You are on page 1of 92

BUKU PANDUAN SKRIPSI

(Bimbingan, Penyusunan dan Penulisan,


Seminar, Kolokium serta Ujian Komprehensif)

JURUSAN SOSIAL EKONOMI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2006
Buku Panduan Skripsi (Bimbingan, Penyusunan dan Penulisan,Seminar, Kolokium serta Ujian
Komprehensif)

Cetakan pertama, Februari 2006 (Revisi 1 April 2006)

© Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Univeristas Padjadjaran

Nara Sumber:
Prof. Dr. H. Rusidi, Ir., M.S.
Prof. Dr. H. Burhan Arief, Ir.
Prof. Dr. H. Achmad Riskawa, Ir., M.S., M.Sc.Ad.
Dr. H. Lukiswara, Ir., M.S.

Editor: Mukti A., STP.


KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas diterbitkannya


Buku Panduan Skripsi Jurusan Sosial Ekonomi Faperta Unpad. Buku ini dibuat setelah
melewati proses yang panjang dan dalam proses pembuatannya melibatkan banyak pihak.
Penerbitan buku panduan ini merupakan salah satu jawaban atas harapan berbagai pihak
yang menginginkan adanya acuan yang baku dalam proses bimbingan penulisan skripsi.

Tujuan yang ingin dicapai oleh Jurusan Sosial Ekonomi Faperta Unpad berkaitan
dengan pembuatan buku panduan ini adalah adanya keseragaman dalam pemahaman dan
pelaksanaan proses bimbingan penyusunan skripsi oleh dosen dan mahasiswa serta ada-
nya peningkatan kualitas skripsi yang dihasilkan oleh Jurusan Sosial Ekonomi Faperta
Unpad. Untuk mencapai tujuan tersebut, tentu saja memerlukan waktu dan kerja keras
dari berbagai pihak, khususnya dosen dan mahasiswa Jurusan Sosial Ekonomi Faperta
Unpad.

Dalam kata pengantar ini kami ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada
nara sumber yang telah mencurahkan banyak waktunya yang sangat berharga bagi tereali-
sasinya buku panduan ini. Kami juga berterimakasih kepada seluruh staf Jurusan Sosial
Ekonomi Faperta Unpad yang telah memberikan kritik dan saran yang konstruktif selama
proses penulisan draft buku panduan ini. Ucapan terimakasih juga ingin kami sampaikan
kepada Dekan Faperta Unpad yang memberikan fasilitas untuk memperlancar proses pe-
nyusunan. Beribu terimakasih kami sampaikan kepada Rektor Unpad atas pemberian ber-
bagai fasilitas sehingga kami bisa melaksanakan kegiatan Lokakarya Penyusunan Pandu-
an Bimbingan Skripsi dengan sukses.

Terakhir, kami berharap agar penerbitan buku panduan ini tidak hanya bermanfaat
bagi dosen dan mahasiswa Jurusan Sosial Ekonomi Faperta Unpad semata, tetapi juga bi-
sa bermanfaat bagi dosen dan mahasiswa di jurusan bahkan fakultas yang lain. Harapan
tersebut didasarkan pada isi buku panduan ini yang pada beberapa bagian memuat berba-
gai hal yang sifatnya umum dan bukan spesifik Jurusan Sosial Ekonomi Faperta Unpad.
Mudah-mudahan langkah kecil yang kami lakukan ini merupakan bagian dari langkah
yang lebih besar lagi yaitu meningkatkan kualitas proses belajar mengajar di Universitas
Padjadjaran.

Ketua Jurusan Sosial Ekonomi,

Prof. Dr. H.A. Riskawa, Ir., M.S., M.Sc., Ad.


DAFTAR ISI

BAGIAN 1: KETENTUAN PENYUSUNAN SKRIPSI


BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................ 3
BAB II. PERSYARATAN UNTUK MENYUSUN SKRIPSI ...................... 4
BAB III. KETENTUAN UNPAD MENGENAI SKRIPSI ........................... 5

BAGIAN 2: PROSEDUR BIMBINGAN PENYUSUNAN SKRIPSI


BAB I. DOSEN PEMBIMBING DAN PENELAAH SKRIPSI ................... 9
BAB II. PROSES BIMBINGAN PENYUSUNAN SKRIPSI ..................... 10
BAB III. PERSYARATAN ADMINISTRATIF .......................................... 28

BAGIAN 3: TEKNIK PENULISAN SKRIPSI


BAB I. PEMILIHAN TOPIK PENELITIAN UNTUK SKRIPSI .................. 25
BAB II. PERUMUSAN JUDUL SKRIPSI ................................................ 26
BAB III. SISTEMATIKA USULAN PENELITIAN .................................... 28
BAB IV. SISTEMATIKA SKRIPSI .......................................................... 37

BAGIAN 4: TATA TULIS ILMIAH


BAB I. FORMAT TULISAN .................................................................... 43
BAB II. CARA PENYAJIAN HAL-HAL DASAR ...................................... 47
BAB III. CARA PENGETIKAN HAL-HAL DASAR .................................. 76

DAFTAR BACAAN ......................................................................................... 88


BAGIAN 1: KETENTUAN PENYUSUNAN SKRIPSI

BAB I. PENDAHULUAN
BAB II. PERSYARATAN UNTUK MENYUSUN SKRIPSI
BAB III. KETENTUAN UNPAD MENGENAI SKRIPSI

1
Halaman ini sengaja dikosongkan.

2
BAB I. PENDAHULUAN

Penulisan skripsi merupakan tugas akhir dari seorang mahasiswa dalam penyelesai-
an studinya di perguruan tinggi jenjang Strata-1. Terdapat banyak permasalahan dan ken-
dala dalam berbagai aspek yang berkaitan dengan proses bimbingan penulisan skripsi. Sa-
lah satu permasalahan yang masih berlangsung sampai saat ini di antaranya adalah tidak
adanya keseragaman dalam proses bimbingan dan penulisan skripsi baik yang dilakukan
oleh dosen pembimbing maupun oleh mahasiswa yang sedang menyusun skripsi.

Untuk mengatasi hal tersebut, Jurusan Sosial Ekonomi Faperta Unpad telah mem-
buat acuan baku dalam bentuk Buku Panduan Skripsi (Bimbingan, Penyusunan dan Pe-
nulisan, Seminar, Kolokium serta Ujian Komprehensif). Buku panduan ini terbagi ke
dalam empat bagian yaitu: (i) Ketentuan dalam penyusunan skripsi; (ii) Prosedur bim-
bingan penyusunan skripsi; (iii) Teknik penulisan skripsi; dan (iv) Tata tulis ilmiah. Ba-
gian pertama dan kedua membahas tentang aturan main dan persyaratan administratif
Jurusan Sosek Faperta Unpad dalam proses bimbingan penulisan skripsi. Bagian ketiga
membahas hal-hal mendasar dalam penelitian dan penulisan skripsi. Bagian terakhir dari
buku panduan ini bersifat sangat teknis dan membahas secara rinci mengenai berbagai
peraturan dan ketentuan dalam tata tulis ilmiah.

Tujuan yang ingin dicapai oleh Jurusan Sosial Ekonomi Faperta Unpad berkaitan
dengan pembuatan Buku Panduan Skripsi ini adalah terjadinya keseragaman dalam pema-
haman dan pelaksanaan proses bimbingan penyusunan skripsi oleh dosen dan peningkat-
an kualitas skripsi yang dihasilkan oleh Jurusan Sosial Ekonomi Faperta Unpad. Proses
pencapaian tujuan tersebut tentu saja memerlukan waktu dan kerja keras dari berbagai
pihak, khususnya dosen dan mahasiswa Jurusan Sosek.

Buku Panduan Skripsi Jurusan Sosek Faperta Unpad disusun atas dasar pemikiran
bahwa buku panduan tersebut harus lengkap dan komprehensif serta mengikuti perkem-
bangan jaman (kontekstual). Oleh karena itu, buku panduan ini bersifat dinamis dan sa-
ngat terbuka kemungkinannya untuk selalu direvisi di masa yang akan datang. Revisi
akan dilakukan jika memang ada berbagai hal yang berubah dalam proses bimbingan pe-
nyusunan skripsi atau ada hal-hal lain yang belum tercakup dalam buku panduan ini.
Mengingat revisi buku panduan dalam bentuk cetakan memerlukan waktu dan dana yang
tidak sedikit, kami akan menerbitkan edisi perbaikan secara berkala dalam bentuk file
elektronik dengan format PDF (Portable Document Format) yang kami sediakan melalui
jaringan intranet Jurusan Sosek. Meskipun tidak dicetak, dokumen dalam bentuk file elek-
tronik tersebut merupakan dokumen yang sah untuk digunakan sebagai acuan terbaru
yang berlaku di Jurusan Sosek.

Jurusan Sosek juga menyediakan template dokumen skripsi (dalam bentuk file elek-
tronik) yang bertujuan untuk mempermudah mahasiswa dalam penulisan skripsi dengan
menggunakan perangkat lunak pengolah naskah. Dengan file template tersebut, sebagian
besar format penulisan yang ada dalam buku panduan ini akan diterapkan secara otomatis
oleh komputer, sehingga mahasiswa bisa lebih berkonsentrasi pada materi skripsi. File
template tersebut disediakan melalui jaringan intranet Jurusan Sosek.

3
BAB II. PERSYARATAN UNTUK MENYUSUN SKRIPSI

Berdasarkan buku Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Unpad, persyarat-


an yang harus dipenuhi seorang mahasiswa untuk menyusun dan menulis skripsi adalah
sebagai berikut:

1) Mahasiswa boleh secara resmi mulai menempuh mata kuliah Skripsi (menyusun skrip-
si) apabila sekurang-kurangnya telah menyelesaikan 80% beban studi kumulatif yang
dipersyaratkan. Untuk Jurusan Sosek, batas minimal SKS yang harus sudah ditempuh
untuk bisa menyusun skripsi adalah 116 SKS.
2) Telah menyelesaikan semua mata kuliah prasyarat skripsi.
3) Memiliki kartu mahasiswa yang berlaku untuk semester bersangkutan.
4) Memiliki KRS yang mencantumkan skripsi sebagai salah satu mata kuliah.

Khusus untuk mahasiswa Jurusan Sosek, terdapat beberapa persyaratan tambahan


yang harus dipenuhi dalam penyusunan dan penulisan skripsi. Persyaratan khusus tersebut
adalah sebagai berikut:

1) Di akhir semester ke-7, setiap mahasiswa yang akan mengambil mata kuliah skripsi
harus sudah memiliki topik atau judul yang akan menjadi bahan penelitiannya. Topik
penelitian tersebut merupakan hasil interaksi mahasiswa dengan dosen wali dalam
pembimbingan dan kuliah Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Topik
penelitian tersebut berfungsi sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan dosen
pembimbing dan penelaah skripsi.
2) Setiap mahasiswa diharuskan membaca dan memahami materi yang ada dalam buku
Panduan Panduan Skripsi Jurusan Sosek, khususnya dalam hal prosedur bimbingan
penulisan skripsi dan aturan tata tulis skripsi Jurusan Sosek.

4
BAB III. KETENTUAN UNPAD MENGENAI SKRIPSI

Ketentuan lain yang tercantum dalam buku Pedoman Umum Penyelenggaraan Pen-
didikan UNPAD dalam hal penulisan skripsi adalah sebagai berikut:

1) Apabila skripsi tidak dapat diselesaikan dalam satu semester, maka:


a) Mahasiswa masih diperkenankan menyelesaikannya pada semester berikutnya
dengan mencantumkan kembali pada KRS (topik skripsi dan pembimbing tetap
sama);
b) Pada akhir semester bersangkutan skripsi tersebut diberi huruf K, sehingga tidak
digunakan untuk penghitungan IP dan IPK.
2) Apabila skripsi tidak dapat diselesaikan dalam dua semester berturut-turut, maka:
a) Skripsi tersebut diberi huruf mutu E;
b) Mahasiswa diharuskan menempuh kembali skripsi tersebut dengan topik yang ber-
beda (pembimbing bisa berbeda atau tetap sama);
c) Selanjutnya berlaku ketentuan seperti butir (1) di atas.
3) Huruf mutu skripsi sekurang-kurangnya adalah C;
4) Skripsi yang ternyata ditulis dan diselesaikan di luar ketentuan di atas (pada saat maha-
siswa menghentikan studi untuk sementara atas ijin Rektor maupun tanpa ijin Rektor),
sekalipun dibimbing oleh Pembimbing Pendamping sesuai ketentuan di atas, penulisan
skripsi tersebut tidak dibenarkan dan hasil bimbingannya dianggap gugur.
5) Dalam keadaan seperti butir (4) di atas, mahasiswa diharuskan mengganti topiknya dan
mengulangi penyusunan dan penulisan skripsinya dan proses bimbingannya;
6) Ujian skripsi diselenggarakan pada akhir studi, yaitu pada sidang ujian sarjana, yang
meliputi:
a) ujian terhadap materi skripsi; dan
b) ujian komprehensif.

5
Halaman ini sengaja dikosongkan.

6
BAGIAN 2: PROSEDUR BIMBINGAN PENYUSUNAN SKRIPSI

BAB. I. DOSEN PEMBIMBING DAN PENELAAH SKRIPSI


1.1. Jumlah dan proses penunjukan
1.2. Tugas dan wewenang

BAB. II. PROSES BIMBINGAN PENYUSUNAN SKRIPSI


2.1. Penentuan dosen pembimbing dan penelaah
2.2. Pengisian formulir jadual penyelesaian penyusunan skripsi
2.3. Bimbingan usulan penelitian
2.4. Pelaksanaan seminar UP
2.5. Bimbingan pra-penelitian lapangan
2.6. Bimbingan hasil penelitian
2.7. Pelaksanaan kolokium
2.8. Bimbingan perbaikan draft skripsi
2.9. Pelaksanaan sidang ujian komprehensif
2.10. Perbaikan skripsi pasca-sidang ujian komprehensif
2.11. Ketentuan tambahan dalam pelaksanaan seminar UP, kolokium dan
sidang ujian komprehensif
2.12. Panduan untuk mengkritik makalah

BAB. III. PERSYARATAN ADMINISTRATIF


3.1. Persyaratan administratif untuk seminar usulan penelitian
3.2. Persyaratan administratif untuk kolokium
3.3. Persuaratan administratif untuk sidang ujian komprehensif

7
Halaman ini sengaja dikosongkan.

8
BAB I. DOSEN PEMBIMBING DAN PENELAAH SKRIPSI

1.1. Jumlah dan Proses Penunjukan

Mengacu kepada Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Unpad, Jurusan


Sosek Faperta Unpad mulai tahun ajaran 2004/2005 menetapkan bahwa penulisan skripsi
hanya dibimbing oleh satu orang dosen dengan ketentuan bahwa dosen pembimbing mini-
mal memiliki jabatan Asisten Ahli berpendidikan S2. Dosen pembimbing skripsi adalah
dosen wali dari mahasiswa yang bersangkutan. Di samping dosen pembimbing, Jurusan
Sosek juga menetapkan dua orang dosen penelaah skripsi yang berperan dalam memberi-
kan usulan perbaikan skripsi . Dosen pembimbing dan penelaah ditunjuk dan ditugaskan
oleh Ketua Jurusan Sosek. Apabila dosen pembimbing atau penelaah berhalangan dalam
waktu relatif lama (tugas belajar di luar kota lebih dari satu semester), Ketua Jurusan akan
mengganti dosen pembimbing atau penelaah tersebut.

1.2. Tugas dan Wewenang

Tugas dosen pembimbing adalah sebagai berikut:

1) Membimbing dan mengarahkan mahasiswa dalam penentuan topik dan judul skripsi;
2) Mengarahkan mahasiswa dalam pembuatan jadual dan rencana kerja penyusunan
skripsi yang akan dilakukannya;
3) Membimbing mahasiswa dalam penerapan metode ilmiah, teori-teori dan konsep-
konsep dasar yang berkaitan dengan topik skripsi, kaidah tata tulis karya ilmiah yang
sudah dibakukan di Jurusan Sosek.
4) Memonitor seluruh tahap penyusunan skripsi dari mahasiswa yang menjadi bimbing-
annya dan melaporkannya ke Jurusan Sosek.
5) Di akhir proses penyelesaian studi, dosen pembimbing berfungsi juga sebagai dosen
penguji.

Tugas dosen penelaah skripsi adalah sebagai berikut:

1) Memeriksa atau memberikan koreksi terhadap naskah usulan penelitian dan skripsi
yang sudah disetujui oleh dosen pembimbing.
2) Memberikan saran atau pertimbangan kepada dosen pembimbing jika dirasakan ada
kekeliruan dalam metode ilmiah, teori dan konsep dasar yang digunakan di dalam
usulan penelitian dan skripsi. Tugas penelaahan dinyatakan dalam bentuk persetujuan
formal.
3) Di akhir proses penyelesaian studi, dosen penelaah berfungsi juga sebagai dosen
penguji.
4) Setelah seminar usulan penelitian, kolokium dan ujian komprehensif, dosen penelaah
berfungsi sebagai dosen konsultan dan dinyatakan dalam persetujuan memberikan
masukan.

9
BAB II. PROSES BIMBINGAN PENYUSUNAN SKRIPSI

Proses bimbingan penyusunan dan penulisan skripsi di Jurusan Sosek terdiri dari
beberapa rangkaian kegiatan sebagaimana bisa dilihat pada Gambar 1.

Mahasiswa mencantumkan skripsi dalam KRS

Mahasiswa mendapatkan pembimbing


setelah Jurusan Sosek mengumumkan daftar pembimbing

Mahasiswa dan pembimbingnya


mengisi formulir jadual penyelesaian penyusunan skripsi

Bimbingan usulan penelitian (UP)

Mahasiswa mendaftarkan jadual seminar UP ke sekretariat

Pelaksanaan UP

UP
diterima
?

Penelitian lapangan

Bimbingan hasil penelitian

Mendaftarkan jadual kolokium ke sekretariat

Pelaksanaan kolokium

Draft
skripsi
diterima
?

Bimbingan perbaikan draft skripsi

Mendaftarkan jadual
sidang ujian komprehensif ke sekretariat

Pelaksanaan sidang ujian komprehensif

Lulus?

Perbaikan skripsi sebelum dijilid

Penjilidan skripsi

Mahasiswa melengkapi persyaratan


untuk pengambilan ijazah

Gambar 1. Proses Bimbingan Penyusunan Skripsi

10
Beberapa tahapan dalam proses bimbingan penyusunan dan penulisan skripsi seba-
gaimana yang telah disebutkan di atas perlu dirinci agar dalam pelaksanaannya bisa sera-
gam dan memperlancar proses secara keseluruhan. Rincian beberapa tahapan kegiatan ter-
sebut akan dibahas dalam beberapa sub-judul berikut.

2.1. Penentuan Dosen Pembimbing dan Penelaah

Jurusan Sosek mengumumkan daftar dosen pembimbing skripsi di awal semester


genap. Dosen pembimbing skripsi berjumlah satu orang dan merupakan dosen wali dari
mahasiswa yang bersangkutan. Dosen penelaah terdiri dari dua orang dan ditunjuk oleh
Ketua Jurusan Sosek. Untuk mempercepat proses penyelesaian studi, mahasiswa ber-
sangkutan harus sudah menentukan topik skripsi sebelum mahasiswa mencantumkan
skripsi dalam Kartu Rencana Studi. Dalam proses mencari topik atau judul skripsi, maha-
siswa tersebut diharapkan melakukan penjajakan terlebih dahulu ke lokasi yang akan
menjadi tempat penelitiannya kelak.

2.2. Pengisian Formulir Jadual Penyelesaian Penyusunan Skripsi

Mahasiswa diharuskan untuk menemui dosen pembimbingnya masing-masing pa-


ling lambat satu bulan setelah tanggal pengumuman daftar dosen pembimbing skripsi.
Dalam pertemuan pertama ini, mahasiswa dan dosen pembimbing skripsinya harus men-
diskusikan topik skripsi dan membuat komitmen tertulis tentang proses penyelesaian
skripsi dalam bentuk jadual atau rencana kerja yang ditandatangani oleh mahasiswa dan
dosen pembimbing skripsi. Rencana kerja tersebut dipegang oleh dosen pembimbing dan
salinannya diserahkan ke Sekretariat Jurusan Sosek dan juga mahasiswa yang bersangkut-
an. Formulir rencana kerja penyelesaian skripsi disediakan oleh Jurusan Sosek.

Apabila dalam jangka waktu satu bulan setelah pengumuman dosen pembimbing
skripsi, mahasiswa tidak menemui dosen pembimbingnya, maka Jurusan Sosek akan me-
manggil mahasiswa tersebut untuk segera menemui dosen pembimbing dalam waktu pa-
ling lambat satu minggu. Jika mahasiswa tersebut tetap tidak memenuhi panggilan dalam
waktu yang telah ditentukan, maka mahasiswa tersebut dianggap mengundurkan diri dari
mata kuliah skripsi dan baru bisa melakukan proses bimbingan skripsi pada semester
berikutnya.

2.3. Bimbingan Usulan Penelitian

Setelah menentukan rencana kerja penyelesaian skripsi, setiap mahasiswa diharus-


kan untuk segera melakukan konsultasi mengenai usulan penelitian dengan dosen pem-
bimbing masing-masing. Materi yang dikonsultasikan dengan dosen pembimbing adalah
mulai dari latar belakang penelitian sampai metode penelitian yang akan digunakan. Pada
bagian tinjauan pustaka, teknik sampling dan alat analisis, mahasiswa diperkenankan un-
tuk berkonsultasi dengan dosen lainnya dengan seijin dosen pembimbing. Format usulan
penelitian harus mengikuti format baku yang ada di Jurusan Sosek sebagaimana yang
dijelaskan pada Bagian 3 Bab III (lihat halaman 28). Khusus untuk penelitian yang
menggunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan kuesioner, mahasiswa
diharuskan melampirkan daftar pertanyaan (kuesioner) dalam usulan penelitiannya
sebelum diijinkan untuk melakukan seminar UP. Mahasiswa bisa melanjutkan ke tahap

11
berikutnya setelah dosen pembimbing menyetujui usulan penelitian mahasiswa yang ber-
sangkutan dengan membubuhkan tanda tangan pada lembar pengesahan usulan penelitian.

2.4. Pelaksanaan Seminar UP

Seminar UP dilakukan untuk memperbaiki dan menyempurnakan rencana peneliti-


an mahasiswa seandainya terdapat sedikit kesalahan atau kekurangan dalam usulan pene-
litiannya. Dalam pelaksanaannya, seminar UP harus dihadiri oleh dosen pembimbing dan
seluruh dosen penelaah pada waktu dan tempat yang telah disepakati bersama. Apabila
salah satu dosen pembimbing atau penelaah tidak hadir pada waktu dan tempat yang telah
disepakati, maka pelaksanaan seminar UP harus dibatalkan dan diganti pada hari yang
lain. Seminar UP juga harus dihadiri minimal 10 orang mahasiswa tingkat akhir dan
mahasiswa tersebut tidak boleh keluar selama seminar berlangsung. Seminar UP tidak
boleh dimulai sebelum seluruh partisipan (pembicara, dosen pembimbing, seluruh dosen
penelaah dan minimal 10 orang mahasiswa tingkat akhir) hadir di ruangan yang telah
disepakati. Lama waktu pelaksanaan seminar UP maksimum adalah 90 menit.

Tahapan pelaksanaan seminar UP adalah sebagai berikut:

1) Seminar UP dipimpin dan dibuka oleh dosen pembimbing skripsi.


2) Mahasiswa pembicara harus mempresentasikan usulan penelitiannya paling lama 15
menit.
3) Mahasiswa peserta seminar diberi kesempatan untuk memberikan koreksi, pendapat
dan saran kepada pembicara mengenai materi usulan penelitian (tidak asal memberikan
pertanyaan). Waktu yang disediakan untuk kesempatan ini maksimum 30 menit.
4) Dosen penelaah diberi kesempatan untuk memberikan koreksi, pendapat dan saran
kepada pembicara mengenai materi usulan penelitian, khususnya yang berkaitan
dengan isu sentral penelitian dan metode penelitian yang digunakan. Di samping itu,
dosen penelaah juga memberikan koreksi atas kesalahan tata tulis yang sifatnya minor
akibat kekurangtelitian mahasiswa dalam pengetikan (lihat sub-judul tentang persya-
ratan khusus Jurusan Sosek untuk menyusun skripsi).
5) Pimpinan seminar merangkum dan menyimpulkan hal-hal yang harus diperbaiki dan
dilengkapi dalam usulan penelitian.
6) Pimpinan seminar meminta pendapat dosen penelaah apakah mahasiswa yang meng-
ajukan usulan penelitian tersebut bisa melanjutkan ke tahap berikutnya atau harus
mengulang kembali seminar UP.
7) Pimpinan seminar menutup seminar UP secara resmi.

12
2.5. Bimbingan Pra-penelitian Lapangan

Setelah seminar UP dan dinyatakan memenuhi syarat untuk melanjutkan ke tahap


berikutnya, mahasiswa diharuskan melakukan konsultasi lagi dengan dosen pembimbing
mengenai perbaikan dan penyempurnaan rencana penelitiannya sebagaimana yang dike-
mukakan dalam seminar UP. Setelah perbaikan dilakukan dan dosen pembimbing mem-
berikan persetujuan, mahasiswa diperbolehkan untuk memulai penelitian lapangan. Sebe-
lum ke lapangan, mahasiswa harus memiliki surat ijin penelitian lapangan dari Fakultas.
Surat ijin ini bisa didapatkan di SBA Faperta UNPAD.

2.6. Bimbingan Hasil Penelitian

Pada saat penelitian lapangan, mahasiswa diharuskan untuk tetap berkomunikasi


dengan dosen pembimbing, terutama jika ada berbagai hal di lapangan yang harus didis-
kusikan dengan dosen pembimbing. Setelah penelitian di lapangan selesai, mahasiswa
harus membawa surat pernyataan dari penanggung jawab di lokasi penelitian yang me-
nyatakan bahwa mahasiswa bersangkutan telah selesai melaksanakan penelitian di
lapangan. Surat pernyataan ini merupakan salah satu persyaratan yang ditentukan oleh
Fakultas Pertanian yang harus dipenuhi mahasiswa untuk bisa melaksanakan sidang ujian
komprehensif.

Dalam tahapan bimbingan hasil penelitian, mahasiswa harus melakukan konsultasi


dengan dosen pembimbing dalam hal: (i) pengolahan data; (ii) analisis data dan interpre-
tasinya; dan (iii) pembahasan hasil analisis. Output dari tahapan ini adalah berupa draft
skripsi yang sudah mencakup seluruh komponen termasuk lampiran-lampiran yang diper-
lukan. Mahasiswa bisa melanjutkan ke tahap berikutnya setelah dosen pembimbing me-
nyetujui draft skripsi mahasiswa yang bersangkutan dengan membubuhkan tanda tangan
pada lembar pengesahan.

