You are on page 1of 14

Frozen shoulder merupakan suatu istilah yang merupakan wadah untuk semua gangguan pada sendi

bahu yang menimbulkan nyeri dan pembatasan lingkup gerak sendi baik secara aktif mapun pasif
akibat capsulitis adhesiva yang disebabkan adanya perlengketan kapsul sendi, yang sebenarnya lebih
tepat untuk menggolongkannya di dalam kelompok periarthritis.

Frozen shoulder adalah penyakit kronis dengan gejala khas berupa nyeri bahu dan pembatasan
lingkup gerak sendi bahu yang dapat mengakibatkan gangguan aktivitas kerja sehari-hari.
Etiologi dari frozen shoulder masih belum diketahui dengan pasti. Adapun fakor predisposisinya
antara lain periode immobilisasi yang lama, akibat trauma, over use, injuri atau operasi pada sendi,
hyperthyroidisme, penyakit kardiovaskuler, clinical depression dan Parkinson.

Frozen shoulder dapat disebabkan oleh trauma, imobilisasi lama, imunologi, serta hubungannya
dengan penyakit lainnya, misal hemiparese, ischemic heart disease, TB paru, bronchritis kronis dan
diabetes mellitus dan diduga penyakit ini merupakan respon autoimun terhadap rusaknya jaringan
lokal.

Adapun beberapa teori yang dikemukakan American Academy of Orthopedic Surgeon tahun 2000
mengenai frozen shoulder, teori tersebut adalah :
a. Teori hormonal.
Pada umumnya frozen shoulder terjadi 60% pada wanita bersamaan dengan datangnya menopause.
b. Teori genetik.
Beberapa studi mempunyai komponen genetik dari frozen shoulder, contohnya ada beberapa kasus
dimana kembar identik pasti menderita pada saat yang sama.
c. Teori auto immuno.
Diduga penyakit ini merupakan respon auto immuno terhadap hasil-hasil rusaknya jaringan lokal.
d. Teori postur.
Banyak studi yang belum diyakini bahwa berdiri lama dan berpostur tegap menyebabkan
pemendekan pada salah satu ligamen bahu.

Immobilisasi yang lama pada lengan karena nyeri merupakan awal terjadinya frozen shoulder.
Lengan yang immobilisasi lama akan menyebabkan statis vena dan kongesti sekunder bersama
dengan vasospastik, ini akan menimbulkan reaksi timbunan protein, oedema, eksudat dan akhirnya
terjadi fibrous sehingga kapsul sendi akan kontraktur serta hilangnya lipatan inferior sendi, fibrosis
kapsul sendi meningkat sehingga mudah robek saat humeri bergerak abduksi dan rotasi. Fibrous
pada kapsul sendi ini akan mengakibatkan adhesi antara lapisan bursa subdeltoidea, adhesi ekstra
artikuler dan intra arthrikuler. Perlengketan kapsul sendi akan mengakibatkan gerakan sendi bahu
menjadi terbatas.

Capsulitis adhesiva merupakan kelanjutan dari lesi rotator cuff, karena terjadi peradangan atau
degenerasi yang meluas ke sekitar dan ke dalam kapsul sendi dan mengakibatkan terjadinya reaksi
fibrous. Adanya reaksi fibrous dapat diperburuk akibat terlalu lama membiarkan lengan dalam posisi
impingement yang terlalu lama (Appley, 1993).

Menurut Kisner (1996) frozen shoulder dibagi dalam 3 tahapan, yaitu


a. Pain (Freezing) : ditandai dengan adanya nyeri hebat bahkan saat istirahat, gerak sendi bahu
menjadi terbatas selama 2-3 minggu dan masa akut ini berakhir ampai 10- 36 minggu.
b. Stiffness (Frozen) : ditandai dengan rasa nyeri saat bergerak, kekakuan atau perlengketan yang
nyata dan keterbatasan gerak dari glenohumeral yang di ikuti oleh keterbatasan gerak scapula. Fase
ini berakhir 4-12 bulan.
c. Recovery (Thawing) : pada fase ini tidak ditemukan adanya rasa nyeri dan tidak ada synovitis
tetapi terdapat keterbatasan gerak karena perlengketan yang nyata. Fase ini berakhir 6-24 bulan
atau lebih.

