Professional Documents
Culture Documents
Reza Yunanto
Perempuan itu sudah 22 tahun mengayuh becak. Cita-cita pensiun dan beternak bebek
belum kesampaian.
MATAHARI pagi sudah meninggi saat becak itu dikeluarkan dari belakang rumah. Setelah
mengelap becak sebentar, tepat pukul 7 pagi, sang empunya becak mulai mengayuh becaknya
menyusuri jalan sejauh 2 kilometer menuju tempat mangkalnya. Kostumnya tak pernah berubah:
kaos oblong dirangkap kemeja, celana panjang, sepatu, dan caping. Handuk kecil setia melingkari
lehernya.
Pada umumnya penumpang becaknya tak memperhatikan si penarik becak. Hingga si penumpang
tiba di tempat tujuan, lalu turun dari becak untuk membayar dan terkaget-kaget mendengar suara
pengayuhnya yang ternyata seorang perempuan. "Saya diam saja, ndak ngomong kalau ndak
ditanya," tutur Ponirah, 57 tahun, si tukang becak itu. Adegan seperti ini memang biasa dialami
Mbah Pon, panggilan Ponirah.
Penampilan Mbah Pon memang seperti laki-laki tulen. Berambut cepak, berbadan kekar dan tegap.
Sesekali terlihat kepulan asap rokok dari mulutnya.
Mbah Pon tak pernah merasa malu menjalani profesi yang konon monopoli kaum Adam ini.
Perempuan beranak enam dan bercucu tiga ini sudah lupa kapan persisnya ia mulai menjalani
profesi berat ini. Seingatnya, ia menjalani profesi ini selama 22 tahun.
Menjadi tukang becak memang bukan cita-cita Mbah Pon muda. Syahdan, pada akhir tahun 1980-
an anak-anak Ponirah yang kecil mulai beranjak besar. Mereka sudah harus mengenyam bangku
sekolah. Saat itu penghasilan suami Ponirah sebagai tukang becak kurang mencukupi untuk
membiayai sekolah 6 anaknya. Ponirah dan suaminya kemudian memutar otak. Karena tak punya
uang untuk modal berdagang dan tak mau meminjam uang karena pantang berutang, akhirnya
Ponirah memilih mengikuti jejak suaminya, menarik becak.
Saat itu suami Ponirah sudah punya becak sendiri. Ia pun kemudian memakai becak kreditan milik
seorang majikan becak dengan setoran Rp 3.000 per hari, termasuk uang cicilan becaknya. "Saya
lunasi setelah 3 tahun," kata Mbah Pon. Dengan becak itu, saban hari Ponirah menjaring
penumpang di seputaran Pojok Benteng Kulon, Jalan Raya Bantul, Yogyakarta.
Jam kerjanya mulai pukul 7 pagi, sedangkan selesainya tak menentu. "Kadang jam 8 malam. Dulu
pernah sampai jam 12 malam," kata Mbah Pon lagi. Tapi sejak 10 tahun lalu wilayah operasi Mbah
Pon bergeser ke sekitar Mapolsek Kraton. "Di sana (Pojok Benteng Kulon) ndak ada penumpang
lagi. Sepi!" katanya.
Pernah di suatu masa jam kerja Ponirah lebih awal. Saat langit belum begitu terang, Ponirah sudah
mengeluarkan becaknya. Ia harus stand by di rumah langganannya di Kampung Sonosewu
selambatnya pukul 6 pagi. Dua anak kecil
menunggu untuk diantar berangkat sekolah ke SD Keputran 3 di bilangan Kraton, tak jauh dari
Pasar Ngasem.
Selesai mengantar pelanggannya itu Mbah Pon biasanya langsung menjaring penumpang di jalanan.
Namun, pukul 12 siang dia harus bergegas kembali ke SD Keputran III. Anak pelanggannya tadi
menunggu untuk diantar pulang. Agar tak kelewatan, Mbah Pon tak lupa membawa jam. "Makanya
saya pakai jam. Biar ndak lupa!" ceritanya.
