You are on page 1of 16

Ponirah Pengayuh Becak

14 Maret 2008 - 11:46 WIB

Reza Yunanto
Perempuan itu sudah 22 tahun mengayuh becak. Cita-cita pensiun dan beternak bebek
belum kesampaian.

MATAHARI pagi sudah meninggi saat becak itu dikeluarkan dari belakang rumah. Setelah
mengelap becak sebentar, tepat pukul 7 pagi, sang empunya becak mulai mengayuh becaknya
menyusuri jalan sejauh 2 kilometer menuju tempat mangkalnya. Kostumnya tak pernah berubah:
kaos oblong dirangkap kemeja, celana panjang, sepatu, dan caping. Handuk kecil setia melingkari
lehernya.

Pada umumnya penumpang becaknya tak memperhatikan si penarik becak. Hingga si penumpang
tiba di tempat tujuan, lalu turun dari becak untuk membayar dan terkaget-kaget mendengar suara
pengayuhnya yang ternyata seorang perempuan. "Saya diam saja, ndak ngomong kalau ndak
ditanya," tutur Ponirah, 57 tahun, si tukang becak itu. Adegan seperti ini memang biasa dialami
Mbah Pon, panggilan Ponirah.

Penampilan Mbah Pon memang seperti laki-laki tulen. Berambut cepak, berbadan kekar dan tegap.
Sesekali terlihat kepulan asap rokok dari mulutnya.

Mbah Pon tak pernah merasa malu menjalani profesi yang konon monopoli kaum Adam ini.
Perempuan beranak enam dan bercucu tiga ini sudah lupa kapan persisnya ia mulai menjalani
profesi berat ini. Seingatnya, ia menjalani profesi ini selama 22 tahun.

Menjadi tukang becak memang bukan cita-cita Mbah Pon muda. Syahdan, pada akhir tahun 1980-
an anak-anak Ponirah yang kecil mulai beranjak besar. Mereka sudah harus mengenyam bangku
sekolah. Saat itu penghasilan suami Ponirah sebagai tukang becak kurang mencukupi untuk
membiayai sekolah 6 anaknya. Ponirah dan suaminya kemudian memutar otak. Karena tak punya
uang untuk modal berdagang dan tak mau meminjam uang karena pantang berutang, akhirnya
Ponirah memilih mengikuti jejak suaminya, menarik becak.

Saat itu suami Ponirah sudah punya becak sendiri. Ia pun kemudian memakai becak kreditan milik
seorang majikan becak dengan setoran Rp 3.000 per hari, termasuk uang cicilan becaknya. "Saya
lunasi setelah 3 tahun," kata Mbah Pon. Dengan becak itu, saban hari Ponirah menjaring
penumpang di seputaran Pojok Benteng Kulon, Jalan Raya Bantul, Yogyakarta.

Jam kerjanya mulai pukul 7 pagi, sedangkan selesainya tak menentu. "Kadang jam 8 malam. Dulu
pernah sampai jam 12 malam," kata Mbah Pon lagi. Tapi sejak 10 tahun lalu wilayah operasi Mbah
Pon bergeser ke sekitar Mapolsek Kraton. "Di sana (Pojok Benteng Kulon) ndak ada penumpang
lagi. Sepi!" katanya.

Pernah di suatu masa jam kerja Ponirah lebih awal. Saat langit belum begitu terang, Ponirah sudah
mengeluarkan becaknya. Ia harus stand by di rumah langganannya di Kampung Sonosewu
selambatnya pukul 6 pagi. Dua anak kecil
menunggu untuk diantar berangkat sekolah ke SD Keputran 3 di bilangan Kraton, tak jauh dari
Pasar Ngasem.

Selesai mengantar pelanggannya itu Mbah Pon biasanya langsung menjaring penumpang di jalanan.
Namun, pukul 12 siang dia harus bergegas kembali ke SD Keputran III. Anak pelanggannya tadi
menunggu untuk diantar pulang. Agar tak kelewatan, Mbah Pon tak lupa membawa jam. "Makanya
saya pakai jam. Biar ndak lupa!" ceritanya.

Penghasilan Mbah Pon sebagai tukang becak memang tak seberapa. Dulu, pada tahun-tahun awal
mbecak di Pojok Benteng Kulon, dia biasa pulang membawa puluhan ribu rupiah. Apalagi ketika
itu ia mengayuh becak dari pagi hingga malam. Penumpang becak pun masih ramai. Pengguna
motor belum seramai sekarang. Namun, sejak beberapa tahun terakhir, penghasilannya menyusut
drastis. Bekerja dari pukul 7 pagi dan berakhir sekitar pukul 2 atau 3 siang, penghasilan bersihnya
hanya sekitar Rp 10 ribu. Sementara dia harus mengeluarkan uang untuk makan siang dan membeli
rokok.

Meski penghasilannya pas-pasan, Mbah Pon tetap mengayuh becak. Apalagi suaminya, Suparjo,
meninggal karena digerogoti kanker pankreas pada 2005. "Sudah dirawat di tiga rumah sakit
pindah-pindah, masih ndak sembuh. Saya ndak punya uang, ya sudah dirawat di rumah," tuturnya.
Setelah suaminya meninggal, Mbah Pon menjadi tulang punggung ekonomi keluarga dengan 6
anak.

Menjadi janda dengan 6 anak kontan saja beban hidup Mbah Pon makin berat. Dua anak tertuanya
kala itu memang sudah berumah tangga dan hidup mandiri. Namun, anak bungsunya masih di
bangku sekolah menengah atas, dan anak yang lain bekerja serabutan. Dua becaknya, yang biasa ia
kayuh dan warisan mendiang suaminya, akhirnya dijual. Akhirnya dia mempunyai satu lagi becak
pemberian dosen Universitas Gadjah Mada pada tahun 2004.

Dengan becak pemberian itu Ponirah pun menetapkan hati dan tekad untuk terus mengayuh becak
demi membiayai sekolah anaknya. "Kalau ndak mbecak, ya ndak punya uang buat bayar sekolahan
sama makan sehari-hari," katanya.

