
karena dia adalah segalanya bagiku sekarang atau karena dia begitu tampan dan begitu perhatian
padaku! aku tidak peduli alasannya, yang pasti sekarang aku cinta dengan Julian sampai kapanpun.

Dengan sedikit menjinjit ku cium pipi Julian dan kemballi tersenyum padanya. Semua orang yang berada
di jalan ini menjadi saksi atas cintaku kepada Julian. seorang asisten duta besar yang selalu memarahi
aku setiap aku melakukan sedikit kesalah. Julian mengengam tanganku dengan erat dan melanjutkan
perjalan kami menuju apertement dan menuju hidup baru. Ku harap almarhum papa dan mama bahagia
di alam sana karena mereka tidak perlu lagi mengkwatirkan diriku yang sekarang ini. Karena aku
sekarang sudah ada yang melindungi, papa selalu kwatir dengan masa depanku. Aku sekarang dapat
berkata pada papa bahwa aku sekarang sudah bisa hidup mandiri dan sudah dapat meraih semuanya
dengan baik. Jadi mereka tidak perlu lagi kwatir terhadap aku.

Dari dalam hati ku doakan kedua orang tuaku dan kuharap mereka bahagia di dunia sana.

tamat

You might also like