Penghasilan Mbah Pon sebagai tukang becak memang tak seberapa. Dulu, pada tahun-tahun awal
mbecak di Pojok Benteng Kulon, dia biasa pulang membawa puluhan ribu rupiah. Apalagi ketika
itu ia mengayuh becak dari pagi hingga malam. Penumpang becak pun masih ramai. Pengguna
motor belum seramai sekarang. Namun, sejak beberapa tahun terakhir, penghasilannya menyusut
drastis. Bekerja dari pukul 7 pagi dan berakhir sekitar pukul 2 atau 3 siang, penghasilan bersihnya
hanya sekitar Rp 10 ribu. Sementara dia harus mengeluarkan uang untuk makan siang dan membeli
rokok.
Meski penghasilannya pas-pasan, Mbah Pon tetap mengayuh becak. Apalagi suaminya, Suparjo,
meninggal karena digerogoti kanker pankreas pada 2005. "Sudah dirawat di tiga rumah sakit
pindah-pindah, masih ndak sembuh. Saya ndak punya uang, ya sudah dirawat di rumah," tuturnya.
Setelah suaminya meninggal, Mbah Pon menjadi tulang punggung ekonomi keluarga dengan 6
anak.
Menjadi janda dengan 6 anak kontan saja beban hidup Mbah Pon makin berat. Dua anak tertuanya
kala itu memang sudah berumah tangga dan hidup mandiri. Namun, anak bungsunya masih di
bangku sekolah menengah atas, dan anak yang lain bekerja serabutan. Dua becaknya, yang biasa ia
kayuh dan warisan mendiang suaminya, akhirnya dijual. Akhirnya dia mempunyai satu lagi becak
pemberian dosen Universitas Gadjah Mada pada tahun 2004.
Dengan becak pemberian itu Ponirah pun menetapkan hati dan tekad untuk terus mengayuh becak
demi membiayai sekolah anaknya. "Kalau ndak mbecak, ya ndak punya uang buat bayar sekolahan
sama makan sehari-hari," katanya.
Satu cobaan pergi, cobaan lain datang. Setahun kemudian rumah kecilnya di Dusun Njeblog,
Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, rusak parah akibat gempa dashyat pada 27 Mei 2006. Mbah Pon dan
2 anaknya selamat dari maut. "Saya sudah bangun, siap-siap mbecak. Anak saya langsung lari
keluar rumah," ujar Mbah Pon mengingat gempa yang merenggut ribuan nyawa di Yogyakarta dua
tahun silam. Mbah Pon dan anak-anaknya memang selamat dari gempa, tapi rumahnya rusak. Selain
itu 40 ekor bebek miliknya mati terkena reruntuhan kandang. Semua telurnya juga pecah. Mbah Pon
pun hanya bisa merenungi nasib. "Saya pasrah pada Gusti Allah," ujarnya.
Tuhan maha adil. Suatu hari setelah gempa, anaknya dihubungi sebuah perusahaan produsen
minuman energi. Mbah Pon ditawari membintangi iklan minuman energi. Menurut cerita anaknya,
perusahaan itu melihat Mbah Pon sebagai sosok orang yang tak kenal menyerah dan tidak takluk
pada kemiskinan.
Menjadi bintang iklan merupakan anugerah tersendiri bagi Mbah Pon. Dari aktingnya itu dia
mendapat imbalan Rp 6 juta. Sebulan kemudian, sepulang dari Jakarta setelah promosi iklan
tersebut, Mbah Pon ditanya minta apa. "Saya minta dibangunkan rumah," jawabnya enteng. Gayung
pun bersambut. Perusahaan itu kemudian mengantarkan uang Rp 30 juta yang kemudian dipakai
Mbah Pon membangun kembali rumahnya. Rumahnya yang rusak akibat goyangan gempa pun
kembali berdiri.
