Professional Documents
Culture Documents
Oleh Kelompok 5:
Hastomo 140710070081
Iskandar 140710070083
UNIVERSITAS PADJADJARAN
Jatinangor
2010
Page | 1
BAB 1
PENDAHULUAN
Kondisi tanah dan batuan merupakan faktor yang cukup penting dalam perencanaan
suatu lahan atau wilayah, dimana kedua hal tersebut akan menjadi sebuah penentu mengenai
sistem tata guna lahan dan juga rencana konstruksi bangunan yang akan dibuat. Dalam hal
ini, Geomekanika yang merupakan salah satu dari cabang ilmu Geoteknik memiliki andil
yang cukup besar dalam pemecahan masalah ataupun memberikan sebuah gambaran awal
mengenai kondisi batuan suatu wilayah. Batuan merupakan bagian yang tak terpisahkan
dalam kehidupan manusia, baik dalam hal pertanian, pembangunan, serta cabang ilmu terkait
termasuk di dalamnya adalah geologi itu sendiri yang mempelajari batuan beserta material
penyusunnya. Geomekanika yang dalam hal ini akan lebih spesifik mempelajari kualitas
batuan dari sistem RMRnya akan menentukan tata guna wilayah yang hendak dilakukan
rekayasa pembangunan, dalam hal ini membantu ahli Teknik Sipil dalam penggunaan
wilayah serta material yang akan digunakan sebagai bahan bangunan.
Page | 2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam mempelajari aspek kekuatan batuan (Mekanika Batuan), dikenal istilah RQD
rock quality designation yaitu suatu penandaan atau penilaian kualitas batuan berdasarkan
kerapatan kekar. RQD penting untuk digunakan dalam pembobotan massa batuan (Rock
Mass Rating, RMR) dan pembobotan massa lereng (Slope Mass Rating, SMR). Perhitungan
RQD biasa didapat dari perhitungan langsung dari singkapan batuan yang mengalami
retakan-retakan (baik lapisan batuan maupun kekar atau sesar) berdasarkan rumus Hudson
(1979, dalam Djakamihardja & Soebowo, 1996):
RQD = 100 (0.1 λ + 1) e- 0.1 λ
λ adalah rasio antara jumlah kekar dengan panjang scan-line (kekar/meter). Makin besar nilai
RQD, maka frekuensi retakannya kecil. Frekuensi retakannya makin banyak, nilai RQD
makin kecil.
Dalam penilaian massa batuan (Rock Mass Rating, RMR), prosentase RQD diberikan
penilaian berikut di tabel dibawah ini:
RQD (%) Nilai
90 – 100 20
75 – 90 17
50 – 75 13
25 – 50 8
< 25 3
Page | 3
2.2. Klasifikasi Geomekanik
Dalam mempelajari aspek kekuatan batuan (a.l. Mekanika Batuan, Geomekanika dll.)
diperlukan klasifikasi geomekanik. Tujuan klasifikasi geomekanik ini adalah sebagai alat
komunikasi para ahli dalam permasalahan geomekanika selain untuk memperkirakan sifat-
sifat dari massa batuan, dan juga merencanakan atau menilai kemantapan terowongan
maupun lereng.
Klasifikasi Geomekanik (Bieniawski, 1973, 1976, 1984, dalam Setiawan 1990) didasarkan
pada hasil penelitian 49 terowongan di Eropa dan Afrika. Klasifikasi ini menilai beberapa
parameter yang kemudian diberi bobot (rating) dan digunakan dalam perencanaan
terowongan.
Rock Mass Rating (RMR) adalah pembobotan massa batuan. Sistem pembobotan dapat
dilihat pada Tabel klasifikasi geomekanik (Tabel A, B, C, dan D/Tabel Bineawski).
Pembobotan adalah jumlah dari nilai bobot parameter pada Tabel A dan B. Pada tabel C
jumlah nilai tersebut dimasukkan ke dalam kelompok yang sesuai dengan pembobotan
masing-masing.
