You are on page 1of 23

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi), by:Fortune Star Indonesia

Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)


Pengobatan hipertensi dilandasi oleh beberapa prinsip sebagai berikut :

1. Pengobatan hipertensi sekunder lebih mendahulukan pengobatan penyebab hipertensi


2. Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan memperpanjang umur
dan mengurangi timbulnya komplikasi
3. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat anti hipertensi
4. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan kemungkinan seumur hidup
5. Jenis-jenis obat anti hipertensi
1. Diuretik. Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing)
sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan.
Contoh obat-obatan yang termasuk golongan diuretik adalah Hidroklorotiazid.
2. Penghambat Simpatetik. Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis (saraf
yang bekerja pada saat kita beraktivitas). Contoh obat yang termasuk dalam golongan penghambat
simpatetik adalah : Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
3. Betabloker. Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis
betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti
asma bronkial. Contoh obat-obatan yang termasuk dalam golongan betabloker adalah : Metoprolol,
Propranolol dan Atenolol.
4. Vasodilator. Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot
pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin.
5. Penghambat Enzim Konversi Angiotensin. Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat
pembentukan zat Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contoh obat
yang termasuk golongan ini adalah Captopril.
6. Antagonis kalsium. Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat
kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan
Verapamil.
7. Penghambat Reseptor Angiotensin II. Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat
Angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang
termasuk dalam golongan ini adalah Valsartan (Diovan).

Pencegahan

Cara yang paling baik dalam menghindari tekanan darah tinggi adalah dengan mengubah ke arah gaya hidup sehat seperti
aktif berolahraga, mengatur diet atau pola makan seperti rendah garam, rendah kolesterol dan lemak jenuh, meningkatkan
konsumsi buah dan sayuran, tidak mengkonsumsi alkohol dan rokok

Namun apabila anda telah didiagnosa terkena Hypertensi, langkah awal terpenting adalah agar menurunkan tekanan darah
anda dengan mengikuti gaya hidup sehat seperti di atas dan mengkonsumsi obat sesuai dengan petunjuk dokter.Selain itu
dianjurkan juga untuk melakukan pemeriksaan laboratorium dengan panel evaluasi awal hipertensi atau panel hidup sehat
dengan hipertensi

Tujuan pemeriksaan laboratorium pada pasien hipertensi :

 Untuk mencari kemungkinan penyebab Hipertensi sekunder


 Untuk menilai apakah ada penyulit dan kerusakan organ target
 Untuk memperkirakan prognosis
 Untuk menentukan adanya faktor-faktor lain yang mempertinggi risiko penyakit jantung koroner dan stroke

Pemeriksaan laboratorium untuk hipertensi ada 2 macam yaitu :

 Panel Evaluasi Awal Hipertensi : Pemeriksaan ini dilakukan segera setelah didiagnosis Hipertensi, dan sebelum
memulai pengobatan
 Panel Hidup Sehat dengan Hipertensi : Untuk memantau keberhasilan terapi

Indeks Massa Tubuh sebagai Faktor Risiko Hipertensi pada Usia Muda , by:cermin dunia kedokteran
Rizaldy Pinzon
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
ABSTRAK
Obesitas atau kelebihan berat badan sampai saat ini masih merupakan masalah yang sulit diatasi, terutama apabila dimulai
dan masa kanak-kanak. Berbagai penelitian terdahulu menghubungkan obesitas dengan kenaikan insidensi penyakit jantung
dan metabolik lainnya, seperti diabetes melitus. Pada penelitian in! ingin ditunjukkan hubungan antara indeks massa tubuh
dengan tekanan darah golongan usia muda. Sebagai ukuran indeks massa tubuh dipakai 2 ukuran obesitas yaitu %RBW
(Relative Body Weight) dan Body Mass Index. Hasil yang didapatkan dan 73 sukarelawan sehat (n = 73) menunjukkan indeks
massa tubuh berlebih mempunyai pengaruh terhadap lebih tingginya tekanan darah. Pada individu yang kurus tekanan
darahnya rendah secara statistik dengan perbedaan yang bermakna (p<0,05) baik sistolik maupun diastolik dibanding
individu dengan berat badan normal-normal tinggi.

PENDAHULUAN
Kelebihan berat badan dan obesitas merupakan faktor risiko dan beberapa penyakit degenerasi dan metabolik; obesitas
sebagai faktor risiko penyakit jantung koroner dianggap merupakan faktor yang independen, artinya tidak dipengaruhi
oleh faktor risiko yang lain.(1)
Seorang pria dapat dianggap telah menderita obesitas, apabila jumlah lemaknya telah melebihi 25% dari berat badan
total; dan 30% bagi wanita. Atau suatu kriteria yang praktis dan paling sering digunakan adalah apabila berat badan telah
melebihi 120% dari berat badan ideal.(2,3)
Orang dewasa yang sudah menderita obesitas semenjak kecil, ternyata akan mengalami pembesaran sel lemak hanya
sekitar 50%, tetapi mempunyai jumlah sd lemak tiga kali lebih banyak danipada orang normal. Sehingga bentuk dan isi
lemak akan menjadi lebih besar.(3)
Tekanan darah akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur seseorang. Peningkatan tekanan darah tersebut akan lebih
besar pada individu dengan riwayat keluarga hipertensi, kelebihan berat badan, dan mempunyai kecenderungan stress
emosional yang tinggi(1,,4,6,7,9,10)
.
Penelitian dari National Heart, Lung, and Blood Institute Amerika menunjukkan hasil adanya hubungan yang sangat erat
antara penyakit kardiovaskuler dengan obesitas (2)
.
Framingham study selama 18 tahun pengamatan menunjukkan bahwa obesitas merupakan salah satu faktor yang
penting dalam kejadian penyakit kardiovaskuler, terutama kejadian hipertensi, hiperkolesterolemi, dan hipertrigliseridemia,
apabila indeks Broca > 120%(3)
.
Banyak penelitian terdahulu menunjukkan adanya hubungan antara obesitas dengan meningkatnya insidensi penyakit jantung
dan hipertensi. Penelitian pada anak-anak kulit putih di Amerika Serikat menunjukkan bahwa tekanan darah rata-rata menjadi
lebih tinggi pada anak-anak dengan kelebihan berat badan dan toleransi glukosa darah tidak normal(4)
.
Diperkirakan faktor utama hubungan antara obesitas dan hipertensi adalah diet, aktivitas sistem saraf simpatetik, dan
resistensi insulin atau hiperinsulinemia. Diet tinggi kalori secara langsung atau melalui hiperinsulinemia vasokonstriksi,
peningkatan cardiac output dan reabsorbsi natrium di ginjal(2,5)

Selain itu dapat diterangkan pula bahwa pada individu obese jumlah darah yang beredar akan meningkat, cardiac output akan
naik, sehingga tekanan darah akan naik. banyak penelitian menunjukkan penurunan berat badan akan mengakibatkan
menurunnya tekanan darah pada pasien-pasien hipertensi(4,6,7)
.
Ada banyak faktor risiko hipertensi, beberapa di antaranya dapat dikendalikan dan dikontrol. Umur, jenis kelamin dan
genetis merupakan faktor resiko yang tidak dapat dikontrol. Sementara obesitas, kurang olahraga, merokok, dan stress
emosional merupakan faktor resiko yang dapat dikontrol(1,4,6,8)
.
Tekanan darah pada usia anak-anak dan usia muda dapat digunakan untuk memprediksikan kemungkinan terjadinya
hipertensi di kemudian hari(1)
.
Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan hubungan antara kelebihan berat badan/indeks massa tubuh dan besarnya
tekanan darah pada golongan usia muda. Penelitian dilakukan di laboratorium Ilmu Faal di FK UGM Yogyakarta.
BAHAN DAN CARA
Penelitian dilakukan pada 73 orang sukarelawan sehat usia 18-22 tahun tanpa riwayat keluarga hipertensi untuk
meminimalkan pengaruh faktor-faktor lain terutama faktor genetis terhadap tekanan darah. Sebelum dilakukan pengukuran
tekanan darah dalam posisi duduk terlebih dulu ditanyakan Berat Badan (BB) dan Tinggi Badan (TB) serta riwayat keluarga
hipertensi. Pengukuran indeks massa tubuh dan kelebihan berat badan dilakukan dengan 2 cara yaitu % Relative Body Weight
dan Body Mass Index. Pada % RBW dinyatakan dengan rumus : %RBW = BB/ (TB-100), apabila didapatkan hasil> 110% :
gemuk, 90-110%: normal-lebih berat badan, <90% kurus. Pada metode pengukuran Body Moss Index digunakan rumus
BB (kg)/ TB (m) kuadrat apabila didapatkan hasil 20-25 dinyatakan normal, 25-30 :obesitas 1,30-40 : obesitas II, dan
>40 dinyatakan sebagai obesitas III. Pengukuran tekanan darah dilakukan pada posisi duduk dan tenang, pengukuran
dilakukan 2 kali untuk tiap sukarelawan(11)
Hasil tekanan darah sistolik dan diastolik lalu dibandingkan antara kelompok yang kurus dan kelompok dengan berat badan
normal-lebih dengan menggunakan metode analisa varian 1 jalur dan dilanjutkan dengan uji t post anva.
HASIL DAN DISKUSI
Penelitian atas 73 sukarelawan 18-22 tahun sehat baik pria dan wanita, menggunakan %RBW, mendapatkan 22 orang
dengan RBW normal-lebih yaitu 90-110% dan 51 orang yang kurus dengan %RBW< 90%. (tabel 1)
Dari tabel 1 dan grafik 1 terlihat bahwa pada individu dengan %RBW (Relative Body Weight) yang lebih tinggi (90%-110%)
mempunyai tekanan darah sistolik dan diastolik yang lebih tinggi dibanding dengan individu dengan RBW <90%. Pada
tekanan darah sistolik terdapat selisih sekitar 9 mmHg dengan perbedaan yang sangat bermakna (p=0,001) demikian pula
pada tekanan darah diastolik terdapat seisih sekitar 7 mmHg dengan perbedaan yang bermakna (p=0,001). Apabila dilakukan
pengukuran indeks massa tubuh dengan cara Bray, dengan membagi berat badan (dalam kg) dengan tinggi badan (dalam
meter) akan didapatkan hasil 13 orang dengan kelebihan berat badan (indeks massa tubuh di atas 25), dan 60 orang dengan
berat badan yang masih dalam bates normal (indeks massa tubuh di bawah 25). Dari kedua kelompok tersebut apabila
dibandingkan rata-rata tekanan darahnya akan didapatkan hasil seperti terlihat pada tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan antara tekanan darah sistolik dan diastolik


