Professional Documents
Culture Documents
Surveilans
Epidemiologi
1
Jakarta, 2003
2
Kata Pengantar
3
Editor, Penulis dan Penerbit
Editor :
Sholah Imari
Eko Priyono
Andiek Ochman
4
Penulis :
5
Daftar Isi
Kata Pengantar.......................................................................................................2
Daftar Isi..................................................................................................................5
1. Pendahuluan.......................................................................................................7
1.1. Tujuan Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi Pengungsi...................7
1.2. Gambaran Umum Pengungsian..................................................................7
1.3. Sepuluh Tugas Utama Penanggulangan Pengungsi...................................8
2. Aspek Epidemiologi Pengungsi........................................................................10
2.1. Strategi Dasar Pemberantasan Penyakit Menular....................................10
2.2. Hubungan Sakit-Sakit-Status Gizi..............................................................12
2.3. Ukuran Epidemiologi Pada Pengungsi......................................................13
2.3.1. Surveilans Berbasis Pada Angka Absolut...........................................13
2.3.2. Surveilans Berbasis Angka Kesakitan Insidens dan Angka Kesakitan
Prevalens.......................................................................................................13
2.3.3. Perorangan dan Populasi Pengungsi Rentan.....................................15
2.3.4. Strategi Analisis...................................................................................15
2.3.4.1. Analisis Sederhana.......................................................................16
2.3.4.2. Analisis Lanjut...............................................................................16
3. Membangun Surveilans Epidemiologi..............................................................18
3.2. Strategi Pengembangan Surveilans Epidemiologi Pengungsi..................19
3.3. Langkah-langkah Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi Pengungsi
...........................................................................................................................22
3.3.1. Tim Teknis Surveilans Epidemiologi Pengungsi (Tim SEP)...............22
3.3.2. Kajian Awal (Initial Assessment )........................................................23
3.3.3. Menyusun Rancangan Surveilans Epidemiologi Pengungsi..............26
3.3.3.1. Surveilans Jumlah Pengungsi......................................................27
3.3.3.2. Surveilans Epidemiologi Kematian Pengungsi.............................31
3.3.3.3. Surveilans Epidemiologi Penyakit................................................35
3.3.3.4. Surveilans Epidemiologi Kebutuhan Dasar dan Program............38
3.3.3.5. Surveilans Epidemiologi Tempat Tinggal (Jumlah dan Kepadatan)
Pengungsi..................................................................................................39
3.3.3.6. Surveilans Epidemiologi Air dan Sanitasi.....................................39
3.3.3.7. Surveilans Epidemiologi Gizi dan Pangan...................................43
3.3.3.8. Surveilans Berbasis Kajian Lapangan..........................................45
3.3.3.9. Studi Epidemiologi........................................................................45
3.3.3.10. Penyelidikan Kejadian Luar Biasa..............................................45
Referensi dan Konsultasi...............................................................................48
3.3.4. Advokasi dan Sosialisasi Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi46
3.3.5. Sumber Daya Manusia, Sarana dan Anggaran..................................47
3.3.6. Strategi Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis...............................47
3.3.7. Strategi Distribusi Informasi................................................................48
3.3.8. Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Surveilans Epidemiologi...............48
4. Aspek Manajemen Surveilans Epidemiologi Pengungsi..................................49
4.1. Tujuan dan Mekanisme Kegiatan Surveilans Pengungsi..........................49
6
4.2. Konsep Surveilans Epidemiologi Pengungsi.............................................50
4.3. Tim Teknis Surveilans Pengungsi..............................................................50
4.4. Proses Kegiatan Rutin Surveilans Epidemiologi Pengungsi.....................52
4.5. Manajemen Penyelenggaraan Surveilans Pengungsi...............................52
4.6. Monitoring dan Evaluasi (Indikator Kinerja)...............................................54
5. Peran Propinsi dan Pusat.................................................................................55
5.1. Jejaring Surveilans Pengungsi...................................................................56
5.2. Kegiatan Analisis dan Distribusi Informasi Propinsi dan Pusat.................56
5.3. Asistensi Teknis Propinsi dan Pusat..........................................................56
6. Lampiran...........................................................................................................57
7
1. Pendahuluan
Sebagai negara yang besar dan terletak pada geografi berisiko, maka
Indonesia sering mengalami kejadian alam gempa bumi, gunung meletus, banjir
dan bencana lain yang dapat menimbulkan gelombang pengungsi. Beberapa
tahun terakhir ini, Indonesia juga didera dengan berbagai konflik soial
berkepanjangan dengan menimbulkan gelombang pengungsi yang besar dan
dalam periode waktu pengungsian yang lama.
Pengungsian adalah peristiwa berpindahnya penduduk dari suatu tempat
ketempat lainnya untuk mengamankan dan menyelamatkan diri akibat terjadinya
suatu peristiwa mendadak seperti bencana dan konflik sosial maupun sebab lain
yang terjadi di suatu tempat. Terjadinya pengungsian memerlukan upaya
penanggulangan sehingga tidak berdampak timbulnya kondisi emergensi dengan
kematian yang besar.
Berdasarkan pengalaman selama ini, kejadian pengungsian sekelompok
orang dalam jumlah yang cukup besar akan terjadi risiko terhadap status
kesehatan masyarakat pengungsi, baik pada saat melakukan pengungsian,
maupun pada saat berada di tempat penampungan pengungsi. Risiko perubahan
status kesehatan akan terjadi sangat cepat, tidak terduga dan lebih dari itu,
adanya penyakit sekunder, terutama penyakit menular potensi KLB, dapat
berisiko jatuhnya kurban yang besar.
Untuk mempersiapkan kondisi rawan dengan sikap antisipatif terhadap
program pencegahan penyakit, maka peran surveilans epidemiologi sebagai
“evidance base” untuk menetapkan priotitas program perlu dibangun.
8
Penyebab Pengungsian
Penyebab pengungsian secara umum dibagi dalam dua penyebab,
pengungsian karena bencana dan pengungsian karena konflik sosial atau
perang. Pengungsian karena bencana, biasanya akan memiliki lama waktu
pengungsian yang pendek, tidak lebih dari 3 bulan. Sementara pengungsian
karena konflik sosial, biasanya akan mempunyai waktu mengungsi yang lama,
bahkan bisa bertahun-tahun. Kedua kejadian ini terjadi pada hampir seluruh
kejadian pengungsian di Indonesia. Kejadian pengungsian karena meletusnya
gunung Semeru di Lumajang, Jawa Timur, dan gunung Merapi, Jawa Tengah-
Yogya, berulangkali tejadi, sehingga pengungsian dan pola pengungsian sudah
mempunyai pola. Demikian juga pengungsian karena banjir tahunan, masyarakat
dan pemerintah setempat sudah mempersiapkan segala sesuatu untuk
menghadapi banjir, termasuk pola pengungsiannya, bahkan termasuk anggaran
biaya yang disediakan.
Walaupun tidak seluruhnya benar, tetapi penyebab terjadinya pengungsian,
berpengaruh terhadap lamanya waktu mengungsi. Lamanya waktu mengungsi
akan berpengaruh pada pola kesiapsiagaan yang harus diterapkan untuk
menghadapi perbedaan jenis serangan penyakit dan masalah kesehatan yang
akan terjadi pada para pengungsi
9
masyarakat menjadi salah satu dari 10 tugas intervensi. Seharusnya kesepuluh
tugas intervensi tersebut harus dilaksanakan serentak, tetapi pada
pelaksanaannya selalu melihat kondisi yang ada, terutama hasil dari kajian awal
(initial assessment). Surveilas epidemiologi yang dikembangkan pada pengungsi
pada periode emergensi merupakan Sistem Kewaspadaan Dini KLB penyakit
dan keracunan. Sistem yang akan dikembangkan harus selalu didahului dengan
kajian awal.
10
2. Aspek Epidemiologi Pengungsi
Untuk membangun suatu sistem surveilans epidemiologi pengungsi yang
baik, dan juga dalam meningkatkan kemampuan analisis terhadap semua data
dan informasi yang ditemukan, maka perlu dipahami aspek epidemiologi
pengungsi yang meliputi strategi dasar pemberantasan penyakit menular,
hubungan antara suatu penyakit dengan penyakit lain serta dengan status gizi,
dan aspek ukuran-ukuran epidemiologi pada pengungsi.
perkembang biakannya
Daya tahan
Langsung
Imunitas
Vektor
11
vektor memindahkan agen penyakit kepada orang sehat lainnya, misalnya
penularan malaria, demam berdarah, chikungunya melalui vektor nyamuk.