Mengingat luasnya gerakan sendi bahu merupakan faktor yang sangat penting kaitannya dalam
hubungannya dengan peningkatan kualitas gerak dan fungsi, maka usaha dan peningkatan
merupakan salah satu tujuan dari fisioterapi, sehingga penulis mengambil terapi latihan dengan
metode Free Active Exercise, Codman Pendular Exercise dan Shoulder Wheel sebagai usaha untuk
menjaga dan meningkatkan lingkup gerak sendi, menjaga kekuatan otot. Dengan semua modalitas
tersebut diharapkan tercapainya tujuan utama jangka panjang untuk mengembalikan aktifitas
fungsional seperti sediakala.

http://id.shvoong.com/medicine-and-health/pathology/1991481-nyeri-bahu-frozen-shoulder/

Frozen Shoulder (kaku bahu)

Frozen shoulder merupakan penyakit dengan karakteristik nyeri dan keterbatasan


gerak, dan penyebabnya idiopatik yang sering dialami oleh orang berusia 40-60 tahun dan memiliki
riwayat trauma sering kali ringan. Penyebab frozen shoulder tidak diketahui, diduga penyakit ini
merupakan respon auto immobization terhadap hasil – hasil rusaknya jaringan lokal. Meskipun
penyebab utamanya idiopatik, banyak yang menjadi predisposisi frozen shoulder, selain dugaan adanya
respon auto immobilisasi seperti yang dijelaskan di atas ada juga faktor predisposisi lainnya yaitu usia,
trauma berulang (repetitive injury), diabetes mellitus, kelumpuhan, pasca operasi payudara atau dada
dan infark miokardia, dari dalam sendi glenohumeral (tendonitis bicipitalis, infalamasi rotator cuff,
fracture) atau kelainan ekstra articular (cervical spondylisis, angina pectoris).
Pada frozen shoulder terdapat perubahan patologi pada kapsul artikularis glenohumeral
yaitu perubahan pada kapsul sendi bagian anterior superior mengalami synovitis, kontraktur ligamen
coracohumeral, dan penebalan pada ligamen superior glenohumeral, pada kapsul sendi bagian anterior
inferior mengalami penebalan pada ligamen inferior glenohumeral dan perlengketan pada ressesus
axilaris, sedangkan pada kapsul sendi bagian posterior terjadi kontraktur, sehingga khas pada kasus ini
rotasi internal paling bebas, abduksi terbatas dan rotasi eksternal paling terbatas atau biasa disebut pola
kapsuler. Perubahan patologi tersebut merupakan respon terhadap rusaknya jaringan lokal berupa
inflamasi pada membran synovial.dan kapsul sendi glenohumeral yang membuat formasi adhesive[1]
sehingga menyebabkan perlengketan pada kapsul sendi dan terjadi peningkatan viskositas cairan
sinovial sendi glenohumeral dengan kapasitas volume hanya sebesar 5-10ml, yang pada sendi normal
bisa mencapai 20-30ml[2], dan selanjutnya kapsul sendi glenohumeral menjadi mengkerut, pada
pemeriksaan gerak pasif ditemukan keterbatasan gerak pola kapsular dan firm end feel dan inilah yang
disebut frozen shoulder.
Histologis frozen shoulder yang terjadi pada sendi glenohumeral seperti telah dijelaskan di
atas adalah kehilangan ekstensibilitas dan termasuk abnormal cross-bridging diantara serabut collagen
yang baru disintesa dengan serabut collagen yang telah ada dan menurunkan jarak antar serabut yang
akhirnya mengakubatkan penurunan kandungan air dan asam hyaluronik secara nyata. Pada pasca