Pada Tabel C, nomer kelas dan pemerian dapat diberikan. Pada Tabel D makna dan
kegunaan tiap-tiap nomer kelas disampaikan di sini. Berdasarkan nilai RMR, jangkauan atap
(span) apat direncanakan, serta keleluasaan waktu yang tersedia agar terowongan tidak runtuh
dapat diperkirakan.
Klasifikasi Geomekanik (Bieniawski, 1973, dalam Djakamihardja & Soebowo, 1996),
juga dipakai dalam memperkirakan kestabilan suatu pengupasan lereng massa batuan. Sama
halnya dengan penilaian terowongan, penilaian kestabilan lereng juga menggunakan data
hasil observasi lapangan dan data laboratorium sehingga dalam pembobotan dapat dilihat
nilai RMR. Massa batuan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Sangat buruk Nilai RMR 0 - 20
Buruk Nilai RMR 21 - 40
Sedang Nilai RMR 41 - 60
Baik Nilai RMR 61 - 80
Sangat Baik Nilai RMR 81 - 100
Slope Mass Rating (SMR), adalah penerapan nilai RMR untuk memperkirakan sudut
kemiringan lereng pengupasan. Romano (1990, dalam Djakamihardja & Soebowo, 1996)
mengaitkan nilai RMR dengan faktor penyesuaian dari orientasi kekar tehadap orientasi
lereng serta sistem pengupasan lereng dalam bentung angka rating (pembobotan), yaitu:
Page | 4
F1 mencerminkan paralelisme antara arah kekar dan arah lereng
F2 memperlihatkan kemiringan kekar
F3 memperlihatkan hubungan kemiringan kekar dengan kemiringan lereng
F4 merupakan penyesuaian untuk metoda pengupasan.
Romano (1990) memberikan nilai SMR dari keempat faktor tersebut sbb.:
SMR = RMR - ( F1 x F2 x F3 ) + F4
Laubscher (1975, dalam Djakamihardja & Soebowo, 1996) membahas hubungan RMR dan
SMR sebagai berikut :
Sudut lereng yang disarankan Untuk nilai RMR
(pembobotan massa lereng, SMR) (pembobotan massa batuan) sebesar:
75o 81 - 100
65 o 61 - 80
55 o 41 - 60
45 o 21 - 40
35 o 00 - 20
Hall (1985, dalam Djakamihardja & Soebowo, 1996) memberikannilai SMR, sbb.:
SMR = 0,65 RMR +25
Orr (1992, dalam Djakamihardja & Soebowo, 1996) membahas hubungan sbb.:
SMR = 35 ln RMR – 71
Natural Slope F4 = + 15
Presplitting F4 = + 10
Smooth Blasting F4 = + 8
Normal Blasting F4 = 0
Deficient Blasting F4 = - 8
Mechanical Excavation F4 = 0
Page | 5
Tabel Pembobotan Massa Batuan (Rock Mass Rating) Berdasarkan Klasifikasi
Geomekanika (Bineawski, 1984)
Page | 6
BAB 3
METODE PENELITIAN
1. Aspek Penelitian
1. Gerakan tanah, yakni jenis longsoran yang terjadi di lapangan serta bentukan atau
hasil yang diakibatkan karenanya.
2. Litologi batuan penyusun areal penelitian atau kuliah lapangan.
3. Struktur geologi yang berkembang, yang dalam hal ini adalah kekar yang terbentuk
pada litologi batuan untuk memperoleh data kekuatan batuan serta kualitas massa
batuan di Laboratorium.
4. Horizon tanah hasil pelapukan batuan.
Alat-alat yang digunakan selama kuliah lapangan kali ini antara lain:
1. Kompas geologi, digunakan untuk mengukur arah jurus dan kemiringan batuan,
3. GPS (Global Positioning System), sebagai alat bantu dalam menentukan posisi areal
kuliah lapangan.