Dengan mencermati proses penularan dan kemampuan tubuh
menghadapi penularan agen tersebut, maka dapat diidentifikasi sasaran upaya
pemberantasan penyakit menular. Upaya pemberantasan dengan menerapkan
manajemen kasus dan manajemen kesehatan masyarakat (public health).
Manajemen kasus dapat diterapkan pada penderita agar dapat cepat
sembuh, mencegah kecacatan atau kematian. Manjemen kasus dapat
diterapkan pada seseorang yang diperkirakan telah terpapar atau terinfeksi suatu
agen penyakit yang belum menunjukkan gejala penyakit agar tetap sehat, baik
dengan obat profilaksis, pemberian serum anti penyakit, perbaikan gizi dan
sebagainya. Misalnya, pada infeksi malaria dengan pemberian obat anti malaria,
karier difteri mendapat antibiotika, terinfeksi HIV dengan menjaga kesehatan dan
kebugaran tubuh. Pada penderita pnemonia, manajemen kasus menjadi strategi
dasar penanggulangan yang paling tepat pada pengungsi, baik dengan cara
pengobatan, maupun dengan perbaikan gizi terhadap penderita maupun
terhadap anak-anak yang sehat agar tidak terserang pnemonia.
Manajemen kesehatan masyarakat dimanfaatkan untuk menekan
kemungkinan terjadinya penularan dan penyebarluasan penyakit ke orang lain,
sehingga angka kesakitan (insidance rate) dan angka kematian (mortality rate)
dapat diturunkan. Manajemen kesehatan masyarakat lebih menekankan pada
upaya pencegahan penularan dengan cara memutus mata rantai penularan.
Cara pertama adalah dengan melakukan manajemen kasus, baik pengobatan
maupun profilaksis. Cara ini dapat secepatnya membersihkan tubuh penderita
dari agen penyakit, sehingga penderita atau karier tidak lagi menjadi sumber
penularan. Cara kedua, memutus kemungkinan penularan agen penyakit dari
penderita ke orang sehat dengan cara isolasi. Misalnya penderita istirahat di
rumah dan tidak usah tidak masuk sekolah atau kerja selama sakit, terutama
penderita yang penularannya ke orang lain melalui penularan langsung udara,
misalnya campak, influenza, difteri dan sebagainya. Penyakit dengan penularan
melalaui nyamuk, seperti demam dengue, malaria sebaiknya juga beristirahat di
rumah selama periode penularan. Cara ketiga, meningkatkan daya tahan setiap
orang dengan cara perbaikan status gizi, sehingga tubuh mampu menahan
serangan agen penyakit, atau memproduksi antibodi dengan cepat. Upaya
peningkatan daya tahan tubuh dapat dilakukan dengan meningkatkan imunitas
secara aktif melalui pemberian imunisasi, misalnya imunisasi campak, difteri,
batuk rejan dan sebagainya. Cara keempat, dengan melakukan perbaikan
kondisi lingkungan agar tidak rentan menjadi sumber penularan penyakit. Cara
yang ditempuh adalah dengan manajemen vektor, seperti pemberantasan
sarang nyamuk pada demam dengue dan malaria, manajemen sanitasi
lingkungan dan makanan dalam pemberantasan penyakit-penyakit perut, diare,
tifus perut dan sebagainya. Cara lain adalah dengan manajemen perilaku sehat.
12
2.2. Hubungan Sakit-Sakit-Status Gizi
imunitas
13
2.3. Ukuran Epidemiologi Pada Pengungsi
14
Angka kesakitan atau kematian per 10.000 pengungsi perhari adalah
jumlah pengungsi yang meninggal atau menderita sakit dalam satu hari dibagi
dengan jumlah pengungsi pada hari tersebut dikalikan dengan konstanta 10.000.
Sementara untuk periode satu minggu, maka angka kematian atau kesakitan per
10.000 pengungsi perhari dalam periode satu minggu adalah jumlah pengungsi
yang meninggal atau menderita sakit dalam periode waktu satu minggu, dibagi
dengan jumlah pengungsi pada minggu tersebut dikalikan dengan konstanta
10.000. Jumlah pengungsi pada minggu tersebut adalah rata-rata jumlah
pengungsi setiap hari dalam periode satu minggu tertentu. Biasanya digunakan
data jumlah pengungsi pada satu hari tertentu yang terletak ditengah-tengah
minggu, atau rata-rata antara jumlah pengungsi hari pertama dan hari terakhir
minggu tersebut, atau data pengungsi pada hari terakhir sebelumnya ditambah
dengan data pengungsi pada hari terakhir minggu berjalan dibagi dua. Data
terakhir ini lebih sering digunakan karena biasanya data pengungsi diperoleh
secara berkala pada hari tertentu pada minggu tersebut, misalnya data
pengungsi pada hari Sabtu. Semua data jumlah pengungsi tidak tepat karena
perubahan dari waktu ke waktu sangat cepat dan sering perubahannya tidak
sama dari waktu satu ke waktu yang lain.
Angka Kematian
per 10.000 Jumlah pengungsi meninggal dalam satu
pengungsi = x 10.000
Jumlah pengungsi pada hari yang
perhari
A n g k2a K e m a tia n P e n g u n g s i p e r 1 0 .0 0 0 A n g k a2 P n e m o n ia p e r 1 0 0 0 0 P e n g u n g s i
P e n g u n g s i p e r H a ri M e n u ru t M in g g u a n P e r H a ri M e n u ru t M in g g u a n
1.5 K a b .
K a b . A ta s A n g in , 2 0 0 1
A ta s A n g in , 2 0 0 1 1.5
rate meninngal
rate kasus
1 1
0.5 0.5
0 0
'03 '04 '05 '06 '07 '08 '09 '12 '13 '14 '15 '16 '03 '04 '04 '05 '06 '07 '08 '09 '10 '11 '12 '13
minggu MINGGU
15
perubahan jumlah populasi pengungsi sudah terkendali melalui data rate.
Penyajiannya dapat dilakukan tidak hanya terhadap data kematian atau data
kesakitan secara mingguan atau bulanan, tetapi juga terhadap kecukupan
pangan, kecukupan air dan kecukupan papan.
16
analisis ini perlu dipahami sebelum menyusun sistem surveilans epidemiologi
pengungsi.
Data surveilans epidemiologi pengungsi selalu direkam dalam tabel
master, yaitu tabel yang berisi kolom-kolom dari setiap variabel data surveilans,
biasanya direkam dengan komputer. Data tersebut diolah dan disajikan dalam
bentuk yang siap dianalisis untuk mendapatkan kesimpulan perkembangan
kematian atau kesakitan pengungsi. Untuk kemudahan dalam pelaksanaannya,
maka analisis data tersebut dibagi menjadi 2 cara, yaitu analisis sederhana dan
analisis lanjut.
17
Tabel Analisis
Surveilans Epidemiologi Pengungsi
Gizi
Lokasi Kepadatan Kematian Penyakit Air Jamban
Buruk
A padat normal normal rendah cukup cukup
B sedang tinggi normal buruk cukup cukup
C sedang normal normal sedang cukup cukup
Total sedang normal normal sedang cukup cukup
18
3. Membangun Surveilans Epidemiologi
Dalam Program Penanggulangan Pengungsi
Masaslah KesMas
Antisi
Tidak Menjadi
SKD
pasi
dilakukan, terutama penyakit
KLB potensial KLB. Prioritas-prioritas
Respon Penang- penyakit tersebut nantinya menjadi
gulang- prioritas upaya perbaikan-perbaikan
Kesiapsiagaan an KLB
menghadapi kondisi rentan pada kelompok
KLB pengungsi, agar kejadian luar biasa
penyakit dan keracunan dapat
ditekan frekuensi atau beratnya
kejadian, atau bahkan dapat dihindari sama sekali.
Prioritas-priotas penyakit penyebab kesakitan kematian pada pengungsi
tersebut juga menjadi dasar perumusan terhadap kemungkinan
penyelenggaraan surveilans kesehatan masyarakat dalam bentuk sistem
kewaspdaan dini KLB dan keracunan. Model surveilans yang akan
dikembangkan juga perlu menjadi salah satu sasaran kajian awal.