immobilisasi perlekatan jaringan fibrous menyebabkan perlekatan atau adhesi intra artikular dalam
sendi sinovial dan mengakibatkan nyeri serta penurunan mobilitas.
Reserve scapulohumeral rhytm yang terjadi pada penderita frozen shoulder menyebabkan
kompensasi skapulothorakal, kompensasi tersebut menyebabkan overstretch karena penurunan lingkup
gerak sendi skapulothoracik, hal tersebut juga membuat sendi acromioclavicular menjadi hipermobile.
Keterbatasan gerak yang ditimbulkan oleh frozen shoulder dapat mengakibatkan hipomobile pada facet
sendi intervertebral lower cervical dan upper thoracal. Pada tahap kronis frozen shoulder dapat
menyebabkan antero position head posture karena hipomobile dari struktur cervico thoracal.
Hipomobile facet lower cervical dan upper thoracal  juga dapat menyebabkan kontraktur pada ligamen
supraspinosus, ligamentum nuchae dan spasme pada otot–otot cervicothoracal , spasme tersebut bila
berkelanjutan dapat menyebabkan nyeri pada otot–otot cervicothoracal. Nyeri yang ditimbulkan oleh
frozen shoulder dan spasme cervico thoracal akibat frozen shoulder dapat menyebabkan terbentuknya
“vicious circle of reflexes” yang mengakibatkan medulla spinalis membangkitkan aktifitas efferent
sistem simpatis sehingga dapat menyebabkan spasme pada pembuluh darah kapiler akan kekurangan
cairan sehingga jaringan otot dan kulit menjadi kurang nutrisi. Pengaruh refleks sistem simpatik pada
otot pada tahap awal menunjukkan adanya peningkatan suhu, aliran darah, gangguan metabolisme
energi phospat tinggi dan pengurangan konsumsi oksigen pada tahap akhir penyakit nonspesifik dan
abnormalitas histology dapat terjadi. Hal tersebut jika tidak ditangani dengan baik akan membuat otot-
otot bahu menjadi lemah dan dystrophy. Karena stabilitas glenohumeral sebagian besar oleh sistem
muskulotendinogen , maka gangguan pada otot-otot bahu tersebut akan menyebabkan nyeri,
menurunnya mobilitas, sehingga mengakibatkan keterbatasan LGS bahu.
Ultrasound merupakan salah satu modalitas fisioterapi yang secara klinis sering
diaplikasikan untuk tujuan terapeutik pada kasus-kasus tertentu termasuk kasus muskuloskeletal.
Terapi ultrasound menggunakan energi gelombang suara dengan frekuensi lebih dari 20.000Hz yang
tidak mampu ditangkap oleh telinga atau pendengaran. Dengan  pemberian  modalitas  ultra  sonic 
dapat terjadi  iritan  jaringan yang menyebabkan reaksi fisiologis seperti kerusakan jaringan,  hal  ini 
disebabkan oleh efek  mekanik  dan  thermal  ultra sonik.  Pengaruh mekanik tersebut juga dengan
terstimulasinya saraf polimedal dan akan dihantarkan ke ganglion dorsalis sehingga memicu produksi
“P subtance” untuk selanjutnya terjadi inflamasi sekunder atau dikenal “neurogeic inflammation”.
Namun dengan terangsangnya “P” substance tersebut mengakibatkan proses induksi proliferasi akan
lebih terpacu sehingga mempercepat terjadinya penyembuhan jaringan yang mengalami kerusakan.
Pengaruh nyeri terjadi secara tidak langsung yaitu dengan adanya pengaruh gosokan membantu
“venous dan lymphatic”, peningkatan kelenturan jaringan lemak sehingga menurunnya nyeri regang dan proses
percepatan regenerasi jaringan.