5. Kamera, untuk mengambil gambar litologi batuan, kemiringan lereng dan horizon
Page | 7
7. Alat-alat tulis, seperti buku lapangan, ballpoint, pensil, penghapus, penggaris, busur
8. Alat-alat lain yang mendukung seperti tas dan pakaian lapangan dan lain-lain.
1. Hand Auger jenis Point Load, digunakan untuk mengukur kekuatan batuan.
2. Alat ukur yakni jangka sorong, untuk mengukur orientasi sampel batuan.
3. Alat tulis lainnya yang mendukung, seperti buku, ballpoint, pensil, penghapus dan
lain sebagainya.
Page | 8
BAB 4
HASIL PENELITIAN
1. Stasiun 1
Pada stasiun pertama kami memperoleh data singkapan batuan sedimen,
dengan litologi batupasir yang sudah terlapukkan dan terkekarkan. Deskripsi batuan,
warna segar coklat tua, warna lapuk coklat kehitaman, berbutir sedang sampai kasar,
terpilah buruk, permeabilitas sedang, kekerasan keras sampai sangat keras, karbonatan,
terdapat struktur kekar dan terlapukkan.
Gambar 1. Litologi batupasir yang terlapukkan dan terkekarkan, pada gambar A litologi batuan
mengalami pelapukan yang disebut Spheroidal Weathering (Pelapukan Mengulit Bawang) dan
gambar B tampak adanya struktur kekar pada batuan.
Page | 9
ini, terdapat litologi batulempung yang kontak dengan batugamping yang membentuk
bukit di areal penelitian dari kuliah lapangan kali ini.
2. Stasiun 2
Stasiun selanjutnya merupakan pengamatan dari lokasi yang mengalami
gerakan tanah yang dalam hal ini longsoran. Dengan pengamatan pada tempat dimana
terjadi gerakan tanah berupa longoran jenis rotasional, dimana longsoran jenis ini
merupakan gerakan massa tanah hasil pelapukan batuan atau lereng yang tersusun atas
tanah dan batuan pada bidang gelincir yang relatif cekung.
(A) (B)
Gambar 3. (A) Illustrasi gerakan tanah atau longsoran jenis rotasional, dimana kenampakan di lapangan
ditandai dengan pohon atau tanaman yang rebah ke arah dinding atau bidang longsoran.(B) Keadaan
lapangan yang mengalami gerakan tanah, ditandai dengan adanya dinding yang dibuat warga serta
pohon yang menjadi miring dari keadaan semula.
Page | 10
3. Stasiun 3
Pada stasiun kali ini kami memperoleh data singkapan batugamping yang besar, yang
merupakan tempat yang dulunya digunakan sebagai tambang namun kini tidak lagi
digunakan. Singkapan batugamping ini mengalami gaya atau terkekarkan, hal ini terlihat dari
kenampakan litologi batuan di lapangan. Deskripsi litologi batuan secara umum (jarak
lintasan pengamatan 10 meter), batugamping terumbu, warna segar putih kehitaman, warna
lapuk abu-abu gelap, tingkat kekompakkan keras hingga sedang, masif. grain -> skeletal
grain [organisme; alga (common), koral (rare)] : non-skleletal grain [lumpur karbonat dan
Karakteristik geomekanik massa batuan diperoleh berdasarkan nilai bobot dari setiap
parameter yang terdapat di dalam klasifikasi geomekanik sistem RMR (Rock Mass Rating).
Dari nilai RMR tersebut kita dapat menghitung nilai SMR (Slope Mass Rating) berdasarkan
Laubscher (1975, dalam Djakamihardja & Soebowo, 1996), Hall (1985, dalam
Djakamihardja & Soebowo, 1996), Orr (1992, dalam Djakamihardja & Soebowo, 1996)
sehingga diketahui sudut kemiringan lereng yang disarankan supaya tidak terjadi longsor.
