You are on page 1of 34

Siti Arieanni Kesuma

1102008340 – B10
TIU.1. Memahami dan Menjelaskan Saraf Kranial

A. DEFINISI
Saraf-saraf kranial dalam bahasa latin adalah Nervi Craniales yang berarti kedua belas pasangan
saraf yang berhubungan dengan otak mencakup nervi olfaktorii (I), optikus (II), okulomotorius
(III), troklearis (IV), trigeminus (V), abdusens (VI), fasialis (VII), vestibulokoklearis (VIII),
glosofaringeus (IX), vagus (X), asesorius (XI), hipoglosus (XII).

Gangguan saraf kranialis adalah gangguan yang terjadi pada serabut saraf yang berawal dari otak
atau batang otak, dan mengakibatkan timbulnya keluhan ataupun gejala pada berbagai organ
atau bagian tubuh yang dipersarafinya.

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI


1. SARAF OLFAKTORIUS (N.I)
Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan olfaktorius. Sistem ini
terdiri dari bagian berikut: mukosa olfaktorius pada bagian atas kavum nasal, fila olfaktoria,
bulbus subkalosal pada sisi medial lobus orbitalis.

Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang serabut-serabutnya berasal dari membran
mukosa hidung dan menembus area kribriformis dari tulang etmoidal untuk bersinaps di
bulbus olfaktorius, dari sini, traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di
lobus temporal bagian medial sisi yang sama.

Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya mencapai


korteks tanpa dirilei di talamus. Bau-bauan yang dapat memprovokasi timbulnya nafsu makan
dan induksi salivasi serta bau busuk yang dapat menimbulkan rasa mual dan muntah
menunjukkan bahwa sistem ini ada kaitannya dengan emosi. Serabut utama yang
menghubungkan sistem penciuman dengan area otonom adalah medial forebrain bundle dan
stria medularis talamus. Emosi yang menyertai rangsangan olfaktorius mungkin berkaitan ke
serat yang berhubungan dengan talamus, hipotalamus dan sistem limbik.

2. SARAF OPTIKUS (N. II)


Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina. Serabut-serabut
saraf ini, ini melewati foramen optikum di dekat arteri optalmika dan bergabung dengan saraf
dari sisi lainnya pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum. Orientasi spasial serabut-
serabut dari berbagai bagian fundus masih utuh sehingga serabut-serabut dari bagian bawah
retina ditemukan pada bagian inferior kiasma optikum dan sebaliknya.

Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh bagian nasal retina) menyilang
kiasma, sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal tidak menyilang. Serabut-serabut
untuk indeks cahaya yang berasal dari kiasma optikum berakhir di kolikulus superior, dimana
terjadi hubungan dengan kedua nuklei saraf okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan
kiasma berhubungan dengan penglihatan dan berjalan di dalam traktus optikus menuju
korpus genikulatum lateralis. Dari sini serabut-serabut yang berasal dari radiasio optika
melewati bagian posterior kapsula interna dan berakhir di korteks visual lobus oksipital.

Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga serabut-


serabut untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadaran atas melalui
lobus temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma optikum serabut-
serabut yang berasal dari lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan
sebaliknya.

3. SARAF OKULOMOTORIUS (N. III)


Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan substansia grisea periakuaduktal
(Nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam substansia grisea (Nukleus otonom).

Nukleus motorik bertanggung jawab untuk persarafan otot-otot rektus medialis, superior,
dan inferior, otot oblikus inferior dan otot levator palpebra superior. Nukleus otonom atau
nukleus Edinger-westhpal yang bermielin sangat sedikit mempersarafi otot-otot mata inferior
yaitu spingter pupil dan otot siliaris.

4. SARAF TROKLEARIS (N. IV)


Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di depan substansia grisea
periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus okulomotorius. Saraf ini merupakan satu-
satunya saraf kranialis yang keluar dari sisi dorsal batang otak. Saraf troklearis mempersarafi
otot oblikus superior untuk menggerakkan mata bawah, kedalam dan abduksi dalam derajat
kecil.

5. SARAF TRIGEMINUS (N. V)


Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-serabut motorik dan serabut-
serabut sensorik. Serabut motorik mempersarafi otot masseter dan otot temporalis. Serabut-
serabut sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi tiga cabang utama yatu saraf oftalmikus,
maksilaris, dan mandibularis. Daerah sensoriknya mencakup daerah kulit, dahi, wajah, mukosa
mulut, hidung, sinus. Gigi maksilar dan mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan tengah
bagian anterior telinga luar dan kanalis auditorius serta bagian membran timpani.

6. SARAF ABDUSENS (N. VI)


Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian bawah dekat
medula oblongata dan terletak dibawah ventrikel ke empat saraf abdusens mempersarafi otot
rektus lateralis.

7. SARAF FASIALIS (N. VII)


Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi motorik berasal dari
Nukleus motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat
medula oblongata. Fungsi sensorik berasal dari Nukleus sensorik yang muncul bersama
nukleus motorik dan saraf vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke dalam kanalis
akustikus interna.

Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari otot
orbikularis okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot stilohioideus,
otot digastriktus posterior serta otot platisma. Serabut sensorik menghantar persepsi
pengecapan bagian anterior lidah.

8. SARAF VESTIBULOKOKLEARIS (N. VIII)


Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut aferen yang
mengurusi pendengaran dan vestibuler yang mengandung serabut-serabut aferen yang
mengurusi keseimbangan. Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan
berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral ke korpus
genikulatum medial dan kemudian menuju girus superior lobus temporalis. Serabut-serabut
untuk keseimbangan mulai dari utrikulus dan kanalis semisirkularis dan bergabung dengan
serabut-serabut auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini kemudian memasuki
pons, serabut vestibutor berjalan menyebar melewati batang dan serebelum.
9. SARAF GLOSOFARINGEUS (N. IX)
Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius pada waktu
meninggalkan kranium melalui foramen tersebut, saraf glosofaringeus mempunyai dua
ganglion, yaitu ganglion intrakranialis superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah melewati
foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis interna dan vena jugularis interna ke otot
stilofaringeus. Di antara otot ini dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan
mempersarafi mukosa faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.

10.SARAF VAGUS (N. X)


Saraf vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau jugulare dan
ganglion inferior atau nodosum, keduanya terletak pada daerah foramen jugularis, saraf vagus
mempersarafi semua visera toraks dan abdomen dan menghantarkan impuls dari dinding
usus, jantung dan paru-paru.

11.SARAF ASESORIUS (N. XI)


Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis. Radiks kranial adalah akson dari
neuron dalam nukleus ambigus yang terletak dekat neuron dari saraf vagus. Saraf aksesoris
adalah saraf motorik yang mempersarafi otot sternokleidomastoideus dan bagian atas otot
trapezius, otot sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke samping dan otot
trapezius memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.

12.SARAF HIPOGLOSUS (N. XII)


Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap sisi garis tengah dan
depan ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan trigonum hipoglosus. Saraf hipoglosus
merupakan saraf motorik untuk lidah dan mempersarafi otot lidah yaitu otot stiloglosus,
hipoglosus dan genioglosus.
TIU.2. Memahami dan Menjelaskan Stroke

TIK.2.1. Menjelaskan Definisi Stroke

Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian
jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak.
Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau
pecahnya pembuluh darah.

WHO mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan
oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu.

Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu: stroke iskemik maupun stroke hemorragik.

Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak
sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke Iskemik. Stroke iskemik ini dibagi
menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.