Transcutaneus electrical nerve stimulation (TENS) merupakan suatu cara penggunaan energi
listrik guna merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit dan terbukti efektif untuk merangsang berbagai
tipe nyeri.
 

Pemberian TENS dapat menurunkan nyeri, baik dengan cara peningkatan vaskularisasi pada jaringan
yang rusak tersebut , maupun melalui normalisasi saraf pada level spinal maupun supra spinal,
sehingga dengan berkurangnya nyeri pada bahu didapatkan gerakan yang lebih ringan. Efek TENS
terhadap pengurangan nyeri juga dapat mengurangi spasme dan meningkatkan sirkulasi, sehingga
memutuskan lingkaran “viscous circle of reflex” yang pada akhirnya dapat meningkatkan LGS.
 TENS efektif mengurangi nyeri melalui aktivasi saraf berdiameter besar dan kecil melalui
kulit yang selanjutnya akan memberikan informasi sensoris ke saraf pusat. TENS menghilangkan nyeri
dikaitkan melalui sistem reseptor nosiseptif dan mekanoreseptor. Sistem reseptor nosiseptif bukan
akhiran saraf bebas, melainkan fleksus saraf halus tak bermyelin yang mengelilingi jaringan dan
pembuluh darah.
Pengurangan nyeri yang ditimbulkan oleh TENS dapat  juga meningkatkan kekuatan otot
karena menormalkan aktivitas α motor neuron sehingga otot dapat berkontraksi secara maksimal, dan
berkurangnya “refleks exitability” dari beberapa otot antagonis gelang bahu sehingga otot agonis dapat
melakukan gerakan, dan karena stabilitas terbesar pada sendi bahu oleh otot, maka hal tersebut
meningkatkan mobilitas sendi bahu.
Contrax Relax and Stretching merupakan suatu teknik terapi latihan khusus yang ditujukan
pada otot yang spasme, tegang/memendek untuk memperoleh pelemasan dan peregangan jaringan otot.
Pada  Contrax Relax and Stretching posisi tangan dibelakang leher terjadi gerakan abduksi
dan rotasi eksternal mencapai pembatasan, posisi kapsul sendi mengarah ke inferior,  terjadi
peregangan pada kapsul anterior dan pada saat kontraksi isometrik terjadi peregangan pada kapsul
posterior. Sedangakan pada Contrax Relax and Stretching posisi tangan dibelakang punggung terjadi
gerakan rotasi internal mencapai pembatasan, posisi kaopsul sendi mengarah ke anterior, terjadi terjadi
peregangan pada kapsul anterior dan pada saat kontraksi isometrik terjadi peregangan pada kapsul
posterior.
Pada spasme otot yang berlangsung lama akan diikuti penjepitan vaskuler dan berlanjut
terjadinya ischemik jaringan otot yang akhirnya diikuti proses inflamasi dan nyeri yang menimbulkan
sirkulasi spasme. Karena proses inflamasi tersebut disusul timbulnya ”abnormal cross link” yang
melekatkan jaringan ikat otot dimana ketika spasme pada  posisi memendek akibatnya terjadi
kontraktur. Pada kasus ini peregangan akan efektif bila dilakukan setelah diperoleh pelemasan dengan
teknik contrax relax. Teknik peregangan otot setelah contrax relax dikenal sebagai contrax relax and
stretching.
Pada saat dilakukan kontraksi isometrik otot sendi bahu juga diperoleh gerakan minimal
sendi bahu tanpa menimbulkan iritasi noxius dan sekaligus memacu sirkulasi dan proses metabolisme
struktur jaringan sendi, disini akan diperoleh peningkatan kelenturan jaringan ikat sendi dan nyeri akan
berkurang.

http://dhaenkpedro.wordpress.com/fisioterapi-pada-frozen-shoulder-kaku-bahu/

Nyeri bahu, yang dalam istilah medis disebut  adhesive capsulitis, adalah suatu
keadaan yang mengenai kapsul sendi bahu dan mengakibatkan nyeri, kaku dan
hilangnya gerakan pada sendi tersebut dan biasanya muncul pada satu sisi saja, namun
dapat pula menyebar ke bahu lainnya. Hal ini terjadi kira-kira 1 dari 5 orang.
Umumnya mengenai kelompok usia 40-70 tahun. Umumnya menyerang satu sendi
yang tidak dominan, tapi dapat pula mengenai kedua sendi. Lebih banyak pada
perempuan dan penderita diabetes. Penyebabnya dapat dibagi dua. Peyebab primer
yang tidak diketahui asal nyeri dan kekakuannya, dan penyebab sekunder seperti
trauma atau imobilisasi yang lama

Nyeri bahu merupakan keluhan yang sering dijumpai sehari-hari yang disebabkan
oleh nyeri lokal atau nyeri saat menggerakkan lengan, misalnya pada waktu memakai baju,
menyisir rambut, mengambil dompet di saku belakang. Keluhan di atas sering menimbulkan
masalah diagnostik karena dapat melibatkan berbagai macam jaringan, seperti persendian,
bursa, otot, syaraf bahkan organ yang jauh dari tempat nyeri. Tanda dan gejalanya timbul
secara bertahap, dan semakin memburuk seiring berjalannya waktu, hingga kemudian
membaik dalam kurun waktu dua tahun.

Frozen shoulder dapat disebabkan oleh trauma, imobilisasi lama, imunologi, operasi
pada sendi, hyperthyroidisme, clinical depression dan Parkinson.serta hubungannya dengan
penyakit lainnya, misal hemiparese, ischemic heart disease, TB paru, bronchritis kronis dan
diabetes mellitus dan diduga penyakit ini merupakan respon autoimun terhadap rusaknya
jaringan lokal.

