You are on page 1of 10

SASTRAWAN FRANCOPHONE

DRISS CHRAÏBI

Disusun oleh:

Abdul Safiek Bachdar

0806355424

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Pengantar Kesusastraan Frankofon

Program Studi Prancis

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia

2009
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Krisis politik, ekonomi, sosial, dan pemikiran yang sedang melanda Maroko pada awal
abad 19 telah menjadikan Maroko sebagai negara porak-poranda. Multi krisis itu terjadi akibat
oleh berbagai peperangan yang terjadi di berbagai kota di Maroko seperti di Teutoan, Isli dan
penjajahan Jazirah oleh Prancis yang turut serta membuat Maroko dijajah olehnya.
Penjajahan Maroko bukan hanya penjajahan politik, melainkan penjajahan agama, sosial,
bahasa dan budaya yang berdampak terhadap perpecahan umat muslim. Dalam kondisi yang
terdesak dan mengkhawatirkan kehidupan itu, para penyair Maroko terdorong untuk mengubah
genre puisi kepahlawanan menjadi lebih bersifat perjuanganmemperebutkan kemerdekaan.
Penyair pada saat itu dianggap sebagai seniman yang membuat karya seni yang dipengaruhi oleh
alam, lingkungan dan perasaan. Artinya, seniman Maroko hadir untuk mengungkapkan fakta-
fakta yang terjadi dan untuk membuka mata setiap orang agar sadar tentang apa yang sedang
rakyat Maroko alami. Melalui karya sasta, mereka sadar bahwa hal yang mereka alami adalah
sungguh sangat menyedihkan dan tidak bisa dibiarkan terus menurus.
Namun dalam praktiknya, ditengah semangat merebut kemerdekaan, terjadi dua kubu
aliran sastrawan yang terjadi di Maroko, yakni anatara sastrawan muslim yang mengedepankan
fuundamentalisme agama Islam dan sastrawan yang mengritik keberadaan fundamentalimse
agama tersebut serta tradisinya yang dianggap tidak sesuai dengan Hak Asasi Manusia.
Dari sekian banyak sastrawan yang ada, nama Driss Chraïbi begitu terkenal. Novelis asal
Prancis-Maroko ini, dianggap sebagai bapak novel moderen Maroko. Di Maroko, pekerjaan
Chraïbi begitu keras. Ini bukan karena ia seorang tukang panggul, melainkan ia merupakan
seorang sastrawan yang berani mengusung tema novelnya mengenai pertentangan antara dua
budaya, barat dan timur, Prancis dan Arab. Selain itu, ia juga merupakan pioner penulis-penulis
Maroko untuk mengungkapkan penindasan wanita dan anak-anak dalam Islam.
1.2 Masalah
Karya-karya apa yang telah dibuat Driss Chraïbi dalam mengungkapkan penindasan-
penindasan serta kekerasan yang terjadi di Maroko?

1.3 Tujuan
1) Mengetahui karya sastra dari Driss Chraïbi mengenai kekerasan serta penindasan
perempuan di Maroko
2) Mengetahui secara sekilas mengenai kemulut yang terjadi di Maroko melalui karya-karya
Driss Chraïbi.
BAB II
ISI

1.1 Biografi Driss Chraïbi


Driss Chraïbi lahir di El Jadida (dulunya Mazafgan, daerah koloni Prancis), sebuah kota
dekat Casablanca. Ayahnya adalah saudagar teh yang menganggap pendidikan barat sebagai
sebuah cara untuk memodernisasikan Maroko. Chraïbi belajar di sekolah Islam saat kecil. Ketika
keluarganya pindah ke Casablanca, Chraïbi melanjutkan pendidikannya ke Lyceé France (SMA
Prancis). Saat berumur 19 tahun dia pergi ke Prancis merencanakan pendidikannya dibidang
teknik kimia dan neuropsychiatry (mempelajari hubungan antara otak dengan penyakit
psikologis)
Setelah sempat menunda pendidikannya, dia berkeliling ke seluruh pelosok Eropa dan
Israel. Chraïbi menetap di Prancis dengan isteri pertama dan anaknya, dan akhirnya
mengabdikan dirinya tahun 1952 sebagai jurnalis dan sastrawan. Tahun 1954 Chraïbi memulai
menulis untuk National Radio and Television Broadcasting System. Tahun 1978 dia menikah
dengan Sheena McCallion. Dari perkawinan pertamanya, dia memiliki 5 anak. Chraïbi sempat
pergi ke Kanada untuk mengajar selama setahun setelah perceraian keduanya terjadi, namun
akhirnya ia memutuskan untuk kembali lagi ke Prancis. Karya-karya Chraïbi telah diterjemahkan
kedalam bahasa Inggris, Arab, Itali, Jerman, dan Rusia.; Chraïbi tinggal di Prancis hingga ia
meninggal. Dia meninggal pada 2 April 2007 di Crest, sebuah kota kecil di selatan Prancis
dimana ia telah tinggal sejak pertengahan tahun 1980. Jasadnya dibawa ke Maroko untuk
dikubur di pemakaman bernama Cimetière des Chouhada di Casablanca, Maroko.