2. Stroke Embolik: Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
3. Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya
gangguan denyut jantung.

Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir 70%
kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi.

Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu:

1. Hemoragik Intraserebral: pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak.


2. Hemoragik Subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit
antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).

TIK.2.2. Menjelaskan Etiologi Stroke


Faktor Penyebab Stroke

Faktor resiko medis, antara lain Hipertensi (penyakit tekanan darah tinggi), Kolesterol, Aterosklerosis
(pengerasan pembuluh darah), Gangguan jantung, diabetes, Riwayat stroke dalam keluarga, Migrain.

Faktor resiko perilaku, antara lain Merokok (aktif & pasif), Makanan tidak sehat (junk food, fast
food), Alkohol, Kurang olahraga, Mendengkur, Kontrasepsi oral, Narkoba, Obesitas.

80% pemicu stroke adalah hipertensi dan arteriosklerosis, Menurut statistik. 93% pengidap penyakit
trombosis ada hubungannya dengan penyakit tekanan darah tinggi.

Pemicu stroke pada dasarnya adalah, suasana hati yang tidak nyaman (marah-marah), terlalu banyak
minum alkohol, merokok dan senang mengkonsumsi makanan yang berlemak.

TIK.2.3. Menjelaskan Patofisiologi Stroke

Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis sehingga
menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap pembuluh darah
arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga
bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang
lebih kecil.

Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat
karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu
katupnya. Strok semacam ini disebut emboli serebral (emboli = sumbatan, serebral = pembuluh
darah otak) yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan
penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium).

Emboli lemak jarang menyebabkan strok. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang
yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.

Strok juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi menyebabkan penyempitan pembuluh
darah yang menuju ke otak. Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit
pembuluh darah di otak dan menyebabkan strok.

Tekanan darah rendah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang
biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Strok bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat
berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena
cedera atau pembedahan, serangan jantung atau gangguan irama jantung.

TIK.2.4. Menjelaskan Manifestasi Klinis Stroke

Tanda dan Gejala-gejala Stroke

Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi berikut:

1. Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya fungsi sensorik
2. Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan membau, mengecap,
mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun, ekspresi wajah
terganggu, pernafasan dan detak jantung terganggu, lidah lemah.
3. Cerebral cortex: aphasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan.

Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagai Transient
Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau serangan awal stroke.

TIK.2.5. Menjelaskan Pemeriksaan Penunjang (Diagnosis) Stroke

Pemeriksaan Fisik

Pada pasien stroke perlu dilakukan pemeriksaan lain seperti tingkat kesadaran, kekuatan otot, tonus
otot, pemeriksaan radiologi dan laboratorium. Pada pemeriksaan tingkat kesadaran dilakukan
pemeriksaan yang dikenal sebagai Glascow Coma Scale untuk mengamati pembukaan kelopak mata,
kemampuan bicara, dan tanggap motorik (gerakan). Pemeriksaan tingkat kesadaran adalah dengan
pemeriksaan yang dikenal sebagai Glascow Coma Scale (GCS) yaitu sebagai berikut:

a. Membuka mata

1) Membuka spontan : 4

2) Membuka dengan perintah : 3

3) Membuka mata karena rangsang nyeri : 2

4) Tidak mampu membuka mata : 1

b. Kemampuan bicara

1) Orientasi dan pengertian baik : 5

2) Pembicaraan yang kacau : 4

3) Pembicaraan tidak pantas dan kasar : 3

4) Dapat bersuara, merintih : 2

5) Tidak ada suara : 1

c. Tanggapan motorik

1) Menanggapi perintah : 6

2) Reaksi gerakan lokal terhadap rangsang : 5

3) Reaksi menghindar terhadap rangsang nyeri : 4

4) Tanggapan fleksi abnormal : 3


5) Tanggapan ekstensi abnormal : 2

6) Tidak ada gerakan : 1

Sedangkan untuk pemeriksaan kekuatan otot adalah sebagai berikut:

0 : Tidak ada kontraksi otot

1 : Terjadi kontraksi otot tanpa gerakan nyata

2 : Pasien hanya mampu menggeserkan tangan atau kaki

3 : Mampu angkat tangan, tidak mampu menahan gravitasi

4 : Tidak mampu menahan tangan pemeriksa

5 : Kekuatan penuh

Menurut Carpenito (1998), evaluasi masing – masing AKS (Aktivitas Kehidupan Sehari – hari)
menggunakan skala sebagai berikut:

0 : Mandiri keseluruhan

1 : Memerlukan alat bantu

2 : Memerlukan bantuan minimal

3 : Memerlukan bantuan dan/atau beberapa pengawasan

4 : Memerlukan pengawasan keseluruhan

5 : Memerlukan bantuan total

Menurut Tucker (1998), fungsi saraf cranial adalah sebagai berikut:

a. Saraf Olfaktorius (N.I): Penghidu/penciuman.

b. Saraf Optikus (N.II): Ketajaman penglihatan, lapang pandang.

c. Saraf Okulomotorius (N.III): Reflek pupil, otot ocular, eksternal termasuk gerakan ke atas, ke
bawah dan medial, kerusakan akan menyebabkan otosis dilatasi pupil.

d. Saraf Troklearis (N.IV): Gerakan ocular menyebabkan ketidak mampuan melihat ke bawah dan ke
samping.

e. Saraf Trigeminus (N.V): fungsi sensori, reflek kornea, kulit wajah dan dahi, mukosa hidung dan
mulut, fungsi motorik, reflek rahang.

f. Saraf Abduschen (N.VI): gerakan o cular, kerusakan akan menyebabkan ketidakmampuan ke


bawah dan ke samping.
g. Saraf Facialis (N.VII): fungsi motorik wajah bagian atas dan bawah, kerusakan akan menyebabkan
asimetris wajah dan poresis.

h. Saraf Akustikus (N.VIII): tes saraf koklear, pendengaran, konduksi udara dan tulang, kerusakan
akan menyebabkan tinitus atau kurang pendengaran atau ketulian.

i. Saraf Glosofaringeus (N.IX): fungsi motorik, reflek gangguan faringeal atau menelan.

j. Saraf Vagus (N.X): bicara.

k. Saraf Asesorius (N.XI): kekuatan otot trape sus dan sternokleidomastouides, kerusakan akan
menyebabkan ketidakmampuan mengangkat bahu.

l. Saraf Hipoglosus (N.XII): fungsi motorik lidah, kerusakan akan menyebabkan ketidakmampuan
menjulurkan dan menggerakkan lidah.

Menurut Tucker (1998), pemeriksaan pada penderita coma antara lain:

a. Gerakan penduler tungkai


Pasien tetap duduk di tepi tempat tidur dengan tungkai tergantung, kemudian
kaki diangkat kedepan dan dilepas. Pada waktu di lepas akan ada gerakan penduler yang
makin lama makin kecil dan biasanya ber henti 6 atau 7 gerakan. Beda pada regiditas
ekstramidal akan ada pengurangan waktu tetapi tidak teratur atau tersendat – sendat.
b. Menjatuhkan tangan
Tangan pasien diangkat kemudian dijatuhkan. Pada kenaikan tonus (hipertoni) terdapat
penundaan jatuhnya le ngan kebawah. Sementara pada hipotomisitas jatuhnya cepat.
c. Tes menjatuhkan kepala
Pasien berbaring tanpa bantal, pasien dalam keadaan relaksasi, mata terpejam. Tangan
pemeriksa yang satu diletakkan dibawah kepala pasien, tangan yang lain mengangkat kepala
dan menjatuhkan kepala lambat. Pada kaku kuduk (nuchal regidity) oleh karena iritasi
meningeal terdapat hambatan dan nyeri pada fleksi leher.