2.7. Pelaksanaan Kolokium

Kolokium dilakukan untuk memperbaiki dan melengkapi draft skripsi mahasiswa


agar mahasiswa tersebut dinyatakan layak untuk diuji dalam sidang komprehensif. Dalam
pelaksanaannya, Kolokium harus dihadiri oleh dosen pembimbing dan seluruh dosen pe-
nelaah pada waktu dan tempat yang telah disepakati bersama. Apabila salah satu dosen
pembimbing atau penelaah tidak hadir pada waktu dan tempat yang telah disepakati,
maka pelaksanaan Kolokium harus dibatalkan dan diganti pada hari yang lain. Kolokium
juga harus dihadiri minimal 10 orang mahasiswa tingkat akhir dan mahasiswa tersebut
tidak boleh keluar selama seminar berlangsung. Kolokium tidak boleh dimulai sebelum
seluruh partisipan hadir di ruangan yang telah disepakati bersama. Lama waktu
pelaksanaan Kolokium maksimum adalah 2 jam.

Tahapan pelaksanaan kolokium adalah sebagai berikut:

1) Kolokium dipimpin dan dibuka oleh dosen pembimbing skripsi.


2) Mahasiswa pembicara harus mempresentasikan hasil penelitiannya paling lama 15
menit.
3) Mahasiswa peserta seminar diberi kesempatan untuk memberikan koreksi, pendapat
dan saran kepada pembicara mengenai materi skripsi (tidak asal memberikan

13
pertanyaan). Waktu yang disediakan untuk kesempatan ini maksimum 30 menit.
4) Dosen penelaah diberi kesempatan untuk memberikan koreksi, pendapat dan saran
kepada pembicara mengenai materi dalam draft skripsi, khususnya yang berkaitan
dengan substansi skripsi. Di samping itu, dosen penelaah juga memberikan koreksi
atas kesalahan tata tulis yang sifatnya minor akibat kekurangtelitian mahasiswa dalam
pengetikan.
5) Pimpinan sidang merangkum dan menyimpulkan hal-hal yang harus diperbaiki dan
dilengkapi dalam draft skripsi.
6) Pimpinan sidang meminta pendapat dosen penelaah apakah mahasiswa yang mengaju-
kan draft skripsi tersebut bisa melanjutkan ke tahap berikutnya atau harus mengulang
kembali Kolokium.
7) Pimpinan sidang menutup Kolokium secara resmi.

2.8. Bimbingan Perbaikan Draft Skripsi

Setelah kolokium dan dinyatakan memenuhi syarat untuk melanjutkan ke tahap


berikutnya, mahasiswa diharuskan melakukan konsultasi lagi dengan dosen pembimbing
mengenai perbaikan dan penyempurnaan draft skripsi sebagaimana yang dikemukakan
dalam Kolokium. Setelah perbaikan dilakukan dan dosen pembimbing memberikan per-
setujuan, mahasiswa diperbolehkan untuk melanjutkan ke tahap berikutnya.

2.9. Pelaksanaan Sidang Ujian Komprehensif

Sidang Ujian Komprehensif dilakukan untuk menguji mahasiswa dalam hal sub-
stansi skripsi, kemampuan keilmuan dan wawasan yang berkaitan dengan bidang ilmu
yang dipelajarinya. Dalam pelaksanaannya, sidang Ujian Komprehensif harus dihadiri
oleh dosen pembimbing dan seluruh dosen penelaah pada waktu dan tempat yang telah
disepakati bersama. Apabila salah satu dosen pembimbing atau penelaah tidak hadir pada
waktu dan tempat yang telah disepakati, maka pelaksanaan sidang Ujian Komprehensif
harus dibatalkan dan diganti pada hari yang lain. Ujian Sidang Komprehensif bersifat ter-
tutup, artinya tidak boleh dihadiri mahasiswa selain mahasiswa yang akan diuji dalam
sidang Ujian Komprehensif tersebut. Dalam sidang ini, mahasiswa diharuskan mengguna-
kan pakaian formal dan dosen penguji (pembimbing dan penelaah) diharuskan mengguna-
kan pakaian formal, minimal memakai kemeja dengan mengenakan dasi. Sidang Ujian
Komprehensif tidak boleh dimulai sebelum seluruh partisipan hadir di ruangan yang telah
disepakati bersama. Lama waktu pelaksanaan sidang Ujian Komprehensif maksimum
adalah 2 jam.

Tahapan pelaksanaan sidang Ujian Komprehensif adalah sebagai berikut:

1) Sidang dipimpin dan dibuka oleh ketua sidang, dalam hal ini bisa Ketua Jurusan,
Sekretaris Jurusan, Ketua Laboratorium, atau dosen pembimbing skripsi mahasiswa
yang akan diuji.
2) Ketua sidang membacakan Riwayat Hidup mahasiswa yang akan diuji.

14
3) Masing-masing dosen penguji diberikan kesempatan untuk mengajukan beberapa
pertanyaan untuk menguji mahasiswa dalam hal substansi skripsi, kemampuan
keilmuan dan wawasan yang berkaitan dengan bidang ilmu yang dipelajarinya. Batas
waktu maksimum yang diberikan untuk setiap dosen penguji adalah 30 menit.
4) Setelah memberikan pertanyaan, masing-masing dosen harus menuliskan penilaian-
nya atas mahasiswa yang sedang diuji ke dalam formulir yang sudah disediakan.
5) Setelah semua dosen selesai mengajukan pertanyaan dan menuliskan penilaian,
mahasiswa yang diuji diminta untuk keluar ruangan untuk sementara.
6) Seluruh penilaian dosen penguji dikumpulkan dan dihitung rata-ratanya. Dalam
kesempatan ini, dosen penguji diperbolehkan mendiskusikan hal-hal yang perlu
dibahas berkaitan dengan proses ujian, nilai akhir Ujian Komprehensif, dan lulus
tidaknya mahasiswa yang diuji.
7) Mahasiswa yang diuji dipersilakan untuk memasuki kembali ruang sidang dan di-
minta berdiri di depan untuk mendengarkan putusan sidang. Mahasiswa lainnya juga
diperkenankan untuk memasuki ruangan sidang.
8) Ketua sidang membacakan putusan sidang yang isinya menyatakan bahwa mahasiswa
yang bersangkutan dinyatakan lulus/tidak lulus dalam sidang Ujian Komprehensif
dengan mengumukan nilai akhir Ujian Komprehensif. Bagi mahasiswa yang dinyata-
kan lulus, ketua sidang juga mengumumkan IPK akhir dan yudisium mahasiswa yang
bersangkutan. Untuk mahasiswa yang dinyatakan tidak lulus, ketua sidang membaca-
kan hal-hal yang menyebabkan mahasiswa bersangkutan dinyatakan tidak lulus.
9) Ketua sidang menutup sidang Ujian Komprehensif secara resmi.

2.10. Perbaikan Skripsi Pasca-sidang Ujian Komprehensif

Setelah sidang Ujian Komprehensif dan dinyatakan lulus, mahasiswa diharuskan


untuk melakukan konsultasi mengenai draft skripsi apabila terdapat hal-hal yang perlu
diperbaiki dan dilengkapi. Skripsi bisa dicetak apabila dosen pembimbing sudah mem-
berikan persetujuan.

2.11. Ketentuan Tambahan dalam Pelaksanaan Seminar UP, Kolokium dan Sidang
Ujian Komprehensif

Terdapat beberapa hal khusus yang perlu diatur dan dibakukan agar pelaksanaan
kegiatan seminar UP, Kolokium, dan sidang Ujian Komprehensif berlangsung lancar dan
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai secara keseluruhan dalam proses belajar meng-
ajar di Jurusan Sosek. Ketentuan tambahan tersebut adalah sebagai berikut:

1) Penentuan jadual pelaksanaan seminar/sidang harus berdasarkan kesepakatan semua


pihak (mahasiswa, dosen pembimbing, dan dosen penelaah) dengan memperhatikan
alokasi pemakaian ruangan sidang di Jurusan Sosek. Jika kesepakatan sulit dicapai,
maka keputusan terakhir berada di tangan pembimbing yang akan dikuatkan oleh
persetujuan Ketua/Sekretaris Jurusan.
2) Semua persyaratan administratif harus dipenuhi paling lambat tiga hari sebelum
pelaksanaan seminar atau sidang. Jika dalam batas waktu tersebut mahasiswa tidak
bisa memenuhinya, maka pelaksanaan seminar atau sidang dibatalkan.

15
3) Draft usulan penelitian atau draft skripsi harus sudah diterima dosen pembimbing dan
dosen penelaah satu minggu sebelum pelaksanaan seminar atau sidang.
4) Mahasiswa tidak diperkenankan membawa makanan atau bingkisan yang akan diberi-
kan kepada dosen pembimbing atau dosen penelaah skripsi pada hari pelaksanaan
seminar usulan penelitian, kolokium dan sidang ujian komprehensif.
5) Setelah seminar usulan penelitian dan kolokium dimulai, mahasiswa lain yang ter-
lambat dan hendak mengikuti seminar tersebut tidak diperkenankan memasuki ruangan
seminar.
6) Selama seminar berlangsung, mahasiswa peserta seminar tidak diperkenankan keluar-
masuk ruangan karena akan mengganggu kelancaran seminar.
7) Dosen penelaah atau dosen penguji yang telah memberikan koreksi/pertanyaan dalam
seminar/sidang tidak diperkenankan meninggalkan seminar/sidang sebelum seminar/
sidang tersebut ditutup secara resmi, kecuali jika ada alasan yang memenuhi kriteria
yang ditetapkan oleh Ketua Jurusan Sosek.
8) Waktu maksimum keterlambatan pelaksanaan seminar/sidang dari jadual yang telah
disepakati adalah 30 menit. Apa pun alasannya, seminar/sidang harus dibatalkan jika
keterlambatan melebihi batas waktu maksimum tersebut.
9) Setiap pembatalan seminar/sidang yang sudah dijadualkan resmi harus dilaporkan oleh
mahasiswa ke Jurusan Sosek dengan mengisi formulir yang telah disediakan.
10)Untuk kasus yang sangat khusus dan tidak tercakup dalam aturan yang telah dibaku-
kan, keputusan terakhir ada di tangan Ketua Jurusan. Jika Ketua Jurusan tidak hadir
atau tidak bisa dihubungi, maka keputusan terakhir ada di tangan Sekretaris Jurusan.

2.12. Panduan Untuk Mengkritik Makalah

Mengemukakan kritik yang bermanfaat dan konstruktif terhadap suatu makalah


yang dikemukakan oleh orang lain merupakan “tugas” yang sangat penting, terutama
dalam suatu seminar. Meskipun tujuan pokoknya memberikan masukan dan saran kepada
seseorang yang berpresentasi (pemakalah), kritik juga membantu seseorang untuk me-
ningkatkan kemampuan analitikal bagi yang bersangkutan dalam menulis. Kritik yang
baik harus menyangkut format serta hal-hal yang mendetail dari suatu makalah. Kritik
disebut “kritikal” ketika dapat menunjukkan kekeliruan atau kelemahan-kelamahan suatu
makalah, dan disebut “konstruktif” apabila dia dapat membanu pemakalah untuk me-
nyempurnakan makalahnya. Suatu kritik haruslah bersifat tajam dan jangan hanya me-
nyangkut hal-hal yang tidak langsung pada masalah-masalah yang pokok. Berilah rang-
sangan kepada penulis makalah untuk memperhatikan kritik yang disampaikan padanya
sebagai suatu tangtangan untuk meningkatkan mutu tulisannya. Kritik akan sangat ber-
makna jika diajukan secara ikhlas dan rendah hati, meskipun menyangkut hal-hal yang
kecil. Kata pepatah “tidak ada pertanyaan yang tolol, tetapi seringkali ada jawaban yang
semberono dan angkuh”. Jadi tidak perlu takut untuk bertanya.

Berikut ini akan dikemukakan bentuk-bentuk pertanyaan dan arahan-arahan spesifik


yang mungkin dapat membantu untuk mengemukakan kritik-kritik yang efektif:

1) Apakah makalah itu secara keseluruhan telah memperlihatkan pikiran dan pengertian
yang jelas? Apakah makalah itu telah disusun secara efektif dan efisien? Berikan
analisis, perspektif dan saran-saran kepada pemakalah.

16
2) Apakah alur pemikirannya cukup jelas? Apakah makalah itu telah memberikan
“acuan” pemikiran dan pemahaman bagi pembaca ke arah tujuan yang ingin dicapai
oleh pemakalah? Apakah masing-masing butir pemikirannya terpadu dan runut?
Berikan saran anda kepadanya bagaimana cara untuk menyempurnakannya.

3) Apakah makalah tertulis tersebut telah disusun dengan rapih, misalnya dalam penentu-
an bab, subbab, dan seterusnya? Kalau belum, berikan saran anda bagaimana cara
memperbaikinya.

4) Apakah ada kata-kata yang bermulti-makna (ambiguous), subjektif atau membingung-


kan yang digunakan, sehingga memberikan salah-arti atau tidak memberikan pengerti-
an yang sejelas mungkin? Apakah seluruh kata-kata dan kalimat-kalimatnya telah
disajikan menurut tatabahasa yang baik dan benar? Berikan saran dan kritik anda
sebaik mungkin.

5) Kritik dapat diberikan meliputi hal-hal yang umum dan khusus dari suatu makalah,
tetapi sebaiknya dimulai dari yang umum, baru kemudian diikuti dengan yang detail.

6) Bantulah pemakalah dengan memberikan saran-saran dan perbaikan-perbaikan (istilah


yang tepat, tanda baca, struktur kalimat, dll). Tetapi janganlah memberi kesan bahwa
anda ingin memojokkan bahwa kualitas tulisan pemakalah sangat jelek. Apabila sese-
orang meminta bantuan anda untuk me-review makalahnya, artinya dia “memohon”
agar anda dapat menyediakan waktu anda yang berharga sehingga hal-hal yang sangat
penting betul-betul mendapat perhatian anda. Apabila bantuan dan saran anda ternyata
sama sekali tidak diperhatikannya, artinya dia tidak menghargai bantuan dan pengor-
banan yang telah anda berikan. Hal itu tidak mencerminkan sikap ilmuwan yang baik
dan rendah hati.

17
BAB III. PERSYARATAN ADMINISTRATIF

3.1. Persyaratan Administratif untuk Seminar Usulan Penelitian

1) Dosen pembimbing telah menyetujui mahasiswa bimbingannya untuk melaksanakan


seminar usulan penelitian dengan membubuhkan tanda tangan pada halaman penge-
sahan usulan penelitian.
2) Mahasiswa meminta formulir persyaratan seminar usulan penelitian ke sekretariat
Jurusan Sosek. Beberapa bagian dari formulir tersebut harus diisi terlebih dahulu
oleh mahasiswa. Formulir tersebut terdiri dari:
(1) Berita acara;
(2) Surat pernyataan dari komisi pembimbing mengenai persetujuan untuk
melaksanakan seminar usulan penelitian;
(3) Surat undangan untuk dosen penelaah;
(4) Daftar hadir seminar usulan penelitian;
(5) Formulir saran untuk perbaikan usulan penelitian.
3) Mahasiswa harus bertanya kepada dosen pembimbing dan penelaah mengenai waktu
yang bisa mereka sediakan untuk melaksanakan seminar usulan penelitian. Berdasar-
kan informasi tersebut, mahasiswa diharuskan melihat jadual penggunaan ruang
sidang agar bisa lebih memastikan waktu dan ruangan pelaksanaan seminar. Selan-
jutnya, mahasiswa diharuskan untuk mengkonfirmasikan penentuan jadual pasti pe-
laksanaan seminar dengan dosen pembimbing dan penelaah.
4) Setelah memiliki kepastian waktu pelaksanaan seminar, mahasiswa diharuskan
untuk segera mendaftarkan waktu pelaksanaan seminar tersebut ke sekretariat
Jurusan Sosek. Selama kelengkapan persyaratan administrasi belum dilengkapi,
jadual pelaksanaan seminar yang didaftarkan tersebut ditempatkan di dalam daftar
tunggu.
5) Selanjutnya mahasiswa harus menemui dosen pembimbing dan dosen pembimbing
menandatangani surat pernyataan persetujuan pelaksanaan seminar usulan penelitian.
6) Mahasiswa menunjukkan surat pernyataan persetujuan dosen pembimbing kepada
petugas sekretariat. Petugas sekretariat memeriksa data dan catatan akademik maha-
siswa yang bersangkutan untuk memastikan layak tidaknya mahasiswa tersebut me-
laksanakan seminar usulan penelitian. Jika layak, petugas sekretariat akan mem-
bubuhkan paraf pada surat undangan untuk dosen penelaah. Jika dinyatakan tidak
layak, pelaksanaan seminar usulan penelitian mahasiswa yang bersangkutan harus
dibatalkan.
7) Setelah diparaf oleh petugas sekretariat, surat undangan tersebut kemudian ditanda-
tangani oleh Ketua atau Sekretaris Jurusan Sosek. Tanpa paraf dari petugas sekre-
tariat, Ketua atau Sekretaris Jurusan Sosek tidak akan menandatangani surat undang-
an tersebut.
8) Selanjutnya mahasiswa harus menemui dosen penelaah untuk menyampaikan surat
undangan dan draft usulan penelitian. Sebagai tanda bukti bahwa dosen penelaah
tersebut bersedia menghadiri seminar, dosen yang bersangkutan harus membubuh-
kan tanda tangan pada bagian bawah surat undangan. Setelah ditandatangani, surat
undangan tersebut harus tetap dipegang oleh mahasiswa sebagai bahan kelengkapan

18
administrasi.
9) Mahasiswa harus menyerahkan draft usulan penelitian kepada dosen pembimbing
dan penelaah paling lambat satu minggu sebelum pelaksanaan seminar.
10) Seluruh formulir persyaratan seminar usulan penelitian yang sudah diisi dan ditanda-
tangani harus diserahkan ke sekretariat Jurusan Sosek paling lambat tiga hari sebe-
lum waktu pelaksanaan seminar. Jika melewati batas waktu tersebut, pelaksanaan
seminar usulan penelitian harus dibatalkan. Setelah semua persyaratan administratif
dipenuhi, jadual pelaksanaan seminar yang ada dalam daftar tunggu akan dipindah-
kan ke jadual resmi pelaksanaan seminar usulan penelitian di Jurusan Sosek.
11) Pada waktu seminar berlangsung, dosen pembimbing, dosen penelaah dan maha-
siswa yang menghadiri seminar harus menandatangani daftar hadir yang disediakan.
Di samping itu, dosen pembimbing dan penelaah harus menuliskan saran perbaikan
pada formulir yang disediakan.
12) Setelah seminar selesai dilaksanakan, pimpinan seminar mengisi formulir berita
acara yang disediakan.
13) Mahasiswa mengumpulkan daftar hadir, formulir saran perbaikan dan berita acara.
Daftar hadir dan berita acara harus segera diserahkan ke sekretariat Jurusan Sosek,
sedangkan formulir saran perbaikan tetap dipegang oleh mahasiswa sebagai bahan
konsultasi dengan dosen pembimbing.

3.2. Persyaratan Administratif untuk Kolokium


1) Dosen pembimbing telah menyetujui mahasiswa bimbingannya untuk melaksanakan
kolokium dengan membubuhkan tanda tangan pada halaman pengesahan draft skripsi.
2) Mahasiswa meminta formulir persyaratan seminar kolokium ke SBA Faperta Unpad.
Beberapa bagian dari formulir tersebut harus diisi terlebih dahulu oleh mahasiswa.
Formulir tersebut terdiri dari:
(1) Berita acara;
(2) Surat pernyataan dari komisi pembimbing mengenai persetujuan untuk melaksana-
kan kolokium;
(3) Surat kesediaan menjadi pimpinan kolokium;
(4) Surat undangan untuk dosen penelaah;
(5) Daftar hadir seminar usulan penelitian;
(6) Formulir saran untuk perbaikan draft skripsi.
3) Mahasiswa harus bertanya kepada dosen pembimbing dan penelaah mengenai waktu
yang bisa mereka sediakan untuk melaksanakan kolokium. Berdasarkan informasi
tersebut, mahasiswa diharuskan melihat jadual penggunaan ruang sidang agar bisa
lebih memastikan waktu dan ruangan pelaksanaan seminar. Selanjutnya, mahasiswa
diharuskan untuk mengkonfirmasikan penentuan jadual pasti pelaksanaan kolokium
dengan dosen pembimbing dan penelaah.
4) Setelah memiliki kepastian waktu pelaksanaan kolokium, mahasiswa diharuskan
untuk segera mendaftarkan waktu pelaksanaan kolokium tersebut ke sekretariat
Jurusan Sosek. Selama kelengkapan persyaratan administrasi belum dilengkapi,
jadual pelaksanaan kolokium yang didaftarkan tersebut ditempatkan di dalam daftar

19
tunggu.
5) Selanjutnya mahasiswa harus menemui dosen pembimbing (yang juga berfungsi seba-
gai pimpinan kolokium) dan dosen pembimbing menandatangani surat pernyataan
persetujuan pelaksanaan kolokium dan kesediaan menjadi pimpinan kolokium.
6) Mahasiswa menunjukkan surat pernyataan persetujuan dosen pembimbing kepada
petugas sekretariat. Petugas sekretariat memeriksa data akademik dan administrasi
lainnya dari mahasiswa yang bersangkutan untuk memastikan layak tidaknya maha-
siswa tersebut melaksanakan kolokium. Jika layak, petugas sekretariat akan mem-
bubuhkan paraf pada surat undangan untuk dosen penelaah. Jika dinyatakan tidak
layak, pelaksanaan kolokium mahasiswa yang bersangkutan harus dibatalkan.
7) Setelah diparaf oleh petugas sekretariat, surat undangan tersebut kemudian ditanda-
tangani oleh Ketua atau Sekretaris Jurusan Sosek. Tanpa paraf dari petugas sekre-
tariat, Ketua atau Sekretaris Jurusan Sosek tidak akan menandatangani surat undangan
tersebut.
8) Selanjutnya mahasiswa harus menemui dosen penelaah untuk menyampaikan surat
undangan dan draft skripsi. Sebagai tanda bukti bahwa dosen penelaah tersebut ber-
sedia menghadiri kolokium, dosen yang bersangkutan harus membubuhkan tanda
tangan pada bagian bawah surat undangan. Setelah ditandatangani, surat undangan
tersebut harus tetap dipegang oleh mahasiswa sebagai bahan kelengkapan administra-
si.
9) Mahasiswa harus menyerahkan draft skripsi kepada dosen pembimbing dan penelaah
paling lambat satu minggu sebelum pelaksanaan kolokium.
10) Di samping formulir persyaratan kolokium yang sudah diisi dan ditandatangani,
mahasiswa juga diharuskan menyerahkan ringkasan draft skripsi yang diseminarkan.
Penyerahan seluruh persyaratan tersebut ke sekretariat Jurusan Sosek paling lambat
tiga hari sebelum waktu pelaksanaan kolokium. Jika melewati batas waktu tersebut,
pelaksanaan kolokium harus dibatalkan. Jika persyaratan sudah dipenuhi, jadual
pelaksanaan kolokium yang ada dalam daftar tunggu akan dipindahkan ke jadual
resmi pelaksanaan kolokium di Jurusan Sosek.
11) Pada waktu kolokium berlangsung, dosen pembimbing, dosen penelaah dan maha-
siswa yang menghadiri kolokium harus menandatangani daftar hadir yang disediakan.
Di samping itu, dosen pembimbing dan penelaah harus menuliskan saran perbaikan
pada formulir yang disediakan.
12) Setelah kolokium selesai dilaksanakan, pimpinan kolokium mengisi formulir berita
acara yang disediakan.
13) Mahasiswa mengumpulkan daftar hadir, formulir saran perbaikan dan berita acara.
Daftar hadir dan berita acara harus segera diserahkan ke sekretariat Jurusan Sosek,
sedangkan formulir saran perbaikan tetap dipegang oleh mahasiswa sebagai bahan
konsultasi dengan dosen pembimbing.

3.3. Persyaratan Administratif untuk Sidang Ujian Komprehensif


1) Dosen pembimbing telah menyetujui mahasiswa bimbingannya untuk melaksanakan
sidang ujian komprehensif dengan membubuhkan tanda tangan pada halaman penge-
sahan draft skripsi.
2) Mahasiswa meminta formulir persyaratan sidang ujian komprehensif ke SBA Faperta

20
Unpad. Beberapa bagian dari formulir tersebut harus diisi terlebih dahulu oleh maha-
siswa. Formulir tersebut terdiri dari:
(1) Berita acara;
(2) Surat riwayat hidup;
(3) Surat pernyataan dari komisi pembimbing mengenai persetujuan untuk melaksana-
kan sidang ujian komprehensif;
(4) Surat pernyataan kesediaan menjadi ketua sidang;
(5) Surat undangan untuk dosen penelaah.
3) Mahasiswa harus bertanya kepada dosen pembimbing dan penelaah mengenai waktu
yang bisa mereka sediakan untuk melaksanakan sidang ujian komprehensif. Berdasar-
kan informasi tersebut, mahasiswa diharuskan melihat jadual penggunaan ruang
sidang agar bisa lebih memastikan waktu dan ruangan pelaksanaan sidang. Selanjut-
nya, mahasiswa diharuskan untuk mengkonfirmasikan penentuan jadual pasti pelak-
sanaan sidang dengan dosen pembimbing dan penelaah.
4) Setelah memiliki kepastian waktu pelaksanaan sidang, mahasiswa diharuskan untuk
segera mendaftarkan waktu pelaksanaan sidang tersebut ke sekretariat Jurusan Sosek.
Selama kelengkapan persyaratan administrasi belum dilengkapi, jadual pelaksanaan
sidang yang didaftarkan tersebut ditempatkan di dalam daftar tunggu.
5) Selanjutnya mahasiswa harus menemui dosen pembimbing (yang juga berfungsi
sebagai ketua sidang) dan dosen pembimbing menandatangani surat pernyataan
persetujuan pelaksanaan seminar usulan penelitian dan kesediaan menjadi ketua
sidang.
6) Mahasiswa menunjukkan surat pernyataan persetujuan dosen pembimbing kepada
petugas sekretariat. Petugas sekretariat memeriksa data akademik dan administrasi
dari mahasiswa yang bersangkutan untuk memastikan layak tidaknya mahasiswa
tersebut melaksanakan sidang ujian komprehensif. Jika layak, petugas sekretariat akan
membubuhkan paraf pada surat undangan untuk dosen penelaah. Jika dinyatakan
tidak layak, pelaksanaan sidang ujian komprehensif mahasiswa yang bersangkutan
harus dibatalkan.
7) Setelah diparaf oleh petugas sekretariat, surat undangan tersebut kemudian ditandata-
ngani oleh Ketua atau Sekretaris Jurusan Sosek. Tanpa paraf dari petugas sekretariat,
Ketua atau Sekretaris Jurusan Sosek tidak akan menandatangani surat undangan
tersebut.
8) Selanjutnya mahasiswa harus menemui dosen penelaah untuk menyampaikan surat
undangan dan draft skripsi. Sebagai tanda bukti bahwa dosen penelaah tersebut
bersedia menghadiri sidang, dosen yang bersangkutan harus membubuhkan tanda
tangan pada bagian bawah surat undangan. Setelah ditandatangani, surat undangan
tersebut harus tetap dipegang oleh mahasiswa sebagai bahan kelengkapan persyaratan
administrasi.
9) Mahasiswa harus menyerahkan draft skripsi kepada dosen pembimbing dan penelaah
paling lambat satu minggu sebelum pelaksanaan sidang.
10) Mahasiswa diharuskan membayar uang sumbangan ke perpustakaan Jurusan Sosek.
11) Setelah semua formulir persyaratan diisi dan ditandatangani, mahasiswa harus
menyarahakn berbagai persyaratan berikut ke SBA Faperta Unpad. Persyaratan yang

21
harus diserahkan tersebut adalah sebagai berikut:
(1) Pas foto hitam putih ukuran 4x6 cm2 sebanyak empat buah.
(2) Surat keterangan telah menyelesaikan penelitian di lapangan.
(3) Ringkasan dan summary sebanyak sepuluh rangkap masing-masing.
(4) Seluruh formulir persyaratan sidang ujian komprehensif yang sudah diisi dan
ditandatangani.
12) SBA kemudian memeriksa kelengkapan persyaratan yang sudah diserahkan. Jika
sudah lengkap, SBA mengijinkan mahasiswa untuk meneruskan proses ke tahap
berikutnya. Semua berkas persyaratan dikembalikan lagi ke mahasiswa.
13) Dari SBA, mahasiswa harus segera menyerahkan berkas persyaratan ke sekretariat
Jurusan Sosek paling lambat tiga hari sebelum waktu pelaksanaan sidang. Jika me-
lewati batas waktu tersebut, pelaksanaan sidang ujian komprehensif harus dibatalkan.
Jika penyerahan persyaratan tidak melewati batas waktu, maka jadual pelaksanaan
sidang yang ada dalam daftar tunggu akan dipindahkan ke jadual resmi pelaksanaan
sidang ujian komprehensif di Jurusan Sosek.
14) Pada waktu sidang berlangsung, seluruh dosen penguji harus menandatangani daftar
hadir yang disediakan.
15) Setelah sidang selesai dilaksanakan, ketua sidang mengisi formulir berita acara yang
disediakan.