1.2 Kontroversi karya Driss Chraïbi


Sebagai seorang novelis, Chraïbi memulai debut awalnya dengan Le Passé simple (The
Simple Past), yang dicetak tahun 1954, dua tahun sebelum Maroko meraih kemerdekaannya.
Buku tersebut banyak menuai kontroversi karena munculnya ketegangan situasi politik di Afrika
Utara pada masa itu. Chraïbi dituding sebagai pengkhianat kepada dunia Arab, namun para
konservatif Prancis melihat buku tersebut telah mengungkapkan secara gamblang alasan Prancis
masuk ke Maroko.
Tokoh utama dalam novel tersebut adalah seorang anak muda, bernama Driss, yang
memberontak melawan perlakuan Muslim tirani termasuk ayahnya. Sang ayah mengusir Driss
dari rumah dan ia memulai kehidupannya di jalanan. Akhirnya, dia kembali ke rumah hanya
untuk melihat bahwa ibunya mati bunuh diri karena kepergiannya serta penindasan yang
dilakukan ayahnya. Novel ini berakhir dengan kepergian Driss ke Prancis. Driss dianggap
sebagai orang asing di negaranya, ia mendapat tekanan dari keluarga, agama dan tradisi
setempat.
Novel tersebut sangat begitu kontroverisal. Di Prancis novel ini termasuk novel
francophone terbaik dan sukses dipasaran. Bagi kalangan orang Maroko sendiri, novel ini sangat
ironi. Mereka menganggap Chraïbi secara tidak langsung mengungkapkan bahwa politik
patriakal Islam sarat dengan perlakuan kasar. Ia hanya menyoroti sebagian kecil dari kezaliman
orang-orang islam pada saat itu namun dikemasnya menjadi tema yang begitu besar. Padahal,
diluar sana, penindasan kolonial Prancis kepada orang Maroko jauh lebih zalim dan sadis.
Stereotype yang muncul pun seolah Islam di Maroko tidak menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan.
Setelah novel itu beredar, Chraïbi sangat terganggu dengan berbagai kritik-kritik
kepadanya, hingga pada tahun 1957, ia sempat menolak untuk melanjutkan novelnya tersebut, ia
menyesali kelakuannya selama ini. Bukunya dilarang beredar di maroko hingga tahun 1977.
Namun semangat Chraïbi untuk membuat novel tumbuh kembali. Ia tidak lagi hanya
menyoroti pelanggaran kemanusian di negaranya, Maroko, namun pada novel kedua yang
berjudul Les Boucs (1955, The Butts), ia menceritakan tentang kemiskinan kehidupan imigran di
Prancis. Satu dari beberapa tokoh tersebut yang paling sering muncul ialah tokoh François
Mauriac, seorang penulis berkebangsaan Algeria yang mempunyai harapan untuk mencari solusi
mengenai masalah kebutaan huruf yang terjadi di negaranya. Melalui novel ini, Chraïbi menjadi
penulis pertama Afrika Utara yang berani mengusik isu-isu mengenai pekerja imigran, sebelum
masalah itu berkembang menjadi sebuah isu yang umum dibicarakan orang.
L'âne sebuah novel lain yang dibuatnya tahun 1956 merupakan sebuah kisah tragis dari
seorang tukang cukur asal pedesaan bernama Moussa, yang menemukan semangat untuk
merubah Maroko.
Setelah sempat menunda membuat kelanjutan dari novel Le Passé simple, akhirnya
Chraïbi melalui Succession Ouverte, pada tahun 1962 melanjutkan cerita tentang Ferdi Driss
yang kembali ke Maroko untuk pemakaman ayahnya. Driss telah menghabiskan 16 tahun di
Prancis, tapi sekarang ia membangun kembali hubungannya dengan keluarganya terutama
dengan saudara laki-lakinya. Driss sadar bahwa nilai-nilai lama yang dianut keluarganya lambat
laun menjadi lebih terbuka terhadap nilai-nilai barat. Berikut satu kutipan dari novel berjudul