Satu cobaan pergi, cobaan lain datang. Setahun kemudian rumah kecilnya di Dusun Njeblog,
Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, rusak parah akibat gempa dashyat pada 27 Mei 2006. Mbah Pon dan
2 anaknya selamat dari maut. "Saya sudah bangun, siap-siap mbecak. Anak saya langsung lari
keluar rumah," ujar Mbah Pon mengingat gempa yang merenggut ribuan nyawa di Yogyakarta dua
tahun silam. Mbah Pon dan anak-anaknya memang selamat dari gempa, tapi rumahnya rusak. Selain
itu 40 ekor bebek miliknya mati terkena reruntuhan kandang. Semua telurnya juga pecah. Mbah Pon
pun hanya bisa merenungi nasib. "Saya pasrah pada Gusti Allah," ujarnya.
Tuhan maha adil. Suatu hari setelah gempa, anaknya dihubungi sebuah perusahaan produsen
minuman energi. Mbah Pon ditawari membintangi iklan minuman energi. Menurut cerita anaknya,
perusahaan itu melihat Mbah Pon sebagai sosok orang yang tak kenal menyerah dan tidak takluk
pada kemiskinan.

Menjadi bintang iklan merupakan anugerah tersendiri bagi Mbah Pon. Dari aktingnya itu dia
mendapat imbalan Rp 6 juta. Sebulan kemudian, sepulang dari Jakarta setelah promosi iklan
tersebut, Mbah Pon ditanya minta apa. "Saya minta dibangunkan rumah," jawabnya enteng. Gayung
pun bersambut. Perusahaan itu kemudian mengantarkan uang Rp 30 juta yang kemudian dipakai
Mbah Pon membangun kembali rumahnya. Rumahnya yang rusak akibat goyangan gempa pun
kembali berdiri.

Kesan Mbah Pon sebagai perempuan perkasa menguat setelah dia mendapatkan penghargaan
sebagai Wanita Perkasa Yogyakarta dalam perayaan Hari Kartini di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Saat itu Kapolsek Kraton yang dijabat seorang perempuan mengusulkan Ponirah yang biasa
mangkal di depan Mapolsek Kraton sebagai salah satu penerima penghargaan. "Bu Kapolek yang
usul," kata Mbah Pon yang dikenal ramah senyum oleh warga sekitar Kraton. Panitia pun
menyetujui. Mbah Pon akhirnya menerima anugerah tersebut langsung dari Gubernur DIY Sultan
Hamengku Buwono X dan istri, GKR Hemas.

Mbah Pon jebolan kelas IV sekolah dasar. Sampai usia tua tubuhnya selalu sehat. Ia mengaku tak
pernah mengalami gangguan kesehatan selama menarik becak. Padahal, usianya sudah menjelang
kepala enam dan setiap pagi hanya sarapan segelas teh hangat dan sebatang rokok. "Saya bisa
makan ya habis narik," katanya.

Anak dan kerabat sudah meminta Mbah Pon pensiun mengayuh becak. Nyatatanya, di usia
menjelang kepala enam, dia harus tetap mengayuh becak. "Kalau ndak mbecak, makan apa?"
ujarnya.

Mbah Pon tak tahu kapan akan berhenti mengayuh becak. Ia masih menyimpan cita-cita
menggembala bebek seperti dulu. Namun, 40 ekor bebeknya sudah mati tertimpa gempa. Bantuan
yang mengalir deras setelah gempa Yogya tak menciprati Mbah Pon. Ia tak punya uang untuk
membeli bebek. "Ndak ada uang. Seekor harganya 25 ribu rupiah. Uang dari mana?" kata Mbah
Pon yang kini menjadi selebritis di Bantul setelah menjadi bintang iklan. (E1)

Foto oleh Reza Yunanto: Ponirah sedang mengayuh becaknya.