Pemeriksaan Penunjang

Menurut Harsono (1996) pemeriksaan penunjang yang da pat dilakukan pada penderita stroke
adalah sebagai berikut:

a. Head CT Scan
Pada stroke non hemorhargi terlihat adanya infark sedangkan pada stroke haemorhargi
terlihat perdarahan.
b. Pemeriksaan lumbal pungsi
Pada pemeriksaan pungsi lumbal untuk pemeriksaan dia gnostik diperiksa kimia sitologi,
mikrobiologi, virologi . Disamping itu dilihat pula tetesan cairan cerebrospinal saat keluar
baik kecepatannya, kejernihannya, warna dan tekanan yang menggambarkan proses terjadi
di intra spinal. Pada stroke non hemorargi akan ditemukan tekanan normal dari cairan
cerebrospinal jernih.
Pemeriksaan pungsi cisternal dilakukan bila tidak mungkin dilakukan pungsi lumbal.
Prosedur ini dilakukan dengan supervisi neurolog yang telah berpengalaman.
c. Elektrokardiografi (EKG)
Untuk mengetahui keadaan jantung dimana jantung berperan dalam suplai darah ke otak.
d. Elektro Encephalo Grafi
Elektro Encephalo Grafi mengidentifikasi masalah berdasarkan gelombang otak,
menunjukkan area lokasi secara spesifik.
e. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui keadaan darah, kekentalan darah, jumlah sel
darah, penggumpalan trombosit yang abnormal dan mekanisme pembekuan darah.
f. Angiografi cerebral
Pada cerebral angiografi membantu secara spesifik penyebab stroke seperti perdarahan atau
obstruksi arteri, memperlihatkan secara tepat letak oklusi atau ruptur.
g. Magnetik Resonansi Imagine (MRI)
Menunjukkan darah yang mengalami infark, haemorhargi, Malformasi Arterior Vena (MAV).
Pemeriksaan ini lebih canggih dibanding CT Scan.
h. Ultrasonografi dopler
Mengidentifikasi penyakit Malformasi Arterior Vena. (Harsono,1996).
Menurut Wibowo (1991), pemeriksaan X-Ray kepala dapat menunjukkan perubahan pada
glandula peneal pada sisi yang berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi karotis
internal yang dapat dilihat pada trombosis cerebral, klasifikasi parsial pada dinding
aneurisme pada perdarahan subarachnoid.

TIK.2.6. Menjelaskan Penatalaksanaan Stroke

Menurut Harsono (1996), kematian dan deteriosasi neurologis minggu pertama stroke iskemia oleh
adanya odema otak. Odem otak timbul dalam beberapa jam setelah stroke iskemik dan mencapai
puncaknya 24 - 96 jam.

Odema otak mula-mula cytofosic, karena terjadi gangguan pada metabolisme seluler kemudian
terdapat odema vasogenik karena rusaknya sawar darah otak setempat. Untuk menurunkan odema
otak, dilakukan hal sebagai berikut:

a. Naikkan posisi kepala dan badan bagian atas setinggi 20 -30.


b. Hindarkan pemberian cairan intravena yang berisi glukosa atau cairan hipotonik.
c. Pemberian osmoterapi yaitu :
1) Bolus marital 1gr/kg BB dalam 20 - 30 menit kemudian dilanjutkan dengan dosis 0,25
gr/kg BB setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam. Target osmolaritas 300-320 mmol/liter.
2) Gliserol 50% oral 0, 25 - 1gr/kg BB setiap 4 atau 6 jam atau geiseral 10%. Intravena 10
ml/kg BB dalam 3 - 4 jam (untuk odema cerebri ringan, sedang).
3) Furosemide 1 mg/kg BB intravena.
d. Intubasi dan hiperventilasi terkontrol dengan oksigen hiperbarik sampai PCO2 = 29-35
mmHg.
e. Tindakan bedah dikompresif perlu dikerjakan apabila terdapat supra tentoral dengan
pergeseran linea mediarea atau cerebral infark disertai efek rasa.
f. Steroid dianggap kurang menguntungkan untuk terapi udara cerebral oleh karena disamping
menyebabkan hiperglikema juga naiknya resiko infeksi.
TIU.3. Memahami dan Menjelaskan Gangguan Kesadaran

TIK3.1. Menjelaskan Fisiologis Gangguan Kesadaran

Gangguan kesadaran:

- penurunan kesadaranAspek neurologis

- perubahan kesadaranAspek psikiatris

Penurunan kesadaran:

- Kualitatif  kompos mentis

Somnolen

stupor/ sopor

semikoma

koma

- kuantitatif  skala koma glasgow

Kesadaran  2 aspek:

- kualitas kesadaran  fungsi hemisfer

- derajat kesadaran  lintasan difus ascending formatio reticularis di b.o.

Faal

• Lint. Aferen = lint. Sensorik spesifik  receptif primer cortex  kualitas kesadaran

• Lint. Sensorik non spesifik = difus ascending reticular system (aras)  menentukan derajat
kesadaran  l.s.n.s  inti talamik  seluruh cortex

• cortex cerebri  pengemban kewaspadaan

• aras  penggalak kewaspadaan formatio reticularis :  supratentorial  infratentorial

Kesadaran yang utuh adalah suatu keadaan individu sadara akan dirinya dan lingkungannya
menghadapi stimulasi yang adekuat.

Kesadaran yang utuh tergantung dari integritas dan interaski antara :

- ARAS (Ascending Reticuler Activating System)  kumpulan substansia drisea di bagian sentral
batang otak bagian rostral mulai dari mielum sampai di subthalamus, menentukan tingkat kesadaran
 WAKEFULLNESS-ARAOUSEL/KETERJAGAAN (keadaan yg. berhub. dengan respon E, V dan M.
- Korteks di hemisfer serebri kiri yang utuh, merupakan substract anatomis untuk kebanyakan
komponen psikologik yang khusus, berbahasan, ingatan, intelek dan tanggapan proses
pembelajaran. Dalam mekanismenya digiatkan oleh thalamus, hipotalamus, mesensefalon,
tegmentum pontis bagian rostral.

Fungsi luhur/kortikal luhur/higher cortical function adalah kemampuan otak untuk berinteraksi
dengan sekitarnya.