                Tahapan Terjadinya Frozen Shoulder

Menurut Kisner (1996) frozen shoulder dibagi dalam 3 tahapan, yaitu


          a.    Pain (Freezing)

 ditandai dengan adanya nyeri hebat bahkan saat istirahat, gerak sendi bahu menjadi terbatas
selama 2-3 minggu dan masa akut ini berakhir ampai 10- 36 minggu. Nyeri terutama timbul
pada malam hari.

         b.    Stiffness (Frozen)

ditandai dengan rasa nyeri saat bergerak, kekakuan atau perlengketan yang nyata dan
keterbatasan gerak dari glenohumeral yang di ikuti oleh keterbatasan gerak scapula. Fase ini
berakhir 4-12 bulan.

         c. Recovery (Thawing)

pada fase ini tidak ditemukan adanya rasa nyeri dan tidak ada synovitis tetapi terdapat
keterbatasan gerak karena perlengketan yang nyata. Fase ini berakhir 6-24 bulan atau lebih
                

          pengobatan frozen syndrome

Pengobatan bertujuan untuk mengontrol nyeri dan mengembalikan kemampuan gerak sendi.
NSAIDs membantu untuk mengurangi nyeri dan peradangan. Analgesic diindikasikan pada
pasien yang kontraindikasi terhadap NSAIDs. Muscle relaxants sangat berguna pada fase
awal, dimana kaku otot menjadi sangat dominan. Anti depresan dosisi kecil (amitriptilin 10
ng dimakan pada malam hari) diharapkan dapat menghindari gangguan tidur yang nantinya
dikhawatirkan akan menjadi nyeri kronis dan fibromyalgia.Terapi panas baik untuk
meningkatkan aliran darah pada daerah tertentu.Terapi fisik dapat membantu pasien untuk
mengembalikan gerak sendi

berikut beberapa contoh gerakan untuk mencegah terjadinya frozen syndrome :


 

http://www.medicalera.com/index.php?option=com_myblog&show=nyeri-bahu-frozen-
shoulder.html&Itemid=352

Fisioterapi pada Frozen Shoulder


Akibat Hemiplegia
Suharto, RPT
Akademi Fisioterapi Departemen Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Ujungpandang
PENDAHULUAN
Di tengah masyarakat sering dijumpai pasien dengan ke-
lumpuhan separuh badan yang dapat mengakibatkan terganggu-
nya aktifitas bahu; hal ini membuat penderita semakin sulit
berbuat sesuatu dalam keluarganya, dan pada umumnya hidup
dengan bantuan orang lain, sehingga terkadang timbul rasa benci
pada diri sendiri dan rasa rendah diri di dalam keluarga akibat
ketergantungan hidup dengan orang lain.
Pada dasarnya gangguan keterbatasan sendi bahu ini dapat
disebabkan oleh berbagai macam penyebab, salah satu di an-
taranya adalah akibat kelumpuhan separuh badan.
Kondisi frozen shoulder akibat kelumpuhan separuh badan
ini selain membutuhkan obat-obatan, juga tidak kalah penting
nya adalah pengobatan fisioterapi terutama dengan mengguna-
kan modalitas exercise therapy, sebab sampai saat ini, tidak ada
obat yang dapat mengatasi gangguan gerak dan kekakuan sendi
kecuali dengan exercise therapy yang tepat.
ANATOMI DAN FISIOLOGI TERAPAN
1) Shoulder Joint
Gerakan-gerakan yang terjadi di gelang bahu dimungkin-
kan oleh sejumlah sendi yang saling berhubungan erat, misal-
nya sendi kostovertebral atas, sendi akromioklavikular, sendi
sternoklavikular, permukaan pergeseran skapulotorakal dan
sendi glenohumeral atau sendi bahu. Gangguan gerakan di
dalam sendi bahu sering mempunyai konsekuensi untuk sendi
sendi yang lain di gelang bahu dan sebaliknya.
Sendi bahu dibentuk oleh kepala tutang humerus dan
mangkok sendi, disebut cavitas glenoidalis. Sendi ini meng-
hasilkan gerakan fungsional sehari-hari seperti menyisir, meng-
garuk kepala, mengambil dompet dan sebagainya atas kerja sama
yang harmonis dan simultan dengan sendi-sendi lainnya. Cavitas
glenoidalis sebagai mangkok sendi bentuknya agak cekung tempat
melekatnya kepala tulang humerus dengan diameter cavitas
glenoidalis yang pendek kira-kira hanya mencakup sepertiga
bagian dan kepala tulang sendinya yang agak besar, keadaan ini
otomatis membuat sendi tersebut tidak stabil namun paling luas
gerakannya.
Beberapa karakteristik daripada sendi bahu, yaitu:
Perbandingan antara permukaan mangkok sendinya dengan
kepala sendinya tidak sebanding.
Kapsul sendinya relatif lemah.
Otot-otot pembungkus sendinya relatif lemah, seperti otot
supraspinatus, infrapinatus, teres minor dan subscapularis.
Gerakannya paling luas.
Stabilitas sendinya relatif kurang stabil.
Dengan melihat keadaan sendi tersebut, maka sendi bahu
lebih mudah mengalami gangguan fungsi dibandingkan dengan
sendi lainnya
(1)
.
2) Kapsul Sendi
Kapsul sendi terdiri atas 2 lapisan (Haagenars)
(1)
:
a) Kapsul Sinovial (lapisan bagian dalam) dengan karakteris
tik mempunyai jaringan fibrokolagen agak lunak dan tidak
memiliki saraf reseptor dan pembuluh darah.
Fungsinya menghasilkan cairan sinovial sendi dan sebagai
transformator makanan ke tulang rawan sendi.
Bila ada gangguan pada sendi yang ringan saja, maka yang
pertama kali mengalami gangguan fungsi adalah kapsul sino-
vial, tetapi karena kapsul tersebut tidak memiliki reseptor
nyeri, maka kita tidak merasa nyeri apabila ada gangguan, misalnya
pada artrosis sendi.
b) Kapsul Fibrosa
Karakteristiknya berupa jaringan fibrous keras dan memiliki
saraf reseptor dan pembuluh darah.
Fungsinya memelihara posisi dan stabititas sendi, meme
lihara regenerasi kapsul sendi.
Cermin Dunia Kedokteran No. 120, 1997 57
Kita dapat merasakan posisi sendi dan merasakan nyeri bila
rangsangan tersebut sudah sampai di kapsul fibrosa.
3) Kartilago
Kartilago atau ujung tulang rawan sendi berfungsi sebagai
bantalan sendi, sehingga tidak nyeri sewaktu penderita berjalau.
Namun demikian pada gerakan tertentu sendi dapat nyeri akibat
gangguan yang dikenal dengan degenerasi kartilago (Weiss,
1979)
(1)
.
FROZEN SHOULDER
Frozen shoulder adalah suatu gangguan bahu yang sedikit
atau sama sekali tidak menimbulkan rasa sakit, tidak memper
lihatkan kelainan pada foto Rontgen. tetapi menunjukkan adanya
pembatasan gerak
(2)
.

