You are on page 1of 7

ANALISIS POLA PERMUKIMAN SEBAGIAN KABUPATEN

BANJARNEGARA TAHUN 2000

Oleh

Dian Equanti

S881008006

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2010

1
Tahapan Analisis:

1. Pengukuran jarak antar pemukiman

No Titik Ukur Jarak antar pemukiman


pada peta di lapangan (km)
(cm)
1 1 ke 2/3* 2.3 0.575
2 2/3* ke 4 3.5 0.875
3 4 ke 64 4.6 1.15
4 64 ke 63 3.5 0.875
5 63 ke 62 2.8 0.7
6 62 ke 60 1.7 0.425
7 60 ke 59 2.3 0.575
8 59 ke 58 2.5 0.625
9 58 ke 56 2 0.5
10 57 ke 56 1.3 0.325
11 61 ke 57 2 0.5
12 56 ke 53 2.7 0.675
13 53 ke 52 2.1 0.525
14 51 ke 52 1.7 0.425
15 51 ke 50 1.7 0.425
16 54 ke 50 1.8 0.45
17 55 ke 54 1.1 0.275
18 50 ke 49 2.2 0.55
19 49 ke 48 1.8 0.45
20 47 ke 48 1.3 0.325
21 49 ke 47 1 0.25
22 46 ke 47 2.3 0.575
23 46 ke 43 1.5 0.375
24 44 ke 43 2.2 0.55
25 43 ke 42 2.3 0.575
26 36 ke 40 2 0.5
27 36 ke 37 1.9 0.475
28 41 ke 37 1.6 0.4
29 38 ke 41 2.7 0.675
30 30 ke 38 2.3 0.575
31 38 ke 39 2.4 0.6
32 23 ke 30 1.8 0.45
33 18 ke 23 1.7 0.425
34 18 ke 24 1.5 0.375
35 18 ke 19 2.3 0.575

2
36 19 ke 20 2.1 0.525
37 20 ke 21 1.2 0.3
38 19 ke 22 1.9 0.475
39 24 ke 25 2.3 0.575
40 17 ke 25 2.4 0.6
41 12 ke 25 2.7 0.675
42 13 ke 12 2.5 0.625
43 35 ke 12 4 1
44 14 ke 13 2.6 0.65
45 15 ke 16 2.4 0.6
46 9 ke 10 1.7 0.425
47 10 ke 11 1.7 0.425
48 35 ke 11 2.1 0.525
49 23 ke 29 2.2 0.55
50 27 ke 29 1.7 0.425
51 26 ke 27 1.4 0.35
52 29 ke 31 1.9 0.475
53 27 ke 28 1.4 0.35
54 28 ke 32 1.7 0.425
55 8 ke 34 2.9 0.725
56 33 ke 34 2.1 0.525
57 33 ke 32 2.5 0.625
58 6 ke 5 2.4 0.6
59 7 ke 8 2.2 0.55
60 8 ke 35 2.4 0.6
61 43 ke 44/45* 3.8 0.95
62 9 ke 16 2.5 0.625
rerata 2.179 0.545
Sumber: Hasil Perhitungan (Peta RBI Banjarnegara, Tahun 2000)

Keterangan: *dianggap sebagai satu pola pemukiman

2. Penentuan pola pemukiman berdasarkan analisis tetangga terdekat

Rumus:

Ju
T=
Jh

T = indeks penyebaran tetangga terdekat

Ju = Jarak rata-rata yang diukur antara satu titik dengan tetangga yang terdekat

3
Jh = jarak rata-rata yang diperoleh andaikata semua titik mempunyai pola random

1
=
2√ p

P = kepadatan titik dalam tiap kilometer per segi yaitu jumlah titik (N) dibagi luas wilayah (A)

(sumber: Bintarto, 1991. Metode Analisa Geografi. Jakarta: LP3ES)

Perhitungan:

Skala peta = 1 : 25.000

1 cm di peta = 25.000 cm di lapangan

1 cm = 0.25 km di lapangan

Ju = 2,179 cm atau 2,142 X 0.25 = 0.545 km

N pada peta observasi = 62

A (luas wilayah) = (26 cm x 0,25 km) x (20,5 cm x 0,25 km)

= 33,313 km2

P = N/A

= 62/33,313

= 1,861

1
Jh =
2√ p

1
=
2 √ 1,861

1
=
2(1,364)

4
1
=
2.728

= 0,36

Ju
T=
Jh

0.536
=
0.36

= 1,49

Dengan ketentuan

T=0 T=1 T = 2,15

Mengelompok/ Acak/random seragam/

Clustered regular

3. Kesimpulan

Nilai T adalah 1,49 maka pola pemukiman pada daerah cakupan peta yang diamati digolongkan sebagai
acak/random.