©2008 VHRmedia

Oleh : Hari Puspita


HARI Minggu (2/3) malam lalu saya dapat kabar soal ditangkapnya seorang jaksa yang karirnya
bak meteor, Urip Tri Gunawan. Mantan konseptor dakwaan terpidana mati Bom Bali 1, Amrozi, ini
bak kisah novel saja, jalan hidupnya.
Apalagi setelah keesokan paginya setiap satu jam dan hampir dari menit ke menit di televisi ada
tayangan dan running text tentangnya. Lelaki kelahiran Sragen, Jawa Tengah, 42 tahun silam ini
telah membalik telapak tangannya yang tertera takdir, dengan hidup bertema baru : From Hero To
Zero.
Betapa tidak? Jaksa satu yang sempat saya kenal baik saat ngepos di berita-berita hukum ini
memang berkarir menonjol. Dengan kasus yang banyak jadi sorotan media. Mulai kasus korupsi
Yayasan Bali Dwipa (YBD) bernilai Rp 2,3 miliar, dengan terdakwa Sugiri dan Ida Bagus Oka,
kasus 13,5 kilogram kokain Victor Navaro Garcia- Clara Elena Umana Gautrin, asal Meksiko,
hingga yang terakhir dugaan kasus korupsi BLBI.
Terus terang, sebagai orang yang sempat kenal baik dengan bapak tiga anak ini, saya kaget. Yang
pertama, ya jelas soal kasus suapnya. Yang kedua : “Kok bisa dia yang ngambil ya?”. Dan, yang
ketiga adalah, duit USD 660.000 USD atau Rp 6,1 miliar itu nolnya berapa ya? Imajinasi saya susah
membayangkan, untuk angka ini, soalnya.
Urip pun mengingatkan saya dengan salah satu lagu grup musik rock asal Bandung, Seuries, lewat
lagu Jaksa Juga Manusia, eh, Rocker Juga Manusia. Tapi, lagi-lagi, kok bisa ya?
Soalnya dia sempat bercerita, bahwa dulu dia pernah bertugas di Bumi Lorosae. Dia sempaat
menjabat Kepala Cabang Kejaksaan Negeri (Kejari) Maliana, Bobonaro, Timor Timur (Timor
Leste, sekarang). “Kadang saya jalan kaki, kalau pas tidak ada kendaraan tumpangan,” akunya.
Pikir saya, “Gigih juga, dia.” Waktu itu, tahun 2002, saat menangani kasus IB Oka.
Saat sibuk menyiapkan dakwaan Amrozi, saya beberapa kali datang ke rumah dinasnya, di Jalan
Muwardi, Renon. Dia terbilang suka membaca. Sebagai jaksa yang berurusan dengan terdakwa dari
Jamaah Islamiah atau JI, Urip yang Kristiani ini sibuk mencari literatur Islam. Dari terjemahan
Alquran, buku hadits hingga majalah Panji Masyarakat dan Sabili pun dilahapnya. “Biar paham,
nggak ngawur,” katanya.
Dakwaan untuk Amrozi sendiri tebalnya 33 halaman. Sedangkan tuntutannya 263 halaman. Yang
dibacakan 30 Juni 2003 silam.
Teman-temannya sesama jaksa banyak yang menyebut dia cerdas, ngototan dan pemberani. Dia
juga dikenal suka guyon, bercanda. Kadang ceplas-ceplos juga. “Wah, pusing ngonsep dakwaan
gini nonton BF enak, ya, sama cewek?” celetuknya, saat mengetik konsep dakwaan Amrozi, lima
tahun silam, di suatu malam.
Dulu, nomor handphone-nya 08123811170. Tapi setelah di Jakarta sepertinya ganti nomor. Pun saat
balik lagi ke Bali, jadi Kajari Klungkung, sebelum ke Kejagung, Jakarta, jadi Kasubdik Direktorat
Jampidsus, saya sudah tak tahu lagi, berapa nomor HP-nya. Padahal, dulu, kalau ada SMS lucu-
lucu, atau malah sesekali agak jorok, kadang dikirimnya. (Biasanya, dia mengirim yang jorok, kalau
saya kirim SMS jorok duluan, hehehe..)
Saat Soundrenaline pertama kali digelar tahun 2003 di Pulau Serangan, Minggu, 7 September 2003,
dia ngaku ngebet pengin nonton pesta musik kolosal dengan puluhan grup itu. “Refreshing, cari
udara segar,” tuturnya. Kaset Soundrenaline saya pun saya berikan kepadanya, karena dia terlihat
antusias nonton. Cuma, saya tidak tahu pasti juga, apa dia jadi nonton atau tidak.
Tapi, ada juga “kenangan tak terlupakan” dengannya. Yang kebetulan masih tercatat tanggal, bulan,
dan tahunnya, di file saya. Suatu hari, Selasa, 16 September 2003, ada sidang terdakwa bule,
namanya Steven Douglas Kiskenen, asal Inggris, di PN Denpasar. Dengan barang-bukti (BB) 0,3
gram heroin. Sidangnya tidak jelas. Saya pun penasaran. Ke sana kemari cari info, kapan sidangnya.
Akhirnya bisa dapat nama dan ketemu hakimnya, Bu Istiningsih Rahayu. Dari ibu hakim ini saya
tahu vonisnya tiga bulan, tuntutannya “cuma” empat bulan. Juga ketahuan siapa jaksanya.
“Kayaknya dituntut empat bulan,” ujarnya, sambil tersipu dan berat menyebut vonis narkoba yang
ringan itu. Saya cari pak Urip dan ketemu.
Tapi, di luar dugaan dia masih berkilah. “Alaah, narkoba dengan BB 0,3 gram apa sih menariknya?
Belum, belum vonis,” jawabnya, dengan cool, ketika saya tanya. Lho, aneh memang. Saya sudah
mengantongi data kok dia masih berkilah juga.
Ada lagi sidang narkoba lainnya, dengan terdakwa Andrew Thomas Bredon, bule asal Selandia
Baru, malah persidangannya tidak jelas hingga dia pindah ke Jakarta sebagai Kasi Pidum Kejari
Jakarta Utara.
Itu kejadian 16 September 2003. Dan, di luar dugaan, pada 2 Maret 2008, ada kejadian yang mirip.
Dia tertangkap KPK dengan uang USD 660.000 atau Rp 6,1 miliar, di Jalan Hang Lekir II,
Simprug, Jakarta. Saat tertangkap, ngakunya kardus berisi coklat dan habis transaksi permata. Tapi,
si pemberi suap duit, Artalyta Suryani alias Ayin, kerabat Syamsul Nursalim ngomongnya lain lagi
ke KPK. Bahwa itu duit utang. Nah, kacau juga. “Joko Sembung makan ondhe-ondhe, Nggak
nyambung, pak Dhe!”
Tapi dunia ini memang serba mungkin. Siapa saja bisa tergelincir. Tak peduli apa status sosial dan
profesinya. Ulama, pendeta, polisi, jaksa,hakim, termasuk wartawan atau siapa pun bisa terpeleset,
di zaman yang kata Rendra, mengutip Ronggo Warsito, disebut Zaman Kalabendu, ini. Dan, sampai
saat ini saya masih terpana, soal kejadian mengagetkan itu dan membayangkan bagaimana duit
USD 660.000 itu berapa lembar, kalau uang kontan.
Sebagai teman saya sedih, tentu saja. Tapi, kalau mengingat posisi dia sebagai aparat penegak
hukum, untuk kasus sebesar BLBI, sepertinya urusan dia bakal membuat lain, cerita hidupnya.
Kecuali kalau tiba-tiba hasil penyidikan KPK ternyata Urip jualan permata betulan, misalnya. Ah,
Urip, Urip “si jaksa terbaik”!
Hari Puspita, Wartawan Radar Bali
This entry was posted on Thursday, April 3rd, 2008 at 6:41 am and is filed under Opini, Sosok. You can follow any
responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

There are currently 3 responses to “Jaksa Urip, yang Saya Kenal”


Why not let us know what you think by adding your own comment! Your opinion is as valid as
anyone elses, so come on... let us know what you think.
1. 1 On April 3rd, 2008, luhde said:
aduh duh, pak redaktur radar nok. sing bani komen jelek-jelek ni. semoga pak
pipit ada yang menyuap USD 6000. kan ga gede2 amat… siapkan dulu alibinya,
pak. mungkin, jual beli berita pilkadal? huahuhahha…. btw, sip tulisane pak.

2. 2 On April 3rd, 2008, wasti said:


Wah yang sakit hati, numpahinnya pakai kata2 pilu tapi juga merajuk. Iya, sama
kagetnya saya dg Pak Pipit. DIa dulu suka nimbrung makan bareng, malah
sering ngajakin makan duren di sepanjang jl renon, kalau lagi musim. Kali saja,
uang miliaran rupiah itu hasil jualan duren yang isinya permata.

