Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak balita adalah masa anak dibawah lima tahun atau berumur 12 – 60
bulan (Dep.Kes, 2005). Pada saat memasuki usia balita terjadi pertumbuhan cepat
terutama pada pertumbuhan otak yang dapat mencapai 80% dari total pertumbuhan.
Status gizi yang buruk pada balita dapat menimbulkan pengaruh yang sangat
bahwa pada hakikatnya gizi yang buruk atau kurang akan berdampak pada
menurunnya kualitas sumber daya manusia (www.google. com). Menurut data Biro
Pusat Statistik (BPS) 2003, dari sekitar 5 juta anak balita (27,5%) yang kekurangan
gizi, lebih kurang 3,6 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, 1,5 juta anak
Ibu adalah pelindung, pengasuh, dan pendidik bayi. Bila ibu mempunyai
pengetahuan dan keterampilan yang baik dibidang kesehatan, maka bayi yang
diasuhnya bisa lebih terjamin pertumbuhan dan perkembangannya sebaliknya bila ibu
perlakuan mereka kepada bayinya akan jauh dari perilaku sehat, akibatnya bayi dapat
menguras zat gizi akibatnya status gizi bayi menjadi buruk, gizi yang buruk membuat
1
2
daya tahan tubuh lemah sehingga bayi mudah terkena infeksi, oleh karena itu
pengetahuan kesehatan bagi ibu sangatlah penting dan memilih makanan yang sehat
bagi bayi merupakan kunci baik tidaknya status gizi bayi (pudjiadi, 1997).
Menurut Almatsier (2001) status gizi bayi merupakan hasil dari keseimbangan
antara asupan gizi dengan kebutuhan gizi. Dilihat dari kebutuhan gizi, kematangan
fisiologis, dan keamanan imunologis, pemberian makanan selain Air Susu Ibu (ASI)
sebelum bayi berusia 4 bulan adalah tidak perlu dan juga dapat membahayakan.
Kerugian dan resiko apabila makanan pelengkap diberikan terlalu dini dapat
penurunan absorpsi besi dari ASI, meningkatnya resiko infeksi dan alergi pada bayi,
dan meningkat pula resiko terjadinya kehamilan baru. Di samping itu juga dapat
terjadi pula resiko terhadap defisit air yang akan menyebabkan hiperosmolaritas dan
kejang-kejang, dan bahkan kerusakan yang menetap pada otak (Akre, 1994).
pertumbuhan yang dimulai ketika bayi berusia 2–3 bulan, yang merupakan
manifestasi gangguan gizi bayi. Gangguan gizi bayi merupakan faktor signifikan
terhadap kematian bayi (WHO, 1996). Bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif,
mortalitas dan morbiditasnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan bayi yang
mendapat susu formula. Menurut laporan WHO (2000) pemberian ASI eksklusif
selama 6 bulan pertama terbukti menurunkan angka kematian 1,5 juta bayi pertahun
(www. google.com, 2002), sedangkan angka kesakitan untuk bayi yang tidak diberi
3
ASI eksklusif penyakit yang sering timbul adalah diare, berdasarkan penelitian
Dewey (1995) bayi 0-6 bulan yang diberi ASI eksklusif rata-rata kemungkinan
menderita diare 0,19% dan yang tidak diberi ASI eksklusif menderita diare 0,43%.
(Irawan, 1995).
ASI yang cukup dalam kualitas dan kuantitas penting untuk pertumbuhan otak dan
yang sering terjadi diantaranya adalah pemberian makanan pendamping ASI terlalu
dini atau terlambat, makanan pendamping ASI yang diberikan tidak sesuai dengan
Angka Kecukupan Gizi (AKG) rata-rata, dan frekuensi pemberian yang kurang
(Dep.Kes, 1992).
terlalu dini dengan sendirinya mengurangi waktu untuk menyusui (Pudjiadi, 1997).
Kebiasaan di desa Muara Gading Mas untuk memberi makanan tambahan pada bulan
pertama setelah bayi dilahirkan berupa nasi yang dikunyah terlebih dahulu oleh
ibunya, campuran bubur beras dengan pisang yang diuleg, madu, dan sebagainya.
pencapaian target pemberian ASI eksklusif adalah 19,7 % dan pada tahun 2004
Menurut data Dinas Kesehatan Lampung Timur cakupan ASI eksklusif tahun
2005 sebesar 37,15 % yang masih jauh dibawah target, sedangkan di Puskesmas
Labuhan Maringgai terdapat 1370 bayi, dari jumlah tersebut jumlah bayi yang diberi
ASI eksklusif berjumlah 277 bayi (20,22%). Hasil laporan Puskesmas di Desa Muara
Gading Mas terdapat 200 bayi, dan dari jumlah tersebut bayi yang berada dibawah
umur 6 bulan berjumlah 70 bayi (35%) yang telah diberikan makanan tambahan
(Data Laporan Bidan ). Hal ini menunjukkan tingkat kesadaran masyarakat akan
pentingnya ASI eksklusif masih rendah yang disebabkan perilaku dan budaya
pemberian makanan pendamping ASI secara dini oleh karena itu penulis merasa
tertarik untuk meneliti pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan pada
B. Rumusan Masalah
dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana pengetahuan ibu tentang pemberian makanan
tambahan pada bayi dibawah umur 6 bulan di Desa Muara Gading Mas Kecamatan
A. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
tambahan pada bayi dibawah umur 6 bulan di Desa Muara Gading Mas.
2. Tujuan Khusus
Di dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti sebagai
berikut :
C. Manfaat Penelitian
Sebagai bahan referensi tentang pemberian makanan tambahan pada bayi dan
bagi tenaga kesehatan yang ada sebagai masukan dalam program kerja