Kesan Mbah Pon sebagai perempuan perkasa menguat setelah dia mendapatkan penghargaan
sebagai Wanita Perkasa Yogyakarta dalam perayaan Hari Kartini di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Saat itu Kapolsek Kraton yang dijabat seorang perempuan mengusulkan Ponirah yang biasa
mangkal di depan Mapolsek Kraton sebagai salah satu penerima penghargaan. "Bu Kapolek yang
usul," kata Mbah Pon yang dikenal ramah senyum oleh warga sekitar Kraton. Panitia pun
menyetujui. Mbah Pon akhirnya menerima anugerah tersebut langsung dari Gubernur DIY Sultan
Hamengku Buwono X dan istri, GKR Hemas.
Mbah Pon jebolan kelas IV sekolah dasar. Sampai usia tua tubuhnya selalu sehat. Ia mengaku tak
pernah mengalami gangguan kesehatan selama menarik becak. Padahal, usianya sudah menjelang
kepala enam dan setiap pagi hanya sarapan segelas teh hangat dan sebatang rokok. "Saya bisa
makan ya habis narik," katanya.
Anak dan kerabat sudah meminta Mbah Pon pensiun mengayuh becak. Nyatatanya, di usia
menjelang kepala enam, dia harus tetap mengayuh becak. "Kalau ndak mbecak, makan apa?"
ujarnya.
Mbah Pon tak tahu kapan akan berhenti mengayuh becak. Ia masih menyimpan cita-cita
menggembala bebek seperti dulu. Namun, 40 ekor bebeknya sudah mati tertimpa gempa. Bantuan
yang mengalir deras setelah gempa Yogya tak menciprati Mbah Pon. Ia tak punya uang untuk
membeli bebek. "Ndak ada uang. Seekor harganya 25 ribu rupiah. Uang dari mana?" kata Mbah
Pon yang kini menjadi selebritis di Bantul setelah menjadi bintang iklan. (E1)
BERITA LAINNYA
• 13/04/2008 04:03:03
• 13/04/2008 03:54:26
• 13/04/2008 02:50:46
• 13/04/2008 01:41:25
• 13/04/2008 00:36:47
Menurut sumber di KPK, penangkapan Urip bukan sebuah kebetulan. KPK telah menerima
informasi dugaan suap kasus BLBI tersebut beberapa hari sebelum penangkapan.
Ketua RT setempat Sambiyo mengaku melihat sejumlah penyidik serta anggota Brimob mengintai
rumah mewah berpagar setinggi 5 meter tersebut.Para penyidik menunggu buruannya di tikungan
samping rumah kediaman Sjamsul Nursalim. "Saya menerima laporan dari satpam perumahan
bahwa ada beberapa orang yang mondar-mandir mengawasi rumah Sjamsul Nursalim," ungkapnya,
Senin (3/3/2008).
Para satpam sempat curiga tapi setelah dicek ternyata mereka para penyidik dari KPK dan polisi
yang sedang melakukan pengintaian. Kronologi penangkapan Urip pun digambarkan Sambiyo
cukup dramatis. "Jadi, saat mobil Kijang silver (yang ditumpangi JaksaUrip) bernopol DK1832 CF
ke luardari gerbang utama (rumah SjamsulNursalim) dan melewati tikungan tersebut, penyidik
sudah siap menangkap. Karena ada gelagat kabur, mobil tersebut langsung dipepet dan sopir
ditangkap meskipun sempat ada perkelahian,"ungkap Sambiyo.
Saksi mata mengungkapkan, penyidik sempat mendorong badan Urip ke tembok saat proses
penangkapan. "Karena dia melawan saat akan ditangkap," ucap seorang penyidik yang enggan
disebutkan namanya.
Sempat juga terjadi adu mulut karena Urip terus berusaha meyakinkan bahwa dirinya tidak
bersalah. Pernyataan Sambiyo terbukti dengan ditemukannya kerusakan pada bemper depan mobil
KPK. Selain itu, bagian belakang mobil jaksa Urip juga rusak akibat ditabrak penyidik KPK.Selain
itu, bukti perkelahian dapat dilihat dari kumal dan kotornya bagian depan dan belakang baju putih
berlengan panjang yang dikenakan Urip.