individu dengan kelebihan berat badan dan berat badan normal
Tekanan darah (mmHg) Kelebihan berat badan Beret badan normal
Sistolik 114,615 ± 12,659 109,917 ± 7,393
Diastolik 74,615 ± 6,602 71,917 ± 8,834
Tabel 1. Perbandingan rata-rata tekanan darah pada Individu dengan RBW 90-110% dan Individu dengan
RBW<90%.
Tekanan darah (mmHg)
RBW=90-110% RBW<90%
Sistolik
117,273 ± 9,847
108,225 ±7,926
Diastolik
77,727 ± 6,853
70,784± 7,961
Dari hasil di atas didapatkan pada individu dengan kelebihan berat badan terlihat mempunyai tekanan darah sistolik dan
diastolik yang lebih tinggi. Tekanan darah sistolik pada individu yang kelebihan berat badan menunjukkan seisih sekitar 5
mmHg tanpa perbedaan yang bermakna secara statistik (p=0,072. Sementara tekanan darah diastolik pada individu dengan
kelebihan berat badan menunjukkan selisih sekitar 3 mmHg tanpa perbedaan yang bermakna secara statistik (p=0,303).
Obesitas atau kelebihan berat badan akan mengaktifkan kerja jantung, dan dapat menyebabkan hipertrofi jantung dalam
jangka lama, curah jantung, isi sekuncup jantung, volume darah, dan tekanan darah akan cenderung naik. Selain itu fungsi
endokrin juga terganggu; sel-sel beta pankreas akan membesar, insulin plasma meningkat, dan toleransi glukosa juga
meningkat. Apabila hal ini berlangsung sejak usia muda akan memudahkan terjadinya penyakit hipertensi, penyakit kandung
empedu, diabetes melitus, dan sebagainya di kemudian hari(12)
Sebagai penyakit yang bersifat polifaktorial, ada banyak resiko yang berpengaruh terhadap insidensi hipertensi dimasa
mendatang. Seperti dikemukakan di atas hasil pengukuran tekanan darah pada saat anak-anak dan usia muda dapat
digunakan untuk memprediksikan kemungkinan terjadinya penyakit jantung dan hipertensi di masa mendatang(1)
Pada penelitian terlihat bahwa individu dengan berat badan lebih cenderung mempunyai tekanan darah yang lebih tinggi,
sehingga penlu dipikirkan adanya intervensi non farmakologik, misalnya: diet rendah garam dan olahraga lebih awal dan
lebih intensif pada individu dengan kelebihan berat badan guna mencegah terjadinya penyakit kardiovaskuler di masa
mendatang.
KESIMPULAN
Individu dengan berat badan normal-normal tinggi menurut % Relative Body Weight mempunyai tekanan darah yang lebih
tinggi secara bermakna (p<0,05) dibanding individu yang kurus.

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)

Penyakit hipertensi sering disebut sebagai the silent disease. Umumnya penderita tidak mengetahui dirinya mengidap
hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya.

Definisi Tekanan Darah


Tekanan darah adalah tekanan di dalam pembuluh arteri ketika darah dipompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh.
Tekanan darah dapat dilihat dengan mengambil dua ukuran dan biasanya ditunjukkan dengan angka seperti berikut : 120 /80
mmHg. Angka 120 menunjukkan tekanan pada pembuluh arteri ketika jantung berkontraksi. Disebut dengan tekanan sistolik.
Angka 80 menunjukkan tekanan ketika jantung sedang berelaksasi. Disebut dengan tekanan diastolik.

Apakah Hipertensi Itu?


Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi
merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya
resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal.

Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Dikatakan tekanan darah tinggi jika pada saat duduk tekanan
sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih, atau keduanya. Dikatakan
hipertensi jika didapatkan ukuran yang tinggi (misalnya 160/90 mmHg) sebanyak dua kali dalam tiga kali pengukuran,
selama paling sedikit dua bulan.
Penyebab Hipertensi
Hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu hipertensi primer atau esensial (95 % kasus hipertensi) yang
penyebabnya tidak diketahui dan hipertensi sekunder (5 % kasus hipertensi) yang dapat disebabkan oleh penyakit ginjal,
penyakit endokrin, penyakit jantung, gangguan anak ginjal, dll.

Faktor-faktor yang mempertinggi resiko terjadinya hipertensi antara lain:

1. Keturunan
2. Usia
3. Berat Badan
4. Konsumsi Garam
5. Ras
6. Pola makan dan gaya hidup
7. Aktivitas olahraga

Gejala
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi
bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak).

Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja
terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.

Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:

 sakit kepala
 kelelahan
 mual
 muntah
 sesak nafas
 gelisah
 pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal.

Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak.
Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)

Dampak Jangka Panjang Hipertensi


Tekanan darah tinggi (hipertensi) menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan
jantung dan kerusakan ginjal.Tanpa melihat usia atau jenis kelamin ,semua orang bisa terkena penyakit jantung dan biasanya
tanpa ada gejala-gejala sebelumnya.
Secara ringkas, target kerusakan akibat Hipertensi antara lain:

 Otak : menyebabkan stroke


 Mata : menyebabkan retinopati hipertensi dan dapat menimbulkan kebutaan
 Jantung : menyebabkan penyakit jantung koroner (termasuk infark miokardial), gagal jantung dan gejala angina.
 Ginjal : menyebabkan penyakit ginjal kronik, gagal ginjal terminal

Klasifikasi Tekanan Darah Pada Orang Dewasa

Kategori Tekanan darah sistolik Tekanan darah diastolik


normal dibawah 130 mmHg dibawah 85 mmHg
normal tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg
stadium 1 (hipertensi ringan) 140-159 mmHg 90-99 mmHg
stadium 2 (hipertensi sedang) 160-179 mmHg 100-109 mmHg
stadium 3 (hipertensi berat) 180-209 mmHg 110-119 mmHg
stadium 4 (hipertensi maligna) 210 mmHg atau lebih 120 mmHg atau lebih

Hipertensi maligna adalah hipertensi yang sangat parah,yang apabila tidak diobati akan menimbulkan kematian dalam 3-6
bulan,Hipertensi ini jarang terjadi, hanya 1 dari 200 orang yang menderita hipertensi.

Pengobatan Hipertensi
Ada begitu banyak jenis obat-obatan untuk mengontrol tekanan darah tinggi. Jika anda memerlukannya, dokter anda akan
menyarankan penggunaannya sesuai kondisi anda, dimulai dengan dosis rendah dan dipantau hasilnya. Jika dianggap perlu
akan ditambah dosisnya secara bertahap, sehingga tekanan darah anda dapat terkontrol. Jika dianggap perlu dokter akan
menyarankan penggunaan lebih dari satu macam obat untuk mengurangi efek sampingan obat yang digunakan.

Yang perlu diperhatikan adalah sekali anda memulai menggunakan obat, kemungkinan besar anda akan terus
menggunakannya selama hidup anda. Obat tekanan darah tinggi tidak menghilangkan penyakit tetapi mengontrolnya. Obat-
obat itu tidak bertahan tinggal di dalam tubuh kita, lebih lama masa penggunaannya lebih baik obat itu bekerja. Anda harus
selalu membawa obat dan cara penggunaannya bersama anda.

Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu :

1. Pengobatan non obat (non farmakologis)


2. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)

Pengobatan non obat (non farmakologis)


Dahulu orang kurang antusias melakukan penyelidikan pengobatan non farmakologis pada hipertensi esensial, karena cara ini
kurang efektif dan sangat sulit dilaksanakan. Akan tetapi mengingat bahwa hipertensi ringan mencakup sebagian besar kasus
dan adanya efek samping akibat pengobatan yang dilakukan dalam jangka panjang, mendorong para ahli untuk menyelidiki
kelebihan pengobatan non farmakologis. Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol tekanan darah
sehingga pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan atau sekurang-kurangnya ditunda. Sedangkan pada keadaan
dimana obat anti hipertensi diperlukan, pengobatan non farmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan
efek pengobatan yang lebih baik.

Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah :

1. Mengatasi obesitas / menurunkan kelebihan berat badan


2. Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh.
Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan penderita. Garam menyebabkan menunpuknya
cairan dalam tubuh, sehingga meningkatkan volume dan tekanan darah. Menurut WHO Expert Committee on
Preevention of Cardiovascular Disease sebaiknya konsumsi garam tidak lebih dari 6 gr per hari.
3. Ciptakan keadaan rileks.
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat
menurunkan tekanan darah.
4. Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali seminggu.
5. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol
6. Ukurlah tekanan darah secara teratur
7. Konsultasikan dengan dokter secara teratur

Anak-anak Pun Bisa Hipertensi!

Hanya sebagian kecil anak yang membawa bakat hipertensi esensial (sudah hipertensi sejak usia dini). Namun, kalau benar
dipunyai, hipertensi esensial atau ginjal keracunan timbel (lead nephropathy) bisa sangat berbahaya. Kendati sudah diobati,
akan tetap mengantar anak mengidap darah tinggi sepanjang hidupnya.

Pada anak yang tak menyimpan bakat hipertensi, darah tinggi bisa mendadak muncul, misalnya pascabedah saluran kemih,
cangkok, dan pascabiopsi ginjal. Bisa juga bila ada kelainan darah hemolytic (sel darah merah gampang pecah), atau ketika
terserang peradangan ginjal glomerulonephritis acuta (GNA) yang dapat berkembang menahun.

Hipertensi biasanya memang berkunjung pada anak yang punya masalah dengan ginjal, pembuluh darah, atau kelenjar anak
ginjalnya. Jadi, jika anak Anda pernah punya riwayat bergulat dengan penyakit ginjal, waspadalah. Termasuk kalau pernah
punya tumor ginjal, selain ginjal yang terendam (hydronephrosis).

Kelainan pembuluh darah juga dapat mendatangkan hipertensi. Misalnya, kelainan aorta atau arteri dalam ginjal sendiri. Pun
bila ada kelainan pada bentuk pembuluh darah ginjal, atau pembuluhnya meradang. Kalau bukan di ginjal atau pembuluh
darahnya, penyebab hipertensi mungkin juga datang dan kelenjar anak ginjal suprarenalis.

Infeksi ginjal pyelonephritis, yang tak cepat diobati sehingga menjadi penyakit menahun, juga dapat memicu datangnya
hipertensi. Demikian pula bila anak mengidap tumor otak, pendarahan otak, dan radang selaput otak (meningitis).

Pascaradiasi ginjal, atau lama mengonsumsi obat golongan glucocorticoid, dipercaya pula membuat anak-anak terkena darah
tinggi.Termasuk pemakaian obat-obatan tertentu, khususnya golongan corticosteroid (antiinflamasi), reserpin
(antihipertensi), dan amphetamine.
Bahaya hipertensi sesaat juga mengancam anak-anak yang mengalami luka bakar, kelumpuhan kedua tungkai akibat Gullian-
Barre, atau terserang alergi obat berat Sindrom Stevens-Johnson. Hal senada terjadi pada anak leukemia, muntah, dan
dehidrasi selain akibat kelebihan natrium (garam dapur), atau keracunan merkuri (Hg), serta pada saat terjangkit polio.

Selama gangguan ginjal hanya sesisi, hipertensi biasanya pulih setelah penyebabnya disingkirkan. Untuk itu perlu terapi
antibiotika, atau bedah tumor, perbaikan gangguan pembuluh darah kalau memungkinkan, serta menghentikan pemakaian
obat yang berpengaruh buruk pada ginjal.

Hipertensi pada anak bisa dilacak lewat lebih dari sepuluh jenis pemeriksaan laboratorium, di samping pemeriksaan urine.
Dokter perlu memeriksa bola mata bagian dalam (funduscopy, selain meminta foto paru-paru, foto kontras ginjal
(intravenouspyelography), foto aorta (aortagraphy), serta rekam jantung (electrocardiography). Sekarang, dengan USG
(ultrasonography) dan MRI (magneticresonanceimaging) pelacakan itu jadi jauh lebih mudah.

Seperti pada orang dewasa, hipertensi berat dan lama pada anak juga berkomplikasi pembengkakan jantung (decompesatio
cordis), kerusakan otak (encephalopathy), dan pembengkakan bintik buta (papil oedem) pada mata.

Hipertensi,by:theDoctor

Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskuler yang paling lazim. Pevalensinya bervariasi menurut umur, ras,
pendidikan, dan banyak variabel lain. Hipertensi arteri yang berkepanjangan dapat merusak pembuluh-pembuluh darah di
dalam ginjal, jantung, dan otak, serta dapat mengakibatkan peningkatan insiden gagal ginjal, penyakit koroner, gagal jantung,
dan stroke. Penurunan tekanan darah secara farmakologis yang efektif dapat mencegah kerusakan-kerusakan pembuluh darah
dan terbukti menurunkan tingkat morbiditas dan mortalitas.

Diagnosis

Diagnosis hipertensi didasarkan pada peningkatan tekanan darah yang terjadi pada pengukuran berulang. Diagnosis
digunakan sebagai prediksi terhadap konsekuensi yang dihadapi pasien, jarang meliputi pernyataan tentang sebab-akibat
hipertensi.

Penelitian-penelitian epidemologis mengindikasikan bahwa resiko kerusakan ginjal, jantung dan otak secara
langsung berkaitan dengan peningkatan tekanan darah. Bahkan hipertensi ringan ( tekanan darah lebih dari atau sama dengan
140/ 90 mm Hg) pada orang dewasa muda dan setengah baya pada akhirnya dapat meningkatkan risiko kerusakan organ
akhir/ sasaran. Risiko kerusakan organ akhir pada semua tingkat tekanan darah/ tingkat umur adalah lebih besar pada orang-
orang kulit hitam, dan relatif jarang pada wanita premenepous dibandingkan pada pria. Faktor-faktor risiko positif lainnya
termasuk merokok, hiperlipidemia, diabetes, manifestasi kerusakan organ akhir yang terdeteksi pada saat diangnosis, dan
riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskuler.

Perlu dicatat bahwa diagnosis hipertensi bergantung pada pengukuran tekanan darah dan bukan pada gejalayang
dilaporkan pasien. Pada kenyataanya hipertensi lazimnya tanpa gejala ( asimptomatis ) sampai segera terjadi kerusakan organ
akhir secara jelas atau bahkan telah terjadi kerusakan tersebut.

Etiologi hipertensi

Penyebab hipertensi hanya dapat ditetapkan pada sekitar 10%-15% pasien. Penting untuk mempertimbangkan
penyebab khusus pada setiap kasus karena beberapa di antara mereka perlu dilakukan pembedahan secara definitif : kontriksi
arteri ginjal, koarktsi aorta, feokromositoma, penyakit Chushing, dan aldosteroneisme primer.

Cegah Hipertensi dengan Pola Makan,by:Depkes RI


Oleh Prof.DR.Ir.Made Astawan,MS.

Perubahan pola makan menjurus ke sajian siap santap yang mengandung lemak, protein, dan garam tinggi tapi rendah serat
pangan (dietary fiber), membawa konsekuensi terhadap berkembangnya penyakit degeneratif (jantung, diabetes mellitus,
aneka kanker, osteoporosis, dan hipertensi.

Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995 menunjukkan prevalensi penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi di
Indonesia cukup tinggi, yaitu 83 per 1.000 anggota rumah tangga. Pada umumnya perempuan lebih banyak menderita
hipertensi dibandingkan dengan pria.
Prevalensinya di daerah luar Jawa dan Bali lebih besar dibandingkan di kedua pulau itu. Hal tersebut terkait erat dengan pola
makan, terutama konsumsi garam, yang umumnya lebih tinggi di luar Pulau Jawa dan Bali. Pengaturan menu bagi penderita
hipertensi dapat dilakukan dengan empat cara.

Cara pertama adalah diet rendah garam, yang terdiri dari diet ringan (konsumsi garam 3,75-7,5 gram per hari), menengah
(1,25-3,75 gram per hari) dan berat (kurang dari 1,25 gram per hari).