5 komponen fungsi luhur :

- Kemampuan berbahasa

- daya ingat

- pengenalan visuospasial

- emosi, dan kepribadian

Bentuk sindroma hemisfer, kanan dan kiri :

KIRI KANAN

Afasia (berbahasa)

Aleksia (membaca)

Agrafia (menulis)

Akalkulasi (menghitung)

Apraksia (gerakan motorik yang kompleks) Pengabaian (neglect)

Visuospasial (persepsi)

- pengenalan tempat

- Pengenalan wajah

Visuomotor

- membuat kontruksi

- berpakaian

Afek dan prosodi


TIK.3.2. Menjelaskan Klasifikasi Gangguan Kesadaran

Koma berdasarkan anatomi / patofisiologi:

- Koma diensefalik

- Koma kortikal/ bihemisferik

Koma diensefalik:

A. Lesi supratentrorial  p desak ruang:

1. Herniasi gyrus cinguli

- pergeseran jaringan

- mendesak midline

2. Herniasi sentral

- menekan caudal

 rusak diencephalon bawah mesencephalon

3. Herniasi uncus

lobus temporalis  incisura tentorii

 n. III

• Kerusakan jaringan berdekatan

• Pergeseran

• Gangguan vaskularisasi

• Oedema

• Penekanan

B. Lesi infratentorial

1. Proses B.O. : nekrose, perdarahan

2. Proses di luar B.O./ Cerebellum :

→mendesak form. Reticularis :

Kompresi desak ruang infratentorial :


 mendesak formatio reticularis  koma

- tekanan langsung teg. Pontis

- herniasi mid brain & cerebellum

- herniasi caudal. hern.cerebellum  for. magnum

Penyebab desak ruang:

- infark luas

- perdarahan

- neoplasma

- abses cerebri

- trauma kepala: epidural, subdural

Koma Kortikal (Coma Bihemispheric Difus)

- Terganggu met. Neuronal  ke-2 hemisfer.

- Met. Oxidatif: + keseimbangan Na & K

+ neuro transmiter

+ mengolah katabolit  enzym & unsur sel resintesa

Ggn aliran darah,  toxin paling sering koma m.

Sebab2 koma metabolik:

1. Metabolik primer:

- degenerasi subs. Grisea (alzheimer)

- degenerasi subs. Alba (peny. Schilder)

2. Metabolik sekunder  paling sering

- anoksia serebri

- gangguan metab. Karbohidrat

- koma uremikum

- koma hepatikum
- intoksikasi

- gangguan elektrolit

- heat stroke

A. Kedudukan struktur supra dan infratentorial yang normal

B. Desakan dari tumor yang menimbulkan:

1. Herniasi gyrus cinguli

2. Herniasi uncus

3. Kompresi rostrokaudal terhadap batang otak

Klasifikasi

I. Berdasarkan anatomi/ patofisiologi

- koma kortikal bihemisferik

- koma diensefalik

II. Koma berdasarkan gambaran klinik

- koma dengan defisit fokal

- koma dg tanda rangsangan meningeal (trm)

- koma tanpa defisit neurologis fokal/ trm

TIK.3.3. Menjelaskan Mekanisme terjadinya Gangguan Kesadaran

Proses supratentorial dapat menyebabkan penurunan tingkat kesadaran :

1) Disfungsi difus kortikal dari korteks serebri, seperti ensefalitis, neoplasma, trauma kepala tertutup
dengan peradrahan, empiema subdural (akumulasi nanah) Intra serebral (perdarahan, infark, emboli
dan tumor)

2) Disfungsi subkortikal bilateral seperti, trauma batang otak, GPDO.

3) Kelainan okal hemesfer sereberi dsiebabkan masa yang menjepit, menekan struktur bagian dalam
disensefalon, herniasi mengganggu thalamus dan activating hipotalammus.

Proses infratentorial  penurunan kesadaran :

1) destruksi langsung pada ARAS


2) BO rusak akibat invasi langsung (GPDO, demeilinasasi, neoplasma, granuloma, abses trauma
kapitis) /tidak langsung

3) Kompressi ARAS :

- tekanan langsung pada pons dan midbrain  iskemia dan edema neuron

- Herniasi ke atas serebelum menekan atas dari midbrain dan diensefalon

- herniasi ke bawah melalui foramen magnum, menekan dan menggeser MO.

TIK.3.4. Menjelaskan Pemeriksaan pada Gangguan Kesadaran

Gejala-gejala

• Sangat akut, akut, bertahap

• Tergantung penyakit yang mendasari : demam, kejang, hipertensi, ikterus, kaku kuduk, perdarahan
telinga hidung, hematoma kaca mata

Pemeriksaan

- Anamnesa

- Pemeriksaan interna

- Pemeriksaan khusus

ANAMNESA

• Penyakit2 yg diderita sebelum koma

• Keluhan2 sebelum jatuh koma

• Obat-obat yg diminum

• Berangsur-angsur?

• Trauma kepala?

PEMERIKSAAN INTERNA

• Tanda2 vital : jalan nafas, respirasi, sirkulasi

• Nadi : frek, isi dan ritme

• Tensi : pengukuran kiri dan kanan


• Suhu baik rektal atau ketiak

• Bau pernafasan : alkohol, aseton

• Warna kulit : ikterus, sianosis

• Selaput mulut bibir : ada darah

• Kulit : bekas suntikan, kulit basah berkeringat, purpura, sianosis

• Turgor kulit (dehidrasi)

• Kepala : telinga, hidung keluar darah, keluar liquor

• Thorax : paru-paru dan jantung

• Abdomen : kandung kencing , liver >

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS RUTIN

Pemeriksaan khusus :

1. Pemeriksaan derajat kesadaran

a. Penilaian kualitatif :

- kompos mentis

- somnolen/ drowsy

- stupor/ sopor

- semikoma

- koma

b. Penilaian kuantitatif à GCS

2. Pemeriksaan menetapkan letak proses

a. Observasi umum

- gerakan otomatik

- gerakan mioklonik

- letak lengan & tungkai

fleksi hemisfer
ekstensi batang otak

b. Pengamatan pola nafas

- cheyne stokes

- hiperventilasi neurogen sentral

- pernafasan apneustik

- pernafasan ataksik

c. Kelainan pupil

- besar pupil

- perbandingan besar

- refleks pupil

- reaksi konsensual pupil

d. Refleks sefalik batang otak

- refleks pupil  mesensefalon

- gerakan mata boneka

- refleks okulovestibular (tes kalori)

- refleks kornea

- refleks muntah

e. Reaksi terhadap rangsangan nyeri

- gerakan abduksi  fungsi hemisfer (+)

- gerak adduksi  fungsi tingkat bawah (+)

- fleksi lengan/ tungkai  lesi hemisfer

- ekstensi lengan/ tungkai  lesi b.o.

Pemeriksaan rangsangan nyeri:

- menekan pada jaringan di bawah kuku

- menekan supra orbita


- menekan sternum

f. Fungsi traktus piramidalis (UMN)

- kelumpuhan

- refleks tendon

- tonus otot

Laboratorium

- darah rutin

- kadar gula darah

- elektrolit

- fungsi ginjal

- fungsi hati

- elektrolit

- gas darah

- Lumbal pungsi bila tidak ada kontraindikasi

- Oftalmoskop

- EEG

- CT-Scan : pada tumor, infark luas, perdarahan, hidrosefalus  CT Scan bermanfaat

TIK.3.5. Menjelaskan Penatalaksanaan Gangguan Kesadaran

Harus dilakukan cepat dan tepat. Gangguan yang berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan
yang ireversibel bahkan kematian. Terapi bertujuan mempertahankan homeostasis otak agar fungsi
dan kehidupan neuron dapat terjamin.
Terapi umum :
1. resusitasi kardio-pulmonal-serebral meliputi :
a. memperbaiki jalan napas berupa pembersihan jalan napas, sniffing position, artificial airway,
endotracheal inlubation, tracheotomy.
b. pernapasan buatan dikerjakan setelah jalan napas sudah bebas berupa :
-- pernapasan mulut ke mulut/hidung.
-- pernapasan dengan balon ke masker.
-- pernapasan dengan mesin pernapasan otomatis.
c. peredarah darah
Bila peredaran darah terhenti, diberikan bantuan sirkulasi berupa :
-- kompresi jantung dari luar dengan tangan.
-- kompresi jantung dariluar dengan alat.
d. obat-obatan
Dalam keadaan darurat dianjurkan pemberian obat secara intravena, seperti epinefrin, bikarbonas,
deksametason, glukonas kalsikus dan lain-lain.
e. elektrokardiogram dilakukan untuk membuat diagnosis apakah terhentinya peredaran darah
karena asistol, fibrilasi ventrikel atau kolaps kardiovaskuler.
f. resusitasi otak tidak banyak berbeda dengan orang dewasa, bertujuan untuk melindungi otak dari
kerusakan lebih lanjut.
g.  intensive care

2. anti konvulsan bila kejang.

