You are on page 1of 6

JAKARTA, TRIBUNNEWS.

COM –
Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat selama delapan bulan
terakhir atau Januari-Agustus 2010 neraca perdagangan Indonesia (NPI) mengalami surplus  10,9 miliar
dolar AS atau meningkat 3,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2009.

Demikian disampaikan Wakil Menteri Perdagangan Mahendra Siregar pada sebuah seminar di Jakarta,
Rabu (6/10/2010), sore.

“Neraca
2010 terdiri dari non migas (minyak dan gas) surplus 11,4 miliar dolar
AS dan migas defisit 452,5 juta dolar AS,” kata Mahendra.

Total
perdagangan selama Januari-Agustus 2010 mencapai 186,5 miliar  dolar AS
atau rata-rata bulanan mencapai 23,3 miliar dolar AS bahkan di bulan
Agustus mencapai 26 miliar dolar AS.

Sementara Januari- Agustus 2010


total ekspor mencapai 98,7 miliar  dolar AS naik 40,42 persen  terhadap
periode yang sama 2009 dan total ekspor non migas mencapai 81,7 miliar
dolar AS atau naik 36,25 persen terhadap Januari-Agustus 2009.

Dijelaskan
selama Agustus 2010, ekspor non migas mencapai 11,8 miliar dolar AS dan
merupakan tertinggi sepanjang sejarah ekspor non migas bulanan dan
meningkat 32,4 persen dari periode yang sama tahun 2009.

Sementara
itu pertumbuhan ekspor non migas tahunan dari September 2009 ke Agustus
2010 terhadap September 2008 ke Agustus 2009 mengalami kenaikan 26,3
persen  dan pertumbuhan Januari-Agustus 2010 terhadap Januari-Agustus 
2009 (yoy/year on year) mengalami peningkatan 36,3 persen.
Menduga Masa Depan Harga Emas Dari Neraca
Perdagangan...
Oleh Muhaimin Iqbal   
Kamis, 11 November 2010 06:33
Ketika krisis moneter melanda negeri ini tahun 1997/1998, ekonomi kita seperti luluh lantak.
Pemutusan hubungan kerja meraja lela, banyak perusahaan yang harus tutup dan bahkan
sampai kini Anda masih bisa menyaksikan korbannya berupa kota hantu di daerah Sentul. 
Suatu komplek yang semula direncanakan menjadi komplek perumahan mewah, semasa krisis
moneter ditinggalkan pengembang dan calon pembelinya dengan menyisakan puing-puing
bekas penjarahan.  Namun obat yang begitu pahit bagi bangsa ini tersebut, ternyata
menyembuhkan suatu penyakit kronis yang disebut defisit dalam neraca perdagangan.

Dari grafik di atas kita tahu bahwa selama belasan tahun sebelum krisis, Indonesia selalu
mengalami defisit dalam neraca perdagangannya.  Hanya setelah krisis moneter melanda, tiba-
tiba kita menjadi surplus hingga kini. Lho kok bisa ?. Apakah industri kita lebih efisien sehingga
lebih mampu bersaing dengan pasar global ?, apakah kita ada inovasi teknologi baru ?, produk
ekspor unggulan baru ?, pasar tujuan ekspor baru ?. Tidak juga demikian !.

Kita menjadi tiba-tiba mampu bersaing karena nilai uang kita menjadi sangat rendah bila
dibandingkan dengan rata-rata nilai daya beli uang negara-negara lain. Bila gaji buruh, pegawai
dan bahkan direksi tiba-tiba nilainya tinggal seperempatnya karena nilai mata uang kita yang
jatuh (1998); demikian pula dengan ongkos kandungan local dari industri-industri kita – pastilah
produk-produk ekspor kita menjadi sangat kompetitif dari sisi harga.

Dari pengalaman Indonesia men-terapi penyakit kronisnya tersebut; kita tahu bahwa secara
efektif kita bisa sembuh dari penyakit kronis defisit neraca perdagangan melalui kejatuhan nilai
mata uang Rupiah kita.

Nah apa hubungannya neraca perdagangan ini dengan harga emas dunia ?. Karena harga
emas dunia saat ini dinilai dengan US$, maka  kita bisa menduga nasib harga emas dunia
tersebut dari apa yang kiranya akan terjadi dengan daya beli US$ itu sendiri. Sekarang
perhatikan grafik dibawah yang menunjukkan neraca perdagangan Amerika selama 30 tahun
terakhir.

Mirip Indonesia sebelum krisis 1997/1998 ; Amerika ternyata juga telah menderita penyakit
kronis defisit neraca perdagangan selama belasan tahun hingga kini.  Penyakit kronis inilah
yang dengan setengah mati diupayakan oleh Obama antara lain melalui kunjungannya ke India
dan Indonesia kemarin ini.

Sebagai ‘salesman’ yang berhasil memukau publik negara-negara yang dikunjunginya, bisa saja
kunjungan-kunjungan tersebut akan meningkatkan ekspor Amerika ke negara-negara yang telah
dikunjunginya. Namun peningkatan ini akan sulit sekali menyembuhkan penyakit kronis yang
sudah menahun.
 