Cara kedua, diet rendah kolesterol dan lemak terbatas. Cara ketiga, diet tinggi serat. Dan keempat, diet rendah energi (bagi
yang kegemukan).

Jenis Hipertensi

Penyakit hipertensi sering disebut sebagai the silent disease. Umumnya penderita tidak mengetahui dirinya mengidap
hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Penyakit ini dikenal juga sebagai heterogeneous group of disease karena
dapat menyerang siapa saja dari berbagai kelompok umur dan kelompok sosial-ekonomi.

Hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar, yaitu primer dan sekunder. Hipertensi primer artinya hipertensi
yang belum diketahui penyebabnya dengan jelas.

Berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stres psikologis, dan
hereditas (keturunan). Sekitar 90 persen pasien hipertensi diperkirakan termasuk dalam kategori ini.

Golongan kedua adalah hipertensi sekunder yang penyebabnya boleh dikatakan telah pasti, misalnya ginjal yang tidak
berfungsi, pemakaian kontrasepsi oral, dan terganggunya keseimbangan hormon yang merupakan faktor pengatur tekanan
darah.

Faktor pemicu hipertensi dapat dibedakan atas yang tidak dapat dikontrol (seperti keturunan, jenis kelamin, dan umur) dan
yang dapat dikontrol (seperti kegemukan, kurang olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol dan garam). Hipertensi dapat
dicegah dengan pengaturan pola makan yang baik dan aktivitas fisik yang cukup.

Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah sistolik/diastoliknya melebihi 140/90 mmHg
(normalnya 120/80 mmHg). Sistolik adalah tekanan darah pada saat jantung memompa darah ke dalam pembuluh nadi (saat
jantung mengkerut). Diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung mengembang dan menyedot darah kembali (pembuluh
nadi mengempis kosong).

Tekanan darah normal (normotensif) sangat dibutuhkan untuk mengalirkan darah ke seluruh tubuh, yaitu untuk mengangkut
oksigen dan zat-zat gizi. Berdasarkan diastolik dan sistolik, penggolongan tekanan darah serta saran yang dianjurkan adalah
seperti pada Tabel 1.

Mekanisme Terjadinya Hipertensi Gejala-gejala hipertensi antara lain pusing, muka merah, sakit kepala, keluar darah dari
hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal, dan lain-lain. Dampak yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi adalah kerusakan
ginjal, pendarahan pada selaput bening (retina mata), pecahnya pembuluh darah di otak, serta kelumpuhan.

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting
enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung
angiotensinogen yang diproduksi di hati.

Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-
paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan
tekanan darah melalui dua aksi utama.

Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus
(kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat
sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya.

Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler.
Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi
sekresi aldosteron dari korteks adrenal.

Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan
ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya
konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah.

Ambang Batas Rasa

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, natrium memegang peranan penting terhadap timbulnya hipertensi. Natrium dan
klorida merupakan ion utama cairan ekstraseluler.
Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk
menormalkannya, cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume
cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi.

Karena itu disarankan untuk mengurangi konsumsi natrium/sodium. Sumber natrium/sodium yang utama adalah natrium
klorida (garam dapur), penyedap masakan (monosodium glutamat = MSG), dan sodium karbonat.

Konsumsi garam dapur (mengandung iodium) yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari, setara dengan satu sendok
teh. Dalam kenyataannya, konsumsi berlebih karena budaya masak-memasak masyarakat kita yang umumnya boros
menggunakan garam.

Indra perasa kita sejak kanak-kanak telah dibiasakan untuk memiliki ambang batas yang tinggi terhadap rasa asin, sehingga
sulit untuk dapat menerima makanan yang agak tawar. Konsumsi garam ini sulit dikontrol, terutama jika kita terbiasa
mengonsumsi makanan di luar rumah (warung, restoran, hotel, dan lain-lain).

Sumber natrium yang juga perlu diwaspadai adalah yang berasal dari penyedap masakan (MSG). Budaya penggunaan MSG
sudah sampai pada taraf yang sangat mengkhawatirkan. Hampir semua ibu rumah tangga, penjual makanan, dan penyedia
jasa katering selalu menggunakannya. Penggunaan MSG di Indonesia sudah begitu bebasnya, sehingga penjual bakso, bubur
ayam, soto, dan lain-lain, dengan seenaknya menambahkannya ke dalam mangkok tanpa takaran yang jelas.

Imbangi Kalium

Berbeda halnya dengan natrium, kalium (potassium) merupakan ion utama di dalam cairan intraseluler. Cara kerja kalium
adalah kebalikan dari natrium. Konsumsi kalium yang banyak akan meningkatkan konsentrasinya di dalam cairan
intraseluler, sehingga cenderung menarik cairan dari bagian ekstraseluler dan menurunkan tekanan darah.

Dengan demikian, konsumsi natrium perlu diimbangi dengan kalium. Rasio konsumsi natrium dan kalium yang dianjurkan
adalah 1:1. Sumber kalium yang baik adalah buah-buahan, seperti pisang, jeruk, dan lain-lain. Secara alami, banyak bahan
pangan yang memiliki kandungan kalium dengan rasio lebih tinggi dibandingkan dengan natrium. Rasio tersebut kemudian
menjadi terbalik akibat proses pengolahan yang banyak menambahkan garam ke dalamnya.

Sebagai contoh, rasio kalium terhadap natrium pada tomat segar adalah 100:1, menjadi 10:6 pada tomat kaleng dan 1:28 pada
saus tomat. Contoh lain adalah rasio kalium terhadap natrium pada kentang bakar 100:1, menjadi 10:9 pada keripik, dan 1:1,7
salad kentang.

Dari data tersebut tampak bahwa proses pengolahan menyebabkan tingginya kadar natrium di dalam bahan, sehingga
cenderung menaikkan tekanan darah.

(Prof. DR. Ir. Made Astawan, MS.Guru Besar Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi IPB)

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi),by:TheCardiacCenter

Apakah tekanan darah itu?

Dengan setiap denyut jantung, darah dipompa keluar dari jantung ke dalam pembuluh darah, yang membawa darah ke
seluruh tubuh. Tekanan darah Anda merupakan ukuran tekanan atau gaya di dalam arteri Anda dengan setiap denyut jantung.

Bagaimana tekanan darah diukur?

Seorang dokter atau perawat dapat mendengar tekanan darah Anda dengan menempatkan stetoskop di arteri Anda dan
memompa sabuk yang dilingkarkan di lengan Anda. Tekanan darah dibaca pada meter khusus. Tercatat sebagai dua angka:

Tekanan darah sistolik – angka pertama; jumlah tekanan terhadap dinding arteri setiap waktu jantung berkontraksi atau
menekan darah keluar dari jantung.

Tekanan darah diastolik – angka kedua; jumlah tekanan di dalam arteri sewaktu jantung beristirahat, dan di antara denyut
jantung.

Pencatatan tekanan darah Anda tidak selalu sama. Sewaktu Anda sedang berolahraga atau merasa gembira, tekanan darah
Anda naik. Jika Anda beristirahat, tekanan darah Anda lebih rendah. Ini merupakan reaksi normal terhadap perubahan dalam
aktivitas atau emosi. Usia, obat-obatan, dan perubahan posisi juga dapat mempengaruhi tekanan darah.

Apakah pembacaan tekanan darah yang normal?


Untuk mengurangi risiko penyakit kardiovaskuler(jantung dan pembuluh darah) , tekanan darah yang normal bagi mereka
yang tidak minum obat tekanan darah seharusnya kurang dari 120/80.

Apakah tekanan darah tinggi (Hipertensi) itu?

Tekanan darah tinggi juga disebut hipertensi.

Mengapa saya perlu mengobati tekanan darah tinggi?

Tekanan darah tinggi adalah faktor risiko utama untuk penyakit jantung dan pembuluh darah. Jika tidak diobati, akan
mengakibatkan:

Stroke

Serangan jantung

Membesarnya jantung

Gagal jantung

Penyakit ginjal

Apakah Anda mempunyai risiko bertekanan darah tinggi?

Tekanan darah tinggi lebih umum pada:

Mereka yang mempunyai anggota keluarga yang mempunyai sejarah tekanan darah tinggi,
penyakit kardiovaskuler atau diabetes

Mereka yang berusia 60 tahun dan lebih tua

Wanita yang minum obat kontrasepsi oral

Mereka yang mempunyai kelebihan berat badan

Apakah yang harus dilakukan jika Anda mempunyai tekanan darah tinggi?

Sasaran terapi adalah untuk menurunkan tekanan darah Anda sampai kurang dari 120/80. Jika Anda mempunyai penyakit
diabetes atau penyakit ginjal kronis, sasarannya adalah 130/80. Jika anda mempunyai tekanan darah tinggi:

Makan diet yang rendah sodium (garam)) dan lemak

Pertahankan berat badan ideal Anda

Berhenti merokok

Ikuti program olahraga yang teratur

Batasi konsumsi alkohol tak lebih dari 1 kali minum per hari

Minum obat tekanan darah Anda sebagaimana yang ditunjuk

Periksa tekanan darah secara teratur untuk melihat kemajuan Anda.