Adanya nyeri sekitar bahu.

Keterbatasan gerak sendi bahu, misalnya pasien tidak dapat
Fase-fase Frozen Shoulder
(1)
Fase I
Dari 24 jamminggu I setelah trauma dengan gejala-gejala:
nyeri yang dominan, gerakan sendi terbatas ke segala arah karena
sakit, dan kadang-kadang disertai bengkak.
Dari minggu II s/d IV setelah trauma, dengan gejala-gejala
yang dominan : jarak gerak sendi (ROM) terbatas, kaku terutama
pada abduksi dan exorotasi, nyeri tajam pada akhir ROM dan
gangguan koordinasi dan aktivitas lengan/bahu.
d) Tes Orientasi : Untuk melihat kemampuan aktivitas lengan.

Menambah jarak gerak sendi bahu,
Frozen shoulder dapat diidentikkan dengan capsulitis
adhesif dan periarthritis yang ditandai dengan keterbatasan gerak
baik secara pasif maupun aktif pada semua pola gerak.
Pada penderita kelumpuhan separuh badan (hemiplegia),
otot-otot sekitar sendi bahunya mengalami kelumpuhan. Posisi
menggantung lengan disertai hilangnya kekuatan otot dan peng
ikat sendi (ligamen) sebagai penyangga mengakibatkan keluar
nya kepala sendi dari mangkoknya yang disebut subluksasi sendi
bahu sehingga mengakibatkan tidak sempurnanya scapulo
humeral rhythm. Bila lengan digerakkan ke atas secara pasif, ge
rakan berputar tulang belikat dan terangkatnya tulang akromion
yang dibutuhkan tidak terjadi, sehingga tonjolan tulang humerus
membentur tulang akromion dan penderita merasa sakit.
Stabilisasi pasif sendi (ligament) coracohumrale yang ber
fungsi dalam mekanisme pengerem terhadap gerakan berlebihan
sendi bahu sering terganggu akibat hilangnya mekanisme perlin
dungan otot-otot bahu; akibatnya, fungsinya sebagai pengerem
hilang, sehingga pada keadaan tersebut otot-otot sekitar sendi
bahu (rotator cuff) akan sangat mudah mengalami cedera atau
terjadinya penguluran yang berlebihan yang dikenal dengan over
stretch.
Dengan berbagai faktor di atas, penderita cenderung takut
bila lengannya digerakkan ke atas, dan mempertahankan lengan
nya dalam posisi mendekat di badan (adduksi).
Bilahal ini terjadi dan berlangsung lama, akan mengakibat
kan perlengketan kapsul dan mengkerutnya kapsul sendi se
hingga gerakan sendi tersebut akan mengalami keterbatasan dan
bertambah nyeri.
Gejala
mengangkat lengannya, tidak dapat menyisir, tidak dapat meng -
ambil dompet.