Prioritas-prioritas penyakit penyebab kesakitan dan kematian pada
pengungsi tersebut, juga menjadi dasar dari prioritas kesiapsiagaan menghadapi
kemungkinan terjadinya kejadian rawan atau KLB penyakit menular dan
keracunan. Kesiapsiagaan diarahkan pada kesiapsiagaan tenaga dan tim
penanggulangan gerak cepat, sistem konsultasi ahli, komunikasi, informasi dan
transportasi, serta kesiapsiagaan penanggulangan KLB, baik dalam teknisk
penanggulangan, tim maupun logistik
19
Besarnya upaya perbaikan kondisi rentan dan perkiraan penyakit-penyakit
prioritas yang dapat ditekan kemungkinan timbulnya, akan berpengaruh terhadap
model dan besarnya sistem surveilans yang akan dikembangkan.
20
faktor risiko. Surveilans epidemiologi yang dibangun merupakan sistem
kewaspadaan dini menghadapi kondisi rawan atau KLB, dan memberi
peluang yang cukup untuk membangun kesiapsiagaan dini terhadap
kemungkinan munculnya kondisi rawan atau KLB serta merupakan alat
monitoring terhadap berbagai upaya perbaikan kondisi rentan yang
sedang dilaksanakan.
21
dan dukungan upaya program intervensi yang lebih terarah. Oleh karena
itu, unit surveilans epidemiologi Dinas Kesehatan Kab/Kota harus mampu
mengendalikan distribusi informasi yang dibutuhkan agar sampai kepada
pihak-pihak yang terkait dalam jejaring surveilans epidemiologi tersebut.
2.2.5. Dukungan politik dan anggaran biaya. Pada saat terjadinya suatu
bencana atau konflik sosial, dan kemudian menimbulkan gelombang
pengungsian, biasanya prioritas utama yang dikedepankan oleh tim di
lapangan adalah menyediakan pangan, menyediakan tempat tinggal
sementara, dan mendirikan pos-pos pengobatan. Kegiatan surveilans
epidemiologi merupakan kegiatan pendukung upaya program intervensi
dengan menyediakan informasi dengan basis surveilans epidemiologi,
dan dalam konsep penanganan pengungsi selalu menjadi salah satu
tuntutan berbagai pihak untuk diperkuat dan sangat ditunggu-tunggu
produk informasi yang dihasilkannya. Tetapi pada kenyataan di lapangan,
kegiatan surveilans epidemiologi akan menjadi prioritas terakhir dalam
anggaran. Berdasarkan pengalaman penanganan pengungsi di Indonesia,
hampir tidak pernah terealisasikannya dana pembelian sarana komputer,
faksimili dan telepon untuk mendukung operasionalisasi pengolahan data
di lapangan, sementara kegiatan operasional surveilans epidemiologi
22
untuk pengolahan dan kajian data menjadi sangat sedikit dibandingkan
kebutuhan yang memadai.
Berdasarkan keadaan tersebut, maka unit surveilans di Kabupaten/Kota,
Propinsi dan Pusat harus membangun dukungan politik yang kuat dan
menggalang berbagai sumber-sumber pendanaan serta kerjasama untuk
memperkuat surveilans epidemiologi pada saat terjadinya pengungsian.
23
masing tempat, di Dinas Kesehatan Kab/Kota setidak-tidaknya terdapat 3 orang
yang terdiri satu koordinator, satu anggota yang menangani kegiatan
pengumpulan dan pengolahan data sampai pada bentuk analisis sederhana
dalam tabel, grafik dan peta yang telah distandarisasi (laporan baku), dan satu
anggota tim yang khusus menangani kajian epidemiologi, kajian lapangan dan
pertemuan berkala untuk desiminasi informasi. Kemampuan dan pengalaman
surveilans epidemiologi dan penyelidikan – penanggulangan KLB menjadi
persyaratan penting bagi anggota tim SEP ini, sementara koordinator Tim SEP
diharapkan mempunyai pengetahuan yang memadai tentang konsep dan
aplikasi program-program intervensi pengungsi prioritas. Tim SEP ini merupakan
tim inti, yang pada aplikasinya akan memiliki beberapa anggota tambahan atau
bekerjasama dengan pihak-pihak lain terkait.
Tim SEP akan bekerjasama dengan semua tim teknis yang terlibat dalam
penanggulangan pengungsi di Kabupaten/Kota dan di lapangan, kegiatan
pengumpulan data akan bekerjasama dengan semua unit pelayanan
pengobatan, unit kesehatan lingkungan - perumahan, unit pangan dan gizi dan
pemerintah daerah setempat, terutama untuk mendapatkan data perkembangan
jumlah dan sebaran pengungsi, data kematian dan sebagainya. Koordinator tim
SEP menjaga tetap berfungsinya kegiatan-kegiatan surveilans epidemiologi
pengungsi, menjaga tetap dimanfaatkannya informasi epidemiologi dalam
penetapan langkah-langkah penanggulangan pengungsi serta menjaga tetap
berjalannya distribusi dokumen surveilans epidemiologi untuk Dinas Kesehatan
Kab/Kota, Dinas Kesehatan Propinsi dan Pusat serta Pusat-Pusat
Penanggulangan Bencana yang diharapkan dapat memberikan batuan
peningkatan kinerja surveilans epidemiologi dan upaya program intervensi.
Tim SEP di Propinsi dan Pusat harus ada dan selalu siaga menghadapi
kemungkinan adanya bencana dan konflik sosial yang berdamapak pada
timbulnya gelombang pengungsi.
24
Kajian awal lebih difokuskan
Sasaran Kajian Awal (Inisial Assessment)pada upaya prioritas, dimana
Status Epidemiologi Pengungsi Sebagai
Bahan Penetapan Sistem Surveilans penanggulangan pengungsi pada
periode emergensi lebih diarahkan
Kajian Status Epidemiologi Pengungsi : pada upaya mencegah penyakit
Perkembangan Penyakit Potensial KLB penyebab kematian, terutama penyakit
Makanan & Gizi potensial KLB. Penanggulangan
Imunisasi
Air, Sanitasi, dan Musim penyakit lain, bukan berarti tidak
Status Pelayanan Kesehatan Darurat, penting, akan dilakukan pada periode
termasuk sistem surveilans yang ada pasca emergensi. Dengan kajian awal
Ekonomi, Sosial, Politik, Keamanan, yang lebih terfokus pada masalah
Transportasi, Komunikasi yang sangat mendesak tersebut, maka
kajian awal akan lebih efektip dan
Kajian ancaman terhadap pengungsi
berdasarkan : efisien.
Penyakit Menular potensi wabah Seringkali kajian awal, dilakukan
Pnemonia dengan keterbatasan sumber data
Gizi yang dapat diperoleh, terutama pada
Pelayanan Kesehatan saat di lapangan. Beberapa sumber
data yang biasanya dapat diperoleh
pada kondisi normal, akan sulit
diperoleh pada pengungsian, misalnya karena dokumen yang diharapkan
tertimbun bangunan yang mengalami kerusakan, tergenang banjir, dan
sebagainya, atau karena petugas kesehatan yang mengurusi data sedang
mengalami musibah ikut mengungsi atau rumahnya juga tergenang banjir,
sehingga tidak memungkinkan untuk meminta bantuannya. Keterbatasan
kemungkinan untuk memperoleh informasi secara konvensional (survei)
merupakan keadaan yang paling sering terjadi, oleh karena itu langkah-langkah
dibawah ini sangat diperlukan.
25
misalnya www.usgs.gov, www.bmg.go.id, www.sigppm.depkes.go.id,
www.penyakitmenular.info.
o Kajian literatur terhadap keadaan status kesehatan dan pola penyakit yang
diperkirakan dapat memberikan pengaruh terhadap kematian dan KLB
penyakit menular di pengungsian. Misalnya, pengungsian TKI di Malaysia
yang mengungsi ke Nunukan berasal dari daerah industri dan perkotaan yang
relatif bebas dari penyakit malaria menuju daerah dengan endemisitas
malaria yang sangat tinggi, memberikan risiko KLB dan kematian karena
malaria sangat tinggi. Kajian literatur dapat diperoleh dari dokumen
epidemiologi yang ada di Kepustakaan Departemen Kesehatan, terbitan dan
laporan surveilans epidemiologi, serta wawancara dengan berbagai unit
kesehatan yang ada di Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan Propinsi
maupun Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
o Kajian laporan pengungsi yang didokumentasikan oleh Pusat
Penanggulangan Masalah Kesehatan, Pokja Penanggulangan Bencana
Ditjen PPM&PL atau Unit Teknis Lainnya di Departemen Kesehatan dan
Badan Penanggulangan Bencana Nasional, serta di Propinsi atau
Kabupaten/Kota.