Page | 11
3.1. Klasifikasi Geomekanik Sistem Rock Mass Rating (RMR)
dari lima parameter, yaitu kekuatan batuan, Rock Quality Designation (RQD), jarak bidang
1. Kekuatan batuan
Adapun data hasil pengukuran RQD yang diperoleh di lapangan antara lain sebagai
berikut:
No
Limtasan λ RQD (%) Bobot
1 4 93,8 % 20
2 5 90,97 % 20
3 3 96,31 % 20
4 2 98,25% 20
5 0 100% 20
6 0 100% 20
7 1 99,53% 20
8 1 99,53% 20
9 1 99,53% 20
10 1 99,53% 20
Page | 12
3. Jarak Diskontinuitas
Pengukuran jarak diskontinuitas dilakukan dengan cara mengukur jarak tegak lurus
antara dua bidang diskontinuitas yang terdekat. Berikut adalah hasil pengukuran jarak
4. Kondisi Diskontinuitas
Berikut ini merupakan hasil pengamatan dan pengukuran tiap parameter kondisi
Page | 13
4 6-9 2 6 -7 0 Rough 5 None 6 Highly 1 14
Slickensi Moderatel
5 - 6 None 6 0 None 6 3 21
ded y
Slickensi Moderatel
6 - 6 None 6 0 None 6 3 21
ded y
Soft Moderatel
7 9-11 1 5–6 0 Rough 5 2 3 11
filling<5mm y
Soft Moderatel
8 7-10 2 8 - 10 0 Rough 5 2 3 12
filling<5mm y
Soft Moderatel
9 8-11 1 18 - 20 0 Rough 5 2 3 11
filling<5mm y
Soft Moderatel
10 9-11 1 12 - 15 0 Rough 5 2 3 11
filling<5mm y
Pengamatan terhadap kondisi airtanah dilakukan secara umum pada setiap lintasan.
Penentuan kondisi air tanah dilakukan dengan cara mengamati dan bila memungkinkan
Adapun hasil pengamatan kondisi airtanah di setiap lintasan antara lain sebagai
berikut.
Setelah kita memperoleh data dari tiap parameter, selanjutnya kita bisa menentukan
nilai RMR dengan cara menjumlahkan nilai dari masing-masing parameter sehingga
Page | 14
2 7 20 10 16 10 63 II Baik
3 12 20 10 14 10 66 II Baik
4 12 20 10 14 10 66 II Baik
5 12 20 20 21 15 88 I Sangat Baik
6 12 20 20 21 15 88 I Sangat Baik
7 12 20 10 11 15 68 II Baik
8 15 20 10 12 10 67 II Baik
9 12 20 8 11 15 66 II Baik
10 12 20 10 11 15 68 II Baik
Keterangan:
Is : Kekuatan batuan
RQD : Rock Quality Designation
Jd : Jarak bidang diskontinuitas
Kd : Kondisi bidang diskontinuitas
Ka : Kondisi air tanah
Slope Mass Rating (SMR) adalah penerapan nilai RMR untuk memperkirakan sudut
kemiringan lereng.
Laubsher (1975, dalam Djakamihardja & Soebowo, 1996) membahas hubungan RMR
Tabel 7.Nilai SMR tiap lintasan di lereng tambang batugamping Citatah menurut Laubsher (1975)
No Nilai
Nilai SMR
Lintasan RMR
1 64 65o
2 63 65o
3 66 65o
4 66 65o
5 88 75o
6 88 75o
7 68 65o
Page | 15
8 67 65o
9 66 65o
10 68 65o
Rata-rata 70,4 65o
Hall (1985, dalam Djakamihardja & Soebowo, 1996) memberikan nilai SMR
Adapun nilai SMR tiap lintasan berdasarkan rumus Hall sebagai berikut.