Otot-otot daerah sendi bahu nampak mengecil.
Pengetahuan mengenai fase-fase ini sangat penting artinya
terutama dalam pelaksanaan terapi fisioterapi.
Fase II
Fase III
Setelah minggu IV, dengan gejala-gejala dominan : bahu
kaku dan terkunci pada ROM tertentu serta timbulnya subtle
sign, gerakan sendi bahu sangat terbatas, membesarnya otot-otot
daerah gelang bahu dan sedikit rasa nyeri.
PEMERIKSAAN FISIOTERAPI:
Pemeriksaan fisioterapi pada kondisifrozen shoulder akibat
kelumpuhan separuh badan, sebagai berikut:
a) Anamnesis Umum : Identitas penderita
b) Anamnesis khusus:

Keluhan utama penderita

Lokasi keluhan utama

Sifat keluhan utama

Lamanya keluhan

Faktor-faktor yang memperberat keluhan.
c) Inspeksi : Dilakukan dalam posisi statis dan dinamis pen-
derita.
e) Pemeriksaan Fungsi Dasar : Gerakan aktif, pasif dan tes
isometrik melawan tahanan sendi bahu.
f) Pemeriksaan Spesifik:

Tes intra artikular (Joint Play Movement) sendi bahu.

Tes kekuatan otot.

Tes koordinasi gerakan.

Tes sirkumferentia otot (lingkar otot) daerah bahu.
PENGOBATAN FISIOTERAPI
Pengobatan fisioterapi pada kasus frozen shoulder akibat
kelumpuhan separuh badan didasarkan atas problematik yang
terjadi pada pasien. Adapun masalah yang sering mengganggu
pasien seperti ini adalah : rasa nyeri gerak, terbatasnya ROM
sendi bahu, kelemahan otot-otot daerah bahu, tidak mampu me
lakukan gerakan-gerakan fungsional, yaitu : menyisir rambut,
mengambil sesuatu yang tinggi, mengambil dompet.
Tujuan fisioterapi

Mengatasi rasa nyeri pada bahu.

Meningkatkan kekuatan otot-otot bagu.

Mengembalikan aktifitas fungsional bahu.
Pelaksanaan Fisioterapi
1) Elektro Terapi
Elektro terapi yang digunakan pada kondisi ini adalah
Continuous Electro Magnetic 27 MHz (CEM). Merupakan arus
AC dengan frekuensi terapi 27 MHz yang memproduksi energi
elektromagnetik dengan panjang gelombang 11,6 meter, di
gunakan untuk menimbulkan berbagai efek terapeutik melalui
suatu proses tertentu dalam jaringan tubuh. Arus CEM ini meng-
Cermin Dunia Kedokteran No. 120, 1997
58 hasilkan energi internal kinetika di dalam jaringan tubuh se-
hingga timbul panas; energi ini akan menimbulkan pengaruh
biofisika tubuh misalnya pada thermosensor lokal maupun
sentral (kulit dan hipotalamus) dan juga terhadap struktur per-
sendian.
Tujuan yang diharapkan dan arus CEM ini adalah menu-
runkan aktifitas noxe sehingga nyeri berkurang, meningkatkan
elastisitasjaringan dan sebagai pendahuluan sebelum exercises.
2) Terapi Manipulasi
Terapi manipulasi yang diberikan adalah gerakan roll dan
slide pada gerakan-gerakan sendi bahu yang mengalami keter
batasan.
Tujuan metode ini adalah membebaskan perlengketan pada
permukaan sendi, sehingga jarak gerak sendi akan bertambah.
Dasar teknik ini adalah memperhatikan bentuk kedua per
mukaan sendi dan mengikuti aturan Hukum Konkaf dan Kon
veks suatu persendian.
3) Exercises Therapy
Exercises therapy yang diberikan pada kondisi tersebut
adalah latihan Resistance Exercises dan Metode Proprioceptive
Neuromuscular Facilitation (PNF) yang bertujuan meningkat
kan kekuatan otot daerah bahu baik manual maupun dengan
menggunakan beban. Selain itu juga dapat diberikan latihan
dengan teknik Hold Relax yang bertujuan untuk mengulur otot
otot yang memendek pada daerah bahu.
Latihan tersebut sebaiknya dilaksanakan setelah penderita
mendapatkan modalitas elektro terapi.
4) Latihan aktivitas sehari-hari
Bentuk aktivitas yang bermanfaat bagi penderita frozen
shoulder adalah menyisir rambut, mengambil sesuatu yang
tinggi, mengambil dompet, memutar lengan, dan mengangkat
beban yang kecil-kecil.