o Membentuk tim lintas fungsi Kajian Awal, terutama dari surveilans
epidemiologi, imunisasi, diare, malaria, air dan perumahan yang
berpengalaman melakukan kajian awal atau berpengalaman dalam
menangani kondisi darurat (KLB dan bencana)
o Identifikasi dan komunikasi telepon dengan petugas lokal tempat terjadinya
pengungsian dan orang-orang yang menguasai kondisi epidemiologi
pengungsi dan penduduk sekitar tempat pengungsian.
o Merumuskan hasil kajian literatur yang akan dibahas lebih lanjut pada saat
kajian lapangan.
o Merumuskan langkah-langkah yang akan dilakukan pada kajian awal
lapangan, termasuk lokasi yang akan dikunjungi, orang-orang yang akan
dikunjungi untuk wawancara, pengungsi yang akan dikunjungi.
o Menetapkan kontak ahli (rujukan dan konsultasi), baik di Departemen
Kesehatan, maupun diluar Departemen Kesehatan, di Pusat, Propinsi
maupun Internasional. Mencatat nomor telepon semua orang yang
berhubungan dengan penanganan pengungsi. Kontak Surveilans
Epidemiologi Subdit. SE, Ditjen PPM&PL, telp. 021-4265974, faks. 021-
4266919, email : skdklb@ppmplp.depkes.go.id atau
nest@ppmplp.depkes.go.id Kontak Sanitasi Darurat, Subdit. Sanitasi
Darurat, telp. 021- faks 021- dan email :
o Kesepakatan kontak di lapangan dan rencana pertemuan awal dengan pihak-
pihak terkait yang diidentifikasi berdasarkan kajian persiapan. Kontak juga
diminta bekerjasama dengan berbagai pihak untuk persiapan pertemuan
awal, termasuk dokumen pengungsi, dokumen penyakit dan lingkungan yang
berhubungan dengan penyakit atau ancaman penyakit yang telah
diidentifikasi pada kajian persiapan.
26
2.3.2.2. Kajian awal di lapangan
o Menghubungi kontak yang telah disepakati sebelumnya
o Mengadakan pertemuan awal dengan pihak-pihak terkait yang telah
diidentifikasi berdasarkan kajian persiapan. Pertemuan sebaiknya dibatasi
pada kelompok kecil dan pembahasan bersifat teknis untuk menguji kajian
awal persiapan dan pengembangan kajian lapangan yang akan dilakukan
pada waktu atau hari berikutnya.
o Mengadakan observasi lapangan pengungsian, termasuk melakukan
wawancara dengan para pengungsi dan petugas lapangan, petugas klinik,
sanitarian, penyediaan makanan, dan lain sebagainya.
o Mengadakan wawancara dengan para pengelola pengungsi, terutama di
Puskesmas, Dinas Kesehatan Kab/Kota, dan Satlak.
o Mendokumentasikan semua data yang berhubungan dengan pengungsi, peta
dan kondisi geografi dan sebagainya.
o Setiap malam, tim kajian awal di lapangan bertemu dan membahas berbagai
temuan, merumuskan hasil-hasil temuan dan identifikasi informasi yang
masih diperlukan untuk dilakukan pengumpulan besok paginya.
o Terakhir, semua hasil temuan tim kajian awal, dibahas kembali dengan pihak-
pihak terkait, untuk menyampaikan rumusan hasil kajian awal dan untuk
mendapat masukan-masukan baru, termasuk masukan terhadap langkah-
langkah yang harus dilakukan, termasuk didalamnya tentang prioritas dan
langkah-langkah serta sumber-sumber pendanaan menyelenggarakan
kegiatan surveilans epidemiologi
27
Surveilans Epidemiologi Pengungsi :
Data pengungsi yang dibutuhkan adalah jumlah dan lokasi tempat tinggal
pengungsian dalam periode waktu mingguan. Tempat tinggal pengungsi dapat
berdasar pada lokasi barak pengungsian, lokasi desa, lokasi Puskesmas, sesuai
dengan kebutuhan berdasarkan kajian awal.
Pada tahap awal pengungsian, terjadi peningkatan jumlah pengungsi yang
sangat cepat, sehingga informasi jumlah
Data Jumlah Pengungsi per pengungsi diperlukan dalam periode
Minggu : waktu harian, tetapi pada tahap
Jumlah Total selanjutnya selalu dibuat dalam periode
Jumlah per Lokasi waktu mingguan. Apabila pada minggu
Kepadatan per Lokasi tertentu tidak terdapat laporan tentang
Jumlah Menurut Jenis Kelamin jumlah pengungsi disuatu barak, maka
Jumlah per Golongan Umur jumlah pengungsi pada minggu tersebut
balita, dewasa dan orang tua diperkirakan berdasarkan jumlah
yang disajikan dalam tabel, grafik pengungsi minggu sebelumnya dan
dan peta secara berkala jumlah pengungsi minggu sesudahnya,
mingguan. tetapi apabila yang tidak ada datanya
adalah pada minggu terkahir, maka
digunakan perkiraan kurva dua minggu terakhir.
Sumber data surveilas untuk jumlah pengungsi sebaiknya berasal dari
laporan resmi Pemerintah Daerah atau Satkorlak PB setempat. Untuk kurva
mingguan, diambil data setiap satu minggu yang disepakati pada hari tertentu,
misalnya data yang ada pada setiap hari Sabtu.
28
Gambar 1
Pengungsi, Kabupaten X, 2002
500
Pengungsi
Jumlah 400
300
200
100
0
'06 '07 '08 '09 '10 '11 '12 '13 '14 '15 '16 '17
(M09+M10)/2 Minggu
(2*M16 - M15)
data asli data sisipan
29
Daftar Kepadatan Pengungsi Menurut Lokasi Pengungsian
per m2 Tempat Tinggal (barak)
Kabupaten X, 2002
Jumlah Pengungsi Menurut Minggu
Lokasi Puskesmas
12 13 14 15 16 17
Barak A Lotan Baru 5 5 5 2,4 2,5 2,5
Barak B Lotan Baru sebar sebar sebar 0 0 0
Barak C Lotan Tua 2 2 1.8 1.8 1.8 2.2
Kota I Sayo Kota sebar sebar sebar 0 0 0
Kota II Sayo Kota sebar sebar 0 0 0 0
Kota III Sayo Kota sebar sebar sebar 0 0 0
Kabupaten Total 420 413 427 440 425 410
Peta dapat
digambarkan da-lam
jumlah dan
kepadatan per lo-
kasi pengungsian,
dan sebaiknya di-
tampilkan per-
kembangannya
dalam 4 minggu
terakhir.
Jumlah pengungsi pada suatu lokasi pengungsian seringkali tidak ada, atau ada
tetapi berdasarkan pengamatan di lapangan terdapat perbedaan yang mencolok,
baik jumlah total atau berdasarkan pada kelompok usia, jenis kelamin dan
sebagainya. Pada keadaan tersebut dibutuhkan penghitungan ulang terhadap
jumlah pengungsi tersebut. Cara terbaik adalah dengan menghitung jumlah
pengungsi pada waktu malam hari, tetapi cara tersebut akan membutuhkan
30
biaya besar dan waktu yang terlalu lama, oleh karena itu diperlukan teknik yang
lebih sederhana.
Cara mengitung jumlah tenda atau barak dapat dihitung dengan
melihatnya dari tempat ketinggian. Jika tenda hanya sedikit dihitung seluruhnya,
tetapi jika jumlah tenda sampai ratusan atau ribuan mungkin hanya dihitung
secara sampel, misalnya seperempatnya saja, lihat pada gambar. Kemudian
hasilnya adalah jumlah tenda dikalikan proporsi sampel, misalnya dalam contoh
dikalikan dengan 4 kali.
Jumlah penghuni, total, menurut jenis kelamin dan umur dilakukan penghitungan
kedalam tenda dengan pilihan tenda secara proporsif. Misalnya dihitung
penghuni kedalam Blok A sebanyak 4 rumah dengan penghuni total 30, laki-laki
20 perempuan 10, umur balita 3, orang tua (>50 tahun) 10 dan orang muda 17
orang. Blok B dihitung 3 rumah dan dihitung jumlah penghuninya dengan hasil
seperti pada tabel. Masing-masing perhitungan dibagi dengan jumlah tenda,
sehingga akan diperoleh rata-rata jumlah penghuni pertenda. Jumlah rata-rata,
baik total, jenis kelamin maupun umur, dikalikan dengan jumlah tenda yang telah
dihitung sebelumnya, maka akan diperoleh jumlah pengungsi untuk masing-
masing total, jenis kelamin dan golongan umur. Dalam perhitungan ini, semakin
besar sampel akan semakin mendekati jumlah pengungsi sebenarnya, tetapi
waktu dan biaya akan menjadi lebih besar.