Bahkan, saat dimintai keterangan,Urip terlihat kelelahan dan ada bekas tanda kekerasan di bagian
leher.Setelah ditangkap, penyidikKPK menyita uang senilai USD660.000 yang seluruhnya
pecahanUSD100. Selain itu, penyidik KPK juga melakukan penggeledahan di mobil mantan Kajari
Klungkung, Bali, yang menjadi Ketua Tim Pemeriksa Kasus BLBI Kejagung tersebut. Polisi
menyisir kendaraan Kijang silver dengan seksama dari jok depan sampai jok belakang.Penyidik
KPK lalu membawa Urip ke Kantor KPK dan tiba di sana sekitar pukul 18.00 WIB.
Sekitar pukul 23.30 WIB, KPK menetapkan jaksa Urip sebagai tersangka. Di kesempatan
pemunculannya yang sesaat itu pula, Urip sempat membantah menerima suap. ''Saya hanya
berdagang permata sebagai usaha sampingan,''tuturnya.
Namun,pihak KPK menengarai keberadaan uang tersebut diduga terkait kasus BLBI karena
dihentikannya penyelidikan kasus pengemplangan uang rakyat triliunan rupiah ini.
Hal ini semakinkuat saat jaksa Urip menangani kasus BLBI senilai Rp28 triliun yang melibatkan
pengusaha Sjamsul Nursalim.Juru Bicara KPK Johan Budi SP membenarkan tersangka Urip sempat
melawan saat akan ditangkap. "Dia sempat berusaha kabur saat akan ditangkap," kata Johan.
(Sindo Sore//sjn)
• Kanal Utama :
• Okezone |
• News |
• International |
• Economy |
• Lifestyle |
• Celebrity |
• Sports |
• Bola |
• Euro 2008 |
• Autos |
• Techno |
• Tokoh |
• Foto
• Oke Info |
• Index |
• RSS
• Management :
• About Us |
• Redaksi |
• Kotakpos |
• Info Iklan |
• Disclaimer
? 2008 okezone.com, All Rights Reserved
"Hari ini dia sempat ngantor, tapi pulang lebih cepat," kata salah
seorang teman sekantor Rita di Kejari Gianyar kepada Radar Bali (Grup
Jawa Pos). Ketika ditanya alamat rumah Rita, dia enggan memberi tahu.
Harga tanah di kawasan itu Rp 1 juta - Rp 1,5 juta per meter persegi.
Rumah Urip berukuran 20 m x 10 m dan berlantai dua. Pagar dibuat
bergaya Bali, lengkap dengan ukirannya.
Ketika Radar Bali datang ke rumah itu sekitar pukul 15.30 Wita kemarin
(3/3), tampak tiga pemuda berada di teras. Dua orang memoles tembok
depan dengan cat krem. Seorang lagi bertugas sebagai penjaga rumah.
Awalnya, ketika ditanya apakah nyonya rumah (Ny Rita) ada, si penjaga
menganggukkan kepala. Dia mengatakan bahwa majikannya berada di
dalam.
Keberadaan Rita diperkuat dengan mobil Honda Civic keluaran 2003,
warna silver bernopol DK 440 MT yang sore itu diparkir di halaman.
Menurut keterangan tetangga dan juga teman Rita di Kejari Gianyar,
sehari-hari mobil itu digunakan ke kantor oleh Rita. Disebutkan pula,
selain Honda Civic, keluarga Urip punya dua mobil lagi, masing-masing
Jeep Grand Cherokee dan Hardtop.
Namun, ketika penjaga tahu bahwa yang datang ke rumah majikannya
adalah wartawan, dia berubah sikap. Mendadak dia gugup dan meralat
ucapannya. "Maaf, ibu belum pulang dinas," katanya ketus. Padahal,
sebelumnya dia mengatakan, majikannya ada di rumah.
Rita pulang lebih cepat karena kasus suaminya? Si tetangga tadi tidak
tahu pasti. Teman Rita satu kantor menceritakan, wajah istri Urip itu
tak terlihat sedih saat ngantor. "Tapi, dia mendadak menjadi pendiam
dan terkesan menghindar dari teman-teman. Saya rasa dia sangat
terpukul dengan berita di koran dan TV tentang suaminya," ceritanya.