22
BAGIAN 3: TEKNIK PENULISAN SKRIPSI

BAB I. PEMILIHAN TOPIK PENELITIAN UNTUK SKRIPSI


BAB II. PERUMUSAN JUDUL SKRIPSI
BAB III. SISTEMATIKA USULAN PENELITIAN
BAB IV. SISTEMATIKA SKRIPSI

23
Halaman ini sengaja dikosongkan.

24
BAB I. PEMILIHAN TOPIK PENELITIAN UNTUK SKRIPSI

Kejadian yang dipermasalahkan bagi Skripsi Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian


Unpad ialah “kejadian sosial-ekonomi pertanian” sebagai satu kesatuan. Mempermasalah-
kan kejadian sosial-ekonomi pertanian, dapat memandang kejadian sosial pada ekonomi
pertanian; atau pun memandang kejadian ekonomi pada sosial pertanian.

Memilih topik penelitian harus didasarkan pada beberapa pertimbangan, antara lain
harus didasarkan pada pertimbangan minat yang kuat, penting untuk diteliti, penelitiannya
dapat dikelola dan datanya dapat diperoleh. Kejadian sosial-ekonomi pertanian apa yang
menarik minat, penting untuk diteliti, penelitiannya dapat dikelola dan datanya dapat
diperoleh itu?

Topik penelitian yang menarik minat, yaitu topik yang didorong oleh rasa ingin
tahu secara ilmiah (scientific curiousity), dengan maksud mencari kebenaran ilmiah
(scientific truth); tidak timbul dari prasangka atau kecenderungan yang bersifat pribadi
(biased attitude).

Topik penelitian yang penting untuk diteliti, yaitu topik yang pemilihannya didasar-
kan pada dua pertimbangan. Pertama, pada kepentingan akademik bagi pengembangan
pengetahuan dan ilmu serta bagi kepentingan masyarakat; Kedua, sifat topik tidak meru-
pakan duplikasi dari topik-topik yang telah diteliti orang lain.

Topik penelitian yang penelitiannya dapat dikelola, yaitu topik yang tidak berada di
luar kemampuan peneliti, baik kemampuan intelektual, atau pun kemampuan lain, seperti
batas waktu, biaya (mungkin sponsor) atau pun kerjasama dengan pihak lain.

Topik yang kemungkinan datanya dapat diperoleh, yaitu topik yang bersangkutan
dengan:

• tersedianya kepustakaan untuk mengembangkan penelitian;


• penguasaan teknik-teknik pengumpulan data/informasi, termasuk menentukan
sumber-sumbernya (responden, informan dan lembaga-lembaga);
• memahami keberadaan data/informasi, baik menurut waktunya maupun kemudahan
memperolehnya;
• menghindari diperlukannya data yang bersifat rahasia, baik pribadi maupun
kelembagaan.

25
BAB II. PERUMUSAN JUDUL SKRIPSI

Judul penelitian untuk skripsi berbeda dengan judul buku, artikel atau makalah-
makalah lainnya. Judul penelitian merupakan satu kalimat pernyataan (statement), yang
menggambarkan fenomena (kejadian) yang dipikirkan (dipermasalahkan), maksud, tuju-
an, metode penelitian dan situasi kondisi di mana fenomena itu terjadi.

Maksud, tujuan dan metode penelitian dapat dinyatakan dengan satu “kata kunci”,
sehingga hanya terdiri dari tiga bagian, yaitu “kata kunci”, fenomena yang dipermasalah-
kan dan situasi kondisi di mana fenomena itu terjadi. Kata kunci itu deskripsi, komparasi
dan eksplanasi.

Kata kunci deskripsi, dapat dapat ditujukan pada fenomena konkrit, spesifik, dan
locus (KSL), dapat pula ditujukan pada fenomena abstrak, general dan universal (AGU).
Locus dinyatakan oleh satu situasi dan kondisi tertentu (misalnya suatu tempat tertentu);
sedangkan universal dinyatakan oleh situasi kondisi yang bersifat umum/luas (misalnya
suatu tumpat yang menggambarkan sejumlah tempat tertentu). Misalnya:
Untuk deskripsi KSL: “DESKRIPSI FENOMENON f DI DESA d”;
Untuk deskripsi AGU: “DESKRIPSI FENOMENA F DI KECAMATAN K” dsb.

Judul pertama, menunjukkan maksud mendeskripsi fenomenon f, dan bertujuan


memperoleh deskripsi fenomenon f dengan disain penelitian deskriptif kualitatif dan
metode penelitian “studi kasus”, pada situasi kondisi desa d.

Judul kedua, menunjukkan maksud mendeskripsi fenomena F, dan bertujuan mem-


peroleh deskripsi fenomena F dengan desain penelitian deksripsi kuantitatif dan metode
penelitian “survey deksriptif” pada situasi kondisi kecamatan K (sejumlah desa).

Kata kunci deskripsi dapat diganti dengan analisis, gambaran, profil atau keragaan
dari fenomenon atau fenomena yang dipermasalahkan. Pilihlah mana yang tepat sesuai
dengan maksud dan tujuan penelitian.

Kata kunci komparasi, dapat ditujukan pada maksud membandingkan dua fenome-
na atau lebih yang bertujuan memperoleh perbandingan antara dua fenomena atau lebih,
baik secara konkrit, spesifik dan locus (KSL) dengan menggunakan metode penelitian
“studi komparatif KSL”, maupun secara abstrak, general dan universal (AGU) dengan
menggunakan metode penelitian “studi komparatif AGU”. Fenomena yang dibandingkan
dapat fenomena yang berbeda pada situasi kondisi yang sama, dapat pula fenomena yang
sama pada situasi kondisi yang berbeda. Misalnya:
KSL: “KOMPARASI ANTARA fA DAN fB DI DESA D”; atau
“KOMPARASI ANTARA fA DI DESA D DAN DESA E”
AGU: “KOMPARASI ANTARA FA DAN FB DI DESA PEGUNUNGAN”; atau
“KOMPARASI ANTARA FA DI DESA PEGUNUNGAN DAN DESA PANTAI”

Situasi kondisi ini tidak hanya dinyatakan dengan tempat/lokasi saja melainkan juga
dapat dinyatakan dengan periode waktu tertentu. Hal ini disebut komparasi longitudinal
(time series); sedangkan komparasi antara tempat/lokasi disebut komparasi “cross-
sectional”.

26
Kata kunci komparasi dapat diganti dengan keefektifan, efisiensi, evaluasi,
diagnosis, atau rasio antara, dan sebagainya. Pilihlah mana yang tepat sesuai dengan
maksud dan tujuan penelitian.

Kata kunci eksplanasi, menunjuk pada maksud menjelaskan (mengeksplanasi)


sebab-akibat kejadian, dan bertujuan memperoleh penjelasan (eksplanasi) tentang sebab
atau akibat dari kejadian yang dipermasalahkan, dengan menggunakan disain kuantitatif
(atau pun kualitatif) dan metode penelitian pengujian hipotesis (verifikatif), misalnya
“explanatory survey”. Kata kunci ini dapat diganti dengan kata pengaruh, dampak atau
respons, yang masing-masing mempunyai pengertian tertentu. Misalnya:
“EKSPLANASI (pengaruh/dampak/respons) X terhadap Y di ......”.

Seperti kata kunci deskripsi dan komparasi, kata kunci eksplanasi pun dapat
konkrit, spesifik dan locus (KSL) dan abstrak, general serta universal (AGU).

Jika eksplanasi diganti dengan “pengaruh”, maka kenyataan yang dipermasalahkan-


nya ialah Y (akibat), dipertanyakan kejelasannya mengapa terjadi (apa sebabnya atau apa
yang mempengaruhinya), atau yang dicari ialah fenomena X. Jika diganti dengan “dam-
pak”, maka kenyataan yang dipermasalahkannya ialah adanya X, dipertanyakan kejelas-
annya, akibat apa yang ditimbulkannya di samping akibat yang ditujunya. Jika diganti
dengan “respons”, juga sama, kenyataan yang dipermasalahkannya ialah adanya X, diper-
tanyakan kejelasannya, bagaimana tanggapan objek terhadap X itu.

Kalimat judul harus singkat tidak bertele-tele; panjangnya tidak boleh lebih dari dua
puluh kata, tidak puitis dan tidak bombastis.

27
BAB III. SISTEMATIKA USULAN PENELITIAN

Aturan yang tersusun dari bagian-bagian (bab-bab dan pasal-pasal dalam bab) yang
saling berhubungan secara fungsional dalam suatu Usulan Penelitian (UP) terdiri dari tiga
bab; susunannya adalah sebagai berikut:
Bab I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Penelitian
1.2.Identifikasi Masalah
1.3.Maksud dan Tujuan Penelitian
1.4.Kegunaan Penelitian

Bab II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS


2.1.Kajian Pustaka
2.2.Kerangka Pemikiran
2.3.Hipotesis

Bab III. METODE PENELITIAN


3.1.Objek dan Tempat Penelitian
3.2.Desain dan Teknik Penelitian
3.3.Data/Informasi yang diperlukan (Operasionalisasi Konsep/Variabel)
3.4.Sumber Data/Informasi dan Cara Menentukannya
3.5.Teknik Pengumpulan Data/Informasi
3.6.Rancangan Analisis dan/atau Rancangan Uji Hipotesis
3.7.Jadual Penelitian

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Paparan setiap pasal dalam setiap bab itu adalah sebagai berikut:

Bab I. PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari empat pasal, yaitu Latar Belakang Penelitian, Identifikasi
Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, dan Kegunaan Penelitian. Pokok-pokok paparan
dari setiap pasal adalah sebagai berikut:

Pasal 1.1. Latar Belakang Penelitian


1. Paparkan tentang kenyataan yang dipikirkan dengan didukung oleh data yang
benar.
2. Tunjukkan bahwa kenyataan itu tidak sesuai (ada kesenjangan) dengan “harapan”
baik harapan teoretis maupun praktis.
3. Jelaskan mengenai kedudukan kenyataan yang dipikirkan itu pada fenomena
sosial-ekonomi pertanian.
4. Tunjukkan pentingnya kesenjangan antara kenyataan dan harapan itu untuk
dipecahkan.
5. Rumuskan kesenjangan antara kenyataan dan harapan itu dalam kalimat
pernyataan sebagai “pernyataan masalah” (problem statement) dan dalam kalimat

28
pertanyaan sebagai “pertanyaan penelitian” (research question).

Pasal 1.2. Identifikasi Masalah


1. Rinci secara jelas dan tegas komponen-komponen (bagian-bagian) dari
“pertanyaan penelitian” yang telah dirumuskan itu. Rinciannya disusun dari yang
terpenting.
2. Kata kunci pertanyaan itu bergantung pada apa yang akan dilakukan pada
penelitian dan apa yang hendak dicapainya; bisa “apa” untuk deskripsi, bisa
“sejauh mana” untuk komparasi, bisa “mengapa” untuk eksplanasi, atau bisa
“bagaimana” untuk cara memecahkan suatu masalah praktis. Pilih kata kunci
pertanyaan yang setepat-tepatnya.
3. Meskipun identifikasi masalah dinyatakan dengan kalimat pertanyaan, tetapi pada
akhir kalimat itu tidak perlu diberi “tanda tanya” (?).

Pasal 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian


1. Untuk memaparkan maksud penelitian, dipaparkan tentang apa yang akan dilaku-
kan dalam penelitian ini; apakah akan menjawab masalah tanpa menguji hipotesis
atau akan menguji hipotesis secara empirik.
2. Untuk memaparkan tujuan penelitian, dipaparkan tentang apa yang akan diperoleh
dari penelitian; apakah deskripsi, komparasi atau eksplanasi atau cara untuk me-
mecahkan masalah praktis.

Pasal 1.4. Kegunaan Penelitian


1. Paparkan kegunaan penelitian ini bagi aspek pengembangan ilmu; atau pegangan-
pegangan apa yang diperoleh dari penelitian ini bagi tingkat-tingkat pengetahuan
ilmiah tertentu.
2. Paparkan pula kegunaan penelitian ini bagi aspek gunalaksana (praktis), atau
pegangan-pegangan apa yang diperoleh dari penelitian ini bagi kepentingan-
kepentingan praktis.

Bab II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS


Pada bab ini dipaparkan mengenai upaya mencari pegangan dan/atau jawaban
operasional terhadap masalah yang telah diidentifikasi itu, sesuai dengan maksud dan
tujuan (serta kegunaan) penelitian. Upaya ini dilakukan dengan pengkajian pustaka,
hasilnya disusun pada kerangka pemikiran dan kesimpulannya dirumuskan dalam bentuk
hipotesis. Hipotesis ini dijadikan pegangan bagi penelitian deskriptif atau sebagai
jawaban sementara terhadap identifikasi masalah, yang akan diuji secara empirik melalui
penelitian verifikatif.

Bab ini terdiri dari tiga pasal, yaitu Kajian Pustaka, Kerangka Pemikiran dan
Hipotesis. Pokok-pokok pemaparannya untuk setiap pasal adalah sebagai berikut:

Pasal 2.1. Kajian Pustaka


Mengkaji kepustakaan adalah mencari “teori-teori yang benar sebenar-benarnya”,
yang relevan dengan masalah penelitian; teori-teori yang sebenar-benarnya ini dijadikan
“patokan-patokan pikir” (postulat/asumsi/aksioma). Dari “patokan pikir” ini diturunkan
“pangkal-pangkal pikir” (premis-premis). Urutannya dari “teori besar” (grand theory), ke

29
“teori tengahan/menengah” (middle range theory) sampai “teori rendah/riil” (substantive
theory). Rincian operasionalisasi mengkaji kepustakaan untuk menemukan teori-teori
yang benar sebenar-benarnya itu adalah sebagai berikut:

1. Pilih sejumlah kepustakaan yang “mengandung teori” yang relevan dengan


pertanyaan-pertanyaan penelitian yang akan dijawab secara rasional;
2. Banding-bandingkan antara teori seorang dengan orang lain pada kepustakaan
yang sama dan/atau dengan kepustakaan-kepustakaan lain;
3. Tunjukkan kepustakaan lain yang memuat penelitian dengan topik yang sama,
kemudian bandingkan dengan topik yang akan diteliti;
4. Sikapi secara kritis hasil pembandingan teori-teori itu, kemudian diambil
keputusan teori mana yang sebenar-benarnya itu.
5. Teori yang telah ditetapkan itu dianalisis pada jalinan fakta; fakta mana yang
relevan dengan pertanyaan penelitian. Fakta-fakta terpilih dijadikan premis untuk
menyusun kerangka pemikiran;
6. Analisis selanjutnya menentukan definisi-definisi dari konsep/variabel yang
terkandung pada proposisi fakta, untuk menunjuk pada indikator konkrit.
7. Hindari “plagiarisme” (penjiplakan) dengan mentaati tatacara pengutipan.

Pasal 2.2. Kerangka Pemikiran


Kerangka pemikiran adalah proses mengalirkan jalan pikiran menurut kerangka
logis (logical construct) untuk menjawab masalah yang telah dirumuskan/diidentifikasi
secara rasional.

Kerangka logikanya adalah “deduktif”: bertolak dari hal-hal yang umum kepada
hal-hal yang khusus; segala sesuatu yang berlaku pada yang umum, berlaku pula bagi
yang khusus, asal yang khusus itu merupakan bagian dari yang umum. Biasanya diguna-
kan susunan pikir (silogisme), yaitu susunan premis-premis baik yang berupa deskripsi,
komparasi maupun eksplanasi (termasuk cara/metode). Bentuk susunan pikirnya bisa
“silogisme kategorial”, “silogisme berantai (sorites)” atau pun “silogisme berantai
bertahap (polisilogisme)”. Kerangka kerjanya adalah sebagai berikut:

1. Paparannya disusun sesuai dengan urutan pertanyaan penelitian pada perumusan/


identifikasi masalah;
2. Premis (premis-premis) mana dari kajian pustaka itu yang sesuai dengan pertanya-
an penelitian;
3. Premis itu berupa pernyataan yang mengandung konsep-konsep atau variabel-
variabel yang bersifat abstrak, general dan universal (baik yang menyatakan
deskripsi, komparasi maupun eksplanasi dan cara memecahkan masalah), sedang-
kan pertanyaan penelitian bersifat konkrit, spesifik dan locus;
4. Dudukkan/nyatakan bahwa pertanyaan penelitian itu merupakan bagian atau
berada pada lingkup premis menurut susunan pikir (silogisme) yang tepat. (Ingat
maksud dan tujuan penelitian);
5. Tarik kesimpulan dari kedudukan itu bahwa yang berlaku pada premis berlaku
pula bagi pertanyaan penelitian. Kesimpulan itu merupakan deduksi, sebagai
bakal dari perumusan hipotesis.

30
Pasal 2.3. Hipotesis
Hipotesis itu adalah kesimpulan dari Kerangka Pemikiran (deduksi) sebagai jawab-
an rasional terhadap pertanyaan penelitian. Bentuknya dinyatakan dalam kalimat propo-
sisi (mana yang digambarkan, mana yang menggambarkan, mana pembanding mana yang
dibandingkan, atau pun mana yang menjelaskan/penyebab mana yang dijelaskan/akibat).

Yang perlu diperhatikan dalam penyusunan hipotesis itu adalah:


1. Susunan hipotesis sesuai dengan susunan pertanyaan penelitian pada perumusan/
identifikasi masalah;
2. Jawaban hipotesis harus sesuai dengan pertanyaan penelitiannya:
a) jika pertanyaan penelitiannya “apa yang menggambarkan fenomena”,
jawabannya “yang menggambarkan fenomena adalah .....”;
b) jika pertanyaan penelitiannya “bagaimana perbandingan antara fenomena x
dan y”, jawabannya “perbandingan antara x dan y adalah .....”;
c) jika pertanyaan penelitiannya “mengapa/apa sebab fenomena terjadi”,
jawabannya “penyebab terjadinya fenomena adalah .....”;
d) jika pertanyaan penelitiannya “sejauh mana fenomena terjadi”, jawabannya
adalah “sekian jauh/tingkat dari yang seharusnya”;
e) jika pertanyaan penelitiannya “bagaimana cara memecahkan masalah”,
jawabannya adalah “cara memecahkan masalah adalah.....”.
3. Hipotesis ini ada yang akan diuji secara empirik, disebut “hipotesis uji”
(verificative hypothesis) dan hipotesis yang tidak diuji, melainkan dijadikan
pegangan untuk penelitian empirik, disebut “hipotesis panduan” (guidance
hypothesis).

Bab III. METODE PENELITIAN

Bab ini memaparkan tentang hal-hal yang akan dikerjakan dalam penelitian (baik
penelitian empirik-rasional maupun rasio-empirikal), berpegang (mengacu) pada Maksud
Penelitian. Pemaparannya dibagi dalam tujuh pasal yaitu: 1) Objek dan Tempat Penelitian;
2) Desain dan Teknik Penelitian; 3) Data yang Diperlukan (Operasionalisasi Konsep/
Variabel); 4) Sumber Data dan Cara Menentukannya; 5) Teknik Pengumpulan Data; 6)
Rancangan Analisis dan/atau Rancangan Uji Hipotesis; dan 7) Jadual Penelitian.

Pasal 3.1. Objek dan Tempat Penelitian

1. Memaparkan apa yang dijadikan objek penelitian, apakah kelompok orang,


organisasi, perusahaan, bagian masyarakat dengan aktivitasnya, sesuai dengan
topik penelitian;
2. Sebutkan nama tempat (tempat-tempat) dari objek yang diteliti, beserta alasan
mengapa tempat (tempat-tempat) itu yang dijadikan lokasi penelitian.

Pasal 3.2. Desain dan Teknik Penelitian

1. Memaparkan tentang rancangan (desain) penelitian yang digunakan, apakah


“desain kualitatif” ataukah “desain kuantitatif”;
2. Sebutkan pula teknik penelitian yang digunakannya. Jika digunakan desain
kualitatif, maka teknik penelitiannya adalah “studi kasus”; jika yang digunakan

31
desain kuantitatif, maka teknik penelitian mungkin “survey deksriptif” jika peneli-
tian bermaksud mendeskripsi secara abstrak, general dan universal; mungkin
“comparative study” jika penelitian bermaksud membandingkan fenomena;
mungkin “explanatory survey” jika penelitian bermaksud menjelaskan sebab-
akibat terjadinya fenomena.

Pasal 3.3. Data/Informasi Yang Diperlukan (Operasionalisasi Konsep/Variabel)

1. Data/Informasi yang diperlukan dapat diketahui dengan cara mengoperasionalisa-


sikan konsep/variabel yang terkandung pada hipotesis kepada indikator-indikator
konkrit;
2. Mengetahui indikator-indikator dari konsep/variabel melalui definisi-definisi dari
konsep-konsep/variabel-variabel seperti telah ditetapkan pada Kajian Pustaka.
Jika dari definisi itu diperoleh indikator yang masih bersifat abstrak, maka indi-
kator tersebut disebut subvariabel atau dimensi; selanjutnya dicari lagi definisi
dari dimensi-dimensi sampai diperoleh indikator konkrit; indikator konkrit ini
adalah data/informasi yang diperlukan;
3. Data/informasi yang telah ditetapkan itu dibeda-bedakan mengenai macamnya,
apakah primer atau sekunder, dan mengenai jenisnya, apakah kualitatif atau
kuantitatif;
4. Macam data/informasi akan menunjuk pada sumbernya, apakah responden,
informan ataukah lembaga tertentu, sedangkan jenis data/informasi akan
menunjuk pada rancangan analisis dan/atau pada rancangan uji hipotesis;
5. Susunan konsep/variabel yang dioperasionalisasikan itu sesuai dengan urut-urutan
hipotesisnya;
6. Paparan data/informasi yang diperlukan (Operasionalisasi Konsep/Variabel) ini
cukup disajikan pada Tabel Operasionalisasi Konsep/Variabel, seperti terlihat
pada Tabel 1.

Tabel 1. Operasionalisasi Konsep/Variabel


Konsep/Variabel Indikator Macam Jenis
Data/Informasi Data/Informasi
Abstrak Konkrit (Primer/ (Kualitatif/
(Subvariabel/ (Data/Informasi) Sekunder) Kuantitatif)
Dimensi)
X
Y
Z

Pasal 3.4. Sumber data/Informasi dan Cara Menentukannya

1. Tunjukkan siapa-siapa saja yang dijadikan “responden” dan/atau “informan”


untuk memperoleh data/informasi primer. Tunjukkan pula lembaga mana yang
menjadi sumber data/informasi sekunder. Responden adalah orang (seseorang)
yang mampu memberikan data/informasi mengenai keadaan (sikap, gagasan,
dan/atau tindakan) dirinya, sedangkan informan adalah orang (seseorang) yang
mampu memberikan data/informasi mengenai keadaan diri orang lain dan/atau
situasi-kondisi tertentu;
2. Jelaskan tentang cara menentukan jumlah responden dan/atau informan itu. Pada

32
penelitian (desain) kualitatif responden/informan ditentukan secara “purposif”
dengan jumlah secukupnya yang diperoleh dengan cara “longsoran salju (snow
balling technique)”, sedangkan pada penelitian (desain) kuantitatif jumlah
responden/informan diperoleh bisa secara “sensus” jika semua anggota populasi
dijadikan sumber data/informasi, atau dengan teknik penarikan sampel (sampling
technique). Sampel adalah sejumlah yang mewakili populasi (representatif).
Tunjukkan teknik penarikan sampel yang bagaimana yang tepat bagi penelitian
yang akan dilakukan itu.

Pasal 3.5. Teknik Pengumpulan Data/Informasi

1. Tunjukkan teknik pengumpulan data/informasi yang akan digunakan. Hal itu ter-
gantung pada desain penelitian mana yang digunakannya. Jika desain penelitian
kualitatif maka teknik pengumpulan data/informasi yang digunakannya ialah
teknik “observasi (pengamatan)” dan/atau “interview (wawancara)”. Tetapi jika
desain penelitian kuantitatif maka teknik pengumpulan data/informasi yang digu-
nakannya ialah teknik “pengisian kuesioner (angket/daftar pertanyaan)” dan
“interview (wawancara)”.
2. Setiap teknik pengumpulan data/informasi disertai pedoman-pedoman yang
memuat data/informasi yang diperlukan sebagaimana hasil operasionalisasi
konsep/variabel. Bagi observasi dan wawancara dibuat “pedoman observasi” dan
“pedoman wawancara” serta kuesioner (daftar pertanyaan atau angket). Hal-hal
tersebut harus dilampirkan pada Usulan Penelitian ini.