http://cantik-pernik.blogspot.com/2008/12/fisioterapi-pada-frozen-shoulder.html

Anatomi dan fisiologi bahu


reposting by: sterno
1) Shoulder Joint
Gerakan-gerakan yang terjadi di gelang bahu dimungkinkan oleh sejumlah sendi yang saling
berhubungan erat, misalnya sendi kostovertebral atas, sendi akromioklavikular, sendi
sternoklavikular, permukaan pergeseran skapulotorakal dan sendi glenohumeral atau sendi bahu.
Gangguan gerakan didalam sendi bahu sering mempunyai konsekuensi untuk sendi
sendi yang lain di gelang bahu dan sebaliknya.

Sendi bahu dibentuk oleh kepala tutang humerus dan mangkok sendi, disebut cavitas glenoidalis.
Sendi ini menghasilkan gerakan fungsional sehari-hari seperti menyisir, menggaruk kepala,
mengambil dompet dan sebagainya atas kerja sama yang harmonis dan simultan dengan sendi-sendi
lainnya.

Cavitas glenoidalis sebagai mangkok sendi bentuknya agak cekung tempat melekatnya kepala tulang
humerus dengan diameter cavitas glenoidalis yang pendek kira-kira hanya mencakup sepertiga
bagian dan kepala tulang sendinya yang agak besar, keadaan ini otomatis membuat sendi tersebut
tidak stabil namun paling luas gerakannya.

Beberapa karakteristik daripada sendi bahu, yaitu:


¬ Perbandingan antara permukaan mangkok sendinya dengan
kepala sendinya tidak sebanding.
¬ Kapsul sendinya relatif lemah.
¬ Otot-otot pembungkus sendinya relatif lemah,
seperti otot supraspinatus, infrapinatus, teres minor dan subscapularis.
¬ Gerakannya paling luas.
¬ Stabilitas sendinya relatif kurang stabil.

Dengan melihat keadaan sendi tersebut, maka sendi bahu


lebih mudah mengalami gangguan fungsi dibandingkan dengan
sendi lainnya

2) Kapsul Sendi
Kapsul sendi terdiri atas 2 lapisan (Haagenars)
a) Kapsul Sinovial
lapisan bagian dalam dengan karakteristik mempunyai jaringan fibrokolagen agak lunak dan tidak
memiliki saraf reseptor dan pembuluh darah.Fungsinya menghasilkan cairan sinovial sendi dan
sebagai transformator makanan ke tulang rawan sendi. Bila ada gangguan pada sendi yang ringan
saja, maka yang
pertama kali mengalami gangguan fungsi adalah kapsul sinovial, tetapi karena kapsul tersebut tidak
memiliki reseptor nyeri, maka kita tidak merasa nyeri apabila ada gangguan, misalnya pada artrosis
sendi.

b) Kapsul Fibrosa
Karakteristiknya berupa jaringan fibrous keras dan memiliki saraf reseptor dan pembuluh darah.
Fungsinya memelihara posisi dan stabititas sendi, memelihara regenerasi kapsul sendi. Kita dapat
merasakan posisi sendi dan merasakan nyeri bila rangsangan tersebut sudah sampai di kapsul
fibrosa.

3) Kartilago
Kartilago atau ujung tulang rawan sendi berfungsi sebagai bantalan sendi, sehingga tidak nyeri
sewaktu penderita berjalau. Namun demikian pada gerakan tertentu sendi dapat nyeri akibat
gangguan yang dikenal dengan degenerasi kartilago (Weiss,1979)

http://fisioterapi-anatomi.blogspot.com/2009/04/anatomi-dan-fisiologi-bahu.html

You might also like