Menurut A.A. Gede Raka, warga yang rumahnya berhadapan dengan rumah
Urip, sebagai tetangga dia biasa bertegur sapa dengan Rita dan
suaminya. "Terakhir saya bertemu Pak Urip sekitar dua minggu lalu,"
kata Raka, yang asal Pejeng, Gianyar.
Jabatan terakhir ini yang membuat Urip tersandung kasus suap. Kabar
itu membuat teman-temannya di Kejari Klungkung terkejut.
"Kami tak menyangka, ini bisa menimpa Pak Urip," kata Kajari Klungkung
Rorogo Zega SH, yang menggantikan posisi Urip.
Zega mengaku bertemu Urip terakhir kali pada 18 Desember 2007, ketika
melayat ke rumah almarhum I Wayan Pasek Suarta, mantan Kajati Bali di
rumahnya di Banjar Kemoning, Klungkung. Selain itu, beberapa waktu
sebelum kejadian, Zega mengaku sempat berkomunikasi melalui telepon.
Tetapi tidak dijelaskan dia berbicara masalah apa.
Saat itu Urip kukuh tak mau pindah dengan alasan masih menunggu
perintah dari Jaksa Agung.
Yang tak pernah dilupakan Radar Bali, dia pernah berjanji menyeret
seluruh mantan anggota DPRD Klungkung periode 1999-2004 ke meja
hijau.
Namun, janjinya belum terbukti sampai sekarang karena Urip keburu
mendapat promosi jabatan ke Kejagung. Mungkin, janji itu tak akan
pernah dia wujudkan karena justru dia sendiri yang bakal diiseret ke
meja hijau.(kum)
sinthoko adjie
''Dia diperiksa sejak semalam dan mulai hari ini dia resmi ditahan,'' kata Kepala
Satuan Tindak Pidana Korupsi Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro
Jaya AKBP Yan Fitri Halimansyah kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya
Jakarta, Selasa (17/1) kemarin.
Polisi, kata Yan Fitri, hingga kemarin terus mengembangkan kasus itu,
termasuk melakukan pemeriksaan terhadap beberapa Kepala KPP di berbagai
wilayah, yang dianggap mengetahui kasus itu. ''Selain KPP Pademangan, kita
juga melakukan penyelidikan dan penyidikan di KPP Tanjung Priok, Gambir,
Cibinong dan Pulogadung,'' jelasnya.
Ketika ditanya apakah para pimpinan KPP yang tengah didalami itu juga
memiliki kemungkinan untuk dijadikan tersangka berikutnya, perwira
menengah polisi ini enggan menjelaskannya. Alasannya, penyelidikan kasus itu
belum tuntas. ''Nantilah, tunggu saja,'' pinta Yan Fitri. (kmb5)
Menurut Direktur Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Syahrul Mamma, terkait
dengan kasus ekspor fiktif dan korupsi pajak, polisi melakukan tugas sebagaimana mestinya.
Ketika ditanya apakah pihaknya telah melakukan penangkapan terhadap Faisal, ia menjawab belum melakukan itu.
Namun, ketika ditanyakan lebih jauh apakah Faisal benar menyerahkan diri kepada polisi, Syahrul membenarkannya.
”Yah, begitulah,” kata Syahrul semalam.
Dengan penyerahan diri Faisal, berarti sudah lima anggota staf dan pimpinan Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Pademangan yang saat ini menjalani pemeriksaan intensif di Polda Metro Jaya terkait dengan kasus dugaan ekspor fiktif
dan korupsi pajak. Empat tersangka sudah ditahan.
Rencana penangkapan
Ihwal rencana penangkapan Faisal Siregar itu sebenarnya sudah diketahui wartawan sejak Jumat lalu. Namun, hingga
kemarin petang belum juga diperoleh kepastian apakah Faisal benar-benar ditangkap.