Pasal 3.6. Rancangan Analisis dan/atau Rancangan Uji Hipotesis

Jika penelitian tidak menguji hipotesis, maka tajuk pasal ini ialah “Rancangan
Analisis Data/Informasi, tetapi jika menguji hipotesis maka tajuk pasalnya ialah “Ran-
cangan Analisis dan Uji Hipotesis”. Pasal ini sebenarnya menunjuk pada proses peng-
olahan dan interpretasi data/informasi yang telah dikumpulkan, baik melalui observasi,
wawancara maupun melalui pengisian kuesioner. Pekerjaannya adalah sebagai berikut:

1. Data/informasi disusun menurut indikator dimensi dari konsep/variabel


sebagaimana halnya pada operasionalisasi konsep/variabel;
2. Susunan data/informasi ditempatkan menurut penggolongan/strata sumbernya;
3. Susunan penggolongan/strata sumber itu ditempatkan pada tempat (tempat-
tempat) penelitian, terbagi atas macam teknik pengumpulannya (observasi,
wawancara, kuesioner);
4. Susunan tersebut dapat disajikan pada tabel analisis, yang disebut “tabel
utama/induk (main table)”. Melalui tabel ini dilakukan pengolahan dan
interpretasi data/informasi, sesuai dengan “maksud dan tujuan penelitian”,
apakah mendeskripsi, mengkomparasi atau pun mengeksplanasi (termasuk
mencari cara/metode pemecahan masalah).
5. Jumlah Main Table yang harus dibuat bergantung pada jumlah
konsep/variabel (N), jumlah sumber data (2), cara pengumpulan data/infor-
masi (2) dan tempat penelitian (n). Jadi jumlahnya (N) x 2 x 2 x (n) tabel
utama/induk;

33
Contoh Tabel Utama/Induk (Main Table)

Tabel Utama: Konsep/Variabel ..... Di Tempat .....


*)
Hasil Observasi dan Wawancara / Kuesioner dan Wawancara

Sumber Data/Informasi Dimensi Dimensi Dimensi Dimensi dst.


1 2 3 4
Strata No. Resp/Informan *)
S1 1
2
3
.
.
.
Analisis S1
S2 1
2
3
.
.
.
Analisis S2
S3 1
2
3
.
.
.
Analisis S3
Analisis secara umum
*) Coret yang tidak perlu

6. Analisisnya merumuskan data/informasi responden dan informan menurut


hasil observasi dan wawancara (desain kualitatif) atau kuesioner dan wawan-
cara (desain kuantitatif), sedangkan analisis umum merumuskan keseluruhan-
nya dari tempat penelitian;
7. Tabel Utama/Induk (Main Table) itu diperuntukkan bagi rencana pengolahan
dan interpretasi data/informasi. Hasil analisis dari tabel ini dipindahkan pada
Tabel Kerja (Working Table). Tabel kerja ini disajikan pada Bab IV sebagai
hasil penelitian yang perlu diinterpretasikan dan dibahas. Bentuk tabelnya
adalah sebagai berikut:

34
Tabel Kerja (Working Table) Konsep/Variabel ...... Di .....
Strata Sumber Dimensi Kesimpulan
Strata Tempat Data/Informasi Konsep/Variabel
1 2 3 4 dst.
Tempat A S1
S2
S3
Analisis A
Tempat B S1
S2
S3
Analisis B
Tempat C S1
S2
S3
Analisis C
Analisis Secara Umum

8. Data/informasi yang dimasukkan ke dalam tabel-tabel ini ada yang berjenis


kualitatif dan ada yang berjenis kuantitatif. Pada penelitian kuantitatif, bagai-
mana mengubah data/informasi kualitatif menjadi kuantitatif, harus dijelaskan;
dengan perkataan lain, harus dijelaskan bagaimana cara pemberian “skor
(scoring)” dan/atau cara “pembobotannya (weighting)”;
9. Analisis data/informasi hasil penelitian “deskriptif studi kasus” (kualitatif)
berbeda dengan penelitian “deskriptif survey” (kuantitatif). Yang disebut
terdahulu “main table” berisi data/informasi kualitatif (tabel profil) analisisnya
“pemaknaan (meaning)”; sedangkan yang disebut kemudian (meskipun “main
table” berisi data/informasi kualitatif) analisisnya adalah “generalisasi dan
universalitas tertentu”, hasil pengolahan menggunakan metode “statistik
deskriptif”.
10. Analisis data/informasi hasil penelitian studi pembandingan (cross sectional
comparative), yaitu perbandingan antara strata sumber data/informasi (peneli-
tian pada suatu tempat/locus), atau antara tempat-tempat penelitian, dengan
menggunakan statistik deksriptif.
11. Analisis data/informasi dan uji hipotesis untuk penelitian “explanatory sur-
vey” menggunakan metode analisis “statistik deskriptif” untuk rancangan
analisis data/informasi, dan metode analisis “statistik inferensial” (baik para-
metrik maupun non-parametrik) untuk pengujian hipotesisnya.

35
Pasal 3.7. Jadual Penelitian.

Berapa lama penelitian ini akan dilaksanakan, dirinci sebagai berikut:


Perkiraan Lamanya
No Fase-fase Penelitian
(hari/minggu/bulan)*
1 Persiapan .......
2 Pengumpulan data/informasi .......
3 Pengolahan data/informasi .......
4 Penulisan skripsi .......
Jumlah
*) Pada skripsi nanti dituliskan tanggal/bulan dan tahunnya.

DAFTAR PUSTAKA

Kepustakaan yang didaftarkan ialah pustaka-pustaka yang dikaji pada Kajian


Pustaka, selain dari itu tidak perlu didaftarkan. Kepustakaan itu disusun menurut
aturan/ketentuan tatatulis ilmiah yang telah baku (dibakukan).

LAMPIRAN

Lampiran yang dilampirkan pada Usulan Penelitian ini ialah pedoman observasi,
pedoman wawancara dan kuesioner, jika perlu data sekunder yang digunakan pada
penetapan masalah (pada Latar Belakang Penelitian).

36
BAB IV. SISTEMATIKA SKRIPSI
Aturan yang tersusun dari bagian-bagiannya (bab-bab dan pasal-pasal dalam bab),
yang saling berhubungan secara fungsional (disebut sistematika) dari skripsi terdiri dari
tiga bagian, yaitu:
1. Bagian Awal Tulisan (Preliminary);
2. Bagian Pokok Tulisan (Teks);
3. Bagian Petunjuk Tulisan (Reference).

Susunan komponen setiap bagian adalah sebagai berikut:

Bagian Awal Tulisan (Preliminary):


1. Sampul Depan;
2. Halaman Judul;
3. Halaman Pengesah;
4. Riwayat Hidup Penulis;
5. Abstrak;
6. Kata Pengantar;
7. Daftar Isi;
8. Daftar Tabel;
9. Daftar Gambar;
10. Daftar Lampiran.

Bagian Pokok Tulisan (Teks):

BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
1.2. Identifikasi Masalah
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
1.4. Kegunaan Penelitian

BAB II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS


2.1. Kajian Pustaka
2.2. Kerangka Pemikiran
2.3. Hipotesis

BAB III. METODE PENELITIAN


3.1. Objek dan Tempat Penelitian
3.2. Disain dan Teknik Penelitian
3.3. Data/Informasi Yang Diperlukan (Operasionalisasi Konsep/Variabel).
3.4. Sumber Data/Informasi dan Cara Menentukannya
3.5. Teknik Pengumpulan Data/Informasi
3.6. Rancangan Analisis dan/atau Rancangan Uji Hipotesis
3.7. Jadual Penelitian

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN


5.1. Kesimpulan
5.2. Saran-saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

37
Pemaparan setiap pasal menurut bab-babnya adalah sebagai berikut:

Bagian Awal Tulisan (Preliminary)


Bagian ini sama dengan bagian awal tulisan pada bab penyusunan Usulan
Penelitian.

Bagian Pokok Tulisan (Teks)


Bab I sampai dengan Bab III seperti Usulan Penelitian; bedanya pada pemaparan
Usulan Penelitian bahasanya adalah bahasa perencanaan, sedangkan pada skripsi bahasa-
nya adalah bahasa pelaksanaan (sesuai dengan apa yang dilaksanakan). Jadi bab yang
akan dipaparkan ialah Bab IV Hasil dan Pembahasan, dan Bab V Kesimpulan dan Saran-
saran.

Bab IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil itu ialah pengolahan dan interpretasi data/informasi; jadi hasil pengolahan dan
interpretasi data/infomasi itulah yang dibahas. Hasil dan pembahasan ini dapat dibagi
dalam pasal-pasal;

Pasal pertama (4.1) adalah Keadaan Umum Tempat (Tempat-tempat) Penelitian;


pasal-pasal selanjutnya (4.2 dan seterusnya) ialah jawaban-jawaban empirik terhadap
masalah-masalah yang telah diidentifikasi; dengan demikian urut-urutan pasal 4.2 dan
seterusnya itu sesuai dengan urut-urutan identifikasi masalah.
Pasal 4.1. Keadaan Umum Tempat (Tempat-Tempat) Penelitian.
Keadaan tempat penelitian menunjukkan situasi-kondisi di mana fenomena yang
diteliti terjadi. Situasi-kondisi yang dimaksud ialah situasi-kondisi sosial-ekonomi
pertanian. Hal itu digambarkan oleh beberapa hal antara lain:

1. Karakteristik wilayah pertanian;


2. Penduduk pada wilayahnya (kepadatan dan “man-land ratio”);
3. Penduduk dan mata pencahariannya;
4. Lapisan-lapisan masyarakat;
5. Kelembagaan sosial-ekonomi;
6. Aksesibilitas terhadap pusat-pusat fasilitas.

Bahas sampai menunjukkan tingkat potensial sosial-ekonomi pertanian. (Banding-


kan dengan patokan-patokan dari kepustakaan).

Pasal 4.2. dan pasal-pasal selanjutnya.

Pada setiap pasal disajikan “tabel-tabel kerja (working tables)” sebagai jawaban
empirik terhadap masalah yang diidentifikasi. Tabel-tabel kerja itu diinterpretasikan ke-
mudian dibahas. Cara membahasnya yaitu dengan membanding-bandingkan antara hasil
empirik dengan hipotesis yang bersangkutan (baik hipotesis panduan maupun hipotesis
uji). Perbedaan-perbedaan atau pun persamaan-persamaan yang diperoleh dijelaskan
dengan melihat kajian pustaka yang telah lalu, atau pun dengan kepustakaan baru.

38
Untuk tujuan “deskripsi”: bagaimana unsur-unsur, ciri-ciri, sifat-sifat fenomena
hasil penelitian (empirik), bandingkan dengan hipotesis panduan yang diturunkan dari
kerangka pemikiran atas dasar teori-teori dari kajian pustaka; adakah persamaannya atau
sejauh mana perbedaannya; bagaimana penjelasannya menurut teori-teori pada kepustaka-
an (baik kajian pustaka yang telah lalu maupun pustaka baru). Kemudian tarik kesimpul-
annya.

Untuk tujuan “komparasi”: bagaimana perbandingan-perbandingan antara lapisan-


lapisan masyarakat, antara satu karakter tempat dengan tempat lain, atau pun antara
pembanding dengan yang dibandingkan dalam proses aktivitas dari hasil penelitian
(empirik); bandingkan dengan hipotesis panduan yang diturunkan dari kerangka pemikir-
an atas dasar teori-teori dari kajian pustaka, adakah persamaannya atau sejauh mana per-
bedaannya, bagaimana penjelasannya menurut teori-teori pada kepustakaan (baik kajian
pustaka yang telah lalu maupun kepustakaan baru). Kemudian tarik kesimpulannya.

Untuk tujuan “eksplanasi”: bagaimana bentuk hubungan antara penyebab dan akibat
itu, bagaimana tingkat keeratan pertaliannya, dan sejauh mana besarnya nilai informasi
dari pernyataan sebab-akibat dari hasil penelitian (empirik), bandingkan dengan hipotesis
yang diuji yang diturunkan dari kerangka pemikiran atas dasar teori-teori dari kajian pus-
taka, adakah persamaannya atau sejauh mana perbedaannya; bagaimana penjelasannya
menurut teori-teori pada kepustakaan (baik kajian pustaka yang telah lalu maupun kepus-
takaan baru). Kemudian tarik kesimpulannya.

Jika analisis dilakukan dengan menggunakan metode statistik, berikan pemaknaan


dari penyimpangan (error), sangat signifikan, tidak signifikan dan sebagainya. Kesimpul-
annya dinyatakan secara kualitatif (verbal). Semua pembahasan (4.2. dan seterusnya)
diletakkan pada situasi dan kondisi (keadaan umum tempat penelitian).

Bab V. KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN

5.1. Kesimpulan

Menyimpulkan hasil penelitian berarti menyambungkan pertanyaan penelitian


dengan jawaban hasil pembahasan jawaban rasional (hipotesis) dan jawaban empirik. Jadi
pada bab Kesimpulan ini dipaparkan mengenai sejauh mana hasil pembahasan dapat men-
jawab pertanyaan penelitian (identifikasi masalah); misalnya sejauh mana tingkat kebe-
naran deskripsi terhadap pertanyaan penelitian deskriptif; atau sejauh mana tingkat kebe-
naran komparasi terhadap pertanyaan penelitian komparatif; atau sejauh mana tingkat
kebenaran eksplanasi terhadap pertanyaan penelitian eksplanatif.

Sekali lagi, bagi penelitian yang menggunakan metode statistik, pada pemaparan
kesimpulan ini sudah tidak mengandung istilah-istilah statistik. Istilah-istilah statistik
pada pembahasan sudah diberi makna kualitatif (verbal).

Dikemukakan pula mengenai sumbangan hasil penelitian ini terhadap ilmu. Hasil
penelitian secara empirik merupakan suatu fakta; bagaimana sumbangan fakta ini terha-
dap teori. Jika pada perencanaan penelitian teori menyumbangkan fakta, maka dari hasil
penelitian fakta menyumbangkan teori.

39
Paparan kesimpulan disajikan butir demi butir, yang urut-urutannya sesuai dengan
urut-urutan identifikasi masalah.

5.2. Saran-saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat diajukan saran-saran. Pegangan meng-


ajukan saran ialah kegunaan Penelitian. Pada Kegunaan Penelitian diharapkan bahwa ha-
sil penelitian ini berguna bagi aspek pengembangan ilmu dan bagi aspek gunalaksana
(praktis). Oleh karena itu saran-saran yang diajukan pun berupa saran bagi pengembangan
ilmu dan bagi aspek gunalaksana (praktis).

1. Saran bagi aspek pengembangan ilmu (teori). Kaji kelemahan-kelemahan fakta,


seperti telah disebutkan pada kesimpulan; kemudian ajukan saran untuk meng-
hilangkan kelemahan-kelemahan tersebut. Ingat bahwa bangun teori pada ilmu
adalah kausalitas, abstrak, general dan universal. Apa sarannya untuk mencapai
tingkat keilmuan tersebut.
2. Saran bagi aspek gunalaksana (praktis). Kaji tentang fakta yang telah disimpul-
kan; tetapkan tujuan praktis apa yang relevan dengan fakta tersebut. Hal-hal apa
yang menunjukkan kekurangan (kelemahan) fakta untuk mencapai tujuan itu.
Ajukan saran-saran untuk menghilangkan kekurangan (kelemahan) itu.

Bagian Petunjuk Tulisan (Referensi)


Bagian ini terdiri dari Daftar Pustaka dan Lampiran.
DAFTAR PUSTAKA

Pustaka yang didaftarkan adalah pustaka yang dikaji pada Kajian Pustaka dan
pustaka-pustaka yang digunakan pada pembahasan. Dengan demikian, jumlah pustaka
pada Skripsi lebih banyak daripada daftar pustaka pada Usulan Penelitian. Selain itu,
karena terdapat penambahan pustaka maka susunan daftar pustaka Skripsi berbeda dengan
daftar pustaka Usulan Penelitian. Cara penyusunannya mentaati aturan yang dibakukan.

LAMPIRAN
Hal-hal yang dilampirkan yaitu hal-hal yang merupakan petunjuk atau penjelasan
bagi pokok tulisan (teks). Hal-hal itu antara lain: Peta Lokasi Penelitian, “Main Table”
yang berisi data/informasi dan tabel-tabel data sekunder.

40
BAGIAN 4: TATA TULIS ILMIAH
BAB I. FORMAT TULISAN
1.1.Macam dan Ukuran Kertas
1.2.Bentuk dan Ukuran Huruf
1.3.Tata Letak (Lay Out) Tulisan
1.4.Spasi Huruf dan Baris
1.5.Penomoran

BAB II. CARA PENYAJIAN HAL-HAL DASAR


2.1.Cara Penyajian Tabel dan Gambar
2.2.Cara Penyajian Kutipan Pustaka
2.3.Cara Penyajian Daftar Pustaka
2.4.Cara Penyajian Catatan Kaki
2.5.Cara Penyajian Lampiran

BAB III. CARA PENGETIKAN HAL-HAL DASAR


3.1.Pengetikan Bab dan Bagian-bagiannya
3.2.Pemotongan Kata di Akhir Baris
3.3.Pengetikan Kata Ulang
3.4.Pengetikan Singkatan Kata
3.5.Pengetikan Berbagai Macam Angka (Bilangan)
3.6.Pengetikan “Di” dan “Ke” Yang Dipisahkan Dan Disatukan
3.7.Pengetikan “Pun” Yang Dipisahkan Dan Disatukan
3.8.Pengetikan Akhiran “An” dan “Kan” Menyertai Kata Yang Berhuruf
Akhir “K”

41
Halaman ini sengaja dikosongkan.

42
BAB I. FORMAT TULISAN

Format atau bentuk dan ukuran tulisan ditentukan oleh macam dan ukuran kertas,
bentuk dan ukuran huruf tik, tata letak (lay out) tulisan, spasi huruf dan baris, serta
penomoran.

1.1. Macam dan Ukuran Kertas.

Ada tiga macam kertas yang digunakan, yaitu kertas HVS, kertas tipis (doorslag)
dan kertas tebal (karton). Kertas HVS digunakan untuk pengertikan; kertas tipis untuk
pembatas antar bagian tulisan dan atau antar bab; kertas tebal untuk sampul muka tulisan
(hard cover).

Kertas HVS untuk pengetikan bagian awal tulisan, bagian pokok tulisan dan bagian
referensi, berukuran “A4” (21 x 29,7 cm2), seberat 80 gram/m2, berwarna putih bersih.
Kertas tipis (doorslag) untuk pembatas juga berukuran 21 x 29,7 cm2; tetapi berwarna
hijau muda dan berlogo Unpad, sedangkan kertas tebal untuk sampul muka berukuran
21,1 x 29,8 cm2 (lebih 1 mm dari A4) berwarna hijau tua.

1.2. Bentuk dan Ukuran Huruf.

Ada dua macam bentuk huruf yang digunakan dalam tulisan ini, yaitu “huruf tegak”
dan “huruf miring (cursif)”. Khususnya huruf miring digunakan untuk hal-hal tertentu,
misalnya untuk sub-bab (pasal), judul pustaka pada daftar pustaka, bahasa Latin, bahasa
asing di dalam tanda kurung dan hal-hal yang dianggap penting. Huruf tegak digunakan
untuk hampir seluruh tulisan.

Ukuran huruf yang digunakan, apa pun namanya berkisar antara “14 sampai 25
huruf sepanjang 5 cm baris”. Misalnya untuk judul pada sampul muka (cover) dan pada
halaman judul digunakan huruf berukuran “14 huruf sepanjang 5 cm baris”. Untuk
bagian-bagian tulisan digunakan huruf berukuran “20 huruf sepanjang 5 cm baris”.
Sedangkan huruf yang berukuran lebih kecil dari itu (sampai 25 huruf sepanjang 5cm
baris) digunakan untuk tabel yang dipadatkan, catatan kaki (jika digunakan) atau untuk
keterangan-keterangan tabel, gambar dan sebagainya.

1.3. Tata Letak (Lay Out) Tulisan

Tata letak tulisan ialah tempat atau ruang di mana tulisan diletakkan atau diterakan.
Hal ini berlaku untuk semua halaman, dari mulai sampul muka (cover) sampai lampiran,
baik pada Usulan Penelitian maupun pada Laporan Penelitian.

Untuk dapat mengatur tata letak tulisan pada setiap halaman, perlu diketahui
terlebih dahulu tentang unsur-unsur halaman, yaitu:

1. Margin, ialah batas-batas ruang tulis, baik batas dari samping kiri dan kanan
kertas, maupun dari atas dan bawah kertas. Margin kiri dan atas ditetapkan
berjarak 4 cm; sedangkan margin kanan dan bawah 3 cm.
2. Ruang tulis, ialah ruang yang digunakan untuk pengetikan segala tulisan yang

43
dibatasi oleh margin-margin itu. Jika diperhitungkan, ruang tulis ini adalah 14 x
22,7 cm2.
3. Nomor halaman, ialah nomor berupa angka yang menandai setiap halaman. Untuk
bagian awal tulisan (preliminary) berupa angka Romawi kecil; halaman pertama
dari bagian awal tulisan yaitu sampul muka, halaman kedua adalah halaman judul
dan halaman ketiga adalah lembar pengesah; ketiga-tiganya tidak diberi nomor
halaman. Pemberian nomor Romawi kecil ini dimulai dari Riwayat Hidup sampai
dengan Daftar Lampiran; nomor-nomornya diletakkan pada margin bawah di
tengah-tengah (pada poros ruang tulis). Untuk bagian pokok tulisan (teks) sampai
dengan bagian referensi (lampiran) berupa “angka Arab”. Halaman di mana
tertera tajuk bab, nomor halaman diletakkan pada margin bawah di tengah-tengah
(pada poros ruang tulis); sedangkan untuk halaman lainnya diletakkan pada
perpotongan margin atas dan margin kanan (sudut kanan atas).
4. Poros kertas dan poros halaman; poros kertas yaitu garis tengah dari atas ke
bawah diukur dari samping kertas (11,5 cm). Poros halaman yaitu garis tengah
diukur dari margin kiri-kanan ruang tulis (7 cm). Poros kertas digunakan untuk
mengatur simetri pada sampul muka dan halaman judul; sedangkan poros halaman
digunakan untuk mengatur simetri nomor halaman bertajuk bab dan pada bagian
awal tulisan.
5. Kaki, yaitu ruang di bagian bawah di atas margin bawah, yang disediakan bagi
catatan kaki (apabila digunakan); dipisahkan oleh garis pembatas; luas ruang ini
diatur sesuai dengan kebutuhan dan tidak mengganggu “keharmonisan” halaman
teks; garis pembatas/pemisah antara halaman teks dengan ruang catatan kaki
panjangnya 9 huruf dengan jarak dua spasi baris dari baris teks yang terakhir.
6. Spasi baris dan spasi huruf. Spasi baris yaitu jarak antara baris, biasanya diguna-
kan dua spasi baris; sedangkan spasi huruf yaitu jarak antara huruf dalam kata
atau dalam kalimat; misalnya jarak antara kata dengan kata dalam kalimat adalah
satu spasi huruf atau satu ketukan.
7. Indensi, ialah ruang kosong dalam baris yang menandai kalimat permulaan setiap
alinea; biasanya panjang indensi adalah empat huruf; atau setiap alinea dimulai
pada spasi huruf (ketukan) kelima (indensi 1 cm dalam word processor).

Contoh denah tata letak (lay out) tulisan itu adalah sebagai berikut:

44
21 cm
Batas kertas a
4 cm
A p B=h
I. PENDAHULUAN

i d
1 cm

29,7 cm
4 cm

3 cm

K 2,5 cm L

C r D
3 cm
S

Keterangan:
ABCD: ruang tulis id: indensi B = h: nomor halaman
AC: margin kiri KL: garis pemisah r: nomor halaman bab/
BD: margin kanan KC: ruang catatan kaki bagian awal tulisan
AB: margin atas as: poros kertas
CD: margin bawah pr: poros halaman

1.4. Spasi Huruf dan Baris

Seperti telah diketahui bahwa spasi huruf itu adalah jarak antara kata dengan kata
dalam kalimat. Jarak satu spasi huruf adalah sebesar ukuran satu huruf. Spasi huruf selain
sebagai pemisah kata juga digunakan sebagai jarak setelah tanda baca. Misalnya setelah
tanda “koma (,)” dipisahkan oleh dua spasi huruf (loncat satu ketuk); tetapi setelah tanda-
tanda baca “titik (.)”, “titik koma (;)”, “titik dua (:)”, “tanda seru (!)”, dan “tanda tanya
(?)” dipisah oleh tiga spasi huruf (loncat dua ketuk).

Spasi baris adalah jarak antara baris tulisan. Pada tulisan ilmiah jarak spasi baris
berkisar antara satu sampai tiga spasi (0,35 s/d 1,05 cm). “Tiga spasi baris” digunakan
bagi jarak antara tajuk bab dan tajuk pasal atau antara bab dan pasal dengan tulisan. “Dua
spasi baris” digunakan bagi jarak antara baris tulisan. “Satu spasi baris” digunakan bagi
tabel-tabel yang dipadatkan, kutipan tertentu, dan tajuk bab atau pasal yang terdiri dari
dua baris.

45
1.5. Macam Penomoran

Penomoran yaitu pemberian angka untuk menandai urut-urutan tulisan. Ada tiga
macam angka yang digunakan untuk penomoran itu, yaitu angka Romawi besar, angka
berdigit dan angka biasa. Angka Romawi besar digunakan untuk nomor bab; “angka
berdigit dua” digunakan untuk nomor pasal (sub-bab) dan “angka berdigit tiga” diguna-
kan untuk nomor sub-pasal. Angka biasa (tidak berdigit) digunakan selain untuk nomor
halaman, juga untuk nomor urutan rincian. Contoh:

Bab I
Pasal 1.1 (dua digit)
Sub-pasal 1.1.1 (tiga digit)

Nomor rincian: 1.
2.
3.
4.
dst.

Jika dari rincian pertama itu terdapat rincian kedua maka angka diberi kurung tutup.
Misalnya:
Rincian pertama 1, rincian keduanya: 1)
2)
3)
dst.

Jika setelah rincian kedua itu masih terdapat rincian ketiga maka angka diberi kurung
buka dan kurung tutup. Misalnya:
Rincian kedua 1), rincian ketiganya: (1)
(2)
(3)
dst.

Sudah tidak biasa penomoran itu menggunakan huruf (abjad) A B C D E atau a b c


d e, kecuali jika diambil dari kutipan pustaka yang harus sesuai dengan aslinya.

46
BAB II. CARA PENYAJIAN HAL-HAL DASAR

2.1 Cara Penyajian Tabel dan Gambar

Tabel adalah daftar yang berisi data/informasi, tersusun secara jelas dan terinci
menurut sistem analisis secara silang horisontal dan vertikal untuk mempermudah analisis
dan interpretasinya. Daftar yang berisi tabel ini harus terdiri dari “tiga atau lebih kolom”
dan “tiga atau lebih baris”, kurang dari itu tidak disebut tabel. Kolom-kolom itu, kolom
pertama diperuntukkan bagi uraian/item; sedangkan kolom-kolom selanjutnya diperun-
tukkan bagi daftar data/informasi. Baris-baris itu, baris pertama diperuntukkan bagi tajuk-
tajuk kolom, dan baris selanjutnya diperuntukkan bagi sumber dan atau tempat data/
informasi.