3. 3 On April 3rd, 2008, wawan said:


pit, kok tulisanmu ini tdk dimuat di kaki jawa

Pemerintah Dan Rakyat ASEAN Diminta Tolak Referendum Di Myanmar


Pemerintah Didesak Usut Ulang Kasus BLBI →
Kasus Urip, “Shock Teraphy” Bagi Para Jaksa
Maret 8th, 2008 in Nasional |
Jakarta ( Berita ) : Kasus tertangkapnya jaksa penyelidik kasus BLBI Urip Tri Gunawan
atas dugaan penerimaan uang senilai 660 ribu dolar AS diharapkan menjadi “shock
teraphy” (terapi kejut) bagi para jaksa sehingga membuat mereka takut untuk menerima
suap.
“Saya yakin, pasti ada saja jaksa yang jadi takut walau jumlahnya sulit untuk diketahui.
Apa yang dilakukan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) itu tetap merupakan suatu
keberhasilan, yakni membuat orang (jaksa.red) takut,” kata pengamat masalah hukum dari
Universitas Indonesia (UI) Gandjar Laksmana B di Jakarta, Sabtu [08/03] .
Gandjar Laksmana menilai, terkait pengungkapan kasus dugaan suap terhadap jaksa
Urip, KPK menerapkan “shock teraphy” yang membuat aparat penegak hukum tidak akan
berani lagi “main-main” dengan kasus yang sedang ditanganinya.
Gandjar mencontohkan kasus yang pernah diungkap KPK pada 2005 terhadap pengacara
Harini Wijoso, juga telah membuat para pengacara “tiarap” dan berhati-hati sehingga tidak
berani lagi “main-main”.
Harini Wijoso adalah salah seorang pengacara pengusaha Probosutedjo dalam kasus
penyimpangan Dana Reboisasi. Pada 30 September 2005, KPK melakukan
pengerebekan dan Harini beserta kelima staf Mahkamah Agung (MA) ditangkap karena
terkait kasus penyuapan dengan nilai miliaran rupiah. Pada 30 Juni 2006, oleh majelis
hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Harini Wijoso divonis hukuman penjara empat
tahun.
Gandjar Laksmana yakin bahwa dengan kasus tertangkapnya jaksa Urip Tri Gunawan
oleh KPK pada Minggu (2/3) itu, banyak juga jaksa yang kini ketakutan untuk menerima
suap.
Namun jika dikatakan penangkapan jaksa Urip itu sebagai suatu keberhasilan KPK dalam
memberantas korupsi, Gandjar mengatakan bahwa ukuran keberhasilan itu ada banyak
tolok ukurnya, di antaranya dari sisi pencegahan dan penindakan. “Kalau penindakan,
bukan dengan melihat berapa banyak perkara yang berhasil diungkap KPK karena kita
tidak punya banyak data. Berapa yang berhasil diungkap masih sedikit kalau dibanding
dengan dugaan batapa banyaknya korupsi yang terjadi di negeri ini,” katanya. “Misalnya
kalau ada 30 kasus yang disidik, maka ke-30 kasus itu harus sampai dibawa ke
pengadilan, dan koruptornya dihukum,” katanya. ( ant )

By plinplan on March 3rd, 2008 @ 08:03:04


Jakarta - Nama Kejagung rusak gara-gara Jaksa Urip Tri Gunawan tertangkap tangan KPK. Dia
diduga menerima uang suap senilai US$ 660 ribu atau Rp 6 miliar. Bagaimana kronologi
penangkapannya?
Menurut informasi dari Juru Bicara KPK Johan Budi SP, pada Minggu (2/3/2008) sekitar pukul
16.30 WIB, KPK menerima laporan bahwa akan terjadi sebuah transaksi. Karena tak mau buruan
lepas, KPK segera mengirim para penyidiknya ke lokasi yang diketahui sebagai kediaman Sjamsul
Nursalim di Jl Hang Lekir RT 06/08, Kavling WG, Kelurahan Grogol Selatan, Kebayoran, Jakarta.
Saat digerebek, Jaksa Urip memang sempat melakukan perlawanan. Hal ini seperti diutarakan
Ketua RT setempat Sambiyo. Dan sebelum penangkapan dilakukan, sejumlah penyidik serta
anggota Brimob pun sempat melakukan pengintaian di rumah mewah berpagar setinggi 5 meter
tersebut.
Setelah ditangkap, penyidik KPK menyita uang senilai yang seluruhnya pecahan dolar AS. Selain
itu dilakukan penggeledahan di mobil mantan Kajari Klungkung, Bali, yang menjadi Ketua Tim
Pemeriksa Kasus BLBI Kejagung tersebut. Polisi menyisir kendaraan Kijang silver bernopol DK
18322 CH itu.
Ikut pula diamanakan seorang wanita berinisial AS, yang diduga adalah perantara pemberi uang.
Selain itu seorang pria pun ikut diangkut pula ke Kantor KPK di Jl HR Rasuna Said Kuningan,
Jakarta.
Mereka diangkut secara terpisah. Jaksa Urip tiba di Kantor KPK sekitar pukul 18.00 WIB, AS
sekitar pukul 20.40 WIB, dan pria yang belum diketahui identitasnya dibawa di antara jeda waktu
dua orang tersebut.
Sekitar pukul 23.30 WIB, KPK menetapkan Jaksa Urip sebagai tersangka, sedang 2 lainnya masih
berstatus saksi. Di kesempatan pemunculannya yang sesaat itu pula, Urip sempat membantah bahwa
dia menerima suap. “Saya hanya berdagang permata, sebagai usaha sampingan,” tutur Urip.
Namun pihak KPK menengarai bahwa keberadaan uang tersebut terkait dengan kasus BLBI, karena
dihentikannya penyelidikan kasus pengemplangan uang rakyat triliunan rupiah ini. Hal ini semakin
kuat manakala Jaksa Urip memegang penanganan kasus BLBI senilai Rp 28 triliun yang melibatkan
pengusaha Sjamsul Nursalim.
Pada pukul 00.00 WIB, dengan membawa sejumlah saksi, KPK kembali bergerak ke kediaman
Sjamsul. Dan sekitar pukul 03.30 WIB, Senin (3/3/2008) tim dengan menggunakan 2 buah
kendaraan bergerak meninggalkan lokasi.
Tampak sejumlah barang bukti diangkut penyidik antara lain 1 unit CPU komputer, selain itu
seorang pria yang wajahnya ditutupi koran dan pembantu rumah tangga itu pun ikut diboyong ke
KPK.
Hingga pukul 07.35 WIB, Jaksa Urip masih terus menjalani pemeriksaan intensif penyidik KPK.
(ndr/nrl)
Detik-detik Penangkapan Jaksa Urip Menegangkan

