You are on page 1of 5

AKHIR

Akankah hidupku harus berakhir


seperti ini?. 3 Bulan adalah kata yang
dilontarkan kepada Ari, Kata-kata dokter
Sudirman masih berputar di otak Ari. Kenapa
kau tidak memikirkan perasaanku dengan
memberitahukan ini semua?. Kenapa
seoraang manusia yang bergelar dokter ini
sudah merasa berani menghukumi bahwa
umurku tinggal 3 Bulan…... ya 3 Bulan
seperti umur jagung. Dan bukankah mati itu
hanya tuhan yang tahu dan Tuhan berhak
mengambil kembali yang jadi miliknya.
Inikah takdir yang telah ditentukan oleh-Nya.

“Maaf, dengan sangat menyesal saya


sampaikan hasil dari pemeriksaan CT Scan
anda, dan ternyata anda mengidap kanker
otak stadium 3.” Ujar Dokter Sudirman.

Ari membeku dalam kursinya. Terdiam,


tak tahu rasa yang sedang menyelimuti ini.
Seolah Ari jadi tuli, semua kata yang
diucapkan dokter tak dapat ia dengar.
Semua terasa bergerak lebih lambat dari
normal. Bibir dokter sudirman bergerak
dengan sangat lambat tapi entah kenapa Ari
tidak bisa mendengar ucapan yang
1
dikatannya. Mungkin yang dia katakan, agar
Ari sabar dan menerima takdirnya.

“terimakasih dokter, saya permisi


pulang”. Ari memotong perkatannya seraya
mengambil tas ranselku.

“Oh….ya mas Ari, memang manusia


hanya bisa berdoa, dan tuhan yang
menentukannya, tapi jangan buat sisa hidup
anda hanya dengan meratapi takdir yang
sudah digarisakan”. Hibur dokter Sudirman.

“jangan lupa minum resep yang saya


berikan Mas, walaupun obat ini tidak bisa
menyembuhkan tapi kenapa kita tidak
mencobanya”. Tambahnya lagi.

“baik terimakasih dok!” jawabku.

Dengan perasaan yang tidak bisa Ari


jelaskan dia berjalan menyusuri lorong
rumah sakit. Lorong-lorong ini seakan
menjadi panjang dan berputar. Hilir mudik,
hiruk pikuk pasien, perawat, dokter tak dia
pedulikan. Ia seolah berjalan sendirian di
lorong rumah sakit ini, hanya sunyi yang ia
rasakan sekarang. Seorang perawat yang
tengah terburu-buru tak sengaja menabrak

2
Tubuh gontai Ari. Brukkk…keduanya
terjungkal kelantai. Peralatan medis perawat
itu berserakan.

“Maaf mas tidak sengaja, saya terburu-


buru”. Pinta maaf perawat itu pada Ari.

“Oh tidak apa-apa Mbak, maaf saya


yang salah” sahut Ari sembari membantu
membereskan barang-barang yang dibawa
perawat tadi.

“terima kasih sudah membantu


membereskan semua ini”ucap perawat.

“ah tidak apa-apa mbak mungkin ini


terakhir kali saya bisa mnolong orang” kata
Ari.

Entah kenapa kata itu yang keluar dari


mulut Ari. Perawat tadi sempat heran dengan
perkataan Ari. Setelah mengucapkan
terimakasih kemudian perawat tadi melesat
meninggalkan Ari menghilang di perempatan
lorong. Aripun kembali berjalan melewati
lorong itu. Dia harus menuruni anak tangga
untuk keluar dari rumah sakit ini. Anak
tangga yang berjajar kebawah ini seolah
menajdi tahap akhir dari hidupnya.

3
Ketika Ari berada di tengah anak
tangga, rasa sakit luar biasa menyerang
kepalanya. Rasa sakit yang lebih dari rasa
sakit teriris pisau, rasa sakit yang lebih
menusuk dari rasa sakit ditusuk jarum suntik.

“aaaargggghhhhh…..” teriak Ari dan


memagang kepalanya menahan rasa sakit.

Semua yang ada disekitarnya seolah


berputar dan menjadi terbalik, Ia tak dapat
mempertahankan keseimbangan tubuhnya.
Brukkk….ia terjatuh, terguling-guling
kebawah tangga. Dari kedua telinganya
keluar darah. Orang lewat berteriak dan
mengahampiri tubuh Ari tertelungkup di
dasar tangga, diam tak bergerak. Seorang
perawat mencoba mengangkat tubuh Ari dan
menaruh kepala Ari di pangkuannya.
Teriakan perawat yang meminta bantuan,
orang-orang yang panik meihat tubuh Ari,
semua itu masih bisa ia lihat. Kemudian ia
dinaikkan ke sebuah kasur berjalan. Dia
dilarikan ke UGD.

Dalam keadan setengah sadar Ari


masih bisa melihat Lorong-lorong yang dia
lewati menuju UGD. Kau salah dokter!
Umurku bukan tinggal 3 bulan lagi. Bukankah
4
sudah kita yakini bahwa mati, Tuhanlah yang
menentukan. Kesadaran Ari mulai
meredup…..meredup….meredup dan hilang.

You might also like