Gambar adalah juga data/informasi yang dibuat untuk memperjelas tabel atau
untuk data/informasi yang tidak dapat disusun pada tabel. Bermacam gambar itu antara
lain grafik, diagram, denah, skema, peta dan foto.

Tata letak dan bentuk serta pengetikan tabel atau pun gambar, harus disajikan
secara teratur, rapih, serasi, cermat, lengkap dan sederhana, sedemikian rupa sehingga
terlihat harmonis dan mudah dipahami. Aturan-aturan penyajian tabel dan gambar itu
adalah sebagai berikut:

1. Baik tabel maupun gambar harus ditik, tidak boleh ditempel (kecuali foto, itu pun
harus dikerjakan secara rapih, tidak keriput dan tidak kotor).
2. Setiap tabel atau gambar harus diberi nomor dan judul; ditik lima spasi huruf (ketuk)
dari margin kiri dan hendaknya diakhiri kira-kira lima spasi huruf (ketuk) pula dari
margin kanan. Jika judul tabel atau gambar itu pendek, ditempatkan simetris di
tengah-tengah tabel atau gambar. Judul tabel diletakkan di atas tabel, dengan jarak
dua spasi baris dari garis batas tabel. Bagi gambar judulnya diletakkan di bawah
gambar dengan jarak dua spasi baris dari batas gambar. Nomor tabel dan gambar
menggunakan angka Arab (1, 2, 3 dan seterusnya). Judul tabel dan gambar ditik
dengan menggunakan huruf semi-capital.
3. Tabel dan gambar harus diusahakan seutuhnya pada satu halaman, baik sebagian
maupun seluruh halaman. Hindari pemotongan tabel apalagi gambar, yang dipisahkan
di lain halaman (ada lanjutan di halaman lain). Hindari pula penyambungan tabel atau
gambar (disambung dengan direkat), baik ke kanan maupun ke bawah (sehingga ter-
jadi pelipatan halaman).
4. Jika tabel atau gambar memerlukan satu halaman penuh, letaknya bisa berdiri atau
memanjang. Tabel atau gambar yang diletakkan memanjang, bagian atas tabel atau
gambar adalah margin kiri dan bagian bawah adalah margin kanan halaman. Jadi
nomor dan judul tabel berada di sebelah kiri; sedangkan nomor dan judul gambar
berada di sebelah kanan halaman.
5. Data/informasi disusun pada tabel menurut kolom-kolom (kolom kedua dan
seterusnya) sesuai dengan judul kolom yang bersangkutan. Judul kolom harus jelas
dan dilengkapi dengan satuan-satuannya; jika satuan untuk semua kolom sama,
usahakan hanya menyebut satu kali satuan dengan tata letak yang tepat. Kata-kata
judul kolom jika terpaksa dapat disingkat, tetapi harus menurut aturan yang tepat;
atau dapat menggunakan ukuran huruf yang lebih kecil dari ukuran huruf teks.

47
6. Kolom-kolom tabel jika tidak terlalu padat tidak perlu diberi garis pembatas kolom.
Bagi tabel yang memuat baris tidak lebih dari 10 baris pengetikan antar (spasi) baris
dapat dilakukan dua spasi baris; tetapi jika lebih dari itu diatur antara 11/2 sampai 1
spasi baris.
7. Pemberian keterangan pada judul kolom, karena ada yang perlu diterangkan, misal-
nya karena di antara kolom ada data/informasi yang berlainan sumber, gabungan
data/informasi yang diolah sendiri, dan sebagainya, digunakan tanda keterangan
dengan angka Arab berkurung tutup, misalnya 1), 2), 3) dan seterusnya; penjelasan-
nya dicantumkan di bawah tabel, ditik dua spasi baris di bawah batas tabel. Pengetik-
an baris-baris keterangan tersebut adalah satu spasi baris.
8. Semua tabel yang memuat data sekunder harus dicantumkan sumbernya secara jelas;
ditik dua spasi baris di bawah garis pembatas tabel. Jika keterangan sumber lebih dari
satu baris, maka pengetikan antara barisnya adalah satu spasi baris. Sedangkan tabel
yang memuat data primer atau diolah sendiri tidak perlu mencantumkan sumbernya.
9. Penjelasan tentang pemberian keterangan-keterangan beserta cara pengetikan, seperti
dijelaskan di atas berlaku pula bagi penyajian gambar; hanya perlu diingat bahwa
judul gambar terletak di bagian bawah gambar; jadi peletakan nomor dan judul
gambar itu di bawah keterangan-keterangannya.
10. Menyajikan tabel-tabel dan gambar-gambar pada satu halaman tidak boleh berturut-
turut. Hendaknya diselangi dengan interpretasi-interpretasi tabel atau gambar di
atasnya; atau membuat kalimat-kalimat pembuka bagi tabel atau gambar yang akan
disajikan berikutnya.

Beberapa contoh dapat disajikan sebagai berikut:

Contoh 1. Tabel Tegak

Tabel 2. Kepadatan Penduduk dan ”Man Land Ratio” Di Desa Penelitian (2005).
Luas Luas Lahan Jumlah Kepadatan Man Land
Desa
Wilayah Pertanian Penduduk Penduduk Ratio1)
Penelitian
(km2) (ha) (Jiwa) (Jiwa/km2) (Jiwa/ha)
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
Rata-Rata
Sumber: Monografi Desa-Desa Penelitian (2005).
Keterangan: 1) Man-Land Ratio adalah jumlah penduduk pada setiap hektar lahan pertanian.

48
Contoh 2. Tabel Memanjang
Tabel 3. Penggunaan Faktor Produksi dan Produktivitas Usahatani Padi Rata-Rata Petani Di Desa Penelitian.
Penerapan
Strata Petani Di Luas Lahan Usaha Biaya Usaha Tenaga Kerja Produksi Produktivitas
Panca Usaha
Desa penelitian (ha) (Rp) (orang/HK)1) (ku gkp)2) (ku gkp/ha)
(Skor)
Desa A
1. Lapisan Bawah
2. Lapisan Menengah
3. Lapisan Atas
Rata-Rata
Desa B
1.
2.
3.
Rata-Rata
Desa C
1.
2.
3.
Rata-Rata
Rata-Rata Desa
1.
2.
3.
Rata-Rata Petani
Keterangan: 1) orang/HK = jumlah orang/hari kerja
2) ku gkp = kuintal gabah kering panen

49
Contoh 3. Gambar Grafik

100
90
80
Jumlah Anggota (orang)

70
60
50
40
30
20
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Tahun

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kecamatan Penelitian 2005


Keterangan: ____ Kontak Tani
_ _ _ Petani Maju
_._._ Petani Biasa
Gambar 2. Grafik Perkembangan Anggota Kelompok Tani Kecamatan Penelitian
(1995 s/d 2005).

Contoh 4. Gambar Skema


KELEMBAGAAN PEMBINAAN (TINGKAT KABUPATEN)

BUPATI

Dinas
Diperta Bank Koperasi Perdagangan PU Air

KELEMBAGAAN PELAYANAN (TINGKAT KECAMATAN)

CAMAT

Pertanian Perkreditan KUD Penyalur Saprodi Pengairan

KELEMBAGAAN PELAKSANAAN (TINGKAT PEDESAAN)

Kepala Desa

Kelompok-Kelompok Tani dan P3A


Sumber: Badan Koordinasi Pelaksanaan Bimas/Inmas Kabupaten Penelitian
Gambar 3. Skema Kelembagaan Pembangunan Pertanian

50
2.2. Cara Penyajian Kutipan Pustaka
Yang harus menjadi perhatian dalam menyajikan “kutipan pustaka” ialah hal-hal
yang dikutip, bentuk kutipan, struktur kutipan dan cara penyajiannya. Pada pasal ini di-
kemukakan petunjuk bagi keempat hal tersebut.

2.2.1. Hal-hal Yang Dikutip


Seperti telah dijelaskan pada “Kajian Pustaka”, bahwa hal-hal yang dikutip itu ialah
“pernyataan-pernyataan teoritis beserta definisi-definisinya yang benar sebenarnya,
dalam rangka mencari postulat-postulat/asumsi-asumsi/aksioma-aksioma (patokan pikir)
untuk menurunkan premis-premis (pangkal-pangkal pikir) yang akan disusun pada
Kerangka Pemikiran dalam upaya menjawab masalah-masalah yang telah diidentifikasi/
dirumuskan”. Dengan demikian hal-hal yang dikutip itu tidak sembarangan “asal
pernyataan”, melainkan berdasar atau menurut maksud dan tujuan mengkaji kepustakaan.

Hal-hal yang dikutip ini disajikan, mungkin pada Latar Belakang Penelitian dalam
usaha menetapkan masalah, dan utamanya pada Kajian Pustaka serta pada pembahasan
hasil penelitian.

2.2.2. Bentuk Kutipan


Ada dua macam bentuk kutipan; pertama, ”kutipan langsung”; dan kedua,
“kutipan tidak langsung”. Perbedaannya adalah sebagai berikut:
1. Kutipan langsung; yaitu kutipan yang sepenuhnya asli sebagaimana yang tertulis
pada kepustakaan itu. Pengutip tidak berhak mengubahnya (menambah atau me-
nguranginya), sekalipun di dalamnya terdapat kesalahan, baik materi maupun
pengetikannya; jika terjadi kesalahan, setelah hal yang salah itu diberi tanda
[Sic.!]. Kejadian tersebut sering terdapat pada buku-buku terjemahan.
2. Kutipan tak langsung; yaitu kutipan “serapan isi” dengan menggunakan cara dan
gaya bahasa pengutip sendiri; disebut pula “kutipan serapan” atau “kutipan isi”.
Kutipan semacam ini biasanya terjadi jika materi kutipan terlalu panjang. Mengu-
tip secara tidak langsung memerlukan kemampuan menyerap isi materi kutipan
seluruhnya, sedemikian rupa sehingga tidak menyimpang dari kebenaran isinya.

2.2.3. Struktur Kutipan Dan Cara Penyajiannya


Baik kutipan langsung maupun tidak langsung, strukturnya adalah sebagai berikut:
“Nama yang menyatakan (tahun terbit pustaka: halaman) materi pernyataan”.
atau
“Materi pernyataan (Nama yang menyatakan, tahun terbit pustaka: halaman)”.
Dalam penyajian struktur kutipan tersebut ada hal-hal yang harus diperhatikan; pertama ,
dalam hal “nama yang menyatakan”; kedua, dalam hal “materi pernyataan”, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
1. Dalam hal nama yang menyatakan.
Ada beberapa kemungkinan penyajian nama, berdasarkan kepustakaannya, yaitu:
1) Seorang penulis menulis dua judul pustaka pada tahun yang sama dan kedua-
duanya dikutip. Masing-masing pustaka diberi tanda a dan b. Misalnya:

51
Moshet A. T (1960 a: 63) atau (Mosher A. T, 1960 a: 63)
Mosher A. T (1960 b: 54) atau (Mosher A. T, 1960 b: 54)
2) Dua orang penulis bernama keluarga sama masing-masing menulis pustaka pada
tahun yang sama, maka singkatan nama kecil mereka dapat membedakannya.
Misalnya:
Geertz C (1963: 142) atau (Geertz, C, 1963: 142)
Geertz H (1963: 98) atau (Geertz, H, 1963: 98)
3) Dua orang penulis bernama keluarga sama, bersama-sama menulis satu pustaka,
maka kedua nama keluarga itu dicantumkan. Misalnya:
Nimkoff and Nimkoff (1962: 32) atau (Nimkoff and Nimkoff, 1962: 32)
Ogburn and Ogburn (1958: 47) atau (Ogburn and Ogburn, 1958: 47)
4) Tiga orang penulis atau lebih (berbeda nama keluarganya) menulis pustaka ber-
sama-sama; pada penyajian “kutipan pertama” semua nama keluarga penulis itu
dicantumkan; tetapi pada “kutipan berikutnya” nama keluarga penulis pertama
yang dicantumkan, serta diikuti perkataan et. al (singkatan dari et allie) atau dkk.
(singkatan dari dan kawan-kawan). Misalnya:
Pada kutipan pertama: Krench, Crutchfield and Ballachey (1962: 32) atau
(Krench, Crutchfield and Ballachey, 1962: 32).
Pada kutipan berikutnya: Krench, et. al. (1962: 57) atau
(Krench, et. al., 1962: 57).
5) Jika mengutip dari pustaka yang tidak mencantumkan nama penulisnya, tidak
ditulis anonymous, melainkan dicantumkan nama lembaga yang mempublikasi-
kannya. Misalnya:
Departemen Pertanian (1982: 98) atau (Departemen Pertanian, 1982: 98)
Badan Pengendalian Bimas (1985: 76) atau (Badan Pengendalian Bimas,
1985: 76)
6) Jika mengutip pernyataan yang telah dikutip orang lain, caranya sebagai berikut:
Geertz C (dalam Herman Soewardi, 1978: 68) atau ……
Sebenarnya hal ini tidak dianjurkan jika tidak terpaksa. Sebaiknya dicari sumber
aslinya (sumber pertamanya).

2. Dalam hal materi yang dikutip.


Terdapat beberapa aturan dalam penyajian materi kutipan itu, antara lain: 1) pan-
jang-pendeknya materi kutipan; 2) penggunaan tanda kutip; 3) pengambilan sebagian
materi kutipan; 4) menemukan kesalahan pada materi kutipan; 5) pengubahan materi
tulisan. Hal-hal tersebut berlaku pada kutipan langsung; terakhir perlu diketahui pula
tentang cara penyajian kutipan tidak langsung.

1) Panjang-pendeknya materi kutipan; dibedakan antara “kurang dari lima baris” dan
“lima baris lebih”. Penyajian untuk masing-masing itu sebagai berikut:
(1) Panjang materi “kurang dari lima baris”, bagian kutipan harus diapit oleh dua
tanda kutip ganda (“…“) dan ditik dua spasi baris sesuai dengan spasi baris teks.
Misalnya:

52
“Miskinnya penduduk desa Jawa bukan disebabkan karena mereka ‘statis’,
melainkan sebaliknya yaitu statisnya penduduk desa disebabkan karena mereka
miskin.” (Geertz, 1963: 142); atau
Geertz (1962: 142) menyatakan bahwa: “Miskinnya penduduk desa Jawa bukan
disebabkan karena mereka ‘statis’, melainkan sebaliknya yaitu statisnya penduduk
desa disebabkan karena mereka miskin.”
(Perhatikan tanda-tanda baca pada materi kutipan tersebut).
(2) Panjang materi “lima baris lebih”, bagian kutipan ditempatkan seperti alinea baru,
boleh diapit dengan dua tanda kutip ganda boleh tidak; jika diapit tanda kutip,
dimulai dari tujuh spasi huruf dari margin kiri; kemudian baris-baris selanjutnya
dimulai lima spasi huruf. Jika tidak diapit tanda kutip, sejak awal kalimat dengan
baris-baris berikutnya adalah sama, yaitu lima spasi huruf dari margin kiri.
Baik menggunakan tanda kutip maupun tidak, kutipan ditik satu spasi baris,
berjarak tiga spasi baris di bawah teks sebelumnya.
Contoh dengan menggunakan “tanda kutip”:
“Dengan masuknya pembangunan Indonesia ke tahap PJP II, kebijakan
pembangunan pun telah bergeser dari ‘agricultural lead’ ke ‘export lead’,
yang bertitik berat pada export manufacturing (non migas). Hal ini telah
berjalan pada Repelita VI (1993-1998), bagi saya menjadi pertanyaan
mengapa menjadi ‘shift’semacam itu. Padahal di Brasil kebijakan seperti itu
telah ‘direvisi’ karena kurang puas terhadap hasil-hasil kebijakan semacam
itu. Namun sebaliknya di Taiwan, kebijakan’agriculture lead’ tetap diperta-
hankan. Maka seyogyanya, negara kita pun menilai kembali kebijakan ‘export
manufacturing lead’ setelah hal ini berjalan selama Repelita VI itu.” (Herman
Soewardi, 2005: 14).
Contoh tidak menggunakan “tanda kutip”:
Dengan masuknya pembangunan Indonesia ke tahap PJP II, kebijakan
pembangunan pun telah bergeser dari “agricultural lead” ke “exportt lead”,
yang bertitik berat pada export manufacturing (non migas). Hal ini telah
berjalan pada Repelita VI (1993-1998), bagi saya menjadi pertanyaan
mengapa menjadi “shift”semacam itu. Padahal di Brasil kebijakan seperti itu
telah “direvisi” karena kurang puas terhadap hasil-hasil kebijakan semacam
itu. Namun sebaliknya di Taiwan, kebijakan”agriculture lead” tetap diperta-
hankan. Maka seyogyanya, negara kita pun menilai kembali kebijakan “export
manufacturing lead” setelah hal ini berjalan selama Repelita VI itu.” (Herman
Soewardi, 2005: 14).
2) Penggunaan tanda kutip; harap diperhatikan contoh (misal) pada materi kutipan yang
panjang kurang dari lima baris, terdapat kata ‘statis’, dan pada materi kutipan yang
panjang lima baris lebih, yang menggunakan tanda kutip terdapat kata ‘agriculture
lead’, ‘export lead’ , ‘shift’, ’direvisi’, dan ‘export manufacturing lead’, mengguna-
kan tanda kutip tunggal. Pada tulisan aslinya menggunakan tanda kutip ganda; akan
tetapi karena kutipan menggunakan tanda kutip ganda, maka tanda kutip ganda pada
tulisan aslinya itu diubah menjdi tanda kutip tunggal. Pada misal/contoh tidak meng-
gunakan tanda kutip, kata-kata yang diapit tanda kutip tunggal itu diapit oleh tanda
kutip ganda sesuai dengan tulisan aslinya.
3) Pengambilan sebagian materi tulisan; pengutip tidak mengambil seluruh materi

53
kutipan,dengan syarat tidak mengubah makna dari keseluruhan materi kutipan. Ada
dua kemungkinan; pertama, yang tidak dikutip itu “sebagian dari kalimat”; kedua,
“satu alinea atau lebih”.
(1) Jika yang tidak dikutip itu sebagian dari kalimat, dinyatakan dengan tiga titik
( … ). Misalnya:
“… selama negara dan koperasi belum lagi mempunyai alat untuk memimpin
ekonomi nasional, inisiatif partikuler itu memenuhi tugasnya dalam masyarakat
untuk menghidupkan ekonomi dan membuka mata pencaharian bagi beribu-ribu
rakyat yang termasuk golongan tak punya” (Mohamad Hatta, 1951: …).

Misal lain yang kurang dari lima baris:


Dinyatakan oleh Sri Edi Swasono (1983: …): “ … seolah-olah membangun dan
membuat peraturan adalah identik, sehingga ada pula yang menjuluki ekonomi
kita sebagai’ekonomi peraturan’, ‘ekonomi perizinan’ atau keseluruhannya
dikatakan sebagai ‘negara izin’ …”
Pada misal di atas menandakan ada sebagian kalimat di awal dan di akhir kutipan
yang tidak dikutip.
(2) Jika yang tidak dikutip itu satu alinea atau lebih, dinyatakan dengan titik-titik
sepanjang baris halaman. Misalnya (tanpa tanda kutip):
…………………………………………………………………………….
Semboyan yang muluk-muluk sudah banyak dihamburkan, demonstrasi banyak
dilakukan, tinggal lagi sekarang menyelenggarakan semuanya itu dengan
organisasi. Kalau kita akan bersemboyan juga, ambillah sekarang sebagai
semboyan: “dari demonstrasi ke organisasi”. Organisasi adalah pangkal
kekuatan. Organisasi yang dibangun oleh kapitalisme kolonial hanya dapat kita
lawan dengan organisasi pula … (Mohamad Hatta, 1951: …).

4) Kesalahan atau ketidaksesuaian; pada materi yang dikutip terdapat kesalahan atau
ketidaksesuaian dengan kondisi tertentu. Jika hal ini dijumpai pengutip cukup
membubuhkan tanda Sic.! di antara dua tanda kurung persegi [Sic.!] di belakang hal
yang dianggap salah atau tidak sesuai dengan situasi kondisi tertentu itu. Misalnya:
“Manajemen merupakan upaya dalam menggabungkan faktor manusia dan faktor
modal, menggerakkan kedua faktor itu dalam upaya mencari [Sic.!] tujuan yang
digariskan bersama …” (Herman Soewardi, 1985: 2).
Dikemukakan oleh Geertz C. (1963: 142) bahwa: “Kemiskinan yang diderita oleh
masyarakat pedesaan di Jawa, disebabkan oleh kebodohan [Sic.!] masyarakat itu
sendiri.”
Pada misal pertama, tanda [Sic.!] di belakang kata mencari menandakan salah penge-
tikan, sebab seharusnya bukan mencari melainkan mencapai. Pada misal kedua, di
belakang kata kebodohan menandakan bahwa pengutip tidak sepaham, karena kata
tersebut bagi bangsa Indonesia dewasa ini sudah tidak cocok lagi.
Hal-hal semacam di atas dilakukan apabila penulisnya tidak mengadakan erata (ralat).
Jika disertai ralat penulis kesalahan atau ketidaksepahaman itu langsung diganti oleh
pengutip.
5) Pengubahan materi kutipan; pada keadaan tertentu kadang-kadang pengutip mempu-

54
nyai maksud mengubah teknik penulisan materi yang dikutip. Misalnya menambah
tanda kutip atau menggarisbawahi dengan huruf miring (kursif) pada kata-kata atau
bagian kalimat. Hal tersebut dilakukan karena pengutip menganggap penting terhadap
bagian-bagian tersebut. Untuk kejadian itu pengutip harus memberi keterangan bahwa
hal tersebut dibuat oleh pengutip. Caranya dengan mencantumkan di dalam kurung
(tanda kutip oleh pen.) atau (kursif oleh pen.) di belakang bagian yang diubah itu.
Misalnya:
.........................................................................................................................................
Bila kita perhatikan, kebijakan pembangunan pertanian telah mengalami perubahan-
perubahan dari “tradisional ke modernisasi dan akhirnya mencapai tahapan modern/
industrial” (tanda kutip oleh pen.) … (Herman Soewardi, 2005: 22).
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
Salmon Padmanegara (dalam Herman Soewardi, 2005: 23) menyatakan bahwa: “Di
dalam agribisnis itu, ‘agroindustri’ menjadi primadonanya. Oleh karena itu, sangat
diperlukan adanya perubahan struktur pedesaan menjadi lebih progresif, teknologi
pertanian modern, petani yang tangguh, mandiri dan sebagai subjek (kursif oleh
pen.)” ..............................................................................................................................
Pada misal pertama, dalam tulisan aslinya tidak ada kata atau bagian kalimat yang
memakai tanda kutip. Selain itu di awal dan akhir kutipan dibubuhkan titik-titik
sepanjang baris; hal ini menandakan ada bagian alinea sebelum dan sesudah kutipan
yang tidak dikutip.
Pada misal kedua, karena seluruh kutipan menggunakan tanda kutip, maka tanda kutip
pada kata agroindustri diberi tanda kutip tunggal; padahal pada aslinya menggunakan
tanda kutip ganda. Bagian yang dikutip pada tulisan aslinya tidak ada kata atau bagian
kalimat yang menggunakan huruf miring (kursif). Selain itu, di awal kutipan didahu-
lui oleh titik-titik sepanjang baris, hal ini menandakan ada bagian alinea sebelum
bagian yang dikutip, tidak dikutip; di akhir kutipan dibubuhkan “tiga titik” yang me-
nandakan bahwa setelahnya ada satu kalimat yang tidak dikutip.
6) Kutipan tidak langsung; dalam mengutip secara tidak langsung, yaitu hanya mengam-
bil serapan isi atau sari dari yang dikutip, tidak terlalu banyak yang menjadi ketentu-
an; yang penting ialah bahwa serapan isi itu tidak menyimpang dari makna yang di-
kutip. Secara umum cara penyajiannya sama dengan kutipan langsung yang “kurang
dari lima baris”. Ditik dua spasi baris, tidak diapit oleh dua tanda kutip ganda, dan
diintegrasikan pada teks tulisan. Dapat dikatakan bahwa gaya bahasanya akan sama
dengan gaya bahasa pengutip sendiri. Dengan demikian biasanya tidak dimulai de-
ngan kata-kata: “Si Anu (2005) menyatakan …”; “menurut Si Anu (2005)”; “dike-
mukakan oleh Si Anu (2005) …” dan sebagainya, melainkan cukup dengan uraian
pengutip ditutup dengan (Si Anu, 2005).
7) Kutipan bahasa asing; sudah dengan sendirinya bahwa dalam mengkaji kepustakaan
itu akan menghadapi kepustakaan-kepustakaan berbahasa asing, yang ditulis oleh
orang-orang asing. Banyak kepustakaan yang ditulis oleh orang asing tetapi berbahasa
Indonesia. Kepustakaan semacam itu adalah kepustakaan terjemahan; dan kadang-
kadang kepustakaan itu diragukan kebenarannya. Bagi yang menggunakan kepustaka-
an asing (bukan terjemahan), kutipan yang diambilnya disajikan dalam bahasa asli-
nya; dan “tidak boleh diterjemahkan”, melainkan diserap isinya kemudian disertakan
sebelum atau sesudah kutipannya. Cara penyajian kutipan berbahasa asing adalah

55
sama dengan teknik pengutipan langsung sebagaimana telah ditunjukkan di muka.
Perlu diperhatikan cara penulisan nama orang asing (Nama asing, tahun: halaman
dalam kurung, materi kutipan; atau materi kutipan, dalam kurung nama asing, tahun:
halaman). Serapan isi kutipan dengan gaya bahasa pengutip sendiri, dapat disajikan
sebelum atau setelah kutipan tanpa harus mencantumkan nama, tahun dan halaman.

2.3. Cara Penyajian Daftar Pustaka

Daftar pustaka merupakan petunjuk bagi pembaca tentang referensi yang digunakan
dalam menyusun rencana dan pelaksanaan penelitian. Pustaka yang didaftarkan itu
“hanya dan hanya” pustaka yang digunakan saja, mungkin dalam menetapkan masalah,
mengkaji pustaka, menyusun kerangka pemikiran dalam mengajukan hipotesis atau pun
yang dipakai bagi penjelasan-penjelasan dalam membahas hasil penelitian.

Susunan daftar pustaka atau pun susunan unsur-unsur struktur kepustakaan dan cara
penyajiannya mempunyai aturan tertentu. Aturan ini tergantung pada macam dan jenis
kepustakaannya, seperti buku, artikel, laporan atau pun dokumen-dokumen. Setiap
macam atau jenis kepustakaan itu pun dapat dibeda-bedakan lagi; seperti 7 macambuku, 8
macam artikel, 4 macam laporan dan bermacam-macam dokumen. Teknik penyajiannya
adalah sebagai berikut:

1) Referensi diambil dari “buku”


Ada 7 macam buku, yaitu:

1) Buku yang ditulis oleh seorang penulis;


2) Buku yang ditulis oleh dua atau tiga orang penulis;
3) Buku yang ditulis oleh lebih dari tiga orang penulis;
4) Buku yang ditulis beberapa edisi (cetakan);
5) Buku yang ditulis beberapa jilid (volume);
6) Buku yang ditulis berupa suntingan (bunga rampai/antololgi);
7) Buku yang ditulis berupa terjemahan/saduran.