Hipertensi,by:Wikipedia
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi
peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang
mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90
mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi. Tekanan darah
yang selalu tinggi adalah salah satu faktor resiko untuk stroke, serangan jantung,
gagal jantung dan aneurisma arterial, dan merupakan penyebab utama gagal jantung
kronis.

Tekanan darah

Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi
diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh
pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg
didefinisikan sebagai "normal". Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan
tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi biasanya terjadi pada tekanan darah 140/90
mmHg atau ke atas, diukur di kedua lengan tiga kali dalam jangka beberapa minggu.
[sunting] Klasifikasi

Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa


Tekanan Darah
Kategori Tekanan Darah Diastolik
Sistolik
85 mmHg - 95 mmHg
120 mmHg - 130
Normal
mmHg Untuk para lansia tekanan diastolik 140 mmHg
masih dianggap normal.
Normal tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg
Stadium 1
(Hipertensi 140-159 mmHg 90-99 mmHg
ringan)
Stadium 2
(Hipertensi 160-179 mmHg 100-109 mmHg
sedang)
Stadium 3
(Hipertensi 180-209 mmHg 110-119 mmHg
berat)
Stadium 4
210 mmHg atau
(Hipertensi 120 mmHg atau lebih
lebih
maligna)
Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih,
tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam
kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut.

Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan
darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik
terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau
bahkan menurun drastis.

Dalam pasien dengan diabetes mellitus atau penyakit ginjal, penelitian telah
menunjukkan bahwa tekanan darah di atas 130/80 mmHg harus dianggap sebagai
faktor resiko dan sebaiknya diberikan perawatan.

[sunting] Pengaturan tekanan darah

Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:

 Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada
setiap detiknya
 Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka
tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri
tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui
pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan.
Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal
dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga
meningkat pada saat terjadi "vasokonstriksi", yaitu jika arteri kecil (arteriola)
untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di
dalam darah.
 Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya
tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga
tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume
darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat.

Sebaliknya, jika:

 Aktivitas memompa jantung berkurang


 Arteri mengalami pelebaran
 Banyak cairan keluar dari sirkulasi

Maka tekanan darah akan menurun atau menjadi lebih kecil.

Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan di dalam


fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur
berbagai fungsi tubuh secara otomatis).

Perubahan fungsi ginjal

Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara:

 Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran


garam dan air, yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah
dan mengembalikan tekanan darah ke normal.
 Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan
garam dan air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah
kembali ke normal.
 Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan
enzim yang disebut renin, yang memicu pembentukan hormon
angiotensi, yang selanjutnya akan memicu pelepasan hormon
aldosteron.

Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah; karena itu
berbagai penyakit dan kelainan pda ginjal bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah
tinggi.

Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis)
bisa menyebabkan hipertensi.

Peradangan dan cedera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan
naiknya tekanan darah.

Sistem saraf otonom

Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf otonom, yang untuk
sementara waktu akan:

 meningkatkan tekanan darah selama respon fight-or-flight (reaksi fisik tubuh


terhadap ancaman dari luar)
 meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut jantung; juga mempersempit
sebagian besar arteriola, tetapi memperlebar arteriola di daerah tertentu
(misalnya otot rangka, yang memerlukan pasokan darah yang lebih banyak)
 mengurangi pembuangan air dan garam oleh ginjal, sehingga akan
meningkatkan volume darah dalam tubuh
 melepaskan hormon epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin),
yang merangsang jantung dan pembuluh darah.

[sunting] Gejala

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara
tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan
tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit
kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa
saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan
darah yang normal.

Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:

 sakit kepala
 kelelahan
 mual
 muntah
 sesak nafas
 gelisah
 pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,
mata, jantung dan ginjal.

Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma
karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang
memerlukan penanganan segera.

[sunting] Penyebab hipertensi


Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :

1. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum


diketahui penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh
hipertensi).
2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/ sebagai akibat dari
adanya penyakit lain.

Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab; beberapa perubahan pada


jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya
tekanan darah.

Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada sekitar 5-10%
penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%,
penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil
KB).

Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu tumor pada
kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin
(noradrenalin).

Kegemukan (obesitas), gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga), stres, alkohol
atau garam dalam makanan; bisa memicu terjadinya hipertensi pada orang-orang
memiliki kepekaan yang diturunkan. Stres cenderung menyebabkan kenaikan tekanan
darah untuk sementara waktu, jika stres telah berlalu, maka tekanan darah biasanya
akan kembali normal.

Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder:

1. Penyakit Ginjal
o Stenosis arteri renalis
o Pielonefritis
o Glomerulonefritis
o Tumor-tumor ginjal
o Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
o Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
o Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
2. Kelainan Hormonal
o Hiperaldosteronisme
o Sindroma Cushing
o Feokromositoma
3. Obat-obatan
o Pil KB
o Kortikosteroid
o Siklosporin
o Eritropoietin
o Kokain
o Penyalahgunaan alkohol
o Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)
4. Penyebab Lainnya
o Koartasio aorta
o Preeklamsi pada kehamilan
o Porfiria intermiten akut
o Keracunan timbal akut.

Hipertensi, by:wikipedia

Hypertension, commonly referred to as "high blood pressure" or HTN, is a medical


condition in which the blood pressure is chronically elevated.[1] While it is formally
called arterial hypertension, the word "hypertension" without a qualifier usually
refers to arterial hypertension. Hypertension can be classified as either essential
(primary) or secondary. Essential hypertension indicates that no specific medical
cause can be found to explain a patient's condition. Secondary hypertension indicates
that the high blood pressure is a result of (i.e. secondary to) another condition, such as
kidney disease or certain tumors (especially of the adrenal gland). Persistent
hypertension is one of the risk factors for strokes, heart attacks, heart failure and
arterial aneurysm, and is a leading cause of chronic renal failure. Even moderate
elevation of arterial blood pressure leads to shortened life expectancy. At severely high
pressures, defined as mean arterial pressures 50% or more above average, a person can
expect to live no more than a few years unless appropriately treated.[2]

Hypertension is considered to be present when a person's systolic blood pressure is


consistently 140 mmHg or greater, and/or their diastolic blood pressure is consistently
90 mmHg or greater.[3] Recently, as of 2003, the Seventh Report of the Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure[4] has defined blood pressure 120/80 mmHg to 139/89 mmHg as
"prehypertension." Prehypertension is not a disease category; rather, it is a designation
chosen to identify individuals at high risk of developing hypertension. The Mayo
Clinic website specifies blood pressure is "normal if it's below 120/80" but that "some
data indicate that 115/75 mm Hg should be the gold standard." In patients with
diabetes mellitus or kidney disease studies have shown that blood pressure over 130/80
mmHg should be considered high and warrants further treatment. Even higher numbers
are considered diagnostic using home blood pressure monitoring devices.

Salt sensitivity

Sodium is an environmental factor that has received the greatest attention.


Approximately 60% of the essential hypertension population is responsive to sodium
intake[citation needed]. This is due to the fact that increasing amounts of salt in a person's
bloodstream causes the body to draw more water, increasing the pressure on the blood
vessel walls.

The effects of excess amounts of salt--a compound containing 2 minerals, sodium and
chloride--in the body depend on how much excess salt (or salty foods) is eaten in a
specific time versus how well the kidneys functioned. When the salt content of the
blood elevates, water is attracted from around the cells (in muscles and organs) and
into the blood, in order to dilute blood salinity. There is salt as sodium outside every
cell in your body. When the salt content of the fluid around your cells goes up, it
attracts water from your blood and swelling occurs. Your kidneys are responsible for
regulating salt and water levels in your body. When salt and water levels increase
around cells, the excess is drawn into your blood, which is filtered by your kidneys.
Your kidneys remove excess salt and water from your blood, both of which are
excreted as urine. When your kidneys don't work well, fluid builds up around cells and
in your blood. Your heart is the pump that pushes your blood around. If there is more
fluid in your blood, your heart has to work harder and your blood pressure can go up
because there is more pressure on the walls of your blood vessels. Your heart can get
weaker or worn out from the extra work.

Salt has been blamed in the past as causing high blood pressure. New research suggests
that too little calcium or potassium also has an impact on blood pressure.

[edit] Role of renin

Renin is a hormone secreted by the juxtaglomerular cells of the kidney and linked with
aldosterone in a negative feedback loop. The range of renin activity observed in
hypertensive subjects tends to be broader than in normotensive individuals. In
consequence, some hypertensive patients have been defined as having low-renin and
others as having essential hypertension. Low-renin hypertension is more common in
African Americans than Caucasians and may explain why they tend to respond better
to diuretic therapy than drugs that interfere with the renin-angiotensin system.