Apabila waktu sangat singkat, peta lokasi tenda dan keadaan pada
masing-masing dapat direkam dengan kamera, kemudian setelah kembali ke
kantor, jumlah tenda dan jumlah penghuni pertenda dapat dihitung pada gambar.
31
Jenis
Gol. Umur
Kelamin
Jumlah
Blok Total Pere
Tenda
Laki mpua <5 5-50 >50
n
Blok A 4 30 17 13 3 22 5
Blok B 3 30 16 14 5 19 6
Blok C 2 18 9 9 0 16 2
Blok D 5 50 20 30 8 32 10
Total 14 128 63 56 16 93 23
Rata-rata 9.14 4.5 4 1.14 6.64 1.64
Jika jumlah tenda seluruhnya 514
326
Jumlah Pengungsi 4698 2313 2385 586 843
9
32
dapat dibuat periode harian, mingguan atau bulanan, sesuai kebutuhan, tetapi
sebaiknya kurva mingguan selalu dibuat.
Disamping dengan teknik kurva, analisis kematian dilakukan berdasarkan
angka kematian per 10.000 pengungsi perhari. Hitungan perhari menjadi sangat
penting karena perubahan jumlah kematian dan risiko kematian pada pengungsi
mengalami perubahan cepat, sehingga surveilans ketat diperlukan. Perhitungan
angka kematian tersebut dapat dibuat berkala harian, mingguan atau bulanan,
sesuai dengan kebutuhan, tetapi sebaiknya angka kematian per 10.000
pengungsi perhari dibuat berkala mingguan.
33
Disampaikan Kepada Unit SE
Dinas Kesehatan Kab/Kota :
_______________________________
DATA KEMATIAN
PENGUNGSI
Nama : ____________________
Umur (tahun, bulan) : ____________________
Jenis Kelamin : ____________________
Nama Penyakit Penyebab Kematian : ____________________
(penyakit yang ada hubungannya dengan kematian)
Riwayat dan Gejala Ditemukan Sebelum Meninggal : ____________________
34
Analisis Data Kematian Pengungsi
Pada gambar kurva Jumlah Pengungsi dan Kematian Pengungsi, terlihat bahwa
jumlah kematian meningkat karena jumlah pengungsi meningkat. Oleh karena
itu, pengingkatan jumlah kematian pada model grafik seperti ini harus dianalisis
dengan cermat dan hati-
Gambar 1 Jumlah Pengungsi dan Kematian per
hati. Untuk mengurangi
Minggu Pada Pengungsi, Kabupaten X, 2002 kesulitan dalam analisis,
3500 35 sebaiknya grafik angka
3000 30 kematian per 10.000
2500 25 pengungsi perhari juga
Pengungsi
kematian
Jumlah
jumlah
2000 20
1500 15
dibuat, sebagaimana
1000 10 terlihat pada gambar ..... .
500 5 Pada gambar ini, terlihat
0 0
pada minggu awal (minggu
'06 '08 '10 '12 '14 '16
8 dan 9) terjadi sejumlah
Minggu
kematian dengan angka
meninggal pengungsi kematian yang sangat
tinggi, demikian juga
terjadi pada minggu
terakhir (minggu 13 dan
Gambar 2. Angka Kematian per 10.000 per hari 14). Angka kematian
Pengungsi, Kabupaten X, 2002
dalam populasi normal di
16
14 angka kematian =
Indonesia berkisar antara
0.19-0.25 kematian per
angka kematian
35
juga gambaran perkembangan jumlah kematian diantara pengungsi tersebut
sangat dipengaruhi oleh perkembangan jumlah pengungsi dari waktu ke waktu.
Oleh karena itu, diperlukan
adanya peta dalam bentuk
Spot Map & Angka Kematian
Pengungsi Kabupaten X, 2002
area map angka kematian
per 10.000 per hari, sebagai
mana terlihat pada
Gambar ..... tersebut,
dengan range angka
kematian adalah : tidak ada
kematian atau kematian
kurang dari 0.5, 0.5-0.9, 1-2
dan lebih dari 2 kematian
per 10.000 pengungsi
perhari. Pada gambar
tersebut terlihat bahwa
peningkatan jumlah
kematian pada suatu
wilayah tidak selalu merupakan wilayah dengan angka kematian yang tinggi,
karena adanya peningkatan jumlah pengungsi pada wilayah tersebut.
Peta Spot Map dan Area Map tersebut sebaiknya juga dibuat setiap
Puskesmas per Desa atau pada wilayah yang lebih kecil lagi sesuai dengan
kebutuhan.
Berdasarkan pembahasan tersebut diatas, maka untuk kepentingan
surveilans epidemiologi kematian pada pengungsi dibutuhkan daftar perorangan
meninggal pada pengungsi, penyajian analisis dalam bentuk grafik
perkembangan jumlah pengungsi dan perkembangan jumlah kematian, grafik
perkembangan angka kematian per 10.000 pengungsi perhari, serta peta
perkembangan pengungsi, peta spot map kematian dan peta area map angka
kematian.
36
hanya sebagian kecil merupakan kasus berulang. Data penderita yang direkam
adalah diagnosis, umur (kurang atau lebih 5 tahun), tanggal berobat dan tempat
berobat, seperti yang direkam oleh buku register harian klinik pengungsi. Data
kunjungan klinik perlu didokumentasikan, karena jumlah pengungsi akan selalu
berubah-ubah dari waktu ke waktu, sehingga kunjungan klinik akan menjadi
kontrol kecenderungan penyakit. Pada Gambar ____ ditampilkan formulir
pelaporan klinik yang memberikan pelayanan pengobatan pada pengungsi.
Gambar __
SURVEILANS EPIDEMIOLOGI
Data Kesakitan Mingguan Pada Pengungsi
Umur
Penyakit
< 5 tahun 5 tahun/lebih
Diare
Campak
Malaria
Pnemonia
............
............
Kunjungan Klinik
Meninggal * )
* ) berdasarkan adanya kematian semua usia di lokasi pengungsian yang menjadi tanggung jawab klinik,
bukan hanya yang datang berobat dan meninggal di pelayanan kesehatan
37
Untuk penanganan pengungsi, sebaiknya data persatuan lokasi
pengungsian sampai di unit surveilans Kabupaten/Kota, Propinsi dan Pusat.
Satuan data per Puskesmas atau bahkan per Kabupaten/Kota akan sulit
mendapatkan dukungan
Gambar 1.Kurva Diare Pengungsi, analisis dan informasi
Puskesmas Telu. Kabupaten X, 2002 epidemiologi yang memadai
700 350 oleh Propinsi dan Pusat,
600 300
dan berdampak pada tidak
Pengungsi
kasus diare
500 250
400 200 tepatnya dukungan
300 150 penanggulangan
200 100
pengungsi.
100 50
0 0 Analisis data kesakitan
'06 '08 '10 '12 '14 '16 pengungsi ini dapat
Minggu dilakukan per satuan lokasi,
diare kunjungan
Puskesmas dan
Kabupaten/Kota, sesuai
dengan kebutuhan, seperti
pada gambar tampilan grafik
analisis (gambar __).
kasus diare
250
10 200 kesimpulan analisis. Oleh
150 karena itu surveilans
100
5
50 penyakit tertentu
0 berdasarkan kunjungan
0 -50 klinis harus disertai atau
'06 '08 '10 '12 '14 '16
didampingi dengan
Minggu surveilans kunjungan klinik
insidens diare
38
Penyajian data penyakit untuk kepenting-an surveilans penyakit berbasis
data kunjungan klinik sebaiknya meng-gunakan insidens penyakit berdasarkan
jumlah populasi pengungsi per minggu atau per bulan. Gambar __ menunjukkan
cara penyajian dengan cara tersebut, sehingga kurva insidens ini dapat secara
langsung menjelaskan perubahan serangan penyakit terhadap populasi dari
waktu ke waktu tanpa dipengaruhi perubahan jumlah pengungsi. Data jumlah
kasus dari waktu ke waktu dapat saja ditampilkan bersamaan agar dapat
diperkirakan jumlah kasus absolutnya.
39
hasil kajian awal pengungsian. Ukuran baku kebutuhan dasar tersebut dapat
dilihat pada tabel __.