1) Referensi dari buku yang ditulis oleh seorang penulis:


Struktur umum:
“Nama penulis. Tahun. Judul Buku. Tempat: Nama Penerbit.”
Contoh:
Souther J. W. 1957. Technical Report of Writing. New York: John Wiley & Son,
Inc.
Valko, Lazlo. 1964. Essay on Modern Cooperation. Washington State University
Press.

Perhatikan!
(1) Nama keluarga seperti Souther dan Valko, dicantumkan lebih dahulu, diikuti
oleh nama kecilnya, seperti J. W. dan Lazlo.
(2) Tanda-tanda baca yang digunakan; setelah nama keluarga berbeda antara

56
setelah Souther dan Valko dalam hal koma dan titik. Setelah Souther tanpa
tanda baca apapun langsung J titik kemudian W titik. Tetapi setelah Valko
koma Lazlo titik. Jadi jika nama kecil disingkat, setelah nama keluarga tanpa
tanda baca apa pun kemudian singkatan lain titik. Jika nama kecil tidak
disingkat, maka setelah nama keluarga koma kemudian nama kecil titik.
(3) Tahun terbit buku; setelah nama penulis dengan nama kecil disingkat bertitik,
kemudian langsung titik tahun titik. Tetapi jika nama kecil tidak disingkat,
setelah titik kemudian tahun diakhiri titik.
(4) Judul buku ditulis dengan huruf miring (kursif), semi capital dan diakhiri
tanda titik.
(5) Setelah judul buku ialah tempat penerbit, titik dua kemudian nama penerbit
selengkapnya.
(6) Perpindahan baris (baris kedua dan selanjutnya) ditulis di bawah huruf kelima
nama penulis,dan berjarak satu spasi baris; jarak antar pustaka adalah dua
spasi baris.

2) Referensi dari buku yang ditulis oleh dua atau tiga penulis:
Struktur umum:
“Dua/Tiga nama penulis. Tahun. Judul Buku. Tempat: Nama Penerbit”.
Contoh dua penulis:
Kuhn, Johanes and S. Hein. 1971. How to Measure the Efficiency of Agricultural
Cooperative in Developing Countries. Marburg: (to be published by FAO,
1974).

Contoh tiga penulis:

Bennis W. G., K. D. Benne and Robert Chin. 1971. The Planning of Change. New
York: Rinehart and Winston Inc.

Perhatikan!
(1) Baik pada dua penulis maupun pada tiga penulis, hanya penulis pertama yang
nama keluarganya ditulis terlebih dahulu; nama penulis kedua atau pun ketiga
dimulai dengan nama kecilnya.
(2) Karena ketentuan tersebut maka pengutipan susunan nama-nama penulis harus
sesuai dengan apa yang tercantum pada bukunya.
(3) Ketentuan-ketentuan lain adalah seperti pada contoh sebelumnya.

3) Referensi dari buku yang ditulis oleh lebih dari tiga penulis:
Struktur umum:
“Nama lebih dari tiga penulis. Tahun. Judul Buku. Tempat: Nama penerbit”.

57
Contoh:
Campbell J. P. et. al.,1970. Managerial Behavior, Performance and Effectiveness.
New York: McGraw Hill Cay.

Perhatikan!
(1) Hanya nama keluarga penulis pertama yang dicantumkan; penulis yang
lainnya diganti dengan et. al. (singkatan dari et allei). Jika pada buku bahasa
Indonesia dkk. atau dll. Lengkapnya pada kutipan.
(2) Ketentuan-ketentuan yang lainnya adalah sebagai pada contoh sebelumnya.

4) Referensi dari buku yang ditulis beberapa edisi (cetakan):


Struktur umum:
“Nama (nama-nama) penulis. Tahun. Judul Buku. Edisi/Cetakan. Tempat: Nama
Penerbit.”

Contoh:
Bellow, Roger. 1964. Psychlogy of Personel in Business and Industri. Third Ed.
New Yersey: Prentice-Hall, Inc.
M. Manulang. 1969. Dasar-Dasar Management. Cetakan II. Medan: Monora.

Perhatikan!
(1) Setelah judul buku dicantumkan Edisi atau Cetakan keberapa buku yang
dipergunakan itu; dalam bahasa Inggris Edition boleh disingkat dengan Ed.;
jika bahasa indonesia disingkat Cet.
(2) Nama penulis Indonesia (seperti M. Manulang) tidak dibalik, karena tidak
jelas mana nama keluarga dan mana nama kecil.
(3) Ketentuan-ketentuan lain adalah seperti pada contoh sebelumnya.

5) Referensi dari buku yang ditulis beberapa jilid (volume):


Struktur umum:
“Nama (nama-nama) penulis. Tahun. Judul Buku. Jilid/Volume. Tempat: Nama
Penerbit”.

Contoh:
Burger & Prajudi. 1960. Sejarah Ekonomis Sosiologis Indonesia. Jil. I. dan II.
Jakarta: Pradnya Paramita.

Schrieke B. O. J. 1959. Indonesian Sociological Studies. Vols.I & II. Hoeve’s


Ravenhage.

Perhatikan!
(1) Setelah judul buku dicantumkan Jilid (disingkat Jil.) atau Volume (disingkat

58
Vols.) keberapa buku yang digunakan itu.
(2) Ketentuan-ketentuan lain adalah seperti pada contoh sebelumnya.

6) Referensi dari buku suntingan (Bunga Rampai atau Antologi):


Struktur umum:
“Nama (editor). Tahun. Judul Buku (Bunga Rampai). Tempat: Nama Penerbit”.
Contoh:
Sajogyo (ed). 1982. Bunga Rampai Perekonomian Desa. Yayasan Obor
Indonesia. Yayasan Agro Ekonomika.
Sri-Edi Swasono (ed). 1983. Mencari Bentuk, Posisi dan Realitas Koperasi Di
Dalam Orde Ekonomi Indonesia. Penerbit Universitas Indonesia.

Perhatikan!
(1) Di belakang nama penyunting dibubuhkan kata editor (disingkat ed).
(2) Kata Bunga Rampai terpaut pada Judul Buku (seperti contoh pertama);
kadang-kadang tidak ada keterangannya (seperti contoh kedua). jadi
penyajiannya tergantung pada tercantum tidaknya pada sampul buku tersebut.
(3) Pada kedua contoh itu tidak terdapat tempat penerbit; ini pun disebabkan
karena tidak tercantum pada sampul buku.
(4) Ketentuan-ketentuan lain adalah seperti pada contoh sebelumnya.

7) Referensi dari buku terjemahan atau saduran:


Struktur umum:
“Nama Penulis Asli. Tahun. Judul/terjemahan (Judul asli).Terjemahan. Nama
penerjemah (ed). Tempat: Penerbit”.

Contoh:
Schumacher E. F. 1973. Kecil Itu Indah, Ilmu Ekonomi Yang Mementingkan
Rakyat Kecil (Small Is Beautiful). Terj. S. Supomo dan Masri Maris (ed).
Jakarta: LP3ES.
Scott, James C. 1981. Moral Ekonomi Petani, Pergolakan dan Subsistensi Di Asia
Tenggara (The Moral Economy of The Peasant, Rebellion and Subsistence
in Southeast Asia). Terj. Hasan Basri dan Bur Rusanto (ed). Jakarta: LP3ES.
Smelser, Neil J. 1984 Struktur Sosial dan Mobilitas Dalam Pembangunan
Ekonomi (Social Structure and Mobility in Economic Development). Terj.
Khairudin. Yogyakarta: Penerbit Nur Cahya.

Perhatikan!
(1) Nama yang dicantumkan paling muka adalah nama penulis aslinya menurut
ketentuan-ketentuan sebelumnya.
(2) Judul terdahulu adalah judul terjemahan diikuti judul aslinya di dalam kurung,

59
kesemuanya dengan huruf miring (kursif).
(3) Tahun terbit adalah tahun terbit terjemahan.
(4) Sebelum nama penerjemah (dan editor) didahului oleh Terjemahan yang
disingkat Terj. (dicetak kursif).
(5) Kadang-kadang buku terjemahan itu selain disebutkan penerjemahnya juga
disebutkan pemeriksanya (editor disingkat ed.) seperti contoh kesatu dan
kedua.; tetapi kadang-kadang tidak disebutkan, seperti contoh ketiga.
(6) Ketentuan-ketentuan lain adalah seperti pada contoh sebelumnya.

2. Referensi diambil dari “artikel”.

Ada sembilan macam sumber artikel, yaitu:

1) Artikel dalam Buku Suntingan (Bunga Rampai/Antologi);


2) Artikel dalam Journal;
3) Artikel dalam Bulletin;
4) Artikel dalam Review;
5) Artikel dalam Majalah Ilmiah Umum;
6) Artikel dalam Ensiklopedia;
7) Artikel dalam Proceeding;
8) Artikel dalam Harian (Surat Kabar);
9) Artikel dalam “Internet”.

1) Artikel dalam Buku Suntingan (Bunga Rampai/Antologi)


Struktur umum:
“Nama penulis artikel. Tahun. “Judul Artikel.” Judul buku suntingan. Editor. Nama
penyunting. Tempat: Penerbit”.
Contoh:
Ruttan V,E. 1982. “Teori Tingkat Penumbuhan, Model Ekonomi Dualistik dan Politik
Perkembangan Pertanian.” Bunga Rampai Perekonomian Desa. Ed. Sajogyo.
Yayasan Obor Indonesia. Yayasan Agro Ekonomi.
Saleh Syafradji. 1984. “Integrasi Usaha dan Kebijakan Pemasaran Dalam Koperasi.”
Memperkokoh Pilar-Pilar Kemandirian Koperasi (Antologi Essei). Ed.
Chairudin Djamhari. Badan Penelitian dan Pengembangan Koperasi,
Departemen Koperasi.
Perhatikan!
(1) Nama penulis adalah nama penulis artikel, dicantumkan sesuai dengan ketentuan-
ketentuan yang telah ditetapkan.
(2) Tahun terbit adalah tahun terbit buku suntingan.
(3) Judul artikel ditulis tegak diapit tanda kutip ganda, diikuti judul buku suntingan
ditulis dengan huruf miring (kursif).
(4) Nama editor didahului kata ed. Ditik sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.

60
(5) Tanda titik yang memisahkan judul artikel dengan judul buku, harus berada di
dalam tanda kutip, bukan di luarnya (tidak seperti dalam tata cara mengutuip).
(6) Ketentuan-ketentuan lainnya sama seperti pada contoh sebelumnya.

2) Referensi dari artikel dalam Journal.

Struktur umum:
“Nama penulis artikel. Tahun. “Judul Artikel.” Nama Journal, Volume, nomor,
halaman.”
Contoh:
Phillips, Richard. 1953. “Economic Nature of Cooperative Association.” Journal of
Farm Economics, Vol. 35, p.74.
Rostow W.W. 1956. “The Take-off Into Self Sustained Growth.” The Economic
Journal, Vol. 56, March, p. 25 – 48.
Ruttan, Vernon W. 1957. “Growth Stage Theories and Agricultural Devopment.”
Australian Journal of Agricultural Economics, Vol 9, No. 1, p. 17 – 32.

Perhatikan!
(1) Nama penulis artikel dicantumkan menurut ketentuan yang telah ditetapkan.
(2) Tahun terbit adalah tahun terbit journal yang bersangkutan.
(3) Judul artikel ditulis tegak di antara dua tanda kutip ganda, dengan tanda titik di
dalam tanda kutip.
(4) Nama journal mengikuti judul artikel, ditulis miring (kursif), diikuti tanda koma,
volume (disingkat Vol.) koma nomor atau bulan terbit koma halaman (dapat hanya
halaman awal, ataupun halaman awal dan akhir).
(5) Kelengkapan data bagian, seperti nomor terbit dan/atau bulan terbit, tergantung
dari tercantum tidaknya pada jurnal itu.

3) Referensi dari artikel dalam bulletin.

Struktur umum:
“Nama penulis artikel/kelembagaan. Tahun. “Judul Artikel.” Nama Bulletin, Volume,
nomor, bulan.”
Contoh:
ECAFE. 1967. “Major Problem and Obstacles in Plan Implementation.” Economic
Bulletin for The Asia and The Far East, Vol. XVII, No. 3, December.
J.B. Sumarlin. 1973. “Peranan Organisasi Masyarakat Dalam Mensukseskan
Pembangunan.” Bulletin Ekonomi dan Keuangan Indonesia. No.3.
September.

61
Perhatikan!
(1) Pada dasarnya sama seperti pada penyajian artikel journal.
(2) Jika penulis artikel tidak jelas atau tidak terdapat, sebagai penggantinya ialah
kelembagaan yang menerbitkan bulletin tersebut; seperti pada contoh kedua;
ECAFE adalah singkatan dari “Economic Commision for Asia and Far East”,
didirikan oleh Dewan Ekonomi dan Sosial PBB.

4) Referensi dari artikel dalam Review

Struktur umum:
Nama penulis artikel/kelembagaan. Tahun. “Judul Artikel.” Nama Review, Volume,
nomor, halaman.
Contoh:
Davidovic G. 1971. “American Contribution to Cooperative Theory and Practice. “
Canadian Review of CIRIEC (Canadian International Centre of Research
and Information of Public and Cooperative Economy), Vol 4, No. 1, p. 70.
Orizet, Jean. 1969. “The Cooperative Movement Since the First World War.”
International Labour Review, Vol. 100, p. 23.
Phillips H.S. 1963. “Development Administration and the Alliance of Progress.”
Review of the Administration Science, Vol. XXIX.

Perhatikan!
(1) Pada dasarnya sama seperti pada penyajian artikel Bulletin.
(2) Ketidakseragaman penyajian data dari Review (seperti nomor terbit dan halaman)
tergantung pada tercantum tidaknya data tersebut pada Review itu.
(3) Sama halnya, jika nama penulis artikel tidak jelas atau tidak ada, maka sebagai
penggantinya adalah kelembagaan yang menerbitkan Review tersebut.

5) Referensi dari artikel dalam Majalah Ilmiah Umum.

Struktur umum:
Nama penulis artikel/Kelembagaan. Tahun. “Judul artikel.” Nama Majalah Ilmiah
Umum. Vol., nomor, halaman.
Contoh:
Awaludin. 1971. “Penyempurnaan Management.” Majalah Administrasi Negara. No.
7. Tahun XI.
S. Boedjang. 1958. “Bank Tani dan Nelayan.” Majalah Keuangan Negara, No. 9,
Tahun I, Maret.

Perhatikan!
Pada dasarnya sama seperti bentuk majalah lainnya (Journal, Bulletin dan Review).

62
6) Referensi dari artikel dalam Ensiklopedi

Struktur umum:
Nama penulis artikel. Tahun. “Judul artikel.” Volume, halaman, Nama Ensiklopedi.
Editor. Nama Editor. Tempat: Penerbit.
Contoh:
Coumbe, Clement W. 1954. “Unemployment.” Vol. 27. p. 227-280. The Encyclopedia
Americana. New York: American Corporation.
Wallace, David L. 1968. “Clustering.” Vol. II. p. 519-524. International Encyclopedia
of the Social Science. Ed. David L. Sills.
“Assimilation.” Funk & Wagnalls New Encyclopedia. Ed. Dickey, Norman H. Vol. 2.
p. 448. R.R. Donneley & Sons Company.

Perhatikan!
(1) Artikel dari ensiklopedi, pada umumnya berupa penjelasan terhadap suatu
konsep/variabel seperti: “umnemployment”, “clustering”, “assimilation”, dan
sebagainya.
(2) Perbedaannya dengan penyajian artikel dari majalah lainnya, dalam peletakan data
pustaka (seperti volume, halaman dan sebagainya), yang diletakkan setelah judul
artikel (majalah lain setelah nama majalah).
(3) Jika nama penulis artikel tidak terdapat pada ensiklopedi itu, maka sebagai
penggantinya ialah “judul artikel”, diikuti oleh nama ensiklopedi (seperti contoh
ketiga).
(4) Pada contoh ketiga itu, tidak terdapat tempat dan tahun terbit ensiklopedi.
(5) Ketentuan-ketentuan lain sama seperti pada majalah lain (journal, bulletin, review,
dan majalah ilmiah lainnya).

7) Referensi dari artikel dalam Proceeding (kumpulan makalah dari seminar,


simposium, konferensi ilmiah, lokakarya dan sebagainya)

Struktur umum:
Nama penulis artikel/makalah. Tahun. “judul artikel/makalah.” Data penyelenggaraan
selengkapnya.
Contoh:
Herman Soewardi. 2005. “Pertanian Leading Sector Pembangunan Kini dan Masa
Depan. “ Simposium Model Implementasi Kebijakan Revitalisasi Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan: Sumbangan Pemikiran Universitas Padjadjaran.
Bandung: Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Unpad.
Savary, Roger. 1972. “Cooperative an Their Environment, Collaboration with
Governments.” National and International Institution, Doc. No. 019. Third
Main Paper presented at the ICA/FAO Open World Conference on the Role

63
of Agricultural Cooperative in Economic and Social Development. Rome.

Perhatikan!
(1) Pada dasarnya sama seperti pada bermacam majalah (journal, bulletin, review, dan
majalah ilmiah lainnya).
(2) Tahun adalah tahun diselenggarakannya
simposium/seminar/konferensi/lokakarya.
(3) Judul makalah ditulis tegak di antara dua tanda kutip ganda dengan tanda titik di
dalam tanda kutip.
(4) Keterangan/data proceeding dicetak miring (kursif) seluruhnya.
(5) Tempat ialah tempat diselenggarakannya
simposium/seminar/konferensi/lokakarya.

8) Referensi dari artikel dalam Harian (Surat kabar).

Struktur umum:
Nama penulis artikel. Tahun. “Judul artikel.” Nama Harian. Hari tanggal bulan,
halaman.
Contoh:
Poempida Hidayatullah. 2005. “Reposisi Kebijakan Teknologi Nasional.” Harian
Republika. Senin 27 Juni, halaman 2.
Soerawo Abdulmanap. 1980. “Benang Merah Ajaran dan Konsepsi Ekonomi Bung
Hatta.” Harian Kompas, 27 Maret.

Perhatikan!
(1) Pada prinsipnya sama seperti pada majalah-majalah (jurnal, bulletin, review, dan
majalah ilmiah lainnya).
(2) Kelengkapan data penerbitnya untuk harian (surat kabar) adalah seragam, akan
tetapi cara penyajiannya dapat berbeda; yaitu dapat lengkap (hari, tanggal, bulan,
tahun dan halaman) seperti contoh pertama, atau tidak lengkap (minimal tanggal,
bulan dan tahun) seperti contoh kedua.

9) Referensi dari artikel dalam “Internet”

Struktur umum:
Nama penulis artikel. Tahun. “Judul Artikel.” Melalui internet dengan kelengkapan
data internet.
Contoh:
Kawasaki, Jodde L., and Matt R. Roven. 1995. “Computer Administered Survey in
Extension.” Journal of Extension 33 (Jume). E-Journal on-line. Melalui
<http://www.joe.org/june33/95.html> [06/17/00].
“Integrated Marketing Communication.” Melalui

64
<http://www.entarga.com/mktgplan/imc.htm> [12/30/04].

Perhatikan!
(1) Penyajian nama penulis artikel, tahun dan judul artikel adalah seperti pada
sumber-sumber lainnya (journal, bulletin, review, majalah ilmiah lain dan
ensiklopedi).
(2) Perbedaan yang terlihat adalah pada data/keterangan penerbitannya. Seperti
setelah judul artikel, diperoleh keterangan tentang macam sumbernya seperti
buku, journal, ensiklopedi dan sebagainya (hal ini tidak selalu ada), dicetak
dengan huruf miring (kursif) dan diikuti alamat “e-mail” tertentu, dicetak tegak
(seperti pada contoh pertama); dilanjutkan dengan “kode internet tertentu” di
dalam “kurung tekuk” (tanda lebih kecil – lebih besar).
(3) “Kode internet” pun tidak selalu seragam, tergantung pada “domein-domeinnya”;
seperti contoh pertama berbeda dengan contoh kedua. Yang sama adalah bagian
awal kode, yaitu http://www..., diakhiri dengan kode akhir html atau htm. Setelah
kode internet, disertakan “tanda waktu meminta informasi”: bulan/tanggal/tahun
(month/date/year) dinyatakan dengan angka dan ditempatkan dalam tanda kurung
persegi [--/--/--].
(4) Jika nama penulis artikel tidak terdapat (seperti contoh kedua) sebagai pengganti-
nya ialah “judul artikel” yang didahulukan (seperti pada ensiklopedi).

3. Referensi diambil dari Laporan-laporan

Ada 4 macam laporan yang ciasa dijadikan referensi, yaitu:

1) “Report”;
2) Laporan Penelitian Umum;
3) Laporan Penelitian Akademis;
4) Laporan Lembaga/Dinas.

1) Referensi dari “Report”


Struktur umum:
Judul “Report”. Tahun. Tempat: Bagian yang menerbitkan/penerbit.
Contoh:
Cooperative Independent Commision Report. 1958. Manchester: Cooperative Union
Ltd.
Report of the ICA Commision on Cooperative Principles. 1967. London: International
Cooperative Alliance (ICA).
Report on The Second Ad-Hoc Consultation of Agricultural Cooperative and Others
Farmer's Association. 1970. Rome: Held at Nairobi, 1969. FAO.

Perhatikan!
(1) Karena pada umumnya suatu “Report” tidak mencantumkan nama pelapornya,

65
maka judul “Report” itulah yang ditulis terdahulu.
(2) Tahun adalah tahun “Report”.
(3) Tempat adalah tempat lembaga yang melaporkan/penerbit yang menerbitkan.
(4) Disusul oleh nama lembaga di mana bagian lembaga yang melaporkan berada
(perhatikan contoh kedua dan ketiga).
(5) Jika bukan bagian lembaga dari suatu lembaga yang melaporkan, melainkan
dicetak oleh penerbit tertentu, maka setelah tempat adalah nama penerbitnya
(perhatikan contoh kesatu).

2) Referensi dari Laporan Penelitian Umum

Struktur umum:
Nama Lembaga/orang yang melakukan penelitian. Tahun. Judul Penelitian.
Keterangan Penyelenggara Penelitian.
Contoh:
Lembaga Penelitian Unpad. 1991. Penelitian Dinamika Sosial Ekonomi Masyarakat
Jawa Barat. Kerjasama badan Perencanaan pembangunan Daerah Propinsi
Jawa Barat dan LP Unpad.
Tim Sosial-Ekonomi Pertanian. 1989. Potensi Pengembangan Sosial Ekonomi
Masyarakat Desa Sekitar SPPT Arjasari. Fakultas Pertanian Unpad.
O. Hadipermana dan Sutoro. 1984. Pengaruh Dukungan Lembaga Pemerintahan Desa
Terhadap Dinamika Koperasi Unit Desa Di Jawa Barat. Penelititan
Peningkatan mutu Perguruan Tinggi. Ikopin.
Perhatikan!
(1) Jika penelitian dilakukan oleh suatu lembaga (baik sendiri maupun dalam rangka
kerjasama), meskipun di dalamnya terdapat susunan nama tim peneliti, maka yang
dicantumkan adalah lembaga yang menyelenggarakan penelitian itu.
(2) Kadang-kadang mungkin diambil dari penelitian mandiri yang dilakukan oleh
seorang atau beberapa orang, maka nama (nama-nama) itulah yang dicantumkan
lebih dahulu.
(3) Tahun adalah tahun penelitian.
(4) Judul penelitian ditulis dangan huruf miring (kursif).
(5) Terakhir adalah lembaga yang bertanggung jawab atas penelitian itu, ditulis
dengan huruf tegak.

66
3) Referensi dari Laporan Penelitian Akademis

Struktur umum:
Nama Peneliti. Tahun. Judul Penelitian. Skripsi/Thesis/Disertasi di perguruan Tinggi
tertentu.

Contoh:
Yosini Deliana. 1982. Partisipasi Anggota dalam Kegiatan KUD. Suatu Kasus yang
Terjadi di Kecamatan Soreang dan Rancaekok Kabupaten bandung. Skripsi
Sarjana Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian Universitas
Padjadjaran.
C. Ratna Permata. 2005. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Implementasi
Kebijakan Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Serta Hubungannya
Dengan Penggunaan Pupuk Berimbang Pada Tanaman Padi Sawah di
kabupaten bandung. Tesis Magister Sains Program Pascasarjana Universitas
Padjadjaran.
Mieke Ameriana. 2004. Kesediaan Konsumen Untuk Membayar Premium serta
Kepedulian Petani Terhadap Usaha Pengurangan Residu Pestisida pada
Sayuran Tomat. Disertasi Doktor Program Pascasarjana Universitas
Padjadjaran.

Perhatikan!
(1) Pada dasarnya tidak berbeda dengan Laporan Penelitian perorangan.
(2) Karena skripsi, tesis dan disertasi itu tidak diterbitkan, jadi sebagai data penerbit
diganti oleh tempat (perguruan) di mana karya tulis tersebut dibuat.

4) Referensi Dari Laporan Dinas

Struktur umum:
Bagian lembaga yang melaporkan. Tahun. Macam laporan. Lembaga yang
bertanggung jawab.
Contoh:
Kanwil Deptan Jawa Barat. 1989. Laporan Tahunan. Kantor Wilayah Departemen
Pertanian Jawa Barat.
Bagian Penyuluhan Pertanian. 1990. Laporan Rapat Kerja bagian Penyuluhan
Pertanian. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Barat.

Perhatikan!
Pada dasarnya sama dengan “report”.

67
4. Referensi diambil dari Dokumen-dokumen.

Struktur umum:
Negara. Tahun. Macam Dokumen. Tempat: Lembaga yang menerbitkan.
Contoh:
Republik Indonesia. 1971. Undang-Undang Dasar 1945. Jakarta: Departemen
Penerangan.
Republik Indonesia. 1972. Ketetapan majelis Permusyawaratan Rakyat No. ...
Tentang ... Jakarta: Departemen Penerangan.
Republik Indonesia. 19... Garis-garis Besar Haluan Negara, 19... Jakarta: Departemen
Penerangan.
Republik Indonesia. 19... Keputusan Presiden, No. ... Tentang ... Jakarta: Sekretariat
Negara.
Republik Indonesia. 19... Surat Keputusan Menteri Pertanian, No. ... Tahun ... tentang
... Jakarta: Departemen Pertanian.
Dan sebagainya.

Perhatikan!
(1) Nama penulis diganti oleh Negara/Pemerintahan Pusat, atau pun oleh
Pemerintahan Daerah yang menyusun dokumen tersebut.
(2) Tahun mengikuti penyusunan.
(3) Judul dokumen ditulis denga huruf miring keseluruhannya.
(4) Tempat adalah tempat diterbitkannya dokumen.
(5) Pengganti penerbit adalah departemen atau bagian-bagiannya.