Succession Ouverte:
“Ingatkah kau Driss, akankah satu dari kita memberanikan diri untuk makan malam
sebelum dia kembali pulang, meskipun hari sudah malam dan fajar telah dating? Kamu
mengingatnya, bukan?”.
Pertanyaan ini terucap dari kakak perempuannya disaat mereka sedang makan malam.
Tokoh dia disini tidak lain dan tidak bukan adalah ayahnya. Tradisi pada saat itu tidak
mengharuskan salah seorang keluarga dapat makan malam sebelum sang ayah –sebagai kepala
keluarga- juga berada bersamanya. Mereka harus menunggu sampai sang ayah pulang.
Un ami viedra vous voir (1967) berlatar belakang kehidupan modern kaum borjuis Paris.
La civilization, ma mère (1972), bercerita tentang pergerakan para ibu rumah tangga Maroko
segera sebelum berjalannya Perang Dunia II. Tokoh utama dalam cerita tersebut adalah seorang
Ibu miskin berkebangsaan Arab, yang menjadi simbol Third World liberation atau kebebasan
dunia ketiga. Gerakan feminisme wanita arab membuat simpati Chraïbi untuk menggambarkan
potret keberadaan wanita dalam masyarakat di Maroko.
Antara tahun 1981-1986, Chraïbi menerbitkan sebuah trilogi epik Berber (suku semit
yang hidup di Afrika Utara, berdialek arab sangat berbeda), dimana dua novel terkahir
menceritakan tentang penjelajahan orang Arab hingga dapat menaklukkan Maroko dan
Andalusia. Pertama, Une enguête au pays (1981, Flutes of Death), dalam novel itu diperkenalkan
sosok inspektur yang lucu bernama Ali dan pengawalnya, dua orang polisi dari ibukota. Mereka
sedang berada dalam sebuah misi penyelidikan di gunung Berber. Suku yang sangat miskin
diwilayah itu yakni the Ait Tafelma, mengatur batas kekuasaan. Mereka adalah para tukang pikul.
“Laki-laki yang berdiri diteriknya matahari, tangan-tangan memegang seluruh tongkat
hampir setinggi dia. Dagunya bersender di tangannya. Ia tidak pernah tua dan mungkin jarang
berfikir, tak bergerak. Didepannya, sebuah bunyi senapan terdengar, ada seekor keledai merah,
sama sekali tidak bergerak, matanya masih terbuka lebar, buntutnya tergantung seperti sebuah
rangkaian jerami, dan dua domba sangat kurus mencoba mengiringnya untuk makan rumput
kering sekering kayu lapis”.
Pertentangan anatara kehidupan desa dan birokrasi kota diperkenalkan melalui gaya
komikal. Sang polisi pergi melanjutkan investigasinya dengan memilih berurusan dengan sistem
birokratis dari pada memilih public service. La Mère du Printemps (1982) merupakan sebuah
cerita historik dan misitis dari Azwan, pemimpin salah satu suku tertua di Maroko. Novel
terakhirnya, Naissance à l'aube (1986) bercerita tentang keturunan Azwan, yang dimasa modern
menjadi seorang penjaga pintu stasiun kereta dan karcis.
Didalam novel L'inspecteur Ali (1991), pengarang tokoh utama, Brahim Orourke
mendapatkan masalah dengan novel barunya serta dengan keluarganya. Sehingga cerita
perjalanan Ali dilanjutkan di novel L'inspecteur Ali á Trinity College (1996) dan L'inspecteur Ali
et la C.I.A. (1998). Didalam novel Une place au soleil (1993), Chraïbi hanya bermain dengan
layaknya novel-novel detektif pada umumnya. Inti didalam cerita Inspektur Ali adalah ia ingin
menegakkan kembali kembali keadilan di Maroko. L'homme du livre (1995) merupakan sebuah
novel tentang nabi Muhammad, dimana Chraïbi membedakan antara Islam dan fundamentalisme
Islam.