Jumlah pengungsi yang besar atau kepadatan populasi yang sangat tinggi
pada satu lokasi pengungsian berisiko terjadi penularan penyakit yang cepat dan
dengan risiko kematian. Oleh karena itu, surveilans epidemiologi terhadap
jumlah dan kepadatan pengungsi menjadi sangat penting.
Surveilans epidemiologi terhadap jumlah dan kepadatan pengungsi sudah
dibahas pada bab sebelumnya.
Pada tahap awal pengungsian, air minum pengungsi masih sulit diperoleh,
tetapi setidak-tidaknya dapat tersedia air sebanyak 2 liter perorang perhari, yang
kemudian dengan cepat dalam satu minggu pertama pengungsian diupayakan
untuk ditingkatkan menjadi 6 liter perorang perhari dan akhirnya dapat dipenuhi
menjadi 15-20 liter perorang perhari. Sementara jamban dan sanitasi yang lain
pada umumnya tidak terkendalikan, sehingga perlu segera mendapat perhatian,
apabila pengungsian mulai terjadi. Sebagian besar pengungsian di Indonesia
ditempatkan di tempat-tempat umum, seperti ruang sekolah, masjid, gedung
pertemuan, atau rumah penduduk. Sebagian kecil ditempatkan di lapangan
terbuka dengan membuat tenda atau rumah darurat.
Untuk kepentingan surveilans epidemiologi air dan sanitasi, maka analisis
harus dilakukan berdasarkan perhitungan data kuantitatif dan kualitatif
pengamatan lapangan serta wawancara dengan berbagai pihak terkait.
40
Air. Pada tahap awal pengungsian dan tahap emergensi, ketersediaan air
terjangkau harus dimonitor dengan ketat. Keterjangkauan diukur dari keberadaan
air untuk pengungsi setiap hari tidak lebih dari 100 – 300 meter dari tempat
tinggal pengungsi. Setiap lokasi pengungsian memiliki peta lokasi pengungsian
dengan gambaran tempat-tempat persediaan air dalam bak penampungan air,
tempat distribusi air harian, atau sumber air alam (sumur gali, sumur pompa,
mata air dsb).
Perkiraan
Kecukupan
Jumlah Sumber Jumlah Keterangan
Blok per Orang
Pengungsi Air Air Tambahan
per Hari
Tersedia
Someyi 2000 PDAM 5000 l/hari 3.5 l/hari Teratur,
Mata Air 2000 l/hari terjangkau
Bajila 1700 PDAM 5000 l/hari 2.9 l/hari Teratur, 80 %
orang terjang-
kau, 20 % sisa
berpencar
Soreang 400 Sumur 1600 l/hari 4.0 l/hari 20 % orang
pompa terjangkau, 80
% pengungsi
berpencar
Total 4100 13600 l/hari 3.3 l/hari
41
Jamban. Jumlah jamban pada lokasi pengungsian di barak mudah dihitung,
tetapi kecukupan jamban juga mengandung pengertian keterjangkauan,
penggunaan dan
ketersediaan air untuk jamban. Dengan melakukan pengamatan langsung
penggunaan jamban dapat diketahui apakah jamban digunakan, adanya kotoran
tinja disekitarnya menunjukkan tanda-tanda bahwa air tidak cukup tersedia,
adanya kotoran disemak-semak, dihalaman dan tempat lain mengindikasikan
jumlah jamban yang tersedia tidak memadai. Wawancara dengan masyarakat
Perkiraan Kecukupan
Keterangan
Jumlah Jumlah per Orang
Blok Tambahan
Pengungsi Jamban per
Ketrangan
Tersedia Jamban
Someyi 2000 10 buah 200 /jamban Terjangkau, air cukup
42
Laporan Pemeriksaan Kebutuhan Air dan Sanitasi
43
Gambar 1. Air dan Jamban perminggu, kebutuhan terpenuhi maka
Pengungsi Setu, Kabupaten X, 2002 grafik kecukupan air berada
pada garis atau diatas garis
120 120
tersebut, sementara grafik
kecukupan jamban berada
pada garis atau dibawah garis
tersebut.
orang/jamban
liter/OH
60 60 3.3.3.7. Surveilans
Epidemiologi Gizi dan
Pangan
standar
Pangan merupakan
salah satu masalah prioritas
bagi para pengungsi
0 0
'06 '08 '10 '12 '14 '16
dimanapun. Masalah pangan
bukan saja disebabkan
Minggu
karena kekurangan pangan
dan kekurangan makanan
jamban air
bergizi, tetapi juga disebabkan
44
Kecukupan pangan pada kelompok pengungsi, karena mendapat bantuan
pangan yang cukup, tidak berarti otomatis setiap orang atau keluarga mendapat
kecukupan pangan. Kelompok-kelompok tertentu, seperti keluarga tanpa orang
dewasa, keluarga dengan kepala keluarga wanita, orang-orang tua dan orang-
orang yang tidak mempunyai kemampuan berebut bantuan, berisiko tidak
memperoleh pembagian pangan yang cukup.
Dengan memperhatikan situasi seperti tersebut diatas, maka surveilans
epidemiologi pangan ditujukan pada kekurangan pangan, keamanan pangan dan
pemerataan pangan. Indikator pengamatan terutama dengan ditemukannya
penderita marasmus dan kuarsiorkor, gizi buruk atau status gizi populasi, serta
kecukupan pangan perorang balita perhari. Untuk kepentingan surveilans yang
cepat, maka penemuan penderita malnutrisi berat (marasmus, kuarsiorkor dan
gizi buruk) dapat dilakukan dengan pengamatan dan pemeriksaan fisik di barak-
barak, setiap penderita dicatat identitas dengan lengkap agar tidak terjadi dua
kali pencatatan dan sekaligus untuk dimasukkan dalam program bantuan pangan
darurat. Hasil pengamatan cepat tersebut dimasukkan dalam tabel Surveilans
Gizi dan pangan Pengungsi. Pengamatan lapangan tersebut dilakukan secara
berkala mingguan atau bulanan tergantung kebutuhan, terutama untuk status gizi
balita yang menggunakan teknik penimbangan akan membutuhkan tenaga,
biaya dan waktu.
Standar kebutuhan pangan pada balita (rata-rata) sebesar 1000
kkal/balita/hari, sementara kasus gizi buruk, termasuk marasmus dan kuarsiorkor
adalah prevalensi rate tidak
Gambar 1. Pangan Balita dan kasus Gizi
lebih dari 0.3 % perbulan.
Buruk perbulan,
Pengungsi Setu, Kabupaten X, 2002
Data hasil pemeriksaan
tersebut dimasukkan dalam
4000 1.2
laporan (tabel __) dan
disajikan dalam grafik pada
gambar __. Grafik
prev. rate per 1000
45
3.3.3.8. Surveilans Berbasis Kajian Lapangan
46
3.3.4. Advokasi dan Sosialisasi Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi
47
c). Selanjutnya pimpinan bersama-sama dengan unit surveilans epidemiologi
melakukan penyuluhan dan atau pelatihan para petuagas pelaksana
surveilans epidemiologi melalui berbagai kesempatan. Tujuan kegiatan ini
antara lain meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku petugas
pelaksana surveilans epidemiologi dalam melaksanakan program surveilans
epidemiologi, atau disebut meningkatkan kemampuan atau pemberdayaan.
Petugas pelaksana surveilans epidemiologi pengungsi merupakan sasaran
primer.
48
3.3.6. Persiapan Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis
49
pengungsi terbawah. Alur pengiriman data digambarkan dalam skema alur data
surveilans epidemiologi pengungsi :
Pos Kesehatan
(data kesakitan,
kematian, air,
sanitasi, pangan)
50
surveilans di propinsi, pusat atau puskesmas dan rumah sakit, kedua, kelompok
program intervensi, misalnya program imunisasi, program gizi, program sanitasi
dan sebagainya.