Terapi kausal :
segera dilakukan setelah diagnosis ditegakkan.

TIU.4. Memahami dan Menjelaskan Paresis N.VII Perifer (Bell’s Palsy)

DEFINISI

Bell’s palsy adalah kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non-supuratif, non-neoplasmatik, non-
degeneratif primer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di
foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang mulanya akut dan dapat
sembuh sendiri tanpa pengobatan.

EPIDEMIOLOGI

Di Indonesia, insiden Bell’s palsy secara pasti sulit ditentukan. Data yang dikumpulkan dari 4 buah
Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bell’s palsy sebesar 19,55 % dari seluruh kasus
neuropati dan terbanyak pada usia 21 – 30 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria.
Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita
didapatkan adanya riwayat terpapar udara dingin atau angin berlebihan.

ETIOLOGI

Banyak kontroversi mengenai etiologi dari Bell’s palsy, tetapi ada 4 teori yang dihubungkan dengan
etiologi Bell’s palsy yaitu :
1. Teori Iskemik vaskuler
Nervus fasialis dapat menjadi lumpuh secara tidak langsung karena gangguan regulasi sirkulasi
darah di kanalis fasialis.
2. Teori infeksi virus
Virus yang dianggap paling banyak bertanggungjawab adalah Herpes Simplex Virus (HSV), yang
terjadi karena proses reaktivasi dari HSV  (khususnya tipe 1).
3. Teori herediter
Bell’s palsy terjadi mungkin karena kanalis fasialis yang sempit pada keturunan atau keluarga
tersebut, sehingga menyebabkan predisposisi untuk terjadinya paresis fasialis.
4. Teori imunologi
Dikatakan bahwa Bell’s palsy terjadi akibat reaksi imunologi terhadap infeksi virus yang timbul
sebelumnya atau sebelum pemberian imunisasi.

PATOFISIOLOGI
Apapun sebagai etiologi Bell’s palsy, proses akhir yang dianggap bertanggungjawab atas gejala klinik
Bell’s palsy adalah proses edema yang selanjutnya menyebabkan kompresi nervus fasialis. Gangguan
atau kerusakan pertama adalah endotelium dari kapiler menjadi edema dan permeabilitas kapiler
meningkat, sehingga dapat terjadi kebocoran kapiler kemudian terjadi edema pada jaringan
sekitarnya dan akan terjadi gangguan aliran darah sehingga terjadi hipoksia dan asidosis yang
mengakibatkan kematian sel. Kerusakan sel ini mengakibatkan hadirnya enzim proteolitik,
terbentuknya peptida-peptida toksik dan pengaktifan kinin dan kallikrein sebagai hancurnya nukleus
dan lisosom. Jika dibiarkan dapat terjadi kerusakan jaringan yang permanen.

GAMBARAN KLINIS

Biasanya timbul secara mendadak, penderita menyadari adanya kelumpuhan pada salah satu sisi
wajahnya pada waktu bangun pagi, bercermin atau saat sikat gig/berkumur atau diberitahukan oleh
orang lain/keluarga bahwa salah satu sudutnya lebih rendah. Bell’s palsy hampir selalu unilateral.
Gambaran klinis dapat berupa hilangnya semua gerakan volunter pada kelumpuhan total. Pada sisi
wajah yang terkena, ekspresi akan menghilang sehingga lipatan nasolabialis akan menghilang, sudut
mulut menurun, bila minum atau berkumur air menetes dari sudut ini, kelopak mata tidak dapat
dipejamkan sehingga fisura papebra melebar serta kerut dahi menghilang. Bila penderita disuruh
untuk memejamkan matanya maka kelopak mata pada sisi yang lumpuh akan tetap terbuka
(disebut lagoftalmus) dan bola mata berputar ke atas. Keadaan ini dikenal dengan tanda
dari Bell (lagoftalmus disertai dorsorotasi bola mata). Karena kedipan mata yang berkurang maka
akan terjadi iritasi oleh debu dan angin, sehingga menimbulkan epifora. Dalam mengembungkan pipi
terlihat bahwa pada sisi yang lumpuh tidak mengembung. Disamping itu makanan cenderung
terkumpul diantara pipi dan gusi sisi yang lumpuh. Selain kelumpuhan seluruh otot wajah sesisi,
tidak didapati gangguan lain yang mengiringnya, bila paresisnya benar-benar bersifat “Bell’s palsy”. 6
DIAGNOSA

Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa serta beberapa pemeriksaan fisik, dalam hal ini yaitu
pemeriksaan neurologis.

v     Anamnesa :

-         Rasa nyeri.

-         Gangguan atau kehilangan pengecapan.

-         Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari di ruangan terbuka
atau di luar ruangan.

-         Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi saluran pernafasan, otitis,
herpes, dan lain-lain.

v     Pemeriksaan :

-         Pemeriksaan neurologis ditemukan paresis N.VII tipe perifer.

-         Gerakan volunter yang diperiksa, dianjurkan minimal : 6,8

1. Mengerutkan dahi
2. Memejamkan mata
3. Mengembangkan cuping hidung
4. Tersenyum
5. Bersiul
6. Mengencangkan kedua bibir
v     Di instalasi Rehabilitasi Medik RSU Prof. dr. R. D. Kandou memakai SKALA UGO FISCH untuk
mengevaluasi kemajuan motorik penderita Bell’s palsy.

SKALA UGO FISCH


Dinilai kondisi simetris atau asimetris antara sisi sehat dan sisi sakit pada 5  posisi :
Persentase (%)
Posisi Nilai 0, 30, 70, 100 Skor

Istirahat 20
Mengerutkan dahi 10
Menutup mata 30
Tersenyum 30
Bersiul 10
Total
Penilaian persentase :
-  0 %     :   asimetris komplit, tidak ada gerakan volunter

-  30 % : simetris, poor/jelek, kesembuhan yang ada lebih dekat ke asimetris komplit daripada
simetris normal.

-  70 %   : simetris, fair/cukup, kesembuhan parsial yang cenderung ke arah normal

-  100%  :  simetris, normal/komplit

Diagnosa Klinis : Ditegakkan dengan adanya paresis N.VII perifer dan bukan sentral. Umumnya
unilateral

Diagnosa Topik :

Kelainan Gangguan Gangguan Hiposekresi Hiposekresi


Letak Lesi
motorik pengecapan pendengaran saliva lakrimalis
+
Pons-meatus
+ + tuli/hiperakusi + +
akustikus internus
s

Meatus akustikus +
internus-ganglion + + Hiperakusis + +
genikulatum

Ganglion +
genikulatum-N. + + Hiperakusis + -
Stapedius

N.stapedius-
+ + + + -
chorda tympani
Chorda tympani + + - + -
Infra chorda
tympani-sekitar
+ - - - -
foramen
stilomastoideus
Diagnosa etiologi : Sampai saat ini etiologi Bell’s palsy yang jelas tidak diketahui.