Senin, 3 Maret 2008 - 17:18 wib

BERITA LAINNYA
• 13/04/2008 04:03:03

Money Politic di Pilgub Jabar

• 13/04/2008 03:54:26

Winasa-Alit Putra Pendaftar Pertama Pilkada Bali

• 13/04/2008 02:50:46

Money Politics Tim Da'i Marak

• 13/04/2008 01:41:25

Calon Panwas Pilgub Jatim Jalani Fit and Proper Test

• 13/04/2008 00:36:47

Pembalap Liar Tabrakan , 2 Pemuda Kritis


JAKARTA-Kronologi penangkapan jaksa Urip Tri Gunawan yang diduga menerima suap USD
660.000 sempat diwarnai aksi perlawanan tersangka. Bahkan, penyidik KPK sempat menabrak
mobil yang dikendarai Urip karena mencoba melarikan diri saat akan ditangkap di depan rumah
Sjamsul Nursalim di Jalan Hang Lekir RT 06/RW 08, Kaveling WG, Kel GrogolSelatan,
Kebayoran Lama, JakartaSelatan.

Menurut sumber di KPK, penangkapan Urip bukan sebuah kebetulan. KPK telah menerima
informasi dugaan suap kasus BLBI tersebut beberapa hari sebelum penangkapan.

Pengintaian di sekitar rumahSjamsul Nursalim.

Ketua RT setempat Sambiyo mengaku melihat sejumlah penyidik serta anggota Brimob mengintai
rumah mewah berpagar setinggi 5 meter tersebut.Para penyidik menunggu buruannya di tikungan
samping rumah kediaman Sjamsul Nursalim. "Saya menerima laporan dari satpam perumahan
bahwa ada beberapa orang yang mondar-mandir mengawasi rumah Sjamsul Nursalim," ungkapnya,
Senin (3/3/2008).

Para satpam sempat curiga tapi setelah dicek ternyata mereka para penyidik dari KPK dan polisi
yang sedang melakukan pengintaian. Kronologi penangkapan Urip pun digambarkan Sambiyo
cukup dramatis. "Jadi, saat mobil Kijang silver (yang ditumpangi JaksaUrip) bernopol DK1832 CF
ke luardari gerbang utama (rumah SjamsulNursalim) dan melewati tikungan tersebut, penyidik
sudah siap menangkap. Karena ada gelagat kabur, mobil tersebut langsung dipepet dan sopir
ditangkap meskipun sempat ada perkelahian,"ungkap Sambiyo.

Saksi mata mengungkapkan, penyidik sempat mendorong badan Urip ke tembok saat proses
penangkapan. "Karena dia melawan saat akan ditangkap," ucap seorang penyidik yang enggan
disebutkan namanya.

Sempat juga terjadi adu mulut karena Urip terus berusaha meyakinkan bahwa dirinya tidak
bersalah. Pernyataan Sambiyo terbukti dengan ditemukannya kerusakan pada bemper depan mobil
KPK. Selain itu, bagian belakang mobil jaksa Urip juga rusak akibat ditabrak penyidik KPK.Selain
itu, bukti perkelahian dapat dilihat dari kumal dan kotornya bagian depan dan belakang baju putih
berlengan panjang yang dikenakan Urip.

Bahkan, saat dimintai keterangan,Urip terlihat kelelahan dan ada bekas tanda kekerasan di bagian
leher.Setelah ditangkap, penyidikKPK menyita uang senilai USD660.000 yang seluruhnya
pecahanUSD100. Selain itu, penyidik KPK juga melakukan penggeledahan di mobil mantan Kajari
Klungkung, Bali, yang menjadi Ketua Tim Pemeriksa Kasus BLBI Kejagung tersebut. Polisi
menyisir kendaraan Kijang silver dengan seksama dari jok depan sampai jok belakang.Penyidik
KPK lalu membawa Urip ke Kantor KPK dan tiba di sana sekitar pukul 18.00 WIB.

Sekitar pukul 23.30 WIB, KPK menetapkan jaksa Urip sebagai tersangka. Di kesempatan
pemunculannya yang sesaat itu pula, Urip sempat membantah menerima suap. ''Saya hanya
berdagang permata sebagai usaha sampingan,''tuturnya.

Namun,pihak KPK menengarai keberadaan uang tersebut diduga terkait kasus BLBI karena
dihentikannya penyelidikan kasus pengemplangan uang rakyat triliunan rupiah ini.

Hal ini semakinkuat saat jaksa Urip menangani kasus BLBI senilai Rp28 triliun yang melibatkan
pengusaha Sjamsul Nursalim.Juru Bicara KPK Johan Budi SP membenarkan tersangka Urip sempat
melawan saat akan ditangkap. "Dia sempat berusaha kabur saat akan ditangkap," kata Johan.

(Sindo Sore//sjn)

Berita Terkait 'Kejaksaan'


• Presiden Angkat Marwan Effendi Jadi Jampidsus
• Remunerasi Jaksa Diusulkan ke Menkeu
• Tak Lama Lagi, Presiden Putuskan Nama Jampidsus
• Hendarman Berharap Keppres Jampidsus Hari Ini
• Presiden Masih Pertimbangkan Jampidsus
• Nama Jampidsus Masih di Seskab
• Sebenarnya Arman Memilih Jadi Pemred
• Arman Bikin Buku Memori Kejagung
• Cuti Tahunan Kemas Kelewat Sehari
• Kepres Jampidsus Baru Belum Juga Turun

• Kanal Utama :
• Okezone |
• News |
• International |
• Economy |
• Lifestyle |
• Celebrity |
• Sports |
• Bola |
• Euro 2008 |
• Autos |
• Techno |
• Tokoh |
• Foto
• Oke Info |
• Index |
• RSS
• Management :
• About Us |
• Redaksi |
• Kotakpos |
• Info Iklan |
• Disclaimer
? 2008 okezone.com, All Rights Reserved

Selasa, 04 Mar 2008,


Setelah Jaksa Terbaik Itu Tertangkap Basah Menerima Suap Rp 6 Miliar

Mantan Bawahan Terharu Lihat Urip Dikeler Polisi


Penangkapan jaksa Urip Tri Gunawan karena menerima suap Rp 6 miliar
membuat shock keluarga dan mengagetkan teman-temannya seprofesi di
Bali. Gara-gara berita itu, sang istri harus pulang lebih cepat ke
rumah dan tak mau diwawancarai. Bagaimana kiprah Urip selama di Pulau
Dewata itu?