2.4 Karya-karya Driss Chraïbi


 Le Passé simple, 1954 - The Simple Past (translated by Hugh A. Harter, 1990)
 Les Boucs, 1955 - The Butts (tr. by Hugh A. Harter, 1983)
 L'âne, 1956
 De tous les Horizons, 1958
 La foule, 1961
 Succession ouverte, 1962 - Heirs to the Past (tr. by Len Ortzen, 1972)
 Un ami viendra vous voir, 1966
 La civilisation, ma mère, 1972 - Mother Comes of Age (tr. by Hugh A. Harter, 1984)
 Mort au Canada, 1974
 Une enquête au pays, 1981 - Flutes of Death (tr. by Robin Roosevelt, 1985)
 La Mère du Printems, 1982 - Mother Spring (tr. by Hugh Harter, 1989)
 Naissance à l'aube, 1986 - Birth at Dawn (tr. by Ann Woollcombe, 1990)
 D'autres voix, 1986
 L'inspecteur Ali, 1991 - Inspector Ali (tr. by Lara McGlashan, 1994)
 Les aventures de l'âne Khal, 1992
 L'homme du livre, 1992 - Muhammad (translated by Nadia Benabid)
 Une place au soleil, 1993
 L'inspecteur Ali à Trinity College, 1996
 L'inspecteur Ali et la C.I.A., 1998
 Vu, lu, entendu: mémoires, 1998
 Une Enquête au pays, 1999 (ed. by Gareth Stanton)
 Le monde à côté: récit, 2001
 L’homme qui venait du passé: roman, 2004
BAB III
KESIMPULAN

Driss Chraïbi merupakan seorang sastrawan asal Maroko yang hidup pada masa
kolonialisme Prancis di negara tersebut. Ia dianggap sebagai pemimpin sastrawan Maroko
“Generation of 52”, karena pada tahun 1952, beliau berada ditengah perjuangan rakyat Maroko
merebut kemerdekaan. Novel pertamanya, Le Passé simple (1954) adalah sebuah karya yang
mengejutkan banyak kalangan. Diterbitkan saat sedang meningkatnya konflik Prancis-Maroko,
tulisan-tulisan Chraïbi di karyanya tersebut tidak bercerita tentang situasi yang terjadi antara
Prancis dengan Maroko, melainkan mengenai politik patriakal yang terjadi di negara itu.
Banyak orang yang menganggap Chraïbi sebagai pengkhianat rakyat Maroko ditengah-
tengah negara tersebut sedang berjuang merebut kemerdekaan dari tangan Prancis. Para kritikus
dan wartawan Prancis disisi lain menggunakan karya-karya Chraïbi untuk membenarkan alasan
dijalankannya penjajahan Prancis di Maroko. Dianggap berbahaya, tahun 1957, novel-novel
Chraïbi dilarang untuk diterbitkan.
Meskipun Le Passé simple dikatakan sebagai sebuah cerita klasik mengenai perlawanan
kepada ayah, namun pada tahun 1983 Chraïbi membuat sebuah karya indah untuk sang ibu yang
juga menjadi simbol tumpah darah. Seperti pada karyanya yang berjudul Succession ouverte,
yang menceritakan seorang tokoh utama yang kembali ketanah kelahhirannya. Chraïbi mencoba
menggambarkan bahwa untuk mencintai tanah air, kita harus mencintai ibu kita sendiri. Dalam
karya La Civilisation, ma mère! Ia menuliskan bahwa kebebasan pers dan masa depan kaum
Magribi didapat dari gerakan perlawanan wanita. Kemarahan dan nada kasar dari novel-novel
awal Chraïbi menjadikan ia mencoba untuk memakai sebuah gaya yang lebih halus dan lebihh
puitis untuk karya-karya nya yang lain.
DAFTAR PUSTAKA

H. Kadra-Hadjadji, Contestation et révolte dans l'œuvre de Driss Chraïbi (1986); Revue


CELFAN Review, 5, 2 (1986), devoted to Chraïbi.

D. Marx-Scouras, ‘A Literature of Departure: The Cross-Cultural Writing of Driss Chraïbi’,


Research in African Literatures, 23, 2 (1992).

http://www.republique-des-lettres.fr/10497-driss-chraibi.php.

You might also like