Cara distribusi informasi dapat
D istr ib u si In fo r m a si
Kasus Pnemonia Balita, Jawa Barat, 1997-2000 dilakukan dengan membuat laporan,
& K o m u n ik a si presentasi pada seminar atau terlibat
10000
epidemiologi pengungsi
dilaksanakan, semua sasaran, jenis
6000
KASUS
51
3.3.8. Persiapan Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Surveilans Epidemiologi
Unit Pelayanan
Minggu Absensi Laporan
Kesehatan L T
Pengungsi
1 2 3 4 5 6 7 8 9
52
Puskesmas X L L T T T T T T T 9(100) 7(78)
Pos Kesehatan Xa -- -- -- L L L T T -- 5(48) 2(22)
Pos Kesehatan Xb -- -- -- L L L L T T 6(68) 2(22)
Puskesmas Y L L L T T T -- -- -- 6(68) 3(33)
Rumah Sakit X T T T T T T T T T 9(100) 9(100)
L (lengkap) 60 60 60 100 100 100 80 80 60 35(77)
T (tepat) 20 20 40 60 60 60 60 80 60 24(53)
53
3.3.9. Referensi dan Konsultasi
Kejadian pengungsian merupakan kejadian yang sangat jarang terjadi,
dan oleh karena itu, sangat sedikit orang yang ahli dalam manajemen pengungsi,
terutama manajemen surveilans epidemiologi pengungsi dan aspek epidemiologi
pengungsi. Kondisi ini perlu disikapi oleh unit surveilans epidemiologi pengungsi
di Kabupaten/Kota dengan menyiapkan referensi yang dibutuhkan dan
disesuaikan dengan kondisi geografi, demografi dan epidemiologi setempat.
Dengan maksud yang sama, perlu diidentifikasi beberapa orang ahli yang dpaat
mendukung pemahaman situasi pengungsi dan merumuskan pemecahannya.
54
4. Aspek Manajemen Surveilans Epidemiologi
Pengungsi
Kegiatan surveilans epidemiologi pengungsi merupakan bagian yang
sangat penting dari manajemen penanggulangan pengungsi. Dengan adanya
kegiatan surveilans epidemiologi, data yang dimiliki oleh unit-unit pelayanan di
pos-pos kesehatan, Puskesmas, Rumah Sakit, dan laporan adanya KLB
penyakit dan keracunan serta
1) Adanya tujuan yang jelas dan terukur sumber data lain dapat
2) Konsep dan mekanisme dimanfaatkan secara efisien
penyelenggaraan surveilans dan efektip untuk mengetahui
epidemiologi untuk mencapai tujuan- kecenderungan berbagai
tujuan surveilans masalah kesehatan
3) Memiliki tim teknis surveilans berdasarkan lokasi
epidemiologi dengan tenaga profesional pengungsian, minggu atau
4) Adanya proses kegiatan rutin terus bulan kejadian, bahkan menurut
menerus dan sistematis kelompok pengungsi tertentu.
5) Memiliki manajemen penyelenggaraan Dengan identifikasi masalah
surveilans dengan rencana kerja yang kesehatan tersebut, maka dapat
realistis dengan anggaran biaya yang dilakukan intervensi pada
memadai sasaran masalah kesehatan
6) Indikator kinerja yang lebih tepat, dan cara
intervensi yang benar, dan
anggaran biaya yang dikeluarkan dapat dimanfaatkan dengan efektip dan
efisien.
Agar proses kegiatan surveilans epidemiologi pengungsi dapat
berlangsung sesuai dengan kebutuhan dan berkesinambungan dari waktu ke
waktu, memerlukan manajemen kegiatan yang baik. Penyelenggaraan surveilans
epidemiologi pengungsi harus memenuhi elemen-elemen penyelenggaraan
surveilans epidemiologi.
55
Tujuan surveilans epidemiologi pengungsi adalah memberikan informasi
epidemiologi dengan cepat dan benar kepada setiap unit penyelenggaraan
penanggulangan pengungsi, terutama unit penyelenggaraan penanggulangan
pengungsi di Kabupaten/Kota, sebagai pengendali kegiatan lapangan. Jenis dan
frekuensi serta waktu informasi yang diinginkan harus teridentifikasi dengan jelas
dan tertulis dalam daftar sasaran distribusi informasi epidemiologi. Beberapa
sasaran distribusi informasi epidemiologi yang sangat penting dimasukkan dalam
daftar tersebut adalah sasaran distribusi informasi epidemiologi di Propinsi dan
Pusat (lihat daftar Nama dan Alamat Unit Penanggulangan Pengungsi dan
Keadaan Darurat, terlampir). Penjabaran tujuan ini adalah sangat penting untuk
menentukan setiap langkah pengembangan sistem surveilans pengungsi, secara
sederhana dapat dengan menyusun “dummy table” atau tabel-tabel persiapan,
baik berupa tabel-tabel lengkap dengan judul tabel dan judul kolom, grafik dan
peta tanpa data, serta rencana hasil analisis lanjut yang akan didistribusikan.
Tanpa tujuan seperti ini, sebaiknya penyelenggaraan surveilans epidemiologi
pengungsi tidak perlu dibangun.
56
Kabupaten/Kota, setidaknya terdapat satu tenaga dokter umum, satu tenaga
epidemiologi, satu tenaga sanitarian dan satu tenaga gizi dengan 2 orang tenaga
perekam dan pengolah data manual atau komputer. Di Puskesmas, pos-pos
kesehatan dan sanitasi setidak-tidaknya terdapat satu tenaga yang bekerja untuk
merekam data dan mengirimkannya ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Seringkali satu tenaga di Puskesmas dan pos-pos kesehatan tidak cukup,
karena variasi data dan frekuensi perekaman sangat cepat, maka kerjasama
dapat diperluas dengan petugas di poliklinik, imunisasi, sanitarian dan gizi,
demikian juga dengan di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dapat diperluas
dengan tenaga pada unit pemberantasan penyakit menular, sanitasi, imunisasi
dan gizi.
Tim Teknis Surveilans Pengungsi di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
merupakan tim inti surveilans pengungsi, dan oleh karena itu, harus sudah mulai
bekerja sejak penetapan tujuan, perumusan konsep dan mekanisme surveilans
dan perencanaan kegiatan.
Hubungan kerja sehari-hari antara tim teknis surveilans pengungsi di
Kabupaten/Kota dan unit-unit pelayanan dan lapangan harus jelas dalam fungsi
formal, seperti pada contoh pada gambar __. Hubungan ini menunjukkan
hubungan fungsional antara unit-unit surveilans pengungsi, karena secara
struktural tim teknis surveilans pengungsi yang ada di Puskesmas dan lokasi
pengungsian berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala
Puskesmas, tetapi apabila kondisi kedaruratan pengungsi sangat mendesak dan
sangat rentan, maka petugas-petugas Puskesmas dimaksud dapat saja
dimasukkan dalam tim teknis surveilans pengungsi dibawah kendali operasional
Tim Penanggulangan Pengungsi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Gambar __
Tim Penanggulangan
Pengungsi Dinas Kesehatan
Kab/Kota
Unit Surveilans
Pengungsi
Kabupaten/Kota
57
4.4. Proses Kegiatan Rutin Surveilans Epidemiologi Pengungsi
Jaringan SE Pertemua
n Review
Advokasi
Buku
Pedoman Peraturan
Umpan
balik
Kelompo Supervisi
k Kerja dan
Tenaga Monev Rencan
Profesiona a Kerja
l
Anggaran
Respon KLB
Program
Intervensi
Program
Kegiatan Teknis
Surveilans
Pengungsi : 58
Pengumpulan Data
Pengolahan Data
Analisis dan Interpretasi
Distribusi infomasi
Penelitian
Jaringan SE Analisis
Lanjut
59
4.6. Monitoring dan Evaluasi (Indikator Kinerja)
60
5. Peran Propinsi dan Pusat
Pengungsian adalah merupakan salah satu kondisi kedaruratan, sehingga
merupakan kegiatan yang tidak biasa dilakukan seperti dalam kondisi normal.
Pada situasi seperti itu, maka kemampuan manjarial dan teknis penanggulangan
pengungsi merupakan salah satu masalah sangat serius di Kabupaten/Kota,
atau mungkin juga di Propinsi, dan oleh karena itu, kebutuhan kerjasama dengan
Propinsi dan Pusat atau daerah-daerah lain yang sudah mempunyai pengalaman
menangani upaya penanggulangan pengungsi adalah sangat diperlukan,
termasuk dalam penyelenggaraan surveilans pengungsi di Kabupaten/Kota.
Dukungan Propinsi dan Pusat dalam penyelenggaraan surveilans
pengungsi bukan hanya terbatas pada penyusunan tujuan dan konsep serta
mekanisme surveilans pengungsi yang sebaiknya dilakukan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, tetapi juga termasuk dalam advokasi kepada berbagai pihak
terkait, asistensi teknis dan manajerial, analisis surveilans, penyelidikan atau
kajian lapangan, serta distribusi dan komunikasi informasi epidemiologi di
Propinsi dan Pusat serta negosiasi dukungan penanggulangan pada prioritas-
prioritas masalah dengan tepat.