M. RIDWAN-M. ASTRA, Denpasar

Meski Urip bertugas di Jakarta, keluarganya tetap tinggal di Bali.


Istrinya, Ny Rita Darmayanti, saat ini tercatat sebagai jaksa yang
berdinas di Kejaksaan Negeri (Kejari) Gianyar.

"Hari ini dia sempat ngantor, tapi pulang lebih cepat," kata salah
seorang teman sekantor Rita di Kejari Gianyar kepada Radar Bali (Grup
Jawa Pos). Ketika ditanya alamat rumah Rita, dia enggan memberi tahu.

Dari hasil penelusuran Radar Bali, akhirnya diketahui pasangan


Urip-Rita tinggal di kawasan Renon, tepatnya di Jl Tukad Batanghari
XI, Denpasar, Bali.

Harga tanah di kawasan itu Rp 1 juta - Rp 1,5 juta per meter persegi.
Rumah Urip berukuran 20 m x 10 m dan berlantai dua. Pagar dibuat
bergaya Bali, lengkap dengan ukirannya.

Ketika Radar Bali datang ke rumah itu sekitar pukul 15.30 Wita kemarin
(3/3), tampak tiga pemuda berada di teras. Dua orang memoles tembok
depan dengan cat krem. Seorang lagi bertugas sebagai penjaga rumah.

Awalnya, ketika ditanya apakah nyonya rumah (Ny Rita) ada, si penjaga
menganggukkan kepala. Dia mengatakan bahwa majikannya berada di
dalam.
Keberadaan Rita diperkuat dengan mobil Honda Civic keluaran 2003,
warna silver bernopol DK 440 MT yang sore itu diparkir di halaman.
Menurut keterangan tetangga dan juga teman Rita di Kejari Gianyar,
sehari-hari mobil itu digunakan ke kantor oleh Rita. Disebutkan pula,
selain Honda Civic, keluarga Urip punya dua mobil lagi, masing-masing
Jeep Grand Cherokee dan Hardtop.
Namun, ketika penjaga tahu bahwa yang datang ke rumah majikannya
adalah wartawan, dia berubah sikap. Mendadak dia gugup dan meralat
ucapannya. "Maaf, ibu belum pulang dinas," katanya ketus. Padahal,
sebelumnya dia mengatakan, majikannya ada di rumah.

Menurut keterangan beberapa tetangga Urip, Rita terlihat masuk rumah


sekitar pukul 12.00 waktu setempat. "Biasanya, dia pulang sekitar jam
4. Bahkan, jam 5 sore baru pulang. Tapi, ini tadi jam 12 sudah
datang," kata salah seorang tetangga dekat keluarga Urip.

Rita pulang lebih cepat karena kasus suaminya? Si tetangga tadi tidak
tahu pasti. Teman Rita satu kantor menceritakan, wajah istri Urip itu
tak terlihat sedih saat ngantor. "Tapi, dia mendadak menjadi pendiam
dan terkesan menghindar dari teman-teman. Saya rasa dia sangat
terpukul dengan berita di koran dan TV tentang suaminya," ceritanya.

Menurut A.A. Gede Raka, warga yang rumahnya berhadapan dengan rumah
Urip, sebagai tetangga dia biasa bertegur sapa dengan Rita dan
suaminya. "Terakhir saya bertemu Pak Urip sekitar dua minggu lalu,"
kata Raka, yang asal Pejeng, Gianyar.

Sebelum bertugas di Jakarta, Urip memang berdinas di Bali. Menurut


beberapa sumber, karir Urip di Pulau Dewata tergolong moncer. Setelah
menjadi salah satu JPU (jaksa penuntut umum) dalam sidang kasus bom
Bali I, dia dipromosikan sebagai Kasi Pidum Kejari Kota Tanjungpriok,
Jakarta.

Setelah itu, dia dipercaya menjadi kepala Kejaksaan Negeri (Kajari)


Klungkung. Jabatan Kajari Klungkung hanya dipangku kurang lebih tiga
tahun. Selanjutnya, dia mendapat promosi ke Kejaksaan Agung (Kejagung)
RI sebagai salah satu Kasubdit, hingga akhirnya ditunjuk sebagai
koordinator jaksa penyelidik kasus BLBI (bantuan likuiditas Bank
Indonesia).

Jabatan terakhir ini yang membuat Urip tersandung kasus suap. Kabar
itu membuat teman-temannya di Kejari Klungkung terkejut.

"Kami tak menyangka, ini bisa menimpa Pak Urip," kata Kajari Klungkung
Rorogo Zega SH, yang menggantikan posisi Urip.

Zega mengaku bertemu Urip terakhir kali pada 18 Desember 2007, ketika
melayat ke rumah almarhum I Wayan Pasek Suarta, mantan Kajati Bali di
rumahnya di Banjar Kemoning, Klungkung. Selain itu, beberapa waktu
sebelum kejadian, Zega mengaku sempat berkomunikasi melalui telepon.
Tetapi tidak dijelaskan dia berbicara masalah apa.

Kemarin sekitar pukul 12.00 Wita, di Kantor Kejari Klungkung terdapat


pemandangan menarik. Hampir semua pegawai berkumpul di ruang tata
usaha (TU) kantor itu. Mereka ternyata tengah menonton berita siang di
sebuah stasiun televisi swasta yang mem-blowup seputar penangkapan Urip.
Di antara pegawai perempuan yang menyaksikan layar televisi itu, ada
yang menitikkan air mata. "Kami kasihan, mantan pemimpin kami dikeler
polisi seperti penjahat. Kedua tangannya diborgol," kata salah seorang
pegawai, yang mengaku mantan bawahan Urip.

Urip, pria asal Sragen, Jawa Tengah, meninggalkan Klungkung sekitar


delapan bulan lalu. Jabatannya berakhir 22 Juni 2007.

Ketika masih menjadi Kajari Klungkung, Urip sempat berpolemik dengan


pemkab setempat. Pemicunya, pihak kejari tidak kunjung hengkang dari
kantor lama di Jalan Untung Suropati. Padahal, tempat itu bakal
dijadikan proyek penataan Lapangan Puputan Klungkung.

Saat itu Urip kukuh tak mau pindah dengan alasan masih menunggu
perintah dari Jaksa Agung.