DIAGNOSA BANDING

1. Otitis Media Supurativa dan Mastoiditis


2. Herpes Zoster Oticus
3. Trauma kapitis
4. Sindroma Guillain – Barre
5. Miastenia Gravis
6. Tumor Intrakranialis
7. Leukimia
PROGNOSIS

Sembuh spontan pada 75-90 % dalam beberapa minggu atau dalam 1-2 bulan. Kira-kira 10-15 %
sisanya akan memberikan gambaran kerusakan yang permanen.

KOMPLIKASI

1. Crocodile tear phenomenon


Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini timbul beberapa bulan setelah
terjadi paresis dan terjadinya akibat dari regenerasi yang salah dari serabut otonom yang
seharusnya ke kelenjar saliva tetapi menuju ke kelenjar lakrimalis. Lokasi lesi di sekitar ganglion
genikulatum.
2. Synkinesis
Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau tersendiri; selalu timbul
gerakan bersama. Misal bila pasien disuruh memejamkan mata, maka akan timbul gerakan
(involunter) elevasi sudut mulut, kontraksi platisma, atau berkerutnya dahi. 1,4 Penyebabnya
adalah innervasi yang salah, serabut saraf yang mengalami regenerasi bersambung dengan
serabut-serabut otot yang salah.
3. Hemifacial spasm
Timbul “kedutan” pada wajah (otot wajah bergerak secara spontan dan tidak terkendali) dan
juga spasme otot wajah, biasanya ringan.1,4 Pada stadium awal hanya mengenai satu sisi wajah
saja, tetapi kemudian dapat mengenai pada sisi lainnya. Kelelahan dan kelainan psikis dapat
memperberat spasme ini. Komplikasi ini terjadi bila penyembuhan tidak sempurna, yang timbul
dalam beberapa bulan atau 1-2 tahun kemudian.
4. Kontraktur
Hal ini dapat terlihat dari tertariknya otot, sehingga lipatan nasolabialis lebih jelas terlihat pada
sisi yang lumpuh dibanding pada sisi yang sehat. Terjadi bila kembalinya fungsi sangat lambat.
Kontraktur tidak tampak pada waktu otot wajah istirahat, tetapi menjadi jelas saat otot wajah
bergerak.
TERAPI

a)      Terapi medikamentosa     :  Golongan kortikosteroid sampai sekarang masih kontroversi.  Juga
dapat diberikan neurotropik.

b)      Terapi operatif                  :  Tindakan bedah dekompresi masih kontroversi

c)      Rehabilitasi Medik

REHABILITASI MEDIK PADA PENDERITA BELL’S PALSY

Sebelum kita membahas mengenai rehabilitasi medik pada Bell’s palsy maka akan dibicarakan
mengenai rehabilitasi secara umum. Rehabilitasi medik menurut WHO adalah semua tindakan yang
ditujukan guna mengurangi dampak cacat dan handicap serta meningkatkan kemampuan
penyandang cacat mencapai integritas sosial.

Tujuan rehabilitasi medik adalah :

1. Meniadakan keadaan cacat bila mungkin


2. Mengurangi keadaan cacat sebanyak mungkin
3. Melatih orang dengan sisa keadaan cacat badan untuk dapat hidup dan bekerja dengan apa
yang tertinggal.
Untuk mencapai keberhasilan dalam tujuan rehabilitasi yang efektif dan efisien maka diperlukan tim
rehabilitasi medik yang terdiri dari dokter, fisioterapis, okupasi terapis, ortotis prostetis, ahli wicara,
psikolog, petugas sosial medik dan perawat rehabilitasi medik.

Sesuai dengan konsep rehabilitasi medik yaitu usaha gabungan terpadu dari segi medik, sosial dan
kekaryaan, maka tujuan rehabilitasi medik pada Bell’s palsy adalah untuk mengurangi/mencegah
paresis menjadi bertambah dan membantu mengatasi problem sosial serta psikologinya agar
penderita tetap dapat melaksanakan aktivitas kegiatan sehari-hari. Program-program yang diberikan
adalah program fisioterapi, okupasi terapi, sosial medik, psikologi dan ortotik prostetik, sedang
program perawat rehabilitasi dan terapi wicara tidak banyak berperan.
v     Program Fisioterapi

1. Pemanasan
2. Pemanasan superfisial dengan infra red.
3. Pemanasan dalam berupa Shortwave Diathermy atau Microwave Diathermy
4. Stimulasi listrik
Tujuan pemberian stimulasi listrik yaitu menstimulasi otot untuk mencegah/memperlambat terjadi
atrofi sambil menunggu proses regenerasi dan memperkuat otot yang masih lemah. Misalnya
dengan faradisasi yang tujuannya adalah untuk menstimulasi otot, reedukasi dari aksi otot, melatih
fungsi otot baru, meningkatkan sirkulasi serta mencegah/meregangkan perlengketan. Diberikan 2
minggu setelah onset.

1. Latihan otot-otot wajah dan massage wajah


Latihan gerak volunter otot wajah diberikan setelah fase akut. Latihan berupa mengangkat alis
tahan 5 detik, mengerutkan dahi, menutup mata dan mengangkat sudut mulut, tersenyum,
bersiul/meniup (dilakukan didepan kaca dengan konsentrasi penuh).
Massage adalah manipulasi sitemik dan ilmiah dari jaringan tubuh dengan maksud untuk
perbaikan/pemulihan. Pada fase akut, Bell’s palsy diberi gentle massage secara perlahan dan
berirama. Gentle massage memberikan efek mengurangi edema, memberikan relaksasi otot dan
mempertahankan tonus otot.Setelah lewat fase akut diberi Deep Kneading Massage sebelum
latihan gerak volunter otot wajah. Deep Kneading Massage memberikan efek mekanik terhadap
pembuluh darah vena dan limfe, melancarkan pembuangan sisa metabolik, asam laktat,
mengurangi edema, meningkatkan nutrisi serabut-serabut otot dan meningkatkan gerakan
intramuskuler sehingga melepaskan perlengketan. 11 Massage daerah wajah dibagi 4 area yaitu
dagu, mulut, hidung dan dahi. Semua gerakan diarahkan keatas, lamanya 5-10 menit.
v     Program Terapi Okupasi

Pada dasarnya terapi disini memberikan latihan gerak pada otot wajah. Latihan diberikan dalam
bentuk aktivitas sehari-hari atau dalam bentuk permainan. Perlu diingat bahwa latihan secara
bertahap dan melihat kondisi penderita, jangan sampai melelahkan penderita. Latihan dapat berupa
latihan berkumur, latihan minum dengan menggunakan sedotan, latihan meniup lilin, latihan
menutup mata dan mengerutkan dahi di depan cermin.

v     Program Sosial Medik

Penderita Bell’s palsy sering merasa malu dan menarik diri dari pergaulan sosial. Problem sosial
biasanya berhubungan dengan tempat kerja dan biaya. Petugas sosial medik dapat membantu
mengatasi dengan menghubungi tempat kerja, mungkin untuk sementara waktu dapat bekerja pada
bagian yang tidak banyak berhubungan dengan umum. Untuk masalah biaya, dibantu dengan
mencarikan fasilitas kesehatan di tempat kerja atau melalui keluarga. Selain itu memberikan
penyuluhan bahwa kerja sama penderita dengan petugas yang merawat sangat penting untuk
kesembuhan penderita.

v     Program Psikologik

Untuk kasus-kasus tertentu dimana ada gangguan psikis amat menonjol, rasa cemas sering
menyertai penderita terutama pada penderita muda, wanita atau penderita yang mempunyai
profesi yang mengharuskan ia sering tampil di depan umum, maka bantuan seorang psikolog sangat
diperlukan.

v     Program Ortotik – Prostetik

Dapat dilakukan pemasangan “Y” plester dengan tujuan agar sudut mulut yang sakit tidak jatuh.
Dianjurkan agar plester diganti tiap 8 jam. Perlu diperhatikan reaksi intoleransi kulit yang sering
terjadi. Pemasangan “Y” plester dilakukan jika dalam waktu 3 bulan belum ada perubahan pada
penderita setelah menjalani fisioterapi. Hal ini dilakukan untuk mencegah teregangnya otot
Zygomaticus selama parese dan mencegah terjadinya kontraktur.