Memperhatikan kebutuhan tersebut diatas dapat dirumuskan pedoman
peran Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Propinsi dan
Departemen Kesehatan dalam penyelenggaraan surveilans pengungsi :
Tabel ___
Peran Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Propinsi dan
Departemen Kesehatan
Dalam Penyelenggaraan Surveilans Pengungsi
Unit Subunit Peran Kegiatan Keterangan
Dinas Unit Surveilans
Kesehatan Pengungsi
Kabupaten/Kota
Dinas Unit Surveilans
Kesehatan Pengungsi
Propinsi
Departemen Unit Surveilans
Kesehatan Pengungsi :
Subdit. SE
Sanitasi
Darurat
Gizi dan
Pangan
61
secara aktif mendorong perlunya aktifitas Propinsi dan Pusat sesuai dengan
perannya masing-masing. Lemahnya aktifitas jejaring surveilans pengungsi ini
akan berdampak pada melemahnya kemampuan menetapkan prioritas masalah
setiap program yang terkait dengan penanggulangan pengungsi.
62
Dengan dukungan sumber daya yang lebih baik dan pengalaman yang
lebih banyak maka propinsi dan pusat dapat memberikan asistensi teknis
manjemen pengungsi, termasuk dalam melakukan analisis situasi pengungsian
dan pemecahannya.
63
6. Lampiran
Lampiran :
Perencanaan
Tujuan dan Konsep - Mekanisme Surveilans, tabel, grafik dan peta untuk analisis
dan atau distribusi informasi
Tim Teknis
Rencana Anggaran
Rencana Kerja Operasional
Monitoring dan Evaluasi
64
Formulir Rapid Assessment
Pelaksana 1. __________________
2. __________________
(sebaiknya terdapat unsur dari tim surveilans kesehatan lingkungan daerah dimana pengungsian berada
yang profesional dan dapat berperan secara aktif, bukan pengantar)
Lokasi Pengungsi :
Data kuantitatif
1. Jumlah pengungsi pada saat sekarang
2. Perkembangan jumlah pengungsi sejak pengungsian pertama sampai
sekarang
3. Jumlah pengungsi berdasarkan pembagian lokasi pengungsi
4. Jenis tempat tinggal perlokasi pengungsi
5. Ketersediaan air minum perlokasi pengungsi dan perorang perlokasi
pengungsi
6. Ketersediaan tempat buang hajat saniter perlokasi pengungsi dan
perorang perlokasi pengungsi
7. Keberadaan vektor nyamuk dan tempat perindukannya, baik malaria
maupun demam berdarah
8. Data penyakit berbasis lingkungan, terutama diare, tifus perut, hepatitis,
pnemonia, malaria dan campak (bersumber dari data kesehatan setempat
atau daerah sekitar lokasi pengungsi) dan data kematian per lokasi
pengungsi perperiode waktu tertentu
9. peta lokasi pengungsi pada Kabupaten/Kota atau Kecamatan
berdasarkan jumlah pengungsi dan kepadatannya (area map)
10. peta lokasi pengungsi, kondisi geografi, sumber air, sungai dan sarana
kesehatan lingkungan yang sudah ada
Data kualitatif
1. Kepadatan lokasi pengungsi
2. Ketersediaan air minum dan memasak secara merata diantara pengungsi
(secara acak terhadap beberapa kelompok rentan : keluarga dengan
ketua RT wanita, orang tua hidup sendiri, tempat tinggal dengan penghuni
padat, banyak anak-anak, keluarga yang jauh dari sumber air setempat
atau distribusi air)
3. Ketersediaan fasilitas tempat tinggal yang memadai : kepadatan, dan
ventilasi
4. Sarana Sanitasi lainnya
5. Keberadaan vektor (melihat dan menanyakan pada penduduk setempat)
serta adanya tempat-tempat perindukan
65
Analisis di Lapangan
Setelah atau selama pengumpulan data tersebut diatas, bersama dengan
penduduk pengungsi, penduduk sekitar lokasi pengungsi dan petugas kesehatan
setempat (unit pelayanan) membahas berbagai temuan, masalah kesehatan
dan ketersediaan sarana kesehatan lingkungan, serta tindak lanjut yang dapat
dilakukan, baik ancaman terhadap pengungsi maupun terhadap penduduk
sekitar lokasi pengungsi. Seringkali berbagai persoalan justru diketahui oleh
orang-orang yang bekerja di lapangan.
Membuat laporan
Setelah kembali ditempat penginapan segera membuat laporan dan menetapkan
beberapa rekomendasi, dan kemudian membahasnya bersama dengan tim
surveilans kesehatan lingkungan setempat. Laporan ini selesai sebelum keluar
dari Kabupaten/Kota tempat pengungsian.
Sebaiknya laporan ini dipresentasikan oleh tim surveilans kesehatan lingkungan
pada Dinas Kesehatan, agar mendapatkan dukungan politis dan pendanaan,
peran serta dari berbagai pihak, dan terutama mendapat masukan perbaikan
strategi surveilans dan program kesehatan lingkungan yang ditawarkan.
66
DATA KEMATIAN
PENGUNGSI
Nama :
Umur (tahun, bulan) :
Jenis Kelamin :
Nama Penyakit Penyebab Kematian :
(penyakit yang ada hubungannya dengan kematian)
Riwayat dan Gejala Ditemukan Sebelum Meninggal :
Tanggal Meninggal :
Alamat :
Nama Propinsi :
Nama Kab/Kota :
Nama Puskesmas/Kecamatan :
Nama Lokasi Pengungsi :
Nama Pelapor :
Tempat Tugas :
catatan :
Data surveilans ini diproses oleh unit suveilans khusus pengungsi dan digunakan untuk data epidemiologi
dalam penetapan prioritas kelompok rawan. Analisis data surveilans ini akan menghasilkan rate kematian
perlokasi per periode waktu tertentu, rate kasar, rate berdasarkan golongan umur dan jenis penyakit. Rate
kematian kasar normal Indonesia adalah 0.21-0.25 per 10.000 penduduk perhari. Rate kasar lebih dari 0.50-
1 per 10.000 penduduk perhari (tanpa korban pembunuhan) ditetapkan sebagai peringatan adanya
kegagalan penanganan pengungsi
67
SURVEILANS EPIDEMIOLOGI
Data Harian/Mingguan Penyakit Potensial Wabah
Pada Pengungsi
Nama Kabupaten/Kota :
Nama Puskesmas :
Nama Lokasi (kode dan nama) :
Jumlah Lokasi Pengungsian :
Jumlah Yang Melapor :
UMUR (tahun)
Nama Penyakit
<1 1-4 5-9 10-14 15+
Diare
Diare Berdarah
Diare Dehidrasi
Diare Biasa
ISPA
Pnemonia
Bukan Pnemonia
Malaria Klinis
Campak
Tifus Perut
Hepatitis
Lain
Jumlah Berobat
Jumlah Meninggal
*)
*) berdasarkan adanya kematian semua usia di lokasi pengungsian yang dilaporkan, bukan hanya yang
datang berobat dan meninggal di pelayanan kesehatan
catatan :
data ini diproses oleh unit suveilans khusus pengungsi dan digunakan untuk data epidemiologi dalam
penetapan prioritas kelompok rawan, baik berdasarkan perkembangan jumlah pengungsi dan kepadatannya,
perkembangan penyakit dan kematian. Sistem ini dikembangkan menjadi harian apabila adanya ancaman
serius KLB atau selama KLB berlangsung. Keadaan normal, sebaiknya menggunakan sistem mingguan,
agar tidak melelahkan dan frustasi. Data surveilans ini harus selalu dihubungkan dengan kajian lapangan
(rapid assessment) sehingga memberikan gambaran yang lebih jelas kondisi yang sebenarnya.
68
SURVEILANS EPIDEMIOLOGI
Data Mingguan/Bulanan Kondisi Kesehatan Lingkungan
Pada Lokasi Pengungsi
Nama Kabupaten/Kota :
Nama Puskesmas :
Nama Lokasi (kode dan nama) :
Jumlah Lokasi Pengungsian :
Jumlah Yang Melapor :
Kondisi Kesehatan
Lingkungan
Kepadatan
Penghuni
Jumlah Barak
Tempat Tinggal
Tembok
Kayu
Tenda
Lain-lain
Jumlah Air minum
Kualitas Air minum
Sehat
Tidak Sehat
Jumlah Jamban
Kualitas Jamban
Terlindung
Tak Terlindung
Vektor
Anopeles
(malaria)
Aedes (DBD)
Limbah
Cair
Padat
69