Selama dua tahun lebih menjadi Kajari Klungkung, sejumlah kasus


menarik ditangani Urip. Misalnya, dugaan markup pengadaan kapal oleh
Dinas PPK dan kasus korupsi APBD dengan terdakwa mantan Ketua DPRD
I
Wayan Sutena SH.

Penanganan kasus pengadaan kapal penangkap ikan dengan nilai kerugian


Rp 3,7 miliar berjalan tersendat-sendat. Bahkan, pengusutannya sempat
macet di era Urip. Baru di era Kajari Klungkung Rorogo Zega, kasus itu
ditindaklanjuti meski saat ini kemajuannya belum signifikan.

Di mata wartawan, Urip termasuk pejabat yang tidak pelit informasi.


Pria 42 tahun itu mudah dikonfirmasi melalui HP-nya.

Yang tak pernah dilupakan Radar Bali, dia pernah berjanji menyeret
seluruh mantan anggota DPRD Klungkung periode 1999-2004 ke meja
hijau.
Namun, janjinya belum terbukti sampai sekarang karena Urip keburu
mendapat promosi jabatan ke Kejagung. Mungkin, janji itu tak akan
pernah dia wujudkan karena justru dia sendiri yang bakal diiseret ke
meja hijau.(kum)

Kepala Kantor Pajak Pademangan


Dijemput Besok
Minggu, 15 Januari 2006 | 00:21 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Polres Kesatuan Pelaksana


Pengamanan Pelabuhan (KPPP) Tanjung Priok menyerahkan
10 nama tersangka lain yang diduga terlibat kasus restitusi
pajak fiktif. Namun nama tersangka dirahasiakan.

"Dari sepuluh nama, tujuh di antaranya telah kabur ke luar


negeri. Tiga lainnya di Indonesia, namun masih dicari,? kata
Kapolres KPPP Tanjung Priok Ajun Komisaris Besar Polisi Luki
Hermawan, kemarin. Hanya dua nama yang masuk daftar
pencarian orang (DPO) yang disampaikan kepada pers, yakni
Vijey Kumar Jaswani (VKJ) dan Sunil (Sun).

Sementara itu, menurut sumber Tempo di Polres KPPP, besok


Kepala Kantor Pajak Pademangan yang baru saja menunaikan
ibadah haji akan dijemput di Bandara Soekarnno-Hatta. ?
Nama belakangnya Siregar. Setelah dijemput, langsung
dibawa ke Polda Metro Jaya,? ujarnya.

Bersamaan dengan penyerahan 10 nama tersangka baru,


Polres KPPP Tanjung Priok kemarin menyerahkan 18 orang
tersangka penipuan pajak berikut barang buktinya ke Polda
Metro Jaya.

Salah seorang tersangka yang diserahkan, SIW, penyiap dan


pembawa dokumen persejutuan ekspor (PE) dan persetujuan
ekspor barang (PEB), menyatakan tidak tahu apakah
dokumen itu resmi atau tidak. ?Saya cuma kurir. Semuanya
sudah disiapkan oleh E, broker,? ujarnya.

Tersangka lainnya, SP, mengaku mengesahkan PEB, namun


tidak tahu kalau barangnya tidak ada. Setiap dokumen dia
mendapat komisi Rp 500 ribu. Sejak Juli sampai Oktober
2005 SP sudah mengesahkan 60-80 dokumen PE dan PEB.

sinthoko adjie

Kepala KPP Pademangan Ditahan


* Kasus Ekspor Fiktif

Jakarta (Bali Post) -


Setelah menjalani pemeriksaan intensif sejak Senin (16/1) malam lalu,
akhirnya Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pademangan Jakarta Utara,
Faisal Siregar, ditahan. Ia ditetapkan sebagai tersangka kasus ekspor fiktif
yang diduga merugikan negara Rp 25 milyar. Faisal yang baru saja kembali dari
Tanah Suci setelah menunaikan ibadah haji itu, menyusul 18 tersangka lainnya
yang sebelumnya sudah lebih dahulu ditahan di Rutan Polda Metro Jaya.

''Dia diperiksa sejak semalam dan mulai hari ini dia resmi ditahan,'' kata Kepala
Satuan Tindak Pidana Korupsi Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro
Jaya AKBP Yan Fitri Halimansyah kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya
Jakarta, Selasa (17/1) kemarin.

Seperti diketahui, terbongkarnya kasus ekspor fiktif yang bertujuan untuk


memperoleh restitusi (pengembalian) pajak itu pertama kali disampaikan
Kepala Polres Kesatuan Pelaksana Pengamanan Pelabuhan (KP3) Tanjung Priok
AKBP Lucky Firmansyah, 11 Januari lalu. Kasus yang diperkirakan sudah terjadi
selama lebih dari 10 tahun itu melibatkan beberapa pegawai Bea Cukai, Ditjen
Pajak, pengusaha dan beberapa warga negara asing ini yang sebagian di
antaranya kini masih buron.

Polisi, kata Yan Fitri, hingga kemarin terus mengembangkan kasus itu,
termasuk melakukan pemeriksaan terhadap beberapa Kepala KPP di berbagai
wilayah, yang dianggap mengetahui kasus itu. ''Selain KPP Pademangan, kita
juga melakukan penyelidikan dan penyidikan di KPP Tanjung Priok, Gambir,
Cibinong dan Pulogadung,'' jelasnya.

Ketika ditanya apakah para pimpinan KPP yang tengah didalami itu juga
memiliki kemungkinan untuk dijadikan tersangka berikutnya, perwira
menengah polisi ini enggan menjelaskannya. Alasannya, penyelidikan kasus itu
belum tuntas. ''Nantilah, tunggu saja,'' pinta Yan Fitri. (kmb5)

Kepala KPP Pademangan Menyerahkan Diri


Jakarta 17 Januari 2006, Kompas - Kepala Kantor Pelayanan Pajak Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara, Faisal
Siregar, Senin (16/1) sekitar pukul 20.00 menyerahkan diri kepada polisi. Hal itu dilakukannya sekitar 16 jam setelah
pulang menunaikan ibadah haji.

Menurut Direktur Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Syahrul Mamma, terkait
dengan kasus ekspor fiktif dan korupsi pajak, polisi melakukan tugas sebagaimana mestinya.