5. Susunan dan Cara Pengetikannya

1) Urutan pustaka pada Daftar Pustaka disusun menurut nama-nama penulis atau
pengganti penulis secara alfabetis (menurut abjad), dari mulai huruf awal sampai
dengan huruf akhir nama tersebut. Artinya, jika huruf pertama berabjad sama,
dilihat huruf kedua, ketiga dan seterusnya. Karena sudah alfabetis, maka susunan
pustaka itu tidak perlu diberi nomor urut.
2) Jika untuk seorang penulis terdapat lebih dari satu pustaka, maka untuk berikutnya
nama penulis tidak dicantumkan lagi, tetapi diganti dengan garis panjang sepanjang
tujuh spasi ketuk (1,25 cm dalam komputer / word processor). Untuk mendahulu-
kan pustakanya, dilihat tahun diterbitkannya. Jika tahun terbitannya sama, didahu-
lukan mana yang paling pokok digunakan dalam tulisan ini.
3) Jarak antara baris dengan baris untuk satu pustaka adalah “satu spasi baris”; baris
kedua dan seterusnya menjorok lima spasi ketuk (1 cm) dari margin kiri (baris
pertama dimulai pada margin kiri).
4) Jarak baris antara satu pustaka dengan pustaka berikutnya ialah dua spasi baris.

68
Contoh Susunan Daftar Pustaka:

DAFTAR PUSTAKA

“Assimilation.” Funk & Wagnalls New Encyclopedia. Ed. Dickey, Norma H. Vol. 2.
p.448. R.R. Donnelley & Sons Company.

Awaludin. 1971. “Penyempurnaan Management.” Majalah Administrasi Negara, No. 7.


Tahun XI.

Bagian Penyuluhan Pertanian. 1990. Laporan Rapat Kerja bagian Penyuluhan Pertanian.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Barat.

Bellow, Roger. 1961. Psychology of Personel in Business and Industry. Third Ed. New
Jersey: Prentice Hall. Inc.

Bennis W.G., K.D. Benne and Robert Chin. 1971. The Planning of Change. New York:
Rinehart and Winston Inc.

Burger & Prajudi. 1960. Sejarah Ekonomis Sosiologis Indonesia. Jil I dan II. Jakarta:
Pradnya Paramita.

Campbell J.P. et.al. 1970. Managerial Behaviour, Performance and Effectiveness. New
York: McGraw Hill Company.

Cooperative Independent Commision Report. 1958. Manchester: Cooperative Union Ltd.

Coumbe, Clement W. 1954. “Unemployment.” Vol. 27, p. 227-280. The Encyclopedia


Americana. New York: American Corporation.

C. Ratna Permata. 2005. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Implementasi


Kebijakan Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Serta Hubungannya
Dengan Penggunaan Pupuk Berimbang Pada Tanaman Padi Sawah di
kabupaten bandung. Tesis Magister Sains Program Pascasarjana Universitas
Padjadjaran.

Davidovic G. 1971. “The Cooperative Contribution to Cooperative Theory and Practice.”


canadian Review of CIRIEC (Canadian International Centre of Research and
Information of Public and Cooperative Economy), Vol. 4. No. 1. p. 70.

ECAFE. 1967. “Major Problem and Obstacles in Plan Implementation.” Economic


Bulletin for The Asia and The Far East. Vol. XVII. No. 3. December.

Herman Soewardi. 2005. “Pertanian Leading Sector Perkembangan Kini dan masa
Depan.” Simposium Model Implementasi Kebijakan Revitalisasi Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan: Sumbangan Pemikiran Univeristas Padjadjaran.
Bandung: Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Unpad.

69
“Integrated Marketing Communication.” Melalui
<http://www.entargo.com/mktgplan/imc.htm> [12/30/04].

J.B. Sumarlin. 1973. “Peranan Organisasi Masyarakat Dalam Mensukseskan


Pembangunan.” Bulletin Ekonomi dan Keuangan Indonesia, No. 3. September.

Kanwil Deptan jawa Barat. 1989. Laporan Tahunan. Kantor Wilayah Departemen
Pertanian Jawa Barat.

Kawasaki, Joode L., and Matt R. Raven. 1995. “Computer Administered Surveys in
Extension.” Journal of Extension, 33 (June). E-Journal On-Line. Melalui
<http://www.joe.org/June33/95.html> [06/17/00].

Khun, Johanes and S. Hein. 1971. How To Measure The Efficiency of Agricultural
Cooperative in Developing Countries. Marburg: (to be published by FAO,
1974).

Lembaga Penelitian Unpad. 1991. Penelitian Dinamika Sosial Ekonomi Masyarakat


Jawa Barat. Kerjasama badan Perencanaan pembangunan Daerah Propinsi Jawa
Barat dan LP Unpad.

Mieke Ameriana. 2004. Kesediaan Konsumen Untuk Membayar Premium serta


Kepedulian Petani Terhadap Usaha Pengurangan Residu Pestisida pada
Sayuran Tomat. Disertasi Doktor Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran.

M. Manulang. 1969. Dasar-dasar Management. Cet. II. Medan: Menara.

O. Hadipermana dan Sutoro. 1984. Pengaruh Dukungan Lembaga Pemerintahan Desa


Terhadap Dinamika Koperasi Unit Desa Di Jawa Barat. Penelititan Peningkatan
mutu Perguruan Tinggi. Ikopin.

Orizet, Jean. 1969. “The Cooperative Movement Since First World War.” International
Labour Review, Vol. 100. p. 23.

Phillips H.S. 1963. “Development Administration and the Allience of Progress.” Review
of the Administration Science. Col. XXIX.

Phillips, Richard. 1953. “Economic Nature of Cooperative Association.” Journal of Farm


Economics. Vol. 35. p.47.

Poempida Hidayatulloh. 2005. “Reposisi Kebijakan Teknologi Nasional.” Harian


Republika, Senin 27 Juni, Halaman 2.

Report of the ICA Commision on Cooperative Principles. 1967. London: International


Cooperative Alliance (ICA).

Report on The Second Ad-Hoc Consultation of Agricultural Cooperative and Others


Farmer's Association. 1970. Rome: Held at Nairobi, 1969. FAO.

Republik Indonesia. 1971. Undang-Undang Dasar 1945. Jakarta: Departemen


Penerangan.

70
______. 1972. Ketetapan majelis Permusyawaratan Rakyat No. ... Tentang ... Jakarta:
Departemen Penerangan.

______. 19... Garis-garis Besar Haluan Negara, 19... Jakarta: Departemen Penerangan.

______. 19... Keputusan Presiden, No. ... Tentang ... Jakarta: Sekretariat Negara.

______. 19... Surat Keputusan Menteri Pertanian, No. ... Tahun ... tentang ... Jakarta:
Departemen Pertanian.

Rostow W.W. 1956. “The Take-off Into Self Sustained Growth.” The Economic Journal.
Vol. 56. March. p. 25-48.

Ruttan Vernon, W. 1957. “Growth Stage Theories and Agricultural Development.”


Australian Journal of Agricultural Economics, Vol. 9. No. 1. p. 17-32.

______. 1982. “Teori Tingkat Penumbuhan, Model Ekonomi Dualistik dan Politik
Perkembangan pertanian.” Bunga Rampai Perekonomian Desa. Ed. Sajogyo.
Yayasan obor Indonesia. Yayasan Agro Ekonomika.

Sajogyo (ed). 1982. Bunga Rampai Perekonomian Desa. Yayasan Obor Indonesia.
Yayasan Agro Ekonomika.

Saleh Syafradji. 1984. “Integrasi Usaha dan kebijakan Pemasaran Dalam Koperasi.”
Memperkokoh Pilar-pilar Kemandirian Koperasi (antologi Essei). Ed. Chairudin
Djamhari. Badan Penelitian dan Pengembangan Koperasi. Departemen Koperasi.

Savary, Roger. 1972. “Cooperative and Their Environment, Collaboration with


Governments.” National and International Institution. Doc. No. 019. Third Main
paper presented on the ICA/FAO Open World Conference on The Role of
Agricultural Cooperative in Economic and Social Development.

S. Boedjang. 1958. “Bank Tani Nelayan.” Majalah Keuangan negara. No. 9, Tahun I.
Maret.

Schrieke B.O.J. 1959. Indonesian Sociological Studies. Vols. I & II. Hoeves Ravenhage.

Schumacher E.F. 1973. Kecil Itu Indah, Ilmu Ekonomi Yang Mementingkan Rakyat Kecil
(Small Is Beautiful). Terj. S. Supomo dan Masri Maris (ed.). Jakarta: LP3ES.

Scott, James, C. 1981. Moral Ekonomi Petani, Pergolakan dan Subsistensi Di Asia
Tenggara (The Moral Economy of The Peasant, Rebellion and Subsistence in
Southeast Asia). Terj. Hasan Basri dan Bur Rusanto (ed.). Jakarta: LP3ES.

Smelser. Neil, J. 1984. Struktur Sosial dan Mobilitas Dalam Pembangunan Ekonomi
(Social Structure and Mobility in Economic Development). Terj. Khairudin.
Yogyakarta: Penerbit Nur Cahya.

Soerawo Abdulmanap. 1980. “Benang Merah Ajaran dan Konsepsi Ekonomi Bung
Hatta.” Harian Kompas. 27 Maret.

Souther J.W. 1957. Technical Report of Writing. New York: John Willey & Sons. Inc.

71
Sri Edi Swasono (ed.). 1983. Mencari Bentuk, Posisi dan Realitas Koperasi Di Dalam
Orde Ekonomi Indonesia. Penerbit Universitas Indonesia.

Tim Sosial-Ekonomi Pertanian. 1989. Potensi Pengembangan Sosial Ekonomi


Masyarakat Desa Sekitar SPPT Arjasari. Fakultas pertanian Unpad.

Valko, Lazlo. 1964. Essay on Modern Cooperation. Washington State University.

Wallace, David L. 1968. “Clustering.” Vol. II. p. 519-524. International Encyclopedia of


the Social Science. Ed. David L. Sills. New York: Tha Mac Millan Co. an the
Free Press.

Yosini Deliana. 1982. Partisipasi Anggota dalam Kegiatan KUD. Suatu Kasus yang
Terjadi di Kecamatan Soreang dan Rancaekek Kabupaten bandung. Skripsi
Sarjana Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian Universitas
Padjadjaran.

2.4. Cara Penyajian Catatan Kaki

Catatan Kaki (foot-note) adalah referensi yang dicatat pada bagian “kaki halaman”,
sedemikian rupa sehingga pembaca dapat langsung mengetahui halaman yang menerang-
kan atau menjelaskan apa yang sedang dipaparkan pada teks di atasnya. Referensi yang
dicatat pada bagian kaki itu mempunyai hubungan yang sangat erat dengan teks tulisan.

Ada beberapa maksud dari pembuatan catatan kaki itu. Mungkin akan menyusun
pembuktian, menyampaikan keterangan atau penjelasan tambahan, menunjukkan bagian
lain dari teks, atau mungkin bermaksud menyampaikan ucapan terimakasih.

Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam membuat catatan kaki itu antara lain
mengenai:

• hubungan atau keterkaitan antara catatan kaki dengan teks yang


diterangkan/dijelaskan;
• keseimbangan penggunaan halaman antara catatan kaki dan teks tulisan; catatan
kaki tidak lebih besar dari teks tulisan; dan
• konsistensi penomoran (dengan angka-angka Arab sebelah kurung) atau pemberi-
an tanda-tanda lain (misalnya tanda bintang/asterik) pada bagian yang dijelaskan/
diterangkan itu.

Struktur beserta unsur-unsur catatan kaki pada prinsipnya tidak berbeda seperti
pada struktur dan unsur-unsur penyajian Daftar Pustaka. Unsur-unsur itu adalah:

1) nama penulis referensi;


2) judul referensi;
3) data publikasi;
4) jilid dan halaman.

72
Penjelasan keempat hal tersebut adalah sebagai berikut:

1) Nama penulis referensi; pada catatan kaki yang pertama, nama penulis referensi
dicantumkan sesuai dengan urutan selengkapnya sebagaimana biasanya, yaitu
gelar, nama kecil dan nama keluarga. Tetapi untuk penunjukan selanjutnya cukup
dengan nama keluarga (tanpa gelar dan nama kecil). Jika lebih dari seorang sam-
pai tiga orang penulis semuanya dicantumkan. Jika lebih dari itu, maka hanya
nama penulis pertama yang dicantumkan, diikuti singkatan et al. (dan lain-lain
atau dan kawan-kawan). Ketentuan-ketentuan lain dari penulis referensi menurut
sumber-sumber referensi (bermacam buku, artikel, laporan atau pun dokumen)
sama seperti pada penyajian Daftar Pustaka.
2) Judul referensi; Ketentuan-ketentuan tentang menuliskan judul referensi bagi ca-
tatan kaki adalah juga sama seperti pada penyajian Daftar Pustaka. Akan tetapi
karena pada catatan kaki judul referensi itu penyajinnya bisa berulang-ulang,
maka macam-macam pengulangan itu mempunyai ketentuan tersendiri, yaitu
dengan menggunakan tanda-tanda tertentu, misalnya Ibid, Op. cit dan Loc. sit.
Ibid (Ibidem: pada tempat yang sama); digunakan jika catatan kaki yang berikut-
nya menunjuk pada karya atau artikel yang telah disebut pada catatan sebelumnya;
jika halamannya berbeda, nomor halamannya dicantumkan.
Op. cit (Opere citato: pada karya yang telah dikutip) digunakan jika catatan itu
menunjukkan kembali pada sumber yang telah disebut tetapi diselingi oleh
sumber lain; Op. cit dicantumkan setelah nama penulisnya.
Loc. sit (loco citato: pada tempat yang dikutip) digunakan untuk menyebut/
menunjuk pada sebuah artikel majalah, harian atau ensiklopedi yang telah disebut
sebelumnya, tetapi telah diselingi oleh sumber lain.
3) Data publikasi: yaitu menyangkut tempat dan tahun penerbitan referensi. Hal itu
dicantumkan pada referensi pertama di dalam kurung (tempat: penerbit, tahun).
Jika referensi berupa majalah (jurnal, bulletin, review dan majalah ilmiah lain),
tidak mencantumkan data tempat atau penerbit, melainkan hanya data nomor jilid
dan nomor halaman yang diikuti oleh tanggal, bulan dan tahun di dalam kurung
(jilid ke... hal... tangal, bulan, tahun). Jika referensi berupa artikel dari suatu
harian, hanya mencantumkan hari, tanggal, bulan, tahun yang diikuti nomor
halaman di dalam kurung (hari, tanggal, bulan, tahun, halaman...).
4) Jilid dan Nomor Halaman: jika buku terdiri dari satu jilid, yang dicantumkan
hanya nomor halaman, disingkat hal.; atau p. (dari page). Jika terdiri dari bebera-
pa jilid, maka nomor jilid ditulis dengan angka Romawi besar (I, II dan seterus-
nya), diikuti dengan nomor halaman (disingkat hal. atau p.) dengan angka Arab.

Penulisan catatan kaki menggunakan huruf berukuran lebih kecil dari huruf teks
tulisan. Jika huruf teks tulisan menggunakan ukuran: 10 huruf sepanjang satu centimeter ,
maka catatan kaki 15 huruf sepanjang satu centimeter.

Penggunaan catatan kaki untuk Skripsi/Tesis/Disertasi, hendaknya dibatasi;


misalnya hanya untuk keterangan-keterangan atau penjelasan-penjelasan singkat atau
sederhana. Hal ini disebabkan karena ruang tulis bagi karya tulis semacam itu telah
dibatasi oleh sistematika yang ketat.

73
2.5. Cara Penyajian Lampiran

Lampiran (Appendix) merupakan suatu bagian pelengkap atau pendukung bagi data/
informasi pada bagian pokok (teks) tulisan. Jadi hal-hal yang dilampirkan itu adalah hal-
hal yang benar-benar melengkapi atau mendukung topik-topik pelaksanaan penelitian.

Hal-hal pokok yang dilampirkan itu antara lain:

1. Peta lokasi penelitian;


2. Tabel induk/utama (main table), yang telah berisi data;
3. Hasil-hasil perhitungan statistik;
4. Foto-foto yang dijadikan data/informasi;
5. Dokumen-dokumen yang digunakan (misalnya Kepres, Inpres, surat-surat
keputusan, dan kebijakan-kebijakan lain);
6. Pedoman-pedoman observasi, wawancara dan pengisian kuesioner (bukan
kuesionernya melainkan pedoman pengisiannya);
7. Hal-hal lain yang dianggap penting.

Semua hal yang harus dilampirkan itu ditik pada kertas HVS putih-bersih berukuran
A4, sebagaimana digunakan bagian-bagian lain. Dalam hal yang harus dilampirkan itu
pada aslinya berukuran lebih besar dari A4, harus disalin (misalnya difotocopy) pada
ukuran A4. Hindari pelipatan-pelipatan atau penyambungan-penyambungan lampiran.

Ketentuan-ketentuan tentang cara penyajian dan pengetikan lampiran pada dasarnya


adalah sama dengan hal-hal yang telah dijelaskan sebelumnya. Meskipun demikian, ada
yang perlu diperhatikan, yaitu mengenai cara penomoran lampiran dalam halaman
lampiran.

Hal-hal yang dilampirkan itu harus diberi nomor lampiran (ingat bahwa lampiran
itu harus didaftarkan). Nomor lampiran menggunakan angka Arab. Penomoran lampiran
didasarkan pada judul-judul lampiran; artinya setiap judul lampiran diberi nomor lampir-
an. Apabila suatu judul lampiran terdiri dari sejumlah halaman, maka halaman-halaman
lain itu tidak diberi nomor lampiran. Akan tetapi jika suatu judul terdiri dari beberapa
sub-judul, maka setiap sub-judul itu diberi nomor lampiran; penomorannya bisa langsung
1, 2, 3, dan seterusnya, atau tidak langsung (1a, 1b, 1c dan seterusnya). Misalnya, jika
peta lokasi penelitian itu terdiri dari beberapa peta lokasi (sejumlah tempat penelitian),
penomorannya bisa:

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian Desa A


Lampiran 2. Peta Lokasi Penelitian Desa B, dan seterusnya;

atau bisa:

Lampiran 1a. Peta Lokasi Penelitian Desa A


Lampiran 1b. Peta Lokasi Penelitian Desa B, dan seterusnya;

Lampiran ditempatkan setelah Daftar Pustaka. Antara Daftar Pustaka dan Lampiran
diberi “halaman pemisah” dan diberi judul “LAMPIRAN”, ditik di tengah-tengah poros
baris halaman, dan termasuk hitungan halaman. Nomor halamannya merupakan

74
kelanjutan dari halaman Daftar Pustaka. Ditik pada sudut kanan halaman dengan
menggunakan angka Arab.

75
BAB III. CARA PENGETIKAN HAL-HAL DASAR

3.1. Pengetikan Bab dan Bagian-Bagiannya

Judul bab ditulis dengan huruf besar tegak, dan tidak diakhiri “titik”. Nomor bab
dengan angka Romawi besar. Kesemuanya diletakkan dua spasi baris di bawah garis
halaman, dengan bab pada margin kiri. Jika panjang judul lebih dari satu baris, maka baris
berikutnya ditik dengan jarak satu spasi baris di bawah huruf pertama dari baris pertama.

Pasal atau bagian dari bab (sub-bab) ditulis dengan huruf semi-capital miring
(kursif); semi-capital ialah tulisan dengan huruf besar pada awal kata-kata; kecuali kata
sambung seperti “dan”, “dengan”, “serba”, dan sebagainya, tidak diakhiri “titik”. Jika
panjang judul pasal lebih dari satu baris, maka baris berikutnya ditik dengan jarak satu
spasi baris, di bawah huruf pertama dari baris pertama. Nomor pasal menggunakan angka
Arab “dua digit”; di mana digit pertama menandakan nomor bab dan digit kedua menan-
dakan nomor pasal. Judul pasal beserta nomornya diletakkan mulai dari margin kiri
(nomor pasal pada margin) dengan jarak tiga spasi baris dari baris akhir alinea pada bab,
atau tiga spasi baris dari judul bab (apabila setelah judul bab tidak memaparkan alinea).

Sub-pasal atau bagian dari pasal, ditulis dengan huruf tegak, dan hanya huruf perta-
ma yang menggunakan huruf besar, kecuali jika mengandung nama tempat atau lembaga
bernama; juga tidak diakhiri “titik”. Nomor sub-pasal menggunakan angka Arab “tiga
digit”; di mana digit pertama menandakan nomor bab, digit kedua menandakan nomor
pasal dan digit ketiga menandakan nomor sub-pasal. Judul sub-pasal beserta nomornya
diletakkan mulai dari margin kiri (nomor sub-pasal pada margin) dengan jarak tiga spasi
baris dari baris akhir alinea pada pasal.

Alinea (paragraf) atau kalimat baru, baik yang dipaparkan sebagai pembuka bab
maupun sebagai paparan pada pasal atau sub-pasal, baris pertama dimulai dari lima spasi
huruf (ketuk) dari margin kiri, dengan jarak tiga spasi baris dari judul-judul bab, pasal
atau sub-pasal; sedangkan baris-baris berikutnya dimulai dari margin kiri, dengan jarak
antara baris yaitu dua spasi baris. Perlu diingat lagi bahwa syarat sebagai alinea (paragraf)
adalah terdiri dari dua kalimat atau lebih (tidak ada alinea/paragraf yang terdiri hanya dari
satu kalimat!).

Jika alinea/paragraf itu dirinci lagi pada bagian-bagiannya, hal itu hanya menunjuk
pada rincian butir-butir. Rincian butir-butir ini tidak bisa menggunakan angka-angka
digit, melainkan menggunakan angka biasa sebagai nomor urut. Nomor urut ini bukan
bagian dari sub-pasal. Penggunaan nomor dari suatu alinea/paragraf itu (jika berada pada
sub-pasal) ada tiga kemungkinan, yaitu no.1; no. 1); no. (1). Jika nomor urut 1 dirinci
nomornya 1); dan jika nomor 1) dirinci lagi nomornya (1).

3.2. Pemotongan Kata Di Akhir Baris

Tidak dapat dihindari bahwa dalam tulis menulis harus terjadi pemotongan atau pe-
mutusan kata di akhir baris. Hal ini disebabkan karena kata tersebut sudah tidak termuat
seluruhnya pada baris yang telah diatur batasnya. Meskipun demikian, pemotongan kata
ini tidak dapat dilakukan secara serampangan, atau semaunya tanpa memperhatikan
aturan-aturan tata tulis yang berlaku, baik menulis dengan tangan maupun dengan
pengetikan.

76
Pada prinsipnya pemotongan/pemutusan kata di akhir baris dilakukan menurut
suku-suku katanya. Namun untuk hal ini perlu terlebih dahulu dipahami tentang adanya
macam-macam kata yang biasa digunakan dalam tulis-menulis itu; seperti kata dasar,
kata jadian/turunan (yaitu kata dasar yang beribuhan: berawalan, bersisipan dan
berakhiran), kata majemuk, kata ulang dan kata-kata asing yang belum dapat di-
Indonesia-kan. Setiap macam kata tersebut perlu diperhatikan suku-suku katanya yang
boleh dipotong/diputus di akhir baris. Hal itu telah diketahui dari pelajaran bahasa
Indonesia.

Hal-hal yang perlu diperhatikan, antara lain sebagai berikut:


1. Suku-suku kata yang hanya terdiri dari satu huruf, baik yang terdapat di awal
maupun di akhir kata, tidak boleh dipotong sehingga pada akhir baris atau awal
baris baru terdapat satu huruf. Misalnya kata “asimilasi” tidak boleh dipotong
a – similasi (a di akhirbaris, similasi di awal baris baru); atau kata “idea” tidak
boleh dipotong ide – a (ide di akhir baris, a di awal baris baru).
2. Kata-kata yang terdiri dari satu suku kata, misalnya kata-kata: di, kau, ke, bal,
dan, sah dan sebagainya, tidak dapat dipotong di akhir baris.
3. Kata-kata yang terdiri dari dua suku kata, tetapi salah satu suku katanya terdiri
dari satu huruf, misalnya kata-kata: isue, ozon, ego, ukur, umur, tua, uzur, asah,
asih, asuh, dan sebagainya tidak dapat dipotong di akhir baris.
4. Dilarang sekali memotong kata di akhir baris pada baris terakhir halaman,
sehingga sisa potongan kata berada pada baris pertama di halaman lain.
5. Tidak memotong kata meskipun sesuai dengan suku-suku katanya, tetapi akan
menimbulkan keragu-raguan atau kesalahpahaman misalnya:
- mengamati ; menga-mati - seharusnya meng-amati
- mencintai ; mencin-tai - seharusnya men-cintai
- setandan pisang ; setan-dan pisang - seharusnya se-tandan pisang
- burung kutilang ; burung ku-tilang - seharusnya burung kuti-lang
6. Singkatan kata lengkap seperti ITB, UGM, DPRD, TNI dan sebagainya, tidak
dapat dipotong di akhir baris. Tetapi singkatan tidak lengkap (akronim) seperti
Unpad, Gama, Bappeda, Polri dan sebagainya dapat dipotong di akhir baris
menurut ketentuan seperti telah diterangkan.
7. Nama orang, apalagi dengan gelar-gelarnya, bagaimana pun panjangnya tidak
boeh dipotong di akhir baris, melainkan harus ditulis seutuhnya. Hal itu dapat
dilakukan dengan mengatur kedudukan nama-nama orang itu pada kalimat,
sehingga tidak terpotong.
8. Angka bilangan puluhan, ratusan dan seterusnya, apalagi jika berdesimal tidak
dapat dipotong di akhir baris; kecuali jika dinyatakan dengan huruf. Untuk
menghindari terjadinya pemotongan pada yang terlarang dapat diusahakan dengan
pengaturan kalimatnya.
9. Pemotongan/pemutusan kata-kata asing yang belum ada bahasa Indonesianya,
pada prinsipnya sama, yaitu didasarkan pada suku-suku katanya. Untuk hal ini
perlu dipahami suku-suku kata asing itu.
10. Kedudukan tanda pemotong kata (-) adalah pada margin kanan, sebagai tempat
huruf yang dipotong. Tanda pemotong ini tidak boleh ditumpangi huruf apapun,
atau ditempatkan di bawah huruf yang terkhir/terpotong; misalnya:

77
“kekompakan”: yang benar adalah kekompak-an; tidak diperbolehkan ditulis
kekompak an. Selain itu, tanda pemotong kata ini harus benar-benar digunakan
sebagai pemotong kata di akhir baris. Jadi jika tidak memotong kata, tidak ada
artinya menempatkan tanda tersebut di akhir baris (kecuali jika mengulang kata).
11. Perlu pula diingat, bahwa untuk mengurangi keterikatan terhadap akhir baris itu,
tidak perlu mengejar akhir baris dari setiap baris pada halaman itu berujung rata.
Seperti terlihat pada pencetakan buku-buku, apalagi surat kabar, sering terjadi
loncatan-loncatan spasi yang tidak wajar; bahkan seperti tidak mengindahkan
kaidah pemotongan kata. Mungkin dengan penggunaan komputer yang disertai
dengan memperhatikan kaidah pemotongan kata, hal tersebut dapat diatasi;
meskipun terjadi loncatan-loncatan spasi, tetapi masih di ambang batas wajar.