HOME PROGAME
1. Kompres hangat daerah sisi wajah yang sakit selama 20 menit
2. Massage wajah yang sakit ke arah atas dengan menggunakan tangan dari sisi wajah yang
sehat
3. Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan mengunyah disisi yang sakit, minum dengan
sedotan, mengunyah permen karet
4. Perawatan mata :
a. Beri obat tetes mata (golongan artifial tears) 3x sehari
b. Memakai kacamata gelap sewaktu bepergian siang hari
c. Biasakan menutup kelopak mata secara pasif sebelum tidur

TIU.5. Memahami dan Menjelaskan pemeriksaan CT Scan Kepala


Teknik Pemeriksaan CT-Scan Kepala
A. Indikasi Pemeriksaan (Bontrager, 2001)

1. Tumor,massa dan lesi


2. Metastase otak
3. Perdarahan intra cranial 
4. Aneurisma
5. Abses
6. Atrophy otak
7. Kelainan post trauma (epidural dan subdural hematom)
8. Kelainan congenital

B. Persiapan pemeriksaan 
a. Persiapan pasien Tidak ada persiapan khusus bagi penderita, hanya saja instruksui-instruksi yang
menyangkut posisi penderita dan prosedur pemeriksaan harus diketahui dengan jelas terutama jika
pemeriksaan dengan menggunakan media kontras. Benda aksesoris seperti gigi palsu, rambut palsu,
anting-anting, penjempit rambut, dan alat bantu pendengaran harus dilepas terlebih dahulu
sebelum dilakukan pemeriksaan karena akan menyebabkan artefak.Untuk kenyamanan pasien
mengingat pemeriksaan dilakukan pada ruangan ber-AC sebaiknya tubuh pasien diberi selimut
(Brooker, 1986) 
b. Persiapan alat dan bahanAlat dan bahan yang digunakan untuk pemeriksaan kepala dibedakan
menjadi dua, yaitu :

1. Peralatan steril :

 Alat-alat suntik
 Spuit.
 Kassa dan kapas 
 Alkohol

2. Peralatan non-steril

 Pesawat CT-Scan
 Media kontras 
 Tabung oksigen

c. Persiapan Media kontras dan obat-obatanDalam pemeriksaan CT-scan kepala pediatrik di


butuhkan media kontras nonionik karena untuk menekan reaksi terhadap media kontras seperti
pusing, mual dan muntah serta obat anastesi jika diperlukan. Media kontras digunakan agar
struktur-struktur anatomi tubuh seperti pembuluh darah dan orga-organ tubuh lainnya dapat
dibedakan dengan jelas. Selain itu dengan penggunaan media kontras maka dapat menampakan
adanya kelainan-kelainan dalam tubuh seperti adanya tumor.Teknik injeksi secara Intra Vena
( Seeram, 2001 )

1. Jenis media kontras : omnipaque, visipaque


2. Volume pemakaian : 2 – 3 mm/kg, maksimal 150 m
3. Injeksi rate : 1 – 3 mm/sec

C. Teknik Pemeriksaan

 Posisi pasien : Pasien supine diatas meja pemeriksaan dengan posisi kepala dekat dengan
gantry.
 Posisi Objek : Kepala hiperfleksi dan diletkkan pada head holder. Kepala diposisikan sehingga
mid sagital plane tubuh sejajar dengan lampu indikator longitudinal dan interpupilary line
sejajar dengan lampu indikator horizontal. Lengan pasien diletakkan diatas perut atau
disamping tubuh. Untuk mengurangi pergerakan dahi dan tubuh pasien sebaiknya difikasasi
dengan sabuk khusus pada head holder dan meja pemeriksaan. Lutut diberi pengganjal
untuk kenyamanan pasien ( Nesseth, 2000 ).

   Scan Parameter

1. Scanogram : kepala lateral


2. Range : range I dari basis cranii sampai pars petrosum dan range II dari pars
petrosum sampai verteks.
3. Slice Thickness : 2-5 mm ( range I ) dan 5-10 mm ( range II )
4. FOV : 24 cm
5. Gantry tilt : sudut gantry tergantung besar kecilnya sudut yang terbentuk oleh orbito
meatal line dengan garis vertical.
6. kV : 120
7. mA : 250
8. Reconstruksion Algorithma : soft tissue
9. Window width : 0-90 HU ( otak supratentorial ); 110-160 HU ( otak pada fossa
posterior ); 2000-3000 HU ( tulang )
10. Window Level : 40-45 HU ( otak supratentorial ); 30-40 HU ( otak pada fossa
posterior ); 200-400 HU ( tulang )
 Foto sebelum dan sesudah pemasukkan media kontras
o Secara umum pemeriksaan CT-scan kepala membutuhkan 6-10 irisan axial. Namun
ukuran tersebut dapat bervariasi tergantung keperluan diagnosa. Untuk kasus
seperti tumor maka jumlah irisan akan mencapai dua kalinya karena harus dibuat
foto sebelum dan sesudah pemasukan media kontras. Tujuan dibuat foto sebelum
dan sesudah pemasukan media kontras adalah agar dapat membedakan dengan
jelas apakah organ tersebut mengalami kelainan atau tidak.
 Gambar yang dihasilkan dalam pemeriksaan CT-scan kepala pada umumnya:
o Potongan Axial I 
 Merupakan bagian paling superior dari otak yang disebut hemisphere.
Kriteria gambarnya adalah tampak :

a. Bagian anterior sinus superior sagital

b. Centrum semi ovale (yang berisi materi cerebrum)

c. Fissura longitudinal (bagian dari falks cerebri) 

d. Sulcus 

e. Gyrus  

f. Bagian posterior sinus superior sagital


o Potongan Axial IV
 Merupakan irisan axial yang ke empat yang disebut tingkat medial ventrikel.
Criteria gambarnya tampak :

a. Anterior corpus collosum

b. Anterior horn dari ventrikel lateral kiri

c. Nucleus caudate

d. Thalamus

e. Ventrikel tiga

f. Kelenjar pineal (agak sedikit mengalami kalsifikasi) 

g. Posterior horn dari ventrikel lateral kiri

o Potongan Axial V
 Menggambarkan jaringan otak dalam ventrikel medial tiga. Kriteria gambar
yang tampak :
a. Anterior corpus collosum
b. Anterior horn ventrikel lateral kiri
c. Ventrikel tiga
d. Kelenjar pineal
e. Protuberantia occipital interna