High Renin levels predispose to Hypertension: Increased Renin --> Increased


Angiotensin II --> Increased Vasoconstriction, Thirst/ADH and Aldosterone -->
Increased Sodium Reabsorption in the Kidneys (DCT and CD) --> Increased Blood
Pressure.

[edit] Insulin resistance

Insulin is a polypeptide hormone secreted by the pancreas. Its main purpose is to


regulate the levels of glucose in the body antagonistically with glucagon through
negative feedback loops. Insulin also exhibits vasodilatory properties. In normotensive
individuals, insulin may stimulate sympathetic activity without elevating mean arterial
pressure. However, in more extreme conditions such as that of the metabolic
syndrome, the increased sympathetic neural activity may over-ride the vasodilatory
effects of insulin. Insulin resistance and/or hyperinsulinemia have been suggested as
being responsible for the increased arterial pressure in some patients with
hypertension. This feature is now widely recognized as part of syndrome X, or the
metabolic syndrome.
[edit] Sleep apnea

Sleep apnea is a common, under-recognized cause of hypertension.[5] It is often best


treated with nocturnal nasal continuous positive airway pressure, but other approaches
include the Mandibular advancement splint (MAS), UPPP, tonsilectomy,
adenoidectomy, sinus surgery, or weight loss.

[edit] Spinal Misalignment

Another under-recognized cause of hypertension is the misalignment of vertebrae


within the spinal column, specifically the atlas vertebra. The Journal of Human
Hypertension published the results of a clinically controlled trial in which patients with
hypertension and a misaligned atlas vertebra were chosen to undergo chiropractic
treatment. The study showed a significant lowering of blood pressure in hypertensive
patients after only one chiropractic adjustment of the atlas vertebra. The study showed
a decrease in blood pressure immediately following the adjustment as well as a full
eight weeks following the adjustment. The decrease in blood pressure was equal to
taking two blood-pressure drugs at once. [6]

[edit] Genetics

Hypertension is one of the most common complex disorders, with genetic heritability
averaging 30%.[citation needed] Data supporting this view emerge from animal studies as
well as in population studies in humans. Most of these studies support the concept that
the inheritance is probably multifactorial or that a number of different genetic defects
each have an elevated blood pressure as one of their phenotypic expressions.

More than 50 genes have been examined in association studies with hypertension, and
the number is constantly growing.

[edit] Other etiologies

There are some anecdotal or transient causes of high blood pressure. These are not to
be confused with the disease called hypertension in which there is an intrinsic
physiopathological mechanism as described below.

[edit] Etiology of secondary hypertension

Only in a small minority of patients with elevated arterial pressure, can a specific cause
be identified. These individuals will probably have an endocrine or renal defect that, if
corrected, could bring blood pressure back to normal values.

Renal hypertension
Hypertension produced by diseases of the kidney. This includes diseases such
as polycystic kidney disease or chronic glomerulonephritis. Hypertension can
also be produced by diseases of the renal arteries supplying the kidney. This
is known as renovascular hypertension; it is thought that decreased perfusion
of renal tissue due to stenosis of a main or branch renal artery activates the
renin-angiotensin system.
Adrenal hypertension
Hypertension is a feature of a variety of adrenal cortical abnormalities. In
primary aldosteronism there is a clear relationship between the aldosterone-
induced sodium retention and the hypertension.
In patients with pheochromocytoma increased secretion of catecholamines
such as epinephrine and norepinephrine by a tumor (most often located in the
adrenal medulla) causes excessive stimulation of [adrenergic receptors],
which results in peripheral vasoconstriction and cardiac stimulation. This
diagnosis is confirmed by demonstrating increased urinary excretion of
epinephrine and norepinephrine and/or their metabolites (vanillylmandelic
acid).
Coarctation of the aorta
Drugs
Certain medications, especially NSAIDS (Motrin/ibuprofen) and steroids can
cause hypertension. Imported licorice (Glycyrrhiza glabra) inhibits the 11-
hydroxysteroid hydrogenase enzyme (catalyzes the reaction of cortisol to
cortison) which allows cortisol to stimulate the Mineralocorticoid Receptor
(MR) which will lead to effects similar to hyperaldosteronism, which itself is
a cause of hypertension. [Reference: Harrisons Internal Medicine, online
edition (2007-04-14)]
Age
Over time, the number of collagen fibers in artery and arteriole walls
increases, making blood vessels stiffer. With the reduced elasticity comes a
smaller cross-sectional area in systole, and so a raised mean arterial blood
pressure.
Inverse housing law
People resident in relatively cold areas who also live in worse quality housing
are more likely to be prone to diastolic hypertension.

Ref:-1)Elevated risk of high blood pressure: climate and the inverse housing law
Richard Mitchell, David Blane and Mel Bartley,International Journal of Epidemiology
2002;31:831-838 Acromegaly

[edit] Pathophysiology

Most of the secondary mechanisms associated with hypertension are generally fully
understood, and are outlined at secondary hypertension. However, those associated
with essential (primary) hypertension are far less understood. What is known is that
cardiac output is raised early in the disease course, with total peripheral resistance
(TPR) normal; over time cardiac output drops to normal levels but TPR is increased.
Three theories have been proposed to explain this:

 Inability of the kidneys to excrete sodium, resulting in natriuretic factors such


as Atrial Natriuretic Factor being secreted to promote salt excretion with the
side-effect of raising total peripheral resistance.
 An overactive renin / angiotension system leads to vasoconstriction and
retention of sodium and water. The increase in blood volume leads to
hypertension.
 An overactive sympathetic nervous system, leading to increased stress
responses.

It is also known that hypertension is highly heritable and polygenic (caused by more
than one gene) and a few candidate genes have been postulated in the etiology of this
condition.[7][8][9]

[edit] Signs and symptoms

Hypertension is usually found incidentally - "case finding" - by healthcare


professionals during a routine checkup. The only test for hypertension is a blood
pressure measurement. Hypertension in isolation usually produces no symptoms
although some people report headaches, fatigue, dizziness, blurred vision, facial
flushing or tinnitus. [10]

Malignant hypertension (or accelerated hypertension) is distinct as a late phase in the


condition, and may present with headaches, blurred vision and end-organ damage.

Hypertension is often confused with mental tension, stress and anxiety. While chronic
anxiety and/or irritability is associated with poor outcomes in people with
hypertension, it alone does not cause it. Accelerated hypertension is associated with
somnolence, confusion, visual disturbances, and nausea and vomiting (hypertensive
encephalopathy). [11]

[edit] Hypertensive urgencies and emergencies

Hypertension is rarely severe enough to cause symptoms. These typically only surface
with a systolic blood pressure over 240 mmHg and/or a diastolic blood pressure over
120 mmHg. These pressures without signs of end-organ damage (such as renal failure)
are termed "accelerated" hypertension. When end-organ damage is possible or already
ongoing, but in absence of raised intracranial pressure, it is called hypertensive
emergency. Hypertension under this circumstance needs to be controlled, but
prolonged hospitalization is not necessarily required. When hypertension causes
increased intracranial pressure, it is called malignant hypertension. Increased
intracranial pressure causes papilledema, which is visible on ophthalmoscopic
examination of the retina.

[edit] Complications

While elevated blood pressure alone is not an illness, it often requires treatment due to
its short- and long-term effects on many organs. The risk is increased for:

 Cerebrovascular accident (CVAs or strokes)


 Myocardial infarction (heart attack)
 Hypertensive cardiomyopathy (heart failure due to chronically high blood
pressure)
 Hypertensive retinopathy - damage to the retina
 Hypertensive nephropathy - chronic renal failure due to chronically high
blood pressure

[edit] Pregnancy

Main article: Hypertension of pregnancy

Although few women of childbearing age have high blood pressure, up to 10%
develop hypertension of pregnancy. While generally benign, it may herald three
complications of pregnancy: pre-eclampsia, HELLP syndrome and eclampsia. Follow-
up and control with medication is therefore often necessary.

[edit] Children and adolescents

As with adults, blood pressure is a variable parameter in children. It varies between


individuals and within individuals from day to day and at various times of the day. The
epidemic of childhood obesity, the risk of developing left ventricular hypertrophy, and
evidence of the early development of atherosclerosis in children would make the
detection of and intervention in childhood hypertension important to reduce long-term
health risks; however, supporting data are lacking.

Most childhood hypertension, particularly in preadolescents, is secondary to an


underlying disorder. Renal parenchymal disease is the most common (60 to 70 percent)
cause of hypertension. Adolescents usually have primary or essential hypertension,
making up 85 to 95 percent of cases. [12]

[edit] Diagnosis

[edit] Measuring blood pressure

Diagnosis of hypertension is generally on the basis of a persistently high blood


pressure. Usually this requires three separate measurements at least one week apart.
Exceptionally, if the elevation is extreme, or end-organ damage is present then the
diagnosis may be applied and treatment commenced immediately.

Obtaining reliable blood pressure measurements relies on following several rules and
understanding the many factors that influence blood pressure reading[13].