3.3. Pengetikan Kata Ulang

Kata ulang ialah kata yang menujukkan pengulangan kata, yang menyatakan ba-
nyaknya jumlah yang ada atau banyaknya waktu yang dilakukan. Biasanya penulisan kata
ulang itu menggunakan angka dua (menyatakan dua kali disebut). Akan tetapi dalam pe-
nulisan karya ilmiah formal, seperti pada skripsi, tesis dan disertasi penggunaan angka
dua bagi pengulangan itu “tidak diperkenankan”; pengulangan kata harus ditulis seleng-
kapnya. Selain hal itu ada beberapa hal lagi yang perlu diperhatikan dalam pengetikan
kata ulang itu.

Untuk menyatakan banyak orang dapat menyebut “orang-orang”, akan tetapi untuk
menyatakan banyak profesi orang, seperti petani, anggota, tokoh, manajer, ketua, lurah,
camat, bupati, gubernur, meskipun bisa diulang: petani-petani, anggota-anggota, tokoh-
tokoh, dan sebagainya, sebaiknya tidak diulang, melainkan dinyatakan dengan mengguna-
kan kata “para”: para petani, para anggota, para tokoh dan sebagainya. Akan tetapi
untuk menyatakan banyak kelembagaan orang (kumpulan orang), seperti: kelompok,
organisasi, lumbung, koperasi, desa, kecamatan, kabupaten, propinsi, tidak dapat
menggunakan kata “para”, melainkan harus diulang.

Selain itu, sering dihadapkan pada pengulangan kata majemuk, seperti kelompok
tani, lembaga masyarakat, lumbung desa, koperasi pedesaan, dan sebagainya. Pengulang-
annya tidak secara keseluruhan, melainkan hanya kata pertama saja yang diulang; misal-
nya: kelompok-kelompok tani, lembaga-lembaga masyarakat, lumbung-lumbung desa,
koperasi-koperasi pedesaan, dan sebagainya. Hal itu bisa berlaku pula bagi kata maje-
muk yang terdiri dari tiga kata; seperti: pasar hasil pertanian, Balai Penyuluhan
Pertanian, Koperasi Unit Desa, Lembaga Perkreditan Rakyat, Lembaga Swadaya
Masyarakat, Badan Perwakilan Desa, dan sebagainya. Pengulangannya hanya pada kata
pertama. Misalnya: pasar-pasar hasil pertanian, Balai-Balai Penyuluhan Pertanian,
Koperasi-Koperasi Unit Desa, Lembaga-Lembaga Perkreditan Rakyat, Lembaga-
Lembaga Swadaya Masyarakat, Badan-Badan Perwakilan Desa dan sebagainya.

Yang paling dilarang ialah mengulang singkatan, baik singkatan lengkap maupun
tidak lengkap (akronim); seperti LSM, BPP, KUD, Kelompencapir, Dolog, Pusdiklat dan
sebagainya. Pengulangan hanya bisa dilakukan pada kepanjangannya. Karena singkatan-
singkatan itu kepanjangannya merupakan kata majemuk, maka pengulangannya berlaku
seperti pada kata majemuk itu. Misalnya “Kelompencapir” itu ialah Kelompok Pendengar
Pembaca dan Pirsawan Televisi. “Dolog” adalah Depot Logistik; pengulangannya adalah
Depot-depot Logistik. “Pusdiklat” adalah Pusat Pendidikan dan Latihan; pengulangannya

78
adalah Pusat-pusat Pendidikan dan Latihan; dan sebagainya.

Berdasarkan pengertian coba perhatikan kata-kata ulang di bawah ini


mencari-cari
bersiap-siap
terkoyak-koyak
sedikit-sedikit
setengah-setengah
setumpuk-setumpuk bertumpuk-tumpuk
segudang-segudang bergudang-gudang
segulung-segulung bergulung-gulung

Terakhir sering terjadi penulisan kata ulang yang salah atau tidak bermanfaat,
misalnya:
para anggota-anggota
beberapa kelompok-kelompok
sejumlah anggota-anggota
setiap pusat-pusat pelatihan
sebagian petani-petani

3.4. Pengetikan Singkatan Kata

Penyingkatan kata dilakukan karena jika dituliskan (ataupun diucapkan) terlalu


panjang. Pada tata tulis ilmiah formal seperti skripsi, tesis dan disertasi, ada kata-kata
yang penulisannya boleh disingkat dan ada yang tidak boleh disingkat. Agar mengetahui
singkatan-singkatan mana yang boleh dan tidak boleh ditulis singkatannya itu, maka perlu
dipahami mengenai sifat-sifat atau keadaan dari singkatan kata itu.

Sifat-sifat atau keadaan singkatan kata dapat dikategorikan menjadi tiga kategori:

Pertama, singkatan yang biasa dituliskan, tetapi tidak bisa diucapkan sesuai dengan yang
dituliskannya; hal ini tidak boleh dituliskan singkatan katanya.

Kedua, singkatan yang biasa dituliskan, tetapi tidak bisa diucapkan sesuai dengan yang
dituliskannya, boleh dituliskan singkatan katanya dengan syarat disertai oleh yang
diterangkannya.

Ketiga, singkatan yang biasa dituliskan dan bisa diucapkan sesuai dengan yang ditulis-
kannya, boleh dituliskan singkatan katanya, tetapi dengan pertimbangan-pertimbangan
tertentu.

Contoh singkatan kata kategori pertama; yaitu yang biasa dijumpai ialah al, an,
aww, bgm, dgn, dll, dlm, dsb, dst, sbb, sbg, s/d, sda, spy, tsb, ttd, wrwb, yg. Singkatan-
singkatan yang tidak boleh dilakukan; harus ditulis lengkap; antara lain, atas nama,
assalamu’alaikum warochmatullahi wabarokatuh, bagimana, dengan, dan lain-lain, dan
sebagainya, dan seterusnya, sebagai berikut, sebagai, sampai dengan, sebagaimana di
atas, supaya, tersebut, tertanda, warochmatullahi wabarokatuh, yang.

Contoh singkatan kategori kedua, yaitu singkatan kata tentang ”satuan” misalnya
satuan uang, panjang/jarak, luas, isi, berat dan sebagainya, dan nama-nama ”gelar”

79
seseorang, baik gelar sosial maupun akademis. Kata-kata ini tidak boleh disingkat jika
berdiri sendiri; boleh disingkat jika disertai dengan kata yang menerangkannya atau yang
memilikinya. Misalnya:

1. Nama ”satuan”
1) Satuan uang seperti rupiah (disingkat Rp)
(1) ”Pemerintah tidak akan menurunkan nilai rupiah”
(Tidak boleh: ”Pemerintah tidak akan menurunkan nilai Rp.”)
(2) ”Harga gabah kering panen adalah Rp. 3.000,00.”
(Tidak boleh: ”Harga gabah kering panen adalah tiga ribu rupiah.”)
2) Satuan panjang/jarak seperti kilometer (km).
(1) ”Jarak rumah petani ke BPP hanya beberapa kilometer”
(Tidak boleh: ”Jarak rumah petani ke BPP hanya beberapa km”).
(2) ”Jarak BPP ke kantor KUD, kurang lebih 2 km.”
(Tidak boleh: ”Jarak BPP ke kantor KUD kurang lebih dua kilometer.”)
3) Satuan luas seperti hektar (ha)
(1) ”Beberapa hektar tanaman padi sawah terserang hama tikus”.
(Tidak boleh; ”Beberapa ha tanaman padi sawah terserang hama tikus”.)
(2) ”Seluas 3 ha tanaman padi sawah terserang hama tikus”.
(Tidak boleh: ”Seluas 3 hektar tanaman padi sawah terserang hama tikus”.)
4) Satuan isi (volume): seperti liter (l):
(1) ”Beberapa liter pestisida tumpah di pematang sawah”.
(Tidak boleh: ”Beberapa l pestisida tumpah di pematang sawah”.)
(2) ”Sebagian pendapatannya digunakan untuk membeli 3 l pestisida”.
(Tidak boleh: ”Sebagian pendapatannya digunakan untuk membeli tiga liter
pestisida”.)
5) Satuan berat: seperti kuintal (ku):
(1) ”Berapa kuintal berat sekarung gabah itu?”
(Tidak boleh: ”Berapa ku berat sekarung gabah itu?”)
(2) ”Dari sawah yang digarapnya hanya diperoleh 3 ku gabah”.
(Tidak boleh: ”Dari sawah yang digarapnya hanya diperoleh tiga kuintal
gabah”.)

2. Nama gelar seseorang

1) Gelar sosial, seperti raden (R):


(1) “Gelar raden biasanya dipakai oleh para bangsawan Jawa”.
(Tidak boleh: “Gelar R biasanya dipakai oleh para bangsawan Jawa”.)
(2) “R. Saleh adalah pelukis kita yang ternama”.
(Tidak boleh: “Raden Saleh adalah pelukis kita yang ternama”.)
2) Gelar akademis, seperti insinyur (Ir):
(1) “Para insinyur pertanian mengadakan seminar untuk membahas rencana
pembangunan pertanian”.
(Tidak boleh: “Para Ir. pertanian mengadakan seminar untuk membahas
rencana pembangunan pertanian”.)
(2) “Ir. H. Djuanda adalah seorang negarawan asal Sunda”.
(Tidak boleh: “Insinyur Haji Djuanda adalah seorang negarawan asal

80
Sunda”.)

Contoh singkatan kata yang termasuk kategori ketiga; yaitu singkatan kata yang
dapat diucapkan sesuai dengan singkatan yang ditulisnya. Singkatan kata semacam ini
dapat ditulis/ditik singkatannya. Dalam penulisannya dapat dibedakan antara “singkatan
kata lengkap” dan “singkatan kata tidak lengkap (akronim)”. Singkatan kata lengkap
ditulis dengan “huruf besar semua”; sedangkan akronim hanya “huruf pertama saja yang
besar” dan yang lainnya adalah “huruf kecil”. Contoh “singkatan kata lengkap” dan “tidak
lengkap (akronim)” sebagai berikut:

Singkatan Kata Lengkap Singkatan Kata Tidak Lengkap


HKTI Bimas
BPP Inmas
PPS Insus
PPM Laku
PPL Demplot
P3A Kelomtan
KUD Gapoktan
KUT Kelompencapir
BPD Perlintan
LKMD Asmaratan
LSD Sarsilahtan
PKK Samijaga
RW Posyandu
RT Siskamling
dsb. dsb.

Melihat contoh-contoh di atas, mungkin terlihat bahwa singkatan kata itu


membingungkan pembaca. Hal itu disebabkan karena:

1) singkatan itu terlalu panjang;


2) ragu-ragu terhadap pengertiannya;
3) adanya singkatan yang sama tetapi kepanjangannya berbeda, atau mungkin
4) singkatan itu tidak populer.

Untuk mengatasi hal-hal tersebut, maka sebaiknya pada singkatan itu diberikan
kepanjangannya di dalam kurung; atau kepanjangannya terlebih dahulu, singkatannya di
dalam kurung. Jika singkatan itu akan dikemukakan kembali seterusnya, maka dapat
hanya singkatannya saja. Misalnya:

• Asmaratan (Aspirasi masyarakat pertanian).


• Pasar Hasil Olahan Pertanian (Sarsilahtan).
• HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia).
• Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD).
• P3A (Perhimpunan Petani Pemakai Air).
• Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).
• Samijaga (Sarana Air Minum dan Jamban Keluarga)

81
BPP: Balai Penyuluhan Pertanian; bukan Badan Pembina dan Pelindung.
PPL: Penyuluh Pertanian Lapangan; bukan Pusat Pembangkit Listrik.
BPD: Badan Perwakilan Desa; bukan Bank Pembangunan Daerah.

Unpad, Undip, Unisba, Unpas, tidak boleh ditulis UNPAD, UNDIP, UNISBA,
UNPAS, karena akronim; kecuali pada judul-judul yang harus ditulis dengan huruf besar
semua.

Bank BRI, Bank Bukopin, Bank BNI adalah rancu; pada tulisan ilmiah formal tidak
boleh dilakukan, karena melanggar kaidah tata tulis ilmiah.

3.5. Pengetikan Berbagai Macam Angka (Bilangan)

Sebagaimana diketahui, hanya ada dua macam angka (lambang bilangan) yang
biasa digunakan pada tulisan ilmiah, yaitu “angka Romawi” dan “angka Arab”. Masing-
masing mempunyai fungsi atau peruntukan menunjukkan sesuatu.

Angka Romawi (I, II, III, dst.) digunakan secara terbatas; misalnya digunakan untuk
penomoran bab dan untuk menunjukkan sebutan yang “kesekian”. Secara umum,
menyebut Bab I sering diucapkan “bab satu”, padahal seharusnya “bab kesatu”; dengan
demikian salah pula jika menulis: “ranking ke II”, sebab seharusnya “ranking II”; akan
tetapi diucapkannya “ranking kedua”.

Lain halnya dengan angka Arab. Angka ini berfungsi atau diperuntukkan selain
untuk penomoran juga untuk menunjukkan nilai atau ukuran keberadaan suatu kejadian.
Hal-hal itulah yang banyak ketentuan-ketentuannya pada tata tulis yang bersifat formal.
Beberapa ketentuan itu antara lain adalah sebagai berikut:

1. Lambang bilangan (angka) yang dapat dinyatakan dengan “satu atau dua kata” pada
susunan kalimat, ditulis dengan huruf. Misalnya:
- “Selama satu semester ini telah diadakan tiga kali rapat jurusan”.
- “Pada konsolidasi yang lalu, hanya tiga ratus orang mahasiswa yang ikut”.
Lain halnya dengan contoh di bawah ini (karena lebih dari dua kata)
- “Dosen yang mengikuti konsolidasi sebanyak 39 orang”.
- “Mahasiswa baru tahun 2005 berjumlah 135 orang”.
2. Meskipun angka (bilangan) itu terdiri dari “satu atau dua kata” tetapi tidak ditulis
dengan huruf, melainkan harus dengan angka, yaitu jika:
1) dipakai berurutan dalam suatu kalimat, seperti pada pemaparan atau perincian;
2) dipakai untuk penomoran;
3) diikuti oleh satuan ukuran tertentu.

82
1) Angka (bilangan) yang terdiri dari “satu atau dua kata” berurutan dalam “suatu
kalimat”, harus ditulis dengan “angka” (bukan dengan huruf).
Contoh:
- “Di antara dosen yang mengukuti acara konsolidasi itu adalah 26 pria dan 13
orang wanita”.
- “Di antara dosen yang mengikuti acara konsolidasi itu adalah 67 persen pria
dan 33 persen wanita”.
(Pada teks tulisan tanda “persen” tidak boleh menggunakan tanda %;
demikian pula “permil” tidak boleh menggunakan tanda ‰).
- “Jurusan ini memiliki 10 ruang kuliah, 8 OHP dan 3 komputer”.

2) Angka (bilangan) yang terdiri dari “satu atau dua kata” , yang dipakai untuk
“penomoran”, harus ditulis dengan “angka” (bukan dengan huruf).
Contoh:
- “Anggota yang memperoleh penghargaan itu adalah anggota nomor 3, yang
beralamat di Jalan Arumanis No. 50”.
- “Tugas yang harus dikerjakan itu adalah Bab III Pasal 5 dari halaman 20
sampai dengan 60”.
3) Angka (bilangan) yang terdiri dari “satu atau dua kata” , yang diikuti oleh
“satuan tertentu”, harus ditulis dengan “angka” (bukan dengan huruf).
Contoh:
10 ton 5 km 10 ha Rp 500.000,-
30 ku 100 m 15 tumbak 5 jam
200 kg 60 cm 300 m2 30 menit
50 g 3 mm 50 cm2 20 detik

3. Lambang bilangan pada awal kalimat, tidak boleh ditulis dengan angka, melainkan
harus dengan huruf. Jika menghadapi bilangan yang tidak boleh ditulis dengan huruf,
maka penulis harus mengubah struktur kalimatnya (sehingga bilangan itu tidak
merupakan awal kalimat).
Contoh:
• “Tiga ratus orang mahasiswa mengikuti acara konsolidasi di Cikole”.
Tetapi contoh di bawah ini tidak diperbolehkan:
• “Enam puluh tujuh persen dosen proa mengikuti acara konsolidasi di Cikole”
(karena bilangannya lebih dari dua kata).
Oleh karena itu struktur kalimatnya harus diubah, misalnya:
• “Dosen pria yang mengikuti acara konsolidasi di Cikole adalah 67 persen”. (Ingat
tanda persen tidak boleh ditulis %).
4. Angka yang menunjukkan “bilangan bulat yang besar”, agar lebih mudah dibaca, dapat
dieja (ditulis dengan huruf) sebagian.
Contoh:
• “Untuk menyelenggarakan penelitian sosial-ekonomi diperlukan dana sebesar 250
juta rupiah”. (Tidak boleh ditulis Rp. 250 juta)
• “Pada ulang tahun jurusan dilaporkan bahwa simpanan anggota koperasi jurusan

83
hanya 750 ribu rupiah setiap anggota”. (Tidak boleh ditulis Rp 750 ribu).
5. Angka ribuan atau jutaan dan seterusnya “yang tidak bulat”, dan menunjuk sesuatu
jumlah, di Indonesia biasanya dipisahkan dengan tanda “titik” (bukan tanda “koma”).
Misalnya:
• Rp 75.775.750,00 (bukan Rp 75,775,750.00)
• 119.575 jiwa (bukan 119,575 jiwa)
6. Tetapi angka ribuan atau angka jutaan yang tidak menunjukkan sesuatu jumlah, tidak
dipisahkan dengan tanda “titik”; seperti tahun kalender, nomor halaman (seperti
halaman ensiklopedi), nomor induk pegawai, nomor telepon dan sebagainya.
Misalnya:
• “Fakultas Pertanian Unpad didirikan pada tahun 1959”.
• “Keterangan itu bisa dibaca pada Ensiklopedia Indonesia halaman 1325”.
• “Nomor Induk Pegawai yang mendapat penghargaan itu adalah 130123456”.
• “Rumahnya di Jl. Mawar Bodas No. 75, telepon 7796318”.
7. Tanda “koma” di Indonesia dipakai untuk menunjukkan “desimal” (per sepuluh, per
seratus, dan per seribu).
Misalnya:
• “Tinggi air sawah di akhir musim hujan adalah 0,5 cm”. (Bukan 0.5 cm.)
• “Karena tinggi tanaman pokoknya 1,25 meter, maka tanaman palawija di
bawahnya kekurangan sinar matahari.” (Bukan 1.25 meter)
• “Produktivitas padi sawah di desa ini adalah 3,275 ton/ha”. (Bukan 3.275 ton/ha).

8. Penulisan kata bilangan yang diberi akhiran “an” mengikuti cara sebagai berikut:
• tahun 60-an atau tahun enam puluhan;
• uang 5.000-an atau uang lima ribuan;
• 20.000-an penonton memadati stadion Siliwangi (tidak boleh ditulis dua puluh
ribuan);
• demikian pula “kesebelasan” tidak boleh ditulis ke-11-an”.

9. Pada tulisan-tulisan ilmiah tidak umum atau tidak perlu bilangan itu ditulis dengan
angka dan huruf sekaligus pada teks tulisan. Misalnya: “Jurusan ini memiliki 10
(sepuluh) ruang kuliah, 8 (delapan) OHP dan 3 (tiga) komputer”, karena bukan
kuitansi atau surat-surat resmi.

3.6. Pengetikan “Di” dan “Ke” yang Disatukan dan Dipisahkan

“Di” dan “ke” itu bisa merupakan “kata depan” atau juga bisa merupakan “awalan”.
Sebagai awalan “di” bisa sendiri dan bisa juga diakhiri awalan lain. Akan tetapi “ke” bisa
merupakan “awalan” jika diakhiri akhiran “an”.

84
Setiap kata depan selalu menghadapi kata tempat/arah; cara menulisnya
“dipisahkan”. Contohnya sebagai berikut:

di mana ke mana
di sana ke sana
di sini ke sini
di atas ke atas
di bawah ke bawah
di luar ke luar
di dalam ke dalam
di antara ke antara
di kota ke kota
di desa ke desa

Sebagai awalan, “di” bisa sendiri dan bisa juga diakhiri akhiran lain' (misalnya
“akhiran i” dan “kan”). Awalan ini selalu menghadapi kata kerja dalam kalimat pasif;
misalnya “disatukan”. Contoh:

dimakan diatasi ditinggalkan


diminum dibawahi direndahkan
dibaca didalami disempurnakan
ditulis diantarai dijelaskan
diberi diamati diabaikan
diminta dicintai disambungkan

Awalan “ke” diikuti akhiran “an” menunjukkan keadaan, menulisnya “disatukan”.


Contoh: keadaan, kemungkinan, ketepatan, kesadaran, kerelaan, kemiskinan, kekayaan,
kehidupan, kematian, kesudahan, dan sebagainya.

Sering dijumpai gabungan “di” dan “ke” pada kata dasar berakhiran “kan”,
menuliskannya “disatukan semua”. Contoh
dikeataskan dikesawahkan
dikebawahkan dikeladangkan
dikesampingkan dikepersemaiankan
diketengahkan dikepematangkan
dikesudutkan dikeparitkan
dikedalamkan dikebukitkan
dikeluarkan dikekebunkan
dikebumikan dikehutankan
dikerumahkan dikesungaikan
dikekamarkan dikekolamkan

3.7. Pengetikan “Pun” Yang Dipisahkan dan Disatukan

Partikel “pun” itu ada yang berpengertian “juga” dan ada yang “tidak berarti
sebagai juga”. “Pun” yang berarti “juga” mengikuti kata kerja, kata benda, kata ganti, kata
sifat, kata waktu/keadaan, kata tempat dan kata yang menunjuk sejumlah; menulisnya
“dipisahkan”. Sedangkan “pun” yang tidak berarti “juga”, sudah bersatu sebagai suatu

85
kata; menulisnya “disatukan”. Contoh-contohnya sebagai berikut:

1. Contoh “pun” yang berarti “juga”:


Mengikuti kata kerja : makan pun
Mengikuti kata benda : jarak pun
Mengikuti kata ganti : anda pun
Mengikuti kata sifat : sopan pun
Mengikuti kata waktu/keadaan : malam pun
Mengikuti kata tempat : pantai pun
Mengikuti kata sejumlah : berapa pun

2. Contoh “pun” yang “tidak berarti juga”:


adapun, ataupun, andaipun, biarpun, betapapun, bagaimanapun, meskipun, maupun,
kalaupun, sungguhpun, walaupun, sekalipun.

3.8. Pengetikan Akhiran “An” dan “Kan” Menyertai Kata Yang Berhuruf Akhir “K”

Banyak yang tidak memperhatikan akhiran “an” dan “kan” pada kata yang berhuruf
akhir “k”. Tentu saja, jika kata yang berhuruf akhir “k” dirangkaikan dengan akhiran
“kan”, maka huruf “k” menjadi dua; dan jika dirangkaikan dengan akhiran “an”, maka
huruf “k” tetap satu. Persoalannya, kata-kata yang berhuruf akhir “k” yang mana yang
dapat dirangkai dengan kedua akhiran tersebut. Tidak semua kata yang berhuruf akhir “k”
itu dapat dirangkai dengan akhiran “an”; demikian pula dengan akhiran “kan”. Untuk
dapat membedakannya, maka harus dipahami hakikat dari kedua akhiran tersebut.

Ada tiga petunjuk untuk membedakan akhiran “an” dan “kan” itu, ialah:

1. Akhiran “an” selalu dirangkai dengan “kata benda”; sedangkan akhiran “kan”
dengan “kata kerja”.
2. Akhiran “an” sering menyertai kata-kata yang berawalan”ke” dan “pe”;
sedangkan akhiran “kan” menyertai kata-kata berawalan “me” dan “di”.
3. Akhiran “an” selalu menunjukkan “kalimat biasa”; sedangkan akhiran “kan”
menunjukkan “kalimat perintah”.

Dari petunjuk itu dapat dirumuskan bahwa kata yang berhuruf akhir “k” itu “kata
benda” atau biasa menyertai awalan “ke” dan “pe” dan atau menunjuk “kalimat biasa”,
maka berakhiran “an”. Tetapi jika kata-kata yang berhuruf akhir “k” itu “kata kerja” atau
biasa menyertai awalan “me” dan “di”, dan/atau menunjuk “kalimat perintah”, maka
berakhiran “kan”. Contoh-contohnya sebagai berikut:

86
Awalan Kata Berhuruf Akhir - an Awalan Kata Berhuruf Akhir -kan
“k” “k”
1 - kompak x - kompak - kan!
ke- kompak - an di - kompak - kan
pe-ng- ompak - an me-ng- ompak - kan
2 - kelompok x - kelompok - kan!
ke- kelompok x di - kelompok - kan
pe-ng- elompok - an me-ng- elompok - kan
3 - kontrak - an - kontrak - kan!
ke- kontrak x di - kontrak - kan
pe-ng- ontrak - an me-ng- ontrak - kan
4 - desak - an - desak - kan!
ke- desak x di - desak - kan
pe-n- desak - an me-n- desak - kan
5 - letak x - letak - kan!
ke- letak x di - letak - kan
pe- letak - an me- letak - kan
6 - galak x - galak - kan!
ke- galak - an di - galak - kan
pe-ng- galak - an me-ng- galak - kan
7 - masuk - an - masuk - kan!
ke- masuk - an di - masuk - kan
pe- masuk - an me- masuk - kan

87
DAFTAR BACAAN

Fakultas Pertanian Unpad. 1978. Pedoman Penulisan Thesis Fakultas Pertanian Unpad.
Badan Penerbit Buku Fakultas Pertanian Unpad.

Freddy Rumawas. 1975. Tata Cara Mengutip dan Membuat Daftar Pustaka. Institut
Pertanian Bogor.

Gorys Keraf. 1980. Komposisi. Ende-Flores: Penerbit Nusa Indah. Percetakan Arnoldus.

Ikopin. 1993. Pedoman Penelitian dan Penulisan Karya Ilmiah. UPT Penerbitan. Ikopin.

J.S. Badudu. 1981. Membina Bahasa Indonesia Baku. Seri 1 dan 2. Bandung. Pustaka
Prima.

Taliziduhu Ndraha. 1981. Research, Teori, Metodologi, Administrasi. Jil. 2. Jakarta:


Penerbit PT. Bina Aksara.

Turabian K.L. 1958. A Manual for Writer of Term Paper, Thesis and Dissertation. New
York: McGraw-Hill Book Co.

Unpad-IIP. 2002. Pedoman Penulisan Usulan Penelitian dan Tesis. Program Pascasarjana
Program Studi Ilmu-ilmu Sosial BKU Ilmu Pemerintahan.

Unpad-LAN. 2000. Pedoman Penulisan Usulan Penelitian dan Tesis. Program


Pascasarjana Program Studi Ilmu-ilmu Sosial BKU Kebijakan Publik.

Unpad. 2004. Pedoman Penulisan Tesis dan Disertasi. Bandung: Program Pascasarjana
Universitas Padjadjaran.

88

You might also like