Lantas apa solusi yang efektif yang harus ditempuh Amerika ?, karena presidennya pernah
belajar di Indonesia selama 4 tahun semasa kecil – harusnya Amerika kali ini juga mau belajar
dari pengalaman Indonesia mengatasai penyakit yang sama sebelum 1997/1998 – bahwa terapi
yang paling efektif untuk seketika membalik posisi defisit menjadi surplus adalah melalui
devaluasi besar-besaran atau kehancuran daya beli mata uangnya !.

Hal ini bisa dilakukan secara malu-malu dan memberi nama yang indah – Quantitative Easing –
misalnya, atau secara terang-terangan seperti Indonesia tahun 1997/1998 yang disebut krisis
moneter. Cara pertama bisa menyembuhkan tetapi perlu waktu yang lebih lama, cara kedua
akan menyakitkan tetapi ini terapi yang terbukti sangat efektif – paling tidak pernah dibuktikan di
Indonesia !.

Mana-pun yang dipilih Amerika, tidak ada insentif apapun bagi mereka untuk menaikkan daya
beli atau nilai tukar mata uangnya. Bila nilai tukar mata uang mereka naik – mereka akan
semakin tidak kompetitif – yang berarti akan semakin membesarkan defisit neraca
perdagangannya. Defisit neraca perdagangan yang terus menerus akan membawa
kebangkrutan negara karena mereka terus mengkonsumsi barang dan jasa dari luar lebih
banyak daripada yang mereka bisa jual keluar.

Jadi secara perlahan-lahan ataupun secara drastis, siapapun presidennya - Amerika akan
cenderung membawa nilai tukar mata uangnya ke arah turun. Barang-barang yang dibeli
dengan mata uang US$ dalam jangka panjangnya akan terus naik, meskipun perjalanan jangka
pendeknya bisa saja bergelombang.

Maka ini pula yang akan terjadi dengan harga emas dunia, bergelombang dalam jangka pendek
– tetapi arah jangka panjangnya sangat jelas. Wa Allahu A’lam.
KUALA LUMPUR, MINGGU — Neraca perdagangan Indonesia-Malaysia tahun 2007 dan Januari-
Oktober 2008 menunjukan keanehan, kedua negara saling mengklaim defisit.

"Ini aneh, biasa dalam suatu neraca perdagangan, satu pihak surplus, pihak lainnya defisit. Neraca
perdagangan Indonesia-Malaysia tahun 2007 dan Januari-Oktober 2008 saling mengklaim defisit.
Bahkan, data ekspor-impor migas datanya sangat jauh berbeda," kata Atase Pedagangan KBRI Kuala
Lumpur Pradnyawati, Minggu (22/2).

Tahun 2007, menurut data BPS Indonesia, neraca perdagangan Indonesia-Malaysia mengalami defisit 1,3
miliar dollar AS. Indonesia ekspor ke Malaysia 5,09 miliar dollar AS dan impor dari Malaysia 6,41 miliar
dollar AS.

Pada tahun yang sama, menurut data BPS Malaysia, neraca perdagangan Malaysia-Indonesia mengalami
defisit 1,06 miliar dollar AS. Malaysia ekspor ke Indonesia 5,22 miliar dollar AS dan impor dari
Indonesia 6,28 miliar dollar AS.

Pada perdagangan Januari-Oktober 2008, Indonesia dan Malaysia saling mengklaim defisit. Menurut data
BPS Indonesia, neraca perdagangan Indonesia-Malaysia defisit 2,51 miliar dollar AS.  Indonesia ekspor
ke Malaysia sebesar 5,57 miliar dollar AS dan impor dari Malaysia 8,09 miliar dollar AS.

"Sebaliknya, menurut BPS Malaysia, neraca perdagangan Malaysia-Indonesia alami defisit 749,16 juta
dollar AS karena ekspornya ke Indonesia sebesar 5,6 miliar dollar AS, sedangkan impornya 6,35 miliar
dollar AS," ungkap Pradnyawati.

Perbedaan angka yang mencolok adalah ekspor-impor pada neraca perdagangan Indonesia-Malaysia
periode Januari-Oktober 2008. Menurut data BPS, Indonesia mengimpor migas dari Malaysia sebesar
4,69 miliar dollar AS, sebaliknya menurut data BPS Malaysia, negara jiran ini mengekspor migas ke
Indonesia hanya 1,57 miliar dollar AS.  

"Terdapat selisih 3,12 miliar dollar AS. Suatu perbedaan yang mencolok. Jika ada alasan bahwa impor
migas dari Malaysia via negara ketiga, misalkan Singapura, maka pencatatannya adalah arus impor dari
Singapura ke Indonesia, bukannya dari Malaysia," kata Pradnyawati.
  
Sebelumnya sejak tahun 2003, menurut data BPS Indonesia dan Malaysia, neraca perdagangan Indonesia
dan Malaysia selalu surplus untuk Indonesia, walau dengan data yang berbeda. Tahun 2003, Indonesia
surplus 1,22 miliar dollar AS, sedangkan Malaysia defisit 834 juta dollar AS.

Tahun 2004, Indonesia surplus 1,3 miliar dollar AS dan Malaysia defisit 1,169 miliar dollar AS. Tahun
2005, Indonesia surplus 1,28 miliar dollar AS, sedangkan Malaysia defisit 1,07 miliar dollar AS. Tahun
2006, Indonesia surplus 917 juta dollar AS, sedangkan Malaysia defisit  878 juta dollar AS.

You might also like