For instance, measurements in control of hypertension should be at least 1 hour after


caffeine, 30 minutes after smoking and without any stress. Cuff size is also important.
The bladder should encircle and cover two-thirds of the length of the arm. The patient
should be sitting for a minimum of five minutes. The patient should not be on any
adrenergic stimulants, such as those found in many cold medications.

When taking manual measurements, the person taking the measurement should be
careful to inflate the cuff suitably above anticipated systolic pressure. The person
should inflate the cuff to 200 mmHg and then slowly release the air while palpating the
radial pulse. After one minute, the cuff should be reinflated to 30 mmHg higher than
the pressure at which the radial pulse was no longer palpable. A stethoscope should be
placed lightly over the brachial artery. The cuff should be at the level of the heart and
the cuff should be deflated at a rate of 2 to 3 mmHg/s. Systolic pressure is the pressure
reading at the onset of the sounds described by Korotkoff (Phase one). Diastolic
pressure is then recorded as the pressure at which the sounds disappear (K5) or
sometimes the K4 point, where the sound is abruptly muffled. Two measurements
should be made at least 5 minutes apart, and, if there is a discrepancy of more than 5
mmHg, a third reading should be done. The readings should then be averaged. An
initial measurement should include both arms. In elderly patients who particularly
when treated may show orthostatic hypotension, measuring lying sitting and standing
BP may be useful. The BP should at some time have been measured in each arm, and
the higher pressure arm preferred for subsequent measurements.

BP varies with time of day, as may the effectiveness of treatment, and archetypes used
to record the data should include the time taken. Analysis of this is rare at present.

Automated machines are commonly used and reduce the variability in manually
collected readings [14]. Routine measurements done in medical offices of patients with
known hypertension may incorrectly diagnose 20% of patients with uncontrolled
hypertension [15]

Home blood pressure monitoring can provide a measurement of a person's blood


pressure at different times throughout the day and in different environments, such as at
home and at work. Home monitoring may assist in the diagnosis of high or low blood
pressure. It may also be used to monitor the effects of medication or lifestyle changes
taken to lower or regulate blood pressure levels.

Home monitoring of blood pressure can also assist in the diagnosis of white coat
hypertension. The American Heart Association[16] states, "You may have what's called
'white coat hypertension'; that means your blood pressure goes up when you're at the
doctor's office. Monitoring at home will help you measure your true blood pressure
and can provide your doctor with a log of blood pressure measurements over time.
This is helpful in diagnosing and preventing potential health problems."

[edit] Distinguishing primary vs. secondary hypertension

Once the diagnosis of hypertension has been made it is important to attempt to exclude
or identify reversible (secondary) causes.

 Over 90% of adult hypertension has no clear cause and is therefore called
essential/primary hypertension. Often, it is part of the metabolic "syndrome
X" in patients with insulin resistance: it occurs in combination with diabetes
mellitus (type 2), combined hyperlipidemia and central obesity.
 Secondary hypertension is more common in preadolescent children, with
most cases caused by renal disease. Primary or essential hypertension is more
common in adolescents and has multiple risk factors, including obesity and a
family history of hypertension. [17]

[edit] Investigations commonly performed in newly diagnosed hypertension

Tests are undertaken to identify possible causes of secondary hypertension, and seek
evidence for end-organ damage to the heart itself or the eyes (retina) and kidneys.
Diabetes and raised cholesterol levels being additional risk factors for the development
of cardiovascular disease are also tested for as they will also require management.

Blood tests commonly performed include:

 Creatinine (renal function) - to identify both underlying renal disease as a


cause of hypertension and conversely hypertension causing onset of kidney
damage. Also a baseline for later monitoring the possible side-effects of
certain antihypertensive drugs.
 Electrolytes (sodium, potassium)
 Glucose - to identify diabetes mellitus
 Cholesterol

Additional tests often include:

 Testing of urine samples for proteinuria - again to pick up underlying kidney


disease or evidence of hypertensive renal damage.
 Electrocardiogram (EKG/ECG) - for evidence of the heart being under strain
from working against a high blood pressure. Also may show resulting
thickening of the heart muscle (left ventricular hypertrophy) or of the
occurrence of previous silent cardiac disease (either subtle electrical
conduction disruption or even a myocardial infarction).
 Chest X-ray - again for signs of cardiac enlargement or evidence of cardiac
failure.

[edit] Epidemiology

The level of blood pressure regarded as deleterious has been revised down during years
of epidemiological studies. A widely quoted and important series of such studies is the
Framingham Heart Study carried out in an American town: Framingham,
Massachusetts. The results from Framingham and of similar work in Busselton,
Western Australia have been widely applied. To the extent that people are similar this
seems reasonable, but there are known to be genetic variations in the most effective
drugs for particular sub-populations. Recently (2004), the Framingham figures have
been found to overestimate risks for the UK population considerably. The reasons are
unclear. Nevertheless the Framingham work has been an important element of UK
health policy.

[edit] Treatment

[edit] Lifestyle modification (nonpharmacologic treatment)

 Weight reduction and regular aerobic exercise (e.g. jogging) are


recommended as the first steps in treating mild to moderate hypertension.
Regular mild exercise improves blood flow and helps to reduce resting heart
rate and blood pressure. These steps are highly effective in reducing blood
pressure, although drug therapy is still necessary for many patients with
moderate or severe hypertension to bring their blood pressure down to a safe
level.

 Reducing sodium (salt) diet is proven very effective: it decreases blood


pressure in about 60% of people (see above). Many people choose to use a
salt substitute to reduce their salt intake.

 Additional dietary changes beneficial to reducing blood pressure includes the


DASH diet (Dietary Approaches to Stop Hypertension), which is rich in fruits
and vegetables and low fat or fat-free dairy foods. This diet is shown effective
based on National Institutes of Health sponsored research. In addition, an
increase in daily calcium intake has the benefit of increasing dietary
potassium, which theoretically can offset the effect of sodium and act on the
kidney to decrease blood pressure. This has also been shown to be highly
effective in reducing blood pressure. Fruits, vegetables, and nuts have the
added . . .

 Discontinuing tobacco smoking and alcohol drinking has been shown to


lower blood pressure. The exact mechanisms are not fully understood, but
blood pressure (especially systolic) always transiently increases following
alcohol and/or nicotine consumption. Besides, abstention from cigarette
smoking is important for people with hypertension because it reduces the risk
of many dangerous outcomes of hypertension, such as stroke and heart attack.
Note that coffee drinking (caffeine ingestion) also increases blood pressure
transiently, but does not produce chronic hypertension.

 Relaxation therapy, such as meditation, that reduces environmental stress,


high sound levels and over-illumination can be an additional method of
ameliorating hypertension. Jacobson's Progressive Muscle Relaxation and
biofeedback are also used [1] particularly device guided paced breathing [2]
[3]. Obviously, the effectiveness of relaxation therapy relies on the patient's
attitude and compliance.

[edit] Impact of race

See also: Race and health

In a summary of recent research Jules P. Harrell, Sadiki Hall, and James Taliaferro
describe how a growing body of research has explored the impact of encounters with
racism or discrimination on physiological activity. "Several of the studies suggest that
higher blood pressure levels are associated with the tendency not to recall or report
occurrences identified as racist and discriminatory."[18] In other words, failing to
recognize instances of racism has a direct impact on the blood pressure of the person
experiencing the racist event. Investigators have reported that physiological arousal is
associated with laboratory analogues of ethnic discrimination and mistreatment.

The interaction between high blood pressure and racism has also been documented in
studies by Claude Steele, Joshua Aronson, and Steven Spencer on what they term
"stereotype threat".[19]

[edit] Chiropractic

Chiropractic, which treats disorders by diagnosing and treating mechanical disorders of


the spine, has shown positive results in the treatment of hypertension. The Journal of
Human Hypertension published the results of a clinically controlled trial in which
patients with hypertension and a misaligned atlas vertebra were chosen to undergo
chiropractic treatment. The study showed a significant lowering of blood pressure in
hypertensive patients after only one chiropractic adjustment of the atlas vertebra. The
study showed a decrease in blood pressure immediately following the adjustment as
well as a full eight weeks following the adjustment. Blood pressure in the group
receiving chiropractic was lowered by an average of 17mmHg BP systolic and
10mmHg diastolic BP. The decrease in blood pressure was equal to taking two
antihypertensive drugs at once. [6]

[edit] Medications

Main article: Antihypertensive

There are many classes of medications for treating hypertension, together called
antihypertensives, which — by varying means — act by lowering blood pressure.
Evidence suggests that reduction of the blood pressure by 5-6 mmHg can decrease the
risk of stroke by 40%, of coronary heart disease by 15-20%, and reduces the likelihood
of dementia, heart failure, and mortality from vascular disease.