o Potongan Axial VII


 Irisan ke tujuh merupakan penggambaran jaringan dari bidang orbita.
Struktur dalam irisan ini sulit untuk ditampakkan dengan baik dalam CT-
scan. Modifikasi-modifikasi sudut posisi kepala dilakukan untuk
mendapatkan gambarannya adalah tampak :
 
a. Bola mata / occular bulb
b. Nervus optic kanan

c. Optic chiasma

d. Lobus temporal

e. Otak tengah

f. Cerebellum

g. Lobus oksipitalis

h. Air cell mastoid 

i. Sinus ethmoid dan atau sinus sphenoid

TIU.6. Memahami dan Menjelaskan Birrul Walidain (Berbakti Kepada Orang Tua)
Berbakti pada kedua orang tua adalah sebuah kewajiban yang sangat luhur dan mulia.
Allah Subhanahu wa Ta’ala seringkali menyandingkan perintah berbakti pada orang tua dengan
perintah mengesakan-Nya. Ini menunjukkan agungnya hak kedua ibu bapak. Abdullah bin
Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhupernah bertanya kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam:
ِ‫يل هللا‬
ِ ِ ‫سب‬ ٌّ َ‫ ثُ َّم أ‬:ُ‫ قُ ْلت‬.‫ بِ ُّر ا ْل َوالِ َد ْي ِن‬:‫ي؟ قَا َل‬
َ ‫ي؟ قَا َل؟ ا ْل ِج َها ُد فِي‬ ٌّ َ‫ ثُ َّم أ‬:ُ‫ قُ ْلت‬.‫صالَةُ َعلَى َو ْقتِ َها‬ َ ‫ي ْاألَعْما َ ِل أَ ْف‬
َّ ‫ ال‬:‫ض ُل؟ قَا َل‬ ُّ َ‫ا‬
“Amalan apa yang paling utama?” Beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, “Mengerjakan
shalat tepat pada waktunya.” Aku bertanya lagi, “Kemudian apalagi?” Beliau menjawab, “Berbakti
kepada kedua orang tua.” Lalu aku bertanya lagi, “Kemudian apalagi?” Beliau menjawab, “Jihad fi
sabilillah.”[1]
Birrul walidain  kita buktikan dengan berusaha membalas jasa kedua orang tua kita meskipun tiada
sebanding dengan jerih payah yang telah mereka berikan dalam mengasuh kita.
Dan berbakti kepada orang tua merupakan jalan menuju surga.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa
beliau bersabda:
َ‫َر ِغ َم أَ ْنفُ ثُ َّم َر ِغ َم أَ ْنفُ ثُ َّم َر ِغ َم أَ ْنفُ َمنْ أَ ْد َر َك أَبَ َو ْي ِه ِع ْن َد ا ْل ِكبَ ِر أَ َح َد ُه َما أَ ْو ِكلَ ْي ِه َما فَلَ ْم يَد ُْخ ِل ا ْل َجنَّة‬
“Sungguh merugi, sungguh merugi dan sungguh merugi orang yang masih memiliki kedua orang tua
yang sudah renta atau salah seorang dari keduanya kemudian hal itu tidak dapat memasukkan ia ke
dalam surga.”[2]
Abu Darda’ t berkata: “Aku pernah mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
ْ ‫اب أَ ِو‬
ُ‫احفَ ْظه‬ ِ َ ‫شئْتَ فَأ‬
َ َ‫ض ْع َذلِ َك ا ْلب‬ ِ ‫سطُ أَ ْب َوا‬
ِ ْ‫ب ا ْل َجنَّ ِة فَإِن‬ َ ‫ا ْل َوالِ ُد أَ ْو‬
“Orang tua adalah bagian tengah pintu Jannah. Jika engkau mau silakan menyia-nyiakannya, jika
tidak maka jagalah pintu itu.”[3]
Salah satu bukti kebaktian kita pada kedua orang tua adalah dengan mendoakan dan memohon
ampunan bagi keduanya.
Sesungguhnya kedua orang tua kita sangat mengharapkan doa dan istighfar kita untuk mereka.
Terlebih lagi bila keduanya sudah tiada. Doa seorang anak kepada orang tuanya merupakan bukti
bahwa ia menyayangi kedua orang tuanya, mensyukuri kebaikan keduanya, atas segala jerih payah
keduanya dalam mengasuh kita dengan tekun dan sabar, menghidupi kita sehingga tumbuh menjadi
manusia yang dewasa. Semua itu harus kita syukuri dan berusaha untuk membalasnya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu.” (QS. Luqmaan: 14).
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:
َ‫ش ُك ُر هللا‬ َ َّ‫ش ُك ُر الن‬
ْ َ‫اس الَ ي‬ ْ َ‫َمنْ الَ ي‬
“Barangsiapa tidak berterima kasih kepada manusia berarti ia juga tidak bersyukur kepada Allah.”[4]
Ingatlah, betapa besar jasa kedua orang tua dalam mengasuh kita. Khususnya, ibu yang telah
mengandung dan melahirkan kita dengan susah payah, mengasuh dan membesarkan kita tanpa rasa
bosan dan jenuh. Ayah yang telah banting tulang mencari nafkah, tak kenal lelah siang dan malam.
Keduanya dengan sabar mengurus segala kebutuhan kita. Maka dari itu, Rasulullah e menjadikan
ridha keduanya sebagai tanda keridhaan Allah atas seorang hamba.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa
Sallambersabda:
َ ‫س َخطُ هللاِ فِي‬
‫س َخ ِط ال َوالِ ِد‬ َ ‫ضا ِء ال َوالِ ِد َو‬
َ ‫ضى هللاِ فِي ِر‬
َ ‫ِر‬
“Ridha Allah pada ridha orang tua dan kemarahan Allah pada kemarahan orang tua.”
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengingatkan hal itu kepada kita dalam firman-Nya:
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibubapanya; ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua
tahun.”  (QS. Luqmaan: 14).
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya
mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula).
Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan.”(QS. Al-Ahqaaf: 15).
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan tentang kebaktian Nabi Isa ‘Alaihis Salam kepada
ibunya:
“Dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.” (QS.
Maryam: 32).
Oleh karena itu Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menempatkan durhaka pada orang tua
termasuk salah satu dosa besar sesudah syirik. Diriwayatkan dari Abu Bakrah Nufai’ bin Al-
HaritsRadhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
‫ أَالَ َوقَ ْو ُل الزُّ و ِر‬:‫س فَقَا َل‬
َ َ‫ َو َكانَ ُمتَّ ِكئًا فَ َجل‬.‫ق ا ْل َوالِ َد ْي ِن‬ ُ ‫ بَلَى يَا َر‬:‫أَالَ أُنَبِّئُ ُك ْم بِأ َ ْكبَ ِر ا ْل َكبَائِ ِر ثَالَثًا؟ قُ ْلنَا‬
ُ ‫ ْا ِإلش َْرا ُك بِاهللِ َو ُعقُو‬:‫ قَا َل‬.ِ‫سو َل هللا‬
‫ش َها َدةُ الزُّ ور‬ َ ‫َو‬
“Maukah kalian aku tunjukkan tiga dosa yang terbesar?” Kami berkata: “Tentu saja ya Rasulullah.”
Beliau bersabda: “Menyekutukan Allah, durhaka terhadap kedua orang tua.” Saat itu beliau
bersandar lalu beliau duduk dan berkata: “Ketahuilah dosa perkataan palsu dan persaksian
palsu.”[5]

You might also like