4. Analisis

Daerah pengamatan pada peta adalah sebagian wilayah Kabupaten Banjarnegara. Kenampakan
fisik utama yang tampak pada daerah pengamatan adalah Kali Serayu yang membentang arah timur ke
barat sehingga membagi wilayah pemukiman menjadi bagian utara dan selatan. Kenampakan
antropogenik yang menonjol dalam pembentukan pemukiman wilayah ini adalah rel kereta api yang
juga membentang timur ke barat sejajar dengan aliran Kali Serayu.

5
Pada bagian utara di sekitar rel kereta api pemukiman membentuk pola persegi panjang dan
berkembang terutama disekitar Kota Banjarnegara. Sebagai ibu kota kabupaten, Kota Banjarnegara
berperan sebagai pusat pertumbuhan. Perkembangan pemukiman di pusat pertumbuhan dan sekitarnya
didukung tersedianya sarana dan prasarana infrastruktur yang menunjang kehidupan masyarakat yang
tinggal di dalamnya. Di bagian selatan rel kereta api pemukiman membentuk pola segitiga. Secara umum
pemukiman terdistribusi secara random atau acak baik di bagian utara maupun selatan rel kereta api.

Ditinjau dari aspek morfologi wilayahnya, daerah observasi berbukit-bukit dan bergelombang
baik di bagian utara dan bagian selatan Kali Serayu. Inilah yang menyebabkan penduduk membangun
pemukimannya menyebar di lembah-lembah perbukitan. Perbukitan ini menjadi water devide (pemisah
aliran air) yang membentuk sungai-sungai yang airnya mengalir menuju Kali Serayu. Kota Banjarnegara
berlokasi di dataran banjir Kali Serayu merupakan dataran terluas pada wilayah observasi. Masyarakat
umumnya menyenangi daerah yang datar sebagai tempat tinggal. Keterangan ini dapat menjelaskan dari
aspek morfologi mengapa pemukiman lebih berkembang pada di Kota Banjarnegara dan sekitarnya.

Di bagian selatan Kali Serayu pola pemukiman cenderung sejajar pola alliran yang mengalir dari
selatan – tenggara menuju utara-barat laut. Pemukiman berpencar di antara sawah tadah hujan, ladang
atau tegalan milik warga. Antara pemukiman satu dengan yang lain dipisahkan oleh perbukitan atau
sungai-sungai kecil. Sehingga jika kita menyusuri bagian selatan wilayah ini, akan tampak perkampungan
yang diselingi sawah atau tegalan pada jarak beberapa ratus meter. Dari pola pemukiman ini kita dapat
menafsir bahwa pedesaan lebih berkembang di daerah bagian selatan dan utara.

Dari uraian di atas, faktor geografi yang mengontrol pola pemukiman daerah amatan adalah:

a. Topografi. Pada topografi datar pemukiman akan lebih padat, sedang di daerah berbukit dan
bergelombang, pemukiman terletak menyebar lembah-lembah perbukitan atau di daerah yang
topografinya relatif datar.
b. Aliran sungai.
c. Areal pertanian baik berupa sawah irigasi maupun ladang atau tegalan.
d. Aksessibilitas. Aksessibilitas yang dimaksud adalah keterjangkauan antar daerah dengan adanya
sarana penghubung jalan antar kota dan rel kereta api, serta akses dengan sarana infrastruktur
yang lain dan ibu kota kabupaten. Pemukiman cenderung padat di daerah sepanjang rel kereta
api dan sekitar ibu kota Banjarnegara sebagai pusat pertumbuhan wilayah.

6
5. Evaluasi
1. Pola pemukiman yang menyebar dapat menghambat perkembangan wilayah karena akses suatu
daerah ke daerah lain sulit.
2. Bagi pemerintah, pemukiman yang menyebar acak menimbulkan tingginya biaya penyediaan
infrastruktur.
3. Pembangunan pemukiman di arahkan terutama di sekitar aliran Sungai Serayu dengan
pertimbangan memiliki topografi datar, akses dengan daerah pusat pertumbuhan lebih dekat,
penyediaan infrastruktur lebih mudah dan murah.
4. Pembangunan pemukiman baru di wilayah berbukit seperti Kecamatan Sigaluh tidak disarankan
karena memiliki relief bergelombang dan berbukit yang rawan terjadi gerakan massa tanah,
seperti longsor dan rayapan (soil creep).
5. Pengembangan pembangunan selanjutnya disesuaikan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
maupun Kecamatan yang telah ditetapkan pemerintah setempat.

6. Referensi

Aplin, G.J. 1983: Order-neighbour analysis. Concepts and Techniques in Modern Geography 36. Norwich:
Geo Books, in GeoDz The Earth Encyclopedia. http://www.geodz.com/eng/d/nearest-neighbour-
analysis/nearest-neighbour-analysis.htm

Bintarto, 1991. Metode Analisa Geografi. Jakarta: LP3ES

Nuryani. 2009. Analisis Pola Pemukiman Di Kecamatan Karanganyar Tahun 2006. Kabupaten
Karanganyar. Skripsi. Surakarta: Fakultas Geografi. UMS.

You might also like