The aim of treatment should be blood pressure control to <140/90 mmHg for most
patients, and lower in certain contexts such as diabetes or kidney disease (some
medical professionals recommend keeping levels below 120/80 mmHg).[4] Each
added drug may reduce the systolic blood pressure by 5-10 mmHg, so often multiple
drugs are necessary to achieve blood pressure control.

Commonly used drugs include:

 ACE inhibitors such as captopril, enalapril, fosinopril (Monopril), lisinopril


(Zestril), quinapril, ramipril (Altace)
 Angiotensin II receptor antagonists: eg, telmisartan (Micardis, Pritor),
irbesartan (Avapro), losartan (Cozaar), valsartan (Diovan), candesartan
(Atacand)
 Alpha blockers such as doxazosin, prazosin, or terazosin
 Beta blockers such as atenolol, labetalol, metoprolol (Lopressor, Toprol-XL),
propranolol.
 Calcium channel blockers such as nifedipine (Adalat®)[20] amlodipine
(Norvasc), diltiazem, verapamil
 Direct renin inhibitors such as aliskiren (Tekturna)
 Diuretics: eg, bendroflumethiazide, chlortalidone, hydrochlorothiazide (also
called HCTZ)
 Combination products (which usually contain HCTZ and one other drug)

[edit] Influence of age and race on medication efficacy

A randomized controlled trial by the Veterans Affairs Cooperative Study Group on


Antihypertensive Agents reported the influence of patient age and race on the
proportion of patients whose blood pressure was controlled by different agents.[21][22]
For example:

 Less than 7% of young white patients responded to a diuretic


(hydrochlorothiazide)
 Only 6% of older black patients responded to an ACE inhibitor (captopril)

The effect of age and race are in part due to differences in plasma renin activity.[23][24]

[edit] Choice of initial medication

Which type of many medications should be used initially for hypertension has been the
subject of several large studies and various national guidelines.

Regarding cardiovascular outcomes, the ALLHAT study showed a slightly better


outcome and cost-effectiveness for the thiazide diuretic chlortalidone compared to
other anti-hypertensives in an ethnically mixed population.[25] Whilst a subsequent
smaller study (ANBP2) did not show this small difference in outcome and actually
showed a slightly better outcome for ACE-inhibitors in older white male patients. [26]

Whilst thiazides are cheap, effective, and recommended as the best first-line drug for
hypertension by many experts, they are not prescribed as often as some newer drugs.
Arguably, this is because they are off-patent and thus rarely promoted by the drug
industry.[27]
Due to their metabolic impact (hypercholesterinemia, impairment of glucose tolerance,
increased risk of developing Diabetes mellitus type 2), the use of thiazides as first line
treatment for essential hypertension has been repeatedly questioned and strongly
disencouraged.[28] [29] [30]

Physicians may start with non-thiazide antihypertensive medications if there is a


compelling reason to do so. An example is the use of ACE-inhibitors in diabetic
patients who have evidence of kidney disease, as they have been shown to both reduce
blood pressure and slow the progression of diabetic nephropathy.[31] In patients with
coronary artery disease or a history of a heart attack, beta blockers and ACE-inhibitors
both lower blood pressure and protect heart muscle over a lifetime, leading to reduced
mortality.

[edit] Advice in the United Kingdom

The risk of beta-blockers provoking type 2 diabetes led to their downgrading to fourth-
line therapy in the United Kingdom in June 2006[32], in the revised national guidelines.
[33]

[edit] Advice in the United States

The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,


Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) in the United States
recommends starting with a thiazide diuretic if single therapy is being initiated and
another medication is not indicated.

High blood pressure; HBP; Blood pressure - high

Definition ,by:medlinePlus  

Hypertension means high blood pressure.

Blood pressure readings are measured in millimeters of mercury (mmHg) and usually
given as 2 numbers. For example, 140 over 90 (written as 140/90).

 The top number is your systolic pressure, the pressure created when your
heart beats. It is considered high if it is consistently over 140.
 The bottom number is your diastolic pressure, the pressure inside blood
vessels when the heart is at rest. It is considered high if it is consistently over
90.

Either or both of these numbers may be too high.

Pre-hypertension is when your systolic blood pressure is between 120 and 139 or your
diastolic blood pressure is between 80 and 89 on multiple readings. If you have pre-
hypertension, you are more likely to develop high blood pressure at some point.

See also: Blood pressure

Causes    Return to top

Blood pressure measurements are the result of the force of the blood produced by the
heart and the size and condition of the arteries.

Many factors can affect blood pressure, including how much water and salt you have
in your body, the condition of your kidneys, nervous system, or blood vessels, and the
levels of different body hormones.

High blood pressure can affect all types of people. You have a higher risk of high
blood pressure if you have a family history of the disease. High blood pressure is more
common in African Americans than Caucasians.

Most of the time, no cause is identified. This is called essential hypertension. High
blood pressure that results from a specific condition, habit, or medication is called
secondary hypertension.

Too much salt in your diet can lead to high blood pressure. Secondary hypertension
may also be due to:

 Adrenal gland tumor


 Alcohol poisoning
 Anxiety and stress
 Appetite suppressants
 Arteriosclerosis
 Birth control pills
 Certain cold medicines
 Coarctation of the aorta
 Cocaine use
 Cushing syndrome
 Diabetes
 Kidney disease, including:
o Glomerulonephritis (inflammation of kidneys)
o Kidney failure
o Renal artery stenosis
o Renal vascular obstruction or narrowing
 Migraine medicines
 Hemolytic-uremic syndrome
 Henoch-Schonlein purpura
 Obesity
 Pain
 Periarteritis nodosa
 Pregnancy (called gestational hypertension)
 Radiation enteritis
 Renal artery stenosis
 Retroperitoneal fibrosis
 Wilms' tumor

Symptoms    Return to top

Most of the time, there are no symptoms. Symptoms that may occur include:

 Confusion
 Chest pain
 Ear noise or buzzing
 Irregular heartbeat
 Nosebleed
 Tiredness
 Vision changes

If you have a severe headache or any of the symptoms above, see your doctor right
away. This may be a signs of a complication or dangerously high blood pressure called
malignant hypertension.

Exams and Tests    Return to top

Your health care provider will perform a physical exam and check your blood
pressure. If the measurement is high, your doctor may think you have hypertension.
The measurements need to be repeated over time, so that the diagnosis can be
confirmed.

If you monitor your blood pressure at home, you may be asked the following
questions:

 What was your most recent blood pressure reading?


 What was the previous blood pressure reading?
 What is the average systolic (top number) and diastolic (bottom number)?
 Has your blood pressure increased recently?

Other tests may be done to look for blood in urine or heart failure. Your doctor will
look for signs of complications to your heart, kidneys, eyes, and other organs in your
body.

These tests may include:


 Chem-20
 Echocardiogram
 Urinalysis
 X-ray of the kidneys

Treatment    Return to top

The goal of treatment is to reduce blood pressure so that you have a lower risk of
complications.

There are many different medicines that can be used to treat high blood pressure. Such
medicines include:

 Alpha blockers
 Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitors
 Angiotensin receptor blockers (ARBs)
 Beta-blockers
 Calcium channel blockers
 Central alpha agonists
 Diuretics
 Renin inhibitors, including aliskiren (Tekturna)
 Vasodilators

Medicines used if the blood pressure is very high may include:

 Clonidine
 Diazoxide
 Furosemide
 Hydralazine
 Minoxidil
 Nitroprusside

Your doctor may also tell you to exercise, lose weight, and follow a healthier diet. If
you have pre-hypertension, your doctor will recommend the same lifestyle changes to
bring your blood pressure down to normal range.

Outlook (Prognosis)    Return to top

Most of the time, hypertension can be controlled with medicine and lifestyle changes.

Possible Complications    Return to top

 Aortic dissection
 Blood vessel damage (arteriosclerosis)
 Brain damage
 Congestive heart failure
 Kidney damage
 Kidney failure
 Heart attack
 Hypertensive heart disease
 Stroke
 Vision loss

When to Contact a Medical Professional    Return to top

If you have high blood pressure, you will have regularly scheduled appointments with
your doctor.Even if you have not been diagnosed with high blood pressure, it is
important to have your blood pressure checked during your yearly check-up, especially
if someone in your family has or had high blood pressure.

Call your health care provider right away if home monitoring shows that your blood
pressure remains high or you have any of the following symptoms:

 Chest pain
 Confusion
 Excessive tiredness
 Nausea and vomiting
 Severe headache
 Shortness of breath
 Significant sweating
 Vision changes

Prevention    Lifestyle changes may help control your blood pressure:

 Lose weight if you are overweight. Excess weight adds to strain on the heart. In some
cases, weight loss may be the only treatment needed.
 Exercise regularly.
 Eat a healthy diet. Eat less fat and sodium. Salt, MSG, and baking soda all contain
sodium. Eat more fruits, vegetables, and fiber.
 Avoid smoking.
 If you have diabetes, keep your blood sugar under control..Follow your health care
provider's recommendations to modify, treat, or control possible causes of secondary
hypertension.

You might also like