Beredar informasi bahwa Faisal akan ditangkap di rumahnya di Bogor, Jawa Barat, sekitar pukul 19.00. Wartawan pun
meluncur ke rumah mewah di kawasan Tanah Sareal itu.
Sejumlah warga membenarkan adanya aparat yang masuk ke dalam rumah yang luas tanahnya lebih dari 600 meter
persegi itu. Suasana rumah itu sendiri sepi.
Sopir keluarga Siregar bernama Salim menyatakan, majikannya itu belum pulang karena rencana kepulangannya ditunda.
Kemarin siang Syahrul Mamma menyatakan, sebagai Kepala KPP Pademangan, setidaknya Faisal Siregar mengetahui
proses pengeluaran dana restitusi pajak. Sebab, restitusi pajak dikeluarkan setelah sejumlah dokumen mengenai bukti
impor barang yang sudah membayar pajak pertambahan nilai (PPN) dan pengapalan barang tujuan ekspor diterima
pegawai pajak dan mendapat persetujuannya.
”Seperti pekerjaan saya ini. Kalau anggota mengeluarkan surat perintah penahanan atau penangkapan, saya pasti tahu
karena dilaporkan kepada saya,” katanya menjelaskan.
Menurut Syahrul, sejak dilimpahkannya kasus itu ke Polda Metro Jaya pada Sabtu lalu, pihaknya langsung membentuk
tim khusus. Mereka terdiri atas personel dari Satuan Tindak Pidana Korupsi, Satuan Fiskal Moneter dan Devisa, serta
Satuan Cyber Crime. ”Tim dibagi tiga, yaitu khusus menangani masalah pembuktian, analisis, dan pemeriksaan,”
katanya.
Sekarang ini tim khusus yang diberi tugas menangani kasus ekspor fiktif dan korupsi dana restitusi pajak itu tengah
melakukan pengelompokan dan pengerucutan masalah. Polisi tengah memilah-milah siapa dalangnya, siapa pelaku
lapangan, dan siapa pula yang berperan membantu kejahatan terkait.
Peran mereka, kata Syahrul, ditentukan oleh cara (modus) kejahatan yang mereka lakukan. ”Dalam kasus ini terungkap
bahwa pihak perusahaan yang memiliki inisiatif melakukan kejahatan tersebut,” katanya.
Ia mengungkapkan bahwa kemarin, pukul 10.00-12.00, tim melakukan gelar perkara. Selanjutnya pada pukul 14.00
dilakukan langkah-langkah administratif, termasuk upaya pemanggilan dan penangkapan. (MAS/SAM/pun)
Sementara, sejumlah pejabat Polda Metro Jaya yang akan dikonfirmasikan enggan
memberi keterangan soal penangkapan Faisal. Belum..belum kita baru akan
memanggil dia, kata Dir Krimsus Kombes Pol Syahrul Mamma, kemarin sore.
Petinggi pajak ini telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pembobolan pajak
restitusi eskpor fiktif senilai Rp.25milyar. Dia diduga menerima 20 persen
sendiri dari nilai restirusi pajak eskpor fiktif.
Jumlah tersebut diperoleh dari pengakuan 4 anak buahnya yang sebelumnya telah
diamankan polisi, termasuk pengakuan dari sejumlah pelaku lainnya pengusaha
warga keturunan India. Kini petugas sudah mengamankan 18 pelaku eskpor fiktif
dan kemungkinan jumlahnya akan terus bertambah sebab dalam DPO (Daftar
Pencarian Orang) sedikitnya petugas masih memburu belasan lainnya.
Belasan tersangka itu sebagian besar adalah direktur dari delapan perusahaan PT
Panca Putra Jaya, PT Sinar Surya Sakti, PT Sinar Mahkota Abadi, PT Asia Citra
Cemerlang, dan PT Raymark Eximinda adalah Siwan,32, Kalvani Sares,51, Jaswan
Nares,51, Sykhan Jidan,25,dan Rachshan Gunawan,27 dan terakhir Jhoni diambil
dari Bandung.