Ketika ditanya apakah pihaknya telah melakukan penangkapan terhadap Faisal, ia menjawab belum melakukan itu.
Namun, ketika ditanyakan lebih jauh apakah Faisal benar menyerahkan diri kepada polisi, Syahrul membenarkannya.
”Yah, begitulah,” kata Syahrul semalam.

Dengan penyerahan diri Faisal, berarti sudah lima anggota staf dan pimpinan Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Pademangan yang saat ini menjalani pemeriksaan intensif di Polda Metro Jaya terkait dengan kasus dugaan ekspor fiktif
dan korupsi pajak. Empat tersangka sudah ditahan.

Rencana penangkapan

Ihwal rencana penangkapan Faisal Siregar itu sebenarnya sudah diketahui wartawan sejak Jumat lalu. Namun, hingga
kemarin petang belum juga diperoleh kepastian apakah Faisal benar-benar ditangkap.

Beredar informasi bahwa Faisal akan ditangkap di rumahnya di Bogor, Jawa Barat, sekitar pukul 19.00. Wartawan pun
meluncur ke rumah mewah di kawasan Tanah Sareal itu.

Sejumlah warga membenarkan adanya aparat yang masuk ke dalam rumah yang luas tanahnya lebih dari 600 meter
persegi itu. Suasana rumah itu sendiri sepi.

Sopir keluarga Siregar bernama Salim menyatakan, majikannya itu belum pulang karena rencana kepulangannya ditunda.

Kemarin siang Syahrul Mamma menyatakan, sebagai Kepala KPP Pademangan, setidaknya Faisal Siregar mengetahui
proses pengeluaran dana restitusi pajak. Sebab, restitusi pajak dikeluarkan setelah sejumlah dokumen mengenai bukti
impor barang yang sudah membayar pajak pertambahan nilai (PPN) dan pengapalan barang tujuan ekspor diterima
pegawai pajak dan mendapat persetujuannya.

”Seperti pekerjaan saya ini. Kalau anggota mengeluarkan surat perintah penahanan atau penangkapan, saya pasti tahu
karena dilaporkan kepada saya,” katanya menjelaskan.

Membentuk tim khusus

Menurut Syahrul, sejak dilimpahkannya kasus itu ke Polda Metro Jaya pada Sabtu lalu, pihaknya langsung membentuk
tim khusus. Mereka terdiri atas personel dari Satuan Tindak Pidana Korupsi, Satuan Fiskal Moneter dan Devisa, serta
Satuan Cyber Crime. ”Tim dibagi tiga, yaitu khusus menangani masalah pembuktian, analisis, dan pemeriksaan,”
katanya.

Sekarang ini tim khusus yang diberi tugas menangani kasus ekspor fiktif dan korupsi dana restitusi pajak itu tengah
melakukan pengelompokan dan pengerucutan masalah. Polisi tengah memilah-milah siapa dalangnya, siapa pelaku
lapangan, dan siapa pula yang berperan membantu kejahatan terkait.

Peran mereka, kata Syahrul, ditentukan oleh cara (modus) kejahatan yang mereka lakukan. ”Dalam kasus ini terungkap
bahwa pihak perusahaan yang memiliki inisiatif melakukan kejahatan tersebut,” katanya.

Ia mengungkapkan bahwa kemarin, pukul 10.00-12.00, tim melakukan gelar perkara. Selanjutnya pada pukul 14.00
dilakukan langkah-langkah administratif, termasuk upaya pemanggilan dan penangkapan. (MAS/SAM/pun)

KEPALA PAJAK DICIDUK SEPULANG NAIK HAJI

Terlibat pajak fiktif Rp.25milyar

- JAKARTA - Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pademangan,Faisal Siregar, tadi


malam diciduk dirumahnya di Perumahan Goodyear,Bogor. Saat itu dia baru saja
pulang dari menunaikan ibadah haji. Sebelumnya petugas kepolisian sudah

menunggu kedatangn Faisal Siregar yang telah ditetapkan sebagai tersangka


diBandar Udara Soekarno Hatta dan akan dibawa ke Polda Metro Jaya. Namun karena
demi kemanusian, petugas memutuskan menangkapnya dirumahnya di Bogor.

Sementara, sejumlah pejabat Polda Metro Jaya yang akan dikonfirmasikan enggan
memberi keterangan soal penangkapan Faisal. Belum..belum kita baru akan
memanggil dia, kata Dir Krimsus Kombes Pol Syahrul Mamma, kemarin sore.

Namun sumber di kepolisian mengatakan tim petugas sudah menunggu Faisal


langsung membawanya ke Polda. Tim dalam perjalanan membawa dia, kata seorang
petugas yang ikut menangka Faisal.

Petinggi pajak ini telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pembobolan pajak
restitusi eskpor fiktif senilai Rp.25milyar. Dia diduga menerima 20 persen
sendiri dari nilai restirusi pajak eskpor fiktif.

Jumlah tersebut diperoleh dari pengakuan 4 anak buahnya yang sebelumnya telah
diamankan polisi, termasuk pengakuan dari sejumlah pelaku lainnya pengusaha
warga keturunan India. Kini petugas sudah mengamankan 18 pelaku eskpor fiktif
dan kemungkinan jumlahnya akan terus bertambah sebab dalam DPO (Daftar
Pencarian Orang) sedikitnya petugas masih memburu belasan lainnya.

Belasan tersangka itu sebagian besar adalah direktur dari delapan perusahaan PT
Panca Putra Jaya, PT Sinar Surya Sakti, PT Sinar Mahkota Abadi, PT Asia Citra
Cemerlang, dan PT Raymark Eximinda adalah Siwan,32, Kalvani Sares,51, Jaswan
Nares,51, Sykhan Jidan,25,dan Rachshan Gunawan,27 dan terakhir Jhoni diambil
dari Bandung.

Sedangkan keempat tersangka tersebut Hari Sutrisno (Kasi PPN),51, Hari


Muklis,30,Sigit Riyanto,36 dan Margareta Novi Indah,31, (Dirawat dirumah
sakit). Keempat orang ini mengaku kebagian 15-20 persen, sedangkan khusus
Kepala Pajak sendiri mendapatkan bagian 20 persen sendiri dari nilai pajak
ekspor yang ditarik.

Para tersangka sekali menarik restribusi Rp.300juta hingga Rp.1,5milyar. Dalam


satu bulan bisa menarik restribusi tiga kali.

[Non-text portions of this message have been removed]


WIJANARKO

You might also like