Tabel 8.Nilai SMR tiap lintasan di lereng tambang batugamping Citatah menurut
No Nilai Nilai
Lintasan RMR SMR
1 64 66,6o
2 63 65,95o
3 66 67,9o
4 66 67,9o
5 88 82,2o
6 88 82,2o
7 68 69,2o
8 67 68,55o
9 66 67,9o
10 68 69,2o
Rata-rata 70,4 70,76o
Orr (1985, dalam Djakamihardja & Soebowo, 1996) memberikan nilai SMR
Adapun nilai SMR tiap lintasan berdasarkan rumus Orr sebagai berikut.
Page | 16
Tabel 9.Nilai SMR tiap lintasan di lereng tambang batugamping Citatah menurut
No Nilai Nilai
Lintasan RMR SMR
1 64 74,56o
2 63 74o
3 66 75,63o
4 66 75,63o
5 88 85,7o
6 88 85,7o
7 68 76,68o
8 67 76,16o
9 66 75,63o
10 68 76,68o
Rata-rata 70,4 77,64o
4. Stasiun 4
Stasiun terakhir atau stasiun 4 merupakan stasiun ‘Horizon Tanah’, dimana kami
memperoleh data mengenai tanah hasil lapukan batugamping yang merupakan sumbernya.
Terbagi dalam empat zona, yakni Moderately Weathered Zone (MWZ), Strongly Weathered
Zone (SWZ), Completely Weathered Zone (CWZ) dan Top Soil. Untuk klasifikasi tanah
sendiri kami menggunakan klasifikasi tanah USCS (Unfied Soil Classification System), dan
horizon tanah masuk dalam klasifikasi tanah berbutir kasar dan berbutir halus, dimana
komposisi butiran sebesar ukuran butir pasir lebih dominan untuk tanah berbutir kasar dan
komposisi lanau atau lempung yang dominan untuk tanah berbutir halus.
Deskripsi :
Horizon A (Top Soil), tipe tanah pasir, kandungan pasir > 50% ; F200 < 5% , warna coklat
kemerahan, kandungan organik tidak ada, kandungan air kering, karakterisitik drainase tidak
ada, plastisitas buruk, struktur homogenous, consistency firm, derajat kekompakan tidak ada,
symbol USCS SW, ketebalan 12 cm.
Horizon A (Completely Weathered Zone), tipe tanah pasir, kandungan pasir > 50% ; F200 >
12% an PI > 7%, warna coklat kemerahan, kandungan organik tidak ada, kandungan air agak
Page | 17
lembab, karakterisitik drainase tidak ada, plastisitas buruk, struktur homogenous, consistency
firm, derajat kekompakan tidak ada, symbol USCS SC, ketebalan 72 cm.
Horizon B (Strongly Weathered Zone), tipe tanah clay, kandungan clay 35% - 55%, warna
coklat kemerahan, kandungan organik tidak ada, kandungan air agak lembab, karakterisitik
drainase tidak ada, plastisitas sedang, struktur homogenous, consistency firm, derajat
kekompakan tidak ada, symbol USCS CL, ketebalan 89 cm.
Horizon C (Moderately Weathered Zone), tipe tanah clay, kandungan clay < 50%, warna
coklat kemerahan, kandungan organik tidak ada, kandungan air agak lembab, karakterisitik
drainase tidak ada, plastisitas sedang, struktur homogenous, consistency firm, derajat
kekompakan tidak ada, symbol USCS CL, ketebalan 105 cm.
A
B
C
(A) (B)
Gambar 5. (A) Kenampakan profil atau horizon tanah stasiun 4 yang merupakan hasil lapukan batugamping.
(B) Horizon C atau Stongly Weathered Zone, dimana terdapat pecahan batugamping yang merupakan
sourcerock atau batuan sumber.
Page | 18
BAB 4
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari kuliah lapangan kali ini antara lain:
Page | 19